• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertarungan Garis Perjuangan Kelompok

BAB 6 Fragmentasi Gerakan Petani

6.2. Dekonstruksi Struktur Gerakan Petani

6.2.3. Pertarungan Garis Perjuangan Kelompok

Menyimak perjalanan organisasi tani, selain dihadapkan pada persoalan pemantapan strukturnya juga dihadapkan pada benturan garis ideologi perjuangan yang berbeda. Masa kritis organisasi tani

mulai terjadi ketika menjadi ajang tarik menarik di antara kelompok pendukung yang masing-masing memiliki garis ideologi perjuangan yang berbeda secara diametral, yakni antara garis ideologi perjuangan partai politik dan LSM. Masing-masing saling menawarkan garis ideologi perjuangannya, sehingga secara substantif mengarah pada dua

kemungkinan, yakni persetujuan (agreement) atau pertentangan

(confrontation). Persetujuan dicapai ketika terjadi adopsi aturan-aturan dengan masing-masing pihak saling menyalurkan energi positif terhadap penguatan organisasi sebagai organisasi gerakan petani. Sebaliknya pertentangan terjadi ketika persetujuan tidak dapat dicapai dan masing-masing menyalurkan sangsi negatif terhadap pihak lain.

Sebagaimana sudah di jelaskan sebelumnya bahwa konflik internal muncul karena terjadi tarik menarik kepentingan praktis dan fragmatis. Situasi ini berkembang dengan cepat, karena di antara kelompok-kelompok tersebut mengabaikan atau meminimalkan unsur mediasi. Masing-masing pihak saling memaksakan kehendak dan saling menghambat atau bahkan saling meniadakan (negasi) pihak lain dengan berusaha mengubah struktur dan formasi gerakan yang dapat dikontrolnya. Artinya, masing-masing pihak memiliki prinsip-prinsip garis ideologi yang berbeda yang sama-sama dipaksakan untuk diterapkan sejalan dengan perkembangan organisasi gerakan petani, dalam mencapai kepentingan praktis dan pragmatisnya.

Contohnya, dalam tubuh DTL dihadapkan pada dilema hubungan afeksi (kedekatan) dengan kelompok pendukung tertentu yang dapat dimaknai oleh kelompok pesaing dapat berakibat pada manipulasi hubungan kekuasaan atas sumberdaya organisasi gerakan petani. Kelompok PRD dan Serikat Petani Nasional (STN) yang secara nyata lebih aktif mendekatinya.

Keragaman garis ideologi dan persaingan yang berkembang tersebut menunjukkan adanya keragaman interpretasi yang terfokus pada arti penting organisasi tani sebagai sumberdaya mobilisasi potensial untuk mencapai kepentingan masing-masing pihak. Jika mereka benar-benar memiliki niat untuk memperkuat organisasi sebagai organisasi gerakan petani seharusnya dapat mencapai titik temu dan memenuhi empat hal. Pertama, saling mempengaruhi yang tidak terhindarkan karena adanya usaha untuk melakukan perubahan

schemata garis ideologi kelompok lain, seharusnya mereka tetap pada koridor tujuan substantif gerakan petani. Kedua, kualitas interpretasi kelompok yang satu menunjukkan adanya potensi kritik interpretasi terhadap garis ideologi kelompok lain, tetapi tindakan itu diwujudkan dalam perjuangan untuk memperkuat organisasi gerakan petani. Ketiga, di dalamnya terbuka peluang untuk melakukan refleksi kritis

terhadap relasi kekuasaan dalam struktur dominasi, terutama terkait dengan latar belakang dan model perjuangan yang dipertahankan dalam gerakan petani. Keempat, kualitas interpretasi garis ideologi inilah yang memungkinkan lahirnya kritik terhadap upaya dominasi kelompok yang satu terhadap kelompok lainnya.

Ketika semuanya tidak dapat sampai pada titik temu dalam bangunan komitmen bersama, maka yang terjadi adalah kehancuran formasi struktur gerakan petani itu sendiri. Mengedepankan unsur bernegasi berarti mempertajam kontradiksi. Interpretasi garis ideologi oleh kelompok yang satu dapat mendatangkan reaksi keras dari kelompok lain yang berbeda garis ideologinya. Ini terjadi karena garis ideologi yang ditawarkan oleh masing-masing pihak mampu menyentuh syaraf kekuasaan dalam struktur dan formasi gerakan petani dan menyoroti posisi kelompok lain yang memiliki kepentingan dalam relasi kekuasaan terhadap organisasi tani dan petani basis.

Tidak semua garis ideologi perjuangan tersebut bersifat positif, progresif dan harus diterima dalam memperkuat formasi dan struktur gerakan petani. Kelompok LSM cenderung berada pada garis ideologi kompromistis, sedangkan kelompok PRD cenderung berada pada garis ideologi “radikal”. Tetapi, pada dasarnya perkembangan kematangan ideologi gerakan petani yang terwujud dalam organisasi gerakan petani membutuhkan unsur mediasi di antara garis ideologi-ideologi kelompok pendukung. Menjadi sebuah organisasi gerakan yang secara organisatoris terpisah dari komunitas petani basis, tetapi berjejaring kuat dan mampu mengartikulasikan kepentingan substantif petani.

