• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perwujudan Lembaga Demokrasi Yang Makin Kukuh

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 63-72)

REPUBLIK INDONESIA 16 AGUSTUS

A GENDA M ENCIPTAKAN I NDONESIA YANG A DIL DAN D EMOKRATIS

14. Perwujudan Lembaga Demokrasi Yang Makin Kukuh

Berbagai permasalahan yang dihadapi di dalam mendukung dan memantapkan proses demokratisasi secara berkelanjutan adalah: masih belum sempurnanya struktur dan kelembagaan demokrasi; belum terjalinnya harmonisasi yang optimal di antara lembaga- lembaga konstitusional yang baru; belum tuntasnya proses penyempurnaan peraturan pelaksanaan untuk mendukung desentralisasi dan otonomi daerah; masih rendahnya penerapan budaya politik demokratis yang ditandai antara lain dengan penggunaan cara-cara kekerasan dan gejala pemaksaan pendapat dan kepentingan suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya; serta masih kurangnya perlindungan masyarakat dari dampak informasi dan komunikasi yang negatif.

Dalam dua tahun pelaksanaan RPJMN Tahun 2004–2009, upaya untuk mewujudkan lembaga demokrasi yang kukuh terus ditingkatkan. Langkah kebijakan tetap terarah pada penataan hubungan kelembagaan negara, baik antara lembaga-lembaga politik yang sudah mantap keberadaannya, maupun lembaga-lembaga baru yang masih mencari bentuk dan peranan yang sesuai seperti yang digariskan oleh peraturan perundangan yang relevan. Langkah kebijakan penguatan dan penyempurnaan struktur peraturan perundangan ditempuh agar mampu memberikan fondasi lebih kukuh bagi pengaturan hubungan kelembagaan dan penguatan kelembagaan (capacity building), penguatan pemerintah daerah dan pemantapan status otonomi khusus, pengaturan lebih lanjut hubungan pusat dan daerah, dan pemberdayaan masyarakat sipil dan organisasi politik (parpol) serta organisasi kemasyarakatan (ormas). Pemerintah tetap berusaha mewujudkan kelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) berdasarkan perundang-undangan yang ada.

Sejalan dengan penataan sistem pemerintahan secara nasional dengan tekanan pada penerapan Otonomi Daerah secara konsisten dan berkelanjutan, berbagai regulasi, pembagian tugas dan hubungan kerja antara lembaga-lembaga pemerintahan yang ada, termasuk di tingkat daerah, secara bertahap telah dirumuskan. Upaya intensif sedang dilakukan untuk menyempurnakan struktur, fungsi dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun

2004, dengan memperhatikan keterkaitan dan keharmonisan dengan berbagai peraturan perundangan yang sudah ada.

Dalam penyelenggaraan Pilkada, selama Juni 2005 hingga Juni 2006, telah dilaksanakan 252 Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) di seluruh wilayah NKRI. Secara umum pelaksanaan Pilkada telah dapat diselenggarakan dengan cukup demokratis, dengan hasil yang dapat diterima oleh masyarakat pemilihnya. Walaupun terjadi beberapa kasus pengrusakan fasilitas publik yang diakibatkan ketidakpuasan terhadap hasil Pilkada di beberapa daerah. Ke depan akuntabilitas kepala daerah terpilih terhadap konstituennya akan mendapatkan prioritas untuk ditingkatkan.

Sebagai pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pemerintah sudah mengeluarkan tujuh Peraturan Pemerintah (PP) bidang Penyiaran. Pemerintah membuka diri untuk menerima masukan dari masyarakat luas dan melakukan penyempurnaan terhadap PP dimaksud apabila diperlukan, sebagai bagian dari upaya memberikan jaminan kebebasan media massa sebagai kekuatan keempat (fourth estate) dari demokrasi.

Di masa mendatang reformasi struktur politik akan mendapat perhatian yang besar. Berbagai evaluasi terhadap pelaksanaan UU PA yang berkaitan dengan pengembangan otonomi daerah lebih lanjut akan ditingkatkan bersamaan dengan penerapan ketetapan-ketetapan yang sudah ada. Dengan adanya usulan-usulan untuk memperbaiki proses pemilihan kepala daerah, Pemerintah akan mengkaji kemungkinan Pilkada dijadikan perundang-undangan tersendiri atau tetap menjadi ketentuan-ketentuan yang tercakup di dalam UU No. 32 Tahun 2004.

