Pendapatan SDA dalam RAPBN tahun 2016
direncanakan sebesar Rp130.951,0 miliar
yang terdiri dari pendapatan SDA migas
sebesar Rp84.822,5 miliar dan pendapatan SDA nonmigas sebesar Rp46.128,5 miliar. Secara umum, pendapatan SDA mengalami
kenaikan sebesar Rp12.031,9 miliar jika dibandingkan dengan target dalam APBNP
tahun 2015 atau Rp4.950,7 miliar dari
perkiraan realisasi tahun 2015.
Target pendapatan SDA migas dalam tahun
2016 sebesar Rp84.822,5 miliar terdiri
dari pendapatan minyak bumi sebesar
Rp66.278,1 miliar dan pendapatan gas bumi
sebesar Rp18.544,5 miliar. Graik II.3.9 memperlihatkan perbandingan pendapatan SDA
Untuk mendukung program CSF tersebut, sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang
Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, dibentuklah Badan Pengelola
Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai pengelola CSF. Pembentukan unit ini bertujuan untuk mendorong percepatan penggunaan bahan bakar nabati jenis biodisel dari bahan baku industri kelapa sawit, memfasilitasi program peremajaan (replanting) perkebunan sawit rakyat, penelitian dan pengembangan, promosi, pembangunan sarana prasarana, dan pengembangan sumber daya manusia perkebunan kelapa sawit. BPDPKS merupakan Badan Layanan Umum atau BLU di bawah koordinasi Kementerian Keuangan.
Penarikan pungutan atas ekspor produk kelapa sawit dan turunannya menggunakan prinsip penghindaran pengenaan pajak berganda. Oleh karena itu, Pemerintah mengeluarkan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 114/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan BLU BPDP Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan yang diharmonisasikan dengan PMK Nomor 136/PMK.010/2015 Tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar di mana keduanya menggunakan tarif spesiik dalam dolar Amerika Serikat. Dalam ketentuan sebelumnya, bea keluar atas CPO ditentukan sebesar 7,5 persen untuk produk CPO pada saat harga mencapai US$750 per MT atau US$56,3 per MT sedangkan untuk produk turunan CPO adalah 0-3 persen pada saat harga US$750 per MT. Dalam ketentuan tarif bea keluar terbaru, tarif bea keluar menjadi US$3 per MT apabila harga minimal adalah US$750 per MT untuk produk CPO dan produk olahannya
sebagian besar tidak dikenakan bea keluar.
61,6 66,3 19,8 18,5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 2015 APBNP 2016 RAPBN GRAFIK II.3.9
PENERIMAAN SDA MIGAS, 2015−2016
Gas Bumi Minyak Bumi Triliun Rp
Sumber: Kementerian Keuangan
2 01 5 A PBNP 2 01 6 RA PBN 6 0,0 6 0,0 1 2 .500,0 1 3 .4 00,0 82 5,0 83 0,0 1 .2 2 1 ,0 1 .1 55,0
Lifting Miny ak Bum i (MBPD) Lifting Gas Bum i (MBOEPD) ICP (USD/Barel) Kurs (Rp/USD)
migas tahun 2015 dan 2016. Kebijakan Pemerintah yang akan ditempuh dalam mengoptimalkan
pendapatan dari pengelolaan SDA migas tercantum dalam Tabel II.3.4.
Sedangkan untuk pendapatan SDA nonmigas dalam tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp46.128,5
miliar yang masih tetap didominasi oleh pendapatan pertambangan mineral dan batubara. Dalam tahun 2016 pendapatan SDA
nonmigas tersebut meningkat sebesar
Rp8.574,2 miliar atau 22,8 persen jika
dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2015 dan perkiraan realisasi
tahun 2015 sebesar Rp37.554,3 miliar. Untuk dapat mencapai target PNBP
SDA nonmigas tersebut Pemerintah akan melakukan kebijakan-kebijakan
sebagaimana tertera dalam Tabel
II.3.5. Graik II.3.10 memperlihatkan perbandingan pendapatan SDA nonmigas tahun 2015 dan 2016 beserta komponen pendapatannya.
