• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN-3 Pendahuluan

RENCANA AKSI TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG LEBIH BAIK PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2012-2014

PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN-3 Pendahuluan

1. Program ini merupakan perluasan dari P2KP, PNPM MP dan kegiatan Additional Financing (AF) dari kelurahan yang sebelumnya ke kelurahan baru. Proyek ini akan menggunakan kebijakan perlindungan yang telah diadopsi oleh proyek P2KP dan PNPM MP I dan Pendanaan Tambahan (AF). Sehubungan dengan isu lingkungan, proyek ini tetap sebagai Kategori B. Telah dilaksanakan untuk P2KP-1, sedangkan untuk kegiatan P2KP (P2KP-2, P2KP AF, dan P2KP-3) dan PNPM MP I dan AF berada di bawah pelaksanaan, dengan sebagian besar kecil skala sub-proyek (yaitu toilet umum, jalan lokal, drainase dan sanitasi, fasilitas air, perbaikan perumahan, dll) saat ini sedang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat. Langkah-langkah pengamanan sejauh ini telah memadai untuk mengurangi masalah pengamanan.

2. Program ini akan mengadopsi Pedoman Lingkungan, Pembebasan Tanah dan Kerangka Pemukiman Kembali serta Kerangka Masyarakat Adat yang telah diadopsi oleh PNPM MP III yg terus menerus dikembangkan dari yang digunakan oleh PNPM PerkotaanPNPM MP I dan II yang masing-masing disajikan pada Lampiran 10A, 10B dan 10C.

3. Kerangka kerja Pengamanan ini telah diuraikan dalam pedoman pelaksanaan dan pedoman teknis, dan akan terus diperbarui untuk mengakomodasi pelajaran terkait masalah pengamanan. Berikut ini rangkuman pengalaman di P2KP-2 dan P2KP-3 berkaitan dengan isu-isu kebijakan upaya perlindungan, terutama untuk skala kecil sub-proyek investasi.

Perkara Lingkungan

4. P2KP / PNPM MP telah membiayai sekitar 336,140 sub-proyek infrastruktur, dengan total biaya sebesar US $ 297,000.000, menunjukkan ukuran rata-rata proyek US $ 880 (Rp.7.95 juta). Kegiatan ini terdiri dari jalan dan perbaikan jembatan tersier (50%), kegiatan drainase (18%), toilet umum (8%), kegiatan sanitasi (1,5%) dan pasokan air (5%). Tabel 1 di bawah memberikan rincian untuk sub-proyek di UPP2 dan UPP3.

5. Ukuran kecil dan sifat kegiatan ini berarti bahwa tidak ada dampak lingkungan yang merugikan, dan prosedur operasi standar untuk mitigasi lingkungan (seperti per PNPM MP-1) terbukti memadai

Tabel 1 : Kegiatan Sub Proyek di P2KP No Jenis Kegiatan Jumlah BKM yang melakukan kegiatan

Volume Unit Biaya (Rp) MasyarakatSwadaya

1 Perbaikan Lingkungan Jalan 2430 5,913,788 meter 82,485,413,256 98,691,900,892

2 Drainase 1765 2,059,240 meter 32,356,036,299 15,533,499,656

3 Air Bersih 1455 109,585 units 24,189,840,191

23,923,141,230

4 MCK Umum 1575 19,523 units 23,274,980,037

5 Limbah Padat 541 13,672 units 2,978,125,441

6 Others 756 28,621 8,205,745,919 3,548,529,914

TOTAL 8522 173,490,141,143 141,697,071,692

Sumber MIS, November 2011

Sumber Daya Budaya Fisik

6. Sumber Daya Budaya Fisik disini diartikan sebagai obyek budaya yang bergerak dan tidak bergerak seperti tempat, struktur atau kumpulan struktur, obyek-obyek alam dan pemandangan yang memiliki nilai arkeologi, paleontologi, sejarah, arsitektur, keagamaan, estetika atau nilai budaya yang signifikan. Cagar Budaya mungkin terletak di lingkungan perkotaan dan mungkin di luar atau di dalam wilayah komunitas Internasional. Sumber Daya Budaya Fisik penting sebagai sumber informasi ilmiah dan sejarah, sebagai asset untuk pengembangan ekonomi dan pembangunan social dan sebagai bagian integral dari ciri budaya masyarakat mau kehidupan praktis

7. Kebijakan Sumber Daya Budaya Fisik berlaku untuk : i) kegiatan yang melibatkan penggalian yang cukup besar, penghancuran dan pemindahan tanah, banjir, atau perubahan fisik lingkungan; ii) kegiatan yang terletak didalam, atau pinggiran dari obyek-obyek warisan budaya, dan iii) kegiatan yang direncanakan untuk mendukung manajemen atau konservasi Sumber Daya Budaya Fisik.

8. Bila kegiatan proyek memungkinkan menimbulkan dampak negatif terhadap Sumber Daya Budaya Fisik maka BKM/LKM - Badan Keswadayan Masyarakat Lembaga

Keswadayaan Masyarakat - sebagai pelaku kunci harus mencari langkah-langkah yang

tepat untuk menghindari hal tersebut terjadi atau menangulangi dampak tersebut sebagai bagian dari penyiapan atau peninjauan kembagi PJM Pronangkis dan atau RPPRPLP (Rencana Penataan PermukimanRencana Penataan Lingkungan Permukiman) dari program khusus di tingkat kelurahan. Dalam kasus dimana seluruhan Sumber Daya

Budaya Fisik yang ada hancur, tindakan ini dapat mencakup perlindungan seluruh tapak atau penangulangan selektif termasuk penyelamatan dan dokumentasi

