• Tidak ada hasil yang ditemukan

Retikulosit Hemoglobin (Ret-He) Sebagai Parameter Diagnostik Yang Potensial Dalam Mendeteksi Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Retikulosit Hemoglobin (Ret-He) Sebagai Parameter Diagnostik Yang Potensial Dalam Mendeteksi Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

HAMIL

T E S I S

IMEE S. SURBAKTI

117111001/ PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS ILMU

PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

HAMIL

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang

Ilmu Patologi Klinik / M. Ked (Clin.Path) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

IMEE S. SURBAKTI

117111001/ PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS ILMU

PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

(3)

Judul Tesis : Retikulosit Hemoglobin (Ret-He) Sebagai

Parameter Diagnostik Yang Potensial Dalam

Mendeteksi Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil

Nama Mahasiswa : Imee S. Surbakti

Nomor Induk Mahasiswa : 117111001

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH

Pembimbing I

dr. Makmur Sitepu, M.Ked (OG), Sp.OG-K

Pembimbing II

Disahkan oleh :

Ketua Departemen Patologi Klinik Ketua Program Studi Departemen

FK-USU/RSUP H. Adam Malik Patologi Klinik FK-USU/

Medan RSUP H. Adam Malik Medan

Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH Prof.DR.dr.Ratna Akbari Gani, Sp.PK-KH

NIP. 19491011 1979 01 1 001 NIP. 1948711 1979 03 2 001

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 17 Oktober 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp. PK-KH ...

Anggota : 1. Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH ...

2. dr. Makmur Sitepu, M.Ked (OG), Sp.OG-K ...

3. Prof. Herman Hariman, Ph.D, Sp. PK-KH ...

4. dr. Ricke Loesnihari, MKed (ClinPath), Sp.PK-K ...

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur atas segala kasih karunia Tuhan Yesus Kristus

yang telah memberikan rahmat, berkat serta penyertaan selama seluruh

proses ini, sehingga akhirnya saya dapat menyelesaikan tesis saya yang

berjudul “Retikulosit Hemogobin (Ret-He) Sebagai Parameter Diagnostik Yang Potensial Dalam Mendeteksi Defisiensi Besi pada Ibu Hamil” sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan magister di bidang Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Selama penulis mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian

penelitian untuk karya tulis ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan,

petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil

dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan

dan karya tulis ini.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Oleh sebab itu dengan

segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga

dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH, Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dan

juga sebagai pembimbing saya yang telah banyak memberikan

bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam

pendidikan dan proses penyusunan sampai selesainya tesis ini.

2. Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK(K), sebagai Kepala Program Studi Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara,yang telah memberi bimbingan, arahan dan

(6)

3. Dr. Makmur Sitepu, M.Ked (OG), Sp.OG-K, sebagai pembimbing kedua saya dari Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi FK

USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu,

memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, bantuan dan dorongan serta

memudahkan saya dalam menyelesaikan pembuatan tesis saya ini.

4. Prof. dr. Herman Hariman, PhD, Sp.PK – KH selaku Sekretaris Departemen Patologi Klinik FK USU yang telah memberikan bimbingan,

pengarahan, dan saran – saran selama saya mulai pendidikan sampai

dengan selesainya penulis tesis ini.

5. dr. Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin Path), Sp.PK(K) selaku Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik FK USU yang

telah memberikan bimbingan dan sumbangan pemikiran sehingga saya

dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Prof. dr. Burhanuddin Nasution, Sp.PK-KN, KGEH yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama pendidikan dan

menyelesaikan penulisan tesis ini.

7. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Magister

Kedokteran Klinik di bidang Patologi Klinik dan Program Pendidikan

Dokter Spesialis (PPDS) Patologi Klinik di FK USU.

8. Dekan FK USU, Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Patologi Klinik dan PPDS

Patologi Klinik di FK USU.

9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan selama di rumah

sakit.

(7)

mengajarkan dan memberikan pengarahan selama saya mengikuti

pendidikan Spesialis Patologi Klinik dan selama penyelesaian tesis ini.

11. Teman – teman seangkatan serta kakak-kakak senior yang

tidak mungkin saya lupakan dr.Selastri agnes, dr.Edisyah Raskita, dr.Naomi Dwipayana, dr. Kurnia Sari Dewi, dr. Soraya M. beserta dr. Nuryanti, dan dr. Dewi Indah yang selalu saling menjaga silahturahmi dan mendukung dalam suka dan duka, terima kasih atas dukungan dan

bantuannya selama ini.

12. Seluruh teman-teman sejawat Pendidikan Magister Bidang

Patologi Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

para analis, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu

yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya

menjalani pendidikan dan proses penyelesaian tesis ini.

Teristimewa kepada kedua orang tua saya, Ayahanda dan Ibunda

dr.Yusuf R. Surbakti, SpOG-K dan Flory Yenita Sembiring, atas cinta, pengorbanan dan kesabaran mereka yang telah membesarkan, mendidik,

mendorong dan memberikan bantuan serta selalu tanpa bosan-bosannya

mendoakan saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan sampai saat

ini. Kepada saudara-saudara saya yang tercinta : Anastasia U. Surbakti, SH, Aegina S. Surbakti, SE, Laurensius Abe,SE, Bernardus K. Surbakti, S.Ked, dan malaikat-malaikat kecil saya : Gading Mario, Louis Gamaliel, Clara Eunice, saya ucapkan terima kasih atas doa, kasih sayang, kehadiran dan tawa.

Kepada sahabat-sahabat saya, teman seiring perjalanan, Margaret Febrika, Angelina Vinsensia, Flora Ulina, Dinarty Manurung, Stefanie, Yana Vulita, Nazli Mahdinasari, Socrates Imago, dan Ryan Waldyanto terima kasih banyak untuk cinta, kebersamaan, pengertian, kisah dan

(8)

Semoga Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus senantiasa

melimpahkan rahmat dan berkat-Nya kepada kita semua dan segala

kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang setimpal dari

Allah yang Maha Penyayang.

Akhir kata, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita

semua. Amin.

Medan , Oktober 2013

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Tesis ... i

Lembar Penetapan Panita Penguji ... ii

Ucapan Terima Kasih ... iii

Daftar Isi ... vii

Daftar Singkatan ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Tabel ... xii

Daftar Lampiran... xiii

Abstrak ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesa Penelitian ... 5

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum ... 5

1.4.2 Tujuan Khusus ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metabolisme besi... 7

2.1.1 Komposisi Besi dalam tubuh... 7

2.1.2 Absorpsi Besi... 9

2.1.3 Fungsi Trombosit ... 10

2.1.4 Besi di dalam sel-sel seri eritroid... 12

2.1.4.1 Pengambilan besi oleh eritroid.... 12

(10)

2.1.4.3 Penghancuran eritrosit... 16

2.2 Retikulosit... 17

2.3 Pemeriksaan Status Besi ... 18

2.3.1 Retikulosit Hemoglobin... 18

2.3.2 Serum Feritin... 19

2.3.3 Serum Iron... 20

2.3.4 Total Iron Binding Capacity... 20

2.3.5 Saturasi Transferin... 21

2.4 Perubahan-Perubahan pada Wanita Hamil... 21

2.4.1 Kebutuhan besi selama kehamilan... 21

2.4.2 Perubahan hematologi selama kehamilan... 22

2.4.3 Penilaian defisiensi besi selama kehamilan..23

2.5 Defisiensi Besi... 25

3.4.1 Cara Pengambilan Sampel Penelitian... 29

(11)

3.6.2 Variabel Terikat... 31

3.7 Definisi Operasional ... 31

3.8 Cara Kerja... 32

3.8.1 Pengambilan Sampel... 32

3.8.2 Pengolahan dan Pemeriksaan Sampel.... 33

3.8.3 Pemantapan Kualitas... 36

3.9 Masalah Etika (Ethical Clearance) dan Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)………. 39

3.10 Rencana Pengolahan dan Analisis Data... 39

3.11 Kerangka Kerja ... 41

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 42

BAB 5 PEMBAHASAN ... 47

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan ... 52

6.1 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(12)

DAFTAR SINGKATAN

ALA : δ-Aminolevulinic Acid BFU-E : Burst Forming Unit CFU-E : Colony Forming Unit

