• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perluasan dan Akurasi Makna

Dalam dokumen Bilmauidhah Puitisasi Terjemahan Al Qur'an.bak (Halaman 123-135)

ANALISIS APLIKASI TERJEMAH PUITIS MAHJIDDIN

A. Perluasan dan Akurasi Makna

Dalam menyusun karyanya, Mahjiddin menggunakan terjemahan tafsiriyyah atau maknawiyah,1 yang menjelaskan makna dengan bahasa lain tanpa terikat tertib kata-kata bahasa asal atau susunan kalimatnya. Terjemahan seperti ini mengutamakan ketepatan makna dan maksud secara sempurna dengan konsekuensi terjadi perubahan urutan-urutan kata atau susunan kalimat. Jenis ini disebut juga terjemahan maknawiyyah karena mengutamakan kejelasan makna.

Teknik terjemahan tafsiriyah yang dilakukan Mahjiddin dengan cara

memahami maksud teks bahasa Arab terlebih dahulu. Setelah benar-benar dipahami, maksud tersebut disusun dalam kalimat bahasa penerima tanpa terikat dengan urutan-urutan kata atau kalimat bahasa sumber, dan tetap menggunakan pilihan kata atau kalimat bernuansa seni.

Mengenai perluasan atau tambahan makna (tafsir) yang diberikan penerjemah dapat langsung dilihat sejak surah Fatihah sampai akhir surah

al-       1

al-Zarqâni dan Manna’ al-Qattân sama-sama menamakan terjemahan tafsiriyyah dengan

maknawiyyah. Perbedaan pendapat mereka hanya terletak dalam hal keterangan. al-Zarqâni menamakan terjemahan tafsiriah dengan nama maknawiah disertai keterangan, yakni terjemahan tersebut mengutamakan kejelasan makna. Sedangkan Mannâ’ al-Qaththan tanpa alasan dan keterangan yang jelas. Pemberian nama terjemahan tafsiriah oleh al-Zarqâni bukan tanpa alasan dan keterangan yang logis. Pakar ilmu al-Qur’an ini member nama terjemahan ini dengan tafsiriah

karena tehnik yang digunakan oleh penerjemah dalam memperoleh makna dan maksud yang tepat mirip dengan teknik penafsiran, padahal bukan semata-mata tafsir. Lihat, Muhammad ‘Abd al-‘Azim al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996 M), hal. 113.

Nâs. Mengenai perluasan atau tambahan makna atau tafsir yang diberikan Mahjiddin dapat dilihat contohnya dalam surat Ali Imran ayat 106-108:2

106. Bak uroe dudo nyang puteh muka Ngon itam muka dua kaphilah Nyang itam muka teuma geutanyong ‘Oh lheueh meuiman kakaphe di kah Jinoe karasa adeueb bukon le Sabab kakaphe raya that salah

107. Nyang puteh muka teuma that seunang Bandum ureueng nyan lam rahmat Allah Keukai di sinan sipanyang masa

Nyankeuh chedara dum ayat Allah 108. Kamoe beuet ayat bandum keu gata

Deungen sibeuna hana nyang salah Tan hajat Tuhan Neumeung elanya Meu sidroe hana hukom meuilah

Berbagai pesan yang terdapat dalam teks asli berupa gambaran keadaan manusia di hari kiamat dapat tertampung dalam terjemahan ini. Bandingkan dengan terjemahan ayat-ayat yang sama dalam al-Qur’an dan Terjemahannya

susunan Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an (Departemen Agama)3

yang kemudian disunting dan diterbitkan oleh Mujamma’ Khadim Haramain al-Syarifain al-Malik Fahd li Thiba’at al-Mushaf al-Syarif Madinah Munawwarah.

Bandingkan dengan terjemahan ayat-ayat yang sama dalam al-Qur’an dan Terjemahannya. Secara prosais, terjemahan surat Ali Imran ayat 106 – 108,4

106. Pada hari yang diwaktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Dan adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “ Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu”

107. Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga) mereka kekal di dalamnya.

       2

Mahjiddin Jusuf, al-Qur’an al-Karim Terjemah Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh,

(Banda Aceh: Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI), 2007), hal. 89

3Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Penerbit Yayasan Penyelenggara/ Penerjemah/ Pentafsir al-Qur’an Departemen Agama RI, 1970)

4

Departemen Agama Republik Indonesia. al-Quran dan Terjemahnya. (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), hal. 70

108. Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allah yang berkehendak untuk menganiaya hamba hambanya.

