• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kelekatan, Gaya Pengasuhan, dan Kualitas Lingkungan Pengasuhan terhadap Karakter Anak Di Perdesaan dan Perkotaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kelekatan, Gaya Pengasuhan, dan Kualitas Lingkungan Pengasuhan terhadap Karakter Anak Di Perdesaan dan Perkotaan"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KELEKATAN, GAYA PENGASUHAN, DAN

KUALITAS LINGKUNGAN PENGASUHAN TERHADAP

KARAKTER ANAK PERDESAAN DAN PERKOTAAN

MUSTIKA DEWANGGI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Kelekatan, Gaya Pengasuhan, dan Kualitas Lingkungan Pengasuhan terhadap Karakter Anak Di Perdesaan dan Perkotaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

MUSTIKA DEWANGGI. Pengaruh Kelekatan, Gaya Pengasuhan, dan Kualitas Lingkungan Pengasuhan terhadap Karakter Anak Di Perdesaan dan Perkotaan. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan TIN HERAWATI.

Karakter merupakan bagian dari perkembangan moral seorang individu. Individu yang berkarakter adalah individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good), menginginkan dan mencintai kebaikan (loving the good) dan melakukan kebaikan (acting the good). Terjadi peningkatan tindakan tidak berkarakter oleh remaja Indonesia diantaranya tindakan kriminalitas, mengkonsumsi obat-obat terlarang, miras, dan prilaku sex bebas. Tindakan yang tidak berkarakter pada masa remaja merupakan dampak dari pembentukan karakter remaja sejak usia prasekolah yang tidak optimal. Pembentukan karakter yang baik penting dilakukan sejak usia prasekolah, karena akan berdampak jangka panjang hingga mereka menjadi individu dewasa. Pembentukan karakter sejak dini dilakukan melalui peran orang tua lewat pengasuhan yang positif. Pengasuhan yang positif secara biologis (nature) melalui kelekatan antara ibu dan anak, kemudian proses pengasuhan positif dilihat dari gaya pengasuhan penerimaan ibu, dan secara lingkungan (nurture) yang baik dapat dilihat melalui kualitas lingkungan pengasuhan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kelekatan, gaya pengasuhan, dan kualitas lingkungan pengasuhan terhadap karakter anak perdesaan dan perkotaan. Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Desentralisasi Ungulan Perguruan Tinggi tahun 2013 dengan judul

“Pengembangan Metode Sosialisasi Nilai-Nilai Karakter pada Keluarga Perdesaan

Melalui Penerapan Pengasuhan Positif” oleh tim penelitian yang diketuai oleh

Alfiasari SP, M.Si. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive di perdesaan dan perkotaan wilayah Bogor. Penarikan contoh pada penelitian ini dipilih secara acak (random sampling) yang melibatkan 100 responden. Pengambilan data dilakukan melalui tekhnik wawancara dan observasi dengan bantuan kuesioner. Data dianalisis dengan analisis deskriptif, uji independent t-test, dan uji regresi.

Rata-rata skor kelekatan ibu dengan anak di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan. Terdapat perbedaan yang signifikan dari kelekatan ibu di perdesaan dengan di perkotaan. Rata-rata skor kualitas lingkungan pengasuhan ibu di perdesaaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan, sedangkan rata-rata skor gaya pengasuhan di perdesaan lebih rendah dibandingkan dengan di perkotaan. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara gaya pengasuhan dan kualitas lingkungan pengasuhan di perdesaan dengan di perkotaan. Rata-rata skor karakter anak di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan. Terdapat perbedaan yang signifikan dari karakter anak di perdesaan dengan di perkotaan. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kelekatan ibu dengan anak serta kualitas lingkungan pengasuhan berpengaruh terhadap karakter anak prasekolah di perdesaan maupun di perkotaan.

(5)

MUSTIKA DEWANGGI. The Influence of Attachment, Parental Acceptance Rejection, and Environmental Quality of Parenting on Children Character in Rural and Urban Area. Supervised by DWI HASTUTI and TIN HERAWATI.

The character is part of an individual's moral development. People who have a character are an individual who knows about the good (knowing the good), desire and love goodness (loving the good) and do good things (the good acting). There are increasing of immoral behavior of adolescents in Indonesia, including criminal action, taking illegal drugs, alcohol, and free sexual behavior. The development of good character is essential since preschool age, as it will affect long-term until they become mature individuals. Early character development related with the role of parents through positive parenting. Positive parenting can be known from the attachment between mother and child (biological/nature), parenting styles from maternal acceptance, and from environmental quality of parenting (environtment/nurture).

This study aimed to analyze the influence of attachment, parenting styles, and environmental quality of parenting on children character in rural and urban areas. This study was part of research in Decentralization UPT 2013 : "Development Character Values of Socialization Method on Rural Families Through Application of Positive Parenting" by a research team headed by Alfiasari, S.P., M.Si. Site selection was purposive in rural and in urban areas in Bogor. Sample in this study were randomly selected involving 100 respondents. Data were collected through interviews and observation techniques with the help of a questionnaire. Data were analyzed with descriptive analysis, independent t-test, and regression test.

The average score of mother attachment with their children in rural areas was higher than in urban areas. There are significant differences of maternal attachment in rural areas with urban areas. The average score on the environmental quality of parenting in rural areas was higher than in urban areas, while the average score of parenting style in rural areas is lower than in urban areas. There were no significant differences between parenting styles and the environmental quality of parenting in rural with urban areas. The average score of children’s character in urban areas was higher than in the rural areas. There are significant differences of the character of children in rural with urban areas. The results of the regression analysis showed that maternal attachment and the environmental quality of parenting effect on the character of preschool children in rural and urban areas.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

MUSTIKA DEWANGGI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

PENGARUH KELEKATAN, GAYA PENGASUHAN, DAN

KUALITAS LINGKUNGAN PENGASUHAN TERHADAP

(8)
(9)

NIM : I251120061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc Ketua

Dr. Tin Herawati, SP., MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, MSc.

Dekan Sekolah Pascasarjana Sekretaris Program Magister

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.,Agr.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Kelekatan, Gaya Pengasuhan, dan Kualitas Lingkungan Pengasuhan terhadap Karakter Anak Di Perdesaan dan Perkotaan. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulis sejak menjadi mahasiswa pascasarjana hingga dapat menyelesaikan studi, yaitu kepada :

1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan wawasan pengetahuan yang amat bermanfaat bagi tersusunnya tesis ini.

2. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S. selaku Dosen Penguji Luar Komisi Tesis dan Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak dalam sidang tesis yang telah memberikan pengarahan dan masukan yang dapat memperkaya tersusunnya tesis ini agar dapat lebih baik.

3. Tim Penelitian Desentralisasi Ungulan Perguruan Tinggi tahun 2013 dengan

judul “Pengembangan Metode Sosialisasi Nilai-Nilai Karakter pada Keluarga

Perdesaan Melalui Penerapan Pengasuhan Positif” yakni, kepada Alfiasari SP, M.Si., Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc., dan Ir. M. Djamaludin, M.Sc. yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian tersebut, sehingga mampu mengumpulkan data penelitian tesis.

4. Tak ada kata yang dapat mengambarkan rasa terima kasih pada orang tua tercinta, Ibunda Dr. Ratna Dewanti dan Ayahanda Sunarto, M.M. atas doa, dukungan, cinta, dan kasih sayangnya yang tak terhingga. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua adik tersayang Abiyoga Pradata, dan Yordan Yasin atas semangat dan dukungannya.

5. Suami tersayang Ahmad Annajihi S.E, S.Ds atas doa, cinta, dan dukungannya. 6. Keluarga Bapak Momon, Ibu Euis, kader Posyandu, Pemerintah Desa dan

masyarakat di Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor.