CFU-GEMM : Colony Forming Unit- Granulocyte Erythrocyte Macrophage

DCYTB : Duodenal Cytochrome B DMT1 : Divalent Metal Transporter

HFE : Human Hemochromatosis Protein HMOX1 : Heme Oxygenase 1

MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin

MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration

MCV : Mean Corpuscular Volume

PBGD : Porphobilinogen Deaminase

RDW : Red Cell Distribution Width RET-HE : Reticulocyte Hemoglobin

SI : Serum Iron

STfR : Soluble Transferrin Receptor

STEAP3 : Six Transmembrane Epithelial Antigen of Prostate 3 TIBC : Total Iron Binding Capacity

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Mekanisme absorpsi besi... 10

Gambar 2.2. Siklus transferin... 12

Gambar 2.3. Skema pembentukan hemoglobin... 16

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komponen Besi dalam Tubuh... 8

Tabel 2.2. Kriteria Diagnosa Anemia Defisiensi Besi …….…..…….. 27

Tabel 3.1. Hasil Kalibrasi Ferritin………. 36

Tabel 3.2. Hasil Kalibrasi Serum Iron………. 36

Tabel 3.3. Hasil Kalibrasi UIBC……… 36

Tabel 3.4. Hasil Kontrol Hb,MCV, dan RET-HE……… 37

Tabel 3.5. Hasil Kontrol Ferritin……….. 38

Tabel 3.6. Hasil Kontrol Serum Iron……….. 39

Tabel 3.7. Hasil Kontrol UIBC……… 39

Tabel 4.1. Karakteristik dari Subjek Penelitian………. 42

Tabel 4.2. Pengukuran status besi pada Subjek Penelitian……….. 43

Tabel 4.3. Nilai Area Under the Curve (AUC) RET-HE………. 44

Tabel 4.4. Nilai Sensitivitas dan Spesifisitas RET-HE dari berbagai alternatif titik potong (cut off)………... 45

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

Lampiran 2 Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan

Lampiran 3 Status Pasien

Lampiran 4 Ethical Clearance

(16)

RET-HE SEBAGAI PARAMETER DIAGNOSTIK YANG POTENSIAL DALAM MENDETEKSI DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL

Imee Surbakti1 , AK. Aman 1, Makmur Sitepu 2

1

Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan;

2

Departmen Ilmu Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar Belakang : Terdapat berbagai tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mendeteksi status besi. Tes ini terbagi atas indeks hematologi serta pengukuran status besi pada serum. Seiring dengan perkembangan teknologi dari alat analisa hematologi ditemukanlah suatu parameter baru menilai status besi melalui analisa retikulosit hemoglobin (RET-HE).

Tujuan : Mengetahui keakuratan diagnostik Ret-He sehingga dapat menentukan apakah parameter yang lebih baik dalam mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.

Metoda dan cara : Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional pendekatan potong lintang yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, pada bulan Maret-Juni 2013. Sampel ibu hamil trimester III sejumlah 64 orang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kadar feritin. Kelompok defisiensi besi sebanyak 36 orang, dan kelompok non defisiensi besi sebanyak 28 orang.

Hasil : Pada penelitian ini, diperoleh nilai AUC untuk Ret-He 77.7% dengan cut off terbaik < 31.45 pg. Menggunakan cut-off tersebut diperoleh hasil uji diagnostik Ret-He dengan sensitivitas 61.1%, spesifisitas 75.0%, NDP 75.8% dan NDN 60.0%, LR(+) 2.44 dan LR(-) 0.51%..

Kesimpulan : Berdasarkan keakuratan diagnostic yang diperoleh Ret-He merupakan parameter yang cukup baik untuk mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.

(17)

RET-HE AS A POTENTIAL DIAGNOSTIC PARAMETER IN DETECTING IRON DEFICIENCY IN PREGNANT WOMEN

Imee Surbakti1 , AK. Aman 1, Makmur Sitepu 2

1

Department of Clinical Pathology, School of Medicine, University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Medan Hospital

2

Department of Obstetrics and Gynecology, School of Medicine, University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Medan Hospital

ABSTRACT

Background: Varieties of laboratory test can be applied in detecting iron status. These test are divided into conventional hematology index and biochemical serum iron. With the development of hematology analyzer, new parameter has been found to monitor iron status with reticulocyte hemoglobin analysis (RET-HE).

Objectives: To obtain the diagnostic accuracy of RET-HE and conclude whether RET-HE can be used as a parameter to detect iron deficiency in pregnant women.

Method: This analytical cross sectional study was conducted in Haji Adam Malik Hospital Medan, in March-June 2013. Applying samples of 64 third trimester pregnant women was divided into 2 groups based on ferritin level. Non iron deficiency group using 28 subjects and 36 subjects in iron deficiency.

Results: In this study, we found the AUC for RET-HE 77.7% with the best cut-off value < 31.4 pg. Using the cut-off value we obtained sensitivity 61.1%, specificity 75.0%, PPV 75.8%, NPV 60.0%, LR(+) 2.44 and LR(-) 0.51%.

Conclusion: Based on diagnostic accuracy RET-HE is a good parameter to detect iron deficiency in pregnant women.

(18)

RET-HE SEBAGAI PARAMETER DIAGNOSTIK YANG POTENSIAL DALAM MENDETEKSI DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL

Imee Surbakti1 , AK. Aman 1, Makmur Sitepu 2

1

Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan;

2

Departmen Ilmu Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar Belakang : Terdapat berbagai tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mendeteksi status besi. Tes ini terbagi atas indeks hematologi serta pengukuran status besi pada serum. Seiring dengan perkembangan teknologi dari alat analisa hematologi ditemukanlah suatu parameter baru menilai status besi melalui analisa retikulosit hemoglobin (RET-HE).

Tujuan : Mengetahui keakuratan diagnostik Ret-He sehingga dapat menentukan apakah parameter yang lebih baik dalam mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.

Metoda dan cara : Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional pendekatan potong lintang yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, pada bulan Maret-Juni 2013. Sampel ibu hamil trimester III sejumlah 64 orang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kadar feritin. Kelompok defisiensi besi sebanyak 36 orang, dan kelompok non defisiensi besi sebanyak 28 orang.

Hasil : Pada penelitian ini, diperoleh nilai AUC untuk Ret-He 77.7% dengan cut off terbaik < 31.45 pg. Menggunakan cut-off tersebut diperoleh hasil uji diagnostik Ret-He dengan sensitivitas 61.1%, spesifisitas 75.0%, NDP 75.8% dan NDN 60.0%, LR(+) 2.44 dan LR(-) 0.51%..

Kesimpulan : Berdasarkan keakuratan diagnostic yang diperoleh Ret-He merupakan parameter yang cukup baik untuk mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.

(19)

RET-HE AS A POTENTIAL DIAGNOSTIC PARAMETER IN DETECTING IRON DEFICIENCY IN PREGNANT WOMEN

Imee Surbakti1 , AK. Aman 1, Makmur Sitepu 2

1

Department of Clinical Pathology, School of Medicine, University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Medan Hospital

2

Department of Obstetrics and Gynecology, School of Medicine, University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Medan Hospital

ABSTRACT

Background: Varieties of laboratory test can be applied in detecting iron status. These test are divided into conventional hematology index and biochemical serum iron. With the development of hematology analyzer, new parameter has been found to monitor iron status with reticulocyte hemoglobin analysis (RET-HE).

Objectives: To obtain the diagnostic accuracy of RET-HE and conclude whether RET-HE can be used as a parameter to detect iron deficiency in pregnant women.

Method: This analytical cross sectional study was conducted in Haji Adam Malik Hospital Medan, in March-June 2013. Applying samples of 64 third trimester pregnant women was divided into 2 groups based on ferritin level. Non iron deficiency group using 28 subjects and 36 subjects in iron deficiency.

Results: In this study, we found the AUC for RET-HE 77.7% with the best cut-off value < 31.4 pg. Using the cut-off value we obtained sensitivity 61.1%, specificity 75.0%, PPV 75.8%, NPV 60.0%, LR(+) 2.44 and LR(-) 0.51%.

Conclusion: Based on diagnostic accuracy RET-HE is a good parameter to detect iron deficiency in pregnant women.

