HAMIL
T E S I S
IMEE S. SURBAKTI
117111001/ PK
PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS ILMU
PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
HAMIL
T E S I S
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang
Ilmu Patologi Klinik / M. Ked (Clin.Path) pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
IMEE S. SURBAKTI
117111001/ PK
PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS ILMU
PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
Judul Tesis : Retikulosit Hemoglobin (Ret-He) Sebagai
Parameter Diagnostik Yang Potensial Dalam
Mendeteksi Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil
Nama Mahasiswa : Imee S. Surbakti
Nomor Induk Mahasiswa : 117111001
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Patologi Klinik
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH
Pembimbing I
dr. Makmur Sitepu, M.Ked (OG), Sp.OG-K
Pembimbing II
Disahkan oleh :
Ketua Departemen Patologi Klinik Ketua Program Studi Departemen
FK-USU/RSUP H. Adam Malik Patologi Klinik FK-USU/
Medan RSUP H. Adam Malik Medan
Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH Prof.DR.dr.Ratna Akbari Gani, Sp.PK-KH
NIP. 19491011 1979 01 1 001 NIP. 1948711 1979 03 2 001
Telah diuji pada
Tanggal : 17 Oktober 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp. PK-KH ...
Anggota : 1. Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH ...
2. dr. Makmur Sitepu, M.Ked (OG), Sp.OG-K ...
3. Prof. Herman Hariman, Ph.D, Sp. PK-KH ...
4. dr. Ricke Loesnihari, MKed (ClinPath), Sp.PK-K ...
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur atas segala kasih karunia Tuhan Yesus Kristus
yang telah memberikan rahmat, berkat serta penyertaan selama seluruh
proses ini, sehingga akhirnya saya dapat menyelesaikan tesis saya yang
berjudul “Retikulosit Hemogobin (Ret-He) Sebagai Parameter Diagnostik Yang Potensial Dalam Mendeteksi Defisiensi Besi pada Ibu Hamil” sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan magister di bidang Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Selama penulis mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian
penelitian untuk karya tulis ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan,
petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil
dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan
dan karya tulis ini.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Oleh sebab itu dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga
dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH, Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dan
juga sebagai pembimbing saya yang telah banyak memberikan
bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam
pendidikan dan proses penyusunan sampai selesainya tesis ini.
2. Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK(K), sebagai Kepala Program Studi Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara,yang telah memberi bimbingan, arahan dan
3. Dr. Makmur Sitepu, M.Ked (OG), Sp.OG-K, sebagai pembimbing kedua saya dari Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi FK
USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu,
memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, bantuan dan dorongan serta
memudahkan saya dalam menyelesaikan pembuatan tesis saya ini.
4. Prof. dr. Herman Hariman, PhD, Sp.PK – KH selaku Sekretaris Departemen Patologi Klinik FK USU yang telah memberikan bimbingan,
pengarahan, dan saran – saran selama saya mulai pendidikan sampai
dengan selesainya penulis tesis ini.
5. dr. Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin Path), Sp.PK(K) selaku Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik FK USU yang
telah memberikan bimbingan dan sumbangan pemikiran sehingga saya
dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.
6. Prof. dr. Burhanuddin Nasution, Sp.PK-KN, KGEH yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama pendidikan dan
menyelesaikan penulisan tesis ini.
7. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Magister
Kedokteran Klinik di bidang Patologi Klinik dan Program Pendidikan
Dokter Spesialis (PPDS) Patologi Klinik di FK USU.
8. Dekan FK USU, Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Patologi Klinik dan PPDS
Patologi Klinik di FK USU.
9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan selama di rumah
sakit.
mengajarkan dan memberikan pengarahan selama saya mengikuti
pendidikan Spesialis Patologi Klinik dan selama penyelesaian tesis ini.
11. Teman – teman seangkatan serta kakak-kakak senior yang
tidak mungkin saya lupakan dr.Selastri agnes, dr.Edisyah Raskita, dr.Naomi Dwipayana, dr. Kurnia Sari Dewi, dr. Soraya M. beserta dr. Nuryanti, dan dr. Dewi Indah yang selalu saling menjaga silahturahmi dan mendukung dalam suka dan duka, terima kasih atas dukungan dan
bantuannya selama ini.
12. Seluruh teman-teman sejawat Pendidikan Magister Bidang
Patologi Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
para analis, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya
menjalani pendidikan dan proses penyelesaian tesis ini.
Teristimewa kepada kedua orang tua saya, Ayahanda dan Ibunda
dr.Yusuf R. Surbakti, SpOG-K dan Flory Yenita Sembiring, atas cinta, pengorbanan dan kesabaran mereka yang telah membesarkan, mendidik,
mendorong dan memberikan bantuan serta selalu tanpa bosan-bosannya
mendoakan saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan sampai saat
ini. Kepada saudara-saudara saya yang tercinta : Anastasia U. Surbakti, SH, Aegina S. Surbakti, SE, Laurensius Abe,SE, Bernardus K. Surbakti, S.Ked, dan malaikat-malaikat kecil saya : Gading Mario, Louis Gamaliel, Clara Eunice, saya ucapkan terima kasih atas doa, kasih sayang, kehadiran dan tawa.
Kepada sahabat-sahabat saya, teman seiring perjalanan, Margaret Febrika, Angelina Vinsensia, Flora Ulina, Dinarty Manurung, Stefanie, Yana Vulita, Nazli Mahdinasari, Socrates Imago, dan Ryan Waldyanto terima kasih banyak untuk cinta, kebersamaan, pengertian, kisah dan
Semoga Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus senantiasa
melimpahkan rahmat dan berkat-Nya kepada kita semua dan segala
kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang setimpal dari
Allah yang Maha Penyayang.
Akhir kata, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Medan , Oktober 2013
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Tesis ... i
Lembar Penetapan Panita Penguji ... ii
Ucapan Terima Kasih ... iii
Daftar Isi ... vii
Daftar Singkatan ... x
Daftar Gambar ... xi
Daftar Tabel ... xii
Daftar Lampiran... xiii
Abstrak ... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Hipotesa Penelitian ... 5
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum ... 5
1.4.2 Tujuan Khusus ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metabolisme besi... 7
2.1.1 Komposisi Besi dalam tubuh... 7
2.1.2 Absorpsi Besi... 9
2.1.3 Fungsi Trombosit ... 10
2.1.4 Besi di dalam sel-sel seri eritroid... 12
2.1.4.1 Pengambilan besi oleh eritroid.... 12
2.1.4.3 Penghancuran eritrosit... 16
2.2 Retikulosit... 17
2.3 Pemeriksaan Status Besi ... 18
2.3.1 Retikulosit Hemoglobin... 18
2.3.2 Serum Feritin... 19
2.3.3 Serum Iron... 20
2.3.4 Total Iron Binding Capacity... 20
2.3.5 Saturasi Transferin... 21
2.4 Perubahan-Perubahan pada Wanita Hamil... 21
2.4.1 Kebutuhan besi selama kehamilan... 21
2.4.2 Perubahan hematologi selama kehamilan... 22
2.4.3 Penilaian defisiensi besi selama kehamilan..23
2.5 Defisiensi Besi... 25
3.4.1 Cara Pengambilan Sampel Penelitian... 29
3.6.2 Variabel Terikat... 31
3.7 Definisi Operasional ... 31
3.8 Cara Kerja... 32
3.8.1 Pengambilan Sampel... 32
3.8.2 Pengolahan dan Pemeriksaan Sampel.... 33
3.8.3 Pemantapan Kualitas... 36
3.9 Masalah Etika (Ethical Clearance) dan Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)………. 39
3.10 Rencana Pengolahan dan Analisis Data... 39
3.11 Kerangka Kerja ... 41
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 42
BAB 5 PEMBAHASAN ... 47
BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan ... 52
6.1 Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
DAFTAR SINGKATAN
ALA : δ-Aminolevulinic Acid BFU-E : Burst Forming Unit CFU-E : Colony Forming Unit
CFU-GEMM : Colony Forming Unit- Granulocyte Erythrocyte Macrophage
DCYTB : Duodenal Cytochrome B DMT1 : Divalent Metal Transporter
HFE : Human Hemochromatosis Protein HMOX1 : Heme Oxygenase 1
MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin
MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
MCV : Mean Corpuscular Volume
PBGD : Porphobilinogen Deaminase
RDW : Red Cell Distribution Width RET-HE : Reticulocyte Hemoglobin
SI : Serum Iron
STfR : Soluble Transferrin Receptor
STEAP3 : Six Transmembrane Epithelial Antigen of Prostate 3 TIBC : Total Iron Binding Capacity
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Mekanisme absorpsi besi... 10
Gambar 2.2. Siklus transferin... 12
Gambar 2.3. Skema pembentukan hemoglobin... 16
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komponen Besi dalam Tubuh... 8
Tabel 2.2. Kriteria Diagnosa Anemia Defisiensi Besi …….…..…….. 27
Tabel 3.1. Hasil Kalibrasi Ferritin………. 36
Tabel 3.2. Hasil Kalibrasi Serum Iron………. 36
Tabel 3.3. Hasil Kalibrasi UIBC……… 36
Tabel 3.4. Hasil Kontrol Hb,MCV, dan RET-HE……… 37
Tabel 3.5. Hasil Kontrol Ferritin……….. 38
Tabel 3.6. Hasil Kontrol Serum Iron……….. 39
Tabel 3.7. Hasil Kontrol UIBC……… 39
Tabel 4.1. Karakteristik dari Subjek Penelitian………. 42
Tabel 4.2. Pengukuran status besi pada Subjek Penelitian……….. 43
Tabel 4.3. Nilai Area Under the Curve (AUC) RET-HE………. 44
Tabel 4.4. Nilai Sensitivitas dan Spesifisitas RET-HE dari berbagai alternatif titik potong (cut off)………... 45
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
Lampiran 2 Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan
Lampiran 3 Status Pasien
Lampiran 4 Ethical Clearance
RET-HE SEBAGAI PARAMETER DIAGNOSTIK YANG POTENSIAL DALAM MENDETEKSI DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL
Imee Surbakti1 , AK. Aman 1, Makmur Sitepu 2
1
Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan;
2
Departmen Ilmu Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan
ABSTRAK
Latar Belakang : Terdapat berbagai tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mendeteksi status besi. Tes ini terbagi atas indeks hematologi serta pengukuran status besi pada serum. Seiring dengan perkembangan teknologi dari alat analisa hematologi ditemukanlah suatu parameter baru menilai status besi melalui analisa retikulosit hemoglobin (RET-HE).