7. Kader Posyandu, Pemerintah Desa serta masyarakat di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.

8. Saudari Feni Puspitasari S.Si, Susan S.Si, dan Fadhila Mukhlishoh S.Si sebagai enumerator dalam penelitian.

9. Elamanora S.Si., Sudi Herlin Rahmawati S.Pd., dan Eka Wulida Latifah S.Si atas dukunganya selama penyelesaian tesis, serta kepada teman-teman PS IKA 2012, juga kepada sahabat tersayang Iffah Naililmuna dan Nida Sadida atas dukunganya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin Ya Allah.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiviv

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 5

Karakteristik Anak, Keluarga, dan Wilayah dalam Penelitian 5

Karakteristik anak periode usia prasekolah 5

Karakteristik keluarga 5

Karakteristik wilayah penelitian 6

Pengasuhan 7

Pengasuhan kelekatan (attachment) 8

Kualitas lingkungan pengasuhan anak 9

Pengasuhan penerimaan-penolakan 10

Karakter 11

3. KERANGKA PEMIKIRAN 15

4. METODE 17

Tempat dan Waktu Penelitian 17

Prosedur Pemilihan Contoh 17

Desain dan Cara Pengumpulan Data 18

Kontrol Kualitas Data 20

Pengolahan dan Analisis Data 21

Definisi Operasional 22

5. Artikel 1

PENGARUH KELEKATAN, GAYA PENGASUHAN DAN KUALITAS LINGKUNGAN PENGASUHAN TERHADAP KARAKTER ANAK

PERDESAAN DAN PERKOTAAN 23

Abstrak 23

Abstract 23

Latar Belakang 24

Metode Penelitian 25

Hasil 27

(13)

Pengaruh Kelekatan, Gaya Pengasuhan, dan Kualitas Lingkungan

Pengasuhan terhadap Karakter 29

Pembahasan 30

Simpulan 32

Saran 33

Daftar Pustaka 33

6. Artikel 2

PENGARUH KUALITAS LINGKUNGAN PENGASUHAN DAN KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI TERHADAP

KARAKTER ANAK 36

Abstrak 36

Abstract 36

Pendahuluan 37

Metode Penelitian 38

Hasil 39

Karakteristik Contoh dan Keluarga 39

Karakter anak 42

Faktor yang Berhubungan dengan Karakter Anak 43 Pengaruh Kualitas Lingkungan Pengasuhan Dan Keikutsertaan Pendidikan Anak Usia Dini Terhadap Karakter Anak 44

Pembahasan 45

Saran 47

Daftar Pustaka 47

7. PEMBAHASAN UMUM 48

8. SIMPULAN DAN SARAN 51

Simpulan 51

Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 52

57

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Jenis data, peubah, skala, dan item pertanyaan 19

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran : Analisis Kelekatan, Kualitas

Lingkungan dan Gaya Pengasuhan serta Karakter Pada Anak Di Perdesaan dan Perkotaan

16 Gambar 4.1 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian 17

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pertanyaan 58

Lampiran 2 Dokumentasi penelitian 70

(15)

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu bentuk perkembangan anak yakni perkembangan moral identitas atau karakter. Lickona (1994) menjelaskan bahwa manusia yang berkarakter adalah individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good), menginginkan dan mencintai kebaikan (loving the good) dan melakukan kebaikan (acting the good). Karakter mencakup nilai-nilai baik (virtues) yang mampu mengarahkan seseorang untuk dapat membedakan sesuatu yang baik dan buruk. Penelitian yang dilakukan oleh Giligan (1982) dan Lickona (1994 menyatakan bahwa pengalaman pada waktu usia prasekolah merupakan masa yang terbaik untuk membentuk perkembangan karakter anak dan hal tersebut akan memberikan dampak jangka panjang bagi kehidupan anak.

Salah satu hal yang utama dalam pembentukan karakter anak sejak usia prasekolah adalah peran orang tua dalam bentuk pengasuhan (Lickona 1998). Pengasuhan adalah kegiatan yang mencakup peran yang beragam yakni, perlindungan, mencintai, disiplin, dan mengawasi kesejahteraan anak (Holden 2010; Hastuti 2008). Berdasarkan perkembangan teori dalam pengasuhan yang dikaitkan dengan perkembangan anak terdapat dua sudut pandang pengasuhan yakni biologis (nature) dan lingkungan (nurture), serta proses pengasuhan yang diterapkan. Teori yang berlandaskan dari sudut pandang biologis (Ethological Theory) diantaranya adalah tori kelekatan yang dikemukakan oleh John Bowlby (1969) dan Ainsworth (1978). Kelekatan merupakan ikatan emosional antar individu, khususnya ibu dan anak yang dapat menentukan kualitas hubungan antara keduanya. Proses dalam melakukan pengasuhan dapat dilihat melalui gaya pengasuhan penerimaan-penolakan (Parental Acceptance Rejection/PAR) yang dikemukakan oleh Rohner (1986). Teori PAR merupakan bagian dari teori pengasuhan berdasarkan hubungan emosi yang berupaya memprediksi konsekuensi dari perilaku psikologis, lingkungan, dan sistem terkait hubungan antara pengasuh utama dengan anak. Pengasuhan dari sudut pandang lingkungan (Ecological Theory) khususnya melihat stimulasi lingkungan yang diberikan oleh orang tua yang dikembangkan oleh Caldwell dan Bradley (1984). Pengasuhan dari sudut pandang lingkungan menyatakan bahwa kualitas pengasuhan anak adalah stimuli yang diberikan orang tua dan keluarga. Kelekatan, gaya pengasuhan, dan kuaitas lingkungan pengasuhan terkait erat dengan perkembangan moral anak.

(16)

Wickliffe (2000), mengatakan bahwa menjadi remaja adalah salah satu dari proses perkembangan kehidupan sejak prasekolah dan dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya keluarga, pertemanan, dan lingkungan. Penelitian diberbagai negara telah membuktikan bahwa pengasuhan pada anak usia prasekolah merupakan hal yang penting bagi perkembangan generasi muda yang lebih baik. Pengasuhan yang positif dapat membentuk generasi muda yang lebih sedikit terlibat tindakan kejahatan (Brooks 2001; Holden 2010), riwayat pendidikan yang lebih baik, dan memiliki kecerdasan sosial emosi serta moral karakter yang baik pula (Hastuti 2006).

Tantangan dalam pengasuhan yang dihadapi keluarga diantaranya adalah kemiskinan, keterbatasan sumberdaya dan keterbatasan akses kesehatan, sanitasi yang bersih, dan makan bergizi sebagai kebutuhan dasar manusia. Anak-anak di Indonesia yang tinggal bersama keluarga di daerah perdesaan memiliki potensi kemiskinan dan keterbatasan terhadap sumberdaya dan keterbatasan akses kesehatan, sanitasi yang bersih, serta makan bergizi, juga pendidikan yang layak dibandingkan daerah perkotaan (UNICEF 2012). Pada umumnya daerah-daerah perdesaan dan perkotaan dalam kriteria tertentu termasuk ke dalam kriteria desa miskin dengan pertumbuhan cenderung lebih lambat dibandingkan dengan desa-desa di sekitarnya serta memiliki keterbatasan distribusi pelayanan sosial dan ekonomi. Hasil penelitian Maher et al. (2008), menyatakan bahwa terdapat kesenjangan dalam pengetahuan tentang perbedaan kualitas pengasuhan anak di daerah pedesaan dan perkotaan yang menunjukkan bahwa hubungan antara salah satu indikator kualitas dan status perdesaan bervariasi dengan usia anak dan jenis pengasuhan.

Keluarga dengan orang tua yang mendapatkan pendidikan dan kesempatan kerja akan memiliki kesejahteraan yang lebih baik dan tidak miskin, dan hal tersebut dapat berdampak pada perkembangan anak. Menurut penelitian Carniero et al. (2007), juga menegaskan bahwa ibu yang berpendidikan dapat mengurangi masalah perilaku anak, dan lebih cenderung untuk berinvestasi pada anak-anak mereka melalui buku-buku. Penelitian lain yang dilakukan Cabrera et al. (2007) menyebutkan pentingnya keikutsertaan ayah dalam pengasuhan anak, akan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan anak. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, mengindiksikan bahwa keluarga yang tinggal di wilayah perdesaan dan daerah perkotaan tentunya memiliki ancaman dalam resiko keterbatasan pendidikan dan pendapatan keluarga yang rendah. Keadaan keluarga yang mengalami keterbatasan tersebut dapat menghambat perkembangan anak, termasuk perkembangan moral karakter anak. Berdasarkan hal tersebut penelitian terkait dengan analisis kelekatan, kualitas lingkungan dan gaya pengasuhan, serta karakter pada anak di perdesaan dan perkotaan perlu dilakukan.

Masalah Penelitian

(17)

identitas moral, sehingga mampu melakukan tindakan yang tidak bermoral seperti berbohong, mencuri, melakukan kekerasan, dan lain sebagainya. Gambaran pelaku kriminalitas tahun 2008 ditandai kekhawatiran dengan meningkatnya jumlah pelaku tindak kriminalitas yang masih berusia anak-anak dan remaja, dengan tingkat kriminalitas tertinggi ada di Jawa Barat. Berdasarkan laporan Polri pada tahun 2008 menyatakan bahwa secara keseluruhan jumlah anak-anak dan remaja pelaku tindak kriminalitas meningkat sebesar 4,3 persen dibandingkan tahun 2007 (Kementerian Pemuda dan Olahraga 2009). Persentase wanita belum kawin umur 15-24 tahun di perkotaan yang merokok (11.3 %), minum minuman beralkohol (5.2 %), dan menggunakan obat-obatan terlarang (0.3 %), sedangkan di perdesaan yakni bagi yang merokok (8.8 %), minum minuman beralkohol (3.6 %), dan menggunakan obat-obatan terlarang (0.0 %). Kemudian Persentase pria yang belum kawin umur 15-24 tahun di perkotaan yang merokok (79.5 %), minum minuman beralkohol (40.5 %), dan menggunakan obat-obatan terlarang (5.4 %), sedangkan di perdesaan yakni bagi yang merokok (80.6 %), minum minuman beralkohol (36.5 %), dan menggunakan obat-obatan terlarang (2.8 %) (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012).

