• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROYEKSI TAHUN 2016

Dalam dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanj (Halaman 107-111)

PEMERINTAH PUSAT RAPBN 2016 DAN PROYEKSI JANGKA MENENGAH PERIODE 2017-2019

PROYEKSI TAHUN 2016

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) utamanya Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014 diselenggarakan oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Tujuan utama program JKN adalah memberikan jaminan agar setiap peserta dan/atau anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat

dan bahan medis yang selanjutnya dapat meningkatkan kualitas hidup agar menjadi lebih produktif.

Kepesertaan dalam program JKN dikelompokkan ke dalam segmentasi Penerima Bantuan

Iuran(PBI) yang meliputi fakir miskin dan orang tidak mampu serta Bukan PBI yang meliputi Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).PPUmeliputi PNS, TNI, POLRI, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) dan pegawai badan usaha swasta/BUMN/BUMD. PBPU meliputi pekerja diluar hubungan kerja atau peserta mandiri. BP meliputi investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran dan perintis kemerdekaan. Sampai dengan 31 Desember 2014, jumlah peserta program JKN telah

mencapai 133.423.653 jiwa dan ditargetkan terus meningkat setiap tahun sampai dengan mencapai

universal health coverage sesuai road map SJSN Kesehatan. Perkembangan peserta program JKN

tersaji dalam tabel berikut.

s.d 31 Des 2014 Proy eksi 2015 T arget 2016 1 PBI-APBN 86,4 88,2 92,4 2 PBI-APBD 8,8 11,5 19,2 3 PPU-Pemerintah 14,2 15,1 15,8 4 PPU-Badan Usaha 10,1 39,7 59,9 5 PBPU 9,1 14,6 22,9 6 BP 4,9 5,2 6,6 133,4 174,4 216,8 Sumber : BPJS Kesehatan KEPESERTAAN PROGRAM JKN, 2014-2016

No. Segm en Peserta

Jum lah Peserta (Juta Jiwa)

Sumber utama pendanaan penyelenggaraan program JKN berasal dari iuran (kontribusi premi) peserta, yakni PBI yang dibayar oleh Pemerintah, PPU baik pekerja pemerintah maupun swasta ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja, sedangkan PBPU dan BP dibayar seluruhnya

oleh peserta yang bersangkutan, kecuali untuk penerima pensiun PNS, TNI, POLRI, Pejabat Negara ditanggung bersama oleh Pemerintah dan penerima pensiun serta peserta iuran veteran ditanggung oleh Pemerintah. Akumulasi dana iuran peserta program JKN (Dana Jaminan Sosial/DJS Kesehatan)

tersebut sebagian besar dimanfaatkan untuk mendanai pelayanan kesehatan yang telah digunakan oleh pesertanya. Sampai dengan tahun 2014, realisasi pendapatan baik dari iuran maupun hasil

investasi lebih kecil dari biaya pelayanan kesehatan sehingga terdapat deisit. Kondisi ini diperkirakan juga akan terjadi pada tahun 2015. Hal ini terutama disebabkan oleh banyaknya peserta PBPU yang

mendaftarkan diri sudah dalam keadaan sakit, sehingga rasio klaim kelompok peserta ini cenderung lebih tinggi dari kelompok lainnya. Rasio klaim peserta program JKN disajikan dalam tabel berikut.

Akumulasi dana iuran JKN sebagian besar digunakan untuk mendanai manfaat jaminan kesehatan.

JKN mengadopsi managed care sehingga manfaat yang berupa pelayanan kesehatan diberikan

oleh fasilitas kesehatan (Faskes) yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Sebagai kompensasinya, Faskes menerima pembayaran dari BPJS Kesehatan yang dilakukan dengan Kapitasi (Faskes Primer) dan INA-CBGs (Faskes Lanjutan). Akumulasi dana iuran juga dimanfaatkan

untuk mendanai biaya operasional BPJS (terdiri atas biaya personel dan biaya nonpersonel) serta pembentukan cadangan.

