• Tidak ada hasil yang ditemukan

FALSAFAH BORAS SIPIR NI TONDI DALAM UPACARA PESTA ADAT PERKAWINAN BATAK TOBA DI DESA PUSUK I KECAMATAN PARLILITAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FALSAFAH BORAS SIPIR NI TONDI DALAM UPACARA PESTA ADAT PERKAWINAN BATAK TOBA DI DESA PUSUK I KECAMATAN PARLILITAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

FALSAFAH“ BORAS SIPIR NI TONDI”DALAM UPACARA PESTA ADAT PERKAWINAN BATAK TOBA DI DESA PUSUK I KECAMATAN PARLILITAN

KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH:

ARIES SIHOTANG NIM. 3123122007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Aries Sihotang NIM 3123122007. Falsafah Boras Si Pir Ni Tondi dalam Upacara Adat Pesta Perkawinan Batak Toba Di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan.”Skripsi Program Studi Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui falsafah pemberian Boras Sipir Ni Tondi, untuk mengetahui makna penggunaan Boras Sipir Ni Tondi, dan untuk mengetahui proses pemberian Boras Sipir Ni Tondi dalam Upacara Adat Perkawinan Batak Toba Di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan yang menarik untuk dibahas lebih dalam lagi.

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif dan langsung melakukan penelitian lapangan yang bertujuan untuk memahami dan menggali informasi tentang Boras Sipir Ni Tondi tersebut. Penelitian ini memakai subjek dan objek penelitian sebagai pengganti dari sampel dan populasi. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan studi literatur. Informan dipilih secara purposive sampling dengan demikian yang menjadi informan adalah Kepala Desa, Sekretaris Desa, Tokoh adat dan Masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis memperoleh hasil penelitian sebagai berikut: (1) falsafah Batak Toba “Boras di dok mai Boras si Pir ni Tondi, Parbue siribur-ribur, sakkambona do Emei alai godang/ribur parbuena , sada ripe pe jolmai sai godang maribur ma angka pomparanna, songon pir ni borasi, tung aha pe namasa las ni roha arsak pe pujionhu Ho Nabasa asa dibagasan unduk dohot serep niroha tongtong laho mandalani parngoluoni. Pir ma pongki bahul-bahul pansalongan, artinya keluarga yang sudah diberkati akan mempunyai banyak keturunan seperti buah padi tersebut, baik sukacita maupun dukacita aku akan tetap memuji Engkau biar tetap didalam kebahagian dan kerendahan hati didalam

menjalani kehidupan ini.”. (2). Boras Sipir Ni Tondi mempunyai makna memberkati roh ’jiwa’kedua mempelai agar mereka tetap kuat dalam membangun rumah tangga mereka dan menjadi penolong atau harapan bagi orang-orang di sekitarnya, sebagaimana kuatnya biji beras yang menjadi harapan dan sumber kehidupan bagi orang banyak.. (3). Proses pemberian Boras Sipir Ni Tondi dalam acara perkawinan batak toba, boras akan di letakkan diatas kepala kedua mempelai disertai dengan doa.

Kesimpulan menunjukkan bahwa dengan menabur boras tersebut, jiwa’tondi’mereka atau kedua mempelai telah diberkati dan mereka menjadi berkat bagi semua orang, sebagaimana fungsi beras tersebut dalam kehidupan sehari-hari di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Cinta, izin, berkat,

kasih, dan petunjuk, memberikan kemudahan dan kelancaran yang tak terhingga

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Falsafah Boras Si Pir

Ni Tondi dalam Upacara Pesta Adat Perkawinan Batak Toba di Desa Pusuk 1,

Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Penyusunan skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri

Medan. Penulis menyadari skirpsi ini kurang sempurna, masih terdapat

kekuarangan dan kesalahan. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis

memiliki kemampuan terbatas namun karena berbagai bantuan dari banyak pihak

baik moril, doa dan materil penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh

Karenanya, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada.

1. Bapak Prof Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri

Medan,

2. Ibu. Dra. Nurmala Berutu, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS)

Universitas Negeri Medan,

3. Ibu Dra. Puspitawati, M.Si Ketua Program Studi Pendidikan Antropologi.

4. Ibu Dr Nurjannah M.Pd, sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan

perhatian dan waktu dalam proses penulisan skripsi hingga selesai.