Meningkatnya jumlah tindakan tidak berkarakter yang masih berusia muda merupakan masalah yang sangat memprihatinkan. Masalah yang timbul ketika seseorang beranjak dewasa merupakan hasil dari perkembangan karakter seseorang ketika usia dini yang tidak optimal, baik karena pengaruh pengasuhan keluarga dan lingkungan. Sumber daya manusia yang berkarakter dapat diwujudkan melalui pengasuhan yang postif, dan hal tersebut penting dilakukan sejak anak berusia prasekolah secara terus menerus, agar karakter yang positif tertanam dalam setiap fikiran, perasaan, dan tindakan anak sejak dini (Megawangi 2004). Pengasuhan positif memiliki berbagai tantangan, diantaranya adalah kemiskinan dan rendahnya pendidikan orang tua yang dapat menimbulkan ancaman salah asuh pada anak. Hasil penelitian terkait salah asuh pada anak dapat menyebabkan gangguan perkembangan pada anak dan hal tersebut terkait dengan wilayah tempat bermukim yang miskin (Holden 2010; Papalia et al. 2008). Anak-anak yang tinggal bersama keluarga di daerah perdesaan memiliki potensi kemiskinan dan keterbatasan pelayanan pendidikan dibandingkan daerah perkotaan. Profil Anak Indonesia tahun 2012, yang menyatakan bahwa masih terdapat permasalahan terbatasnya akses pelayanan anak, terutama bagi anak yang ada di keluarga miskin dan di masyarakat terpencil. Dampaknya dapat terlihat dari semakin meningkatnya kasus-kasus kekerasan, jumlah anak yang bermasalah dengan hukum, eksploitasi (termasuk trafficking), dan diskriminasi terhadap anak (KPPA 2012).

(18)

Wilayah perdesaan dan perkotaan diasumsikan masih memiliki nilai-nilai masyarakat yang mungkin berubah karena perubahan teknologi dan arus informasi yang mudah dikases oleh anak di perkotaan dan perdesaan lewat beragam media sehingga berkaitan dengan perkembangan karakter anak. Keterbatasan dan perubahan yang dihadapi keluarga di perdesaan dan perkotaan tersebut dikhawatirkan dapat menghambat pegasuhan positif bagi perkembangan karakter anak.

Berdasarkan pemeparan sebelumnya, maka permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah ; (1) apakah terdapat perbedaan antara kelekatan, gaya pengasuhan, dan kualitas lingkungan pengasuhan, serta karakter anak usia prasekolah di perdesaan dan perkotaan, (2) apakah terdapat hubungan antara kelekatan, gaya pengasuhan, dan kualitas lingkungan pengasuhan, serta karakter anak usia prasekolah dengan karakteristik keluarga di perdesaan dan perkotaan, (3) serta adakah pengaruh kelekatan, gaya pengasuhan, dan kualitas lingkungan pengasuhan terhadap karakter anak usia prasekolah di perdesaan dan perkotaan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kelekatan, gaya dan kualitas lingkungan pengasuhan terhadap karakter anak usia prasekolah di perdesaan dan perkotaan. Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perbedaan antara kelekatan, gaya pengasuhan, dan kualitas lingkungan pengasuhan, serta karakter anak usia prasekolah perdesaan dan perkotaan.

2. Menganalisis hubungan antara kelekatan, gaya pengasuhan, dan kualitas lingkungan pengasuhan, serta karakteristik keluarga dengan karakter anak usia prasekolah di perdesaan dan perkotaan.

3. Menganalisis pengaruh kelekatan, gaya pengasuhan, dan kualitas lingkungan pengasuhan terhadap karakter anak usia prasekolah.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan acuan kepada pihak akademisi dan praktisi yang bergerak di bidang anak. Selain dapat memberikan informasi terkait pengaruh pengasuhan terhadap karakter anak usia prasekolah di dua wilayah yang berbeda, penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan gambaran akan pentingnya memperhatikan perkembangan karakter anak sejak usia prasekolah khususnya di daerah perdesaan dan perkotaan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dan meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat dan pemerintah untuk memperhatikan dan mendukung pengasuhan positif yang baik bagi perkembangan karakter anak. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian di bidang keluarga dan anak.

Ruang Lingkup Penelitian

(19)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Anak, Keluarga, dan Wilayah dalam Penelitian Karakteristik anak periode usia prasekolah

Anak prasekolah menurut Papalia, Olds dan Feldman (2009), adalah anak yang berusia mulai dari 3 sampai 6 tahun. Usia prasekolah adalah masa dimana anak melalui transisi dari masa baduta (usia dibawah dua tahun) ke masa kanak-kanak. Anak prasekolah telah memiliki hubungan yang lebih kompleks serta bersemangat untuk melakukan eksplorasi. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia prasekolah lebih lambat dibandingkan dengan usia bayi, namun semua aspek perkembangan mereka tetap berkembang dengan cepat. Pada usia ini kemajuan perkembangan empati anak meningkat, dimana anak menjadi lebih mampu untuk membayangkan apa yang akan dirasakan oleh orang lain.

Santrock (2009), mengungkapkan bahwa saat usia prasekolah, otak dan kepala anak tetap berkembang pesat dibandingkan anggota tubuh yang lainya, walaupun tidak secepat ketika ada di usia bayi. Hurlock (1990), menegaskan bahwa tugas perkembangan saat masa prasekolah berbeda dengan periode yang sebelumnya, dimana setiap peningkatan usia anak dihadapkan pada tugas perkembangan yang lebih khusus dari sebelumnya dan kecepatan atau laju pencapaian tugas perkembangan tertentu berbeda untuk setiap anak karena setiap anak merupakan individu yang unik. Papalia, Olds dan Feldman (2009) juga menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada kematangan anak, dimana kematangan tubuh dan otak merupakan prasyarat bagi kesiapan anak untuk menguasai berbagai kemampuan yang baru. Anak pada masa prasekolah adalah individu yang egosentrisme, dimana anak berasumsi bahwa orang lain berfikir, menerima, dan merasa sebagaimana yang mereka rasakan atau lakukan. Menurut Lickona (1994), anak usia prasekolah berada di tahapan egocentric reasoning dimana orientasi moralnya adalah untuk mendapatkan imbalan atau pujian dan menghindari hukuman.

Karakteristik keluarga

(20)

1998). Keluarga sebagai lingkungan terdekat dengan anak bertanggungjawab untuk menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak (Berns 1997).

Keluarga amat berperan terhadap perkembangan anak. Apabila keluarga mengalami gangguan dan disfungsi tentunya akan berdampak pada anak. Pada model stress keluarga/Family Stres Model (Conger et al. 2000 diacu dalam Ahmed 2005) menyatakan bahwa pengalaman kemiskinan merupakan salah satu faktor yang yang dapat menempatkan hubungan suami-istri yang kurang baik, membawa perasaan depresi dan meningkatkan ketidakberfungsian keluarga. Menurut Family Stres Model, keluarga berkontribusi terhadap tekanan emosional (misalnya depresi) dan disfungsi keluarga. Distress keluarga menyebabkan masalah dalam hubungan antara orang dewasa yang pada gilirannya,dikaitkan dengan orang tua yang kurang efektif serta kurangnya kontrol atas perilaku anak, kurangnya kehangatan dan dukungan, serta inkonsistensi.

Struktur keluarga juga memiliki dampak pada anak. Mayoritas anak-anak yang berasal dari keluarga utuh, maka anak-anaknya akan memiliki akses yang mudah untuk berinteraksi dengan orang tuanya serta, meningkatkan keterlibatan orang tua dalam mengasuh anak dengan lebih baik. Orang tua dalam keluarga utuh juga cenderung memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik jika dibandingkan dengan orang tua dalam struktur keluarga lainnya (Falci 1997).

Keluarga dengan kedua orang tua baik ibu dan ayah yang mendapatkan pendidikan dan kesempatan kerja akan memiliki kesejahteraan yang lebih baik dan tidak miskin, hal tersebut dapat berdampak pada perkembangan anak. Kemiskinan mempengaruhi perkembangan dan pendidikan anak dimulai pada awal tahun kehidupan anak (Engle et al. 2008). Menurut penelitian Carniero et al. (2007), juga menegasakan bahwa ibu yang berpendidikan dapat mengurangi masalah perilaku anak, dan lebih cenderung untuk berinvestasi pada anak-anak mereka melalui buku-buku. Penelitian lain juga menyebutkan pentingnya keikutsertaan ayah dalam pengasuhan anak akan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan anak (Cabrera et al. 2007).