Bandingkan juga dengan gaya puitis HB. Jassin dalam menerjemahkan ayat tersebut di atas:5

106. Pada hari wajah-wajah menjadi

putih (berseri)

Dan wajah-wajah menjadi hitam.

(muram) Adapun orang yang wajahnya

Menjadi hitam,

(Kepadanya dikatakan): Apakah kamu menjadi kafir

sesudah beriman?

Maka rasakanlah olehmu

Siksaan karena kekafiranmu.? 107. Adapun orang yang wajahnya

Menjadi putih,

Mereka itu dalam rahmat Allah, Mereka tinggal di dalamnya

Selama-lamanya. 108. Itulah ayat-ayat Allah

Yang kami bacakan kepadamu

Dengan benar.

Dan tiadalah Allah hendak

Menganiaya makhluk-makhluNya.

Mahjiddin tidak menerjemahkan kalimat sesuai urutan bahasa Arab, ia mencoba untuk mencari padanan kata singkat dan mampu mewakili kepadatan terjemahan secara prosa. Ia beranggapan bahwa terjemahan prosa terlalu panjang dan tidak langsung memberi pesan yang ingin disampaikan ayat. Jassin juga berusaha memberikan makna terjemahan berwajah puisi, namun penulis merasa bahasa yang digunakan Jassin masih panjang laiknya penerjemahan prosa. Kelebihannya terletak pada susunan terjemahan yang diatur sesuai dengan aturan puisi, yang memudahkan pembaca dalam menalar makna yang ingin disampaikan. Ada juga tambahan atau tafsir yang ia berikan untuk penyesuaian sajak serta bunyi. Contoh yang disebutkan adalah ayat 95 surat Ali Imran berikut:6       

5

95. Takheun that beuna cit sidroe Allah Teuma taikot Nabi Ibrahim

Agama gopnyan nyang gleh that leupah Ibrahim nyan kon ureueng nyang muchrek Bah that jibalek le kaphe jadah

Terjemahan ayat ini menurut al-Qur’an dan terjemahannya:7

95. Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah”. Maka ikutilah

agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah ia termasuk orang-orang yang musyrik.

Jadi, baris terakhir Bah that jibalek le kaphe jadah adalah tambahan atau tafsir dari penerjemah. Sebagai penekanan bahwa “keimanan Ibrahim tidak akan berubah walaupun diperdaya oleh kaum musyrik.” Di samping memberikan penekanan makna, tambahan baris terakhir ini juga berfungsi untuk memenuhi susunan puitis empat-empat baris dalam terjemahan. Bedakan dengan model terjemahan puitis Jassin:8

95. Katakanlah: ‘ Allah berkata benar.’ Maka ikutilah agama Ibrahim Yang berpegang pada agama

yang benar

Dan tiada termasuk golongan yang mempersekutukan Tuhan. Contoh lainnya terjemahan surah al-Mukmin ayat 36:9 36. Peura’un jikheun teuma hai Haman

Kapeugot sinan geudong nyang meugah

Kumeung ek keudeh kapeugot rinyeun Beu manyang rinyeun kapeugot bagah

Kata sharhun berarti rumah, menara yang tinggi. Dalam teks di atas, kata sharhun diterjemahkan dengan gedung yang megah mempunyai tangga, sehingga

        6

Mahjiddin Jusuf, al-Qur’an al-Karim Terjemah Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh,

hal. 87

7Departemen Agama Republik Indonesia. al-Quran dan Terjemahnya. hal. 52 8

HB. Jassin, al-Qur’an al-Karim Bacaan Mulia, hal. 82 9

Mahjiddin Jusuf, al-Qur’an al-Karim Terjemah Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh,

terasa panjang. Bandingkan terjemahan ini dengan terjemahan dalam al-Qur’an dan Terjemahannya:

36. Dan berkatalah Fir’aun: “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah

bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu” Jassin menerjemahkan ayat 36 surah Ghafir ini,10