Tujuan : Mengetahui keakuratan diagnostik Ret-He sehingga dapat menentukan apakah parameter yang lebih baik dalam mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.
Metoda dan cara : Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional pendekatan potong lintang yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, pada bulan Maret-Juni 2013. Sampel ibu hamil trimester III sejumlah 64 orang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kadar feritin. Kelompok defisiensi besi sebanyak 36 orang, dan kelompok non defisiensi besi sebanyak 28 orang.
Hasil : Pada penelitian ini, diperoleh nilai AUC untuk Ret-He 77.7% dengan cut off terbaik < 31.45 pg. Menggunakan cut-off tersebut diperoleh hasil uji diagnostik Ret-He dengan sensitivitas 61.1%, spesifisitas 75.0%, NDP 75.8% dan NDN 60.0%, LR(+) 2.44 dan LR(-) 0.51%..
Kesimpulan : Berdasarkan keakuratan diagnostic yang diperoleh Ret-He merupakan parameter yang cukup baik untuk mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.
RET-HE AS A POTENTIAL DIAGNOSTIC PARAMETER IN DETECTING IRON DEFICIENCY IN PREGNANT WOMEN
Imee Surbakti1 , AK. Aman 1, Makmur Sitepu 2
1
Department of Clinical Pathology, School of Medicine, University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Medan Hospital
2
Department of Obstetrics and Gynecology, School of Medicine, University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Medan Hospital
ABSTRACT
Background: Varieties of laboratory test can be applied in detecting iron status. These test are divided into conventional hematology index and biochemical serum iron. With the development of hematology analyzer, new parameter has been found to monitor iron status with reticulocyte hemoglobin analysis (RET-HE).
Objectives: To obtain the diagnostic accuracy of RET-HE and conclude whether RET-HE can be used as a parameter to detect iron deficiency in pregnant women.
Method: This analytical cross sectional study was conducted in Haji Adam Malik Hospital Medan, in March-June 2013. Applying samples of 64 third trimester pregnant women was divided into 2 groups based on ferritin level. Non iron deficiency group using 28 subjects and 36 subjects in iron deficiency.
Results: In this study, we found the AUC for RET-HE 77.7% with the best cut-off value < 31.4 pg. Using the cut-off value we obtained sensitivity 61.1%, specificity 75.0%, PPV 75.8%, NPV 60.0%, LR(+) 2.44 and LR(-) 0.51%.
Conclusion: Based on diagnostic accuracy RET-HE is a good parameter to detect iron deficiency in pregnant women.
RET-HE SEBAGAI PARAMETER DIAGNOSTIK YANG POTENSIAL DALAM MENDETEKSI DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL
Imee Surbakti1 , AK. Aman 1, Makmur Sitepu 2
1
Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan;
2
Departmen Ilmu Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan
ABSTRAK
Latar Belakang : Terdapat berbagai tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mendeteksi status besi. Tes ini terbagi atas indeks hematologi serta pengukuran status besi pada serum. Seiring dengan perkembangan teknologi dari alat analisa hematologi ditemukanlah suatu parameter baru menilai status besi melalui analisa retikulosit hemoglobin (RET-HE).
Tujuan : Mengetahui keakuratan diagnostik Ret-He sehingga dapat menentukan apakah parameter yang lebih baik dalam mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.
Metoda dan cara : Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional pendekatan potong lintang yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, pada bulan Maret-Juni 2013. Sampel ibu hamil trimester III sejumlah 64 orang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kadar feritin. Kelompok defisiensi besi sebanyak 36 orang, dan kelompok non defisiensi besi sebanyak 28 orang.
Hasil : Pada penelitian ini, diperoleh nilai AUC untuk Ret-He 77.7% dengan cut off terbaik < 31.45 pg. Menggunakan cut-off tersebut diperoleh hasil uji diagnostik Ret-He dengan sensitivitas 61.1%, spesifisitas 75.0%, NDP 75.8% dan NDN 60.0%, LR(+) 2.44 dan LR(-) 0.51%..
Kesimpulan : Berdasarkan keakuratan diagnostic yang diperoleh Ret-He merupakan parameter yang cukup baik untuk mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.
RET-HE AS A POTENTIAL DIAGNOSTIC PARAMETER IN DETECTING IRON DEFICIENCY IN PREGNANT WOMEN
Imee Surbakti1 , AK. Aman 1, Makmur Sitepu 2
1
Department of Clinical Pathology, School of Medicine, University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Medan Hospital
2
Department of Obstetrics and Gynecology, School of Medicine, University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Medan Hospital
ABSTRACT
Background: Varieties of laboratory test can be applied in detecting iron status. These test are divided into conventional hematology index and biochemical serum iron. With the development of hematology analyzer, new parameter has been found to monitor iron status with reticulocyte hemoglobin analysis (RET-HE).
Objectives: To obtain the diagnostic accuracy of RET-HE and conclude whether RET-HE can be used as a parameter to detect iron deficiency in pregnant women.
Method: This analytical cross sectional study was conducted in Haji Adam Malik Hospital Medan, in March-June 2013. Applying samples of 64 third trimester pregnant women was divided into 2 groups based on ferritin level. Non iron deficiency group using 28 subjects and 36 subjects in iron deficiency.
Results: In this study, we found the AUC for RET-HE 77.7% with the best cut-off value < 31.4 pg. Using the cut-off value we obtained sensitivity 61.1%, specificity 75.0%, PPV 75.8%, NPV 60.0%, LR(+) 2.44 and LR(-) 0.51%.
