• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Model Pengembangan PAUD HI; Didorong oleh Masyarakat vs. Didorong

4.3 Pembahasan Temuan

4.3.1 Proses Pembentukan

Salah satu tujuan utama program PAUD adalah mengurangi kesenjangan layanan pendidikan anak usia dini yang tersedia di perkotaan dan perdesaan. Dalam upaya meningkatkan jangkauan, selain peningkatan jumlah layanan dengan mendirikan pos PAUD baru, semestinya perlu juga dilakukan upaya untuk perbaikan pos PAUD yang telah ada.

Pada PAUD World Bank, terdapat persepsi kuat di lapangan (khususnya di Kabupaten Garut) bahwa dukungan hanya diberikan untuk mendirikan pos PAUD baru. Hal ini menimbulkan kecemburuan, konfl ik di kalangan masyarakat dan bahkan kerugian bagi pos PAUD yang telah ada. Misalnya, tutor yang memenuhi syarat “ditarik” dari PAUD yang ada untuk memenuhi syarat pendirian PAUD baru. Konfl ik juga muncul saat lokasi PAUD baru berdekatan dengan PAUD yang telah ada, walaupun berada di daerah administratif (desa) yang berbeda. Kecemburuan masyarakat muncul khususnya di antara PAUD yang telah ada, karena merasa upaya mereka – mendirikan PAUD dari nol, dan berjuang untuk terus bertahan –kurang dihargai oleh pemerintah. Dalam beberapa kejadian, PAUD baru didirikan hanya untuk mendapatkan dana. Menarik dicatat, beberapa anggota masyarakat berhasil “mengakali” persyaratan bantuan World Bank dengan mengganti nama PAUD yang telah ada dan melaporkannya sebagai PAUD yang baru didirikan. Karenanya dapat dikatakan bahwa peningkatan jumlah PAUD baru tidak selalu sama dengan peningkatan kualitas dan jangkauan.

Untuk menjamin partisipasi masyarakat dalam suatu program, persiapan sosial yang menyeluruh perlu dilakukan sedari awal pelaksanaan. Memberikan kesadaran mengenai pentingnya program dan penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pelaksanaan program, akan menentukan keberhasilan program. Dalam kasus PAUD Child Fund, di luar lembaga PAUD, lembaga lainnya (panitia) juga dibentuk dalam masyarakat untuk melakukan fungsi monitoring. Panitia ini terlibat dalam merekomendasikan penguatan kapasitas tutor PAUD dan pengawasan pengelolaan dana. Dengan demikian akan tumbuh rasa memiliki dari masyarakat, seperti kendali dan tanggung jawab atas keberlangsungan PAUD.

Sejumlah contoh menunjukkan bahwa masyarakat mampu mengembangkan inisiatif PAUD secara mandiri, selama mereka menyadari pentingnya PAUD. PAUD mandiri merupakan bukti nyata, bahwa terlepas dari kurangnya pengetahuan dasar saat masyarakat merasakan kebutuhan pendidikan anak usia dini, layanan PAUD muncul secara alami dengan bantuan luar yang minim. Akan tetapi, layanan semacam ini akan berkembang pesat dengan adanya bantuan luar yang tepat, baik berupa dukungan keuangan maupun pelatihan. Inilah yang dicoba dilakukan oleh Taman Posyandu dan PAUD CSR, yaitu menyediakan pelatihan kader/tutor dan stimulasi untuk membangun model PAUD yang mudah direplikasi. Dengan demikian, model yang ada diharapkan bisa bersifat “viral” – mereplikasi dirinya sendiri di dalam masyarakat. Dengan demikian, pendirian PAUD murni berdasarkan kebutuhan masyarakat, bukan berdasarkan keinginan untuk memperoleh bantuan/dana.

