• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Feminisme di Amerika

Dalam dokumen Volume 3. Nomor 2. Desember 2010 (Halaman 178-181)

DALAM RUMAH TANGGA AMERIKA

C. Relasi Gender di Amerika

2. Perkembangan Feminisme di Amerika

Gerakan feminisme di Amerika dan luar negeri adalah gerakan sosial dan politik yang ingin membangun kesetaraan bagi perempuan. Gerakan itu mengubah kehidupan beberapa perempuan dan memberi efek yang luar biasa pada kehidupan masyarakat Amerika sepanjang abad 20.

Sebagai sebuah kekuatan yang terorganisasi, feminisme bermula dari abolisi pada awal tahun 1830-an. Abolisionisme adalah gerakan anti budak yang radikal yang menuntut penghapusan perbudakan dengan segera. Setiap orang adalah pemilik dirinya sendiri. Itu adalah gerakan yang terorganisasi dan yang radikal untuk pertama kali dimana didalamnya perempuan mengambil peranan yang penting dan cikal bakal berseminya gerakan perempuan.

Sebelum Perang Sipil, feminis memperjuangkan hak-hak kaum kulit hitam, mengidentififkasikan diri mereka sama dengan nasib kaum kulit hitam. Sikap mereka terhadap laki-laki secara umum baik. Pada konvensi perempuan tahun 1858, feminisme politik telah menunjuk ke suatu titik tujuan bahwa hak pilih adalah tujuan yang hampir tak terbantahkan dalam gerakan ini.

Secara umum, feminis mendukung perang sebagai sarana mengakhiri perbudakan; mereka mengesampingkan isu-isu hak perempuan. Setelah perang berakhir, isu kunci feminisme arus utama adalah amandemen ke 13, 14 dan 15 dari konstitusi, semuanya bertujuan tercapainya kebebasan kaum kulit hitam. Tetapi, kemudian abolisionis laki-laki hampir semuanya menolak tuntutan kaum perempuan akan hak pilih, mengatakan bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk menekankan hak kaum perempuan. Seperti dikatakan oleh Abraham Lincoln, satu perang satu waktu, satu pertanyaan pada satu waktu. Masa sekarang adalah masanya orang kulit hitam (Anthony,et al., History of Woman Suffrage: 59.) Gerakan feminis berubah. Penolakan abolisionis laki-laki untuk mendukung usaha perempuan menimbulkan kecurigaan diantara tokoh-tokoh feminis. Sikap dalam bidang politik juga telah berubah. Sebelum Perang Sipil, para feminis cenderung kepada strategi yang bukan politik. Feminisme baru kemudian memusatkan perhatian pada hak pilih.

PEMBAGIAN PERAN DALAM RUMAH TANGGA AMERIKA

(Dewi Ulya Mailasari) 373 yang lebih radikal melihat hal lain demi kemajuan. Feminis individualis berfokus pada perbaikan pengaturan kelahiran dan undang-undang perkawinan. Tujuan mereka kebebasan.

Para feminis percaya bahwa perempuan seharusnya mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Tetapi arti kesetaraan berbeda-beda di dalam tubuh gerakan feminisme itu sendiri. Melalui sejarah diketahui bahwa feminisme di Amerika menganggap kesetaraan sebagai perlakuan yang sama di bawah hukum dan keterwakilan mereka dalam institusi. Fokusnya bukan pada merubah kondisi yang ada, tetapi lebih terlibat pada kondisi yang sudah ada tersebut. Feminis yang lebih radikal memprotes undang-undang dan institusi yang ada sebagai sumber ketidakadilan dan karena itu tidak bisa dirubah. Para feminis ini melihat ada sesuatu yang salah secara mendasar mengenai masyarakat, disamping adanya diskriminasi terhadap perempuan. Bagi individualis, kesetaraan adalah suatu definisi politis yang mengacu pada perlindungan akan hak-hak pribadi yaitu perlindungan hukum moral yang setiap orang punya atas badan mereka sendiri. Bagi feminis sosialis, maka definisinya dalam term sosio-ekonomis. Perempuan dapat setara hanya setelah hak milik pribadi dan hubungan keluarga dibatasi. Maka dalam rangka menghargai tradisi dalam feminisme, kita hendaknya memperhatikan konteks dalam setiap gerakan yang timbul.

Di samping industrialisasi, tiga perkembangan penting dilihat sebagai pengubah struktur kehidupan orang Amerika pada akhir abad 19; imigrasi besar-besaran, urbanisasi, dan perkembangan kemajuan gerakan perempuan. Wanita Baru mengubah dasar organisasi keluarga dan perilaku seksual. Perempuan tumbuh lebih mandiri di lingkungan kota dan pada tahun 1898 seorang tokoh feminis Charlotte Perkins Gilman menerbitkan buku Women and Economics, dia meminta perempuan untuk membuang status ketergantungan mereka dan berkontribusi pada kehidupan kemasyarakatan secara lebih luas melalui keterlibatan yang produktif dalam bidang ekonomi. Menolak semua klaim yang mengatakan bahwa faktor biologi telah memberikan keberbedaan karakter yang mendasar di antara perempuan dengan laki-laki. Dia berpendapat bahwa tugas ibu yang sangat khusus tidaklah semenguntungkan dengan yang dikira selama ini. Ia mendukung diaadakannya tempat pengasuhan anak dan dapur umum untuk mendukung

keikutsertaan perempuan dalam dunia kerja.