Conclusion: Based on diagnostic accuracy RET-HE is a good parameter to detect iron deficiency in pregnant women.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum
terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh
populasi.1 Wanita hamil merupakan golongan yang berisiko tinggi terhadap
terjadinya defisiensi besi karena kebutuhan besi yang meningkat selama
kehamilan.2 Prevalensi anemia defisiensi besi pada wanita hamil di negara
berkembang adalah sekitar 35 sampai 75% (rata-rata 56%).3 Menurut data
SKRT pada tahun 2001, angka kejadian anemia di Indonesia adalah
sekitar 40%, walaupun anemia selama kehamilan dapat terjadi karena
beberapa penyebab namun secara umum setengah kasus anemia pada
kehamilan berhubungan dengan defisiensi besi.4,5
Defisiensi besi diketahui akan berhubungan dengan infeksi maternal,
kelahiran preterm, bayi berat lahir rendah, dan lebih lanjut kadar feritin di
darah tali pusat akan berhubungan dengan gangguan perkembangan
kognitif pada masa kanak-kanak sehingga tindakan diagnostik dan
pencegahan yang efektif merupakan sebuah hal yang sangat penting.6
Terdapat berbagai tes diagnostik yang dapat digunakan untuk
mendeteksi status besi. Pewarnaan sumsum tulang merupakan
pemeriksaan baku emas untuk melihat gambaran besi didalam sumsum
dilakukan secara rutin. Selain itu, pemeriksaan ini memerlukan waktu yang
lebih lama dan biaya yang lebih mahal, sehingga dibutuhkan pemeriksaan
lain yang tidak invasif dan sensitif untuk mendeteksi cadangan besi.7
Tes laboratorium lain yang dapat digunakan terbagi atas indeks
hematologi seperti hemoglobin, hematokrit, dan mean cell volume, dan
pengukuran besi biokemikal serum seperti serum iron, feritin, saturasi
transferin, dan soluble transferrin reseptor. Indeks hematologi memiliki
kekurangan karena perubahan indeks ini baru terjadi pada tahapan akhir
dari defisiensi besi. Tes dengan pengukuran besi pada serum mempunyai
beberapa kekurangan misalnya pemeriksaan serum iron sangat
bergantung kepada variasi diurnal dan feritin merupakan penanda
inflamasi akut.7,8
Di Indonesia keputusan untuk pemberian preparat besi biasanya
hanya berdasarkan kadar hemoglobin.9 Karena keadaan hemodilusi
fisiologis terjadi pada ibu hamil maka penurunan kadar hemoglobin yang
sedikit belum tentu diakibatkan oleh kekurangan zat besi.10 Selain itu,
perkembangan defisiensi besi menjadi anemia biasanya membutuhkan
waktu yang lama, sehingga sebaiknya digunakan penanda defisiensi besi
yang lebih awal.8
Seiring dengan perkembangan alat hematology analyzer
ditemukanlah suatu parameter baru untuk menilai status besi melalui
Pemeriksaan retikulosit hemoglobin mencerminkan suatu proses
eritropoesis dinamik pada sum-sum tulang. Pemeriksaan ini dapat secara
langsung mengukur rata-rata konten hemoglobin dari prekursor eritrosit
yaitu retikulosit sehingga tahapan awal defisiensi besi dapat diindentifikasi
pada saat dimana parameter lain masih tidak informatif. 8,11,12 Indeks ini
diperiksa dalam waktu yang relatif singkat menggunakan sampel yang
sama dengan pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan RET-HE relatif
mudah, murah, dapat digunakan untuk diagnosis defisiensi besi pada
orang dewasa dan anak-anak, dan telah dievaluasi penggunaannya dalam
melihat respon pemberian terapi besi intravena, respon pemberian
eritropoetin pada pasien defisiensi besi fungsional serta dapat digunakan
untuk membedakan defisiensi besi dari penyebab anemia lainnya.13,14
Mast et al. (2002) menggunakan CHr (konten retikulosit hemoglobin
dari Advia) untuk identifikasi defisiensi besi pada 78 sampel dengan
menggunakan pewarnaan sum-sum tulang sebagai baku emas mendapati
bahwa nilai rata-rata retikulosit hemoglobin pada pasien defisiensi besi
adalah 26.7 ± 3.9 pg dan dengan menggunakan cut off ≤ 28 pg didapati
nilai sensitivitas 73.9% dan spesifisitas 73.3% dengan AUC 0.735, dimana
AUC dari retikulosit hemoglobin lebih besar dibandingkan dengan feritin,
MCV, dan saturasi transferin.16
Carmen Canals et al (2005) menggunakan RET-HE untuk identifikasi
anemia defisiensi besi pada 504 sampel didapatkan nilai RET-HE hanya
kontrol tetapi mengalami penurunan yang signifikan pada pasien yang
menderita anemia defisiensi besi. Nilai cut off yang paling optimal untuk
membedakan anemia defisiensi besi dan anemia penyakit kronik adalah
25 pg, dengan AUC 0.9, sensitivitas 76% dan spesifisitas 81%.15
Mari Ervasti et al. (2007) meneliti penggunaan CHr pada 202 wanita
hamil at term dengan menggunakan cut off < 31.9 dan saturasi transferin
sebagai tes referensi didapatkan bahwa CHr merupakan cara yang paling
praktis untuk mendiagnosa defisiensi besi dibandingkan dengan feritin,
MCV, Hb, sTfR dan indeks TfR-F dengan AUC 0.79, sensitivitas 80.7%,
dan spesifisitas 71.3%. Studi ini juga menunjukkan bahwa CHr sendiri
sudah dapat memberikan akurasi diagnostik yang cukup baik dibanding
dengan penggabungan antara tiga tes kombinasi Hb, MCV, dan feritin. 8
Pada penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya,
didapati kadar rata-rata RET-HE berbeda bermaknadengan p-value <0.05
antara kelompok defisiensi besi : 31.91 ± 2.51, anemia defisiensi besi :
25.80 ± 3.91, dan kontrol : 32.91 ± 3.91, serta diperoleh korelasi yang
signifikan antara RET-HE dengan feritin (r= 0,573; p<0.05), RET-HE
dengan serum iron (r = 0.594; p<0.01), dan RET-HE dengan saturasi
transferin (r = 0.506; p<0.05).17
Penelitian retikulosit hemoglobin dalam mendiagnosa defisiensi besi
dengan berbagai kelompok subjek penelitian memberikan hasil bervariasi
baik pada kemampuan diagnostiknya maupun nilai cut off yang
kemampuan diagnostik dari parameter retikulosit hemoglobin (RET-HE)
dalam mendeteksi anemia defisiensi besi pada ibu hamil.
1.2. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut: apakah retikulosit hemoglobin
(RET-HE) dapat digunakan sebagai parameter diagnostik untuk mendeteksi
defisiensi besi pada ibu hamil?
1.3. Hipotesis Penelitian
RET-HE dapat digunakan sebagai parameter diagnostik untuk
mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui kemampuan diagnostik RET-HE sehingga dapat
menentukan apakah RET-HE dapat digunakan sebagai parameter
diagnostik untuk mendeteksi defisiensi besi pada ibu hamil.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengevaluasi status besi pada ibu hamil menggunakan
pengukuran serum biokemikal, indeks hematologi konvensional, dan
2. Menentukan cut off RET-HE dalam mendiagnosa defisiensi besi
pada ibu hamil dengan menggunakan kurva ROC.
3. Menentukan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga
negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif serta
area under the curve (AUC) RET-HE dalam mendiagnosa defisiensi
besi pada ibu hamil.
1.5. Manfaat Penelitian
Diharapkan dengan mengetahui kemampuan diagnostik RET-HE
dalam mendiagnosa defisiensi besi pada ibu hamil maka pemeriksaan ini
mungkin dapat dipakai sebagai parameter diagnostik yang lebih cepat,
murah, dan akurat dalam mendeteksi defisiensi besi pada ibu-ibu hamil
sehingga pemberian terapi dapat lebih efektif.
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Metabolisme Besi
2.1.1. Komposisi Besi dalam Tubuh
Besi merupakan mineral penting bagi semua sel tubuh manusia.
Kemampuan besi untuk berubah pada reaksi oksidasi stabil, yaitu Fe2+
dan Fe3+, dalam kondisi fisiologis membuatnya ideal untuk reaksi katalisis
biokimia dan sejumlah besar enzim tergantung pada besi untuk fungsi
biologis mereka. Dampak negatifnya adalah logam ini mampu
mengkatalisis reaksi yang mengarah ke produksi radikal bebas, terutama
ketika berada dalam jumlah yang berlebihan.