36. Dan berkata Firaun: ‘Hai Haman! Bangunlah bagiku istana yang tinggi, Supaya aku sampai ke pintu-pintu,

Namun terkadang Mahjiddin terlalu mengikuti konstruksi kalimat dalam bahasa Arab. Hal ini bisa menimbulkan terjemahan yang kaku. Ia berpendapat bahwa bahasa terjemahan harus diupayakan tunduk pada gaya bahasa Aceh. Hal ini juga senada dengan pendapat Jassin yang juga berusaha menerjemahkan al-Qur’an dengan makna seharfiah mungkin, walaupun tidak mutlak.11

Dari contoh terjemahan Jassin di atas, terjemahannya dilakukan seharfiah mungkin, karena kata yang tidak dapat diketahui maksud dan penggunaannya sebagai akibat logis dari penerjemahan tersebut. Hal ini terjadi karena tidak selamanya bahasa penerima mampu membunyikan bahasa sumber seperti yang dimaksudkan oleh bahasa sumber itu sendiri. Tim penerjemah al-Qur’an Departemen Agama dalam mengatasi kalimat terjemahan yang asing dengan memberikan tambahan kata-kata dalam kurung atau catatan kaki.12

Catatan kaki yang diletakkan di bagian bawah halaman13 digunakan sebagai penjelasan makna-makna yang samar dan tidak mungkin terwakili dalam bahasa terjemahan. Hal ini hanya dilakukan pada terjemahan secara prosa. Mahjiddin dan juga Jassin tidak mungkin melakukan hal seperti ini karena terjemahannya berbentuk puisi bukan prosa. Jassin dalam sebagian terjemahannya memberikan penjelasan tambahan kalimat yang dianggap samar dalam tanda dua       

10

HB. Jassin, al-Qur’an al-Karim Bacaan Mulia, hal. 658 11

HB. Jassin, al-Qur’an al-Karim Bacaan Mulia, hal. xxv. Lihat juga, HB. Jassin, al-Qur’an al-Karim Bacaan Mulia: Beberapa Catatan HB. Jassin dalam Oemar Bakry (ed.), Polemik H. Oemar Bakry dengan HB. Jassin tentang al-Qur’an al-Karim Bacaan Mulia, (Jakarta: Mutiara, 1979), hal. 25

12Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Madinah al-Munawwarah: Mujamma’ Khadim al-Haramain al-Syarifain li Tiba’at al-Mushaf al-Syarîf, 1990), hal. 13

13

kurung. Berbeda dengan Mahjiddin yang memasukkan makna tambahan tersebut langsung di dalam teks terjemahan.14 Ia tidak menggunakan catatan kaki untuk penjelasan terjemahan yang asing, terkadang hal ini menyulitkan pembaca memahami terjemahannya. Strategi ini dimaksudkan untuk memperjelas makna kata-kata yang dianggap belum dipahami oleh pembaca.

Dalam terjemahan Mahjiddin, terdapat kata-kata yang tidak dapat diketahui maksud dan penggunannya dalam terjemahan. Di antaranya kalimat ‘an al-Naba’ al-Azhîm dalam ayat 2 surah al-Naba’ yang diterjemahkan dengan Haba meukeunong hebat that leupah. Dalam terjemahan Bahasa Indonesia berarti “berita yang besar”, tidak jelas apa yang dimaksud dengan berita besar itu. Terjemahan al-Qur’an Departemen Agama, melalui catatan kaki mengatakan bahwa berita yang besar itu adalah berita tentang hari berbangkit.15

Penerjemahan al-Qur’an hendaknya tidak dilakukan secara harfiyah, melainkan berlandaskan kepada tafsir. Dalam terjemahan harfiyah, maksud kalimat terjemah yang dihasilkan menjadi tidak jelas. Sebenarnya, terjemahan harfiyah dalam pengertian urut-urutan kata dan cakupan makna persis sama dengan bahasa sumber tidak mungkin dilakukan, 16 karena masing-masing bahasa selain mempunyai ciri khas sendiri dalam urut-urutan kata, adakalanya masing-masing ungkapan mempunyai makna yang mengandung nuansa tersendiri.17

       14

Diakui bahwa terjemahan satu kalimat, tidaklah sepenuhnya sama dengan bahasa sasaran yang dimaksud, karena adanya beberapa perbedaan antara kedua bahasa. Lebih-lebih bahasa Arab mempunyai kosa kata yang sangat kaya. Di sisi lain diakui pula, bahwa menerjemahkan al-Qur’an tidak akan pernah berhasil, karena itu banyak ulama yang enggan menggunakan istilah terjemahan al-Qur’an, tetapi “terjemahan makna-makna al-Qur’an”. Namun demikian, istilah terjemahan al-Qur’an di Indonesia lebih banyak digunakan dalam pengertian “terjemahan makna-makna Qur’an”. Dan inilah yang membedakan terjemahan kitab suci al-Qur’an dengan kitab Injil. Lihat Sambutan Menteri Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI, hal. iii. Lihat juga, M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hal. 323.