86 Kemitraan untuk Pengembangan Kapasitas dan Analisis Pendidikan

Bab 4 Studi Model Pengembangan PAUD HI; Didorong oleh Masyarakat Vs. Didorong Institusi

Akan tetapi, terdapat hambatan, khususnya bagi kalangan ekonomi lemah, agar PAUD dapat menyebar luas dengan sendirinya. Hanya dengan sumber daya lokal saja, replikasi secara luas dalam waktu singkat mungkin tidak akan terjadi. Karenanya masih diperlukan bantuan luar , namun yang penting adalah bagaimana masyarakat dapat mengakses sumber daya yang diperlukan dan siap untuk mengelolanya dengan baik.

Catatan penting mengenai bantuan luar, yaitu perlunya pertimbangan untuk mengoptimalkan sumber daya lokal sehingga program tidak dimulai dari nol, dan pendekatan yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.

5.3.2 Operasional

Dikarenakan operasional harian lembaga PAUD secara umum bergantung pada tutor/kader bagian ini akan membahas beberapa aspek operasi pos PAUD terkait dengan tutor. Dalam salah satu peraturan, Kementrian Pendidikan telah menempatkan gelar S1 sebagai salah satu syarat untuk tutor PAUD. Namun demikian, temuan menunjukkan bahwa di kebanyakan daerah tutor yang berdedikasi tinggi dan menunjukkan kinerja baik tidaklah selalu mereka yang bergelar akademik tinggi (beberapa tutor bahkan hanya memiliki ijazah SD). Untuk itu kepribadian dan komitmen merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan dengan kualifi kasi formal. Kedekatan dengan anak-anak, penerimaan oleh masyarakat, kesabaran dan kemauan untuk berbakti selama jangka waktu tertentu merupakan syarat mendasar bagi tutor/kader/pengasuh PAUD.

Pelajaran berharga dari program bidan desa mungkin dapat menjadi bahan pertimbangan. Karena sumber daya manusia dengan gelar akademik tinggi sulit ditemukan di daerah perdesaan, dilakukan menempatkan 55.000 bidan desa dari perkotaan. Akan tetapi, kebanyakan bidan tersebut kemudian meninggalkan desa setelah masa kontrak berakhir, sehingga desa kembali hanya memiliki dukun bersalin sebagai pemberi layanan kesehatan ibu dan bayi yang utama. Kasus seperti ini mungkin akan kembali terjadi di PAUD perdesaan.

Segi positifnya, beberapa tutor lokal termotivasi untuk mengejar pendidikan lebih lanjut atas biaya sendiri. Di antara mereka terdapat juga ibu-ibu yang telah berusia namun rela mengeluarkan biaya untuk mengikuti kejar paket, dengan tujuan meningkatkan kredibilitas PAUD mereka. Walau patut diakui bahwa pendidikan dasar memang perlu, akan tetapi harus dipertimbangkan apakah gelar S1 untuk tutor lebih tepat dibandingkan dengan pilihan kriteria lain seperti program diploma atau sekolah menengah keterampilan atau kursus/pelatihan berjenjang.

Terkait kualifi kasi tutor, pelatihan mutlak diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan mereka mengenai perkembangan anak, khususnya dalam upaya integrasi kesehatan. Dalam hal pelatihan PAUD HI teknik komunikasi dan latar belakang peserta dalam menyerap materi harus dipertimbangkan. Pelatihan yang intensif, metoda klasikal satu arah dianggap kurang tepat. Pelatihan sebaiknya dilakukan secara bertahap, beberapa materi dalam satu waktu tertentu. Materi baru diperkenalkan setelah materi sebelumnya telah dikuasai betul. Karenanya perlu waktu untuk meyakinkan bahwa materi dapat dimengerti secara keseluruhan. Beberapa prinsip dalam pembelajaran orang dewasa (apresiatif, partisipatif, dan interaktif menggunakan multi media) dapat diterapkan. Role play dan micro teaching adalah beberapa contoh metoda yang dapat membantu tutor mempraktekkan pengetahuan mereka.

