• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nagari Guguk Malalo

Dalam dokumen Kebijakan Daerah dan Tenure Masyarakat A (Halaman 76-79)

Hak Ulayat dalam Ajaran Adat Minangkabau.

III... Nagari Guguk Malalo

Sejarah keberadaan Nagari Malalo didapat dari tambo Nagari Malalo. Pengetahuan tentang asal usul Nagari Malalo dilestarikan secara turun temurun dari generasi ke gen- erasi berikutnya.66 Menurut Dt. Rangkayo Endan, asal muasal nenek moyang masyara-

kat Nagari Malalo berasal dari Pariangan. Perpindahan masyarakat dari Nagari Pariangan disebabkan perkembangan penduduk dan kondisi geografis Pariangan yang merupakan dataran tinggi sehingga sulit untuk membuka lahan untuk bercocok tanam dan pemuki- man. Kemudian setelah dirasa Pariangan tidak sanggup lagi menampung kebutuhan ma- syarakat tersebut, maka lahirlah ide untuk mencari pemukiman yang baru, yang dalam pepatah adat berbunyi; “pepatah Dilalui basintak naik di bumi basintak turun.”67

Dari kesepakatan untuk mencari tempat tersebut, adalah fase awal sejarah Nagari Malalo. Fase ini diawali dengan manaratak yaitu melakukan perjalanan dengan meram- bah hutan untuk mencari tempat tinggal yang cocok. Pada proses itulah suatu ketika nenek moyang masyarakat Malalo berada pada suatu tempat untuk beristirahat. Tem- pat istirahat tersebut kemudian dinamakan Bahiang. Bahiang sendiri berasal dari Bahasa Sanksekerta yang berarti tempat istirahat. Dari bahiang nenek moyang tersebut melihat hamparan perairan, yang mereka sebut pada waktu itu dengan “lauik nan sedidih(laut kecil).” Lauik nan sadidih ini kemudian dikenal dengan nama Danau Singkarak.

Bahiang yang berada di tepi danau ini terdapat banyak ikan. Ikan-ikan tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Maka merekapun sepakat untuk membangun koto di bahiang. Namun ada sebahagian dari mereka yang tidak setuju untuk tinggal di bahiang. Kelompok ini lebih mengutamakan pola berco- cok tanam dan berburu, sehingga kelompok ini memasuki hutan yang berada di sekitar Transfer pengetahuan adat antar generasi dilakukan dengan budaya lisan, melalui pepatah adat, selain tambo Nagari itu sendiri. Menurut Dt. Rangkayo Endan (Ketua KAN Nagari Malalo) makna pepatah tersebut berarti mencari tempat yang lapang untuk berke-

5

perbukitan yang melingkari danau. Dari kelompok tersebut mulailah mereka manaratak hutan tersebut. Dari taratak kemudian mendirikan koto. Daerah tersebut kemudian dina- makan koto.

Waktu demi waktupun berjalan, baik bahiang maupun koto dirasa perlu perluasan wilayah untuk ruang kehidupan masyarakat. Dibuatlah sebuah kesepakatan untuk mem- perluas wilayah. Kesepakatan tersebut dilakukan dengan musyawarah antara masyarakat koto dengan bahiang yang dikenal dengan “Bahiang batapi tareh.” Kesepakatan bahiang batapi tareh adalah sebuah kesepakatan para tetua adat yang mengatur tentang siapa saja yang diutus untuk mencari tempat pemukiman baru, dan siapa yang tetap tinggal. Dari perluasan tersebut maka muncullah koto di mudiak, kotodi hilia dan koto ditangah. Kemudian kotopun berkembang, sehingga koto menjadi dusun, yang terdiri dari tiga dusun yaitu dusun baing, dusun duo koto dan dusun guguk. Setelah dusun-dusun terse- but berkembang maka dibentuklah Nagari Guguak Malalo