5. Bapak Drs. Payerli Pasaribu, Msi, Bapak Drs, Waston Malu, M.Sp. Bapak

Drs, Tumpal Simarmata M,Si. sebagai dosen penguji yang memberikan saran

(7)

6. Ibu Dra, Trisni Andayani M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang

memberikan bimbingan dan motivasi selama penulis menjalankan

perkuliahan.

7. Seluruh dosen pengajar di program studi Pendidikan Antropologi yang

memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis dalam perkuliahan.

8. Kakanda Ayu Febriani, Spd. M.Si yang telah membantu mempersiapkan

berkas-berkas dan penyelesaian skripsi ini

9. Kedua orang tua penulis, Bapak Samsir Sihotang dan Ibu Tiarma Simamora

yang telah memberikan kasih, doa, motivasi, tenaga, semangat dan materi

kepada penulis selama menjalankan perkuliahan hingga menyelesaikan

skripsi ini.

10. Saudara penulis Abang Pak Grace Sihotang/Mama Grace, Kakak Mama

Cathy Sihotang/ Pak Cathy, Abang Brigjen Sihotang, Abang Jones Sihotang,

Abang Pak Denika Sihotang dan Abang Sofran Sihotang yang telah menjadi

inspirasi dan semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga

Terima Kasih kepada seluruh keluarga besar Op Grace Sihotang dan Op

Grace Simamora yang tidak bisa penulis sebut satu persatu, sudah

memberikan dukungan selama menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada Seluruh Teman Pendidikan Antropologi Stambuk 2012

12. Teman-teman yang selalu mendukung setiap perjuangan penulis Janwilson

Sitangggang, Adonia Marbun, Hiasintus Manalu, Herdy Parangin-angin,

Daniel Ohara Lumban Tobing, Nila, Maslan, Fera, Ira Gusnita Pakpahan,

Dyna Samosir, Garacelia Novianti, Yustri, Aulia Hidayah, Nurhamidah,

(8)

Andayani, Rohmania ,Leli Fitria, Tri Hardianti, Reyna Hutapea, Partogian

Pasaribu, Harno Banjarnahor, Supriadi Banjarnahor, Rikki Simanjuntak, dan

lain-lain.

13. Teman- teman PPLT SMA Negeri 1 Laguboti Kecamatan Laguboti Kab.

Toba Samosir 2015 terkhusus buat Ramayani Pangaribuan, Adonia Marbun,

Febry Siallagan, Yakob Simanjuntak, Harry Simanjuntak, Jhon Saragih, Andi

Putra Nainggolan, Timbul Panjaitan, Fitri Nadapdap, Esra Sitanggang,

Veronika Pasaribu, Kiristina Tarihoran, Mariana Harianja, Cristmaria

Hutapea, Friska Hutabarat, Rexona Purba, Desi Butar-butar, Romelin

Hutabarat, Sonita Sinaga, Rosa Simanungkalit, Okta Simamora, Jerni

Sibagariang, Cristy Parhusip.

14. Bapak kepala Desa Pusuk 1 Bapak Hotma Mahulae dan semua masyarakat

yang sudah membantu memberikan informasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun

untuk kesempurnaan skripsi ini. penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat

untuk menambah wawasan serta pengetahuan pembaca.

Medan, Agustus 2016 Penulis,

(9)

i

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI...10

2.1 Kajian Pustaka ... 10

2.2 Kerangka Teori... 13

2.2.1 Teori Semiotika... ... 13

2.2.2 Kebudayaan... 16

3.3 Subjek Dan Objek Penelitian... 28

3.3.1 Subjek Peneltian... ... 28

3.3.2 Objek Penelitian... 28

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 28

3.5 Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV Hasil Dan Pembahasan Penelitian ...….. 33

(10)

ii

4.1.1 Gambaran Umum Desa Pusuk I... ... 33

4.1.2 Kondisi Geografis Desa Pusuk I ... 35

4.1.3 Kondisi Demografi... .. 36

4.1.3.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa... 36

4.1.3.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 39

4.2.3.3 Komposisi Penduduk Mata Pencaharian... 40

4.2.3.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan sosial Budaya ... 46

4.1.2 Gambaran Umum Perkawinan Masyarakat Batak Toba ... 46

4.1.2.1 Alat-alat Perkawinan Batak Toba ... 46

4.1.5 Falsafah Boras Sipir Ni Tondi... 56

4.1.5.1 Sejarah Boras Sipir Ni Tondi ... 56

4.1.5.2 Falsafah Boras Sipir Ni Tondi ... 59

4.1.6 Proses Penggunaan Boras Si Pir Ni Tondi Dalam Upacara Adat Pesta Perkawinan Masyarakat Batak Toba... 63

4.1.7 Makna Boras Si Pir Ni Tondi Dalam Upacara Perkawinan Batak Toba 67 4.1.7.1 Makna Ritual dan Sakral... 68

4.1.7.2 Makna Sosial ... 69

4.1.7.3 Makna Komunikasi ... 69

4.1.7.4 Makna Permohonan dan Harapan ... 70

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing.

Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu

suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

yang dinilai atau dianggap baik dan benar oleh masyarakat pemilik kebudayaan.

Setiap suku bangsa juga menginginkan sedapat mungkin unsur-unsur

kebudayaannya tetap ada. Berbagai kegiatan budaya pun dilaksanakan demi

menjaga kelestarian suatu kebudayaan tersebut.

Praktik-praktik kebudayaan yang berkembang senantiasa dilekatkan pada

istilah tradisi. Tradisi yang dimaksud ialah sebagai adat kebiasaan turun temurun

yang masih dijalankan oleh sekelompok masyarakat. Masyarakat menjalani tradisi

itu untuk mencapai suatu keadaaan yang dianggap baik oleh pemilik kebudayaan.

Bahkan pengharapan terciptanya kehidupan yang baik didunia sering dipadukan

dalam nuansa religius pada tradisi-tradisi suatu suku bangsa tersebut.

Praktik kebudayaan ini menyatukan antara kepercayaan-kepercayaan

kepada Tuhan dan nilai hidup yang dianut dalam budaya suku bangsa. Agama dan

budaya merupakan suatu tatanan hidup yang tidak dapat dipisahkan yang diyakini

masyarakat tertentu terkait akan terlaksanannya kehidupan yang dianggap baik

oleh masyarakat tersebut. Bahwa agama sebagai sistem objektif terkandung

(12)

Adat istiadat dibuat agar sedapat mungkin seluruh keturunan bangsa dapat

melanjutkannya, menurunkan dari satu generasi kegenerasi lainya dengan tetap

melaksanakan proses-prosesnya sesuai adat dalam suku tersebut.

Sumatera Utara memilki wilayah yang luas yang terbagi dari beberapa

suku, ras, agama, dan golongan. Diantaranya ada beberapa masyarakat yang

bertautan dan saling melengkapi menjadi suatu etnik, adapun etnik tersebut terdiri

dari Batak Toba, Karo, Mandailing, Simalungun, Pakpak Dairi, Melayu Pesisir,

Nias, inilah sub etnik yang ada di Sumatera Utara . Setiap etnis yang ada di

Sumatera Utara, baik dari kelompok masyarakat Batak maupun etnis lainnya

memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang masing-masing memiliki keunikan

tersendiri dan setiap kebudayaan tersebut tidak dapat dibandingkan mana yang

lebih baik. Demikian juga halnya dengan masyarakat Batak Toba, masyarakat

Batak Toba memiliki kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun oleh

leluhurnya, baik secara lisan maupun tulisan.

Menurut Aritonang (1988:47), seorang teolog Kristen, adat bagi

masyarakat Batak Toba bukanlah sekedar kebiasaan atau tata tertib sosial,

melainkan sesuatu yang mencakupi seluruh dimensi kehidupan: jasmani dan

rohani, masa kini dan masa depan, hubungan antara si aku (sebagai mikrokosmos)

dengan seluruh jagad raya (makrokosmos). Dengan kata lain, adat bagi

masyarakat Batak Toba adalah sesuatu yang bersifat totalitas (Aritonang

1988:48), yang dapat diartikan sebagai pandangan hidup masyarakat Batak Toba.

Adat bermanfaat untuk mencegah bencana, menjaga keharmonisan dan kesuburan

tanah, memastikan akan adanya kesinambungan kebutuhan penduduk desa, serta

(13)

Umumnya di dalam setiap pelaksanaan upacara adat, masyarakat Batak

Toba selalu menggunakan simbol-simbol ataupun tanda tertentu sebagai media

disetiap pelaksanaan upacara adat. Salah satu upacara/kegiatan adat yang menjadi

tradisi turun temurun dan juga merupakan kegiatan yang dianggap sakral bagi

masyarakat Batak Toba ialah upacara Perkawinan. Perkawinan adalah ikatan

sosial atau perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan

kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang

meresmikan hubungan antar pribadi. Perkawinan dalam masyarakat Batak Toba

bukan hanya menjadi urusan ayah, ibu, dari kedua calon pengantin, tetapi

merupakan menjadi urusan semua anggota Keluarga yang menyangkut dalihan

natolu. Peran-peran dalam upacara perkawinan adat masyarakat Batak Toba selalu terkait dalam tiga kedudukan utama yaitu dalihan natolu.