Lemahnya posisi petani dalam struktur hubungan kekuasaan dalam gerakan petani juga karena karakter sosiokulturalnya. Selain kondisi kerja petani yang terbiasa tidak terorganisir juga bangunan hubungan-hubungan produksi pertanian yang membuat kekuatan politik petani cenderung bersifat konservatif. Kondisi ini hanya menyediakan visi bersama antar petani tetapi belum mampu mengorganisasikan kerangka tindakan mereka. Selain itu, benar bahwa petani lebih mengandalkan semangat untuk berjuang terhadap penguasaan tanah yang diyakini benar, dan karena itu mereka memiliki ketergantungan besar terhadap dukungan non petani.

Bagi para aktor strategis gerakan, tujuan kekuasaan tidak hanya bermakna kontrol terhadap sumberdaya mobilisasi tetapi juga bermakna memperoleh keuntungan terhadap mobilisasi sumberdaya petani basis. Konflik kepentingan terjadi ketika di antara mereka saling berebut untuk memperoleh kedua tujuan kekuasaan (kontrol dan keuntungan) sekaligus. Kelompok aktor yang berada di belakang Partai Politik berusaha mencapai kepentingan politiknya untuk dapat masuk

ke dalam ruang-ruang politik institusional. Kelompok aktor yang berada di belakang LSM berusaha mencapai kepentingan berhubungan dengan donor dan juga kepentingan politik praktis. Sedangkan kelompok aktor strategis petani berusaha mencapai kepentinganya sejalan dengan kepentingan (ekonomi dan politik) dengan kelompok mana mereka berjejaring atau berkoalisi. Kepentingan yang beragam tersebut cenderung dipertajam sejalan dengan struktur kontrol dan keuntungan yang tidak seimbang. Kondisi ini membuat petani basis terombang-ambing dengan arah perkembangan gerakan yang semakin tidak menentu.

Gerakan petani di Lampung dilihat dari tipe aktor dalam elemen status, orientasi utama gerakan, dan capaian langsung bisa dikatakan sama dengan kasus gerakan petani di Kalibakar Malang Selatan di mana orientasi utama aktor idealis adalah penerapan program

landreform by leverage.65Tetapi hasil penelitian gerakan petani di Lampung membuktikan bahwa telah terjadi pergeseran orientasi utama dan capaian langsung yang dikejar oleh para aktor idealis, yakni mereka cenderung menjauh dari tujuan strategis gerakan dan banyak yang menjadi oportunis. Kepentingan substantif petani basis menjadi tergerus oleh kepentingan praktis mereka. Kondisi ini memperkuat keberadaan petani basis sebagai “komoditas” ekonomi dan politik dalam sirkuit perilaku elitis.

Pertarungan pelembagaan garis ideologi gerakan, konflik internal dan fragmentasi organisasi yang terjadi semuanya bermuara pada sirkuit kepentingan para elit aktor gerakan. Jaringan antar kelompok aktor gerakan menjadi semakin renggang bukan hanya terjadi antar kelompok aktor non petani tetapi juga terjadi antar organisasi gerakan petani hingga antar organisasi petani basis. Fenomena elitis ini merupakan indikasi telah terjadi perubahan drastis sikap partisipatif dari motivasi membela kepentingan substantif petani menjadi sebagai pelembagaan yang mendasari motivasi untuk berpartisipasi. Sikap partisipasi para elit aktor gerakan bukan sebagai konsekuensi dari motivasi mereka untuk mencapai tujuan strategis, melainkan menjadi sebab yang mendasari motivasinya untuk mencapai kepentingan ekonomi dan politik sesaat. Disinilah titik utamanya mengapa tujuan strategis gerakan petani menjadi semakin jauh jaraknya dengan tujuan intrumental (praktis). Akar gerakan petani (komunitas petani basis) semakin tercerabut dari batang tubuhnya (organisasi tani). Suatu hal

65

Dalam penelitiannya tentang formasi dan struktur gerakan sosial petani di Kalibakar Malang Selatan, Wahyudi menghubungkan antara tipe aktor dan orientasinya. Aktor idealis adalah para pemimpin gerakan petani, LSM, dan mahasiswa aktivis. Orientasi utamanya adalah penerapan program land reform (norm oriented) dengan capaian langsungnya adalah tersosialisasikannya ide land reform sebagai sesuatu yang bisa dilaksanakan (Uraian lebih rinci lihat Wahyudi, 2005: 198).

yang logis ketika tujuan instrumental gerakan petani yang semakin dibuat berjarak dengan tujuan strategisnya akan berdampak pada luruhnya soliditas perjuangan petani.

6.3. Decoupling Antara Persoalan Substantif Petani Dengan