• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBUMIKAN BUDAYA TA’LIM AL- MUTA’ALLIM DI KAMPUS DAKWAH

DAN PERADABAN

Oleh Ghinanjar Akhmad Syamsudin, S.Pd.

D

i dalam pandangan Syekh Burhanuddin Az-Zarnuji, banyak orang yang menuntut ilmu tetapi ilmunya tidak memberikan manfaat. Hal itu terjadi karena cara mereka menuntut ilmu salah dan syarat-syaratnya mereka tinggalkan atau diremehkan. Untuk itu, dalam kitab Ta’lim

al-Muta’allim yang ditulisnya terdiri dari 13 bab merupakan pesan

penting yang harus diperhatikan para penuntut ilmu agar ilmu yang didapatkan dan proses mendapatkannya menjadikan kemaslahatan umat. Ketigabelas bab tersebut adalah: (1) Hakikat ilmu dan keutamaannya, (2) Niat belajar, (3) Memilih guru, ilmu, teman dan ketabahan dalam belajar, (4) Menghormati ilmu dan ulama, (5) Sungguh-sungguh, kontinuitas dan minat yang kuat, (6) Permulaan dan intensitas belajar serta tata tertibnya, (7) Tawakkal kepada Allah SWT, (8) Saat terbaik untuk belajar, (9) Kasih sayang dan memberi nasehat, (10) Mengambil pelajaran (11), Wara’ (menjaga diri dari yang syubhat dan haram) pada masa belajar, (12) Penyebab hafal dan lupa, dan (13) Masalah rezeki dan umur.

Kitab tersebut merupakan rekonstruksi awal tentang cara pandang menuntut ilmu yang penting untuk dilakukan. Sekarang ini banyak orang yang menuntut ilmu hanyalah formalitas belaka demi mengejar selambar ijazah. Hal inilah yang menjadikan menuntut ilmu bukan lagi menjadi jalan mencapai ridha Illai. Banyak fenomena mengerikan sebagai implikasi dari problematika meghalalkan segala cara dalam

IAIN Tulungagung Membangun Kampus Dakwah dan Peradaban

proses pendidikan.

Jika direnungkan, persoalan yang paling mendasar adalah merosotnya akhlak di kalangan generasi muda. Para pendahulu yang hebat-hebat dan memiliki banyak sekali karya yang mendunia adalah orang yang sholeh dan berakhlakul karimah. Mereka semua mencari ilmu berdasarkan pada keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Implikasinya, pemikiran-pemikiran mereka mampu menjadi inspirasi dunia.

Contohnya Syekh Az-Zarnuji. Pemikiran beliau memberikan sumbangan besar dalam menanamkan moral kepada penuntut ilmu. Misalnya pemikiran beliau tentang bagaimanan cara menghormati ilmu dan ulama. Sekarang ini penuntut ilmu kurang begitu memerhatikan. Penuntut ilmu harusnya menanamkan dalam dirinya akhlakul karimah yang kuat sebagaimana sepatutnya seorang penuntut ilmu. Dengan begitu ilmu yang diberikan oleh seorang ulama atau guru akan membawa manfaat yang besar.

Dalam perkara keutamaan ilmu, Ta’lim al-Muta’allim berpesan bahwa ilmu merupakan jalan yang akan menerangi kehidupan manusia, sehingga manusia tidak salah memilih jalan hidup. Ilmu merupakan petunjuk Allah yang akan menyelamatkan manusia dari segala keresahan. Pesan penting lainnya berkaitan dengan niat. Para penuntut ilmu hendaknya membetulkan niat mereka hanya untuk mencari keridhaan Allah semata, bukan mengharap kemegahan, ingin disanjung, dan menjadi orang terpandang.

Problematika umum ini kalau disikapi dengan baik dalam ranah perguruan tinggi memang cukup menarik, khususnya tentang bagaimana mahasiswa bisa tertanam dalam dirinya akhakul karimah. Dalam problematika ini, ada angin segar yang sekiranya mampu memberikan solusi yang cukup baik, yakni kampus memberikan slogan besar sebagai kampus dakwah dan peradaban. Hal ini tentunya memiliki tantangan yang sangat besar, karena di dalam kampus dakwah dan peradaban misinya menjadi dua bagian yakni secara akademis dan keagamaan. Keduanya harus beriringan secara baik. Hal ini bertujuan menjadikan sarjana yang mampu berilmu dan berintelektual tinggi yang berakhakul karimah dan bertaqwa kepada Allah Swt. Kampus dakwah dan peradaban harus mampu mencetak sajana yang berahklak mulia yang mampu

membawa peradaban, berakhlakul karimah dan memberikan manfaat besar dari keilmuanya untuk umat manusia.