Sangatlah penting untuk memasok zat besi yang cukup untuk
memenuhi persyaratan metabolisme sel, tetapi juga penting untuk
mencegah kelebihan zat besi karena hal ini dapat menempatkan sel di
bawah tekanan stress oksidatif.18 Pada orang dewasa, jumlah besi yang
hilang dari tubuh relatif kecil. Laki-laki kehilangan kira-kira 0.6 mg/hari,
sedangkan pada perempuan kehilangannya lebih besar dengan rata-rata
dua kali angka tersebut karena penambahan kehilangan besi dalam darah
selama mensturasi.19 Kadar besi dalam tubuh seorang dewasa normal
berkisar antara 35-45 mg/kgBB, dimana laki-laki lebih tinggi daripada
Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh, berupa
senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang
berfungsi dalam tubuh, besi cadangan, yaitu senyawa besi yang
dipersiapkan bila masukan besi berkurang, besi transport, yaitu besi yang
berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi
dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya.
Besi terdapat dalam dua bentuk yaitu heme dan non heme. Sekitar
70% zat besi dalam tubuh ditemukan dalam bentuk heme, khususnya
hemoglobin dan mioglobin, walaupun dapat juga ditemukan pada enzim
hidroperoksidase dan sitokrom. Zat besi nonheme paling banyak disimpan
sebagai feritin (sekitar 1 g pada pria dewasa) atau hemosiderin dalam
makrofag dan hepatosit. Hanya sebagian kecil (sekitar 0,1%) berada
transit dalam plasma, terikat dengan protein pembawanya transferin.
Jumlah yang sangat kecil terdapat dalam enzim peroksidase dan
Hemoglobin Transport oksigen 2600 65.0
Mioglobin Simpanan otot 130 6.0
Transferin Transport besi 3 0.1
Feritin Cadangan besi 520 13.0
Hemosiderin Cadangan besi 480 12.0
Katalase,
2.1.2. Absorpsi Besi
Besi lebih mudah diserap dalam bentuk Ferro (Fe2+) tetapi
kebanyakan besi yang dimakan berada dalam bentuk Ferri (Fe3+).19
Hanya sedikit sekali besi yang diserap dalam lambung, tetapi di dalam
lambung besi dalam bentuk Ferri (Fe+3) akan diubah menjadi Ferro (Fe+2)
oleh ferric reductase dengan bantuan kofaktor duodenal cytochrom b-like
(DCYTB).20
Perubahan ini sangat penting, karena duedonal metal transporter 1
(DMT1) memungkinkan hanya divalen logam (terutama besi, tetapi juga
Cu, Pb, dan Mn) yang dapat melalui membran apikal enterosit duedonal.
Namun, DMT1 bukan molekul satu-satunya yang memfasilitasi
transportasi besi melalui membran enterosit. Heme carrier protein
merupakan molekul penting yang mengangkut besi heme dari permukaan
apikal ke enterosit. Besi heme akan terikat oleh reseptor heme di
membran brush border dan didalam sel akan dilepaskan oleh heme
oxygenase sebelum memasuki penampungan besi labil dan kemudian
akan mengikuti jalur yang sama dengan besi non-heme. 22
Di dalam enterosit sebagian besi disimpan sebagai feritin, dan
sebagian lagi menuju ke membrane basolateral ke sirkulasi melalui
basolateral transporter dalam bentuk Fe2+ yang disebut ferroportin.20
Ferroportin juga dapat ditemukan pada permukaan membran makrofag.
Jika total besi dalam tubuh tinggi, sintesis hati terhadap hepsidin akan
menyebabkan internalisasi, ubiquitinasi dan degradasi dari ferroportin.
Akibatnya, besi yang ditransfer ke sirkulasi akan menurun. Ferroportin,
seperti DMT1 bersifat permeabel hanya untuk besi dalam bentuk Ferro
(Fe+2). Di sisi lain, besi harus berada dalam bentuk Ferri (Fe+3) agar dapat
terikat dengan transferin. Oleh karena itu, oksidasi besi dari bentuk Ferro
(Fe+2 ) menjadi Ferri (Fe+3 ) oleh ferrooxidase atau hephaestin sangat
diperlukan.20,22
Seruloplasmin adalah homolog hephaestin menetap di membran
makrofag dekat dengan ferroportin, melakukan kerja yang sama dengan
hephaestin. Singkatnya, besi ferro yang berasal dari enterosit dioksidasi
oleh hephaestin, dan besi ferro yang berasal dari makrofag akan
dioksidasi oleh seruloplasmin dengan cara yang sama.22
Gambar 2.1. Mekanisme absorpsi besi 23
2.1.3. Transport Besi
Transferin (Tf) adalah protein utama yang mengikat dan
menyalurkan zat besi ke jaringan. Setiap molekul transferin dapat
salah satu transferrin reseptor (TfR) pada membran sel, TfR1 atau TfR2.
Setiap reseptor transferin mengikat 2 molekul transferin.20,22 Transferrin
reseptor 1 ada dalam semua jaringan kecuali eritrosit yang matang.
Transferrin reseptor 2 paling banyak berada di hati. Meskipun struktur
protein dari TfR1 dan TfR2 hampir sama tetapi fungsi dan regulasinya
berbeda. Ekspresi dari TfR1 diatur sangat ketat oleh kadar zat besi seluler
melalui human hemochromathosis protein (HFE). Namun, kadar zat besi
seluler tidak berpengaruh pada TfR2. TfR2 diatur oleh saturasi transferin
dan berfungsi meregulasi ekspresi hepsidin.
Setelah pengikatan diferric-Tf ke TFR, kompleks diferric-Tf/TFR
bersama dengan DMT 1 pada membran sel yang dilapisi clathrin akan
diinternalisasi secara endositosis. Dalam endosome, proses pengasaman
melalui pompa proton ATPase (pH 5,5-6) akan mengakibatkan ikatan Fe3+
dan Tf terlepas. Sebuah protein disebut STEAP3 (Six-Transmembrane
Epithelial Antigen of Prostate 3) akan mengubah Fe+3 menjadi Fe+2 di
dalam prekursor sel eritroid. Konversi ini diperlukan karena DMT1 hanya
mengangkut divalent logam dari endosome ke sitoplasma seperti pada
enterosit.22,24 Besi di dalam sel eritroid hampir seluruhnya akan menuju
mitokondria dimana akan bergabung dengan protoporphyrin membentuk
heme, sedangkan pada sel lain besi akan disimpan dalam bentuk feritin
dan hemosiderin.25 Kompleks tansferin/TfR yang sudah tidak berikatan
dengan besi (Apotransferrin) akan didaur ulang ke permukaan sel di
perubahan pH ini mengakibatkan terlepasnya ikatan antara apotransferrin
dari TfR. Apotransferin akan dilepaskan keluar dari sel menuju sirkulasi
dan berfungsi kembali menjadi pengangkut besi, sedangkan TfR akan
menjadi truncated transferrin receptor atau soluble transferrin receptor
(sTfR).20,26 Seluruh siklus diselesaikan dalam hitungan menit dan terjadi
sekitar 100-200 dalam durasi hidup sebuah molekul transferin.24
Gambar 2.2. Siklus transferin 25
2.1.4. Besi di dalam Sel Eritroid
2.1.4.1. Pengambilan Besi oleh Sel Eritroid
Nasib besi yang terikat dengan plasma transferin telah
dipelajari dengan menyuntikkan sejumlah radioaktif 59Fe yang
diikat dengan transferin. Sekitar 85% dari 59Fe memasuki sel
prekursor eritroid untuk digunakan dalam pembentukan
hemoglobin.
Dua sampai tiga juta sel darah merah diproduksi setiap detik
per sel. Jumlah zat besi yang dikirim ke masing-masing prekursor
eritroid tergantung pada jumlah monoferric dan diferric transferrin
yang ditemukan dalam sirkulasi serta kepadatan TfR1 pada
permukaan sel. Biasanya, setiap prekursor eritroid memiliki lebih
dari satu juta TfR1 pada membran karena kebutuhan yang tinggi
untuk sintesis hemoglobin.