(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum

terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

populasi.1 Wanita hamil merupakan golongan yang berisiko tinggi terhadap

terjadinya defisiensi besi karena kebutuhan besi yang meningkat selama

kehamilan.2 Prevalensi anemia defisiensi besi pada wanita hamil di negara

berkembang adalah sekitar 35 sampai 75% (rata-rata 56%).3 Menurut data

SKRT pada tahun 2001, angka kejadian anemia di Indonesia adalah

sekitar 40%, walaupun anemia selama kehamilan dapat terjadi karena

beberapa penyebab namun secara umum setengah kasus anemia pada

kehamilan berhubungan dengan defisiensi besi.4,5

Defisiensi besi diketahui akan berhubungan dengan infeksi maternal,

kelahiran preterm, bayi berat lahir rendah, dan lebih lanjut kadar feritin di

darah tali pusat akan berhubungan dengan gangguan perkembangan

kognitif pada masa kanak-kanak sehingga tindakan diagnostik dan

pencegahan yang efektif merupakan sebuah hal yang sangat penting.6

Terdapat berbagai tes diagnostik yang dapat digunakan untuk

mendeteksi status besi. Pewarnaan sumsum tulang merupakan

pemeriksaan baku emas untuk melihat gambaran besi didalam sumsum

(21)

dilakukan secara rutin. Selain itu, pemeriksaan ini memerlukan waktu yang

lebih lama dan biaya yang lebih mahal, sehingga dibutuhkan pemeriksaan

lain yang tidak invasif dan sensitif untuk mendeteksi cadangan besi.7

Tes laboratorium lain yang dapat digunakan terbagi atas indeks

hematologi seperti hemoglobin, hematokrit, dan mean cell volume, dan

pengukuran besi biokemikal serum seperti serum iron, feritin, saturasi

transferin, dan soluble transferrin reseptor. Indeks hematologi memiliki

kekurangan karena perubahan indeks ini baru terjadi pada tahapan akhir

dari defisiensi besi. Tes dengan pengukuran besi pada serum mempunyai

beberapa kekurangan misalnya pemeriksaan serum iron sangat

bergantung kepada variasi diurnal dan feritin merupakan penanda

inflamasi akut.7,8

Di Indonesia keputusan untuk pemberian preparat besi biasanya

hanya berdasarkan kadar hemoglobin.9 Karena keadaan hemodilusi

fisiologis terjadi pada ibu hamil maka penurunan kadar hemoglobin yang

sedikit belum tentu diakibatkan oleh kekurangan zat besi.10 Selain itu,

perkembangan defisiensi besi menjadi anemia biasanya membutuhkan

waktu yang lama, sehingga sebaiknya digunakan penanda defisiensi besi

yang lebih awal.8

Seiring dengan perkembangan alat hematology analyzer

ditemukanlah suatu parameter baru untuk menilai status besi melalui

(22)

Pemeriksaan retikulosit hemoglobin mencerminkan suatu proses

eritropoesis dinamik pada sum-sum tulang. Pemeriksaan ini dapat secara

langsung mengukur rata-rata konten hemoglobin dari prekursor eritrosit

yaitu retikulosit sehingga tahapan awal defisiensi besi dapat diindentifikasi

pada saat dimana parameter lain masih tidak informatif. 8,11,12 Indeks ini

diperiksa dalam waktu yang relatif singkat menggunakan sampel yang

sama dengan pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan RET-HE relatif

mudah, murah, dapat digunakan untuk diagnosis defisiensi besi pada

orang dewasa dan anak-anak, dan telah dievaluasi penggunaannya dalam

melihat respon pemberian terapi besi intravena, respon pemberian

eritropoetin pada pasien defisiensi besi fungsional serta dapat digunakan

untuk membedakan defisiensi besi dari penyebab anemia lainnya.13,14

Mast et al. (2002) menggunakan CHr (konten retikulosit hemoglobin

dari Advia) untuk identifikasi defisiensi besi pada 78 sampel dengan

menggunakan pewarnaan sum-sum tulang sebagai baku emas mendapati

bahwa nilai rata-rata retikulosit hemoglobin pada pasien defisiensi besi

adalah 26.7 ± 3.9 pg dan dengan menggunakan cut off ≤ 28 pg didapati

nilai sensitivitas 73.9% dan spesifisitas 73.3% dengan AUC 0.735, dimana

AUC dari retikulosit hemoglobin lebih besar dibandingkan dengan feritin,

MCV, dan saturasi transferin.16

Carmen Canals et al (2005) menggunakan RET-HE untuk identifikasi

anemia defisiensi besi pada 504 sampel didapatkan nilai RET-HE hanya

(23)

kontrol tetapi mengalami penurunan yang signifikan pada pasien yang

menderita anemia defisiensi besi. Nilai cut off yang paling optimal untuk

membedakan anemia defisiensi besi dan anemia penyakit kronik adalah

25 pg, dengan AUC 0.9, sensitivitas 76% dan spesifisitas 81%.15

Mari Ervasti et al. (2007) meneliti penggunaan CHr pada 202 wanita

hamil at term dengan menggunakan cut off < 31.9 dan saturasi transferin

sebagai tes referensi didapatkan bahwa CHr merupakan cara yang paling

praktis untuk mendiagnosa defisiensi besi dibandingkan dengan feritin,

MCV, Hb, sTfR dan indeks TfR-F dengan AUC 0.79, sensitivitas 80.7%,

dan spesifisitas 71.3%. Studi ini juga menunjukkan bahwa CHr sendiri

sudah dapat memberikan akurasi diagnostik yang cukup baik dibanding

dengan penggabungan antara tiga tes kombinasi Hb, MCV, dan feritin. 8

Pada penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya,

didapati kadar rata-rata RET-HE berbeda bermaknadengan p-value <0.05

antara kelompok defisiensi besi : 31.91 ± 2.51, anemia defisiensi besi :

25.80 ± 3.91, dan kontrol : 32.91 ± 3.91, serta diperoleh korelasi yang

signifikan antara RET-HE dengan feritin (r= 0,573; p<0.05), RET-HE

dengan serum iron (r = 0.594; p<0.01), dan RET-HE dengan saturasi

transferin (r = 0.506; p<0.05).17

Penelitian retikulosit hemoglobin dalam mendiagnosa defisiensi besi

dengan berbagai kelompok subjek penelitian memberikan hasil bervariasi

baik pada kemampuan diagnostiknya maupun nilai cut off yang

(24)

kemampuan diagnostik dari parameter retikulosit hemoglobin (RET-HE)

dalam mendeteksi anemia defisiensi besi pada ibu hamil.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut: apakah retikulosit hemoglobin

(RET-HE) dapat digunakan sebagai parameter diagnostik untuk mendeteksi

defisiensi besi pada ibu hamil?

1.3. Hipotesis Penelitian

RET-HE dapat digunakan sebagai parameter diagnostik untuk

mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui kemampuan diagnostik RET-HE sehingga dapat

menentukan apakah RET-HE dapat digunakan sebagai parameter

diagnostik untuk mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengevaluasi status besi pada ibu hamil menggunakan

pengukuran serum biokemikal, indeks hematologi konvensional, dan

(25)

2. Menentukan cut off RET-HE dalam mendiagnosa defisiensi besi

pada ibu hamil dengan menggunakan kurva ROC.

3. Menentukan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga

negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif serta

area under the curve (AUC) RET-HE dalam mendiagnosa defisiensi

besi pada ibu hamil.

1.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan mengetahui kemampuan diagnostik RET-HE

dalam mendiagnosa defisiensi besi pada ibu hamil maka pemeriksaan ini

mungkin dapat dipakai sebagai parameter diagnostik yang lebih cepat,

murah, dan akurat dalam mendeteksi defisiensi besi pada ibu-ibu hamil

sehingga pemberian terapi dapat lebih efektif.

(26)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Metabolisme Besi

2.1.1. Komposisi Besi dalam Tubuh

Besi merupakan mineral penting bagi semua sel tubuh manusia.

Kemampuan besi untuk berubah pada reaksi oksidasi stabil, yaitu Fe2+

dan Fe3+, dalam kondisi fisiologis membuatnya ideal untuk reaksi katalisis

biokimia dan sejumlah besar enzim tergantung pada besi untuk fungsi

biologis mereka. Dampak negatifnya adalah logam ini mampu

mengkatalisis reaksi yang mengarah ke produksi radikal bebas, terutama

ketika berada dalam jumlah yang berlebihan.

