• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: METODE PENELITIAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

C. Batasan Istilah

3. Syariat Islam

Syariat Islam secara etimologi bermakna “jalan yang lurus”

atau “jalan menuju mata air”, yaitu segala ketentuan Allah yang

diserupakan dengan jalan menuju pertemuan air, di mana orang yang meminum dari air tersebut akan kenyang dan tersucikan.33 Bagi bangsa Arab, mereka tidak pernah menyebut sumber air sebagai syariat. Namun air dapat memenuhi kebutuhan orang banyak, hal ini sejalan dengan syariat Islam yang tidak akan punah hingga kiamat tiba.34 Menurut YusufAl-Qaradhawi, kata syariat, berasal dari kata

syara’a al-syai’a, berarti “menerangkan atau menjelaskan sesuatu”.

Adapun istilah syariat yang berasal dari kata syir’ah35 dan syari’at

berarti “suatu tempat yang dijadikan sarana untuk mengambil air

secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak

33Rifa’i Surur, “Khasshais as-Sayariah Tafsir Lughawi”, dalam Muhibbuthabry,

Syariat Islam dalam Konteks Keindonesiaan (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2014), h. 2. 34

Rifa’i Surur, “Khasshais,…, (2014), h. 171.

35Menurut pendapat Ibn Abbas, syir’ah itu adalah Alquran, karena untuk setiap umat Nabi sebelum Muhammad ada adalah syir’ah. Sedangkan untuk Nabi Muhammad dan umatnya adalah syariat, ini berarti Allah menurunkan kepada Nabi Daud syir’ah dengan kitabnya Zabur, untuk Nabi Musa syir’ah dengan kitabnya Taurat, dan untuk Nabi Isa syir’ah dengan kitabnya Injil. Sedangkan untuk Nabi Muhammad adalah syariat dengan kitabnya Alquran. Ini menunjukkan bahwa makna syariat itu adalah yang didatangkan dari Allah, yaitu mencakup seluruh ayat Alquran dan Hadis Nabi, bukan hanya diambil dari sebagian ayat ahkamsaja, akan tetapi mencakup aspek akidah, akhlak,

ibadah, muamalah, dan uqubah. Hisyami bin Yazid dan Rasyad, “Langkah-langkah Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh: Sebuah Tawaran,” dalam Soufyan Ibrahim, dkk,

Toleransi dan Kiprah Perempuan dalam Penerapan Syariat Islam (Banda Aceh: Dinas

memerlukan bantuan alat lain”.36 Dalam Alquran terdapat lima kata yang berkaitan langsung dengan syariat dalam berbagai bentuk kata benda (ism) atau kata kerja (fi’il). Salah satu kata yang secara

eksplisit menyebut “syariat” terdapat dalam surat Al-Jatsiyah, 45: 18, yang bermakna “jalan atau peraturan”, syariat sebagai “jalan atau peraturan” terdapat dalam surat Al-Maidah, 5: 48 dengan kata “al-syir’at”, dalam surat Al-A’raf, 7: 163 dengan kata “syurra’an”, yang

artinya terapung dipermukaan air. Dua kata lain dalam bentuk kata kerja (fi’il) yaitu, pada surat Al-Syura, 42: 13 yang disebut “syara’a dan dalam Surat Al-Syura, 42: 21 disebut dengan kata “syara’u” yang artinya sama, mensyariatkan atau membuat hukum syariat.37

Secara terminologi syariat Islam dipahami sebagai aturan Tuhan yang bersifat sakral yang termuat dalam Alquran dan Hadis, yaitu peraturan atau ketetapan yang Allah perintahkan kepada hambanya, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan seluruh kebajikan, sebagaimana firman Allah Swt dalam Alquran QS. Al-Jatsiyah, 45: 18.



Artinya: Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas syariat

(peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan 36Yusuf Qardhawi, Membumikan Syariat Islam: Keluwesan Aturan Ilahi untuk

Manusia, (Bandung: Arasy Mizan, 2003), h. 13. 37

Adang Djumhur Salikin, Reformasi Syariah dan HAM dalam Islam: Bacaan

Kritis Terhadap Pemikiran An-Na’im (Yogyakarta: Gama Media, 2004), h. 49-50.

Haedar Nashir, Islam Syariat Reproduksi Salafiah Ideologis di Indonesia (Bandung: Mizan, 2013), h. 124-125.

janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (QS. Al-Jatsiyah, 45: 18).