Bentuk terlarut dari reseptor ini dapat terdeteksi dalam
serum. Konsentrasi sTfR1 pada serum biasanya ditemukan
sebanding dengan jumlah yang ditemukan pada permukaan sel.
Pada anemia defisiensi besi, kepadatan TfR1 pada permukaan sel
meningkat sehingga meningkatkan konsentrasi soluble TfR1
(sTfR1). 23,24
Dalam keadaan normal, afinitas TfR1 dengan diferric
transferrin lebih besar daripada monoferric transferrin. Namun,
afinitas ini akan berkurang apabila pasokan zat besi berkurang.
Monoferric transferrin adalah bentuk dominan transferin yang
beredar saat saturasi transferin menurun. Molekul monoferric
transferrin menghantarkan zat besi yang lebih sedikit ke prekursor
eritroid dibandingkan diferric transferrin. Hal ini memungkinkan
sejumlah besar prekursor eritroid untuk menerima sebagian kecil
dari besi. Penemuan ini konsisten dengan fakta bahwa MCV akan
besi. Transfer besi langsung dari makrofag ke eritroblas
(rhopheocytosis) kini dianggap tidak begitu signifikan.24
Pada keadaan normal, sekitar 80 sampai 90% dari besi yang
masuk ke prekursor eritroid akan diambil oleh mitokondria dan
dimasukkan ke dalam heme, sisanya akan disimpan dalam bentuk
feritin.23,25 Granul feritin dalam eritrosit dapat kadang-kadang dapat
dideteksi dengan cara reaksi Prusisian blue.21
Semua sel darah merah yang imatur sampai retikulosit
memiliki kemampuan untuk mengambil besi, sedangkan eritrosit
matur tidak. Pronormoblast dan basofilik normoblast memiliki
kapasitas terbesar untuk menyerap zat besi. Secara in vitro,
transfer besi dari transferin ke eritrosit imatur akan menurun apabila
saturasi transferin menurun sampai di bawah 30%.27
2.1.4.2. Penggunaan Besi dalam Pembentukan Heme
Hampir 80-90% besi yang dibawa ke eritroblast akan
dikonversi menjadi heme dalam waktu 1 jam. Setiap besi yang
melebihi kebutuhan untuk sintesis heme akan disimpan dalam
bentuk feritin. Oleh karena itu feritin akan meningkat ketika sintesis
hemoglobin terganggu, seperti dalam thalassemia atau anemia
sideroblastik. 23
Heme terdiri dari sebuah cincin protoporfirin dengan atom
besi di pusatnya. Heme disintesis dari prekursor suksinil CoA dan
(ALA). Enzim yang mengkatalisis reaksi ini, ALA-synthase (ALAS)
tampaknya merupakan enzim penentu kecepatan jalur metabolik
ini. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah koenzim untuk reaksi ini.
Reaksi ini dirangsang oleh adanya hormon eritropoetin dan
dihambat oleh pembentukan heme. Jalur ini dimulai di mitokondria.
Dua molekul ALA menyatu untuk membentuk porphobilinogen.21
Empat molekul porphobilinogen akan terkondensasi di
bawah pengaruh deaminase porphobilinogen (PBGD) dan
uroporphyrinogen cosynthase untuk membentuk cincin tetrapyrrole
yang disebut uroporphyrinogen III. Senyawa ini akan diubah
menjadi coproporphyrinogen dan akan diubah menjadi
protoporphyrin IX. Akhirnya zat besi dalam bentuk ferro dengan
bantuan enzim ferrochelatase akan berikatan dengan
protoporphyrin IX membentuk heme.
Mitokondria memegang peranan utama dalam sintesis heme
karena mengandung enzim synthase, coproporphyrinogenoksidase
dan ferrochelatase. Urutan-urutan enzim dari ALA menjadi
coproporphyrinogen terletak di sitoplasma. Sel darah merah yang
matang tidak memiliki mitokondria, oleh karena itu tidak dapat
Gambar 2.3. Skema pembentukan hemoglobin 23
2.4.1.3. Penghancuran Eritrosit
Eritrosit yang sudah tua akan dihancurkan oleh sistem
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Kemampuan
penghancuran ini sekitar 20% dalam beberapa jam.28,29 Di dalam
RES eritrosit akan difagositosis oleh makrofag, heme akan dipecah
oleh heme oxygenase (HMOX1) untuk melepaskan besi. Besi
kemudian bisa disimpan dalam bentuk feritin atau melalui
Ferroportin 1 dilepas ke dalam plasma. Di dalam plasma, untuk
dapat berikatan dengan transferin, besi harus berada dalam
bentuk ferri, perubahan ini difasilitasi oleh enzim ferrooxidase
seruloplasmin. Pelepasan besi dari makrofag dikendalikan oleh
hepsidin dimana apabila hepsidin terdapat dalam kadar yang tinggi,
seperti dalam peradangan atau kelebihan zat besi, terjadi
pengurangan dari pelepasan besi. Perubahan dalam pelepasan
dimana konsentrasi besi serum tertinggi terdapat pada pagi hari
dan terendah di malam hari.23
2.2. Retikulosit
Sel darah merah manusia dimulai dari sel berinti dan akhirnya
menjadi tidak berinti. Perkembangan ini berada didalam sum-sum tulang
dan membutuhkan waktu 5 hari sampai akhirnya sel-sel prekursor
menghasilkan sel yang lebih kecil. Beberapa bentuk dari sel darah merah
yang berubah secara dramatis adalah berkurangnya perbandingan inti :
sitoplasma (N:C), kromatin menjadi lebih padat dan warna sitoplasma juga
berubah sesuai dengan proses hemoglobinisasi yang semakin dominan.30
Prekursor-prekursor eritroid berasal dari CFU-GEMM. Prekursor
selanjutnya yang secara spesifik bekerja dalam lini eritroid adalah
Burst-Forming-Unit (BFU-E), diikuti oleh pembentukan Colony-Forming-Unit
(CFU-E). Prekursor eritrosit awal yang dapat dikenali adalah rubriblast,
yang ditandai dengan nukleus yang menempati hampir 80% dari sel, dan
pinggir sitoplasma yang basofilik. Pada tahap ini hanya sedikit jumlah
hemoglobin yang ditemukan.21 Tahap pematangan selanjutnya adalah
prorubrisit kemudian menjadi rubrisit. Prekursor bernukleus terakhir adalah
metarubrisit dimana sitoplasmanya hampir penuh dengan hemoglobin.
Setelah inti diekstrusi, sel ini dikenal sebagai retikulosit. Sel-sel ini agak
lebih besar dari eritrosit dengan diameter 7-10 µm, mungkin volumenya
ribonukleat (RNA). Retikulosit mungkin tetap dalam sumsum tulang
selama 3 hari untuk kemudian dilepaskan ke sirkulasi.26
2.3. Pemeriksaan Status Besi
2.3.1. Retikulosit Hemoglobin (RET-HE)
Penilaian besi yang terkait eritropoiesis dapat dilakukan dengan
penilaian pada sum-sum tulang tetapi tindakan ini terlalu invasif . Sel-sel
darah merah yang secara aktif menggunakan besi untuk sintesa
hemoglobin berada di dalam sumsum tulang, tidak di dalam sirkulasi
perifer. Retikulosit adalah sel-sel darah merah yang belum matang tetapi
yang paling dekat yang dapat dengan mudah dinilai dan diidentifikasi di
darah perifer.30 Ketika produksi sel darah merah dalam keadaan normal,
retikulosit akan berada dalam sirkulasi hanya 1 sampai 2 hari tapi
mencerminkan status besi yang ada 3 sampai 4 hari sebelum
penggabungan besi ke hemoglobin berada pada saat maksimum.11,14,16
Dengan demikian, ketersediaan besi fungsional untuk dimasukkan ke
dalam sel darah merah pada sumsum tulang selama proses pembentukan
sel darah merah beberapa hari sebelumnya tercermin dari jumlah
hemoglobin dalam retikulosit.30,31 Hal ini lebih berguna daripada
pewarnaan besi yang merupakan perkiraan deposit di sistem
retikuloendotelial.12
Dengan demikian, jumlah hemoglobin dalam retikulosit adalah
refleksi yang cukup baik dari seberapa banyak zat besi yang tersedia.
mungkin berada di mana saja antara 1 sampai 120 hari, hemoglobin
retikulosit akan memberikan gambaran berapa banyak besi tersedia untuk
produksi sel darah merah dalam jangka waktu yang relevan secara klinis.