Sangatlah penting untuk memasok zat besi yang cukup untuk

memenuhi persyaratan metabolisme sel, tetapi juga penting untuk

mencegah kelebihan zat besi karena hal ini dapat menempatkan sel di

bawah tekanan stress oksidatif.18 Pada orang dewasa, jumlah besi yang

hilang dari tubuh relatif kecil. Laki-laki kehilangan kira-kira 0.6 mg/hari,

sedangkan pada perempuan kehilangannya lebih besar dengan rata-rata

dua kali angka tersebut karena penambahan kehilangan besi dalam darah

selama mensturasi.19 Kadar besi dalam tubuh seorang dewasa normal

berkisar antara 35-45 mg/kgBB, dimana laki-laki lebih tinggi daripada

(27)

Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh, berupa

senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang

berfungsi dalam tubuh, besi cadangan, yaitu senyawa besi yang

dipersiapkan bila masukan besi berkurang, besi transport, yaitu besi yang

berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi

dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya.

Besi terdapat dalam dua bentuk yaitu heme dan non heme. Sekitar

70% zat besi dalam tubuh ditemukan dalam bentuk heme, khususnya

hemoglobin dan mioglobin, walaupun dapat juga ditemukan pada enzim

hidroperoksidase dan sitokrom. Zat besi nonheme paling banyak disimpan

sebagai feritin (sekitar 1 g pada pria dewasa) atau hemosiderin dalam

makrofag dan hepatosit. Hanya sebagian kecil (sekitar 0,1%) berada

transit dalam plasma, terikat dengan protein pembawanya transferin.

Jumlah yang sangat kecil terdapat dalam enzim peroksidase dan

Hemoglobin Transport oksigen 2600 65.0

Mioglobin Simpanan otot 130 6.0

Transferin Transport besi 3 0.1

Feritin Cadangan besi 520 13.0

Hemosiderin Cadangan besi 480 12.0

Katalase,

(28)

2.1.2. Absorpsi Besi

Besi lebih mudah diserap dalam bentuk Ferro (Fe2+) tetapi

kebanyakan besi yang dimakan berada dalam bentuk Ferri (Fe3+).19

Hanya sedikit sekali besi yang diserap dalam lambung, tetapi di dalam

lambung besi dalam bentuk Ferri (Fe+3) akan diubah menjadi Ferro (Fe+2)

oleh ferric reductase dengan bantuan kofaktor duodenal cytochrom b-like

(DCYTB).20

Perubahan ini sangat penting, karena duedonal metal transporter 1

(DMT1) memungkinkan hanya divalen logam (terutama besi, tetapi juga

Cu, Pb, dan Mn) yang dapat melalui membran apikal enterosit duedonal.

Namun, DMT1 bukan molekul satu-satunya yang memfasilitasi

transportasi besi melalui membran enterosit. Heme carrier protein

merupakan molekul penting yang mengangkut besi heme dari permukaan

apikal ke enterosit. Besi heme akan terikat oleh reseptor heme di

membran brush border dan didalam sel akan dilepaskan oleh heme

oxygenase sebelum memasuki penampungan besi labil dan kemudian

akan mengikuti jalur yang sama dengan besi non-heme. 22

Di dalam enterosit sebagian besi disimpan sebagai feritin, dan

sebagian lagi menuju ke membrane basolateral ke sirkulasi melalui

basolateral transporter dalam bentuk Fe2+ yang disebut ferroportin.20

Ferroportin juga dapat ditemukan pada permukaan membran makrofag.

Jika total besi dalam tubuh tinggi, sintesis hati terhadap hepsidin akan

(29)

menyebabkan internalisasi, ubiquitinasi dan degradasi dari ferroportin.

Akibatnya, besi yang ditransfer ke sirkulasi akan menurun. Ferroportin,

seperti DMT1 bersifat permeabel hanya untuk besi dalam bentuk Ferro

(Fe+2). Di sisi lain, besi harus berada dalam bentuk Ferri (Fe+3) agar dapat

terikat dengan transferin. Oleh karena itu, oksidasi besi dari bentuk Ferro

(Fe+2 ) menjadi Ferri (Fe+3 ) oleh ferrooxidase atau hephaestin sangat

diperlukan.20,22

Seruloplasmin adalah homolog hephaestin menetap di membran

makrofag dekat dengan ferroportin, melakukan kerja yang sama dengan

hephaestin. Singkatnya, besi ferro yang berasal dari enterosit dioksidasi

oleh hephaestin, dan besi ferro yang berasal dari makrofag akan

dioksidasi oleh seruloplasmin dengan cara yang sama.22

Gambar 2.1. Mekanisme absorpsi besi 23

2.1.3. Transport Besi

Transferin (Tf) adalah protein utama yang mengikat dan

menyalurkan zat besi ke jaringan. Setiap molekul transferin dapat

(30)

salah satu transferrin reseptor (TfR) pada membran sel, TfR1 atau TfR2.

Setiap reseptor transferin mengikat 2 molekul transferin.20,22 Transferrin

reseptor 1 ada dalam semua jaringan kecuali eritrosit yang matang.

Transferrin reseptor 2 paling banyak berada di hati. Meskipun struktur

protein dari TfR1 dan TfR2 hampir sama tetapi fungsi dan regulasinya

berbeda. Ekspresi dari TfR1 diatur sangat ketat oleh kadar zat besi seluler

melalui human hemochromathosis protein (HFE). Namun, kadar zat besi

seluler tidak berpengaruh pada TfR2. TfR2 diatur oleh saturasi transferin

dan berfungsi meregulasi ekspresi hepsidin.

Setelah pengikatan diferric-Tf ke TFR, kompleks diferric-Tf/TFR

bersama dengan DMT 1 pada membran sel yang dilapisi clathrin akan

diinternalisasi secara endositosis. Dalam endosome, proses pengasaman

melalui pompa proton ATPase (pH 5,5-6) akan mengakibatkan ikatan Fe3+

dan Tf terlepas. Sebuah protein disebut STEAP3 (Six-Transmembrane

Epithelial Antigen of Prostate 3) akan mengubah Fe+3 menjadi Fe+2 di

dalam prekursor sel eritroid. Konversi ini diperlukan karena DMT1 hanya

mengangkut divalent logam dari endosome ke sitoplasma seperti pada

enterosit.22,24 Besi di dalam sel eritroid hampir seluruhnya akan menuju

mitokondria dimana akan bergabung dengan protoporphyrin membentuk

heme, sedangkan pada sel lain besi akan disimpan dalam bentuk feritin

dan hemosiderin.25 Kompleks tansferin/TfR yang sudah tidak berikatan

dengan besi (Apotransferrin) akan didaur ulang ke permukaan sel di

(31)

perubahan pH ini mengakibatkan terlepasnya ikatan antara apotransferrin

dari TfR. Apotransferin akan dilepaskan keluar dari sel menuju sirkulasi

dan berfungsi kembali menjadi pengangkut besi, sedangkan TfR akan

menjadi truncated transferrin receptor atau soluble transferrin receptor

(sTfR).20,26 Seluruh siklus diselesaikan dalam hitungan menit dan terjadi

sekitar 100-200 dalam durasi hidup sebuah molekul transferin.24

Gambar 2.2. Siklus transferin 25

2.1.4. Besi di dalam Sel Eritroid

2.1.4.1. Pengambilan Besi oleh Sel Eritroid

Nasib besi yang terikat dengan plasma transferin telah

dipelajari dengan menyuntikkan sejumlah radioaktif 59Fe yang

diikat dengan transferin. Sekitar 85% dari 59Fe memasuki sel

prekursor eritroid untuk digunakan dalam pembentukan

hemoglobin.

Dua sampai tiga juta sel darah merah diproduksi setiap detik

(32)

per sel. Jumlah zat besi yang dikirim ke masing-masing prekursor

eritroid tergantung pada jumlah monoferric dan diferric transferrin

yang ditemukan dalam sirkulasi serta kepadatan TfR1 pada

permukaan sel. Biasanya, setiap prekursor eritroid memiliki lebih

dari satu juta TfR1 pada membran karena kebutuhan yang tinggi

untuk sintesis hemoglobin.

Bentuk terlarut dari reseptor ini dapat terdeteksi dalam

serum. Konsentrasi sTfR1 pada serum biasanya ditemukan

sebanding dengan jumlah yang ditemukan pada permukaan sel.

Pada anemia defisiensi besi, kepadatan TfR1 pada permukaan sel

meningkat sehingga meningkatkan konsentrasi soluble TfR1

(sTfR1). 23,24

Dalam keadaan normal, afinitas TfR1 dengan diferric

transferrin lebih besar daripada monoferric transferrin. Namun,

afinitas ini akan berkurang apabila pasokan zat besi berkurang.