Untuk menjamin retensi pengetahuan, perlu diadakan refreshing (pelatihan penyegaran) setelah jangka waktu tertentu, juga apabila ditemukan adanya distorsi pada praktek di lapangan. Untuk mengoptimalkan sumber daya lokal, dapat dilakukan training of trainers bagi tutor/kader potensial; sehingga mereka dapat membantu tutor/kader lain atau melakukan pengembangan kemampuan dasar bagi anggota masyarakat lain yang tertarik untuk memulai inisiatif PAUD. Peer review dan pemagangan dapat juga dimasukkan sebagai mekanisme untuk menjaga pengembangan kapasitas dan perbaikan secara berkesinambungan.

87 Studi Strategi Pengembangan Anak Usia Dini

Bab 4 Studi Model Pengembangan PAUD HI; Didorong oleh Masyarakat Vs. Didorong Institusi

Temuan di lapangan juga menunjukkan bahwa insentif bagi tutor hanya efektif jika diberikan sebagai penghargaan bagi mereka yang telah membuktikan dedikasinya, bukan sebagai cara untuk “membayar ” tutor/kader dengan kualifi kasi akademik tinggi. Kecemburuan yang tumbuh di kalangan masyarakat ditimbulkan oleh rasa keadilan mereka yang terusik – saat melihat betapa insentif tinggi diberikan kepada tutor/kader baru hanya karena memiliki gelar akademik tinggi, dan bukan kepada tutor/kader yang telah lama berbakti. Persepsi negatif semakin tumbuh saat tutor baru tersebut berhenti setelah tidak lagi digaji saat masa bantuan dana berakhir. Di lain pihak, tak ada insentif yang diberikan kepada tutor/kader PAUD mandiri dan Taman Posyandu yang telah menyumbangkan waktu dan tenaga, hanya karena mereka tidak memenuhi syarat kualifi kasi akademis.

Hal lain, bahkan untuk mereka yang telah memenuhi syarat, anggaran pemerintah (melalui Dinas Pendidikan ataupun pemerintah lokal) ternyata masih belum cukup untuk mencakup insentif tutor/ kader bagi semua PAUD di kebanyakan daerah. Karenanya insentif hanya didapatkan secara tidak rutin dan tidak pasti. Hal ini ironis, mengingat adanya harapan yang begitu tinggi di kalangan tutor PAUD (khususnya di Kupang) untuk diangkat sebagai pegawai negeri pada suatu titik dalam perjalanan “karir” mereka. Akan tetapi patut diperhatikan juga betapa di beberapa daerah orangtua dan aparat desa mulai memperlihatkan apresiasi bagi tuto/kader, dalam bentuk kesadaran membayar iuran sekolah, dan alokasi anggaran desa, seberapapun kecilnya. Beberapa orangtua dari anak lulusan PAUD yang berterima kasih bahkan terus menjalin silaturahmi dengan para tutor, misalnya dengan mengirimkan paket saat Lebaran.

4.3.3 Koordinasi

Sejumlah masalah nampak dalam hal koordinasi dengan sektor terkait, misalnya Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, BKKBN, dan aparat desa. Beberapa yang penting disoroti:

