• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Konsep Involusi Dalam Analisis Perkembangan

BAB 7 Pergeseran Arah Perkembangan Gerakan Petani

7.2. Makna Konsep Involusi Dalam Analisis Perkembangan

Gerakan Petani

Konsepsi involusi dalam perubahan sosial berada pada dimensi struktural, yakni menunjuk pada suatu kondisi struktur yang stagnan (tetap, tidak berubah), sehingga eksistensi dan perkembangannya tidak mampu memproduksi sistem gerakan sebagai wadah institusional perubahan sosial. Cliffrod Geertz memakai konsepsi “involusi” sebagai alat analitik terhadap usaha tani sawah di Jawa. Konsepsi tersebut diperoleh dari Alexander Goldenweiser, seorang antropolog Amerika, yang digunakan untuk melukiskan pola kebudayaan yang ketika sudah mencapai bentuknya yang pasti kemudian dia tidak berhasil menstabilkannya atau mengubahnya menjadi suatu pola yang baru, tetapi terus berkembang ke dalam sehingga menjadi semakin rumit, seperti tampak pada seni dekoratif

Maori dan dalam Gothik akhir Geertz (1983: 85-86).70

Makna konsep “involusi” dari Alexander Goldenweiser yang menjadi alat analisis Clifford Geertz, oleh Sajogyo (Geertz, 1983: xxiii) digambarkan lebih jelas dalam suatu kiasan sebagai berikut:

“Kemandegan atau kemacetan pola pertanian yang ditunjukkan oleh tidak adanya kemajuan yang hakiki. Jika pun ada gerak, misalnya orang berjalan, berlari, atau menunjukkan gerakan lain di dalam lingkungan air, tidak ada gerakan yang menghasilkan kemajuan: orang tetap berada di tempat sama, misalnya di perairan, berenang di tempat menjaga diri tidak tenggelam tanpa mencapai tujuan lain”.

Pada sisi lain Nomani and Behdad menggunakan konsepsi “involusi struktural” untuk melihat terjadinya erosi serius dalam hubungan produksi kapitalis di Iran yang berjalan seiring dengan munculnya

69 Informasi terakhir diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa aktivis pendukung perjuangan petani dalam penguasaan tanah pertanian di wilayah Register 45.

70

Geertz mendefinisikan konsep “Involution” menunjuk pada “overdriving of an established form in such a way that it becomes rigid through an inward overelaboration of detail” (Geertz, 1963: 82).

produksi komoditas kecil (petty-comodity production). Hasil kajian Nomani and Behdad (2006) terhadap perkembangan kekuatan produksi di Iran menyimpulkan bahwa telah terjadi erosi serius dalam hubungan produksi kapitalis berjalan seiring dengan munculnya

produksi komoditas kecil (petty-comodity production). Proses ini

disebut degeneratif “involusi struktural”, karena terjadi kekusutan dalam kemunculan struktur ekonomi, terganggunya proses akumulasi,

dan terjadi krisis ekonomi yang semakin intensif. Pertama, proses

involusioner” terjadi ketika jumlah borjuis kecil dan para fungsionaris

politik meningkat, sedangkan jumlah kelas pekerja menurun. Kedua,

proses “deinvolusioner” terjadi ketika jumlah borjuis kecil dan

fungsionaris politik menurun, sedangkan jumlah kelas pekerja meningkat.

Mengacu pada pandangan Goldenweiser, Geertz, Sajogyo dan Nomani and Behdad tersebut, maka konsepsi “involusi gerakan petani” dapat dimaknai menunjuk pada suatu kondisi gerakan petani yang stagnan (tetap, tidak berubah) atau lemahnya peran organisasi gerakan petani dalam melakukan perubahan struktur sosial agraria yang simbiosis sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan petani sejalan dengan perkembangan upaya-upaya yang telah dilakukan. Memang selama proses perjuangan petani terjadi inovasi-inovasi strategi dan taktik gerakan, berupaya memperkuat jaringan, akan tetapi kehadiran dan perannya tetap saja tidak mampu menghasilkan perubahan substantif nasib petani sesuai dengan klaim-klaim yang diperjuangkan.

Konsepsi involusi gerakan petani (agraria) juga dapat dilihat dari perkembangan organisisonalnya. Mengacu pada pandangan Kriesi (McAdam, McCarthy and Zald, 1996: 156), bahwa organisasi gerakan

petani dapat bertahan dalam ranah radikalisasi, tetapi juga dapat

berubah menjadi organisasi formal lainnya ketika kerakteristik dan aktifitasnya berubah, sehingga gerakannya bisa masuk pada jalur involusi, institusionalisasi atau komersialisasi.

Pertama, radikalisasi merupakan jalur organisasi gerakan petani yang memperkuat struktur mobiliasi sumberdaya. Kedua, involusi menekankan secara eksklusif pada aspek “insentif sosial”. Organisasi gerakan petani dapat berubah menjadi asosiasi ketika aktivitasnya sebatas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para anggotanya. Organisasi gerakan petani tersebut mendukung mobilisasi konstituen tetapi hanya sebatas melayani kebutuhan mereka atau menggunakan strategi berorientasi klien. Ketiga, institusionalisasi menunjuk pada keseluruhan transformasi yang memungkinkan organisasi gerakan petani berubah menjadi partai politik atau menjadi kelompok

kepentingan. Eksistensinya masuk dalam sistem intermediasi kepentingan lembaga yang sudah mapan. Keempat, komersialisasi adalah proses transformasi yang mengarah sebagai organisasi layanan komersial, yakni layanan yang dibayar oleh para anggotanya.

