• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Petani Terhadap Terbukanya Struktur

BAB 5 Gerakan Petani Dalam Kerangka Gerakan Sosiopolitik . 119

5.4. Respon Petani Terhadap Terbukanya Struktur

Segera setelah terjadi dekonstruksi struktur politik pusat, yaitu runtuhnya rezim Orde Baru, maka situasi tersebut sekaligus berarti telah terbuka peluang politik terhadap gerakan petani. Lengsernya presiden Soeharto menjadi momentum dekonstruksi struktur politik pusat. Kekuatan rezim Orde Baru telah runtuh dan para elit politik sudah tidak lagi solid di dalam mengawalnya, bahkan terjadi konflik dan fragmentasi. Kekuatan politik negara melemah dan kelompok elit yang kontra Orde Baru mendukung gerakan masyarakat sipil dalam melakukan perubahan-perubahan.

Terbukanya peluang politik diposisikan sebagai fakor pendorong utama berkembangnya kesadaran kolektif petani dan penguatan struktur mobilisasi sumberdaya gerakan. Indikasinya dapat dilihat dari derajat keterbukaan rezim pasca Orde Baru terhadap tuntutan-tuntutan baru dari elemen petani. Bukti keterbukaan lain adalah aksi-aksi unjuk rasa tidak dapat dibendung, semakin ditolerir ke luar kampus, dan pemerintah daerah sudah mau membuka dialog untuk menyelesaikan kasus pertanahan.

Asumsi dasar urgensi terbukanya struktur peluang politik adalah dimungkinkan dilakukan mobilisasi sumberdaya gerakan ketika terjadi perubahan iklim politik yang mendorong aksi-aksi kolektif yang lebih memungkinkan untuk sukses. Pada situasi ini derajat peluang politik meningkat pada level penerimaan para elit terhadap aksi-aksi kolektif atau perlu dilakukan penstrukturan kembali hubungan-hubungan kekuasaan yang ada. Meningkatnya peluang politik ini juga dapat mempengaruhi keragaman tujuan gerakan yang ingin dicapai dan juga taktik gerakan yang diartikulasikan oleh organisasi gerakan petani.

Terbukanya peluang politik pusat dengan cepat direspon dengan penguatan sumberdaya gerakan di daerah. Terutama bagi kalangan komunitas petani korban pembangunan, dengan terbukanya peluang politik tersebut memperkuat semangat mereka untuk meneruskan perjuangan sosio-politik. Sinyal responsif di kalangan petani disambut baik oleh kalangan non petani yang aktif dalam gerakan reformasi atau gerakan pro demokratisasidan didukung oleh segenap elemen masyarakat sipil lainnya.

Namun demikian, dalam beberapa kasus ditemukan bahwa betapapun kuatnya struktur mobilisasi sumberdaya masih tidak bebas dari tekanan-tekanan politik, karena meskipun rezim Orde Baru sudah runtuh tetapi “ruh” otoritarianismenyamasih belum mati. Suatu realitas bahwa petani baru bergerak segera setelah ancaman politik melemah atau peluang politik benar-benar terbuka. Terbukanya

struktur peluang politik ternyata direspon secara dinamis dan beragam oleh berbagai komunitas petani di tingkat basis. Beragamnya respon kolektif petani terhadap keterbukaan peluang politik sesuai dengan karakteristik persoalan yang dihadapi. Bahkan dalam wilayah yang sama respon masing-masing komunitas petani terhadap peluang politik bisa berbeda-beda. Hal ini terkait dengan persepsi tentang

situasi yang dihadapi, kalkulasi resiko (costs) yang akan ditanggung

dan hasil (benefits) yang akan dicapaibila memutuskan untuk

melakukan aksi kolektif. Kalkulasi partisipasi petani dalam aksi-aksi kolektif bukan hanya mempertimbangkan faktor obyektif dari luar (faktor eksternal), tetapi juga dipengaruhi oleh faktor subyektif dari

pengalaman praktis petani sendiri.57

Perbedaan respon petani juga didukung oleh fakta bahwa perubahan peluang politik di dalamnya masih tidak bebas dari unsur tekanan politik yang dapat menghambat berkembangnya aktivitas gerakan. Lemahnya kontrol negara tidak sepenuhnya menghilangkan upaya pihak lawan (pemerintah daerah dan perusahaan) untuk mempertahankan kepentinganya dengan berbagai cara. Masih belum terbuka sepenuhnya peluang politik di daerah, dilihat dari beberapa kasus, oleh petani masih dianggap dapat berkonsekuensi negatif terhadap pengambilan keputusan partisipasi mereka di dalam gerakan. Pada kasus lain, tekanan politik dan upaya persuasif pemerintah juga mempengaruhi menurunnya aktivitas gerakan petani selanjutnya.