Selain ayat tersebut, juga terdapat tiga ayat lain yang mengandung istilah syariat, yaitu QS. Al-Syura, 42: 13.

  

Artinya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa

yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) Nya orang yang kembali (kepada-Nya).

(QS. Al-Syura, 42: 13).

Kemudian pembahasan tentang syariat juga Allah sebutkan dalam QS Al-Maidah, 5; 48.

   

Artinya: Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan

membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) terhadap kitab-kitab yang lainnya itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk umat-umat diantara kamu, Kami berikan aturan (syariat) dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberi tahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. (QS Al-Maidah 5: 48),

Dalam ayat lainQS. Al-Syura, 42: 21.

 

Artinya: Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah. Sekiranya tidak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih (QS. Al-Syura 42: 21).

Syariat Islam sebagaimana dalam penjelasan di atas yaitu keseluruhan ajaran Allah yang dibawakan oleh Nabi Muhammad yang meliputi bidang akidah, akhlak, dan hukum-hukum.Akan tetapi dalam pengertian yang lebih sempit, syariat selalu digunakan untuk menyebut hukum-hukum,ketentuan-ketentuan, atau aturan-aturan

yang menyangkut tindak-tanduk perilaku manusia mukallaf.38 Atau lebih spesifik syariat mengandung sperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Fazlurrahman memahami syariat dalam arti jalan kehidupan yang baik, berupa nilai-nilai agama.39 Jalan inilah yang menyelamatkan manusia dari kehancuran moral dan juga dari kesengsaraan di dunia ini.40 Dengan demikiansyariat dapat dipahami dalam dua dimensi, yaitu dimensi sakralitas sebagai wahyu Tuhan dan dimensi aktualitas sebagai aturan yang mengatur kehidupan manusia di dunia.41

Menurut Ibn Qayyim, syariat sesungguhnya disusun atas dasar kebijaksanaan demi kepentingan umat di dunia dan akhirat. Syariat itu adil, berisi rahmat demi kemaslahatan umat yang semuanya amat bijaksana. Setiap persoalan yang keluar dari garis keadilan kepada kesewenangan-kesewenangan, dari rahmat kepada lawannya, dari kebaikan kepada kerusakan, dari kebijaksanaan kepada kesia-siaan,

38Haedar Nashir, Islam Syariat,…,(2013), h. 125-126.

39Fazlurrahman, Islam (Chicago-London: University of Chicago Press, 1979), h. 100.

40

A. Hamid Sarong, “Syari’at Islam dalam Sistem Hukum Tertulis di Aceh”,

Makalah Orasi Ilmiah dalam Rangka Pengukuhan Guru Besar UIN Ar-Raniry, (2015), h.

10.

41Syahizal Abbas, Syariat Islam di Aceh Ancangan Metodologis dan

maka itu tidak masuk kepada syariat, walaupun dimasukkan kedalamnya segala dalil.42

Syariat Islam bila dimaknai secara luas identik dengan ad-din (agama), namun dalam kajian yang lebih spesifik, syariat hanya dimaknai dengan aspek hukum semata dan hanya ayat-ayat ahkam serta hadis-hadis ahkam yang menjadi sasaran kajian, terutama bidang kajian filsafat hukum Islam. Alquran dan Hadis sebagai sumber hukum umat Islam ternyata memuat ketentuan yang bersifat

interpretable dan ketentuan yang bersifat definite. Ketentuan interpretable atau dalil zhanni merupakan lahan subur bagi para

fuqaha untuk melakukan penalaran, sehingga dapat menghasilkan aturan-aturan hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan dalam ketentuan hukum yang definite atau dalil qath’i para juris sangat terbatas peluangnya untuk melakukan penalaran (ijtihad), karena tujuan makna dari dalil tersebut cukup jelas.43

Syariat Islam merupakan konsep tentang bagaimana menerapkan ajaran agama dalam praktik kehidupan sehari-hari secara nyata. Islam sebagai sebuah agama di dalamnya mengandung tiga prinsip dasar ajaran, yaitu aqidah, syariat dan akhlak. Aqidah adalah prinsip dasar yang harus dimiliki oleh setiap muslim, tidak

42

Ibn Qayyim, “A’lamul Muwaqqi’in”, dalam Ahmad Zaki Yamani, Syariat

Islam yang Kekal dan Persoalan Masa Kini, Terj. KMS Agustjik (Jakarta: LSIK Yayasan

Bhineka Tunggal Ika, 1977), h. 19.