Karakteristik wilayah penelitian

Menurut peraturan kepala BPS nomor 37 tahun 2010, wilayah Perdesaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan yang belum memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan. Daerah di perdesaan yang ada dalam penelitian ini adalah wilayah Desa Urug, tepatnya Masyarakat Kampung Adat Urug yang termasuk dalam wilayah tradisional yang mempertahankan budaya Suku Sunda. Masyarakatnya menganggap bahwa mereka berasal dari keturunan Prabu Siliwangi, raja di kerajaan Pajajaran Jawa Barat. Desa Urug berada di Kecamatan Sukajaya. Desa Urug pada awalnya merupakan Kampung Adat Urug yang merupakan sisa peradaban masa silam yang sampai saat ini nilai– nilai ketradisiannya masih dipertahankan. Tali tradisi budaya lama yang masih dipegang kokoh oleh masyarakat itu adalah pola pemukiman, kekerabatan, dan kepemimpinan. Wilayah Kampung Adat Urug ini telah berubah menjadi Desa Urug pada tahun 2013 karena memiliki jumlah penduduk yang besar. Saat ini jumlah penduduk di Desa Urug adalah sebanyak 4.649 orang, dengan 1.337 Kepala Keluarga (KK).

(21)

merupakan petani. Masyarakat umumnya memanfaatkan hutan dan lahan dalam berbagai cara, yaitu seperti ladang, sawah, kebun, kebun talun dan talun. Adapun hasil utama pertanian masyarakat adalah padi lokal dan biasanya sebagai rasa syukur setiap selesai panen dilakukan pesta panen Seren Taun, walaupun wilayah Urug telah berubah menjadi sebuah desa, namun masyaraktnya masih mempertahankan berbagai tradisi budaya sunda seperti upacara Seren Taun, Salametan Ngabuli (upacara tutup taun), upacara Ruwah, Salametan Maulud, upacara Sedekah Bumi, upacara Salametan Puasa dan Lebaran, dan pemilihan Kikolot atau pemimpin desa. Terdapat berbagai pantangan atau biasa disebut pamali yang berkaitan dengan proses bertani dan perumahan.

Wilayah perkotaan menurut peraturan kepala BPS nomor 37 tahun 2010, adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan yang memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan. Sedangkan daerah sub urban merupakan wilayah pertemuan antara dua wilayah administrasi, namun sumberdaya alam (natural resources) dan masyarakatnya bisa menjadi bagian komplementer pada satu satuan sistem fungsional bagi pengembangan wilayah yang didukung oleh sistem prasarana wilayah bersama (Budianta 2010). Daerah perkotaan yang

termasuk wilayah sub urban di dalam penelitian ini adalah wilayah Kelurahan Situgede. Luas wilayah Kelurahan Situgede adalah 232,47 Ha dengan Jumlah Rukun Tetangga 34 RT dan jumlah Rukun Warga 10 RW.

Kelurahan Situgede memiliki luas pemukiman 68 Ha, luas perkantoran 50 Ha, dan luas sarana umum lainnya 13,47. Jumlah Penduduk Kelurahan Situ Gede adalah 8081 jiwa dengan Jumlah Keluarga (KK) sebanyak 2228 KK yang mata pencaharian penduduknya adalah buruh. Jumlah RT di Kelurahan Situ Gede adalah 34 RT dan Jumlah RW di Kelurahan Situ Gede adalah 10 RW. Penduduk Kelurahan Situgede yang beragama Islam sebanyak 7.930 orang. Penduduk Kelurahan Situgede yang beragama Kristen Khatolik sebanyak 11 orang. Kelurahan ini memilki fasilitas masjid 10 buah, mushola 8 buah, dan Pondok Pesantren 2 buah.

Pengasuhan

(22)

Etika pengasuhan adalah tanggungjawab dalam memberikan penjagaan, yang terdiri atas investasi dan komitmen orang tua pada anaknya selama masa ketergantungan anak (Bronstein 2002). Pengasuhan juga merupakan proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak (Brooks 2001). Pada perkembangan teori pengasuhan dilihat dari beragam sudut pandang, diantaranya melalui psikologi evolusioner, teori kelekatan (Attachment), teori pembelajaran sosial dan kognitif sosial, teori system biologikal (Bronfenbrenner), teori kontrol, teory Vygotsky, serta teori system keluarga. Kemudian dalam pengasuhan pun, orang tua memiliki gaya pengasuhan yang berbeda. Gaya pengasuhan adalah serangkaian perilaku orang tua terhadap anaknya yang dikomunikasikan untuk menciptakan iklim emosi yang diekspresikan lewat perilaku (Leung et al. 2004). Gaya pengasuhan terdiri dari gaya pengasuhan disiplin, pelatih emosi, serta gaya pengasuhan penerimaan dan penolakan yang merupakan bagian dari teori pengasuhan berdasarkan emosi.

Pengasuhan kelekatan (attachment)

Ainsworth mengatakan bahwa kelekatan adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik, mengikat mereka dalan suatu kedekatan yang bersifat kekal sepanjang waktu (Hetherington & Parke 2001). Kelekatan merupakan suatu hubungan yang didukung oleh tingkah laku lekat (attachment behavior) yang dirancang untuk memelihara hubungan tersebut (Durkin, 1995). Kelekatan dimulai pada masa fase awal di tahun pertama kehidupan. Menurut Ainsworth hubungan kelekatan berkembang melalui pengalaman bayi dengan pengasuh ditahun-tahun awal kehidupannya. Hubungan kelekatan yang baik dapat juga terbentuk sejak inisiasi dini pemberian ASI serta proses menyusui yang dapat meningkatkan kelekatan serta menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang lebih baik (Ervika 2005; Herawati 2003).

(23)

bagaimana dampaknya bagi anak. Pendapat ini merujuk pada uraian Megawangi (2009) yang menjelaskan bahwa ada beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak sehingga berakibat pada pembentukan karakternya, yaitu :

1. Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang baik secara verbal maupun fisik. 2. Kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anaknya.

3. Bersikap kasar secara verbal, misainya menyindir, mengecilkan anak, dan berkata-kata kasar.

4. Bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan lainnya.

5. Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini. 6. Tidak menanamkan "good character' kepada anak.

Kualitas lingkungan pengasuhan anak

Salah satu pengukuran praktek pengasuhan yang sering digunakan sebagai indikator kualitas pengasuhan adalah lingkungan pengasuhan anak. Lingkungan pengasuhan anak ini biasanya diukur dengan menggunakan HOME Inventory (Home Observation and Measurement of Environment Inventory). Caldwell & Bradley (1984) mengembangkan instrument HOME untuk menilai tingkat dukungan emosional dan rangsangan kognitif yang anak dapatkan melalui lingkungan rumah melalui kegiatan yang direncanakan dalam lingkungan keluarga (Herring 2011). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lingkungan pengasuhan, yang diukur dengan menggunakan instrumen HOME Inventory, berpengaruh dalam membangun karakter anak (Hastuti et al. 2007, Hastuti dan Alfiasari 2008). Stimulasi psikososial merupakan bagian dari cara pengasuhan terhadap anak yang menentukan kualitas anak.

Stimulasi psikososial yang dikembangkan oleh Caldwell dan Bradley (1983) bertujuan untuk mengukur secara naturalistic kualitas dan kuantitas rangsangan dan dukungan yang tersedia untuk anak di lingkungan rumahnya (Harring 2011). HOME yang dikembangkan oelh Caldwell dan Bradley (1984) dibedakan dalam usia 0-3 tahun, 3-6 tahun, dan lebih dari 6 tahun. EC-HOME (Early Child HOME) digunakan pada keluarga yang memiliki anak usia 305 tahun. Versi EC-HOME berisi 55 item pertanyaan yang mengukur delapan sub skala, dimana setiap item dijumlahkan untuk memperoleh skor sub skala. Setengah darai data yang ada dapat dikumpulkan melalui observasi dan sisanya memerlukan wawancara tambahan. Delapan sub skala tersebut terdiri atas (Harring 2011) :

1. Materi pembelajaran (11 item pertanyaan) 2. Stimulasi bahasa (7 item pertanyaan) 3. Lingkungan fisik (7 item pertanyaan) 4. Responsivitas (7 item pertanyaan) 5. Stimulasi akademik (5 item pertanyaan) 6. Medeling (5 item pertanyaan)

7. Ragam (9 item pertanyaan) 8. Penerimaan (4 item pertanyaan)

(24)

Pengasuhan penerimaan-penolakan

Rohner sejak tahun 1986 mengemukakan gaya pengasuhan dengan melihat dimensi kehangatan (warmth dimension) yang mencerminkan apakah orang tua menerima atau menolak keberadaan anak. Adapun teori gaya pengasuhan yang dikemukakan oleh Rohner adalah Parental Acceptance-Rejection (PAR). Gaya pengasuhan parental acceptance menggambarkan kehangatan, penerimaan, dan kasih sayang orang tua kepada anaknya, yang diekspresikan baik secara fisik maupun verbal. Bentuk penerimaan yang ditunjukkan orang tua secara fisik adalah memeluk, mencium, tersenyum, memperdulikan, dan mendukung anak. Kemudian bentuk verbal dari orang tua yang menerima anak adalah memberikan penghargaan, mengatakan hal yang menyenangkan bagi anak, menyanyikan lagu ataupun membacakan cerita yang disukai oleh anaknya. Berbeda halnya dengan parental acceptance, gaya pengasuhan parental rejection tidak memberikan kehangatan, penerimaan, dan kasih sayang dari orang tua kepada anak. Rohner mengemukakan tiga bentuk parental rejection, yaitu 1) hostility and aggression, 2) indifference and neglect, 3) undifferentiated rejection (Rohner et al. 2007).