Monoferric transferrin adalah bentuk dominan transferin yang

beredar saat saturasi transferin menurun. Molekul monoferric

transferrin menghantarkan zat besi yang lebih sedikit ke prekursor

eritroid dibandingkan diferric transferrin. Hal ini memungkinkan

sejumlah besar prekursor eritroid untuk menerima sebagian kecil

dari besi. Penemuan ini konsisten dengan fakta bahwa MCV akan

(33)

besi. Transfer besi langsung dari makrofag ke eritroblas

(rhopheocytosis) kini dianggap tidak begitu signifikan.24

Pada keadaan normal, sekitar 80 sampai 90% dari besi yang

masuk ke prekursor eritroid akan diambil oleh mitokondria dan

dimasukkan ke dalam heme, sisanya akan disimpan dalam bentuk

feritin.23,25 Granul feritin dalam eritrosit dapat kadang-kadang dapat

dideteksi dengan cara reaksi Prusisian blue.21

Semua sel darah merah yang imatur sampai retikulosit

memiliki kemampuan untuk mengambil besi, sedangkan eritrosit

matur tidak. Pronormoblast dan basofilik normoblast memiliki

kapasitas terbesar untuk menyerap zat besi. Secara in vitro,

transfer besi dari transferin ke eritrosit imatur akan menurun apabila

saturasi transferin menurun sampai di bawah 30%.27

2.1.4.2. Penggunaan Besi dalam Pembentukan Heme

Hampir 80-90% besi yang dibawa ke eritroblast akan

dikonversi menjadi heme dalam waktu 1 jam. Setiap besi yang

melebihi kebutuhan untuk sintesis heme akan disimpan dalam

bentuk feritin. Oleh karena itu feritin akan meningkat ketika sintesis

hemoglobin terganggu, seperti dalam thalassemia atau anemia

sideroblastik. 23

Heme terdiri dari sebuah cincin protoporfirin dengan atom

besi di pusatnya. Heme disintesis dari prekursor suksinil CoA dan

(34)

(ALA). Enzim yang mengkatalisis reaksi ini, ALA-synthase (ALAS)

tampaknya merupakan enzim penentu kecepatan jalur metabolik

ini. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah koenzim untuk reaksi ini.

Reaksi ini dirangsang oleh adanya hormon eritropoetin dan

dihambat oleh pembentukan heme. Jalur ini dimulai di mitokondria.

Dua molekul ALA menyatu untuk membentuk porphobilinogen.21

Empat molekul porphobilinogen akan terkondensasi di

bawah pengaruh deaminase porphobilinogen (PBGD) dan

uroporphyrinogen cosynthase untuk membentuk cincin tetrapyrrole

yang disebut uroporphyrinogen III. Senyawa ini akan diubah

menjadi coproporphyrinogen dan akan diubah menjadi

protoporphyrin IX. Akhirnya zat besi dalam bentuk ferro dengan

bantuan enzim ferrochelatase akan berikatan dengan

protoporphyrin IX membentuk heme.

Mitokondria memegang peranan utama dalam sintesis heme

karena mengandung enzim synthase, coproporphyrinogenoksidase

dan ferrochelatase. Urutan-urutan enzim dari ALA menjadi

coproporphyrinogen terletak di sitoplasma. Sel darah merah yang

matang tidak memiliki mitokondria, oleh karena itu tidak dapat

(35)

Gambar 2.3. Skema pembentukan hemoglobin 23

2.4.1.3. Penghancuran Eritrosit

Eritrosit yang sudah tua akan dihancurkan oleh sistem

retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Kemampuan

penghancuran ini sekitar 20% dalam beberapa jam.28,29 Di dalam

RES eritrosit akan difagositosis oleh makrofag, heme akan dipecah

oleh heme oxygenase (HMOX1) untuk melepaskan besi. Besi

kemudian bisa disimpan dalam bentuk feritin atau melalui

Ferroportin 1 dilepas ke dalam plasma. Di dalam plasma, untuk

dapat berikatan dengan transferin, besi harus berada dalam

bentuk ferri, perubahan ini difasilitasi oleh enzim ferrooxidase

seruloplasmin. Pelepasan besi dari makrofag dikendalikan oleh

hepsidin dimana apabila hepsidin terdapat dalam kadar yang tinggi,

seperti dalam peradangan atau kelebihan zat besi, terjadi

pengurangan dari pelepasan besi. Perubahan dalam pelepasan

(36)

dimana konsentrasi besi serum tertinggi terdapat pada pagi hari

dan terendah di malam hari.23

2.2. Retikulosit

Sel darah merah manusia dimulai dari sel berinti dan akhirnya

menjadi tidak berinti. Perkembangan ini berada didalam sum-sum tulang

dan membutuhkan waktu 5 hari sampai akhirnya sel-sel prekursor

menghasilkan sel yang lebih kecil. Beberapa bentuk dari sel darah merah

yang berubah secara dramatis adalah berkurangnya perbandingan inti :

sitoplasma (N:C), kromatin menjadi lebih padat dan warna sitoplasma juga

berubah sesuai dengan proses hemoglobinisasi yang semakin dominan.30

Prekursor-prekursor eritroid berasal dari CFU-GEMM. Prekursor

selanjutnya yang secara spesifik bekerja dalam lini eritroid adalah

Burst-Forming-Unit (BFU-E), diikuti oleh pembentukan Colony-Forming-Unit

(CFU-E). Prekursor eritrosit awal yang dapat dikenali adalah rubriblast,

yang ditandai dengan nukleus yang menempati hampir 80% dari sel, dan

pinggir sitoplasma yang basofilik. Pada tahap ini hanya sedikit jumlah

hemoglobin yang ditemukan.21 Tahap pematangan selanjutnya adalah

prorubrisit kemudian menjadi rubrisit. Prekursor bernukleus terakhir adalah

metarubrisit dimana sitoplasmanya hampir penuh dengan hemoglobin.

Setelah inti diekstrusi, sel ini dikenal sebagai retikulosit. Sel-sel ini agak

lebih besar dari eritrosit dengan diameter 7-10 µm, mungkin volumenya

(37)

ribonukleat (RNA). Retikulosit mungkin tetap dalam sumsum tulang

selama 3 hari untuk kemudian dilepaskan ke sirkulasi.26

2.3. Pemeriksaan Status Besi

2.3.1. Retikulosit Hemoglobin (RET-HE)

Penilaian besi yang terkait eritropoiesis dapat dilakukan dengan

penilaian pada sum-sum tulang tetapi tindakan ini terlalu invasif . Sel-sel

darah merah yang secara aktif menggunakan besi untuk sintesa

hemoglobin berada di dalam sumsum tulang, tidak di dalam sirkulasi

perifer. Retikulosit adalah sel-sel darah merah yang belum matang tetapi

yang paling dekat yang dapat dengan mudah dinilai dan diidentifikasi di

darah perifer.30 Ketika produksi sel darah merah dalam keadaan normal,

retikulosit akan berada dalam sirkulasi hanya 1 sampai 2 hari tapi

mencerminkan status besi yang ada 3 sampai 4 hari sebelum

penggabungan besi ke hemoglobin berada pada saat maksimum.11,14,16

Dengan demikian, ketersediaan besi fungsional untuk dimasukkan ke

dalam sel darah merah pada sumsum tulang selama proses pembentukan

sel darah merah beberapa hari sebelumnya tercermin dari jumlah

hemoglobin dalam retikulosit.30,31 Hal ini lebih berguna daripada

pewarnaan besi yang merupakan perkiraan deposit di sistem

retikuloendotelial.12

Dengan demikian, jumlah hemoglobin dalam retikulosit adalah

refleksi yang cukup baik dari seberapa banyak zat besi yang tersedia.

(38)

mungkin berada di mana saja antara 1 sampai 120 hari, hemoglobin

retikulosit akan memberikan gambaran berapa banyak besi tersedia untuk

produksi sel darah merah dalam jangka waktu yang relevan secara klinis.

Oleh karena itu, secara teoritis retikulosit hemoglobin merupakan penanda

yang cukup baik.31

Karena ukuran rata-rata sel digunakan untuk perhitungan retikulosit

hemoglobin maka pengukuran ini memiliki keterbatasan diagnostik.