Dengan makin dekatnya penyelenggaraan Pemilu 2009, Pemerintah mengajak DPR mulai menyusun jadwal yang terinci bagi penyelesaian undang-undang penyelenggaraan pemilu dan pilkada, undang-undang partai politik dan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, yang akan digunakan sebagai landasan operasional penyelenggaraan Pemilu 2009 agar dapat disahkan pada Maret 2007. Ini dimaksudkan agar persiapan Pemilu sampai dengan pengadaan sarana keperluan Pemilu 2009 dapat dilaksanakan pada tahun 2007

dan 2008, sehingga pada tahun 2009 KPU hanya tinggal menyelesaikan tahap distribusi barang keperluan Pemilu 2009 serta pemungutan dan penghitungan suara.

Kebersamaan dan persaudaraan yang dibutuhkan dalam membangun masyarakat demokratis ditingkatkan dengan menuntaskan upaya rekonsiliasi nasional seperti yang sudah diamanatkan oleh UU No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKR). Pemerintah tetap mengajak DPR serta lembaga-lembaga yang terkait untuk bersama-sama menyelesaikan berbagai hambatan bagi pembentukan KKR.

Selanjutnya pada tahun 2006 ini, penyelesaian UU tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) akan diupayakan untuk memperkuat UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran beserta tujuh PP bidang Penyiaran.

AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

15. Penanggulangan Kemiskinan

Upaya untuk menanggulangi kemiskinan terus ditingkatkan. Meskipun persentase penduduk miskin cenderung menurun dari 19,1 persen pada tahun 2000 menjadi 16 persen pada tahun 2005, namun jumlah penduduk miskin secara absolut masih tinggi. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2000 dan 2005 berturut-turut sebanyak 38,7 juta jiwa dan 35,1 juta jiwa.

Upaya untuk menanggulangi kemiskinan didorong dengan meningkatkan kualitas hidup penduduk miskin dengan mengurangi kesenjangan antara orang miskin dan tidak miskin dalam mengakses fasilitas air bersih, sanitasi, pendidikan dan kesehatan. Rumah tangga miskin yang memiliki anak usia 12–15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah menengah tingkat pertama mencapai 20,8 persen sedangkan rumah tangga tidak miskin hanya 7,9 persen. Dalam kaitan itu, pada tahun 2006, penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas pembangunan, yang mencakup tidak saja upaya untuk mengatasi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar penduduk miskin, tetapi juga upaya untuk meningkatkan partisipasi dalam proses pembangunan.

Langkah-langkah kebijakan penanggulangan kemiskinan difokuskan pada tiga upaya pokok. Pertama, pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin melalui pemenuhan pelayanan/penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Perkiraan penduduk usia sekolah (7–24 tahun) hasil Susenas 2004 adalah sebanyak 75,9 juta orang atau sekitar 35,0 persen dari total penduduk Indonesia. Diantara penduduk usia sekolah ini, sebanyak 61,3 persen berstatus masih sekolah, 37,4 persen pernah bersekolah dan 1,3 persen belum pernah bersekolah. Kedua, perlindungan sosial, yaitu melalui program subsidi langsung tunai (SLT) yang telah dilaksanakan sejak Oktober 2005 sampai dengan Juni 2006 dalam tiga tahap dengan total dana yang telah disalurkan sebesar 13,1 triliun; peningkatan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi dimana pencapaian peserta KB aktif pasangan usia subur miskin adalah sekitar 11,8 juta pasangan usia subur, atau sekitar 97,3 persen dari sasaran perkiraan permintaan masyarakat menjadi peserta KB aktif pasangan usia subur miskin sebanyak 12,1 juta pasangan usia subur, serta peningkatan kualitas hidup perempuan. Ketiga, peningkatan kesempatan berusaha melalui pelaksanaan program- program pemberdayaan masyarakat antara lain melalui Program Pengembangan Kecamatan dimana pada tahun 2006 telah dialokasikan Rp1,0 triliun dengan kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp378 miliar untuk 1.708 kecamatan meliputi 29.463 desa dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan dengan alokasi dana sampai tahun 2006 sebesar Rp1,9 triliun, yang akan menjangkau 6.405 kelurahan di 240 kabupaten/kota.