Rohner memperkenalkan teori pengasuhan penerimaan-penolakan (PAR), dimana menurut Rohner, kehangatan orang tua termasuk dimensi penerimaan yang berdiri di satu kutub skala dan penolakan (tidak adanya penerimaan dan kehangatan) jatuh pada kutub yang lain. Rohner telah mendefinisikan penerimaan dan penolakan dalam hal persepsi anak tentang perilaku orang tua. Teori PAR mendalilkan bahwa manusia di mana-mana memiliki fundamental, filogenetis diperoleh perlunya respon positif (yaitu persetujuan cinta, kehangatan dan kasih sayang) dari orang-orang yang paling penting bagi mereka yakni dari orang tua dan tokoh lainnya yang dekat dengan mereka. Hal ini perlu untuk respon positif dasar bagi perkembangan normal dan penarikan kasih sayang cukup dengan sendirinya untuk menghasilkan konsekuensi bagi perilaku emosional, kepribadian dan fungsi perilaku. Menurut teori ini, apakah orang tua menerima atau menolak anak, secara signifikan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak dan perkembangan mereka. Pengasuhan teori penerimaan-penolakan adalah teori sosialisasi yang mencoba untuk menjelaskan dan memprediksi konsekuensi utama dari penolakan untuk perilaku, kognitif, dan perkembangan emosional anak dan untuk fungsi kepribadian dewasa di mana-mana.

Teori PAR mengatakan bahwa anak-anak yang dicintai (diterima) oleh keluarga lebih mungkin memiliki self-esteem, empati dan kecerdasan emosi yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak diterima oleh keluarganya (Riaz et al. 2012). Penerimaan adalah sikap terhadap anak-anak yang dapat dimanifestasikan dengan cara yang berbeda tergantung pada kepribadian orang tua. Penerimaan orang tua melihat anak-anak memiliki banyak kualitas positif dan mereka menikmati kebersamaan dengan anak-anak mereka. Orang tua yang menerima didefinisikan sebagai mereka yang menunjukkan cinta atau kasih sayang terhadap anak-anak secara fisik dan lisan. Semua adalah bentuk perilaku yang secara bersama-sama dan individual cenderung mendorong anak untuk merasa dicintai atau diterima (Demetriou & Christodoulides 2006).

(25)

perasaan marah, dendam dan permusuhan terhadap anak, sedangkan ketidakpedulian mengacu pada kurangnya perhatian atau minat pada anak. Orang tua bermusuhan mungkin agresif, baik secara fisik maupun verbal, dan orang tua acuh tak acuh yang mungkin secara fisik atau psikologis jauh dari anak-anak mereka atau tidak dapat diakses oleh anak (mengabaikan tawaran anak-anak mereka untuk diperhatikan, meminta bantuan dan kenyamanan) dan menjadi tidak responsif terhadap kebutuhan anak-anak. Penolakan dinyatakan sebagai permusuhan atau agresi dan pengabaian dinyatakan sebagai ketidakpedulian dan penelantaran atau bahkan ketiadaan (Demetriou & Christodoulides 2006).

Karakter

Karakter merupakan bagian dari moral identitas yang menurut Carlo dan Hardy (2011), moral identitas umumnya mengacu pada sejauh mana seseorang dapat menjadi orang yang bermoral dan hal tersebut merupakan hal penting untuk identitas seorang individu. Ketika seseorang yang memiliki moral identitas yang kuat melanggar ketentuan moral tertentu, maka ia akan kehilangan harga diri, serta menentang kepercayaan yang dipegang teguh olehnya, dimana hal tersebut menghilangkan identitas dirinya. Menurut Moller (2009), definisi moral terkait erat dengan aturan. Moral didefinisikan melalui aturan yang tercantum dalam kode praktek, sebagai suatu sistem prinsip dan aturan yang diikuti oleh individu, kelompok dan populasi serta merujuk pada apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan terkait kewajiban yang dibagi menjadi benar dan salah. Moral juga terkait aturan untuk bagaimana hidup dengan kewajiban. Etika adalah ajaran tentang apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Anak-anak belajar untuk memperlakukan orang lain dengan lebih baik karena termotivasi oleh aturan dan pembatasan, dimana individu harus belajar bagaimana mengikuti suatu aturan.

Sebelum pendekatan teori domain sosial, penelitian tentang perkembangan moral (dalam psikologi perkembangan) tergantung terutama pada perspektif teori global yang menggunakan tahapan. Dua teori utama yang harus diketahui adalah teori tahapan perkembangan Piaget dan enam tahap teori Kohlberg. Menurut teori Piaget, perkembangan moral anak-anak dipelihara melalui mengambil bagian dalam pemecahan masalah, serta membuat keputusan dan mengambil bagian dalam menentukan aturan berdasarkan kewajaran. Piaget percaya bahwa perkembangan moral anak-anak berasal dari interaksi sosial. Piaget berpendapat bahwa proses moral anak diperoleh melalui penemuan saat mengambil bagian dalam pemecahan suatu masalah. Teori Lawrence Kohlberg didasarkan pada karya Piaget pada perkembangan kognitif, serta pada perubahan kualitatif bagaimana anak melakukan penalaran dan membutuhkan bimbingan.

(26)

untuk mendapatkan reward. Tahap konventional terdiri atas level interpersonal conformity, yaitu moral baik tercapai jika ia disukai orang lain, serta law and order, yaitu moral baik adalah ketika hal tersebut sah atau legal sesuai hukum yang berlaku. Tahap post conventional terdiri dari level social contract dan universal ethical principles. Pada level social contract moral ditentukan oleh hak-hak asasi manusia sedangkan pada level universal ethic principles, diasumsikan adanya prinsip universal dari moral dan nurani sebagai pedoman kebajikan.

Menurut Lickona (1994), perkembangan moral melalui 5 tahapan dari tahap 0 sampai tahap 5. Tahap 0 adalah egocentric reasoning (usia pra sekolah sampai 4 tahun) dimana orientasi moral adalah untuk mendapatkan imbalan/pujian dan menghindari hukuman. Tahap 1 adalah unquestioning obedience atau fase otoritas tak berpihak dimana orientasi moral adalah melakukan apa yang diperintahkan agar terhindar dari kesalahan atau masalah. Tahap 2 adalah fase balas-membalas (usia sekolah dasar) yaitu fase dimana orientasi moral adalah bersikap baik kepada orang lain yang juga baik kepada diri sendiri, untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat tertentu. Tahap 3 adalah interpersonal conformity (usia sekolah dasar – remaja awal) dimana orientasi moral adalah mementingkan diri sendiri namun juga bersikap adil terhadap orang yang juga adil kepada saya, dan juga bersikap baik agar diterima oleh orang lain (social approval) dan merasa diri baik (self-esteem). Tahap 4 adalah tahap responsibility to the system (usia sekolah menengah atas/remaja akhir). Dalam fase menjaga kelompok ini, orientasi moral adalah perasaan yang harus memenuhi kewajiban dan tanggung jawab sosial karena sadar bahwa dirinya merupakan bagian dari sistem tersebut dan untuk mempertahankan self-respect. Tahap 5 adalah principled conscience (usia dewasa awal) atau fase universalitas (moralitas tak berpihak). Orientasi moral pada fase ini adalah kesadaran untuk menunjukkan tanggung jawab yang besar dan kewibawaan kepada semua orang dan mendukung sistem yang menghormati hak asasi manusia. Kewajiban nurani adalah untuk bertindak sesuai prinsip menghormati kepada seluruh makhluk hidup. Menurut Lickona (1994), menjelaskan bahwa manusia yang berkarakter adalah individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good), menginginkan dan mencintai kebaikan (loving the good) dan melakukan kebaikan (acting the good). Karakter mencakup nilai-nilai baik (virtues) yang mampu mengarahkan seseorang untuk dapat membedakan sesuatu yang baik dan buruk. Pembentukan karakter pada seorang individu juga tidaklah lepas dari peran orang tua.