Oleh karena itu, secara teoritis retikulosit hemoglobin merupakan penanda
yang cukup baik.31
Karena ukuran rata-rata sel digunakan untuk perhitungan retikulosit
hemoglobin maka pengukuran ini memiliki keterbatasan diagnostik.
Retikulosit hemoglobin sering rendah pada pasien thalasemia yang
sedang diberi terapi besi dan hemoglobinopati yang dapat menyebabkan
anemia mikrositer. Retikulosit hemoglobin dapat pula meningkat pada
pasien defisiensi besi yang bersamaan dengan anemia megalobastik
karena MCV tinggi yang terkait dengan megaloblastik.16
2.3.2. Feritin
Besi seluler yang tidak langsung digunakan akan disimpan dalam
bentuk feritin. Feritin adalah protein yang memiliki berat 480 kDa yang
terdiri dari 24 monomer apoferitin. Feritin dapat mengikat hingga 4500
atom besi yang tersimpan dalam bentuk Fe3+. Feritin ditemukan hampir di
seluruh sel walaupun umumnya akan ditemukan di dalam sel hepatosit
hati, makrofag pada sum-sum tulang dan limfa yang berfungsi untuk
menyediakan besi untuk sintesa hemoglobin..32,33
Feritin dalam jumlah kecil juga akan terdapat di dalam darah. Pada
orang sehat dan penderita defisiensi besi tahap awal, konsentrasi feritin di
setiap 1 µg/L serum feritin mengindikasikan kurang lebih 8 mg dari besi
yang tersimpan. Meskipun demikian, hubungan langsung antara besi yang
dikonsumsi dengan feritin tidak begitu baik. Hal ini disebabkan oleh
karena feritin juga merupakan protein reaktan fase akut yang kadarnya
akan meningkat apabila terjadi proses infeksi, inflamasi, keganasan dan
penyakit hati. Cut-off feritin untuk defisiensi besi menurut WHO adalah
<15 µg/L, tetapi apabila didapati infeksi cut off defisiensi besi adalah < 30
µg/L.1,20,24
2.3.3. Serum Iron
Serum iron adalah banyaknya besi yang diangkut oleh
apotransferin.13 Secara fisiologis, konsentrasi besi serum memiliki irama
diurnal, dimana besi serum akan berkurang di sore dan malam hari,
mencapai titik nadir dekat pukul 9 malam dan meningkat menjadi
maksimum antara pukul 7 dan 10 pagi. Meskipun berbagai penelitian
menunjukkan bahwa variasi diurnal terjadi, sangat diragukan apakah hal
ini cukup penting secara klinis untuk mewajibkan semua nilai besi serum
diambil pada pagi hari. Konsentrasi besi serum berkurang dengan adanya
proses inflamasi baik akut maupun kronis, infeksi, dan keganasan.26,28,34
2.3.4. Total Iron Binding Capacity (TIBC)
Besi akan ditransportasikan di dalam plasma dan cairan
ekstraseluler oleh transferin. Metaloprotein ini memiliki afinitas yang
sangat tinggi terhadap besi. Hampir seluruh besi dalam plasma akan diikat
plasma transferin secara indirek dengan mengukur jumlah total iron
binding capacity (TIBC) yang merupakan jumlah total ikatan besi dengan
tranferin.24 Hanya sepertiga bagian dari transferin yang berikatan dengan
besi, sehingga masih tersedia cadangan yang cukup banyak untuk
berikatan dengan besi apabila terjadi kelebihan besi.20 TIBC akan
meningkat apabila terjadi pengurangan simpanan besi. TIBC akan
berkurang apabila terjadi infeksi, inflamasi ataupun keganasan.29
2.3.5. Saturasi Transferin (TfSat)
Konsentrasi besi dalam serum dan saturasi transferin akan turun
seiring dengan pasokan besi yang menurun. Level saturasi dibawah 16%
mengindikasikan ketidakcukupan besi untuk mempertahankan sintesa
hemoglobin dalam kadar yang normal. 29 Persen saturasi transferin
dengan besi ditentukan dengan membagi serum besi dengan TIBC dikali
100. 20
% !"#$%"&' !"#$% =
!"#$% !"#$
!"!#$ !"#$ !"#$"#% !!"!#$%& × 100%
2.4. Perubahan-Perubahan pada Wanita Hamil 2.4.1. Kebutuhan Besi selama Kehamilan
Ketersediaan besi sangat penting bagi proses pematangan janin.
Hampir 1000 mg besi diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan
pematangan janin selama kehamilan. Untuk mengatasi kebutuhan besi,
penyerapan besi di duodenum meningkat lebih dari dua kali lipat selama
Kebutuhan janin terhadap besi sangat tinggi, oleh karena itu
plasenta akan mengambil besi dari plasma ibu sejauh yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan janin. Mobilisasi cadangan besi ibu
membantu memenuhi kebutuhan itu apabila absorpsi besi pada saluran
pencernaan tidak cukup. Rata-rata terjadi mobilisasi sekitar 8% dari
cadangan besi terjadi selama usia kehamilan 280 hari. Hasilnya adalah
menipisnya cadangan zat besi ibu sampai dapat menimbulkan defisiensi
besi.
Transferin dalam sirkulasi akan mengikat dan mentransportasikan
besi ke semua sel dalam tubuh. Umumnya, sumsum tulang adalah tujuan
utama sebab hampir 90% besi digunakan untuk produksi heme. Pada
kehamilan, plasenta merupakan tujuan kedua. Besi yang dikirim ke
plasenta meningkat seiring usia kehamilan.21,35
2.4.2. Perubahan Hematologi selama Kehamilan
Terdapat dua perubahan hematologi yang paling menonjol selama
kehamilan yaitu, peningkatan volume plasma dan jumlah sel darah merah.
Volume plasma meningkat sekitar 30% sedangkan jumlah sel darah
merah meningkat hanya sekitar 20%, hasilnya adalah penurunan
hematokrit, karena variabel ini didefinisikan sebagai volume sel darah
merah dalam volume plasma tertentu. 21,35
Penurunan hematokrit ini disebut anemia fisiologis atau dilutional
anemia. Kenaikan volume plasma dimulai sekitar minggu ke-6
sekitar minggu ke-30. Volume plasma sekitar 1200 mL (hampir 50%) lebih
besar daripada di saat tidak hamil. Jumlah sel darah merah juga
meningkat pada waktu ini, dengan kenaikan sekitar 250 sampai 400 mL
(20% sampai 30%) dibandingkan saat tidak hamil.
Hematokrit biasanya menurun sampai trimester kedua, tapi naik
perlahan-lahan setelahnya. Akibatnya, nilai hemoglobin akan berfluktuasi
selama kehamilan, sehingga dapat menimbulkan kebingungan. Cara yang
paling baik adalah untuk menetapkan kadar hemoglobin 11 g/dL sebagai
batas bawah dari nilai hemoglobin normal selama kehamilan.
Kenaikan nilai eritropoietin tampaknya menjadi faktor kunci
terjadinya peningkatan jumlah sel merah selama kehamilan. Eritropoietin
dapat meningkat sekitar 50% saat trimester kedua sampai akhir semester
tiga. Kenaikan eritropoietin lebih tinggi pada wanita yang kekurangan
besi.21,35
2.4.3. Penilaian Defisiensi Besi selama Kehamilan
Sama seperti perubahan pada jumlah sel darah merah dan volume
plasma yang diakibatkan oleh kehamilan, perubahan juga terjadi pada
parameter penilaian cadangan besi. Kehamilan meningkatkan nilai serum
feritin, sehingga menurunkan nilai diagnostiknya dalam menilai cadangan
besi. Penggunaan besi dalam pembentukan heme sebagai akibat dari
ekspansi jumlah sel darah merah ibu akan mengakibatkan penurunan
kehamilan ini mengurangi penggunaan dua kunci parameter laboratorium
dalam menganalisa defisiensi besi.
