• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Dasar Sistem Sosial Agraria

BAB 2 Gerakan Petani: Sintesis Teori-Teori Gerakan Sosial

3.2. Pola Dasar Sistem Sosial Agraria

Sebagaimana sudah disajikan pada penjelasan sebelumnya bahwa terdapat dua jenis hubungan agraria, yaitu hubungan teknis dan hubungan sosial agraria. Di dalam hubungan sosial agraria difokuskan pada tiga pelaku atau subyek utama, yaitu negara (pemerintah), swasta

(perusahaan), dan petani,.42 Ketiganya dilihat sebagai suatu organisasi

sistem atau institusi sosial yang masing-masing memiliki prinsip-prinsip struktural tersendiri yang berbeda secara khas, bahkan dapat berbeda secara diametral. Oleh karena itu, totalitas hubungan di antara ketiga institusi sosial tersebut sebagai sistem sosial agraria, di dalamnya melekat unsur-unsur kontradiksi, negasi dan mediasi struktural.

Negara merupakan suatu institusi politik yang memiliki legitimasi atas “penguasaan” sumberdaya tanah sebagai obyek agraria.

41

Dalam tulisan Ichsan Malik, dkk., (2003. Op.cit.: 148) dibedakan antara bersengketa dan berkonflik. Bersengketa merupakan suatu situasi persaingan antara dua atau lebih orang atau kelompok yang ingin meletakkan haknya atas suatu benda atau kedudukan. Sedangkan berkonflik merupakan suatu situasi yang menunjukkan adanya praktek-praktek penghilangan hak seseorang atau lebih dan atau kelompok atas suatu benda atau kedudukan. Secara sosiologis, sesuai dengan pandangan Simon Fisher, dkk. (2000:4-5), bahwa bersengketa sudah masuk kategori ”konflik di permukaan” karena mengandung unsur ketegangan, pertentangan dan upaya saling mencari menang. Sedangkan konflik kekerasan termasuk konflik terbuka yang mengandung unsur menindas, yakni meliputi tindakan, perkataan, sikap, berbagai struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan atau menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh.

42

Ketiga kategori institusi sosial ini didasarkan pada pembagian masyarakat menurut Linz dan Stepan (1996) dan Miller dan Covey (2005). Menurut Linz dan Stepan, masyarakat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni (1) masyarakat ekonomi yang oleh Antonio Gramsci disebut dengan masyarakat privat; (2) masyarakat politik selaku institusi yang memiliki instrumen untuk mendominasi; dan (3) masyarakat sipil yang merupakan perwujudan rakyat kebanyakan (proletar) sebagai sistem kelas sosial yang dihegemoni. Sedangkan Miller dan Covey membagi masyarakat secara jelas lebih menunjuk pada hubungan timbal balik antara tiga sektor, yakni masyarakat sipil, negara dan pasar (Linz and Stepan, 1996: 14, dalam Widjajanto, dkk., 2007: 46-47; Miller dan Covey, 2005: 29-31).

Menurut konstitusi, yaitu Pasal 33 ayat (3) UUD RI 1945, bahwa negara dengan kapasitas politiknya bersumber pada komitmen terhadap makna “menguasai” atas obyek agraria yang ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Prinsip kerjanya adalah negara sebagai suatu institusi yang secara politik menguasai obyek agraria. Atas dasar penguasaan obyek agraria tersebut, kemudian negara wajib mengatur sebaik-baiknya sesuai dengan amanah konstitusi dengan

melakukan reproduksi struktur signifikasi (schemata, mindset),

struktur dominasi sumberdaya otoritatif (politik) dan alokatif

(ekonomi), dan struktur legitimasi agraria.43 Semuanya diarahkan pada

pencapaian orientasi tujuan ideologis, yakni untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Prinsip kerja tersebut secara ringkas dapat

dijelaskan melalui mekanisme politics – structure – politics.

Tabel 2 Perbedaan Prinsip Struktural Antar Elemen Sistem Sosial Agraria

Elemen Sistem

Prinsip-Prinsip Struktural Dalam Sistem Sosial Agraria

Negara Sebagai institusi politik yang “menguasai” obyek

agraria ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (politik agraria).

Perusahaan Sebagai institusi ekonomi yang mampu mengelola

obyek agraria dalam skala besar dan luas berbasis pada prinsip-prinsip manajemen ekonomi moderen (ekonomi agraria moderen).

Petani Sebagai institusi sosial yang menempatkan obyek

agraria yang secara tradisional melekat di dalam lingkungan kehidupan sehari-hari (sosio-kultural agraria tradisional).

Sumber: Hartoyo, 2011a

Perusahaan merupakan institusi ekonomi memiliki kapasitas mengelola obyek agraria berbasis pada prinsip-prinsip manajemen ekonomi dan teknologi moderen. Prinsip ekonomi bagi perusahaan adalah dengan biaya sekecil-kecilnya untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Prinsip kerjanya adalah melalui uang atau modal atau kapital digunakan untuk mengorganisasikan kegiatan bisnis yang akan menghasilkan barang (komoditi), kemudian dijual ke pasar untuk

43 Uraian lebih mendalam tentang makna konsep signifikasi, struktur dominasi sumberdaya politik dan ekonomi dan struktur legitimasi dijelaskan oleh Anthony Giddens dalam bukunya berjudul. The Constitution of Society. Cambridge: Polity Press, 1984. Konsepsi teoretik strukturasi Giddens ini digunakan sebagai alat analisis utama beberapa bab dalam buku ini.

ran

aan la

is

ek

menghasilkan sejumlah uang (money – commodity – money).

