• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Tahun Dasar PDB Indonesia Berbasis SNA

Dalam dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan (Halaman 55-62)

Indeks Singkatan xvi-

Boks 2. Perubahan Tahun Dasar PDB Indonesia Berbasis SNA

Pada penyusunan dokumen APBN-P tahun 2014, data PDB baik menurut pengeluaran maupun lapangan usaha menggunakan tahun dasar 2000 atau disebut dengan seri 2000. Pada seri ini PDB menurut pengeluaran terdiri dari 6 komponen sedangkan PDB menurut lapangan usaha terdiri dari 9 sektor. Namun pada akhir tahun pelaporan 2014, PDB disesuaikan dengan perhitungan tahun dasar 2010 (seri 2010) dimana PDB menurut lapangan usaha menggunakan 17 kategori dan menurut pengeluaran menjadi 7 komponen.

Tabel 1. Perbandingan Klasifikasi PDB seri 2000 dan seri 2010

Seri 2000 Seri 2010 Pengeluran 1. Konsumsi RT 2. Konsumsi Pemerintah 3. PMTB 4. Perubahan Inventori 5. Ekspor Barang dan Jasa 6. Impor barang dan jasa Sektoral

1. Pertanian,

peternakan,kehutanan, dan perikanan

2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, gas, dan air bersih 5. Konstruksi

6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, real estate dan jasa

perusahaan 9. Jasa-jasa

Sumber: Badan Pusat Statistik

Pengeluaran

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non-Profit Rumah Tangga 3. Konsumsi pemerintah

4. PMTB

5. Perubahan Inventori 6. Ekspor Barang dan Jasa 7. Impor barang dan jasa Sektoral

1. Pertanian, kehutanan, dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Pengadaan listrik dan gas 5. Pengadaan air 6. Konstruksi

7. Perdagangan besar dan eceran, reparasi perawatan mobil dan sepeda motor 8. Transportasi dan pergudangan 9. Penyediaan akomodasi dan makan minum 10. Informasi dan komunikasi

11. Jasa keuangan 12. Real Estate

13. Jasa perusahaan

14. Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib

15. Jasa pendidikan

16. Jasa keseatan dan kegiatan sosial 17. Jasa lainnya 14,42 11,29 23,69 0,77 9,98 14,32 6,99 7,52 11,01

2013

14,33 10,49 23,71 0,8 10,05 14,6 7,39 7,65 10,98

2014

Pertanian, peternakan,.. Pertambangan dan Penggalian Industri pengolahan

Listrik, gas, dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, real estat dan jasa perusahaan Jasa-jasa

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2014 (Audited)

Catatan atas Laporan Keuangan -13- PDB tahun dasar 2010 tersebut telah mengimplementasikan System of National Accounts (SNA) 2008 yang merupakan rekomendasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu rekomendasi PBB dalam buku panduan SNA 2008 bahwa pergantian tahun dasar dilakukan pada tahun yang berakhir 0 dan 5 dengan maksud untuk menjamin keterbandingan PDB secara internasional dan penyusunannya melalui kerangka Supply and Use Tables (SUT) 2010. Penyusunan SUT berguna untuk menjaga konsistensi penghitungan PDB dengan 3 pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran dan pendapatan. Selain itu, perubahan tahun dasar PDB memberikan gambaran perekonominan nasional terkini, menunjukkan penghitungan yang lebih akurat terkait level dan struktur ekonomi dengan memasukkan kegiatan ekonomi baru yang belum dicatat dalam penghitungan sebelumnya.

Selain perubahan komponen menurut pengeluaran maupun lapangan usaha menurut produksi, PDB Seri 2010 juga dimaksudkan untuk mencakup perubahan struktur ekonomi selama 10 tahun terakhir, khususnya akibat perubahan teknologi dan informasi yang berpengaruh terhadap pola distribusi dan munculnya kegiatan ekonomi yang baru serta produk baru yang terjadi selama 10 tahun terakhir. Sebagai konsekuensinya, terdapat perbedaan hasil perhitungan PDB, baik secara nilai maupun pertumbuhan, misalnya PDB nominal, PDB konstan dan pertumbuhan PDB.