43Abdul Wahhab Khallaf, “Ilmu al-Ushul al-Fiqh”, dalam Syahizal Abbas,

ada arti hidup jika manusia tidak mengenal Tuhan sebagai penciptanya, tanpa aqidah manusia akan lepas dari kendali agamanya, karena dengan aqidah seorang muslim dalam seluruh gerak hidupnya akan mengembalikan kepada kemahakuasaan Tuhannya. Setiap muslim wajib membenarkan dengan hatinya, meresapi dengan jiwanya, dan yakin sepenuh hati dengan tanpa syak dan ragu terhadap kebenaran yang diyakininya.44 Oleh karena itu, kekuatan aqidah menjadi wujud bagi tegaknya syariat Islam dalam masyarakat. Prinsip kedua, syariat mengatur prinsip-prinsip yang menyangkut ketertiban hidup yaitu berupa hubungan manusia dengan Tuhan sampai hubungan manusia dengan seluruh ciptaan Tuhan. Untuk ketertiban itulah perintah dan larangan diberikan, perintah dan larangan itu disebut amar makruf nahi mungkar. Prinsip ketiga adalah akhlak, prinsip ini menjadi prinsip dasar dalam Alquran, sebab akhlak ini menjadi sikap moral agama yang harus dibina di atas dasar keimanan.45

Ketiga prinsip dasar ajaran Islam di atas terdapat dalam Alquran, karena Alquran sendiri sebagai sumber utama syariat Islam yang didalamnya memuat seperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan

44Mohd. Nasir Omar dan Ibrahim Abu Bakar, Akidah dan Akhlak Islam (Malaysia: University Kebangsaan Malaysia, 2011), h. 1.

45

Muchtar Aziz, “Tinjauan Sejarah Terhadap Pelaksanaan Syariat Islam Masa Kerajaan Islam dan NKRI di Aceh”, dalam T.H Thalhas dan Choirul Fuad Yusuf (ed),

Pendidikan dan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam (Jakarta Selatan: Galura

manusiadan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Konsep holistik syariat Islam ini menempatkan manusia sebagai titik sentral dalam rangka membumikan ajaran Tuhan melalui penerapan syariat Islam. Posisi manusia sebagai central point dalam bingkai penerapan syariat Islam, memiliki dua dimensi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dimensi yang dimaksud adalah manusia sebagai subjek sekaligus sebagai objek pengaturan syariat Islam. Dimensi manusia sebagai subjek dimaknai dengan kemampuan manusia untuk berusaha menjadikan syariat Islam sebagai tuntutan hidup dalam rangka mewujudkan kemaslahatan baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Dalam dimensi ini manusia memerlukan daya nalar untuk memahami teks suci syariat yang terkandung dalam Alquran dan Hadis. Tingkat kemampuan memahami dan melakukan interpretasi terhadap teks kitab suci akan menentukan kemaslahatan yang dapat diwujudkan dalam tataran aplikatif.46 Sementara dimensi kedua, manusia berkedudukan sebagai objek yang diatur, diayomi dan dilindungi oleh syariat. Dalam dimensi ini manusia dijadikan sebagai arena kerja syariat, karena tanpa manusia syariat yang bersifat normatif tidak dapat dibumikan bagi kemaslahatan manusia serta alam sekitarnya. Syariat ditujukan untuk mengatur perilaku manusia. Perilaku manusia yang diatur oleh syariat tidak hanya terbatas pada perilaku individu terhadap kelompok atau perilaku

46

kelompok terhadap kelompok lain dalam satu komunitas.47 Namun perilaku yang diatur oleh syariat adalah utuh dan menyeluruh. Dengan demikian syariat Islam tetaplah merupakan suatu konsep yang paling penting dan komprehensif untuk memberikan Islam sebagai jalan kehidupan yang baik berupa nilai keagamaan yang tercermin dalam kehidupan sosial manusia yang bersifat kongkrit, dan mampu mengarahkan cara bertindak manusia sesuai dengan nilai-nilai yang bersumber dari Allah Swt.48Untuk itu, implementasi syariat Islam yang sedang digagas di Aceh secara bertahap diharapkan mampu mengarahkan cara bertindak masyarakat Aceh sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Aceh yaitu nilai-nilai yang bersumber dari syariat Islam.