Retikulosit hemoglobin sering rendah pada pasien thalasemia yang

sedang diberi terapi besi dan hemoglobinopati yang dapat menyebabkan

anemia mikrositer. Retikulosit hemoglobin dapat pula meningkat pada

pasien defisiensi besi yang bersamaan dengan anemia megalobastik

karena MCV tinggi yang terkait dengan megaloblastik.16

2.3.2. Feritin

Besi seluler yang tidak langsung digunakan akan disimpan dalam

bentuk feritin. Feritin adalah protein yang memiliki berat 480 kDa yang

terdiri dari 24 monomer apoferitin. Feritin dapat mengikat hingga 4500

atom besi yang tersimpan dalam bentuk Fe3+. Feritin ditemukan hampir di

seluruh sel walaupun umumnya akan ditemukan di dalam sel hepatosit

hati, makrofag pada sum-sum tulang dan limfa yang berfungsi untuk

menyediakan besi untuk sintesa hemoglobin..32,33

Feritin dalam jumlah kecil juga akan terdapat di dalam darah. Pada

orang sehat dan penderita defisiensi besi tahap awal, konsentrasi feritin di

(39)

setiap 1 µg/L serum feritin mengindikasikan kurang lebih 8 mg dari besi

yang tersimpan. Meskipun demikian, hubungan langsung antara besi yang

dikonsumsi dengan feritin tidak begitu baik. Hal ini disebabkan oleh

karena feritin juga merupakan protein reaktan fase akut yang kadarnya

akan meningkat apabila terjadi proses infeksi, inflamasi, keganasan dan

penyakit hati. Cut-off feritin untuk defisiensi besi menurut WHO adalah

<15 µg/L, tetapi apabila didapati infeksi cut off defisiensi besi adalah < 30

µg/L.1,20,24

2.3.3. Serum Iron

Serum iron adalah banyaknya besi yang diangkut oleh

apotransferin.13 Secara fisiologis, konsentrasi besi serum memiliki irama

diurnal, dimana besi serum akan berkurang di sore dan malam hari,

mencapai titik nadir dekat pukul 9 malam dan meningkat menjadi

maksimum antara pukul 7 dan 10 pagi. Meskipun berbagai penelitian

menunjukkan bahwa variasi diurnal terjadi, sangat diragukan apakah hal

ini cukup penting secara klinis untuk mewajibkan semua nilai besi serum

diambil pada pagi hari. Konsentrasi besi serum berkurang dengan adanya

proses inflamasi baik akut maupun kronis, infeksi, dan keganasan.26,28,34

2.3.4. Total Iron Binding Capacity (TIBC)

Besi akan ditransportasikan di dalam plasma dan cairan

ekstraseluler oleh transferin. Metaloprotein ini memiliki afinitas yang

sangat tinggi terhadap besi. Hampir seluruh besi dalam plasma akan diikat

(40)

plasma transferin secara indirek dengan mengukur jumlah total iron

binding capacity (TIBC) yang merupakan jumlah total ikatan besi dengan

tranferin.24 Hanya sepertiga bagian dari transferin yang berikatan dengan

besi, sehingga masih tersedia cadangan yang cukup banyak untuk

berikatan dengan besi apabila terjadi kelebihan besi.20 TIBC akan

meningkat apabila terjadi pengurangan simpanan besi. TIBC akan

berkurang apabila terjadi infeksi, inflamasi ataupun keganasan.29

2.3.5. Saturasi Transferin (TfSat)

Konsentrasi besi dalam serum dan saturasi transferin akan turun

seiring dengan pasokan besi yang menurun. Level saturasi dibawah 16%

mengindikasikan ketidakcukupan besi untuk mempertahankan sintesa

hemoglobin dalam kadar yang normal. 29 Persen saturasi transferin

dengan besi ditentukan dengan membagi serum besi dengan TIBC dikali

100. 20

% !"#$%"&'  !"#$% =

!"#$% !"#$

!"!#$ !"#$ !"#$"#% !!"!#$%&  × 100%

2.4. Perubahan-Perubahan pada Wanita Hamil 2.4.1. Kebutuhan Besi selama Kehamilan

Ketersediaan besi sangat penting bagi proses pematangan janin.

Hampir 1000 mg besi diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan

pematangan janin selama kehamilan. Untuk mengatasi kebutuhan besi,

penyerapan besi di duodenum meningkat lebih dari dua kali lipat selama

(41)

Kebutuhan janin terhadap besi sangat tinggi, oleh karena itu

plasenta akan mengambil besi dari plasma ibu sejauh yang diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan janin. Mobilisasi cadangan besi ibu

membantu memenuhi kebutuhan itu apabila absorpsi besi pada saluran

pencernaan tidak cukup. Rata-rata terjadi mobilisasi sekitar 8% dari

cadangan besi terjadi selama usia kehamilan 280 hari. Hasilnya adalah

menipisnya cadangan zat besi ibu sampai dapat menimbulkan defisiensi

besi.

Transferin dalam sirkulasi akan mengikat dan mentransportasikan

besi ke semua sel dalam tubuh. Umumnya, sumsum tulang adalah tujuan

utama sebab hampir 90% besi digunakan untuk produksi heme. Pada

kehamilan, plasenta merupakan tujuan kedua. Besi yang dikirim ke

plasenta meningkat seiring usia kehamilan.21,35

2.4.2. Perubahan Hematologi selama Kehamilan

Terdapat dua perubahan hematologi yang paling menonjol selama

kehamilan yaitu, peningkatan volume plasma dan jumlah sel darah merah.

Volume plasma meningkat sekitar 30% sedangkan jumlah sel darah

merah meningkat hanya sekitar 20%, hasilnya adalah penurunan

hematokrit, karena variabel ini didefinisikan sebagai volume sel darah

merah dalam volume plasma tertentu. 21,35

Penurunan hematokrit ini disebut anemia fisiologis atau dilutional

anemia. Kenaikan volume plasma dimulai sekitar minggu ke-6

(42)

sekitar minggu ke-30. Volume plasma sekitar 1200 mL (hampir 50%) lebih

besar daripada di saat tidak hamil. Jumlah sel darah merah juga

meningkat pada waktu ini, dengan kenaikan sekitar 250 sampai 400 mL

(20% sampai 30%) dibandingkan saat tidak hamil.

Hematokrit biasanya menurun sampai trimester kedua, tapi naik

perlahan-lahan setelahnya. Akibatnya, nilai hemoglobin akan berfluktuasi

selama kehamilan, sehingga dapat menimbulkan kebingungan. Cara yang

paling baik adalah untuk menetapkan kadar hemoglobin 11 g/dL sebagai

batas bawah dari nilai hemoglobin normal selama kehamilan.

Kenaikan nilai eritropoietin tampaknya menjadi faktor kunci

terjadinya peningkatan jumlah sel merah selama kehamilan. Eritropoietin

dapat meningkat sekitar 50% saat trimester kedua sampai akhir semester

tiga. Kenaikan eritropoietin lebih tinggi pada wanita yang kekurangan

besi.21,35

2.4.3. Penilaian Defisiensi Besi selama Kehamilan

Sama seperti perubahan pada jumlah sel darah merah dan volume

plasma yang diakibatkan oleh kehamilan, perubahan juga terjadi pada

parameter penilaian cadangan besi. Kehamilan meningkatkan nilai serum

feritin, sehingga menurunkan nilai diagnostiknya dalam menilai cadangan

besi. Penggunaan besi dalam pembentukan heme sebagai akibat dari

ekspansi jumlah sel darah merah ibu akan mengakibatkan penurunan

(43)

kehamilan ini mengurangi penggunaan dua kunci parameter laboratorium

dalam menganalisa defisiensi besi.

Peningkatan jumlah prekursor eritroid akan meningkatkan jumlah

transferin reseptor dalam tubuh serta jumlah soluble transferin reseptor

dalam sirkulasi. Kehamilan hanya sedikit mengganggu kadar soluble

trasnferin reseptor, membuat indeks ini menjadi penanda penting dalam

deteksi defisiensi besi pada ibu hamil.37

Defisiensi besi menghambat sintesis hemoglobin oleh prekursor

eritroid sehingga menurunkan mean corpuscular hemoglobin

concentration (MCHC) dan mean corpuscular volume (MCV). Namun

penilaian MCHC dalam mendeteksi defisiensi besi bukan merupakan

indeks yang baik. Kesulitannya terletak dalam waktu paruh sel darah

merah. Seiring dengan perkembangan defisiensi besi, sel-sel merah

dengan nilai MCHC rendah bercampur dengan sel-sel yang sudah lebih

tua dalam sirkulasi dengan nilai MCHC normal.

Penilaian retikulosit hemoglobin menghilangkan masalah ini.