Pada sisi lain, intensitas mobilisasi komitmen menjadi penting karena organisasi gerakan petani menghasilkan berbagai alternatif strukturasi internal dalam menjaga stabilitasnya dalam jangka panjang. Tetapi, sebagai gerakan instrumental maka pelembagaan arus sumberdaya gerakan secara khusus menjadi problematik bagi gerakan petani yang memiliki isu spesifik tinggi dan terfokus pada isu-isu internasional yang siklusnya cukup pendek. Suatu gerakan yang semakin terfokus pada isu tunggal maka secara eksternal semakin tergantung pada siklus perhatian terhadap isu tersebut.

Gerakan petani sebagai gerakan instrumental sangat mungkin terlembagakan menjadi gerakan subkultural yang berpeluang masuk pada jalur involusi atau komersialisasi, sedangkan gerakan petani yang konterkultural secara khusus bersifat radikal. Faktor eksternal juga berpengaruh terhadap perkembangan gerakan petani seperti faktor ekonomi, kultural dan politik. Faktor politik seperti struktur peluang politik secara umum sangat berpengaruh terhadap perkembangan organisasi gerakan petani. Dengan tidak mengabaikan faktor ekonomi dan prakondisi kultural, maka tidak dapat diabaikan bahwa bergesernya gerakan petani dari jalur radikalisasi ke jalur involusi, dipengaruhi oleh struktur relasi kekuasaan dalam sistem sosial agraria dominan yang semakin mapan.

Dalam perspektif teori konflik klasik dinyatakan bahwa sistem sosial selalu melekat unsur dominasi dan hegemoni, dan selalu berada pada arus kepentingan kelompok atas dengan memperkuat unsur kontradiksi dan negasi terhadap kelompok bawah (Friedman, 1961; Carver, 1982). Akan tetapi, secara umum teori konflik mendasarkan pada tiga asumsi utamanya, yakni berkenaan dengan: (1) kepentingan dasar yang selalu harus diperjuangan untuk dipenuhi, (2) relasi kekuasaan sebagai inti struktur sosial dan ini melahirkan perjuangan untuk mendapatkannya, (3) nilai dan gagasan sebagai senjata konflik (Fakih, 2004: 43). Akan tetapi, gerakan-gerakan petani kontemporer tidak hanya terkonsentrasi pada orientasi material, tidak terpolarisasi hanya dalam dua kelas, dan bisa keluar dari determinisme material. Perubahan sistem sosial agraria dalam masyarakat kontemporer lebih kompleks dan melibatkan keragaman dimensi kehidupan yang menyebar ke segala penjuru, tidak terkonsentrasi pada satu arah. Dalam perkembangannya seperti itu, maka gerakan-gerakan petani dalam melakukan perubahan struktur dan sistem sosial agraria yang

didasarkan pada asumsi determinisme yang bersifat reduksionis dan esensialis, perlu dikritisi derajat keberlakuannya. Sepakat dengan pendapat Fakih (2004:47), bahwa kerangka asumsi dasar yang kemudian dianggap lebih sesuai dalam menganalisis perubahan

struktur dan sistem sosial agraria adalah proses “over determination”,

yakni yang non reduksionis dan anti esensialis.

Mengadopsi konsepsi Griffin (Berbstein, dkk., 2008), proses dialektika materialisme berada pada ranah inter-sektoral (kelas) bukan pada ranah intra-sektoral. Padahal di dalam sektor (kelas) itu sendiri juga terdapat peluang kontradiksi dan bernegasi yang melekat unsur dominasi dan hegemoni. Negasi struktural intra dan inter-sektoral bukan hanya dapat memperlemah kapabilitas elemen sistem tetapi juga dalam hubungan antar elemen sistem sosial agraria. Dinamika hubungan antar elemen sistem sosial agraria bersifat dinamis dan dialektis. Dialektika negatif terjadi karena diabaikan kemungkinan dikembangkan unsur bermediasi antar elemen sistem, yakni antara negara dan swasta dengan petani. Perubahan formal tidak berjalan seiring dengan perubahan substantif, sehingga kelompok bawah meskipun perjuangannya dapat merubah bentuk dan kualitas organisasi sistem, tetapi sebenarnya lebih merupakan bentuk adaptasi terhadap kepentingan kelompok atas. Involusi gerakan petani terjadi ketika petani yang direpresentasikan oleh organisasi tani sebagai elemen bawah tetap berada pada arus kuat kepentingan kelompok atas (negara dan swasta), sedangkan kondisi petani sebagai salah satu elemen sistem sosial agraria tetap pada posisi “underdog”, lemah, terpinggirkan dan “menderita”.

Gerakan transformasional terhadap struktur sosial agraria sebenarnya mengandung tuntutan-tuntutan mediasi yang harus dipenuhi yang menghasilkan imperatif-imperatif etis. Mengikuti pandangan Giddens (2005: 216), bahwa gerakan perubahan struktur sosial agraria tersebut masuk dalam kerangka politik emansipatoris dan politik kehidupan. Namun realisasi tujuan di dalamnya seringkali tergantung kepada intervensi agen-agen yang mendukung strata atas. Dari perspektif realisme otopis, bahwa gerakan transformasi struktur sosial agraria tersebut diakui menjadi basis perubahan menuju realitas yang lebih aman dan manusiawi. Tetapi, mungkin terjadi bahwa ketika unsur utopis tampak nyata, para aktor gerakan dapat menjadi samar dalam melihat kedalaman intervensi pihak lain (luar) yang sebenarnya juga ikut ambil bagian dalam menyeret ke erah yang mungkin dapat melemahkan posisi gerakan dan organisasi gerakan petani itu sendiri.