• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRT (Pembantu Rumah Tangga) dalam Perspektif Islam

Dalam dokumen Volume 3. Nomor 2. Desember 2010 (Halaman 46-53)

LIKU KEHIDUPAN DAN PERSPEKTIF ISLAM TENTANGNYA

G. PRT (Pembantu Rumah Tangga) dalam Perspektif Islam

Dalam konsep Islam, manusia, apapun jenis kelaminnya,

adalah ciptaan Tuhan yang paling terhormat dibanding

ciptaan-Nya yang lain. Kehormatan ini diberikan karena manusia adalah makhluk berpikir, berkarya, dan bekerja. Tiga ciri ini merupakan ciri khusus bagi manusia, dan menjadi cara manusia untuk mempertahankan, meningkatkan kesejahteraan hidup, dan menyempurnakan eksistensinya. (QS. Hud [11]: 61). Oleh karena itu, bekerja menjadi hak asasi manusia. Beberapa ayat Al-Quran menyerukan manusia untuk bekerja di manapun, kapanpun, dan apapun sesuai dengan kecenderungan dan pilihan masing-masing. (QS. al-Mulk [67]: 15), (QS. al-Jumu’ah [62]: 10), dan (QS. al-Isra’ [17]: 84).

Dari beberapa ayat Al-Quran di atas disampaikan bahwa bekerja adalah bagian dari pengabdian kepada Allah, dan karenanya ia bernilai ibadah. Apapun pekerjaan tersebut, sepanjang dimaksudkan untuk membuatnya eksis dan dilakukan

PEKERJA RUMAH TANGGA (PRT) _

(Annisa Listiana) 241

dengan cara yang baik ( ), maka hal tersebut

termasuk kategori ibadah. Bahkan, bekerja juga bisa bernilai (berjuang di jalan Allah), jika dimaksudkan untuk membantu keluarga atau orang lain. Hal ini berlaku bagi siapapun, laki-laki atau perempuan.

Perempuan maupun laki-laki, dituntut untuk bekerja guna memperoleh penghidupan yang layak atau memenuhi kebutuhan keluarga. Siapapun dapat memilih pekerjaan apapun sesuai dengan potensi dan kapasitas yang dimiliki. Al-Quran tidak menyebut pekerjaan tertentu untuk jenis kelamin tertentu. Perempuan dan laki-laki dapat bekerja di dalam maupun di luar rumah. Bekerja sebagai PRT tidaklah lebih rendah dibanding profesi lain selama dilakukan dengan cara dan untuk tujuan yang baik

”Siapapun yang bekerja dengan baik, laki-laki maupun perempuan, maka Kami (Tuhan) akan memberinya kehidupan yang baik dan akan Kami beri mereka balasan terbaik atas pekerjaan baik yang telah mereka lakukan.” (Q.S. al-Nahl [16]: 97).

Profesi PRT memang sering dianggap rendah, namun dalam banyak hal peran dan jasa yang diberikan oleh mereka sangat besar sekali terutama bagi majikannya. Jika direnungkan labih jauh, tugas PRT di dalam rumah turut andil dalam kesuksesan majikan di luar rumah. Bayangkan, betapa pusingnya para pemilik rumah besar manakala tidak ada para PRT yang menjaga dan mengurus segala keperluan dalam rumah tangga. Para majikan tidak perlu lagi bingung memikirkan urusan rumah tangga seperti memasak, mencuci, atau bersih-bersih. Nabi dengan jelas menyatakan, ”

”, (sesungguhnya kalian ditolong dan

diberi rezeki oleh orang-orang yang lemah di antara kalian).

Hadis ini cukup memberi petunjuk untuk menghargai kelompok orang yang dianggap lemah, baik atas dasar profesi maupun jenis kelamin.

Memang Al-Quran tidak menyebut secara rinci persoalan PRT ini, namun terdapat banyak hadits Nabi yang menguraikannya. Beberapa hal yang dapat diketahui dari hadits Nabi adalah sesungguhnya para pekerja –termasuk PRT- adalah manusia sebagaimana manusia yang lain. Dia memiliki hak untuk diperlakukan dengan baik, diberikan upah, dan dicukupi

kebutuhannya. Sebuah hadis Nabi menyatakan:

”Siapa saja yang mempekerjakan orang, maka jika si pekerja tidak punya isteri, maka dia hendaknya mencarikan isteri baginya. Jika dia tidak mempunyai pembantu, majikan hendaknya menyediakan pembantu. Jika dia tidak mempunyai rumah, majikan hendaknya menyediakan rumah” (HR. Abu Daud).