Dari perjalanan sejarah pembentukan Nagari Guguak Malalo, kemudian terbentuk- lah kelembagaan adat yang merupakan bentuk pemerintahan nagari pada waktu. Na- gari Guguak Malalo menggunakan sistem keselarasan Bodi Chaniago, dimana panghulu suku-suku yang ada mempunyai posisi yang sederajat dalam pemerintahan adat. Walau- pun di Nagari Guguak Malalo terdapat kelembagaan panghulu pucuak, bukan berarti Nagari Guguak Malalo menganut sistem keselarasan Koto Piliang. Kelembagaan pang- hulu pucuak muncul dari perjalanan awal pembentukan nagari, di mana pada waktu itu panghulu pucuak merupakan pemimpin masyarakat pada fase manaratak, kemudian pada fase taratak menjadi koto, panghulu pucuak menyerahkan kekuasaannya kepada panghulu-panghulu suku atau dikenal dengan rabah pitunggo.

Pada awalnya suku jambak merupakan suku awal di Nagari Guguak Malalo. Seiring dengan perkembangan zaman maka suku tersebut dipecah menjadi beberapa suku. Hal ini untuk mencegah perkawinan sesama suku yang dilarang dalam ajaran adat Minangk- abau. Suku-suku tersebut dipecah menjadi 11 suku.

0

Tabel. . Data Nama-Nama Suku di Nagari Malalo.

No Nama Suku 1 Muaro basa 2 Nyiur 3 Makaciak 4 Pauh 5 Simawang 6 Talapuang 7 Melayu 8 Jambak 9 Pisang 10 Sapuluah 11 Baringin

Sementara itu masing-masing suku dipimpin oleh seorang penghulu yang dibantu oleh unsur ampek jiniah dimana panghulu masuk dalam unsur tersebut. Adapun unsur ampek jiniah yang lain adalah manti, alim ulama, dan dubalang. Suku kemudian diba- gi lagi atas kaum-kaum. Kaum tersebut dipimpin oleh seorang Tungganai. Tungganai merupakan mamak kaum atau orang yang dituakan pada suatu kaum, Pada tingkatan paling bawah berada pada anak kemenakan. Anak kemenakan merupakan anggota dari masing-masing suku. Sehingga apabila dirunut struktur kelembagaan adat di Minangk- abau, adalah di mulai dari anak kemenakan, kaum, suku, dan nagari.

Penguasaan hutan adat atau hutan ulayat tidak bisa terlepas dari konsepsi ulayat. Seperti yang disebutkan sebelumnya konsepsi ulayat juga berlaku di Nagari Malalo. Dalam sistem penguasaan ulayat di Nagari Guguak Malalo bersifat holistik, sehingga sistem ulayat menjangkau setiap aspek ruang agraria, baik itu hutan, tanah, dan danau. Pada Nagari Guguak Malalo pengelolaan hutan berada pada status hutan ulayat kaum, hutan ulayat suku dan hutan ulayat Nagari.

Tabel.5. Sistem Pemerintahan Adat (Kelembagaan Adat) Hubungannya Dengan Penguasaan Hutan Ulayat Di Nagari Malalo.

No Tingkat kekera- batan

Hutan dalam status

ulayat Struktur adat Pola penguasaan

1 Kaum Hutan ulayat kaum Tungganai

• Dikuasai oleh suatu kaum tertentu.

• Kaum tertentu tersebut adalah bagian suku ter- tentu yang ada di Nagari. • Pengaturan pengelolaan

atas persetujuan Tung- ganai sebagai pemimpin kaum

2 Suku Hutan ulayat suku Panghulu suku

• Dikuasai oleh suatu suku tertentu.

• Pengaturan pengelolaan atas persetujuan panghu- lu suku sebagai pemimpin suku

3 Nagari Hutan ulayat Na- gari

• Panghulu-pang- hulu suku yang ada di Nagari • Panghulu pucuk

• Di kuasai oleh suku-suku yang ada di Nagari. • Pengaturan pengelolaan

atas persetujuan pang- hulu-panghulu suku yang ada di Nagari dan mem- perhatikan pertimbangan panghulu pucuk.

Dalam dokumen Kebijakan Daerah dan Tenure Masyarakat A (Halaman 76-79)