Gerakan feminis telah tampak pada beberapa fase dalam sejarah Amerika. Selama Perang Sipil perempuan menelorkan gender yang didasarkan pada diskriminasi. Selama Era Progresif, mereka mencari dan akhirnya memperoleh hak pilih. Gerakan itu mencapai titik yang paling aktif pada tahun 1960-an ketika gerak1960-an 1960-anti-diskkriminasi berada di baris1960-an dep1960-an. Dengan meratifikasi ERA, pemerintah harus menyadari bahwa perempuan tidak hanya secara biologis sama dengan laki-laki tetapi juga mereka berhak mendapat perlakuan yang sama di dalam rumah, tempat kerja, dan masyarakat. Sayangnya, tiga perempat dari seluruh negara bagian tidak meratifikasinya. Dengan menafikan kegagalan ERA, feminis sebenarnya telah membawa perubahan yang substansial dalam kehidupan Amerika. Memberikan pilihan yang positif pada perempuan untuk pemenuhan diri pribadi di luar rumah dan hal tersebut pun pada akhirnya akan membawa kemanfaatan bagi Amerika.

Tahun-tahun setelah Perang Dunia II terlihat ada dorongan dari masyarakat agar perempuan kembali ke posisi awal sebelum perang yaitu sebagai ibu rumah tangga. Beberapa perempuan tidak menemukan kepuasan hidup dalam membesarkan anak dan cenderung memenuhi kebutuhan suami. Sentiment ini dan kondisi sosial lain yang menyertai membawa pada kebangkitan kembali gerakan feminis.

Setelah Perang Dunia II, feminis terus berjuang untuk mengimplementasikan kesetaraan hak di semua bidang yang terus bergulir hingga sekarang dalam usaha memecahkan penghalang kaca (glass-ceiling) yang membuat perempuan berbeda dan terhalangi dari koleganya laki-laki pada pencapaian karir yang lebih tinggi. Seperti pengalaman yang sudah lalu, para feminis selalu tidak berada dalam kesamaan pendapat mengenai cara terbaik untuk memperoleh tujuan-tujuan tersebut. Warren Hedges di Southern Oregon University mengemukakan tentang “Taxonomy of Feminist Intellectual Traditions,” dengan mengkategorikan feminisme sebagai berikut: 1) liberal f­eminism, yaitu feminisme yang mencari kesamaan hak perempuan melalui jalur politik dan sipil; 2) cultural feminism, yang berusaha menemukan kembali suara-suara perempuan pada masa lalu dan kemudian memperluas pembelajaran karya-karya canon di sekolah-sekolah; 3) separatism, yaitu untuk membangun ruang

PEMBAGIAN PERAN DALAM RUMAH TANGGA AMERIKA

(Dewi Ulya Mailasari) 375 gerak dan dimana perempuan dapat menentukan nasib berdasar pada nilai-nilai dan kepercayaan yang mereka pegang; and 4) “queer theory,” yang berusaha menggali marjinalisasi, radikalisme dan nilai identitas seksual yang terpinggirkan seperti contohnya homoseksualitas.

Selama periode tahun 1980-an, masyarakat Amerika diwarnai oleh iklim politik konservatif yang terus meningkat dan gerakan feminis menerima reaksi yang kurang baik dari pihak mereka sendiri dan dari golongan anti feminis. Feminisme telah selalu dikritik karena mengutamakan kulit putih, kelas atas dan disorot karena kegagalannya untuk memahami dan memperhatikan perempuan golongan orang miskin, Afrika-Amerika dan hispanik.

Pada tahun 1990-an, muncullah feminisme gelombang ketiga yang masih memperhatikan masalah-masalah yang sama seperti pendahulunya tetapi sekarang lebih terlibat pada bidang politik daripada mengkritisi saja dari luar. Kebanyakan dari generasi muda feminis ini menekankan pada kebutuhan memperluas wilayah feminisme, menekankan pada jaringan global, hak-hak asasi manusia, keadilan ekonomi meliputi seluruh dunia dan isu-isu berkaitan dengan ras, gender dan kelas.

Bagi perempuan Afrika-Amerika, mereka tidak mengidentifikasi diri mereka sendiri sebagai bagian feminis, bagaimanapun, keyakinan dan aktivitas mereka selama ini sudah menyalakan semangat anti rasisme dan gerakan politik

Dalam dokumen Volume 3. Nomor 2. Desember 2010 (Halaman 178-181)