Pada September 2000, Pemerintah Indonesia bersama 188 negara lainnya telah menandatangani Millenium Development Goals (MDGs) yang antara lain bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, serta meningkatkan kesehatan dan pendidikan. Langkah-langkah penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan seperti tersebut di atas selaras dengan komitmen pemerintah dalam pencapaian MDGs dengan target penduduk miskin pada tahun 2015 adalah 7,5 persen.

Dalam rangka lebih meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan akan dilakukan tindak lanjut, antara lain: (a) penyempurnaan arah kebijakan, pedoman pelaksanaan, dan

manajemen pengelolaan program agar program-program yang sedang berjalan di tahun 2006 semakin berdampak pada peningkatan kesejahteraan penduduk miskin; (b) pemfokusan anggaran pada kebijakan yang mampu memberikan dampak langsung pada peningkatan kesejahteraan penduduk miskin; (c) pengembangan desain program yang mampu memberikan dampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan penduduk miskin; (d) pengembangan sistem pendataan rumah tangga miskin yang semakin akurat; (e) pengembangan mekanisme komunikasi dan kerja sama yang harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar pemerintah daerah dapat lebih mempunyai kepedulian tinggi kepada penduduk miskin di daerahnya.

16. Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmigas

Kebijakan investasi diarahkan untuk meningkatkan peranan investasi agar lebih mampu menggerakkan perekonomian. Upaya untuk mendorong investasi dihadapkan pada tantangan eksternal antara lain: belum pulihnya persepsi investor asing terhadap perekonomian dalam negeri, melambatnya pertumbuhan ekonomi pada sebagian negara-negara di dunia, naiknya suku bunga di Amerika Serikat, serta ketatnya persaingan global untuk menarik investasi. Sementara itu, faktor internal yang menghambat daya tarik investasi dalam negeri antara lain: sikap dunia usaha yang masih menunggu diundangkannya RUU tentang Penanaman Modal yang baru, masih panjangnya proses penyelesaian perizinan investasi, belum memadainya ketersediaan infrastruktur, terbatasnya kemampuan pengusaha lokal untuk memanfaatkan peluang investasi yang di daerah, serta belum optimalnya fasilitasi pembiayaan kegiatan investasi oleh lembaga pembiayaan atau perbankan nasional.

Dalam rangka meningkatkan ekspor nonmigas, perhatian diberikan pada: terbatasnya sarana dan fasilitas perdagangan untuk menunjang kegiatan ekspor nonmigas, rendahnya daya saing produk Indonesia di pasar internasional, masih terdapatnya berbagai praktek ekonomi biaya tinggi, tingginya hambatan nontarif terhadap produk- produk Indonesia di beberapa negara tujuan ekspor, serta adanya pemberlakuan tarif preferensi untuk beberapa negara yang mengakibatkan adanya diskriminasi tarif.

Perhatian juga diberikan pada pengembangan pariwisata untuk meningkatkan citra kepariwisataan nasional dari isu-isu negatif dalam hal keamanan, kesehatan, dan bencana alam. Kendala-kendala lain yang juga berpengaruh pada keberhasilan kinerja bidang pariwisata akan ditangani, antara lain: belum optimalnya dukungan sektor lain terhadap pembangunan destinasi pariwisata yang berdaya saing tinggi, terkonsentrasinya pembangunan pariwisata di wilayah-wilayah tertentu, belum optimalnya koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pengembangan pariwisata antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta terbatasnya SDM yang profesional di bidang pariwisata.

