• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITERIA KUALITAS LINGKUNGAN

7. Kadar Debu

3.1.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah Ruang dan Lahan

Derajat kemiringan tanah pada umumnya cenderung landai tingkat ketinggian yang relatif rendah. Sekitar 75,75 persen dari luas wilayah Kabupaten Banyuasin berada pada wilayah yang mempunyai kemiringan kurang dari 12 persen. Sekitar 9,44 persen berkemiringan sedang yaitu antara 12 – 40 persen dan selebihnya sekitar 14,81 persen tergolong terjal, dengan kemiringan lebih dari 40 persen.

Sedangkan jenis tanah di Kabupaten Banyuasin terdiri dari 4 jenis, yaitu : a) Organosol (terdapat di dataran rendah/rawa-rawa); b) Klei Humus (terdapat di dataran rendah/rawa-rawa); c) Alluival (terdapat di sepanjang sungai); d) Padzoik (terdapat di daerah berbukit-bukit).

Bagian terbesar yaitu sekitar 42,23 persen dari luas wilayah Kabupaten Banyuasin adalah berupa podsolik merah-kuning, diikuti alluvial sekitar 26,03 persen dari luas wilayah.

Jenis tanah lain yang cukup besar peranannya dalam komposisi/struktur tanah adalah latosol (7,64 persen), asosiasi podsolik coklat kekuning-kuningan dan hidromorf kelabu (7,59 persen) dan andosol (5,54 persen).

Tanah

Proses pembentukan tanah di daerah Muara Telang sangat dipengaruhi oleh air (proses aluvial), dengan pengaruh tambahan dapat berupa air asin yang merembes atau menggenangi permukaan tanah pada waktu pasang disebagian wilayah. Selanjutnya, dengan adanya endapan liat marine dan posisi depresi antar tanggul-tanggul sungai yang memungkinkan akumulasi bahan organik di sebagian wilayah. Wilayah yang berada di bawah pengaruh banjir akan terbentuk tanah-tanah alluvial, gley humus dan gley humus rendah (Halaquent, bila sungai dipengaruhi air asin). Pada tingkat sub group aerik dan histik sangat ditentukan kemungkinan penurunan muka air tanah, yang

Bab 3. Rona Lingkungan Hidup 3 – 27

memungkinkan aerasi, serta ada tidaknya epipedon histik. Sulfaquent akan terbentuk bila bahan endapan marin (pirit) berada dekat permukaan tanah. Tropofluvent menempati wilayah yang pengaruh airnya terkurangi oleh posisi tangul-tanggul.

Pada wilayah yang tidak dipengaruhi air asin akan terbentuk tanah Tropaquent (alluvial, gley humus dan gley humus rendah). subgroup aerik, aerik fluventik, aerik histik, Histik, Fluventik Sulfik, Histik, Histik Sulfik dan Tipik. Keberadaan ditentukan oleh lamanya pembasahan pada kebanyakan tahun, proses fluvial adanya epipedon histik, kejenuhan Na lebih dari 15%, serta tingginya kadar pirit. Bila pirit dekat permukaan tanah maka tanah tersebut adalah Sulfaquent. Berdasarkan hasil kajian lapangan yang dilakukan, kondisi tanah pada wilayah kegiatan merupakan tanah rawa bergambut tipis. Jenis tanah pada umumnya aluvial dengan penutupan lahan semak belukar dengan vegetasi dominan gelam, nipah, rumput rawa di areal rawa pasang surut. Tipologi ekosistem wilayah studi merupakan ekosistem rawa gambut, lahan basah atau tanah berawa. Tipologi tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam Ekosistem Rawa Pasang Surut. Ekosistem ini biasanya berada pada tepian sungai-sungai besar yang membentuk Ekosistem Hutan Rawa Gambut Air Tawar dengan kondisi air yang dipengaruhi oleh air asin/payau.

