• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN BANGSA BERMARTABAT BERBASIS DAKWAH DAN PERADABAN

Oleh Abduloh Safik, M.Fil.I.

M

emasuki abad ke-21 bangsa Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan besar berskala global. Sebagian besar tantangan itu muncul dari proses globalisasi yang terjadi sejak paruh kedua abad ke 20 dan diperkirakan semakin intensif pada abad mendatang. Globalisasi tidak hanya mendorong terjadinya transformasi peradaban dunia melalui proses modernisasi dan proses informasi melainkan juga mendorong perubahan-perubahan dalam struktur kehidupan bangsa-bangsa dunia, termasuk Indonesia.

Bangsa Indonesia diperkirakan akan mengalami perubahan-perubahan serba cepat dalam berbagai kehidupan, baik sosial, politik, budaya dan bahkan pendidikan Islam. Kemudian STAIN/IAIN/UIN sebagai lembaga tinggi, perlu mengambil langkah atau mencari solusi strategis agar dapat melakukan antisipasi.

Saat ini, pendidikan yang ada di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) atau pun Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) sudah banyak mengalami perubahan untuk menyiapkan tantangan masa depan. Sesuai dengan apa yang di sampaikan oleh Rektor IAIN Tulungagung Bapak Dr. H. Maftukhin,M.Ag. disela-sela acara Halal Bihalal 2016 lalu. Menurut Rektor, IAIN Tulungagung adalah kampus dakwah. Menurut beliau, jangan sampai perubahan dan perkembangan IAIN melupakan tugasnya yang pokok yaitu dakwah karena dengan demikian harus benar-benar mengemban tugas pokok dan dikembangkan sampai kapan pun. Beliau juga

IAIN Tulungagung Membangun Kampus Dakwah dan Peradaban

menyampaikannya, selain sebagai kampus Dakwah, IAIN Tulungagung juga sebagai kampus peradaban. Dalam hal ini bahwa dengan peradaban lembaga akan mempunyai karakteristik yang dinamis. Ia terus tumbuh dan berkembang.

Mencermati ungkapan Rektor di atas, dalam kerangka ini, IAIN Tulungagung harus memotori perkembangan kemajuan peradaban, sebab dari berbagai pertanyaan yang ada di masyarakat membutuhkan sebuah jawaban secara ilmiah. Jika semuanya mampu direspon secara aktif-kreatif maka peradaban yang maju akan terwujud. Memang benar PTKIN sekarang tampil dengan wajah yang lebih bervariatif, di antaranya ada STAIN, IAIN, dan UIN. “PTKI merupakan dampak dari keinginan umat Islam untuk memiliki sebuah institusi pendidikan perguruan Iinggi yang lebih maju”, kata Prof. Dr. Abdul Djamil, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag RI saat memberikan kuliah umum Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Pontianak, di aula kampus, Jumat (7/10).

Menurutnya, dosen perlu mengubah paradigma mengenai pendidikan dan siap menerima perubahan dalam memberikan pembelajaran. Proses pembelajaran di kelas harus mampu membangun kapasitas mahasiswa untuk memiliki kemampuan belajar mandiri, inovatif, dan berkarakter,

Tantangan mahasiswa di masa depan jangan hanya dipahami sebagai kemampuan untuk mengakses dunia maya, tetapi ini adalah sebuah relasi politik, ekonomi, sosial dan budaya yang begitu intensif dan berskala global. Sehingga orang sering mengatakan globalisasi seperti “small village in

our hand” (desa kecil yang ada di tangan kita).

Saat ini kita sudah memasuki new age (era baru) di mana akses tanpa batas. Kita berada pada dunia di mana tidak ada entitas budaya dan kultural seperti dulu memisahkan antar kultur Timur dan Barat lagi. Inilah yang dikatakan Prof. Dr. Abdul Djamil sebagai dunia yang semakin dekonstruksi. “Ketika entitas masyarakat semakin padat”, pungkasnya, “maka kemudian ada tesis dan antithesis, seketika itu pula kompetisi semakin ketat. Dalam dunia pendidikan terjadi sebuah revolution in

learning process (revolusi dalam proses pembelajaran). Ini

adalah perubahan atmosfer di mana PTKIN harus melihat untuk menghadapinya”.