Tabel 2. Perbandingan Perkembangan PDB Seri 2000 dan Seri 2010

2010 2011 2012 2013 2014

PDB Nominal Tahun Dasar 2000 (Rp T) 6.446,9 7.419,2 8.229,4 9.084,0 10.094,9 PDB Nominal Tahun Dasar 2010 (Rp T) 6.864,1 7.843,7 8.662,6 9.578,4 10.542,7 PDB Riil Tahun Dasar 2000 (Rp T) 2.314,5 2.464,6 2.618,9 2.770,3 2.909,2 PDB Riil Tahun Dasar 2010 (Rp T) 6.864,1 7.287,3 7.726,5 8.152,9 8.568,10 Pertumbuhan PDB Tahun Dasar 2000 (%) 6,2 6,5 6,3 5,7 5,06 Pertumbuhan PDB Tahun Dasar 2010 (%) 6,4 6,2 6,0 5,5 5,02 Sumber: Badan Pusat Statistik

Inflasi Sepanjang tahun 2014, harga berbagai komoditas secara umum menunjukkan adanya kenaikan. Pada bulan Desember 2014, dari hasil pemantauan BPS di 82 kota tercatat seluruh kota mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi terjadi di Merauke sebesar 4.53 % dengan IHK 123,90 dan terendah terjadi di Meulaboh sebesar 1,17 % dengan IHK 120,56. Tingkat inflasi tahun ke tahun (Desember 2014 terhadap Desember 2013) sebesar 8,36 persen.

Kelompok volatile food mengalami tekanan inflasi sepanjang tahun 2014 hal ini terjadi akibat ketidakstabilan harga dan keterbatasan stok beberapa volatile food seperti beras dan aneka cabai yang terjadi hingga penghujung tahun 2014 .

Sementara, tekanan inflasi dari kelompok administered prices meningkat. Peningkatan inflasi pada kelompok ini terjadi antara lain karena pengalihan subsidi BBM di penghujung tahun yang menyebabkan harga BBM di masyarakat menggunakan harga non subsidi untuk jenis premium dan subsidi tetap untuk jenis solar, penyesuaian tarif listrik kelompok Rumah Tangga dan Industri, penyesuaian harga LPG 12 kg, serta penyesuaian kenaikan tarif angkutan secara umum seiring musim liburan.

Di sisi lain, penurunan harga komoditas global yang dapat mengkompensasi tekanan inflasi yang berasal dari depresiasi rupiah dinilai sebagai penyebab cukup terkendalinya inflasi inti. Dalam rangka menjaga kestabilan harga domestik, Pemerintah terus melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia melalui forum TPI dan TPID terutama pada upaya penentuan mekanisme fixed subsidy BBM dan reformasi subsidi energi lainnya, kemampuan fiskal pemerintah dalam mengalokasikan penghematan subsidi serta pengawasan, distribusi dan

Catatan atas Laporan Keuangan -14- stabilitasi harga pangan strategis. Laju inflasi bulanan (m-to-m) dan Tahunan (y-o-y) selama tahun 2014 tergambar di Grafik 4.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 4. Tren Laju Inflasi Bulanan dan Tahunan Tahun 2014

Nilai Tukar Rupiah Selama tahun 2014 nilai tukar rupiah mengalami tekanan depresiasi. Secara rata-rata rupiah tercatat melemah sebesar 12,67 persen pada level Rp11.878/USD dari sebelumnya sebesar Rp10.452/USD di tahun 2013. Secara point to point (ptp) pada 31 Desember 2014, rupiah terdepresiasi sebesar 2,06 persen (yoy) dari Rp12.189/USD di 31 Desember 2013 ke level Rp12.440/USD.

Tekanan terhadap nilai tukar rupiah atas dolar AS khususnya terjadi pada triwulan IV tahun 2014. Kejadian ini dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya menguatnya dolar Amerika Serikat terhadap hampir seluruh mata uang berbagai negara sejalan dengan perbaikan ekonomi Amerika Serikat dan rencana kenaikan suku bunga Fed Fund Rate, melambatnya perekonomian global, serta perilaku investor yang menunggu proses peralihan pemerintahan. Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya sehingga dapat mendukung penyesuaian ekonomi secara terkendali. Di samping itu, koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus ditingkatkan dalam menjaga stabilitas ekonomi makro dan persepsi positif pasar terhadap perekonomian Indonesia.