Alluvial atau Inceptisol umumnya memiliki pH yang sangat rendah yaitu kurang dari 4, sehingga tanah jenis ini sulit untuk dijadikan lahan budidaya tanaman. Alluvial atau Inceptisol yang bermasalah adalah sulfaquepts yang mengandung horizon sulfuric (cat clay) yang sangat masam. Tanah ini mempunyai lapisan kambik, karena tanah ini belum berkembang lanjut dan kebanyakan tanah ini cukup subur. Alluvial atau Inceptisol merupakan tanah-tanah yang memiliki epipedon dan okrik, horizon albik.

a. Sifat Fisik Tanah

Berdasarkan hasil intepretasi Peta Satuan Lahan dan Tanah, yang diterbitkan oleh Kerjasama Bakosurtanal dan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat

Bab 3. Rona Lingkungan Hidup 3 – 28

Bogor (1990), areal studi memiliki jenis tanah Aluvial. Berdasarkan deskripsi fisiografi, umumnya termasuk dalam 3 satuan lahan, yaitu:

1) Lahan back swamp (rawa belakang) pantai dengan sedimen halus, datar (umumnya <3%), didominasi vegetasi rawa, hutan gelam, dan belukar, terbentuk dari bahan induk sedimen marin halus berumur kuarter dan sebagian daerahnya telah dibuka/dibuat sawah dan sebagian masih berupa belukar yang masih tergenang. Tanah Aluvial dijumpai pada lokasi studi baik dipersawahan dan lahan alami dimana terjadi perbedaaan sifat morfologisnya. Perbedaan yang sangat nyata dapat dijumpai pada epipedonnya, dimana pada epipedon yang tidak pernah diusahakan sawah (alami) berstruktur granular dan warna coklat tua (10 YR 4/3). Sedangkan epipedon tanah Aluvial. Solumnya ternyata relatif dalam (0-60 cm), bertekstur halus (dominan liat), drainase agak terhambat, kesuburan tanahnya sedang hingga rendah, dan sifak fisik tanahnya tergolong jelek sampai sedang,

2) Dataran pasang surut, bervegetasi bakau, sedimen halus, datar (lereng < 3 %), dan

3) Lahan bergambut, dengan tingkat ketebalan 10 s/d 80 cm, terbentuk dari bahan endapan bahan organik, drainase terhambat. Kesuburan tanah umunya rendah hingga sedang, sifat fisik mudah mengkerut tidak berbalik bila di drainase, mudah terbakar bila kering, dan memiliki mineral tanah rendah.

b. Sifat Kimia Tanah

Pengamatan dilapangan dilakukan pada tiga titik pewakil yang mewakili satuan lahan yang ada, yaitu pada lokasi parit 4, parit 3 dan bagian tengah lahan. Pengambilan sampel dilakukan secara komposit pada kedalaman 0-30 cm. Hasil analisis laboratorium terhadap sifat kimia dan fisika pada tabel 3.9..

Bab 3. Rona Lingkungan Hidup 3 – 29

Tabel 3.9. Hasil Analisis Sifat Kimia dan Fisika Tanah

No. Parameter Satuan Kriteria

P-1 P-2 P-3 Keterangan A. Sifat kimia 1 pH (H20) unit 4,02 2,38 2,72 SM 2 C-organik % 12,67 6,00 8,62 Sdg-Tg 3 N-total % 0,62 0,24 0,32 Rd-Sd 5 P total ppm 0,049 0,022 0,023 SR 6 K-dd me/100g 0,20 0,22 0,18 Sd 7 Na-dd me/100g 1,98 1,67 2,43 ST 8 Ca-dd me/100g 2,76 2,93 3,12 SR-Rd 9 Mg-dd me/100g 0,86 0,76 0,68 SR-Rd 10 KTK me/100g 12,03 16,33 14,32 Sd 11 Al-dd me/100g 1,23 1,35 1,46 -- 12 H-dd me/100g 0,32 0,45 0,37 -- 13 Kejenuhan basa % 34,19 19,54 2533 Rd-sd 14 Pirit % 0,245 0,432 0,421 -- B. Sifat fisika 15 Porositas (RPT) % 45,55 54,23 41,55 --

16 Permeabilitas cm/jam 0,22 0,55 0,35 Lambat-Sd

17 Bulk Density gr/cm3 0,76 1,01 0,85 --

18 Tekstur

-Pasir % 15,94 17,77 19,24

-Debu % 37,25 35,21 31,12

-Liat % 46,31 47,02 49,64

Liat Liat Liat

Sumber : Hasil analisis laboratorium

Keterangan : P1= Lokasi Parit 4; P2 = Lokasi Parit 3; P3= Lokasi Tengah lahan

SM=sangat masam; AM=agak masam; SR=sangat rendah; Rd=rendah; Sd=sedang; Tg=tinggi; ST=sangat tinggi.

