• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nagari Malalo

Dalam dokumen Kebijakan Daerah dan Tenure Masyarakat A (Halaman 89-92)

Hak Ulayat dalam Ajaran Adat Minangkabau.

III... Nagari Malalo

Pengelolahan ulayat oleh masyarakat Nagari Malalo menggunakan sistem hukum adat. Dari jumlah masyarakat Nagari yaitu 4384 jiwa, sekitar 824 jiwa berprofesi sebagai petani atau 18,9%. Dengan penggunaan lahan seluas 384 Ha atau sekitar 7,3%. Mas- ing-masing kepala keluarga mengelola lahan pertanian sekitar 0,12 Ha. Sebagian besar pengelolaan ulayat untuk pertanian berada pada status ulayat keluarga inti dan ulayat paruik. Hanya sebagian kecil yang berada pada status ulayat kaum dan ulayat Suku.70

Pada status ulayat kaum dan ulayat Suku secara ekologis masih berupa hutan. Ulayat kaum dan suku secara teritorial lebih dekat dengan sentra pemukiman pen- duduk, sedangkan ulayat Nagari lebih jauh dari sentra pemukiman penduduk dan masih di dominasi hutan alami. Ulayat kaum dan ulayat suku sebagian besar dimanfaatkan oleh anggota kaum dan suku sebagai parak.

Hak pengelolaan parak pada ulayat suku dan ulayat kaum yang dilakukan oleh anggota kaum dan suku harus dengan persetujuan niniak mamak dari masing-masing tingkatan kelembagaan kaum dan suku. Pada tingkatan kaum, yang mengatur peruntu- kan ulayat kaum sebagai parak bagi anggota kaumnya adalah seorang Tungganai. Tung- ganai merupakan pemimpin adat pada tingkatan kaum. Sedangkan pada tingkatan suku oleh seorang panghulu suku. Bagi anggota anggota masyarakat di luar kaum atau suku (anak Nagari)71 yang ingin mengelola ulayat kaum atau suku tersebut diperboleh-

kan, dengan syarat diketahui oleh Tungganai pada tingkatan kaum dan panghulu pada tingkatan suku dan menggunakan sistem bagi hasil. Besarnya adalah sepertiga untuk pengelola dan setengah untuk pemilik ulayat kaum dan suku.

Selain pengelolaan hutan dengan pola parak pada ulayat kaum dan suku. Juga ter- dapat pemanfaatan hasil hutan pada kawasan hutan di atas status ulayat suku dan ulayat kaum. Pemanfaatan tersebut berupa pemanfaatan hasil kayu dan hasil bukan kayu. Hasil 0 Hasil Wawancara dengan Chan Malalo, (Ketua Pemuda dan Anggota KAN Guguak Malalo)

kayu dipergunakan dengan pertimbangkan bersama oleh anggota kaum dan anggota suku dengan para niniak mamak masing-masing. Pemanfaatan kayu tersebut di guna- kan untuk membangun rumah anggota kaum dan suku secara bersama-sama, serta un- tuk membangun fasilitas umum seperti mushallah, balai-balai adat dan lain-lain.

Untuk hasil hutan bukan kayu seperti manau, rotan, serta tumbuh-tumbuhan hu- tan seperti durian, manggis dan lain-lain yang berada pada ulayat kaum dan suku di- manfaatkan secara bebas oleh anggota kaum dan suku. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh anak Nagari dimanfaatkan dengan sepengatahuan niniak mamak kaum dan suku.

Pada ulayat Nagari yang masih di dominasi hutan alami ini, oleh masyarakat di gunakan sebagai hutan simpanan. Pola pengelolaan pada ulayat Nagari berupa peman- faatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu.

Hutan ulayat masih berupa hutan alam dengan Luas 2.709 Ha, Hutan tersebut me- nyimpan sumber daya hutan yang cukup besar. Dari hasil kayu saja, terdapat jenis-jenis komoditi kayu seperti Banio, surian. Selain itu terdapat juga hasil hutan bukan kayu se- perti manau, rotan, madu, buah-buahan hutan seperti durian dan lain-lain. Pada status hutan ulayat Nagari ini, oleh masyarakat ditentukan sebagai kawasan hutan simpanan. Pola pengelolaan pada hutan ulayat Nagari bisa dimanfaatkan oleh semua anak Nagari Malalo, namun dengan beberapa ketentuan, yaitu:

1. Pemanfaatan hasil kayu diprioritaskan untuk kebutuhan pembangunan tempat- tempat umum, seperti balai adat, mushalla, masjid dan tempat umum lainnya. 2. Sedangkan untuk kebutuhan masyarakat Nagari terhadap hasil kayu pada hu-

tan ulayat nagari tidak diperbolehkan untuk kebutuhan produksi yang bersifat komersil, terkecuali untuk kebutuhan masyarakat di dalam nagari, seperti pem- buatan rumah, biduk sampan, dan kebutuhan keluarga lainnya.

3. Pemanfaatan hasil hutan kayu harus dengan persetujuan panghulu-panghulu suku yang ada di nagari, yang kini berada di Kerapatan Adat Nagari.

4. Dalam pengambilan hasil hutan hutan kayu di kenakan bungo rimbo (pajak kayu) yang di peruntukkan untuk kebutuhan nagari.

III... Nagari Kambang.