Neraca Pembayaran Indonesia

Kinerja NPI tahun 2014 secara keseluruhan menunjukkan peningkatan yang signifikan. NPI 2014 mencatatkan surplus USD 15,2 miliar setelah sebelumnya mengalami defisit USD 7,3 miliar pada tahun 2013. Peningkatan ini didukung juga dengan menyusutnya defisit transaksi berjalan menjadi USD 26,2 miliar (2,95 persen PDB) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar USD 29,1 miliar (3,18 persen PDB). Perbaikan ini bersumber dari kenaikan surplus neraca transaksi modal dan finansial serta neraca perdagangan non migas, seiring penurunan impor mengikuti pelemahan permintaan domestik. Meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial sebesar USD 43,6 miliar dari sebelumnya sebesar USD 22,00 miliar di tahun 2013 yang berasal dari aliran masuk investasi asing langsung (FDI) dan surplus investasi lain dari penarikan simpanan penduduk di luar negeri serta penarikan pinjaman LN korporasi. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya kepercayaan investor terhadap prospek pertumbuhan ekonomi indonesia. Kinerja perdagangan non migas mengalami perbaikan terutama karena tingginya permintaan minyak nabati dan ekspor manufaktur, sedangkan di sisi migas, defisit neraca perdagangan migas menyusut walaupun volume impor minyak meningkat, hal ini dikarenakan melemahnya harga minyak mentah dunia.

8,22 7,75 7,32 7,25 7,32 6,70 4,53 3,99 4,53 4,83 6,23 8,36 1,07 0,26 0,08 -0,02 0,16 0,43 0,93 0,47 0,27 0,47 1,50 2,46 -2 0 2 4 6 8 10

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Persen

Bulan

Inflasi Tahun 2014

y-o-y m-t-m

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2014 (Audited)

Catatan atas Laporan Keuangan -15- Sumber :Bank Indonesia

Grafik 5. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Triwulanan 2013-2014 Ekspor dan Impor

Tahun 2014

Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia periode Januari – Desember 2014 sebesar USD 176,29 miliar atau menurun 3,43 persen dibanding periode yang sama tahun 2013. Capaian ekspor ini terdiri dari ekspor non migas senilai USD 145,96 miliar atau turun 2,64 persen dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya dan ekspor migas sebesar USD 30,33 miliar atau turun 7,05 persen dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan kinerja ekspor ditahun 2014 dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pelemahan permintaan global khususnya dari negara mitra dagang utama Indonesia yaitu Tiongkok dan Jepang serta strategi kebijakan pemerintah untuk mendorong peningkatan nilai tambah ekspor minerba.

Selama periode Januari – Desember 2014 total impor mencapai 178,18 miliar atau turun 4,53 persen dibanding dengan periode yang sama tahun 2013. Capaian impor ini terdiri dari impor non migas senilai USD134,72 miliar atau turun 4,70 persen dan impor migas sebesar USD43,46 miliar atau turun 3,99 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai impor golongan barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar 3,59 persen, 4,05 persen dan 7,07 persen. Perlambatan impor berasal dari penurunan impor barang konsumsi dan kontraksi impor barang modal serta bahan baku. Penurunan impor juga terkait dengan respons kebijakan dalam mengendalikan permintaan domestik dan kebijakan pemerintah dalam mengurangi ketergantungan terhadap barang impor. Tren perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan selama tahun 2012-2014 dapat dilihat pada grafik 6.

-6.007 -10.126-8.640 -4.342 -4.149 -8.939 -6.963 -6.181 37 8.697 4.578 8.698 6.968 13.872 14.731 7.794 -15.000 -10.000 -5.000 0 5.000 10.000 15.000 20.000 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV 2013 2014 Ju ta U S D

Neraca Pembayaran Indonesia Tahun 2013-2014

Transaksi Berjalan Transaksi Modal dan Finansial Neraca Keseluruhan

Catatan atas Laporan Keuangan -16- Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 6. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Semesteran 2012-2014 (Miliar USD)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 7. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Bulanan 2014 (Juta USD)

Cadangan Devisa Sepanjang Triwulan IV tahun 2014, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang dipengaruhi oleh perbaikan transaksi berjalan serta surplus transaksi modal dan finansial berhasil mendorong kenaikan cadangan devisa dari USD111,2 miliar pada triwulan III tahun 2014 menjadi USD111,86 miliar pada triwulan IV atau setara dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Peningkatan cadangan devisa merupakan refleksi daya tahan perekonomian nasional terhadap tekanan sektor eksternal.