Retikulosit berada di sirkulasi selama 2-3 hari sebelum menjadi eritrosit

matang. Karena retikulosit baru saja muncul dari sumsum tulang,

retikulosit adalah jendela untuk status eritropoiesis saat ini. Kekurangan

zat besi untuk proses eritropoesis menghasilkan retikulosit dengan kadar

hemoglobin rendah. Retikulosit hemoglobin menyediakan ketersediaan

(44)

2.5. Defisiensi Besi

Defisiensi besi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh akibat asupan yang tidak adekuat,

kebutuhan meningkat, atau perdarahan menahun.

2.5.1. Penyebab Defisiensi Besi

Defisiensi besi umumnya terjadi oleh karena tiga faktor yang

mempengaruhi keseimbangan zat besi, yaitu :

1. Kehilangan darah

Kehilangan darah umumnya merupakan penyebab paling

utama dari anemia defisiensi besi di nengara-negara berkembang.

Perdarahan gastrointestinal merupakan penyebab tersering pada

pria dan wanita postmenapause. Perdarahan menstrual yang berat

merupakan penyebab yang sering pda wanita-wanita usia

reproduksi.

2. Diet

Kekurangan zat besi terjadi ketika asupan tidak seimbang

dengan penggunaan dan kehilangan zat besi. Di seluruh dunia,

penyebab paling umum adalah rendahnya kadar zat besi makanan,

terutama dalam bentuk yang mudah diserap seperti daging.

Kejadian kekurangan zat besi relatif tinggi pada wanita remaja,

seiring dengan meningkatnya kebutuhan zat besi karena

(45)

3. Malabsorpsi

Malabsorpsi adalah penyebab defisiensi besi yang kurang

umum. Beberapa pasien dengan short bowel syndrome, dan

dengan riwayat gastrektomi tidak dapat menyerap zat besi secara

normal. 30,38

2.5.2. Tahapan Defisiensi Besi

Perjalanan defisiensi besi melalui 3 tahapan, tahap :

1. Tahap iron depletion

Ketika tubuh berada dalam kekurangan besi, peristiwa

pertama yang terjadi adalah pengurangan dari penyimpanan besi

tubuh, yang digunakan untuk produksi hemoglobin. Penyerapan zat

besi meningkat ketika simpanan dikurangi, sebelum anemia

berkembang dan bahkan ketika tingkat zat besi dalam serum masih

normal, meskipun serum feritin sudah turun.

2. Tahap iron deficient erythropoiesis

Apabila kekurangan zat besi terus berlanjut saturasi

transferin akan menurun hingga dibawah 15% karena peningkatan

konsentrasi transferin dan penurunan besi serum. Hal ini akan

berkembang menjadi tahap kekurangan besi untuk eritropoiesis.

Terjadi pula peningkatkan konsentrasi reseptor transferin dan red

cell protoporfirin. Pada tahap ini, hemoglobin, MCV dan MCH

mungkin masih dalam batas normal meskipun dapat meningkat

(46)

3. Tahap iron deficiency anemia

Tahap selanjutnya adalah tahapan anemia defisiensi besi.

Sel-sel darah merah menjadi jelas mikrositik hipokromik dan

poikilositosis lebih nyata dijumpai. MCV dan MCH berkurang dan

dapat pula dijumpai sel target. Saturasi transferin biasanya kurang

dari 10% diakibatkan jumlah besi serum yang semakin menurun

dan kenaikan TIBC. Jumlah eritroblast yang mengandung besi

(sideroblas) berkurang pada tahap awal sampai akhirnya sama

sekali tidak dijumpai pada tahap ini. 21,26,38,39

2.5.3. Diagnosa

Diagnosa defisiensi besi adalah sebagai berikut :

Jenis kelamin/Umur (tahun) Hemoglobin <g/dL Laki-laki dewasa < 13

Perempuan dewasa tidak hamil < 12 Perempuan hamil < 11 Anak umur 6 - 12 tahun < 12 Anak umur 6 bulan - 6 tahun < 11

Feritin < 15 µg/L sTfR > 8.5 mg/L Saturasi Transferin < 16% Mean cell volume (MCV) < 82/85 fL* RDW > 14% Eritrosit protoporfirin > 70 µg/dL * <15tahun/ >15 tahun

(47)

2.6. Kerangka Konseptual

Cadangan Besi : Feritindan Hemosiderin

Besi dalam plasma : Serum Iron, TIBC,

Saturasi Transferin

Eritropoesis

: sTfR, MCV,MCH,Hb,Ht, RDW, Eritrosit Protoporphrin, RET-HE

Usia Kehamilan

Inhibitor

Intake

Enhancer

(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi observasional dengan metode

pengumpulan data secara potong lintang.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK USU / RSUP

H. Adam Malik Medan bekerjasama dengan Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, mulai bulan Maret - Mei

2013.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi terjangkau penelitian ini adalah ibu hamil trimester III yang

berkunjung ke Poliklinik Ibu Hamil RSUP H. Adam Malik Medan mulai

bulan Maret - Mei 2013. Penelitian dihentikan bila jumlah sampel minimal

tercapai atau waktu pengambilan sampel telah mencapai tiga bulan.

3.4. Sampel Penelitian

3.4.1. Cara pengambilan sampel penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif terhadap semua

(49)

3.4.2. Besar sampel

Digunakan rumus besar sampel untuk uji diagnostik dengan

menggunakan rumus uji hipotesis proporsi tunggal. Besar sampel

ditentukan dengan rumus:

!! : proporsi anemia defisiensi besi pada ibu hamil = 0.40

4

!!−!! : beda proporsi yang bermakna , ditetapkan bebas =

       0.20

!! : perkiraan proporsi anemia defisiensi besi pada ibu

hamil yang diteliti

Menurut rumus diatas maka diperlukan sampel minimal sebanyak : 64

(50)

3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Wanita hamil trimester III

2. Pemeriksaan fisik dalam batas normal termasuk suhu, tekanan

darah, nadi dan tidak ada tanda-tanda radang

3. Bersedia mengikuti penelitian

3.5.2. Kriteria Eksklusi 1. Inflamasi (CRP positif)41

2. Thalasemia 42

3. Anemia defisiensi B12 dan asam folat (MCV > 100 fL)14

3.6 . Identifikasi Variabel 3.6.1 Variabel Bebas

1. RET-HE

3.6.2 Variabel Terikat

- Defisiensi Besi (Feritin < 15 µg/L)1

3.7. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

1 Defisiensi Besi keadaan yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis,

karena cadangan besi kosong yang pada

akhirnya mengakibatkan pembentukan Hb

(51)

dengan Feritin < 15 µg/L. 1

2 • Wanita Hamil

Trimester III

wanita hamil dengan usia kandungan

28-40 minggu.43

3 RET-HE konten hemoglobin di dalam retikulosit

yang memberikan gambaran berapa

banyak besi yang tersedia untuk

eritropoesis. 44

4 Feritin cadangan besi dalam tubuh akan

disimpan dalam bentuk feritin. Konsentrasi

feritin dalam serum memiliki korelasi yang

kuat dengan total cadangan besi dalam

tubuh.45

3.8. Cara Kerja

3.8.1. Pengambilan Sampel

Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel

dipilih secara konsekutif dan memenuhi kriteria inklusi. Dilakukan tindakan

flebotomi pada vena mediana cubiti. Tempat punksi vena terlebih dahulu

dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering,

kemudian dilakukan punksi dengan menggunakan venoject. Pengambilan

(52)

diambil dan dibagi ke dalam dua tabung : vacutainer K2EDTA (2 mL) dan

vacutainer gel clot activator (3 mL).

3.8.2. Pengolahan dan Pemeriksaan Sampel 3.8.2.1. Pemeriksaan Darah Lengkap

Sebanyak 2 mL darah dimasukkan kedalam vacutainer

K2EDTA dan dihomogenkan perlahan sebanyak 8 kali. Analisa

dilakukan menggunakan automatic cell counting Sysmex XT-4000i

untuk memperoleh nilai MCV dan MCH dengan pemeriksaan

complete blood count (CBC). Pemeriksaan CBC terdiri dari kadar

hemoglobin (Hb), jumlah eritrosit (RBC), leukosit (WBC), hematokrit

(HCT), nilai rata-rata eritrosit (MCV, MCH, MCHC, RDW), trombosit

(PLT). Pemeriksaan ini harus selesai dalam waktu 1 jam setelah

pengambilan sampel.