Tabel 3.10. Kriteria Kualitas Lingkungan Hidup Untuk Parameter Kualitas Tanah.

NO PARAMETER SATUAN SKALA LINGKUNGAN HIDUP

1 2 3 4 5 1 C- organik % <1,0 1 – 2 2 – 3,5 3,5 – 5 >5,0 2 N-total % <0,1 0,1 – 0,2 0,21 – 0,5 0,51 – 0,75 >0,75 3 Nisbah C dan N <5 5 – 10 10 – 16 16 – 25 >25 4 P2O5 Bray I ppm <10 10 – 15 15 – 26 26 – 35 >35 5 KTK me/100g <5 5 – 17 17 – 24 24 – 40 >40 6 K me/100g <0,1 0,1 – 0,2 0,3 – 0,5 0,5 – 1,0 >1,0 7 Na me/100g <0,1 0,1 – 0,3 0,4 – 0,8 0,8 – 1,0 >1,0 8 Mg me/100g <0,4 0,4 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 8,0 >8,0 9 Ca me/100g <2 2 – 5 5 – 10 10 – 20 >20 10 Kejenuhan basa % <20 20 – 35 36 – 50 51 – 70 >70 11 Kejenuhan Al % <10 10 – 20 20 – 30 31 – 60 >60 12 pH unit <4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6,5 6,6 – 7,5 7,6 – 9,0

Sumber : Pusat Penelitian Tanah, 1983

Bab 3. Rona Lingkungan Hidup 3 – 30

Kondisi parameter sifat fisika dan kimia tanah dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Bahan organik

Kandungan bahan organik C di daerah studi dapat digolongkan kedalam kategori sangat tinggi (6,00 – 12,67), hal ini kemungkinan karena pengaruh air pasang naik dan pasang surut dan terus menerus membasahi lahan. Unsur C merupakan unsur yang menyusun protein atau protoplasma, unsur C bersama dengan H dan O yang terdapat di dalam tanah berasal dari air dan CO2 dari udara kemudian diubah menjadi karbohidrat melalui proses fotosintesa.

Tabel 3.11. Skala Kualitas Lingkungan Hidup Untuk Komponen C-Organik

INDEKS C-ORGANIK SKALA KRITERIA

Sangat rendah <1,0 1 Sangat Buruk

Rendah 1,00 – 2,00 2 Buruk

Sedang 2,01 – 3 3 Sedang

Tinggi 3,01 – 5 4 Bagus

Sangat Tinggi >5 5 Sangat Bagus

Sumber : ILACO, 1981

Berdasarkan hasil analisis laboratorium untuk parameter total karbon, dikombinasikan dengan tabel skala kualitas lingkungan hidup maka diperoleh bahwa kandungan total karbon yang ada di daerah studi memperlihatkan pada tingkat kriterita mutu lingkungan hidup yang sangat bagus. Dapat juga dikatakan bahwa skala kualitas lingkungan hidup untuk parameter total kabon adalah 5 atau dari indeks kesuburan rendah sampai indeks kesuburan yang sangat tinggi.

2) N Total

Kandungan N total di daerah studi termasuk sedang (0,24 – 0,62), akan tetapi karena proses dekomposisi berjalan lambat maka hasil bahan rombakan sangat rendah. Kandungan N akan berpengaruh terhadap penggunaan tanah terutama untuk budidaya pertanian. Kekurangan N akan menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan daun menjadi kering, berwarna coklat dan akhirnya mati. Mutu lingkungan hidup berada pada kriteria sedang

Bab 3. Rona Lingkungan Hidup 3 – 31

(tabel 3.9. dan tabel 3.10.) atau pada posisi berskala 3 kriteria kualitas lingkungan hidup.