15

Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 1014 16Ibrahim Zaki al-Khursyid, al-Tarjamah wa Musykilatuha, (Mesir: Dâr al Kutûb, 1985), hal. 56

17

al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’an, hal. 111. Lihat juga, Manna’ al-Qathtan, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2007), hal. 307

Akurasi Makna Terjemahan

Beberapa contoh berikut ini adalah analisa atas terjemahan Al-Qur’an Bersajak Bahasa Aceh. Disini akan dipaparkan ketepatan dalam memilih dan menentukan makna dalam menerjemahkan yang akan berimplikasi pada keakuratan makna.

Tuhan atau Pemelihara

Penerjemahan ini dapat dilihat dalam surah al-Baqarah ayat 21: 18

21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa

21 Hai manusia pubuet ibadat

Seumah Hadharat bek sagai malah

Tuhan nyang peujeuet gata dum meuhat19

Perhatikan kata Rabb dalam teks asli maupun dalam teks terjemahan, kemudian bandingkan naskah terjemahan bahasa Inggris. ﻢﻜﺑر diterjemahkan dengan kata Tuhan, dalam kosa kata Arab بر berarti pemilik atau pemelihara. Makna yang ditangkap Ibn Katsir dari ayat tadi adalah; penjelasan keesaan Allah dalam status-Nya sebagai yang disembah manusia; pemberi nikmat penciptaan dan; penganugerahan nikmat lahir dan batin bagi hambanya. Keterangan Ibn Katsir tidak memuat analisa linguistik, hingga tidak bisa dianalisis kemungkinan makna yang terkandung di dalam ayat tersebut secara lebih jauh.

Dari penjelasan di atas secara semantis bisa dilihat ada makna berikut: بر yang berarti Tuhan dalam peran-Nya sebagai pemelihara; kata Tuhan dalam kamus bahasa Indonesia berarti: Allah, Tuhan Allah; Tuhan Esa; Allah yang hanya satu.20

Dari sini nampaklah bahwa terjemahan tersebut dari segi makna dinilai sudah akurat, karena makna mewakili makna yang diinginkan teks. Dan mungkin akan lebih tepat jika diungkapkan seperti di bawah ini: Hai manusia, sembahlah Tuhan Pemeliharamu, yang telah menciptakan kamu, serta orang-      

18

Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 11 19

Mahjiddin Jusuf, al-Qur’an al-Karim Terjemah Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh,

hal. 4 20

Poerwadarminta W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, PN. Balai Pustaka. 1984), hal. 1094

orang sebelum kamu, agar kamu mampu menjaga dirimu dari adzab. Sebagai bandingan bisa dilihat terjemahan bahasa Inggris بر diartikan Lord, yang berarti Tuhan Pemelihara.21

Makna yang dikandung adalah penegasan ketauhidan, bahwa Allah-lah yang berhak disembah, dengan demikian terjemahan yang ada bagi ayat ini sudah dapat dikatakan tepat dari segi makna, dan penggunaan kata Tuhan sebagai terjemahan dari ﻪﻟإ dinilai tepat makna, karena pengertiannnya merujuk pada peran Allah SWT sebagai yang berhak disembah, dalam terjemahan bahasa Inggris kata tersebut diterjemahkan.

Aniaya atau Syirik?

Contoh berikutnya perhatikan terjemah kata ،ﻢﻠﻈﻳ،ﻢﻟﺎﻈﻟا،ﻢﻠﻈﻟا yang seringkali tidak diterjemahkan, melainkan menggunakan istilah zalim dalam pengungkapan bahasa Indonesia, apakah makna kata tersebut telah terwakili dalam ungkapan kata zalim atau tidak? Dalam bahasa Indonesia zalim diartikan lalim.22 Kata lalim diartikan; menindas, sewenang-wenang, dan tidak adil,23 Kemudian dalam bahasa Arab makna zalim secara etimologi berarti; meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. mengurangi hak.