Saat krisis moral seperti saat ini, seharusnya kita malu terhadap para leluhur yang memiliki budi pekerti yang baik. Perihal semacam ini, kalau direnungkan walaupun beda masa, tetapi sangat patut dijadikan teladan yang baik untuk generasi saat ini. Banyak sekali fenomena aneh atau unik yang sering disebut kekinian, ternyata kurang etis. Contoh kecil adalah fenomena aneh di kampus. Tidak jarang ada sekelompok mahasiswa yang antri masuk lift. Dalam antrian tersebut ada dosen senior, kadang mahasiswa enggan untuk menyapa. Bahkan uniknya lagi, mahasiswa menyerobot antrian dosen. Begitu pula sebaliknya, kadang ada dosen yang hanya mengejar target ekonomi semata dengan mengesampingkan tujuan awalnya sebagai seorang pendidik. Fenomena ini memang kadang kelihatan sepele tapi kalau dilihat kurang etis.

Menanamkan nilai-nilai yang ada di Ta’lim al-Muta’allim akan sedikit mengurangi kemrosotan moral yang ada. Budaya

Ta’lim al-Muta’allim bisa diterapkan, misalnya, pada niat warga

kampus dakwah dan peradaban. Kampus merupakan tempat para penuntut ilmu menimba ilmu dari guru dan guru mentrasfer keilmuannya kepada penuntut ilmu. Kalau niat awal sudah baik dari awal maka akan mudah dalam proses memperoleh ilmu. Niat awal ini harus ditananamkan supaya warga yang masuk pertama kali di kampus dakwah dan peradaban ini tidak salah niat. Ada banyak yang dari awal salah niat. Salah niat ini bisa diluruskan seiring berjalannya waktu. Tidak mungkin seorang manusia selalu fokus dalam niat, namun dengan saling guyup rukun membangun niat baik di kampus dakwah dan peradaban ini akan selalu ada kontrol diri dalam setiap pribadi-pribadi yang ada di kampus dakwah dan peradaban.

Budaya perbaikan niat ini harus berlangsung berkesinambungan supaya bisa berakar dan dijalankan dengan kesadaran dari setiap pribadi. Perbaikan niat ini, misalkan, dimulai dengan kegiatan perkuliahan, seminar, kegiatan kemahasiswaan, kegiatan dosen, dan lain sebagainya. Niat ini tentunya harus didasari dari keikhlasan hati agar tidak setengah-setangah dalam melakukan proses berilmu.

Setiap manusia yang menunutut ilmu disarankan untuk tidak merusak dunia dengan perilaku-perilaku buruk. Perilaku

IAIN Tulungagung Membangun Kampus Dakwah dan Peradaban

yang demikian ini akan berbalik pada si pelaku sendiri dan juga lingkungannya. Tindakan yang tidak didasari ketulusan dan kesucian hati hanya akan menumbuhkan pamrih di luar kewajaran yang justru bisa menjadi bumerang. Begitu pula orang yang menuntut ilmu setelah memperoleh ilmu maka pengamalan ilmu tersebut harus digunakan untuk kemaslahatan. Niat dengan dasar hati yang tulus ikhlas akan membentuk karakter baik di kampus dakwah dan peradaban ini yang tujuan akhir menjadikan manusia beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt.

Pesan tersirat Ta’lim al-Muta’allim, selain niat, adalah menghormati ilmu dan ulama. Para pencari ilmu haruslah memiliki sikap tawaduk kepada ilmu dan ulama. Sikap ini bukan menjadikan guru disakralkan. Pekerti ini kalau zaman dulu guru itu menjadi acuan segalanya bagi santri. Dalam zaman modern ini, guru tidak disakralkan, namun bagaimana seorang santri atau penuntut ilmu tersebut harus memiliki sopan santun dan tata krama. Begitu pula sebaliknya, bagi seorang guru harus bisa profesional dan tidak menyalahgunakan wewenangnya.

Seorang pendidik harus bisa hangayomi dan memiliki rasa handarbeni kepada muridnya. Pendidik harus menjadi suritauladan yang baik kepada peserta didiknya. Para tokoh ulama atau guru pada zaman dulu hidup dan mengajarkan ilmu pada zaman yang serba sulit, akan tetapi mereka mampu menelurkan murid-murid yang hebat dan menjadi inspirasi dunia. Pada dasarnya proses atau metode mengajarnya kalau dilihat dari perspektif sekarang sudah sangat klasik dan kuno, namun mereka bisa menghasilkan murid berkualitas. Hal ini disebabkan karena guru pada zaman itu mengajarnya dengan hati yang ikhlas dan penuh kekuatan doa untuk muridnya, sehingga menjadikan hati pesrta didik menjadi hidup dan tidak mati. Hati peserta didik yang hidup akan menjadikan ilmu yang diberikan selalu bermanfaat. Seandainya di kampus dakwah dan peradaban ini semua pendidik yang berilmu itu mau dengan tulus ikhlas menghidupkan hati peserta didiknya dalam arti sepenuh hati menjadi suri tauladan yang baik serta selalu mendoakan peserta didiknya, maka Insyaallah ilmu yang diberikan akan membawa manfaat besar untuk umat.

*Ghinanjar Akhmad Syamsudin, S.Pd.,

adalah staf LP2M IAIN Tulungagung. Sekarang sedang menempuh S-2 di Pascasarjana IAIN Tulungagung.

16

Ḥubb al-Mawt wa Karāhiyyah al-Dunyā: