• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Masalah Matematis

Setiap persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat sepenuhnya dikatakan masalah. Menurut Newell & Simon, sebagaimana dikutip oleh Priyo (2010: 530), masalah adalah situasi dimana individu ingin melakukan sesuatu tapi tidak tahu cara atau tindakan yang diperlukan untuk memperoleh apa yang ia inginkan. Menurut Laster, sebagaimana dikutip oleh Priyo (2010: 530), masalah adalah situasi dimana seseorang individu atau kelompok terbuka untuk

melakukan suatu tindakan tetapi tidak ada algoritma yang siap dan dapat diterima sebagai suatu metode pemecahannya.

Menurut Hudoyo, sebagaimana dikutip oleh Yuwono (2010: 34), sesuatu dikatakan masalah bila hal itu mengandung pertanyaan yang harus dijawab. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah bagi seorang siswa pada suatu saat, tetapi bukan masalah bagi siswa tersebut untuk soal berikutnya bila siswa tersebut telah mengetahui cara atau prosedur untuk menyelesaikannya. Menurut Hudojo, sebagaimana dikutip oleh Yuwono (2010: 35), sesuatu disebut masalah bagi siswa jika: (1) pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa harus dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawab, dan (2) pertanyaan tersebut tidak dapat dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa.

Saad & Ghani (2008: 119) mendefinisikan masalah matematika sebagai situasi yang memiliki tujuan yang jelas tetapi berhadapan dengan halangan akibat kurangnya algoritma yang diketahui untuk menguraikannya agar memperoleh sebuah solusi. Ruseffendi, sebagaimana dikutip oleh Fatimah (2015: 5) mengartikan masalah dalam matematika sebagai suatu persoalan yang Ia (siswa) sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara/ algoritma yang rutin.

Polya (1973: 154-155) menyatakan masalah matematis ada dua macam, yaitu masalah mencari (problem to find) dan masalah membuktikan (problem to prove). Masalah mencari yaitu masalah yang bertujuan untuk mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memberi kondisi yang sesuai, sedangkan masalah membuktikan yaitu

masalah dengan suatu prosedur untuk menentukan suatu pertanyaan benar atau tidak benar.

Berdasarkan pengertian tentang masalah matematis di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematis merupakan suatu situasi yang disadari keberadaannya terhalang karena belum diberikannya algoritma dalam mencari solusi yang dicari oleh guru kepada siswa. Ada dua macam masalah matematis, yaitu masalah yang bertujuan untuk mencari nilai yang dicari dan masalah yang bertujuan untuk membuktikan suatu pernyataan dalam matematika benar atau tidak benar.

2.2.2 Pemecahan Masalah Matematis

Polya (1973: 4) mengemukakan bahwa “Solving problems is a pratical skill like, let us say, swimming. We acquire any practical skill by imitation and practice”. Menurut Saad & Ghani (2008: 120), pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilakukan agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat dengan segera. Menurut Dahar, sebagaimana dikutip oleh Fadillah (2009: 554), pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, dan tidak sebagai suatu keterampilan generik.

Menurut Matlin, sebagaimana dikutip oleh Herlambang (2013: 17), pemecahan masalah dibutuhkan bilamana kita ingin mencapai tujuan tertentu tetapi cara penyelesaiannya tidak jelas. Dengan kata lain bila seseorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka siswa itu menjadi mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan,

menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang diperolehnya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah matematis adalah proses terencana yang dilakukan sebagai usaha untuk mencari penyelesaian dari masalah matematika yang dihadapi sehingga mencapai tujuan yang diinginkan dengan menggunakan bekal pengetahuan matematika yang dimiliki.

Polya (1973: 5-17) menyatakan bahwa ada empat tahap pemecahan masalah yang diuraikan sebagai berikut.

1. Memahami masalah (understanding the problem)

Siswa perlu mengidentifikasi apa yang diketahui, apa saja data yang tersedia, jumlah, hubungan dan nilai-nilai yang terkait serta apa yang sedang mereka cari. Pada tahap ini, siswa dapat melakukan beberapa langkah yang diperlukan untuk memahami masalah seperti: (1) memberikan pertanyaan mengenai apa yang diketahui dan dicari, (2) menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri, (3) menghubungkannya dengan masalah lain yang serupa, (4) fokus pada bagian yang penting dari masalah tersebut, (5) mengembangkan model, dan (6) menggambar diagram.

2. Membuat rencana (devising a plan)

Siswa perlu mengidentifikasi operasi yang terlibat serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Siswa dapat melakukan hal tersebut dengan beberapa cara seperti: (1) menebak, (2) mengembangkan sebuah model, (3) mensketsa diagram, (4) menyederhanakan masalah, (5)

mengidentifikasi pola, (6) membuat tabel, (7) eksperimen dan simulasi, (8) bekerja terbalik, (9) menguji semua kemungkinan, (10) mengidentifikasi sub-tujuan, (11) membuat analogi, dan (12) mengurutkan data/informasi.

3. Melaksanakan rencana (carrying out the plan)

Siswa menerapkan apa yang telah direncanakan sebelumnya dan juga termasuk hal-hal berikut: (1) mengartikan informasi yang diberikan ke dalam bentuk matematika, (2) melaksanakan strategi selama proses dan perhitungan yang berlangsung. Secara umum pada tahap ini siswa perlu mempertahankan rencana yang sudah dipilih. Jika semisal rencana tersebut tidak bisa terlaksana, maka siswa dapat memilih rencana lain.

4. Memeriksa kembali (looking back)

Siswa memeriksa langkah-langkah yang sebelumnya terlibat dalam penyelesaikan masalah dengan memperhatikan aspek-aspek berikut: (1) memeriksa kembali semua informasi yang penting yang telah teridentifikasi, (2) memeriksa semua perhitungan yang sudah terlibat, (3) mempertimbangkan apakah solusinya logis, (4) melihat alternatif penyelesaian yang lain, dan (5) membaca pertanyaan kembali dan bertanya kepada diri sendiri apakah pertanyaannya sudah benar-benar terjawab.

Ide tentang tahap-tahap pemecahan masalah dirumuskan oleh beberapa ahli yaitu John Dewey, George Polya, serta Krulik & Rudnick. Carson (2007: 8) menuliskan perbandingan tahap-tahap dalam pemecahan masalah menurut beberapa ahli tersebut yang disajikan dalam Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Perbandingan Tahap Pemecahan Masalah Tahap-tahap pemecahan masalah

John Dewey George Polya Krulick & Rudnick 1. Mengenali masalah (confront problem) 1. Memahami masalah (understanding the problem) 1. Membaca (read) 2. Diagnosis atau pendefinisian masalah (diagnose or define problem) 2. Membuat rencana (devising a plan) 2. Mengeksplorasikan (explore) 3. Mengumpulkan beberapa solusi pemecahan (inventory several solutions) 3. Melaksanakan rencana (carrying out the plan)

3. Memilih suatu strategi (select a strategy) 4. Menduga solusi pemecahan (conjecture consequences of solutions) 4. Memeriksa kembali (looking back) 4. Penyelesaian (solve) 5. Mencobakan dugaan(test consequences) 5. Meninjau kembali dan mendiskusikan (review and extend) Selanjutnya, pada penelitian ini akan menggunakan tahap pemecahan masalah menurut Polya yaitu (1) memahami masalah, (2) membuat rencana, (3) melaksanakan rencana, dan (4) memeriksa kembali. Hal ini disebabkan karena tahap-tahap pemecahan masalah Polya sangat mudah dimengerti dan sangat sederhana, kegiatan yang dilakukan pada setiap langkah jelas, dan secara eksplisit mencakup semua langkah pemecahan masalah dari pendapat ahli lain.

Uraian indikator dari kemampuan pemecahan masalah berdasarkan tahapan pemecahan masalah oleh Polya dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Berdasarkan Tahap Pemecahan Masalah Oleh Polya Tahap Pemecahan

Masalah Oleh Polya Indikator

Memahami masalah (1) Mengetahui apa yang diketahui dan ditanyakan pada masalah dan (2) menjelaskan masalah dengan kalimat sendiri.

Membuat rencana (1) Menyederhanakan masalah, (2) mampu membuat eksperimen dan simulasi, (3) mampu mencari sub-tuju, dan (4) mengurutkan informasi.

Melaksanakan rencana

(1) Mengartikan masalah dalam bentuk kalimat matematika, dan (2) melaksanakan strategi selama proses dan penghitungan berlangsung.

Memeriksa kembali (1) Mengecek semua informasi dan penghitungan yang terlibat, (2) mempertimbangkan solusi yang diperoleh logis, (3) melihat alternatif penyelesaian yang lain, (4) membaca pertanyaan kembali, dan (5) bertanya kepada diri sendiri bahwa pertanyaan sudah terjawab.

2.3 Model Eliciting Activities

2.3.1 Pengertian

Menurut Alfindah (2013: 17), Model Eliciting Activities adalah model pembelajaran matematika untuk memahami, menjelaskan, dan mengkomunikasikan konsep-konsep matematika yang terkandung dalam suatu sajian permasalahan melalui pemodelan matematika. Dalam pembelajaran Model Eliciting Activities, kegiatan pembelajaran diawali dengan penyajian suatu masalah untuk menghasilkan model matematika yang digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika, dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil selama proses pembelajaran. Menurut hasil penelitian Yu &

Chang (2009: 9), Model Eliciting Activities berguna untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Menurut Lesh, et al., sebagaimana dikutip oleh Chamberlin & Moon (2008: 4), penciptaaan dan pengembangan Model Eliciting Activities terbentuk pertengahan tahun 1970-an untuk memenuhi kebutuhan kurikuler yang belum terpenuhi oleh kurikulum yang telah ada. Model Eliciting Activities dikembangkan oleh guru matematika, professor, dan mahasiswa pasca sarjana di Amerika dan Australia, untuk digunakan oleh para guru matematika. Mereka mengharapkan siswa dapat membuat dan mengembangkan model matematika berupa sistem konseptual yang membuat siswa merasakan beragam pengalaman matematis tertentu. Jadi, siswa diharapkan tidak hanya sekadar menghasilkan model matematika tetapi juga mengerti konsep-konsep yang digunakan dalam pembuatan model matematika dari permasalahan yang diberikan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan Model Eliciting Activities adalah suatu model pembelajaran matematika untuk memahami, menjelaskan, dan mengkomunikasikan konsep-konsep matematika yang terkandung dalam suatu sajian permasalahan matematika melalui pemodelan matematika. Melalui pembelajaran Model Eliciting Activities, siswa dapat mengembangkan ide-ide, membuat model matematika, dan merasakan pengalaman matematis sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.