Permasalahannnya apakah makna kamus sebagaimana yang tertera yang dimaksud oleh suatu ungkapan atau makna lain yang sesuai dengan konteks pengungkapan. Jika makna konteks yang dikehendaki, maka penelusuran makna kata tersebut harus dilakukan, namun jika makna kamus yang dikehendaki, menjadi tidak ada masalah. Sebagaimana yang diungkapkan bahwa aktivitas terjemahan adalah menangkap makna yang dikehendaki teks asli, maka makna kontekslah yang harus dikejar, bukan makna kata per kata.

Surat ayat Teks ayat Tarjamah Makna al-Kahfi: 87

       21

Dalam terjemahan Inggrisnya, Yusuf Ali menerjemahkan Rabb dengan Allah. Namun dalam catatan tambahan dalam foot note, ia menjelaskan bahwa Rabb diartikan dengan Lord.

Abdullah Yûsuf Alî, The Holy Qur’ân: text, Translation and Commentary, (Maryland: Amana Corporation, 1989), hal. 14

22

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 1155 23

Berkata Dzulqarnain: "Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya.

Mahjiddin menerjemahkannya dengan:24 87. Geujaweueb teuma laju ban teupat

Ureung nyang sisat dilon lonbalah Ureung elanya lonseksa leugat Dalam surah al-Zukhruf ayat 65:

Maka berselisihlah golongan-golongan (yang terdapat) di antara mereka; lalu kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim yakni siksaan hari yang pedih (kiamat)..

Terjemahan Mahjiddin:25

65. Han jitem pakat teuma jibantah Jipeudong dawa sabe keudroejih Ceulaka teruk jih nyang lalem leupah Keu jih nyan adeueb uroe kiamat Uroe peudeh that hana ban peugah

Demikian juga dalam surah al-Qalam ayat 29 sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim, Mahjiddin terjemahkan dengan Tanyoe lalem that hana ban peugah.26 Surah Nuh ayat 28 dalam terjemahan Indonesia berbunyi Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan. Terjemahan Mahjiddin teuma si lalem meutamah rugoe.27

Pada ayat 87 dari surat al-Kahfi kata zalim diterjemahkan dengan sesat. Atau dalam terjemahan Mahmud Junus aniaya itu maksudnya kafir28. Secara tidak langsung, pemahaman yang diberikan Mahjiddin sudah mencakup pengertian kafir, ditunjukkan pada kata sisat, dalam pengertian Aceh dimaksud kafir. Lain halnya dengan ayat 29 surat al-Qalam, surah Nuh ayat 28, al-Zukhruf ayat 65 zalim tetap diartikan lalem. Dari contoh terjemahan kata zalim yang disebutkan di       

24

Mahjiddin Jusuf, al-Qur’an al-Karim, Hal. 460 25Mahjiddin Jusuf, al-Qur’an al-Karim, Hal. 763 26

Mahjiddin Jusuf, al-Qur’an al-Karim, Hal. 890 27

Mahjiddin Jusuf, al-Qur’an al-Karim, Hal. 901 28

atas setelah di perhatikan bahwa zalim yang dimaknai dengan aniaya dinilai tepat makna.

Kata al-fasad atau ifsâd kebanyakan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kerusakan. Mahjiddin menerjemahkan makna kalimat al-fasad terkadang dengan kalimat itu sendiri, yang dalam bahasa Aceh ditulis phased, dalam ayat yang lain diterjemahkan dengan jipuebuet jeuheut. makna lain yang dimaksud lafazh tersebut sesuai dengan konteks ujaran. Di bawah ini akan diperlihatkan kata ifsâd dan terjemahannya serta kemungkinan makna yang dikandungnya:

Dalam surah al-Baqarah ayat 11, janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi… Mahjiddin menerjemahkannya dengan bek pubuet jeuheut.29 Dalam surah Al-a’raf: 56, Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, Mahjiddin menerjemahkan dengan Bek pubuet phased di dalam bumoe.30 Juga terjemahan ayat 40 surah Yunus: Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Mahjiddin menerjemahkan dengan Nyang pubuet phased awaknyan teuma.31