Dalam penyelenggaraan program JKN terdapat beberapa tantangan, antara lain:

1. Tingginya pemanfaatan pelayanan kesehatan (rasio klaim) peserta PBPU/Pekerja Mandiri dan

tidak diimbangi dengan tingkat kepatuhan pembayaran iuran (kolektibilitas).

2. Masih rendahnya partisipasi langsung dari Pekerja Penerima Upah (PPU) sektor swasta dan

masyarakat umum yang sehat untuk ikut mendaftar dalam program JKN.

3. Jumlah dan penyebaran fasilitas kesehatan belum merata serta jumlah dan kualitas SDM

bidang kesehatan perlu ditingkatkan untuk mengimbangi pertumbuhan permintaan pelayanan kesehatan.

Untuk menjawab tantangan dan kendala di atas sekaligus menjaga keberlanjutan penyelenggaraan

program JKN dan likuiditas DJS Kesehatan, Pemerintah dan BPJS Kesehatan bersama-sama telah

melakukan langkah-langkah perbaikan. Untuk itu, Pemerintah menempuh beberapa kebijakan antara lain:

1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas fasilitas kesehatan baik fasilitas kesehatan tingkat pertama/ FKTP (a.l Puskesmas) maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan/FKTL (a.l ruang rawat inap

kelas III dan tempat tidur Rumah Sakit).

Uraian PBPU Non-PBPU Total

1. Jumlah peserta (jiwa) 9.052.859 124.370.794 133.423.653

2. Iuran Peserta (Miliar Rp) 1.885,4 38.834,4 40.719,9

3. Biaya Pelkes (Miliar Rp) 11.640,3 31.018,4 42.658,7

Rasio klaim (%) 617,4% 79,9% 104,8%

Sumber : BPJS Kesehatan

Bab 4: Kebijakan dan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat

RAPBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

2. Memperkuat dan meningkatkan peran Puskesmas dan FKTP sebagai gate keeper untuk

memastikan sistem rujukan berjenjang berjalan dengan optimal.

3. Meningkatkan jumlah, penyebaran, dan kompetensi SDM Kesehatan (a.l Dokter, Perawat) dan

obat-obatan/bahan medis agar dapat menjangkau seluruh wilayah.

4. Memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BPJS Kesehatan pada tahun 2014 sebesar

Rp500 miliar (sebagai modal awal) dan dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp5.000 miliar

untuk memperkuat likuiditas BPJS Kesehatan (termasuk cadangan pembiayaan DJS Kesehatan

sebesar Rp1.540,0 miliar).

5. Melakukan penyesuaian besaran iuran peserta program JKN secara berkelanjutan. Di mana

dalam RAPBN tahun 2016 direncanakan dilakukan penyesuaian iuran peserta PBI menjadi sebesar Rp23.000/popb dengan sasaran 92,4 juta jiwa.

Selanjutnya, BPJS Kesehatan bersama Pemerintah telah melakukan tindakan khusus antara lain: (1) Pengendalian biaya Jaminan Kesehatan baik dari aspek regulasi maupun

operasional; (2) Pemberian kontribusi surplus BPJS Kesehatan tahun 2014 kepada DJS

Kesehatan; (3) Penurunan dana operasional; (4) Pemberian dana talangan BPJS Kesehatan

ke DJS Kesehatan; (5) Peningkatan rekrutmen peserta dari masyarakat yang sehat. Di sisi lain, diharapkan tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat atas pentingnya program JKN

yang dibangun berdasarkan azas kemanusiaan, manfaat, keadilan sosial, dan prinsip asuransi sosial

dapat meningkat sehingga pada akhirnya universal health coverage program JKN dapat dicapai.