Derajat responsif petani terhadap perubahan struktur peluang politik dilihat dari fungsinya dalam gerakan juga tidak cukup dengan telah berkembangnya sub kultur oposisi petani. Dalam beberapa kasus, sub kultur oposisi petani dapat mempercepat respon terhadap terbukanya peluang politik. Akan tetapi, pada tataran praksisdalam diri petani masih melekat tekanan psikologisyang dirasakan akibat pengalaman traumatik (trauma politik) masa lalu. Pandangan petani terhadap para pemegang otoritas bahwa mereka masih melekat watak otoritarianisme negara yang pada tataran praksis juga masih sering dialaminya.

57

Contohnya, di suatu wilayah komunitas desa yang satu para petani dengan cepat merespon secara posisitif perubahan politik nasional dan lokal, sedangkan para petani di desa lainnya lebih lambat. Seperti ada 9 orang petani di beberapa desa terdekat yang bergerak cepat dalam merespon peluang politik. Mereka kemudian diakui sangat berjasa dalam mengawali perjuangan petani, dan dianggap sebagai tokoh perintis perjuangan petani yang kemudian disebut “Tim Wali Songo (Tim Wali Sembilan)”.Pada pihak lain, para petani di desa-desalainnya dalam wilayah konflik pertanahan yang sama belum ada respon yang nyata. Mereka masih menunggu upaya penyelesaian persoalan pertanahan yang akan dilakukan oleh pemerintah kabupaten. Selain itu, para tokohnya juga sedang mengalami masalah internal organisasi yang menjadi andalan perjuangan petani, yakni Gema Trikora. Kedua persoalan tersebut yang menjadi kendala petani di lokasi tersebut, sehingga mereka lebih lambat dalam merespon keterbukaan peluang politik..

Berkembangnya sub kultur oposisi petani didukung dengan terbukanya peluang politik menjadi daya dorong perkembangan kesadaran konfliktual petani menjadi kesadaran politik dan proses transformasi kesadaran politik tersebut ke dalam tindakan kolektif. Situasinya memungkinkan karena telah terjadi masa transisi di mana sistem otoriter telah kehilangan legitimasinya. Petani yang biasanya fatalistik mulai berubah banyak yang berani menuntut perubahan dan mengembangkan sensifitas baru terhadap kemajuan sistem politik yang adil dan demokratis sejalan dengan bergulirnya era reformasi.

Meskipun demikian, kerja-kerja pendampingan untuk segera membentuk organisasian tani tingkat basis sangat diperlukan. Fungsi lainnya adalah bagaimana membantu petani dalam merefleksikan kondisi dan pengalaman subyektif, dan dalam menginterpretasikan peluang-peluang dan merumuskan kepentingan bersama mereka. Kesadaran politik petani tidak hanya cukup dilihat dari derajat pemahaman terhadap posisi marginalnya dalam sistem sosial agraria yang mapan, tetapi juga bagaimana mereka dapat menawarkan harapan baru sebagai solusi alternatif terhadap kedudukannya yang pantas dalam sistem sosial agraria. Alienasi, marginalisasi, dan subordinasi petani merupakan wujud dari praktik ketidakadilan yang harus dihilangkan karena menyebabkan penderitaan petani.

Fakta tersebut di atas merupakan indikasi bahwa penguatan struktur sumberdaya dalam gerakan petani sangat tergantung pada kekuatan elemen pendukung dari luar (non petani) terutama yang berposisi sebagai aktor strategis gerakan. Peluang elemen non petani berperan dalam posisi strategis gerakan telah mendorong: (a) penguatan sumberdayanon petani terkait dengan respon positif terhadap berubahnya struktur peluang politik guna memberi dukungan terhadap gerakan petani; (b) para elit politik dari partai politik tertentu mendukung gerakan demokrasi dan bergabung dengan berbagai elemen organisasi masyarakat sipil; dan (c) mengalirnya dukungan berbagai elemen masyarakat sipil dan partai politik dengan cepat dapat dikonsolidasikan di dalam suatu wadah konsorsium.

Fakta di atas mengarah pada pembuktian bahwa respon kolektif aktor non petani terhadap perubahan peluang politik (nasional dan daerah) memposisikan petani berada lebih dekat sebagai basis akumulasi sumberdaya mobilisasi utama dalam gerakan petani. Akan tetapi, dalam perkembanganya posisi petani mengandung ambivalensi. Pada satu sisipara aktor strategis non petani dapat bekerja secara sinergis dengan petani basis terutama ketika mereka masih terarah pada satu sasaran bersama yang belum tercapai. Pada sisi lain posisi petani basis rentan terhadap kemungkinan penyimpangan perilaku

para aktor non petani yang menggeser tujuan strategis gerakan untuk mencapai kepentingan praktis dan pragmatisnya melalui mobilisasi sumberdaya petani basis tersebut.