Peningkatan jumlah prekursor eritroid akan meningkatkan jumlah
transferin reseptor dalam tubuh serta jumlah soluble transferin reseptor
dalam sirkulasi. Kehamilan hanya sedikit mengganggu kadar soluble
trasnferin reseptor, membuat indeks ini menjadi penanda penting dalam
deteksi defisiensi besi pada ibu hamil.37
Defisiensi besi menghambat sintesis hemoglobin oleh prekursor
eritroid sehingga menurunkan mean corpuscular hemoglobin
concentration (MCHC) dan mean corpuscular volume (MCV). Namun
penilaian MCHC dalam mendeteksi defisiensi besi bukan merupakan
indeks yang baik. Kesulitannya terletak dalam waktu paruh sel darah
merah. Seiring dengan perkembangan defisiensi besi, sel-sel merah
dengan nilai MCHC rendah bercampur dengan sel-sel yang sudah lebih
tua dalam sirkulasi dengan nilai MCHC normal.
Penilaian retikulosit hemoglobin menghilangkan masalah ini.
Retikulosit berada di sirkulasi selama 2-3 hari sebelum menjadi eritrosit
matang. Karena retikulosit baru saja muncul dari sumsum tulang,
retikulosit adalah jendela untuk status eritropoiesis saat ini. Kekurangan
zat besi untuk proses eritropoesis menghasilkan retikulosit dengan kadar
hemoglobin rendah. Retikulosit hemoglobin menyediakan ketersediaan
2.5. Defisiensi Besi
Defisiensi besi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh akibat asupan yang tidak adekuat,
kebutuhan meningkat, atau perdarahan menahun.
2.5.1. Penyebab Defisiensi Besi
Defisiensi besi umumnya terjadi oleh karena tiga faktor yang
mempengaruhi keseimbangan zat besi, yaitu :
1. Kehilangan darah
Kehilangan darah umumnya merupakan penyebab paling
utama dari anemia defisiensi besi di nengara-negara berkembang.
Perdarahan gastrointestinal merupakan penyebab tersering pada
pria dan wanita postmenapause. Perdarahan menstrual yang berat
merupakan penyebab yang sering pda wanita-wanita usia
reproduksi.
2. Diet
Kekurangan zat besi terjadi ketika asupan tidak seimbang
dengan penggunaan dan kehilangan zat besi. Di seluruh dunia,
penyebab paling umum adalah rendahnya kadar zat besi makanan,
terutama dalam bentuk yang mudah diserap seperti daging.
Kejadian kekurangan zat besi relatif tinggi pada wanita remaja,
seiring dengan meningkatnya kebutuhan zat besi karena
3. Malabsorpsi
Malabsorpsi adalah penyebab defisiensi besi yang kurang
umum. Beberapa pasien dengan short bowel syndrome, dan
dengan riwayat gastrektomi tidak dapat menyerap zat besi secara
normal. 30,38
2.5.2. Tahapan Defisiensi Besi
Perjalanan defisiensi besi melalui 3 tahapan, tahap :
1. Tahap iron depletion
Ketika tubuh berada dalam kekurangan besi, peristiwa
pertama yang terjadi adalah pengurangan dari penyimpanan besi
tubuh, yang digunakan untuk produksi hemoglobin. Penyerapan zat
besi meningkat ketika simpanan dikurangi, sebelum anemia
berkembang dan bahkan ketika tingkat zat besi dalam serum masih
normal, meskipun serum feritin sudah turun.
2. Tahap iron deficient erythropoiesis
Apabila kekurangan zat besi terus berlanjut saturasi
transferin akan menurun hingga dibawah 15% karena peningkatan
konsentrasi transferin dan penurunan besi serum. Hal ini akan
berkembang menjadi tahap kekurangan besi untuk eritropoiesis.
Terjadi pula peningkatkan konsentrasi reseptor transferin dan red
cell protoporfirin. Pada tahap ini, hemoglobin, MCV dan MCH
mungkin masih dalam batas normal meskipun dapat meningkat
3. Tahap iron deficiency anemia
Tahap selanjutnya adalah tahapan anemia defisiensi besi.
Sel-sel darah merah menjadi jelas mikrositik hipokromik dan
poikilositosis lebih nyata dijumpai. MCV dan MCH berkurang dan
dapat pula dijumpai sel target. Saturasi transferin biasanya kurang
dari 10% diakibatkan jumlah besi serum yang semakin menurun
dan kenaikan TIBC. Jumlah eritroblast yang mengandung besi
(sideroblas) berkurang pada tahap awal sampai akhirnya sama
sekali tidak dijumpai pada tahap ini. 21,26,38,39
2.5.3. Diagnosa
Diagnosa defisiensi besi adalah sebagai berikut :
Jenis kelamin/Umur (tahun) Hemoglobin <g/dL Laki-laki dewasa < 13
Perempuan dewasa tidak hamil < 12 Perempuan hamil < 11 Anak umur 6 - 12 tahun < 12 Anak umur 6 bulan - 6 tahun < 11
Feritin < 15 µg/L sTfR > 8.5 mg/L Saturasi Transferin < 16% Mean cell volume (MCV) < 82/85 fL* RDW > 14% Eritrosit protoporfirin > 70 µg/dL * <15tahun/ >15 tahun
2.6. Kerangka Konseptual
Cadangan Besi : Feritindan Hemosiderin
Besi dalam plasma : Serum Iron, TIBC,
Saturasi Transferin
Eritropoesis
: sTfR, MCV,MCH,Hb,Ht, RDW, Eritrosit Protoporphrin, RET-HE
Usia Kehamilan
Inhibitor
Intake
Enhancer
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi observasional dengan metode
pengumpulan data secara potong lintang.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK USU / RSUP
H. Adam Malik Medan bekerjasama dengan Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, mulai bulan Maret - Mei
2013.
3.3. Populasi Penelitian
Populasi terjangkau penelitian ini adalah ibu hamil trimester III yang
berkunjung ke Poliklinik Ibu Hamil RSUP H. Adam Malik Medan mulai
bulan Maret - Mei 2013. Penelitian dihentikan bila jumlah sampel minimal
tercapai atau waktu pengambilan sampel telah mencapai tiga bulan.
3.4. Sampel Penelitian
3.4.1. Cara pengambilan sampel penelitian
Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif terhadap semua
3.4.2. Besar sampel
Digunakan rumus besar sampel untuk uji diagnostik dengan
menggunakan rumus uji hipotesis proporsi tunggal. Besar sampel
ditentukan dengan rumus:
!! : proporsi anemia defisiensi besi pada ibu hamil = 0.40
4
!!−!! : beda proporsi yang bermakna , ditetapkan bebas =
0.20
!! : perkiraan proporsi anemia defisiensi besi pada ibu
hamil yang diteliti
Menurut rumus diatas maka diperlukan sampel minimal sebanyak : 64
3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Wanita hamil trimester III
2. Pemeriksaan fisik dalam batas normal termasuk suhu, tekanan
darah, nadi dan tidak ada tanda-tanda radang
3. Bersedia mengikuti penelitian
3.5.2. Kriteria Eksklusi 1. Inflamasi (CRP positif)41
2. Thalasemia 42
3. Anemia defisiensi B12 dan asam folat (MCV > 100 fL)14
3.6 . Identifikasi Variabel 3.6.1 Variabel Bebas
1. RET-HE
3.6.2 Variabel Terikat
- Defisiensi Besi (Feritin < 15 µg/L)1
3.7. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional
1 Defisiensi Besi keadaan yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis,
karena cadangan besi kosong yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan Hb
dengan Feritin < 15 µg/L. 1
2 • Wanita Hamil
Trimester III
wanita hamil dengan usia kandungan
28-40 minggu.43
3 RET-HE konten hemoglobin di dalam retikulosit
yang memberikan gambaran berapa
banyak besi yang tersedia untuk
eritropoesis. 44
4 Feritin cadangan besi dalam tubuh akan
disimpan dalam bentuk feritin. Konsentrasi
feritin dalam serum memiliki korelasi yang
kuat dengan total cadangan besi dalam
tubuh.45
3.8. Cara Kerja
3.8.1. Pengambilan Sampel
Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel
dipilih secara konsekutif dan memenuhi kriteria inklusi. Dilakukan tindakan
flebotomi pada vena mediana cubiti. Tempat punksi vena terlebih dahulu
dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering,
kemudian dilakukan punksi dengan menggunakan venoject. Pengambilan
diambil dan dibagi ke dalam dua tabung : vacutainer K2EDTA (2 mL) dan
vacutainer gel clot activator (3 mL).