IAIN sebagai lembaga tinggi yang diarahkan untuk mencetak intelektual yang Ulama’ dan Ulama yang Intelek. Studi Islam (Islamic Studies) merupakan wilayah kajian di IAIN dari sejak lembaga itu didirikan hingga sekarang. Satu sisi telah menimbulkan munculnya persepsi di kalangan masyarakat Muslim bahwa IAIN lebih merupakan lembaga dakwah atau sebagai lembaga agama daripada lembaga akademik. Hal itu tercermin dalam harapan masyarakat.

Di samping itu sebagai bentuk ekapektasi masyarakat (Sosial Expectations), para mahasiswa juga memiliki banyak keunggulan sebagai objek dakwah utama, selain kapasitas pribadinya. Mahasiswa biasanya belum banyak kesibukan dengan urusan dunia. Mereka masih berkutat dalam menuntut ilmu saja. Masa depan mahasiswa yang relatif panjang merupakan kesempatan tersendiri. Sifat pemuda yang melekat pada mahasiswa menjadi kekuatan yang tidak boleh dilupakan. Sejarah membuktikan bahwa pemudahlah yang nantinya akan mengubah bangsa. Mahasiswa juga selalu dikenal kenetralannya di mana ia selalu memberi tanpa memihak. Ia bergerak berdasar naluri untuk melakukan kebaikan dan perubahan. Budaya untuk berkonstribusi juga dapat dilihat pada mahasiswa, ia terus bekerja dan berkerja untuk mencapai tujuannya. Budaya dinamis dapat dilihat pada mahasiswa.

Sebagai Pengubah Masyarakat

Sebagai lembaga pendidikan Islam, posisi IAIN telah mengalami perubahan terus-menerus. Bukan hanya karena perkembangan keilmuan yang terus mengalami pengayaan. Sebagai institusi yang berafiliasi kepada agama, di samping IAIN sebagai lembaga dakwah yang bertanggung jawab terhadap syi’ar agama di masyarakat, namun orientasi kepentingannya juga lebih difokuskan pada pertimbangan-pertimbangan dakwah. Di satu sisi IAIN juga sebagai lembaga pendidikan tinggi yang akademis. Maka dari itu tuntutan dan tanggung jawab yang dipikul oleh IAIN adalah tanggung jawab secara akademis dan ilmiah. Dengan demikian, pertimbangan yang diberikan untuk menakar beban suatu pikiran, temuan dan penelitian harus sesuai dengan kadar keilmuannya.

Peran lembaga tinggi Islam harus mampu menjadi kekuatan pengubah, karena jika dilihat secara saksama, ada potensi besar

IAIN Tulungagung Membangun Kampus Dakwah dan Peradaban

bagi lembaga yang berbasis dakwah dan peradaban untuk merubah dimulai secara institusi harus memandang kebebasan, keberanian, dan keterbukaan. Artinya, bahwa bagi para dosen dan tenaga akademisnya, mereka harus diberi peluang untuk berkreasi, mengembangkan ide, dan gagasan melalui penelitian dan sebagainya. Suasana yang seperti dimaksudkan itu akan menjadi perguruan tinggi semakin kuat dan berwibawa.

Adapun harapan terhadap IAIN sebenarnya dapat dikategorikan menjadi dua kelompok. Pertama, harapan yang bersifat sosial (social expectations). Kedua, harapan yang bersifat akademik (academic expectations). Maka dari itu sebagai lembaga tinggi Islam harus mampu mewujudkan kedua harapan tersebut, sebuah harapan masyarakat yang telah menginginkan para alumni, tidak hanya memahami doktrin Islam saja , namun lebih dari itu, harus mampu menjadi pemimpin serta mensyiar melalui dakwahnya. Dakwah di sini bukan diartikan bil qaul

(lisan) saja, akan tetapi dakwah dengan cara bagaimana out put

IAIN mampu memberikan solusi problematika yang terjadi di masyarakat.