0,08 -1,52 -3,34 -0,73 -1,17 -1,04 -4,0 -3,5 -3,0 -2,5 -2,0 -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 82 84 86 88 90 92 94 96 98 Sem I 2012 Sem II 2012 Sem I 2013 Sem II 2013 Sem I 2014 Sem II 2014

Ekspor, Impor, Neraca Perdagangan Semesteran (USD Miliar)

Ekspor Impor Neraca Perdagangan -444 843 669 -1.963 53 -288 42 -312 -270 21 -426 187 -2.500 -2.000 -1.500 -1.000 -500 0 500 1.000 12.000 12.500 13.000 13.500 14.000 14.500 15.000 15.500 16.000 16.500

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Ekspor, Impor, Neraca Perdagangan Bulanan Tahun 2014

(Juta USD)

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2014 (Audited)

Catatan atas Laporan Keuangan -17- Sumber : Bank Indonesia

Grafik 8. Cadangan Devisa 2014 (Miliar USD)

BI Rate Pada bulan November dan Desember 2014, BI rate diputuskan berada di level 7,75 persen dimana dari Januari - Oktober 2014 BI rate sebesar 7,50 persen. Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju sasaran 4±1 persen pada 2015 dan 2016 serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia, penetapan sasaran inflasi dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, ditetapkan sasaran Inflasi untuk periode 2013 – 2015, masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi ±1%.

Suku Bunga Surat Berharga Negara (SBN)

Ketertarikan investor terhadap obligasi pemerintah masih tetap tinggi. Hal tersebut terlihat dari kepemilikan asing yang terus meningkat pada surat berharga negara (SBN) yang dapat diperdagangkan (tradable). Porsi kepemilikan asing pada SBN tradable pada 12 Desember 2014 tercatat mencapai 38,6 persen dengan nilai nominal sebesar Rp 470,0 triliun atau lebih tinggi dibanding posisinya pada akhir tahun 2013 yang mencapai 32,5 persen dengan nominal Rp323,9 triliun.

Suku Bunga SPN 3 Bulan

Berakhirnya stimulus moneter oleh The Fed pada Quantitative Easing (QE 3) pada akhir Oktober 2014 menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pergerakan tingkat suku bunga obligasi Pemerintah Indonesia. Tingkat obligasi pemerintah dengan tenor 5, 10, dan 30 tahun terlihat mengalami tekanan sejak pertengahan tahun 2013 dan terus berlanjut hingga tahun 2014. Selain faktor global, tingkat suku bunga obligasi pemerintah mengalami peningkatan yang disebabkan oleh tekanan yang bersumber dari faktor domestik seperti kenaikan laju inflasi. Tekanan terhadap tingkat suku bunga obligasi juga tercermin pada obligasi negara dengan tenor pendek, seperti Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan juga mengalami hal serupa. Meskipun demikian, rata-rata tingkat suku bunga SPN 3 bulan pada Tahun 2014 masih dapat dikendalikan di tingkat 5,8 persen atau lebih rendah dibandingkan asumsi APBN- P 2014 sebesar 6,0 persen.

IHSG Perkembangan pasar saham domestik selama 2014 menunjukkan kinerja positif seiring dengan sentimen positif global dan perbaikan data ekonomi domestik. IHSG pada triwulan I 2014 mencapai level 4.768,28 (28 Maret 2014) atau naik 11,6% (qtq) dibandingkan level triwulan IV 2013 yang sebesar 4.274,18. Sedangkan pada triwulan II 2014 mencapai level 4.878,58 (30 Juni 2014) atau naik 2,3% (qtq) dibandingkan triwulan I 2014. Pada Triwulan III 2014 mencapai level 5.137,58 (30 September 2014) atau naik 5,3% (qtq) dibandingkan

102.59 107.68 111.16 111.86 96 98 100 102 104 106 108 110 112 114 Tw I Tw II Tw III Tw IV Miliar USD

Cadangan Devisa 2014

Catatan atas Laporan Keuangan -18- triwulan II 2014. Pada Triwulan IV 2014 mencapai level 5.226,95 (31 Desember 2014) atau naik sebesar 1,7% (qtq) dibandingkan dengan triwulan III 2014. Dibandingkan dengan penutupan tahun lalu Indeks pasar saham IHSG naik 22.3%. Penguatan IHSG dipicu oleh inflasi yang terkendali serta optimisme terhadap perbaikan corporate earnings. Sementara itu, sentiment positif eksternal yang mendorong kinerja IHSG adalah spekulasi kebijakan pemerintah Tiongkok yang akan mendorong pasar saham dan rilis data trade balance Tiongkok yang mengalami surplus lebih tinggi dari perkiraan.