(27)

Klasifikasi nilai kebaikan yang lain dijabarkan oleh Peterson & Seligman (2004) yang menyatakan bahwa virtues sebagai karakteristik utama oleh filsuf moral dan pemikir agama terdiri dari kebijaksanaan (wisdom), keberanian (courage), kemanusiaan (humanity), keadilan (justice), kesederhanaan (temperance), dan transenden (transcendence). Ciri-ciri dimensional yang mendefinisikan nilai-nilai kebaikan umum ini disebut kekuatan karakter atau character strengths. Kekuatan karakter menurut Peterson dan Seligman (2004), terdiri dari :

1. Kebijaksanaan dan pengetahuan adalah kekuatan kognitif yang memerlukan akuisisi dan penggunaan pengetahuan.

a. Kreativitas (orisinalitas, kecerdikan) adalah kemampuan berpikir terkait cara-cara baru dan produktif untuk konsep serta melakukan hal-hal baru, termasuk prestasi artistik namun tidak terbatas hanya untuk hal itu saja. b. Rasa ingin tahu (keterbukaan terhadap pengalaman) terkait dengan minat

dalam pengalaman yang sedang berlangsung untuk kepentingan diri sendiri. Termasuk menemukan subyek dan topik menarik, mengeksplorasi dan menemukan.

c. Keterbukaan pikiran (pengambilan keputusan dan berpikir kritis) adalah berpikir hal-hal melalui upaya memeriksa segala sesuatu dari semua sisi, tidak mengambil kesimpulan tanpa dasar yang jelas, mampu mengubah pikiran seseorang dalam bukti yang konkret, dan menimbang semua bukti yang cukup untuk mampu mengambil kesimpulan.

d. Cinta pembelajaran, terkait dengan menguasai keterampilan baru, topik serta pengetahuan baru, dan berkaitan dengan kekuatan keingintahuan. e. Perspektif (kebijaksanaan) adalah kemampuan untuk memberikan nasihat

yang bijaksana kepada orang lain, memiliki cara pandang yang masuk akal bagi diri sendiri dan orang lain.

2. Kekuatan keberanian, terkait dengan emosional yang melibatkan pelaksanaan kehendak untuk mencapai tujuan dalam menghadapi tantangan, eksternal maupun internal.

a. Keberanian adalah kemampuan untuk tidak menghindari ancaman, tantangan, kesulitan, atau rasa sakit, serta berbicara untuk apa yang benar bahkan jika ada oposisi, dan bertindak atas keyakinan bahkan jika tidak terkenal, termasuk keberanian fisik namun tidak terbatas untuk hal itu saja. b. Kegigihan (ketekunan, kerajinan), adalah melakukan dan menyelesaikan

segala sesuatu hal yang telah dimulai, kemudian bertahan dari kendala, dan merasakan kesenangan dalam menyelesaikan tugas dengan baik. c. Integritas (keaslian, kejujuran) adalah berbicara kebenaran tetapi dalam

arti yang lebih luas yaitu menyajikan diri dengan cara yang tulus dan bertindak dalam cara yang tulus tanpa kepura-puraan, serta mengambil tanggung jawab atas perasaan dan tindakan seseorang.

d. Vitalitas (semangat, antusiasme, semangat, energi), adalah mendekati hidup dengan kegembiraan dan energi, tidak melakukan hal-hal dengan setengah hati, hidup sebagai petualangan dan perasaan mengenai hidupnya dipenuhi semangat.

(28)

a. Kebaikan (kemurahan hati, pemeliharaan, perawatan, kasih sayang, cinta altruistik, kebaikan) adalah merasakan kesenangan ketika buatan baik bagi atau membantu, merawat orang lain.

b. Kecerdasan sosial (kecerdasan emosional, kecerdasan pribadi) terkait dengan kemampuan menyadari motif dan perasaan orang lain dan diri sendiri, mengetahui apa yang harus dilakukan agar sesuai dalam situasi sosial yang berbeda, dan kekuatan keadilan yang mendasari kehidupan masyarakat yang sehat.

c. Kewarganegaraan (tanggung jawab sosial, loyalitas, kerjasama) adalah kerja sama kelompok atau tim, yang setia kepada kelompoknya untuk melakukan bagian pekerjaannya.

4. Keadilan adalah memperlakukan semua orang sama sesuai dengan pengertian tentang keadilan dan tidak membiarkan perasaan pribadi mempengaruhi keputusan sehingga menimbulkan bias tentang orang lain atau hal yang diputuskan, serta memberikan semua orang kesempatan yang adil. Kepemimpinan terkait dengan mendorong suatu kelompok atau orang lain untuk mendapatkan sesuatu dan pada saat yang sama menjaga waktu hubungan baik dalam kelompok, serta kemampuan mengorganisir kegiatan kelompok.

5. Temperance (kesederhanaan dan melindungi kebaikan), termasuk didalamnya adalah pengampunan dan belas kasihan, atau mengampuni mereka yang telah berbuat salah, menerima kekurangan orang lain, memberi kesempatan kedua, tidak menjadi pendendam. Kemudian kerendahan hati / kesopanan terkait dengan membiarkan prestasi seseorang berbicara sendiri; tidak mencari sorotan, tidak mengenai diri sendiri sebagai istimewa lebih dari satu adalah

a. Prudence: Berhati-hati tentang pilihan seseorang, tidak mengambil risiko yang tidak semestinya, tidak mengatakan atau melakukan hal-hal yang mungkin nantinya akan menyesali.

b. Self-regulasi (pengendalian diri): Mengatur apa yang terasa dan melakukan; menjadi disiplin, selera pengendali seseorang termasuk emosi. 6. Transendensi-kekuatan yang membentuk koneksi ke alam semesta yang lebih

besar dan memberikan makna.

a. Apresiasi keindahan dan keunggulan (kagum, elevasi) yakni menyadari dan mengapresiasi keindahan, keunggulan, dan / atau kinerja terampil dalam berbagai domain kehidupan, dari alam untuk seni untuk matematika untuk ilmu pengetahuan untuk sehari-hari pengalaman.

b. Syukur adalah menjadi sadar dan bersyukur untuk hal-hal baik yang terjadi, meluangkan waktu untuk mengucapkan terima kasih.

c. Harapan (optimisme, orientasi masa depan) yakni mengharapkan yang terbaik di masa depan dan bekerja untuk mencapainya, percaya bahwa masa depan yang baik adalah sesuatu yang yang dapat dilakukan. d. Humor adalah menyukai canda tawa, membawa senyum kepada orang

lain dan selalu berusaha melihat sisi terang.

(29)

3.

KERANGKA PEMIKIRAN

Perkembangan seorang anak berdasarkan teori ekologi terkait dengan beragam faktor. Faktor-faktor yang terkait terhadap perkembangan karakter anak meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal anak diantaranya terdiri dari jenis kelamin, usia, dan kemampuan kecerdasan intelektual anak. Perkembangan anak tergantung pada kematangan anak, dimana kematangan tubuh dan otak merupakan kesiapan untuk menguasai berbagai kemampuan anak yang baru Faktor eksternal diantaranya karakteristik keluarga (orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga) dan lingkungan dimana anak tinggal. Karakteristik keluarga dan wilayah juga merupakan faktor input penting yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Tumbuh kembang anak secara nyata dipengaruhi oleh karakteristik keluarga serta dimana keluarga bertempat tinggal. Keseluruhan faktor tersebut juga merupakan input penting dari kualitas proses hubungan antara ibu dan anak yang selanjutnya dapat mempengaruhi perkembangan anak.

Pengasuhan yang positif dapat menghasilkan perkembangan anak yang baik. Pengasuhan merupakan bentuk interaksi ibu dan anak yang memiliki cakupan yang luas. Pengasuhan dalam penelitian ini dilihat dari tiga aspek, yang pertama pengasuhan kelekatan ibu dan anak, kedua gaya pengasuhan penerimaan dan penolakan, dan ketiga kualitas lingkungan pengasuhan. Teori kelekatan dikembangkan oleh Bolwby dan Ainsworth yang menekankan pada pentingnya perasaan aman (secure) yang diterima anak sebagaifondasi penting perkembangan kepercayaan anak untuk mampu berinteraksi positif baik dengan ibu serta lingkunganya. Hasil penelitian menyebutkan bahwa anak yang aman (secure) memiliki perkembangan emosi yang lebih baik serta rendah dalam perilaku agresif. Setelah fondasi kepercaayaan itu terbentuk maka penting juga dilihat bagaimana ibu berinteraksi (verbal dan non verbal) dengan anak salam proses pengasuhan melalui apa yang disebut gaya pengasuhan. Salah satu bentuk gaya pengasuhan adalah pengasuhan penerimaan-penolakan yang dikembangkan oleh Rohner. Rohner menyatakan bahwa anak yang diterima oleh ibu lewat gaya pengasuhan penerimaan akan memiliki perkembangan emosi yang lebih baik. Pengasuhan dapat pula dilihat dari kualitas lingkungan pengasuhan yang menilai dukungan emosi dan rangsangan kognitif dari lingkungan rumah yang kegiatanya direncanakan oleh keluarga atau ibu. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat keterkaitan antara stimulasi lingkungan di rumah dengan perkembangan anak usia prasekolah, salah satunya adalah perkembangan sosial emosi anak.