Sebagai upaya untuk meningkatkan investasi, pemerintah telah menyusun Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi dengan diluncurkannya Inpres No. 3 Tahun 2006 pada tanggal 27 Februari 2006. Langkah-langkah lainnya untuk mendorong investasi antara lain: penyederhanaan prosedur investasi, pelatihan untuk meningkatkan kemampuan aparat pemerintah dalam pelayanan investasi baik di tingkat pusat dan daerah, promosi dan pameran investasi yang terintegrasi baik di dalam maupun di luar negeri, kerja sama investasi secara bilateral dan multilateral, pengembangan Sistem Informasi Manajemen Investasi Terpadu, peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kerja dalam rangka meningkatkan pelayanan investasi, serta peningkatan peran Kantor Perwakilan Investasi di beberapa negara di luar negeri.

Upaya-upaya tersebut di atas akan mendorong investasi pada triwulan II/2006. Dalam semester I/2006, pembentukan modal tetap bruto relatif sama dengan semester yang sama tahun 2005.

Dalam pada itu, minat investasi tetap terjaga. Dalam semester I/2006, proyek yang disetujui dalam rangka PMDN dan PMA masing- masing mencapai Rp67,0 triliun dan US$6,0 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp24,5 triliun dan US$5,9 miliar. Selanjutnya realisasi investasi berdasarkan ijin usaha tetap (IUT) dalam semester I/2006 naik menjadi Rp11,2 triliun (untuk PMDN) dan US$3,5 miliar (untuk PMA) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp7,8 triliun (untuk PMDN) dan US$3,4 miliar (untuk PMA).

Langkah-langkah yang telah dilakukan untuk meningkatkan ekspor nonmigas antara lain: penguatan kelembagaan pusat promosi ekspor (Indonesian Trade Promotion Center/ITPC), pendirian pusat pemasaran (marketing point) di lokasi lintas batas, penyelenggaraan promosi ekspor di dalam dan luar negeri, peningkatan standarisasi, serta peningkatan kerja sama perdagangan multilateral dan bilateral.

Ekspor nonmigas pada semester I/2006 meningkat menjadi US$ 36,5 miliar atau naik 14,4 persen dibandingkan kurun waktu yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ekspor nonmigas diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun seiring dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi dan harga komoditi di pasar internasional yang cenderung meningkat. Sejalan dengan meningkatnya ekspor, volume transaksi perdagangan di Bursa Berjangka Jakarta membaik dengan telah terlaksananya penyempurnaan beberapa peraturan perundangan terkait dengan perdagangan berjangka komoditi.

Upaya untuk meningkatkan iklim usaha ditingkatkan dengan menyehatkan persaingan usaha. Beberapa langkah telah dilakukan dalam rangka mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan persaingan usaha secara lebih efektif dan terintegrasi. Pelaksanaan kebijakan persaingan usaha telah menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan tercermin dari peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya persaingan usaha yang sehat, peningkatan jumlah laporan dan perkara yang ditangani oleh KPPU, serta terwujudnya kerja sama dengan penegak hukum di Indonesia untuk menangani proses litigasi.

Sementara itu, dalam upaya peningkatan kinerja di bidang pariwisata, langkah-langkah yang telah ditempuh selama satu tahun terakhir antara lain adalah: pemberian fasilitas bebas visa pemulihan citra kepariwisataan Indonesia, pendukungan pembangunan pariwisata daerah, pencanangan tema (branding) kepariwisataan Nusantara “Kenali Negerimu, Cintai Negerimu”, peningkatan kerja sama internasional, serta peningkatan mutu SDM kepariwisataan dan kebudayaan.

Dalam rangka lebih mendorong investasi berbagai upaya tindak lanjut akan terus ditingkatkan mencakup: peningkatan stabilitas perekonomian dan keamanan, memberikan kepastian hukum dalam

berusaha, pemberian insentif yang lebih menarik bagi kegiatan investasi, mendorong peningkatan ekonomi di daerah melalui Kawasan Ekonomi Khusus, mendorong kegiatan investasi dibidang infrastruktur, melakukan promosi investasi yang terintegrasi dan efektif baik didalam maupun di luar negeri, meningkatkan kualitas pelayanan investasi, serta meningkatkan pengendalian pelaksanaan dan fasilitasi terhadap kegiatan investasi yang telah disetujui pemerintah agar terjadi peningkatan realisasi investasi.