Sumber : Bursa Efek Indonesia

Grafik 9. Tren Laju IHSG Bulanan Tahun 2013-2014 Fungsi Intermediasi

Perbankan

Di tengah proses penyesuaian dalam perekonomian domestik, ketahanan industri perbankan masih terpelihara ditopang oleh modal yang kuat dan risiko kredit yang terkendali. Hingga akhir 2014, fungsi intermediasi perbankan berlangsung baik seperti tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang berada pada level 89,42 persen. Pada Desember 2014, rasio kecukupan modal bank (CAR/Capital Adequacy Ratio) tercatat sebesar 19,4 persen, jauh di atas ketentuan minimum 8 persen. Rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross juga masih terjaga pada level rendah dan stabil di kisaran 2,00 persen, Desember 2014 NPL berada pada posisi 2,2 persen.

Tabel 3. Perkembangan CAR, LDR, dan NPL Bulanan 2014

Indikator

2014

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des

LDR (%)* 90,47 90,47 91,79 90,79 90,30 90,25 92,19 90,63 88,93 88,45 88,65 89,42 NPL Gross (%) 1,9 2 2 2 2,2 2,2 2,2 2,3 2,3 2,3 2,4 2,2 CAR 19,6 19,8 19,8 19,4 19,5 19,3 19,3 19,3 19,4 19,5 19,6 19,4

Sumber : Bank Indonesia Lifting Minyak dan

Gas

Lifting minyak mentah Indonesia selama tahun 2014 (Desember 2013 – November 2014) rata-rata mencapai kisaran 794 ribu barel per hari yang berarti lebih rendah bila dibandingkan dengan target APBN-P tahun 2014 sebesar 818 ribu per barel per hari. Rata-rata lifting gas dalam Tahun 2014 (Desember 2013 – November 2014) mencapai 1.224 ribu barel setara minyak per hari sama dengan target APBN-P 2014. Rendahnya realisasi lifting minyak bumi antara lain disebabkan karena menurunnya kapasitas produksi sumur-sumur migas, beberapa permasalahan teknis meliputi cuaca buruk, dan adanya pemunduran jadwal produksi dari rencana semula oleh beberapa kontraktor.

4.000 4.500 5.000 5.500

Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov

2013

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tahun 2013-2014

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2014 (Audited)

Catatan atas Laporan Keuangan -19- Harga Minyak

Mentah Indonesia

Harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) di tahun 2014 cenderung meningkat pada Semester I, kemudian mengalami penurunan pada Semester II. Pada bulan Januari 2014, ICP berada di kisaran USD105,80 per barel, selanjutnya pada bulan-bulan berikutnya, ICP mengalami kenaikan harga dan berada di level tertinggi pada bulan Juni 2014 di kisaran USD108,95 per barel. Harga rata-rata ICP sampai dengan semester I tahun 2014 sebesar USD106,73 per barel. Namun pada Semester II 2014 rata-rata ICP mengalami penurunan. ICP mulai turun pada bulan Juli, penurunan tersebut terus terjadi hingga akhir tahun. Hal tersebut diantaranya dipengaruhi oleh faktor penurunan permintaan minyak mentah jenis direct burning di Jepang akibat substitusi dari direct fuel dengan natural gas dan batubara. Penurunan harga tersebut sejalan dengan perkembangan minyak mentah utama dunia dan juga di pengaruhi oleh pertemuan negara-negara OPEC yang sepakat tidak memotong produksi serta dampak meningkatnya pasokan substitusi minyak khususnya shale oil and gas. Pada bulan desember 2014 harga rata-rata ICP menurun ke kisaran USD 59,56 per barel yaitu turun 20,46% dari rata-rata ICP November 2014 sebesar USD 75.39 per barel. Angka tersebut adalah harga minyak mentah Indonesia terendah selama tahun 2014. Rata-rata ICP tahun 2014 adalah USD 97 per barel.

Dalam dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan (Halaman 55-62)