Secara lebih rinci, pendapatan pertambangan mineral dan batubara dalam RAPBN tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp40.820,2 miliar. Pendapatan pertambangan mineral dan batubara tersebut bersumber dari pendapatan iuran tetap sebesar Rp1.568,8 miliar dan pendapatan royalti sebesar Rp39.251,4 miliar.
31,7 40,8 4,7 3,9 0,6 0,7 0,6 0,7 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 2015 APBNP 2016 RAPBN GRAFIK II.3.10
PENERIMAAN SDA NONMIGAS, 2015−2016
Panas Bumi Perikanan Kehutanan Pertambangan Minerba Triliun Rp
Sumber: Kementerian Keuangan No.
1
2
a. optimalisasi perolehan minyak dari cadangan minyak yang ada pada
lapangan-lapangan yang telah beroperasi melalui peningkatan manajemen cadangan minyak;
b. melakukan percepatan pengembangan lapangan baru;
c. melakukan percepatan produksi pada lapangan penemuan baru dan lama;
d. meningkatkan kehandalan fasilitas produksi dan sarana penunjang untuk
meningkatkan efisiensi dan menurunkan frekuensi unplanned shutdown;
e. mengupayakan peningkatan cadangan melalui kegiatan eksplorasi dan penerapan
enhanced oil recovery (EOR); serta
f. meningkatkan koordinasi antar instansi untuk mendukung operasi hulu migas
dalam rangka memfasilitasi percepatan proses pembebasan lahan.
3
4
Percepatanproduksi migas yang bersumber dari lapangan baru seperti Banyu Urip, Bukit
Tua, Senoro, Husky – Madura, Matindok, dan Kepodang. TABEL II.3.4
KEBIJAKAN PENDAPATAN SDA MIGAS 2016 Kebijakan Yang Akan Ditempuh
Mengupayakan terciptanya efisiensi cost recovery melalui pengendalian sehingga menjaga angka rasio cost recovery terhadap gross revenue dan pengawasan intensif
terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan KKKS dan diajukan sebagai cost recovery. Melakukan langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan lifting migas melalui:
Bagian II
Bab 3: Kebijakan dan Target Pendapatan Negara RAPBN Tahun 2016
dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019
No. Kebijakan Yang Akan Ditempuh
Kebijakan SDA Pertambangan Mineral dan Batubara
1 Melakukan kajian tarif iuran produksi/royalti mineral logam dan batubara.
2 Mengusulkan pengenaan tarif iuran produksi/royalti mineral bukan logam dan batuan
sesuai dengan amanat Pasal 128 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
3 Melakukan renegosiasi kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), dalam hal ini KESDM sedang berusaha agar perusahaan KK dapat memenuhi kewajiban iuran produksi/royalti sesuai dengan PP No. 9 Tahun 2012.
4 Melakukan verifikasi pembayaran kewajiban iuran tetap, iuran produksi/royalti dan
DHPB (Dana Hasil Produksi Batubara) dari pemegang KK dan PKP2B.
5 Mempercepat proses penyelesaian piutang iuran tetap, iuran produksi/royalti dan
DHPB yang belum terselesaikan.
6 Meningkatkan monitoring, evaluasi, dan koordinasi dengan unit/instansi terkait termasuk dengan pengusaha panas bumi untuk mengoptimalkan PNBP, iuran tetap panas bumi, serta melakukan penyempurnaan ketentuan perundang-undangan panas bumi untuk optimalisasi PNBP.
7 Melakukan pengembangan kerja sama penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan pada Badan Diklat ESDM dan Badan Litbang
ESDM dengan perusahaan/industri.
8 Mendorong percepatan pembukaan wilayah kerja migas baru terutama dari wilayah kerja migas nonkonvensional sesuai dengan Permen ESDM No. 5 Tahun 2012 tentang
Tatacara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Migas nonkonvensional.
9 Meningkatkan kualitas dan kuantitas data dari hasil penyisihan dan terminasi wilayah kerja yang dikelola Pusdatin ESDM.
10 Melakukan sosialisasi dan sinkronisasi dalam rangka menciptakan tertib administrasi
perencanaan target dan pelaporan realisasi PNBP di lingkungan Kementerian ESDM.