Para ulama sepakat di antara hak yang harus didapat oleh PRT adalah kewajiban diberi makan dan pakaian layak bagi PRT seperti makanan dan pakaian majikannya, terutama mengajak mereka makan bersama. Hak PRT dan kewajiban majikan yang lain adalah bahwa mereka tidak boleh diperlakukan dengan

cara-cara kekerasan. Nabi bersabda: ”Jangan kamu pukul

hamba-hamba Allah yang perempuan.” Siti Aisyah, isterinya yang tercinta, memberikan kesaksian dengan mengatakan, ”Nabi saw., tidak pernah memukul isteri maupun pembantunya sama sekali.” Dan, manakala makanan yang dimasaknya tidak

cukup sedap, Nabi tidak pernah memarahinya. Jika majikan

melakukan kesalahan baik disengaja atau tidak, maka etika Islam mewajibkannya untuk meminta maaf. Meski tak pernah melukai pembantunya Nabi adalah orang yang paling banyak meminta maaf kepadanya. Ketika beliau ditanya berapa kali seorang majikan mesti meminta maaf kepada pembantunya, beliau menjawab tujuh puluh kali dalam sehari. Nabi juga selalu mengucapkan terima kasih atas pelayanan mereka.

Hak-hak ekonomi PRT juga wajib dipenuhi majikan. Dalam salah satu sabdanya Nabi memperingatkan kepada para majikan agar memenuhi hak-hak pekerja sebagaimana yang sudah ditetapkan di dalam kontrak. Kelalaian majikan memberikan upah merupakan sebuah pengkhianatan. Tindakan majikan tidak hanya melanggar aturan negara yang patut dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tetapi juga diancam Tuhan dengan hukuman di akhirat. ”Tiga orang yang akan menjadi musuh saya pada hari kiamat: orang yang berjanji atas nama saya tetapi mengkhianati; orang yang menjual orang merdeka lalu hasil penjualannya dimakan; dan orang yang mempekerjakan orang lain tetapi tidak memberikan upahnya padahal dia (pekerja) telah memenuhi pekerjaannya.” (HR. Ahmad

dan Bukhari dalam Shaukani, VI: 35-36). ”Nabi

PEKERJA RUMAH TANGGA (PRT) _

(Annisa Listiana) 243

lebih dahulu.” (HR. Ahmad dalam , VI: 32).

Dalam hadits lain disebutkan: ”Siapa saja yang mempekerjakan

orang dia wajib menyebutkan upahnya.” ( , VI:

33). Upah harus dibayarkan sebelum ”keringatnya kering”,

(tidak ditunda-tunda). Nabi saw mengatakan: ”Berikan segera

upah pekerja sebelum keringatnya kering.” ( I:

76).

Upah adalah hak pekerja dan kewajiban majikan. Jika majikan tidak memberi upah, maka pekerja berhak menuntutnya. Sebagian ahli fikih menegaskan bahwa pekerja boleh menahan barang milik majikan yang dihasilkan dari kerjanya sebagai jaminan jika majikan tidak membayarnya tanpa harus menunggu keputusan pengadilan/pemerintah. (Al-Kasani,

IV: 204). PRT adalah manusia dengan seluruh kapasitas fisiknya yang terbatas. Ia berhak untuk mendapatkan istirahat yang cukup. Karena itu para majikan tidak dibenarkan membebani para pekerjanya di luar kemampuannya. Al-Quran mengajarkan bahwa Tuhan pun tidak pernah membebani makhluk-Nya dengan kewajiban-kewajiban yang tidak mampu ditanggungnya: ”Tuhan tidak membebani orang di luar kemampuannya.” (QS. al-Baqarah [2]: 286). Nabi Muhammad saw., pernah menyatakan: “Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak.” Hak tubuh adalah hak untuk istirahat yang cukup, hak untuk sehat, hak untuk berdaya, dan hak untuk dihormati.

Hak-hak pekerja–termasuk PRT di dalamnya-harus

mendapatkan perlindungan. Sebab dalam etika Islam, seorang

muslim adalah saudara bagi muslim yang lain dan tidak dibenarkan menyakiti atau merendahkan sesamanya. Apa yang menjadi penderitaan seseorang seharusnya juga menjadi derita bagi dirinya. Terlepas dari semua itu, Negara harus menjadi ujung tombak dalam memberikan perlindungan dan jaminan atas hak-hak warganya apapun jenis kelamin, profesi, termasuk PRT. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 Huruf ayat 4 menyatakan, ”Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama pemerintah.” Pada ayat sebelumnya (ayat 2) UUD itu menegaskan, ”Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.