Program JKN sebagai program pemeliharaan kesehatan yang akan mencakup seluruh rakyat Indonesia perlu terus dijaga keberlanjutannya. Untuk mencapai harapan tersebut, BPJS Kesehatan harus menerapkan praktek-praktek pengelolaan yang baik, antara lain dengan terus memperkuat

fungsi pelayanan di FKTP, menerapkan sistem layanan berjenjang secara tertib dan optimal, meningkatkan jumlah RS swasta yang bekerja sama, serta melakukan evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan layanan kesehatan. Di samping itu, dari aspek keuangan perlu diterapkan praktikum

pengelolaan keuangan yang cermat dan hati-hati yang didukung dengan sistem pemantauan yang handal. Sementara itu, Pemerintah akan terus berupaya untuk mencukupi ketersediaan dan peningkatan mutu dan kualitas fasilitas kesehatan dan tenaga medis secara merata di seluruh wilayah

Indonesia, serta meningkatkan akurasi data peserta PBI. Selain itu, kegiatan promotif, preventif,

dan edukatif tetap terus ditingkatkan terutama terkait dengan pola hidup sehat.

Fungsi Pertahanan

Alokasi anggaran pada fungsi pertahanan berkaitan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara dalam upaya melindungi segenap bangsa dan

seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam RAPBN tahun 2016, anggaran pada fungsi pertahanan

direncanakan sebesar Rp95.811,2 miliar, menunjukkan penurunan sebesar 6,3 persen jika

dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp102.278,6 miliar.

Arah kebijakan dan langkah-langkah yang ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi pertahanan pada tahun 2016 antara lain: (1) mendukung pemenuhan dan pengadaan alutsista dengan didukung pembiayaan dari dalam dan luar negeri, dengan prioritas pembiayaan dalam negeri; (2) meningkatkan upaya pemeliharaan dan perawatan alutsista; (3) meningkatkan kontribusi industri pertahanan bagi alutsista TNI; (4) penguatan keamanan laut dan daerah perbatasan; (5) penguatan intelijen dan peningkatan fasilitas yang memadai.

Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2016 melalui alokasi anggaran pada fungsi pertahanan, antara lain: (1) meningkatnya kontribusi industri pertahanan dalam negeri terhadap pemenuhan

minimum essential force (MEF) yang dapat mencapai 14 persen; (2) meningkatnya kesejahteraan

prajurit melalui pembangunan perumahan dinas dan peningkatan kesiapan TNI dengan penyelenggaraan 5 latihan gabungan, 543 latihan dan penataran matra darat, 22 latihan operasi matra laut, 30 latihan operasi matra udara; (3) penguatan keamanan laut dan daerah perbatasan dengan pengadaan 1 kapal patroli baru serta peralatan pendukung, pengadaan 1 paket peralatan

surveillance, dan pembangunan pos pengamanan perbatasan darat baru.

Fungsi Ketertiban dan Keamanan

Alokasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan mencerminkan besaran anggaran yang dialokasikan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang ketertiban dan keamanan. Alokasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi ketertiban dan keamanan

dalam RAPBN tahun 2016 direncanakan sebesar Rp56.852,0 miliar, yang menunjukkan

peningkatan sebesar 4,0 persen jika dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun

2015 sebesar Rp54.681,0 miliar.

Arah kebijakan dan langkah-langkah yang ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi ketertiban dan keamanan pada tahun 2016 antara lain: (1) peningkatan pelayanan keamanan pada masyarakat; (2) peningkatan profesionalisme Polri; (3) penguatan intelijen; (4) peningkatan peralatan dan fasilitas kepolisian; dan (5) penguatan pencegahan dan penanggulangan narkoba.