9. Sebagai bagian integral dari proses penyusunan PJM dan RPPRPLP (Rencana Penataan PermukimanRencana Penataan Lingkungan Permukiman) BKM/LKM harus mengenbangkan rencana pengelolaan Sumber Daya Budaya Fisik yang mencakup langkah-langkah untuk menghindari atau menangulangi dampak negative yang terjadi terhadap Sumber Daya Budaya Fisik, termasuk penyiapan pengelolaan peluang pendanaan and setiap langkah yang dibutuhkan untuk memperkuat kemampuan kelembagaan serta sistem monitoring untuk melacak kemajuan kegiatan tersebut. Rencana tersebut akan termasuk dalam PJM dan RPPRPLP (Rencana Penataan PermukimanRencana Penataan Lingkungan Permukiman). Karena pembangunan di wilayah lindung adalah salah satu daftar negatif tidak ada pembangunan baru atau perluasan yang akan didukung di wilayah lindung, termasuk konserfasi budaya dalam proyek ini. Sepertinya hampir tidak mungkin subproyek yang diusulkan akan memberikan dampak negatif kepada Sumber Daya Budaya Fisik.

10. Sifat partisipatif yang tinggi dari proyek akan menjamin bahwa komunitas/masyarakat dapat mengidentifikasi kalau sub proyek yang diusulkan akan memberikan dampak pada Sumber Daya Budaya Fisik dan memastikan bahwa dampak tersebut bukan dampak yang buruk terhadap Sumber Daya Budaya Fisik. Dengan demikian usulan sub proyek menuntut identifikasi tiap kegiatan yang akan dilakukan dan pengelompokan usulan subproyek sesuai dengan tindakan mitigasi yang layak. Hal ini akan dilakukan selama proses penyiapan PJM dan Rencana Penataan PermukimanRencana Penataan Lingkungan Permukiman.

Pembebasan Lahan Sukarela dan Permukiman Kembali yang Dipaksakan

11. Hampir semua kebutuhan tanah untuk kegiatan subproyek adalah kontribusi sukarela dari masyarakat. Sebagai proyek yang berbasis masyarakat dan proyek partisipatif maka subproyek diusulkan, direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat, disamping lahan, kontribusi sukarela dari masyarakat mencakup dana tunai dan tenaga kerja. Lebih lanjut dokumentasi dari proses konsultatif dan informasi pendukung akan termasuk dalam usulan sub proyek. KMW/OC dan Fasilitator harus memastikan bahwa kontribusi sukarela dari tanah diputuskan melalui proses konsultatif dengan pemilik lahan dan penerima manfaat tanpa tekanan dan didokumentasikan dengan baik. KMWKMW/OC dan BKM/ LKM harus meninjau kembali dan memverifikasi dokumentasi tersebut. Oleh sebab rata-rata subproyek yang mendapat kontribusi lahan sukarela sangat kecil (US$485.-)

kontribusi lahan suka rela per subproyek juga sangat kecil, utamanya untuk pelurusan jalan, jaringan air minum dan fasilitas sanitasi. Meskipun berbeda per subproyek, pengalaman P2KP dan PNPM Perkotaan PNPM MP menunjukkan bahwa bahwa tanah dibutuhkan untuk tiap subproyek (termasuk untuk pilot penataan permukiman) pada umumnya kecil. Pengamatan lapangan mengusulkan bahwa untuk MCK umum lahan yang dibutuhkan 30m2. Untuk perbaikan drainasi/kanal pada umumnya lahan dibutuhkan untuk memperluas atau pelebaran saluran. Jadi sejauh ini belum ada pengaduan terkait dengan lahan.

12. Oleh sebab proyek ini akan tetap membiayai sub rpoyek infrastruktur skala kecil, maka tidak ada jumlah yang cukup signifikan dilihat sebagai investasi tanah oleh masyarakat. Seperti P2KP dan PNPM MP semua lahan yang dibutuhkan untuk membangun subproyek infra adalah kontribusi sukarela dari para pemanfaat. Keputusan kontribusi lahan diambil berdasarkan proses konsultatif partisipatif yang intensif antar warga masyarakat selama persiapan subproyek. Praktek-praktek semacam ini akan tetap dilanjutkan dalam proyek ini.

Penduduk Asli atau Masyarakat Rentan Terisolasi

13. Sampai saat ini tidak ada penduduk setempat yang terlibat atau terpengaruh didalam P2KP-2 dan P2KP-3. Baik dalam PNPM MP-1 dan AF. Skreening awal dilakukan menace IP Study (2010) yang disiapkan Bank Dunia menunjukan bahwa penduduk asli ada di 11 desa di 8 Propinsi di luar Jawa (Aceh, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Irian Jaya Barat). Mereka mungkin atau tidak terlibat atau terkena dampak proyek. Mengingat study tersebut disiapkan menggunakan berbagai pemahaman tentang karakteristik penduduk asli dan informasi lama dari berbagai pihak termasuk pemerintah, keberadaan penduduk asli seperti dirumuskan di O.P 4.10 di kelurahan di 8 provinsi harus diverifikasi dan konfirmasi ulang selama proses pelaksanaan proyek. Kalau ada, seperti dalam kasus dimana teridentifikasi adanya potensi dampak lingkungan dan kebutuhan lahan, dimana penduduk asli adalah termasuk dari penerima manfaat atau mungkin atau tidak terkena dampak subproyek hanya akan diketahui dalam proses pelaksanaan subproyek. Proyek ini akan mengadopsi IPPF yang telah diperbaharui, pedoman pelaksanaan dan pedoman teknis dari PNPM MP III yang masih berjalan dan selalu dipadukan dengan OP/BP 4.10 tentang Penduduk Asli