(30)

(temperance), dan transenden (transcendence). Keseluruhan input dan proses tersebut diharapkan dapat menghasilakan karakter anak yang disajikan dalam kerangka pemikiran (Gambar 1).

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Pengaruh Kelekatan, Gaya Pengasuhan, dan Kualitas Lingkungan Pengasuhan terhadap Karakter Anak Di Perdesaan dan Perkotaan.

Metode Sosialisasi

Karakteristik Keluarga

- usia ayah & ibu - pendidikan ayah & ibu - pendapatan keluarga - Status pekerjaan ayah&ibu - Besar anggota keluarga

Karakteristik Anak Prasekolah

- usia anak - jenis kelamin anak

- Status pendidikan Karakter Anak

Prasekolah

- Wisdom (Kebijaksanaan) - Courage (Keberanian) - Humanity

(Kemanusiaan) - Justice (Keadilan) - Temperance (Kekuatan

yang melindungi terhadap kelebihan) - Transendence (kekuatan

yang membentuk koneksi ke alam semesta)

Karakteristik Wilayah

- Perkotaan (Kelurahan Situgede

- Perdesaan (Desa Urug)

Kelekatan (Attachment)

Gaya Pengasuhan : Penerimaan dan penolakan (PAR)

(31)

4.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Pemilihan tempat dilakukan secara purposive di perdesaan yang diwakili oleh Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor sebagai representasi wilayah perdesaan dengan masyarakat tradisional yang masih memegang nilai-nilai adat nenek moyang. Wilayah perkotaan yang diwakili oleh Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor sebagai kategori sub urban area yang dekat dengan pusat kota.

Prosedur Pemilihan Contoh

Populasi penelitian ini adalah keluarga utuh di perdesaan dan perkotaan yang memiliki anak sulung usia 3-6 tahun yang tinggal dalam satu rumah di dua daerah terpilih. Total populasi di perdesaan (Desa Urug) berjumlah 104 responden sedangkan di perkotaan (Kelurahan Situgede) yakni 102 responden. Berdasarkan jumlah populasi yang ada di dua desa terpilih dilakukan pengambilan sempel menurut rumus Slovin, sehingga dari perdesaan diambil sebanyak 50 responden, dan di perkotaan juga diambil 50 responden, sehingga total keseluruhan responden yakni 100 responden. Kerangka penarikan contoh pada penelitian ini dipilih secara acak (random sampling) yang disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 4.1 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian. Bogor

Perkotaan (Kelurahan Situgede) Perdesaan

(Desa Urug)

Urug Tonggoh

Kota Bogor Kabupaten Bogor

Urug Tengah

RW 6

RW 2 RW 1

Urug Lebak

RW 4

n = 50 n = 50

(32)

Total sampel dari penelitian ini berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut:

Keterangan

n = Jumlah Contoh N = Jumlah Populasi

e = Persen Toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel. Sehingga sempel dari perdesaan sebagai berikut :

Kemudian pengambilan sempel dari perkotaan adalah sebagai berikut :

Desain dan Cara Pengumpulan Data

Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu tertentu dan tidak berkelanjutan (single period in time) dan merupakan bagian dari Penelitian Desentralisasi Ungulan Perguruan Tinggi tahun 2013 dengan judul “Pengembangan Metode Sosialisasi Nilai-Nilai

Karakter pada Keluarga Perdesaan Melalui Penerapan Pengasuhan Positif” oleh

tim penelitian yang diketuai oleh Alfiasari SP, M.Si.

Jenis data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang diuji validitas dan reliabilitasnya (Tabel 1). Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi pada Ibu dan contoh dengan alat bantu kuesioner yang meliputi data :

1) Karakteristik anak (usia, jenis kelamin, dan status pendidikan anak).

2) Karakteristik orang tua (usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga).

3) Pengasuhan yang terdiri dari tiga aspek yakni ; (1) Kelekatan ibu dan anak (Attachment), (2) Gaya pengasuhan penerimaan-penolakan (Parental Acceptance Rejection /PAR) yang dikembangkan Rohner (1986), serta Kualitas lingkungan pengasuhan HOME (Home Observation and Measurement of Environmental Inventory for Early Childhood)

4) Karakter anak diukur menggunakan instrumen dari pendekatan Character Strengths oleh Peter & Seligman (2004) dan Lickona (1994) yang dikembangkan oleh peneliti mencakup 6 (enam) dimensi yaitu wisdom,

n = N (1+N.e2)

n = 104 (1+104.0.12) n = 50.9 ~ 50

(33)

courage, humanity, justice, temperance, transedence dan dibagi kedalam tiga bagian yakni Knowing, Feeling, dan Acting.

Data primer yang berikutnya adalah karakteristik budaya di perdesaan yang diperoleh melalui panduan pertanyaan pada orang tua dan aparat desa. Data sekunder dalam penelitian meliputi jumlah keluarga dengan anak sulung usia 3-6 tahun di perdesaan (Desa Urug) dan perkotaan (Kelurahan Situgede).

Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, responden, cara pengumpulan data, dan jumlah pertanyaan.

Jenis data Variabel Skala

data

Primer Attachment Ordinal Ibu Wawancara

Wawancara

Data primer yang diperoleh melalui wawancara terdiri dari data mengenai karakteristik anak, karakteristik keluarga, karakteristik wilayah. Karakteristik anak terdiri dari usia anak, jenis kelamin, dan status pendidikan. Karakteristik keluarga terdiri dari usia orang tua, lama pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, status pekerjaan ibu dan pendapatan keluarga.

(34)

2) Jenis kelamin anak dibedakan menjadi 2 kategori yaitu (1) laki-laki dan (0) perempuan.

3) Status pendidikan anak menjadi dua kategori yakni (1) mengikuti PAUD, (0) Tidak mengikuti PAUD.

4) Usia ayah dan ibu dinyatakan dalam tahun.

5) Pendidikan orang tua dilihat dari lama pendidikan dengan empat kategori yakni (1) 0-<6 tahun, (2) 6-9 tahun, (3) 10-12 tahun, (4) >12 tahun.

6) Status pekerjaan ibu terdiri atas (1) bekerja, (0) tidak bekerja. 7) Jumlah anggota keluarga dinyatakan dalam satuan orang.

8) Data pendapatan per kapita keluarga diperoleh dari jumlah pendapatan dibagi dengan jumlah keluarga.

9) Karakteristik wilayah terdiri dari (0) Perdesaan dan (1) Perkotaan.

Data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi terdiri dari kelekatan, kualitas lingkungan pengasuhan (HOME), pengasuhan (PAR), dan karakter anak.

1) Kelekatan (Attachment) ibu dan anak terdiri dari 10 item pertanyaan dengan pilihan jawaban 1 (Tidak Menggambarkan Ibu Responden), 2 (Kurang Menggambarkan Ibu Responden), 3 (Sangat Menggambarkan Ibu Responden).

2) Lingkungan pengasuhan menggunakan Caldwell & Bradley (1984) tipe HOME EC (Early Childhood) dengan 55 item pertanyaan dengan pilihan jawaban ya = 1 dan tidak = 0.

3) Gaya pengasuhan penerimaan-penolakan (PAR) terdiri dari 60 item pertanyaan dengan pilihan jawaban SL (Selalu), SR (Sering), KD (Kadang-kadang), dan HTP (hamper Tidak Pernah).

4) Karakter anak terdiri dari 66 item pertanyaan dengan pilihan jawaban yang sesuai dengan anak antara pilihan jawaban (0) anak tidak mengerti, (1) perilaku anak tidak sesuai dengan perilaku yang diharapkan, dan (2) perilaku anak sesuai dengan perilaku yang diharapkan.

Kontrol Kualitas Data

Sebelum dilakukan pengambilan data dengan kuesioner, maka dilakukan uji realibilitas terhadap kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian. Hasil uji realibilitas memiliki hasil sebagai berikut, yakni pengasuhan yang terdiri dari tiga aspek :

1) Kelekatan ibu dan anak (Attachment) dengan nilai Cronbachs’s alpha 0.575, 2) Penerimaan dan Penolakan (Parental Acceptance Rejection /PAR) yang

dikembangkan Rohner (1986) dengan nilai Cronbach’s alpha 0.866,

3) Kualitas lingkungan pengasuhan HOME (Home Observation and Measurement of Environmental Inventory for Early Childhood) dengan nilai

Cronbach’s alpha 0.784.