Sasaran pembangunan yang ingin dicapai melalui alokasi anggaran untuk fungsi ketertiban dan keamanan pada tahun 2016 tersebut, diantaranya: (1) meningkatnya profesionalisme Polri pada aspek pelayanan publik melalui perbaikan kualitas dan peningkatan operasi kepolisian yang menjadi prioritas kebutuhan masyarakat sebesar 45 persen, penempatan 1 (satu) bhabinkantibmas di setiap desa/kelurahan secara bertahap, pelaksanaan 150 kegiatan penyuluhan hukum kepada masyarakat; (2) menguatnya koordinasi intelijen dengan membentuk

7 organisasi komunitas intelijen yang memanfaatkan data sharing, penambahan 1 infrastruktur

jaringan analisis sinyal (JAS) baru; (3) meningkatkan kapasitas rehabilitasi penyalahgunaan

narkoba, terkendalikannya laju prevalensi penyalahgunaan narkoba hingga angka 0,05 persen; (4) meningkatnya efektivitas sistem keamanan nasional melalui perbaikan kualitas dan jumlah policy brief yang dihasilkan sistem informasi Wantannas.

Fungsi Ekonomi

Alokasi anggaran pada fungsi ekonomi dalam RAPBN tahun 2016 direncanakan sebesar Rp189.490,3 miliar, menunjukkan penurunan sebesar 12,4 persen apabila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp216.290,6 miliar.

Selanjutnya, arah kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi ekonomi pada tahun 2016 antara lain: (1) pembangunan sarana dan prasarana penghubung menuju dan antarkoridor ekonomi dan kawasan-kawasan pertumbuhan ekonomi dalam bentuk pembangunan bandara perintis, pelabuhan, dan jaringan jalan tol; (2) melanjutkan pengembangan moda angkutan laut, kereta api, dan angkutan penyeberangan sistem logistik nasional melalui pengembangan jaringan kereta api di pulau besar, dan pembangunan tol laut; (3) penguatan kelembagaan usaha dan koperasi, kemitraan usaha berbasis

rantai nilai (value change), revitalisasi dan modernisasi koperasi; (4) mendukung program

Bab 4: Kebijakan dan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat

RAPBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

bahan bakar, serta energi baru dan terbarukan (EBT); (6) peningkatan produksi padi dan sumber

pangan protein; (7) pemberantasan illegal, unreported, and unregulated (IUU) ishing.

Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2016 melalui alokasi anggaran fungsi ekonomi diantaranya yaitu: (1) meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi multimoda dan antarmoda (dilihat dari indikatornya yaitu dikembangkannya jalan nasional; terbangunnya jalan baru; terbangunnya jalur KA; terbangunnya dermaga sungai dan danau, serta meningkatnya kapasitas pelabuhan utama pendukung tol laut sebanyak 24 pelabuhan strategis); (2) meningkatnya kinerja pelayanan

dan industri transportasi nasional untuk mendukung konektivitas nasional, Sistem Logistik Nasional (Sislognas) dan konektivitas global, salah satunya dapat dilihat dari meningkatnya

jumlah armada pelayaran nasional berumur maksimal 25 tahun sebesar 10 persen; (3) perkuatan ketahanan pangan dan ketahanan air untuk kedaulatan pangan nasional, antara lain dilihat dari indikatornya yaitu meningkatnya produksi bahan pokok antara lain padi, jagung, dan kedelai; (4) terlaksananya pembangungan/peningkatan daerah irigasi baru dan percepatan rehabilitasi jaringan irigasi untuk mendukung kedaulatan pangan, dilihat dari indikatornya antara lain yaitu pembangunan/peningkatan layanan jaringan irigasi dan rehabilitasi jaringan irigasi; (5) perkuatan kedaulatan energi melalui peningkatan produksi sumber daya energi (minyak bumi, gas bumi, dan batubara); (6) meningkatnya pelayanan ketenagalistrikan melalui

peningkatan rasio elektriikasi sebesar 90,15 persen; penambahan kapasitas pembangkit dan

konsumsi listrik perkapita menjadi sebesar 985 kWh.

BOKS II.4.2

Dalam dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanj (Halaman 107-111)