• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGUKUHKAN DAKWAH DAN PERADABAN MELALUI

ILMU DAN AKHLAK

Oleh Darisy Syafaah, M.Pd.I

I

nstitut Agama Islam Negeri Tulungagung (IAIN Tulungagung) didirikan berdasarkan Surat Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2013, tanggal 6 Agustus 2013 bertepatan dengan Tanggal 12 Dzulqaidah 1417 H dan merupakan bentuk pengembangan dan peningkatan serta pemantapan status dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Tulungagung (STAIN). Dengan peralihan status dari STAIN menjadi IAIN membawa mandat yang besar akan perubahan disertai dengan nilai- nilai spiritualitas dan moralitas. Keberadaan IAIN membuka harapan baru bagi masyarakat, stakeholders dan hati sanubari para wali mahasiswan akan munculnya para cendekiawan-cendekiawan Muslim yang berkualitas, profesional, dan berintegritas. Jika ini mampu terwujud maka akan meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Lulusan IAIN Tulungagung diharapkan memiliki wawasan yang luas dan terbuka, memiliki kemampuan berfikir integratif dan perspektif serta memiliki kemampuan manajerial dan profesionalisme sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dalam era globalisasi saat ini.1

Dalam rangka menjawab beragam tantangan tersebut, IAIN Tulungagung terus berinovasi dan bekerja keras merancang berbagai program untuk meningkatkan kualitas di berbagai aspek, baik akademik maupun non akademik. Harapannya, semua cita- cita mulia tersebut bisa segera terealisasikan.

Selain itu, munculnya gagasan IAIN Tulungagung sebagai

lembaga dakwah dan peradaban bukan hanya sekadar gagasan tanpa atsar dan dimaknai secara klasik. Tetapi bagaimana misi dakwah itu dimaknai secara luas dengan cara meningkatkan ranah kualitas keilmuannya sehingga bisa memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat. Begitu juga ketika membangun peradaban, maka budaya adalah pilar pembangunnya; bagaimana budaya itu dikembangkan melalui sistem pendidikan yang dapat melahirkan peradaban yang tinggi. Dan yang perlu diingat bahwa peradaban kita adalah peradaban yang dikembangkan di bawah naungan lembaga Islam yang tentunya akhlak menjadi dasar utama sebagai unsur pembangunnya.

Dakwah, Ilmu dan Akhlak

Secara bahasa dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu “ ةوعد “ yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Adapun secara terminologi, makna dakwah sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa tokoh adalah sebagai berikut:

Syaikh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi dakwah sebagai mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari kemungkaran agar mereka mendapat kebahagian di dunia dan akhirat.2

Menurut Bakhial Khauli, yang dikutip oleh M. Munir, mengartikan dakwah sebagai satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.3

Prof. Dr. H. M Yunan Yusuf menyatakan bahwa dakwah pada hakikatnya adalah segala aktivitas dan kegiatan yang mengajak orang untuk berubah dari satu situasi yang mengandung nilai kehidupan yang bukan Islami kepada nilai kehidupan yang Islami.4 Aktivitas dan kegiatan tersebut dilakukan dengan mengajak, mendorong, menyeru, tanpa tekanan, paksaan dan provokasi, dan bukan pula dengan bujukan dan rayuan pemberian sembako dan lain sebagaianya.5

Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah adalah sebuah aktivitis mengajak dan mendorong

2 M. Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, cet ke-2, h.7

3 Ibid, h. 7

4 Bachtiar Chamsyah .et.al. 100 Tahun Mohammad Natsir, Republika, h. 388

IAIN Tulungagung Membangun Kampus Dakwah dan Peradaban

manusia agar berbuat kebaikan serta mencegahnya dari kemungkaran. Melihat konteks di atas, tujuan dari dakwah adalah menciptakan kemaslahatan dan keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.

Dakwah sebagai suatu aktivitas tidak harus dipahami secara sempit seperti memberikan pengajian di desa-desa. Dalam arti luas, pola dakwah dapat dipahami dengan tiga hal, yaitu: (1) dakwah kultural, yaitu aktivitas dakwah yang mendekati objek melalui aspek sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat. (2) dakwah politik, yaitu aktivitas dakwah yang dilakukan dengan menggunakan kekuasaan. Dan (3) dakwah ekonomi, yaitu aktivitas dakwah umat Islam yang berusaha mengimplementasikan ajaran Islam yang berhubungan dengan proses-proses ekonomi guna peningkatan kesejahteraan umat Islam, seperti: jual beli, infak, zakat, kurban, dan sebagainya.