11 Melakukan monitoring serta evaluasi jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku di Kementerian ESDM.
TABEL II.3.5
No. Kebijakan Yang Akan Ditempuh
1 Penyesuaian tarif pengenaan PNBP secara berkala (revisi PP tarif dan jenis PNBP).
2 Penyesuaian secara berkala atas penetapan harga patokan pengenaan provisi sumber daya hutan(PSDH)dan hasil hutan bukan kayu(HHBK),serta regulasi di berbagai bidang untuk merangsang tumbuhnya usaha sektor kehutanan.
3 Reformasi tata kelola melalui perbaikan peraturan terkait.
4 Peningkatan kualitas pengelola PNBP. 5 Peningkatan peran serta para pihak terkait.
6 Optimalisasi terhadap piutang PNBP yang belum tertagih (wajib bayar yang menunggak pembayaran PNBP).
7 Pengembangan sistem penata usahaan hasil hutan (PUHH) berbasis teknologi
informasi (TI) yang dapat diakses di Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Propinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota.
8 Peningkatan produksi dan diversifikasi usaha hutan alam (hasil hutan kayu, bukan
kayu, jasa lingkungan, dan restorasi ekosistem).
9 Intensifikasi pengenaan PNBP nonkayu, dan penagihan PNBP terutang.
10 Penambahan luas areal pencadangan ijin usaha pemanfaatan hutan tanaman, penambahan areal tanaman pada hutan tanaman.
11 Penerbitan IUPHHK-HA/RE pada areal bekas tebangan.
12 Pemberlakuan sistem pembayaran PNBP secara elektronik (SIMPONI).
1 Perbaikan data potensi perikanan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP-RI).
2 Perbaikan tata kelola penerbitan perizinan perikanan tangkap dalam rangka peningkatan PNBP yang berkelanjutan dan bersinergi dengan upaya penanggulangan Illegal Unreported Unregulated Fishing.
3 Mengelola usaha perikanan yang berkelanjutan dan berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat nelayan sekaligus melakukan upaya konservasi sumber daya ikan.
4 Penguatan armada perikanan nasional dengan mengutamakan kapal perikanan buatan dalam negeri dan penanaman modal dalam negeri.
TABEL II.3.5 (LANJUTAN)
KEBIJAKAN PENDAPATAN SDA NONMIGAS 2016
Kebijakan SDA Kehutanan
Bagian II
Bab 3: Kebijakan dan Target Pendapatan Negara RAPBN Tahun 2016
dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019
Selanjutnya, pendapatan kehutanan dalam RAPBN tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp3.929,7 miliar, mengalami penurunan sebesar Rp783,6 miliar atau 16,6 persen jika dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2015 dan perkiraan realisasi tahun 2015 sebesar Rp4.713,3
miliar sebagai akibat dari kebijakan penundaan izin baru hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi sesuai dengan Inpres
Nomor 8 Tahun 2015. Pendapatan kehutanan dalam RAPBN tahun 2016 tersebut bersumber
dari pendapatan dana reboisasi sebesar Rp1.910,2 miliar, iuran hak penggunaan hutan sebesar
Rp165,9 miliar, provisi sumber daya hutan sebesar Rp852,8 miliar, dan izin penggunaan kawasan
hutan sebesar Rp1.000,3 miliar.
Dalam RAPBN tahun 2016, pendapatan SDA perikanan ditargetkan sebesar Rp693,0 miliar,
meningkat sebesar Rp114,2 miliar atau 19,7 persen jika dibandingkan dengan target dalam
APBNP tahun 2015 dan perkiraan realisasi tahun 2015, terutama karena adanya perbaikan tata kelola penerbitan perizinan perikanan tangkap. Sementara itu, pendapatan yang bersumber
dari pertambangan panas bumi dalam tahun 2016 ditargetkan akan mencapai Rp685,6 miliar, meningkat sebesar Rp102,0 miliar atau 17,5 persen jika dibandingkan dengan target APBNP tahun 2015 dan perkiraan realisasi tahun 2015 terutama terkait eisiensi biaya operasional dan intensiikasi penagihan iuran tetap eksplorasi bagi para pemegang IPB.