3.8.2.2. Pemeriksaan Retikulosit Hemoglobin (RET-HE)

Pengukuran retikulosit hemoglobin dilakukan pada chamber

yang terpisah, alat ini dapat membedakan eritrosit dan retikulosit

dengan memberikan pewarnaan polymethine dye fluorochrome

yang dapat mengikat RNA sitoplasma pada retikulosit dan

memberikan warna sehingga bisa dibedakan dengan eritrosit

karena eritrosit tidak mengandung RNA kemudian retikulosit dapat

dihitung. Kemudian dengan menggunakan forward scatter

didapatlah ukuran rata-rata retikulosit (RET-Y). Sistem ini mengukur

(53)

retikulosit dengan menggunakan formula: Ret.He = A x exp (B x

RET-Y) dimana A = 5.8439 and B = 0.0098.46,47,48

3.8.2.3. Pemeriksaan Feritin

Prinsip pemeriksaan adalah electrochemiluminescence

immunoassay (ECLIA). Feritin dalam serum akan diinkubasi

dengan antibodi biotin monoklonal spesifik feritin, dan antibodi

monoklonal spesifik feritin yang dilabel dengan kompleks ruthenium

sehingga membentuk kompleks sandwich.Kemudian ditambahkan

mikropartikel yang dilapisi streptavidin sehingga terbentuklah

komplek berikatan dengan fase solid melalui interaksi biotin dengan

streptavidin. Campuran reaksi diaspirasi ke dalam sel pengukur

dimana mikropartikel secara magnetik akan ditangkap ke

permukaan elektroda. Substansi yang tidak berikatan dibuang

melalui procell. Aplikasi tegangan pada elektroda akan menginduksi

emisi chemiluminescent yang diukur oleh photomultiplier. Dalam

reaksi Electro Chemiluminescent (ECL) terjadi reaksi antara

kompleks ruthenium dengan TPA (trypropylamine) yang distimulasi

secara elektrik untuk menghasilkan emisi cahaya. Jumlah cahaya

yang dihasilkan berbanding lurus dengan kadar analit dalam

sampel.45

3.8.2.4. Pemeriksaan Serum Iron (SI)

Prinsip pemeriksaan serum iron adalah dengan

(54)

transferin oleh guanidine hydrochloride dan kemudian direduksi

oleh askorbat dan hydroxylamine menjadi Fe2+. Bentukion besi

bivalen membentuk kompleks kelasi berwarna merah dengan

ferrozine. Untuk mencegah interferensi copper, ion cupric diikat

dengan thiourea. Intensitas warna akan secara langsung sebanding

dengan dengan konsentrasi besi yang ditentukan dengan

mengukurnya pada absorbansi 552 nm.49

3.8.2.5. Pemeriksaan Unsaturated Iron Binding Capacity (UIBC) Prinsip pemeriksaannya adalah dengan menggunakan

metode FerroZine. Sejumlah ion Fe2+ dimasukkan ke dalam serum

pada pH alkali. Ion Fe2+ akan berikatan dengan transferin yang ada

di dalam serum. Ion Fe2+ yang bebas akan diukur dengan

menggunakan reaksi ferrozine. Intensitas warna akan secara

langsung sebanding dengan dengan konsentrasi kapasitas ikatan

besi yang tidak tersaturasi, yang ditentukan dengan melakukan

pengukuran pada absorbansi 552 nm.50

3.8.2.6. Pemeriksaan Total Iron Binding Capacity (TIBC)

Total iron binding capacity akan diperoleh berdasarkan

penjumlahan dari serum iron dan unsaturated iron binding capacity

(UIBC). TIBC merupakan pengukuran untuk konsentrasi besi

(55)

3.8.3. Pemantapan Kualitas

Pemantapan mutu dilakukan dilakukan untuk menjamin dan

mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.

Sebelum diakukan pemeriksan terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat.

3.8.3.1 Kalibrasi Pemeriksaan Laboratorium

a. Kalibrasi pemeriksaan feritin dilakukan dengan menggunakan

The Elecsys Ferritin Assay dengan Calibrator Lot 165522. Kalibrasi

dilakukan setiap pemakaian reagen baru.

Tabel 3.1. Hasil kalibrasi Feritin

kalibrator ng/mL Absorbansi

CAL 1 9.73 2464

CAL 2 305 58940

b. Kalibrasi pemeriksaan Serum Iron dilakukan dengan

menggunakan Calibrator for Automated Systems (CFAS) dengan

Lot 680632

Tabel 3.2. Hasil kalibrasi Serum Iron

kalibrator µg/dL Absorbansi

CFAS 196 704

c. Kalibrasi pemeriksaan UIBC dilakukan dengan menggunakan

Calibrator for Automated Systems (CFAS)dengan Lot 680632

Tabel 3.3. Hasil kalibrasi UIBC

kalibrator µg/dL Absorbansi

(56)

3.8.3.2. Kontrol Kualitas Pemeriksaan Laboratorium

a. Kontrol kualitas darah lengkap dan RET-HE dilakukan dengan

menjalankan program kontrol pada Sysmex XT-4000i.

Menggunakan bahan kontrol komersial Sysmex e-Check (XE)

assay untuk XT 4000i yang mempunyai nilai target masing-masing

yang telah diketahui nilainya, yaitu rendah, normal dan tinggi.

Sebelum darah kontrol dianalisa, pastikan file pemantapan kualitas

telah disiapkan. Homogenkan darah kontrol dengan baik dan

benar, lalu lakukan analisa. Pastikan hasil pemantapan kualitas

masuk ke dalam data nilai target. Lakukan analisa darah kontrol

untuk ketiga sampel kontrol. Data hasil pemeriksaan akan

tersimpan secara otomatis. Dilakukan pemeriksaan setiap hari

sebelum sampel diperiksa dan setelah selesai kalibrasi.51

Tabel 3.4 Hasil Kontrol Hb, MCV dan RET-HE bulan Maret-April 2013

Hb MCV RET-HE

melakukan pemeriksaan, setiap pemakaian reagent kit baru dan

(57)

PreciControl Tumor Marker 1 dan Tumor marker 2. Nilai

konsentrasi kontrol harus masuk dalam range yang ditetapkan

untuk menjamin akurasi assay feritin.45 Selama penelitian, kontrol

kualitas pemeriksaan feritin dilakukan sebanyak 2 kali bersamaan

dengan pemeriksaan sampel. Dalam 2 kali pemeriksaan

sampel,nilai kontrol Feritin level 1 dan 2 tidak melewati nilai target

yang diharapkan (tabel 3.5).

Tabel 3.5 Hasil Kontrol Feritin TM1 (Lot 16588100) dan TM2 (Lot

16588000)

PreciControl ClinChem Multi 1, dimana ini lazim dilakukan setiap 24

jam, setiap pemakaian reagent kit baru dan setelah selesai

kalibrasi. Nilai konsentrasi kontrol harus masuk dalam batas yang

ditetapkan untuk menjamin akurasi kadar Serum Iron dan UIBC.49,50

Selama penelitian, kontrol kualitas pemeriksaan Serum Iron dan

UIBC dilakukan sebanyak 2 kali bersamaan dengan pemeriksaan

sampel. Dalam 2 kali pemeriksaan sampel,nilai kontrol Serum Iron

dan UIBC tidak melewati nilai target yang diharapkan (tabel 3.6 dan

Gambar

Tabel 2.1 Komponen Besi dalam Tubuh lainnya 21
Gambar 2.1. Mekanisme absorpsi besi 23
Gambar 2.2. Siklus transferin 25
Gambar 2.3. Skema pembentukan hemoglobin 23
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Daripada keputusan penganggaran di atas menunjukkan bahawa sebanyak 93 peratus (R 2 = 0.931) perubahan keluasan kawasan getah matang dapat diterangkan oleh perubahan kombinasi

Pengaruh penyuluhan personal hygine terhadap perilaku pencegahan dermatitis di Dusun Karangwringin Desa Baleraksa Karangmonco Purbalingga Jawa Tengah tahun

Tanda-tanda khas: usaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga ia merasa bahwa dirinya merupakan sebagian dari lingkunagn yang ada. Penyesuaian sosial dilaksanakan

The website contains statistic data of citizens, procedures to apply the resident documents completing with the required forms, activities announcement, interactive

1) Seseorang yang memiliki riwayat perjalanan ke Timur Tengah (negara terjangkit) dalam waktu 14 hari sebelum sakit kecuali ditemukan etiologi/ penyebab penyakit lain... 2)

Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan dalam proses pemeriksaan skrining tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang sudah di tetapkan seperti pada anamnesis,