Sedangkan petani merupakan institusi sosial memiliki kapasitas mengelola tanah sebagai obyek agraria berbasis pada prinsip-prinsip sosiokulturalnya. Prinsip kerjanya adalah melalui tanah pertanian yang secara aktif dikuasai dan dikelolanya maka petani menghasilkan komoditi yang dapat dipertukarkan dengan uang yang sebanding, kemudian uang itu digunakan untuk membeli beberapa komoditi lain

yang sebanding (commodity – money – commodity).44

Guna memenuhi kepentingan bersama dalam aspek kehidupan berbasis obyek agraria, maka ketiga elemen institusional tersebut perlu suatu bangunan sistem sosial yang disebut dengan “Sistem Sosial Agraria”. Konsep ini diartikan sebagai suatu pola hubungan sosial yang dikonstruksi oleh para pelaku atau kolektivitas pelaku dari ketiga elemen institusi sosial tersebut berdasarkan prinsip-prinsip strukturalnya masing-masing yang diorganisasikan sebagai praktek-praktek sosial agraria sehari-hari.

Sistem sosial agraria di Indonesia menurut konstitusi menunjukkan bahwa negara, perusahaan dan petani secara historis diciptakan berada dalam posisi hubungan yang tidak seimbang. Institusi negara secara politik diposisikan berada di atas institusi perusahaan dan petani. Negara mempunyai kekuasaan yang sah atas obyek agraria untuk dimanfaatkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Selain itu, negara dijamin hak monopolinya untuk menggunakan kekerasan, baik secara fisik maupun administratif dalam konteks mencapai tujuan kemakmuran bersama secara setara dan adil. Sedangkan hubungan antara perusahaan dan petani pada dasarnya masing-masing memiliki hubungan yang sejajar, karena keduanya berada dalam wilayah politik negara yang sama (Indonesia). Melalui negara,maka kedua elemen perusahaan dan petani dijamin dapat berhubungan dengan setara dan adil dalam penguasaanobyek agraria.

Logika rasional institusional tersebut didasarkan pada suatu asumsi bahwa negara menguasai obyek agraria yang secara politik mampu mengembangkan unsur mediasi untuk mencapai kepentingan bersama dan dapat menjembatani antara kepentingan perusahaan dan petani. Konsekuensinya adalah semakin kuat posisi perusahaan dalam hubungannya dengan petani, maka keduanya semakin memperkuat posisi negara. Pada stuasi seperti itu ketiga institusi tersebut sama-sama dapat memperoleh manfaat secara adil terhadap sumber-sumber agraria. Oleh karena itu, hubungan antara ketiga elemen institisonal

44

Uraian cara kerja masing-masing organisasi sistematau institusi sosial di atas didasarkan pada pemikiran Marx. Cara produksi perusahaan oleh Marx disebut produksi kapitalis, sedangkan cara produksi petani sesuai dengan cara produksi komoditi sederhana (Sanderson, 2000: 221).

tersebut dalam hubunganya dengan obyek agraria cenderung mengarah pada pola dasar sistem sosial agraria simbiosis mutualisme (Gambar 2).

Potensi berkontradiksi dan bernegasi antar ketiga elemen sistem sosial agraria tetap eksis karena sifat-sifat struktural dari ketiga institusi tersebut memang berbeda secara mendasar. Mengacu pada pola dasar sistem sosial agraria di atas, maka kedua unsur dasar kontradiksi dan negasi struktural selalu dapat dikelola sejalan dengan upaya mengembangkan unsur mediasi. Hasilnya bahwa kepentingan antara masing-masing elemen sistem sosial agraria yang selalu terwujud dalam praktek sosial agraria cenderung mengarah pada pola hubungan simbiosismutualisme daripada pola hubungan antagonis. Artinya, meskipun di antara ketiga elemen sistem sosial agraria dikonstruksi dalam kerangka struktur hubungan dominasi negara (karena posisinya secara politik konstitusional adalah menguasai sumberdaya agraria), tetapi pola dasarnya adalah baik hubungan vertikal maupun horizontal selalu mengarah pada terbukanya peluang dapat dikembangkan pola hubungan yang simbiosis mutualisme.

Sistem sosial agraria di dalamnya melekat tiga unsur prinsip struktural yang sejajar dan saling terkait satu sama lain, yakni aturan (struktur signifikasi dan struktur legitimasi) dan sumberdaya (struktur dominasi). Sedangkan konstruksi dan keberlakuan sistem sosial agraria tersebut ditentukan oleh kapasitas agensi aktor pada masing-masing elemen institusionalnya, yakni derajat perubahan struktural

dalam schemata agensi yang ditransformasikan dalam tindakan

sehari-hari (dalam hubungan sosial agraria). Konstruksi dari ketiga unsur Simbiosis Simbiosis

Simbiosis Gambar 2. Pola Dasar Sistem Sosial Agraria

Negara Perusahaan Petani Obyek Agraria Hubungan Sosial Agraria Hubungan Teknis Agraria

n

ngan ial

ngan nis

prinsip struktural tersebutakan mempengaruhi konstruksi sistem