Dengan demikian, dibutuhkan dinamika dalam pola berfikir yang jernih. Bukan malah sebaliknya. Di samping persoalan sosial, akan tetapi juga persoalan ibadah mahdloh. Para alumni IAIN semua terlepas jurusan apa pun harus mampu memberikan contoh-contoh masalah ke-agama-an, terutama ubudiah di tengah masyarakatnya seperti, sholat, memberi khitobah dan mampu membaca doa-doa. Dari sini, masyarakat memandang bahwa bidang-bidang kegiatan tersebut merupakan otoritas lembaga, lebih jauh, masyarakat bahwa mengasumsikan setiap mahasiswa adalah pribadi-pribadi yang taat ibadah dengan baik dan berakhlak yang mulia, disamping itu, harapan bukan hanya datang dari masyarakat awam, akan tetapi datang dari kalangan tokoh agama, organisasi-organisasi kegamaan dan para dewan pakar sampai para pejabat Pendidikan juga menaruh harapan yang sama. Mereka berharap lulusan IAIN muncul menjadi kader-kader pimpinan umat ataupun “Ulama Muda”.

Langkah-langkah ke Depan

Bagi penulis, ada tiga aspek guna mepersiapkan langkah pendidikan tinggi di masa datang. Pertama, agama dikaji bukan semata-mata “Saleh Ritual” akan tetapi saleh Sosial, yakni

bagaimana agama tersebut sebagai nilai-nilai dasar untuk diaktualisasikan ke dalam nilai-nilai sosial. Kedua, lembaga pendidikan tinggi harus membangun sebuah tradisi research (studi penelitian). Dengan kerangka ini, peserta didik harus mampu mengetahui nilai dinamika keilmuan di masa yang akan datang dan dieksplorasikan ke dalam karya-karya ilmiah. Ketiga, mengemban misi rahmatan lil alamin, yakni para peserta didik mampu mewujudkan masyarakat madani yang demokratis, terbuka dan beradab yang saling menghargai perbedaan baik perbedaan pendapat, suku dan etnis budaya agama. Kalau dalam konteks keindonisiaan ini sekaligus merupakan sumbangan bagi upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional.

Maka dengan demikian, sebagai institusi pendidikan Islam, posisi IAIN memang harus terus mengalami perubahan dengan berbagai ragam baik politik, sosial dan budaya terutama ke-Agama-an yang terdapat di dalam bangsa. Oleh karena itu dibutuhkan para kader-kader pemimpin yang pluralis-populis serta mampu menjadi pelopor dimasyarakat melalui dakwah-dakwahnya untuk menebar kedamaian di masyarakat. Di samping itu, memberikan curahan berupa pemikiran yang akademis melalui budaya resarch dibidang keilmuannya masing-masing guna menciptakan dinamisasi ilmu sebagai peranan yang semestinya yakni sebagai tanggung jawab akademis dan ilmiah.

*Abduloh Safik, M.Fil.I, adalah dosen Fakultas

Ushuluddin, Adab dan Dakwah. Alamat asal Jl. Kedung Asem 6/ 10 Rungkut Surabaya. Menyelesaikan S2 Pemikiran Islam di UIN Sunan Ampel Surabaya. Beberapa karya tulis yang telah dihasilkan: (1) “Ritual Tarekat Shadziliyah: Konsep Robithoh dalam bertawassul”, Jurnal Teosofi, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya Vol 1, 2012: (2) “Epistemologi Sufi: Dzauq sebagai Basis ilmu pengetahuan”, Majalah al-Fikrah, Edisi ke 94 Institut Keislaman Abduloh Faqih (INKAFA) Suci-Manyar-Gresik 2014: (3) “Distingsi Tasawuf Ibnu Atha’Illah al-Sakandari”, Jurnal Kontemplasi, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, Vol 05 Desember 2016.

4

MENGGELIAT MENUJU