Sementara itu upaya peningkatan ekspor nonmigas akan ditingkatkan dengan: meningkatkan efisiensi sistem perdagangan, melaksanakan promosi terpadu di bidang pariwisata, perdagangan dan investasi sebagai upaya untuk meningkatkan volume ekspor di pasar ekspor tradisional (Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat), serta untuk membuka peluang ekspor di pasar ekspor nontradisional, meningkatkan pengamanan perdagangan dalam negeri dan perlindungan konsumen, meningkatkan kinerja ITPC, mengembangkan dan menguatkan lembaga pengujian mutu barang, meningkatkan daya saing produk ekspor, serta memaksimalkan manfaat perjanjian/kerja sama perdagangan internasional bagi peningkatan perekonomian nasional.

Di bidang persaingan usaha, langkah-langkah tindak lanjut akan diteruskan untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum dan kebijakan persaingan usaha yang antara lain adalah: peningkatan kualitas keahlian penyelidik di KPPU, pengembangan kebijakan persaingan usaha, peningkatan upaya harmonisasi kebijakan persaingan, peningkatan pemahaman dan minat pendalaman publik terhadap nilai-nilai persaingan, mengembangkan sistem informasi; serta melakukan pengendalian internal di KPPU.

17. Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Dalam dua tahun pelaksanaan RPJMN Tahun 2004–2009, upaya peningkatan daya saing industri diarahkan untuk menangani berbagai permasalahan yang dihadapi industri antara lain belum kukuhnya struktur industri, kurang-kondusifnya iklim usaha dan investasi, dan maraknya penyelundupan; lemahnya penguasaan teknologi, rendahnya kualitas SDM, dan minimnya peran industri kecil menengah (IKM).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam rangka memperkuat struktur industri, industri kecil dan menengah (IKM) terus dibina untuk memperkuat peran mereka. Upaya yang ditempuh diantaranya adalah mendorong tiap daerah untuk memilih dan menentukan kompetensi inti yang akan dikembangkan dan selanjutnya realisasinya secara integral dikaitkan dengan pengembangan klaster industri dimana IKM diberi peran untuk meningkatkan kemampuannya. Seiring dengan itu, kapasitas pelayanan MSTQ (metrology, standardization, testing, and quality assurance) terus ditingkatkan untuk melayani kebutuhan industri dalam transaksi barang, komponen dan bahan. Demikian pula fasilitasi regulasi untuk perluasan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Upaya untuk meningkatkan daya saing industri juga ditingkatkan dengan mencegah penyelundupan melalui: (a) penerapan jalur merah khusus untuk produk yang rawan impor ilegal; (b) pengawasan asal barang beredar di pasar dalam negeri, dan pembatasan jumlah pelabuhan impor khusus TPT dan elektronik; (c) penerapan safeguard dan anti dumping yang lebih ketat; (d) port to port manifest; dan (e) perlakuan tindak penyelundupan sebagai tindak pidana. Seiring dengan langkah penanganan penyelundupan, upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri juga terus dilakukan.

Berbagai upaya yang ditempuh diatas telah mampu menjaga pertumbuhan sektor industri dengan kecenderungan ekonomi yang melambat. Dalam tahun 2005, pertumbuhan industri mencapai 5,9 persen, lebih rendah dari tahun 2004 (7,5 persen). Pada semester I/2006, sektor industri manufaktur tumbuh sebesar 3,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2005.

Dalam rangka lebih mendorong pertumbuhan sektor industri manufaktur mendatang, kebijakan akan difokuskan pada tiga upaya yaitu: (a) peningkatan daya saing industri; (b) peningkatan kapasitas industri; dan (c) peningkatan peran faktor pendukung pengembangan industri. Daya saing industri ditingkatkan melalui perbaikan iklim usaha dan penyelesaian masalah-masalah yang menghambat perkembangan industri. Peningkatan kapasitas industri dilakukan melalui peningkatan investasi industri dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Pendukung pengembangan industri diwujudkan melalui pembangunan kawasan industri, pengembangan kapasitas

diklat, dan penguatan kelembagaan pengawasan standardisasi, akreditasi dan pengendalian mutu.

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 63-72)