Perguruan Tinggi Islam memiliki potensi yang kuat sebagai penggerak dakwah, melalui studi-studi keilmuan yang dikembangkannya seperti dalam bidang agama, sains maupun ekonomi. Peran perguruan tinggi sebagai tempat “thalabal-

Ilmi” atau istilahnya “transfer of knowledge” memang

benar-benar harus dioptimalkan. Karena orientasi ilmu bukan hanya sebagai tuntutan dalam persaingan finansial saja akan tetapi ada aspek yang lebih luas yaitu kemanfaatannya bagi oran lain dan promotor perubahan sosial. Selain itu, ilmu pengertahuan juga berfungsi untuk menciptakan kemaslahatan karena ilmu menuntut seseorang memperbaiki akhlaknya. Dalam sebuah hadits dijelaskan:

ىنغأ هنع ىنغتسا نإو عفن هيلإ جيتحا نإ يذلا ملاعلا نمؤلما سانلا لضفأ

هسفن

“Orang yang paling utama adalah orang yang beriman dan berilmu yang jika dibutuhkan, ia memberikan manfaat dan jika tidak dibutuhkan, ia mencukupkan ilmunya untuk dirinya sendiri”.

lmu dan dakwah ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Pepatah mengatakan orang yang berbicara maupun bertindak tanpa disertai ilmu seperti “tong kosong berbunyi nyaring”. Berdakwah tanpa disertai ilmu sama saja dengan menebarkan kebohongan yang berimplikasi pada

budaya taqlid dan jumud. Bahkan sikap Imam Syafi’i memilih diam tatkala beliau tidak mampu menjawab suatu pertanyaan sampai beliau benar-benar mengetahui jawabannya.6 Sehingga kita jangan hanya tinggal diam tanpa usaha, tetapi bagaimana kita harus terus berusaha menggali ilmu pengetahuan agar tidak menjadi manusia yang sesat.

Dalam mengukuhkan misi dakwah, maka suatu lembaga pendidikan harus benar-benar mampu mengembangkan keilmuannya sehingga upaya mewujudkan para cendekiawan Muslim yang mampu menjawab problematika masyarakat akan terealisasi. Begitu juga sebaliknya, tatkala para generasi kita lemah dalam keilmuan maka kejahilan akan semakin merajalela dan kemaslahatan hidup akan semakin terancam.

Peranan akhlak juga tak kalah penting dalam mengukuhkan misi dakwah. Akhlak sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu “khuluq” yang bermakna etika yang dipilih seseorang.7 Dengan demikian khuluq adalah etika yang menjadi pilihan dan diusahakan seseorang. Sehingga akhlak seorang muslim adalah etika yang dipilih berdasarkan landasan agama Islam yaitu al-Qur’an dan al- Hadits.

Akhlak menduduki posisi yang urgen karena keberhasilan suatu dakwah dimulai dengan akhlak. Dalam hal ini kita bisa melihat dari metode dakwah Rasulullah, di mana beliau adalah seseorang yang paling baik akhlaknya dan paling berhasil dakwahnya. Keteladanan beliau yang disuguhkan melaui akhlak mulai di berbagai aspek kehidupan telah meneguhkan hati orang-orang terdekatnya, para sahabat dan kaum muslimin lainnya tatkala itu.

Dari keteladanan Muhammad, kita bisa mengambil ibrah bahwa dakwah tidak hanya lisan tetapi praktik nyata, yaitu dengan cara memeberi contoh amalan dan akhlak mulia atau disebut dakwah bil hal. Bahkan ini adalah yang lebih berat di tengah-tengah zaman globalisasi, di mana kejujuran dianggap sebagai kehancuran. Akhlak mulia dianggap kemunduran.

Problematika inilah yang menjadi tantangan berat perguruan tingi yang merupakan ”agen of change” yang tentunya tidak hanya menekankan dalam satu sisi keilmuannya

6 Imam al-Ghazali, Inti sari Ihya’ Ulumuddin (terj. Junaidi Ismail), Jakarta: Qalam, 2016, h. 31

IAIN Tulungagung Membangun Kampus Dakwah dan Peradaban

saja, tetapi juga pendidikan akhlak. Dalam mengembangkan misi dakwah, akhlak adalah media yang paling tepat. Ketika para generasi kita telah keluar dari kampus mereka disambut hangat oleh masyarakat. Masyarakat tak pernah mau tahu bagaimana mereka merengkuh pendidikan di dalamnya. Yang mereka tahu “Dia“ lulusan perguruan tinggi Islam, pasti dia orang yang berakhlak pasti bisa menjadi teladan. Sehingga keseimbangan antara akhlak dan ilmu merupakan suatu hal yang penting. Ilmu bisa mengantarkan pada akhlak, tapi ilmu tanpa akhlak akan membuat orang semakin terhina.

Tugas pengajar tidak hanya pada tuntutan dalam ranah keilmuan saja, akan tetapi juga tuntutan moral. Seorang pengajar harus menjaga sikap dan perilaku mulianya, karena pengajar adalah teladan bagi orang-orang yang diajarinya. Mewujudkan perguruan tinggi Islam sebagai kekuatan dakwah harus ditunjang dari semua aspek dengan cara menunjukkan jati diri keIslamannya dan mengembangkan keilmuannya.

Peradaban, Ilmu dan Akhlak

Peradaban merupakan kumpulan identitas terluas dari keseluruhan hasil budi daya manusia yang juga mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik fisik (sarana prasarana) ataupun secara non fisik (nilai, tatanan, seni budaya dll) yang teridentifikasi melalui unsur-unsur objektif umum seperti bahasa, sejarah, agama kebiasaan, institusi atau juga melalui identifikasi diri yang subjektif.