a. Surat ijin operasional. Khususnya di Kupang, surat ijin operasional dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan bagi PAUD. Untuk mendapatkan ijin, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu struktur organisasional yang “baku” (seperti memiliki struktur manajemen), daftar absen murid, daftar tanda tangan orangtua, NPWP, dan akte pendirian. Karena syarat dokumen yang memberatkan, kebanyakan pos PAUD di Kupang belum mendapatkan surat ijin ini. Sebagai akibatnya pos PAUD dicap “ilegal” sehingga kredibilitasnya berkurang di kalangan masyarakat. Sebagai tambahan, Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang juga menerbitkan ijazah, menanggapi kebijakan tak tertulis bahwa kelulusan PAUD diperlukan untuk masuk sekolah dasar. Ijazah tersebut harus dibeli oleh pengelola PAUD seharga Rp 10.000-15.000. Pos PAUD “legal” berhak melakukan wisuda, sementara yang “ilegal” harus menggabungkan wisudanya dengan PAUD “legal”. Perlu klarifi kasi lebih lanjut, apakah kebijakan ini berasal dari pemerintah pusat atau kabupaten, dan bagaimana dampaknya. Kasus ini menunjukkan fungsi pengawasan Dinas Pendidikan ( menuntut ketaatan terhadap administrasi) masih predominan dibandingkan fungsi pembinaan (seperti mendorong untuk pengembangan dan perbaikan PAUD secara berkesinambungan untuk mencapai standar). Terkait mengenai standar untuk PAUD, diperlukan evaluasi menyeluruh untuk menjamin bahwa standar tersebut telah memasukkan semua aspek yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan holistik seorang anak, dan meyakinkan bahwa standar tersebut dapat diterima, diterapkan, dan terjangkau.

b. Integrasi kesehatan. Dalam hal PAUD HI, untuk menjamin integrasi kesehatan, nutrisi, pengasuhan, dan perkembangan psikososial, pemerintah perlu memiliki pemetaan yang akurat mengenai fasilitas terkait kesehatan seperti Puskesmas, Pustu, bidan, sekolah, dan Posyandu. Upaya menggabungkan fasilitas ini dengan PAUD akan membantu dalam mengupayakan layanan holistik untuk perkembangan anak usia dini, sebagaimana ditunjukkan oleh Taman Posyandu.

Hingga kini, fasilitas PAUD yang kebetulan berlokasi dekat atau sama dengan Posyandu terlihat memiliki integrasi kesehatan dalam layanan mereka. PAUD yang berada di lokasi lain terkadang juga mendapat manfaat dengan memiliki tutor yang merangkap kader Posyandu, karena kader

88 Kemitraan untuk Pengembangan Kapasitas dan Analisis Pendidikan

Bab 4 Studi Model Pengembangan PAUD HI; Didorong oleh Masyarakat Vs. Didorong Institusi

mendapatkan lokakarya mini rutin dari Puskesmas. Tutor merangkap kader kesehatan juga berkoordinasi dengan Puskesmas dalam pencatatan masalah kesehatan dan status nutrisi anak. PAUD WB telah berupaya mengintegrasikan kesehatan dalam layanannya dengan bekerja sama dengan Puskesmas. Akan tetapi, dalam kebanyakan kasus kolaborasi tersebut berhenti pada akhir masa bantuan, karena pengelola PAUD tak mampu menyediakan biaya transportasi untuk staf Kesehatan/Puskesmas.

Dinas Kesehatan juga menekankan bahwa integrasi layanan kesehatan di sekolah saat ini masih terbatas pada entitas formal (taman kanak-kanak dan sekolah dasar), misalnya dalam bentuk unit kesehatan sekolah/unit kesehatan gigi dan mulut. Ini disebabkan oleh kurangnya payung hukum yang memberikan kewenangan (dan juga anggaran) untuk melakukan intervensi semacam itu. Akan tetapi, Dinas Kesehatan melalui Puskesmas pada prinsipnya siap untuk memberikan layanan di PAUD, jika secara resmi diminta/diundang oleh PAUD.