3.8.2. Pengolahan dan Pemeriksaan Sampel 3.8.2.1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Sebanyak 2 mL darah dimasukkan kedalam vacutainer
K2EDTA dan dihomogenkan perlahan sebanyak 8 kali. Analisa
dilakukan menggunakan automatic cell counting Sysmex XT-4000i
untuk memperoleh nilai MCV dan MCH dengan pemeriksaan
complete blood count (CBC). Pemeriksaan CBC terdiri dari kadar
hemoglobin (Hb), jumlah eritrosit (RBC), leukosit (WBC), hematokrit
(HCT), nilai rata-rata eritrosit (MCV, MCH, MCHC, RDW), trombosit
(PLT). Pemeriksaan ini harus selesai dalam waktu 1 jam setelah
pengambilan sampel.
3.8.2.2. Pemeriksaan Retikulosit Hemoglobin (RET-HE)
Pengukuran retikulosit hemoglobin dilakukan pada chamber
yang terpisah, alat ini dapat membedakan eritrosit dan retikulosit
dengan memberikan pewarnaan polymethine dye fluorochrome
yang dapat mengikat RNA sitoplasma pada retikulosit dan
memberikan warna sehingga bisa dibedakan dengan eritrosit
karena eritrosit tidak mengandung RNA kemudian retikulosit dapat
dihitung. Kemudian dengan menggunakan forward scatter
didapatlah ukuran rata-rata retikulosit (RET-Y). Sistem ini mengukur
retikulosit dengan menggunakan formula: Ret.He = A x exp (B x
RET-Y) dimana A = 5.8439 and B = 0.0098.46,47,48
3.8.2.3. Pemeriksaan Feritin
Prinsip pemeriksaan adalah electrochemiluminescence
immunoassay (ECLIA). Feritin dalam serum akan diinkubasi
dengan antibodi biotin monoklonal spesifik feritin, dan antibodi
monoklonal spesifik feritin yang dilabel dengan kompleks ruthenium
sehingga membentuk kompleks sandwich.Kemudian ditambahkan
mikropartikel yang dilapisi streptavidin sehingga terbentuklah
komplek berikatan dengan fase solid melalui interaksi biotin dengan
streptavidin. Campuran reaksi diaspirasi ke dalam sel pengukur
dimana mikropartikel secara magnetik akan ditangkap ke
permukaan elektroda. Substansi yang tidak berikatan dibuang
melalui procell. Aplikasi tegangan pada elektroda akan menginduksi
emisi chemiluminescent yang diukur oleh photomultiplier. Dalam
reaksi Electro Chemiluminescent (ECL) terjadi reaksi antara
kompleks ruthenium dengan TPA (trypropylamine) yang distimulasi
secara elektrik untuk menghasilkan emisi cahaya. Jumlah cahaya
yang dihasilkan berbanding lurus dengan kadar analit dalam
sampel.45
3.8.2.4. Pemeriksaan Serum Iron (SI)
Prinsip pemeriksaan serum iron adalah dengan
transferin oleh guanidine hydrochloride dan kemudian direduksi
oleh askorbat dan hydroxylamine menjadi Fe2+. Bentukion besi
bivalen membentuk kompleks kelasi berwarna merah dengan
ferrozine. Untuk mencegah interferensi copper, ion cupric diikat
dengan thiourea. Intensitas warna akan secara langsung sebanding
dengan dengan konsentrasi besi yang ditentukan dengan
mengukurnya pada absorbansi 552 nm.49
3.8.2.5. Pemeriksaan Unsaturated Iron Binding Capacity (UIBC) Prinsip pemeriksaannya adalah dengan menggunakan
metode FerroZine. Sejumlah ion Fe2+ dimasukkan ke dalam serum
pada pH alkali. Ion Fe2+ akan berikatan dengan transferin yang ada
di dalam serum. Ion Fe2+ yang bebas akan diukur dengan
menggunakan reaksi ferrozine. Intensitas warna akan secara
langsung sebanding dengan dengan konsentrasi kapasitas ikatan
besi yang tidak tersaturasi, yang ditentukan dengan melakukan
pengukuran pada absorbansi 552 nm.50
3.8.2.6. Pemeriksaan Total Iron Binding Capacity (TIBC)
Total iron binding capacity akan diperoleh berdasarkan
penjumlahan dari serum iron dan unsaturated iron binding capacity
(UIBC). TIBC merupakan pengukuran untuk konsentrasi besi
3.8.3. Pemantapan Kualitas
Pemantapan mutu dilakukan dilakukan untuk menjamin dan
mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.
Sebelum diakukan pemeriksan terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat.
3.8.3.1 Kalibrasi Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalibrasi pemeriksaan feritin dilakukan dengan menggunakan
The Elecsys Ferritin Assay dengan Calibrator Lot 165522. Kalibrasi
dilakukan setiap pemakaian reagen baru.
Tabel 3.1. Hasil kalibrasi Feritin
kalibrator ng/mL Absorbansi
CAL 1 9.73 2464
CAL 2 305 58940
b. Kalibrasi pemeriksaan Serum Iron dilakukan dengan
menggunakan Calibrator for Automated Systems (CFAS) dengan
Lot 680632
Tabel 3.2. Hasil kalibrasi Serum Iron
kalibrator µg/dL Absorbansi
CFAS 196 704
c. Kalibrasi pemeriksaan UIBC dilakukan dengan menggunakan
Calibrator for Automated Systems (CFAS)dengan Lot 680632
Tabel 3.3. Hasil kalibrasi UIBC
kalibrator µg/dL Absorbansi
3.8.3.2. Kontrol Kualitas Pemeriksaan Laboratorium
a. Kontrol kualitas darah lengkap dan RET-HE dilakukan dengan
menjalankan program kontrol pada Sysmex XT-4000i.
Menggunakan bahan kontrol komersial Sysmex e-Check (XE)
assay untuk XT 4000i yang mempunyai nilai target masing-masing
yang telah diketahui nilainya, yaitu rendah, normal dan tinggi.
Sebelum darah kontrol dianalisa, pastikan file pemantapan kualitas
telah disiapkan. Homogenkan darah kontrol dengan baik dan
benar, lalu lakukan analisa. Pastikan hasil pemantapan kualitas
masuk ke dalam data nilai target. Lakukan analisa darah kontrol
untuk ketiga sampel kontrol. Data hasil pemeriksaan akan
tersimpan secara otomatis. Dilakukan pemeriksaan setiap hari
sebelum sampel diperiksa dan setelah selesai kalibrasi.51
Tabel 3.4 Hasil Kontrol Hb, MCV dan RET-HE bulan Maret-April 2013
Hb MCV RET-HE
melakukan pemeriksaan, setiap pemakaian reagent kit baru dan
PreciControl Tumor Marker 1 dan Tumor marker 2. Nilai
konsentrasi kontrol harus masuk dalam range yang ditetapkan
untuk menjamin akurasi assay feritin.45 Selama penelitian, kontrol
kualitas pemeriksaan feritin dilakukan sebanyak 2 kali bersamaan
dengan pemeriksaan sampel. Dalam 2 kali pemeriksaan
sampel,nilai kontrol Feritin level 1 dan 2 tidak melewati nilai target
yang diharapkan (tabel 3.5).
Tabel 3.5 Hasil Kontrol Feritin TM1 (Lot 16588100) dan TM2 (Lot
16588000)
PreciControl ClinChem Multi 1, dimana ini lazim dilakukan setiap 24
jam, setiap pemakaian reagent kit baru dan setelah selesai
kalibrasi. Nilai konsentrasi kontrol harus masuk dalam batas yang
ditetapkan untuk menjamin akurasi kadar Serum Iron dan UIBC.49,50
Selama penelitian, kontrol kualitas pemeriksaan Serum Iron dan
UIBC dilakukan sebanyak 2 kali bersamaan dengan pemeriksaan
sampel. Dalam 2 kali pemeriksaan sampel,nilai kontrol Serum Iron
dan UIBC tidak melewati nilai target yang diharapkan (tabel 3.6 dan