G. Penutup

Berdasarkan uraian di atas, pekerja rumah tangga merupakan pekerjaan yang identik dengan perempuan yang mengalami kekerasan baik dari rumah sampai kepada majikan dan juga ada stereotip serta ada ketidak adilan gender. Ini disebabkan karena konstruksi budaya masyarakat dari awal yang mengidentikkan perempuan sebagai pekerja domestik. Jarang sekali pekerja rumah tangga yang mendapatkan perlakuan seperti pekerja lainnya atau dianggap sebagai keluarga misalnya diberi kamar yang layak, diberi baju yang bagus, diberi waktu untuk ibadah, diberi waktu untuk kegiatan, diberi kepercayaan memegang uang, disekolahkan, bahkan dihormati ataupun dihargai seperti manusia pada umumnya. Ketika Pekerja Rumah Tangga ada masalah atau terjadi sesuatu yang berkaitan dengan kekerasan yang dialaminya baik fisik ataupun psikis, hukum tidak terjangkau olehnya karena sampai detik ini hukum belum mengatur sepenuhnya tentang pekerja rumah tangga yang ternyata menyumbang devisa negara yang cukup besar.

Pekerjaan rumah bagi pemerintah, baik eksekutif, legislatif, Yudikatif, LSM, maupun masyarakat pada umumnya untuk dapat memanusiakan pekerja rumah tangga (PRT) dengan aturan dan perlakuan yang sewajarnya sebagai manusia sama-sama ciptaan Tuhan.

Bagi kita sebagai masyarakat dan juga sesama makhluk, tidak ada salahnya ketika kita menghargai pekerja rumah tangga karena disadari ataupun tidak, kita sangat terbantu dengan adanya pekerja rumah tangga (PRT).

Dalam perspektif Islam, pembantu rumah tangga tak ada bedanya dengan pekerja lain seperti pegawai pemerintah, pekerja kantor, pekerja perusahaan ataupun pekerja bagi individu lainnya. Definisi pekerja adalah setiap orang yang dipekerjakan dengan kompensasi upah atau gaji, apakah mereka menjadi pekerja pada individu, kelompok ataupun pekerja bagi negara. Pembantu rumah tangga termasuk kategori pekerja tersebut. Oleh sebab itu berlaku bagi dia hukum yang terkait dengan pekerja. Yaitu hukum dalam akad kerja mulai dari bentuk dan jenis pekerjaan, masa kerja, upah dan tenaga yang dicurahkan.

Islam mengatur pergaulan suatu keluarga dengan khodimatnya. Keberadaan mereka memiliki posisi yang sangat

PEKERJA RUMAH TANGGA (PRT) _

(Annisa Listiana) 245 penting dalam kaitannya meringankan segala kesulitan muslim lainnya. Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia di antara kamu adalah yang paling banyak manf­aatnya bagi orang lain” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh sebab itu kita harus memperlakukan mereka dengan baik dan hormat sebagai sesama manusia muslim. Imam Ahmad dalam musnadnya mengeluarkan hadits: “Orang Mukmin adalah orang yang dikasihi. Tidak ada kebaikan, bagi siapa saja yang tidak mengasihi dan tidak dikasihi.” Khodimat adalah orang yang membantu meringankan pekerjaan rumah tangga. Karena sifatnya membantu maka ia tidak mengerjakan semua hal. Oleh karena itu perlu adanya kejelasan mengenai jenis pekerjaan apa saja yang akan dikerjakan oleh mereka. Ketentuan jenis pekerjaan ini harus jelas sejak awal mereka mulai bekerja. Demikian juga waktu bekerja mereka harus ada kejelasan. Kapan mereka harus istirahat dan mengerjakan keperluan pribadinya.

Abu Bakar bin Mas’ud, Beirut: Dar al Fikr, 1996.

Charles, Nickie, Feminism, The State and Social Policy, Hongkong: Macmillan Press, 2000.

Hughes, Shirley The Troble With Jack, Portugal: Picture Corgi, 1989.

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transf­ormasi Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cet.II, 1997.

Marhamah Mujib, Kekerasan dalam Rumah Tangga Panduan bagi Konselor, Jakarta: Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan dan The Asia Foundation, 2000.

Saul, Jennifer, Feminisme; Issues and Arguments: New York: Oxford University Press, 2003.

al Suyuthi, Jalaluddin,

Surabaya: al Hidayah, tt.

As Syaukani, , Mesir: Maktabah Musthofa Al Baabi al Halaby wa Aulaadih, tt.

Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13, Tahun 2003.

Vandana Shiva, Bebas dari Pembangunan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997.

Wittgenstein, Ludwig, Tractatus Logico Phylosophicus, Terj. Inggris, London, Newyork: Routledge, 2004.

Yayasan Jurnal Perempuan (Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan Kesetaraan), Vol. 39, Jakarta, Cetakan Pertama, Januari, 2005.

Yeo, Anthony, Konseling Suatu Pendekatan Pemecahan Masalah, Jakarta: BPK Gunung Agung, 1999.

Zainuddin Fannani, Restrukturisasi Budaya Jawa, 2000, Muhammadiyah Press, Cet.I.

Ide Utama

Dalam dokumen Volume 3. Nomor 2. Desember 2010 (Halaman 46-53)