Makna ifsâd bervariasi antara kufur, maksiat, menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, mengacaukan atau mengadu domba. Sedangkan kata tersebut pada surat Yunus ayat 40 berarti kufur serta dipilih oleh Ibn Katsir sebagai berikut: Kata kerusakan dalam bahasa Indonesia berarti: sudah tidak utuh atau tidak baik lagi (sperti bejat, tidak teatur lagi). Kiasan bisa berarti buruk, busuk.32

Adalah kekeliruan jika makna sebagaimana dipahami oleh berbagai kalangan penafsir al-Qur’an diabaikan sementara penerjemahan dilakukan secara leterlek. Dengan apik Pickthall menerjemahkan kata mushlihûn dalam surat al-Baqarah dengan peacemakers kedalam bahasa Inggris dan kata ifsâd diterjemahkan dengan ungkapan: make notmischief.33

Agak baik ketimbang terjemahan Indonesia. Makna yang dikandung dalam kata ishlah adalah kedamaian, sebagimana oleh       

29

Mahjiddin Jusuf, al-Qur’an al-Karim, Hal. 3 30Mahjiddin Jusuf, al-Qur’an al-Karim, Hal. 233 31

Mahjiddin Jusuf, al-Qur’an al-Karim, Hal. 138 32

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal, 841 33

Pickthall dijelaskan, dan karenannya kata “ifsād” harus tidak diartikan kerusakan, melainkan keonaran karena menggambarkan disharmoni, atau tidak damai. Jadi kata mushlih dalam ayat surat al-Baqarah ayat 11 tersebut sudah dapat membantu memilih terjemahan yang pas untuk kata ifsâd. Walaupun Pichthall sendiri masih terpaku ketika menerjemahkan kata “ifsâd”, namun sukses dalam memilih kata peacemakers untuk arti muslih. Karena maknanya lebih mewakili “kedamaian” sebuah kondisi saat ayat tersebut diturunkan serta permasalahan sosial yang dihadapi saat itu; tindakan ahlul kitab (yahudi madinah) terhadap orang mu’min yang selalu membuat onar dan mengadu domba antara mu’min dan kafir.

Dalam bahasa Aceh, pubuet jeuheut maknanya berbuat kerusakan, kejahatan atau keonaran. Jadi, makna yang dimaksud Mahjiddin dirasa sesuai dengan maksud kalimat fasad di atas, untuk tetap menjaga makna dan aturan puitis, beberapa kalimat fasad tidak diterjemahkan akan tetapi tetap diartikan fasad.

Kata al-fitnah ( ﺔﻨﺘﻔﻟا ) dalam bentuk maşdar terdapat 11 kali dalam Al-Qur’an yaitu pada surat Baqarah, Ali ‘Imrân, Al -Nisa, Al-Taubah dan al-Ahzab. Sedangkan kata fitnah dalam berbagai variasi bentuk kata terdapat 58 kali dalam 33 surat. Namun di sini akan di bahas dalam bentuk masdar (kata dasar) saja sebagai contoh. Mahjiddin pada surat al-Baqarah ayat 191 dan 217, ali ‘Imrân ayat 7, dan al-Taubah ayat 49, kata fitnah dalam bahasa Aceh pheteunah tidak diterjemahkan.

Tidak diterjemahkannya kata fitnah ini dapat menimbulkan salah paham dikalangan pembaca, karena dalam kosa kata bahasa Indonesia, kata fitnah berarti: perkataan yang bermaksud menjelakkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang dan sebagainya). Memfitnah berarti: menjelekkan nama orang (menodai nama baik).34

Makna dari kata fitnah dalam bahasa Indonesia dan Arab berbeda, dalam bahasa Arab berarti, membuat kekacauan, keonaran, atau demontrasi yang mengakibatkan huru hara. Melihat keterangan di atas, jelaslah bahwa di

       34

biarkannya kata fitnah tanpa diterjemahkan, walau diberi catatan kaki,35 dapat mengaburkan makna yang dikehendaki. Dan itu yang terjadi di kalangan masyarakat luas, bahwa memfitnah lebih besar dosanya dari membunuh, ada juga yang menyatakan memfitnah lebih kejam dari membunuh; fitnah dalam pengertian makna bahasa Indonesia. Maka akan lebih tepat kalau terjamahan itu

Dalam dokumen Bilmauidhah Puitisasi Terjemahan Al Qur'an.bak (Halaman 123-135)