Secara kasat mata, wujud dari peradaban adalah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti agama, sains, filsafat, kedokteran, dan sebagainya. Ilmu pengetahuan memiliki peranan yang penting sebagai tolok ukur dari sebuah kemajuan dan kemunduran peradaban suatu bangsa.

Seperti yang pernah tertulis dalam tinta emas sejarah Islam, Islam pernah mengalami peradaban yang tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan pada abad ke X Masehi, yaitu pada masa ke-khalifah-an Harun al-Rasyid dan putranya, yaitu Al-Ma’mun yang banyak melahirkan ilmuwan Muslim di berbagai bidang seperti fiqih, tafsir, hadits, kalam, filsafat, kedokteran, farmasi, matematika, astronomi, geografi sejarah dan sastra. Selain itu juga dibangunnya Bait al-Hikmah yang merupakan pusat penerjemahan yang berfungsi sebegai pusat perguruan tinggi

dan perpustakaan besar.8 Namun seiring dengan berjalannya waktu perlahan–lahan Islam mengalami kemunduran yang salah satu sebabnya adalah ketidakpiawaian dan buruknya akhlak khalifah setelah mereka.9

Cuplikan sejarah di atas sepatutnya bisa dijadikan sebuah cermin bagaimana mewujudkan suatu peradaban melalui karya, kretivitas, dan sifat terbuka terhadap pengetahuan serta kesungguhan, karena lahirnya ilmuwan-ilmuwan Muslim bukanlah terjadi dengan spontan seperti membalikkan telapak tangan, tetapi melalui perjuangan panjang, ketekunan, kesabaran, ketawadhu’an dan senantiasa memohon petunjuk Allah sang pemberi petunujuk kebenaran hakiki. Hingga karya-karya mereka menjadi karya-karya monumental yang tak lekang oleh waktu dan masih bisa dinikmati hingga saat ini di seluruh dunia. Suatu peradaban akan terwujud jika manusia memiliki pemikiran yang tinggi. Dan pemikiran itu tidak akan terwujud tanpa adanya sarana dan prasarana sebagai pendukungnya. Dalam hal ini pendidikan memiliki peranan yang penting bagi berkembangnya pemikiran dan mengubahnya menjadi tradisi intelektual yang nantinya mampu menjadi sebuah peradaban yang mampu mengadakan perubahan sosial dalam masyarakat.

Di sinilah, peran dan tuntutan kampus Islam sebagai lembaga pendidikan harus berjuang keras mewujudkan peradaban melalui aktivitas dan kreativitas. Namun di balik faktor aktivitas dan kreativitas masih terdapat faktor lain yaitu agama dan spiritualitas. Sehingga sebagai kampus Islam, maka sudah tentu peradaban harus bercirikan dan berlandaskan agama dimana akhlak sebagai manifestasinya.

Perubahan sistem dan pola serta evaluasi berkala kiranya mampu manjadi batu tanjakan untuk mewujudkan semua itu. Baik melalui peningkatan kualitas SDM dari tenaga pendidik maupun kependidikan, sistem belajar yang ditunjang dengan kelengkapan sarana dan prasarana, membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi para mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan berorganisasi, serta membuka wadah guna mengembangkan bakat mahasiswa terutama dalam hal literasi. Menumbuhkan ghirah dari tradisi intelektual yang mampu mengantarkan perguruan tinggi kita menjadi suatu kampus

8 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2014, h. 147

IAIN Tulungagung Membangun Kampus Dakwah dan Peradaban

peradaban. Sehingga perlu adanya unsur pendukung yang saling menyokong satu sama lainnya baik melalui material maupun immaterial.

Berbagai macam bidang ilmu yang telah berkembang di perguruan tinggi Islam mulai dari bidang agama, sains, ekonomi sudah sepatutnya dioptimalkan. Karena kualitas dan karyalah yang akan menjadi simbol dari peradaban suatu lembaga tersebut.

Dan yang tak kalah penting, landasan dasar yang menjadi tonggak dari perjalanan dakwah dan mewujudkan peradaban yaitu akhlak. Karena segiat apapun aktivitas dakwah bila tanpa disertai akhlak maka seperti angin yang berhembus dan berlalu begitu saja. Dan semaju- majunya peradaban bila tanpa disertai akhlak maka berlahan-lahan ia akan mengalami kemunduran.

Darisy Syafaah, M.Pd.I., lahir di Tulungagung pada

tanggal 26 Juni 1989. Penulis merupakan Cados Bahasa Arab di Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Tulungagung. Pendidikan terakhir yang ditempuhnya adalah: S1 Pendidikan Bahasa Arab STAIN Tulungagung, dan S2 Pendidikan Bahasa Arab IAIN Tulungagung. Penulis bisa dihubungi lewat email: darisy.syafaah89@gmail.com

13

MEMBANGUN KAMPUS