Topografi Nagari Kambang terdiri dari tiga kawasan besar, yaitu: daerah perbuki- tan, daerah dataran dan daerah pesisir. Daerah dataran lebih luas, melingkupi 3.201 Ha,

sedangkan daerah perbukitan melingkupi 1.702 Ha, dan daerah pesisir 750 Ha. Daerah dataran di Nagari Kambang diperuntukkan sebagian besar sebagai pemukiman pendu- duk, lahan pertanian, dan perladangan atau parak. Secara geografis daerah dataran be- rada pada wilayah tengah Nagari Kambang. Daerah dataran ini sebagian besar berada pada status ulayat keluarga inti dan sebagian ulayat kaum, begitu halnya juga dengan daerah pesisir lebih didominasi oleh status ulayat keluarga inti. Sedangkan pada daerah perbukitan terdapat status ulayat nagari, suku dan kaum.

Untuk kawasan hutan berada pada wilayah perbukitan dan wilayah pinggiran perbukitan yang berada di bagian timur Nagari Kambang. Namun ada sebagian daerah perbukitan yang menyebar di wilayah tengah Nagari Kambang. Daerah perbukitan ini merupakan bagian dari gugus Bukit Barisan Sumatera yang membentang dari Propinsi Aceh sampai dengan Propinsi Lampung. Untuk Sumatera Barat sendiri gugus Bukit Bari- san berada pada wilayah darat Propinsi Sumatera Barat, sehingga untuk wilayah Pesisir Selatan dan terutama Nagari Kambang wilayah ini terletak di bagian timur.

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa ulayat kaum berada sebagian besar di wilayah sekitar pemukiman masyarakat, dan berada sebagian besar pada kawasan per- bukitan, pinggiran perbukitan, dan sebagian di daerah dataran. Sedangkan untuk ulayat suku berada lebih jauh dari pemukiman penduduk.

Untuk kawasan hutan pada status ulayat kaum dan suku, berada di sepanjang Sung- ai Batang Kambang dan Sungai Batang Lengayang atau 200 meter dari kaki perbukitan yang terletak bagian timur Nagari Kambang.72 Sedangkan hutan ulayat nagari berada

lebih dalam lagi di wilayah perbukitan tersebut sampai dengan batas Nagari Kambang menurut monografi Nagari.73

Hutan ulayat kaum dimanfaatkan oleh anggota kaum dengan pola parak dengan berbagai komoditi tumbuhan keras. Seperti halnya di Nagari Malalo, parak merupakan pola perkebunan rakyat multi kultur yang berada pada pinggiran hutan. Adapun komo- diti parak tersebut adalah pinang, kopi, coklat, dan karet. Secara kewilayahan, kampung- kampung sekitar pinggiran hutan seperti Kampung Koto Pulai, Kampung Pasia Laweh, Kampung Akad, Lubuk Sarik dan Gunung Kulam merupakan kampung-kampung yang memanfaatkan parak sebagai aktifitas ekonomi utama mereka. Pola ini sebenarnya telah dikenali oleh masyarakat sebagai pola yang lazim dilakukan oleh nenek moyang mereka, Ketentuan territorial hutan ulayat kaum, dan hutan ulayat suku terangkum dalam Surat keputusan Kerapatan Adat Nagari Kambang

No.09/kep/KAN-KBG/2006 tentang Penetapan Ketentuan Hutan Ulayat Kaum dan Hutan Ulayat Nagari

yang kemudian diturunkan sampai dengan generasi sekarang ini.

Hak pengelolaan hutan ulayat diberikan kepada semua anggota kaum. Mamak kaum sebagai orang yang diberikan kuasa oleh anggota kaum untuk mengatur perun- tukkan hutan ulayat kaum tersebut. Mamak kaum merupakan pemimpin adat yang di- angkat oleh anggota kaum berdasarkan garis keturunan matrilinial. Sedangkan untuk hutan ulayat suku dikelola oleh anggota suku dan panghulu suku yang bergelar datuk yang juga diangkat dari garis keturunan matrilinial. Panghulu suku ini diberi kuasa untuk mengatur peruntukkan hutan ulayat suku tersebut bagi anggota sukunya.

Pengaturan bagi anggota masyarakat di luar anggota kaum atau suku yang ing- in mengelola hutan ulayat kaum atau ulayat suku tersebut harus meminta izin kepada mamak kaum pada hutan ulayat kaum, dan panghulu suku pada hutan ulayat suku. Se- lain itu juga dikenakan “sasia.” Sasia sendiri semacam uang sewa yang besarnya tidak ditentukan oleh ketentuan adat. Untuk luas hutan ulayat suku atau kaum yang boleh dikelola oleh masyarakat di luar anggota suku atau kaum diatur seluas 2 Ha, baik yang berhubungan dengan subjek pengelola, objek pengelolaan, batasan-batasan pengelo- laan, dan mekanisme pengelolaan.

Bentuk pengelolaan tersebut telah dituangkan dalam aturan lokal berupa Surat Keputusan Kerapatan Adat Nagari Kambang No.09/kep/KAN-KBG/2006 tentang Peneta- pan Ketentuan Hutan Ulayat Kaum dan Hutan Ulayat Nagari.

IV. HUBUNGAN TENURIAL ASLI (ULAYAT) DENGAN TENURIAL

Dalam dokumen Kebijakan Daerah dan Tenure Masyarakat A (Halaman 89-92)