Mengacu pada Pedoman teknis PAUD HI (Bappenas tahun 2009) dan kategorisasi model PAUD maka jenis dan aksesibilitas layanan yang ditemui dilapangan terlihat seperti diagram di bawah ini:

Gambar 9. Diagram Pengelompokan Model PAUD

World Bank Child Fund CSR Perintis Mandiri

1 2 5 4 3 1 2 5 4 3 1 2 5 4 3 1 2 5 4 3 1 2 5 4 3

Jenis kegiatan pada pelayanan PAUD holistik & integratif 1. Pelayanan kesehatan

2. Pelayanan gizi 3. Pengasuhan 4. Perlindungan

5. Pendidikan belum mencakup berkebutuhan khusus

c. Akte kelahiran. Dimasukannya akte kelahiran sebagai salah satu syarat untuk PAUD HI merupakan salah satu upaya membangun kesadaran pada masyarakat mengenai pentingnya akte kelahiran. Akte kelahiran adalah salah satu pemenuhan hak azasi anak, yakni hak atas pengakuan secara hukum. Temuan menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki tingkat pengertian yang rendah mengenai pentingnya akte kelahiran.

Banyak orangtua mengeluhkan tingginya biaya yang diperlukan dan tidak jelasnya prosedur untuk mendapatkan akte. Di Garut dan Sumedang khususnya, peraturan daerah menyatakan denda sebesar Rp 1,5 juta bagi mereka yang memohon akte kelahiran setelah anak berusia1 tahun.Saat ini untuk bayi yang baru lahir akte kelahiran termasuk dalam layanan bidan. Akan tetapi kenyataan lain yang tak boleh dilupakan, di beberapa area bahwa kelahiran masih ditangani oleh dukun bersalin.

Penghalang lainnya adalah surat nikah, karena beberapa orangtua masih belum memiliki surat nikah, karena masalah adat mengenai mas kawin (khususnya di Kupang) atau tingginya biaya untuk mendapatkan surat nikah di KUA. Masalah ini memerlukan tindak lanjut segera dari Kantor Catatan Sipil, berkoordinasi dengan PAUD dalam kerangka PAUD HI.

d. HIMPAUDI. Koordinasi antara tutor PAUD dan HIMPAUDI cukup intensif pada awal pembentukan PAUD WB. Akan tetapi kebijakan HIMPAUDI yang menerapkan iuran keanggotaan bagi tutor/kader dirasa memberatkan bagi beberapa kader/tutor pos PAUD. Beberapa tutor mengungkapkan bahwa

89 Studi Strategi Pengembangan Anak Usia Dini

Bab 4 Studi Model Pengembangan PAUD HI; Didorong oleh Masyarakat Vs. Didorong Institusi

pelatihan dan pertemuan rutin HIMPAUDI telah membantu mereka dalam kegitan keseharian, walaupun ada juga keluhan mengenai cara pelatihan tersebut dilakukan – terlalu banyak peserta dalam satu sesi, tidak ada modul/hand-out, dan diberlakukannya biaya tambahan untuk mengikuti pelatihan. Secara keseluruhan, HIMPAUDI masih dianggap sebagai perkumpulan sosial (arisan) dibandingkan dengan asosiasi profesional. Khususnya di Kupang, HIMPAUDI belum dikenal di antara kalangan tutor/kader PAUD dan masyarakat.

e. Pemerintah dan kepala desa. Di beberapa pemerintahan daerah sudah memberikan perhatian khusus dengan membentuk bidang khusus PAUD, begitu pula memberikan julukan “ Bunda PAUD” pada ibu bupati untuk dapat menggerakan program ini melalui jalur PKK . Bidang khusus PAUD diharapkan secara optimal berperan sebagai koordinator lintas sektor dan program di tingkat kabupaten. Menarik untuk dicatat, di beberapa daerah kepala desa memberikan dukungan penuh terhadap operasi PAUD, sementara di daerah lainnya ada juga yang sama sekali tak peduli. Kepedulian dan komitmen kepala desa terhadap PAUD sangat penting untuk memfasilitasi koordinasi lintas sektor dan penganggaran program PAUD HI. Sebagai catatan, kepala desa dipilih oleh masyarakat, tidak seperti lurah yang ditunjuk oleh pemerintah, karena itu kepala desa memiliki fl eksibilitas lebih tinggi dalam hal kewenangan untuk meggerakan dan membangun masyarakatnya.

Garis besar

Dokumen terkait