Kemudian untuk uji realibilitas variabel karakter anak diukur menggunakan instrumen dari pendekatan character strengths oleh Peter & Seligman (2004) dan Lickona (1994) yang dikembangkan oleh peneliti mencakup 6 (enam) dimensi yaitu wisdom, courage, humanity, justice, temperance, transedence dan dibagi kedalam tiga bagian yakni Knowing, Feeling, dan Acting dengan nilai

(35)

Pengolahan dan Analisis Data

Tahap pengolahan data dilakukan dengan kegiatan seperti editing, coding, entering, dan cleaning. Editing meliputi meneliti lengkapnya pengisian, keterbacaan tulisan, kejelasan makna jawaban, konsistensi jawaban satu sama lain, relevansi jawaban dan keragaman suatu data. Selanjutnya dilakukan coding berupa penyusunan kode sebagai panduan entri dan pengolahan data. Kemudian dilanjutkan dengan entry dan cleaning. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif yang digunakan mencakup rata-rata, nilai maksimum, dan minimum untuk semua data kuantitatif. Analisis inferensia yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah :

1) Uji beda T-test. Uji beda T-test yang digunakan pada penelitian ini untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara kelekatan, kualitas lingkungan pengasuhan, gaya pengasuhan dan karakter anak di perdesaan dengan di perkotaan.

2) Uji regresi. Uji regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh kelekatan, kualitas lingkungan pengasuhan, dan gaya pengasuhan terhadap karakter anak di perdesaan dengan di perkotaan.

Y =β 1X1 + β 2X2 + β 3X3 + ...+ β 22X22 + e Keterangan :

Y = Karakter anak

(X1) = Jenis kelamin anak (0=perempuan, 1=laki-laki), (X2) = Usia anak (tahun),

(X3) = Usia ayah (tahun), (X4) = Usia ibu (tahun),

(X5) = Lama pendidikan ibu (tahun),

(X6) = Status bekerja ibu (0=tidak bekerja, 1= bekerja), (X7) = Jumlah anggota keluarga (orang),

(X8) = Pendapatan perkapita keluarga (rupiah/bulan), (X9) = Wilayah (0=desa, 1=kota),

(X10) = Kelekatan (skor),

(X11) = Stimulasi belajar (Skor), (X12) = Stimulasi bahasa (skor), (X13) = Lingkungan fisik (skor),

(X14) = Kehangatan dan penerimaan (skor), (X15) = Stimulisi akademik (skor),

(X16) = Modeling (skor),

(X17) = Variasi stimulasi (skor), (X18) = Hukuman (skor),

(X19) = Penerimaan (skor), (X20) = Kekerasan (skor), (X21) = Pengabaian (skor), (X22) = Penolakan (skor),

(36)

Sistem skoring dibuat secara konsisten, yaitu semakin tinggi skor maka semakin tinggi pula kategorinya. Skor yang telah diperoleh diindekskan terlebih dahulu. Indeks indikator adalah mentransformasikan nilai skor variabel ke dalam interval 0–100 agar nilai skor tersebut mudah diinterpretasikan. Variabel yang nilai skornya ditransformasikan kedalam indeks adalah : skor kelekatan, kualitas lingkungan pengasuhan (HOME), gaya pengasuhan (PAR), dan karakter anak. Rumus indeks indikator sebagai berikut :

Definisi Operasional

Karakteristik anak adalah keadaan anak berdasarkan usia, jenis kelamin dan status pendidikan.

Karakteristik wilayah adalah wilayah perdesaan dan perkotaan yang masing-masing memiliki perbedaan dan ciri tersendiri, dengan wilayah perkotaan adalah daerah perbatasaan.

Pengasuhan adalah saat dimana orang tua memberikan sumberdaya paling dasar kepada anak, pemenuhan kebutuhan anak, kasih sayang, memberikan perhatian dan mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada anak.

Kelekatan adalah ikatan emosional dalam hubungan ibu dan anak yang dapat menentukan kualitas hubungan antar keduanya, serta keamanan anak ketika bersama ibunya.

Gaya pengasuhan penerimaan dan penolakan adalah proses yang menggambarkan kehangatan, penerimaan, dan kasih sayang orang tua kepada anaknya, yang diekspresikan baik secara fisik maupun verbal. Terdiri dari empat dimensi yakni, penerimaan, kekerasan, pengabaian, dan penolakan.

Kualitas lingkungan pengasuhan adalah stimulasi yang diberikan orang tua dan keluarga dalam memberikan kehangatan, suasana penerimaan, pemberian teladan atau contoh, pemberian pengalaman, dorongan belajar dan berbahasa serta dorongan bagi kemampuan akademik anak. Kualitas lingkungan pengasuhan yang diukur menggunakan HOME (Home Observation and Measurement of Environmental Inventory for Early Childhood) terdiri dari delapan dimensi yakni, stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, kehangatan dan penerimaan, stimulasi akademik, modeling, variasai stimulasi, dan hukuman.

Karakter anak adalah proses atau mekanisme yang menjelaskan kebaikan dalam bentuk prilaku yang terkait dengan cara bekerja otak, berpikir logis kepribadian seseorang, spiritual, otoritas serta ketaatan kepada tuhan. Karakter terdiri dari kebijaksanaan (wisdom), keberanian (courage), kemanusiaan (humanity), keadilan (justice), kesederhanaan (temperance), dan transenden (transcendence).

Indeks Indikator = Skor yang diperoleh – Skor minimum

(37)

5.

Artikel 1

PENGARUH KELEKATAN, GAYA PENGASUHAN DAN KUALITAS LINGKUNGAN PENGASUHAN TERHADAP KARAKTER ANAK

PERDESAAN DAN PERKOTAAN

The influence of attachment, parental acceptance rejection, and environmental quality of parenting on preschool children character in rural and urban area

Mustika Dewanggi, Dwi Hastuti, Tin Herawati

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kelekatan, kualitas gaya dan kualitas lingkungan pengasuhan terhadap karakter anak perdesaan dan perkotaan. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive di perdesaan dan perkotaan di wilayah Bogor. Penarikan contoh pada penelitian ini dipilih secara acak (random sampling) yang melibatkan 100 responden. Pengambilan data dilakukan melalui tekhnik wawancara dan observasi dengan bantuan kuesioner. Data dianalisis dengan analisis deskriptif, uji independent t-test, dan uji regresi. Rata-rata skor kelekatan ibu dengan anak di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan. Terdapat perbedaan yang signifikan dari kelekatan ibu di perdesaan dengan di perkotaan. Rata-rata skor gaya pengasuhan di perdesaan lebih rendah dibandingkan dengan di perkotaan, sedangkan rata-rata skor kualitas lingkungan pengasuhan ibu di perdesaaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan. Tidak terdapat perbedaan antara gaya pengasuhan dan kualitas lingkungan pengasuhan di perdesaan dengan di perkotaan. Rata-rata skor karakter anak di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan. Terdapat perbedaan yang signifikan dari karakter anak di perdesaan dengan di perkotaan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakter anak usia prasekolah adalah jenis kelamin anak, usia anak, usia ibu, dan kelekatan.

Kata kunci : kelekatan, kualitas lingkungan pengasuhan, gaya pengasuhan, dan karakter anak.

Abstract

Gambar

Tabel 4.1   Jenis data, peubah, skala, dan item pertanyaan
Gambar   3.1 Kerangka Pemikiran Pengaruh Kelekatan, Gaya Pengasuhan, dan
Gambar 4.1 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian.
Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, responden, cara pengumpulan data, dan jumlah pertanyaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan yang disimpulkan Achmadi (2014, hlm. 127) bahwa promosi kesehatan adalah proses untuk memungkinkan individu mengontrol faktor-faktor yang memengaruhi

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap karakteristik individu res- ponden, diperoleh informasi bahwa sebagian besar mahasiswa IPB peserta PKMK dan PPKM berjenis kelamin laki-

1. Peramalan kualitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kualitaif masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat bergantung pada orang yang menyusunnya. Hal

Sesuai dengan rancangan program yang telah disetujui oleh Kepala Sekolah, pelaksanaan program paskibra mengacu pada program yang telah dibuat, antara lain (1) Melaksanakan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan Peraturan Walikota tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Program Jaminan Kesehatan

Penelitian ini dilakukan dengan mengukur biomassa serasah dan tumbuhan bawah secara destruktif dan mengukur biomassa tegakan secara non destruktif menggunakan persamaan

Nilai biomassa dan stok karbon serasah yang lebih rendah dari tumbuhan bawah diduga berkaitan dengan proses dekomposisi bahan organik yang berlangsung lebih cepat

This broader definition indicates that literacy is not just the main business of learning to read and write and certain aspect of language knowledge such as