Dalam masyarakat Batak Toba hingga sekarang ini, adat dalihan na tolu

masih tetap dihargai sebagai asas kehidupan. Asas kehidupan itu tergambar pada

falsafah dalihan na tolu, yaitu somba marhula-hula (hormat kepada pihak marga

orangtua dari istri (mertua), elek marboru (sayang kepada pihak marga daripada

suami anak perempuan (menantu), manat mardongan tubu (berhati-hati kepada

pihak marga daripada suami (lelaki bersaudara).

Dalam adat masyarakat Batak Toba setiap upacara perkawinan selalu

mempunyai alat-alat upcara tertentu, alat-alat yang dimaksud terdiri dari : (1) ulos

sitorop rambu, (2) dekke mas, (3) hepeng tuhor, (4) boras “si pir ni tondi” (5)

indahan na las, (6) aek si tio-tio, (7) napuran, (8) pinggan na hot, (9) bulung pisang, (10) jambar, (11) mandar hela, dan (12) pisang si tonggi-tonggi.

(14)

atau kebesaran, makna permohonan, makna komunikasi, dan makna etika atau

kesopanan. Disini penulis tertarik meneliti salah satu dari alat tersebut yang masih

dilakukan sampai sekarang yaitu tentang “ Boras Si Pir Ni Tondi” atau dalam

bahasa Indonesia ‘’Beras Berkat”. Beras berkat ini merupakan suatu aktivitas

kebudayaan yang sampai sekarang masih dilestarikan.

Beras (boras) merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, dan beras

juga merupakan salah satu bahan makanan yang bisa diolah menjadi jenis

makanan yang lain. Selain bisa dimanfaatkan sebagai makanan, beras juga bisa

dimanfaatkan atau digunakan dalam ritual atau tradisi tertentu. Khususnya bagi

masyarakat Batak, beras merupakan salah satu simbol yang biasanya digunakan

oleh masyarakat Batak dalam Ritual atau kegiatan tertentu.

Bagi masyarakat Batak beras (boras) tidak hanya untuk kebutuhan

jasmani (makan) belaka. Tetapi Beras ( boras ) dalam masyarakat Batak

mempunyai makna yang luar biasa serta memiliki nilai historis yang tinggi. Kata

Boras Si pir Ni Tondi mempunyai pengertian yang cukup mendalam. Pengertian boras si pir ni tondi yaitu Pertama, boras berarti beras. Kedua, si pir yang kata

dasarnya adalah "pir" artinya keras dan kuat. Ketiga, "ni" adalah kata

penghubung pada bahasa Batak. Keempat, Tondi artinya adalah roh dalam diri

manusia. Jadi boras si pir ni tondi adalah beras untuk menguatkan jiwa.

Masyarakat Batak banyak memilki budaya yang sangat luar biasa dan

penulis merasakan kekayaan budaya yang kaya itu harus dijaga dan dilestarikan.

(15)

jika penulis tuturkan logika berpikir masyarakat Batak ketika dahulu sangat luar

biasa dan pantas diapresiasi oleh kaum-kaum muda sekarang.

Boras Si Pir Ni Tondi biasanya digunakan dalam kegiatan-kegiatan

ataupun ritual tertentu, yaitu dalam acara memasuki rumah baru, upacara adat

perkawinan, terjadinya suatu peristiwa, acara pembabtisan anak. Melakukan ritual

Boras Si Pir Ni Tondi mempunyai tujuan tertentu, tergantung pada kegiatan yang

dilakukan tetapi mengandung makna yang sama.

Dalam upacara adat memasuki rumah sebelum penghuni rumah tersebut

memasuki atau tinggal dirumahnya yang baru, beras akan ditaburkan keseluruh

ruangan rumah dan juga keatas kepala pemilik rumah dan disertai dengan air dan

doa. Tujuannya adalah agar orang yang tinggal dalam rumah atau menghuni

rumah tersebut mempunyai jiwa yang kuat, supaya tidak ada masalah dan

memunculkan adanya sumber kebahagian. Selain itu supaya penghuni rumah

sehat selalu.

Dalam upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba biasanya pihak

perempuan ( hulahula) dan saudara laki-laki ibu ( hulahula takasan atau tulang )

akan menaburkan beras kekepala pengantin dan disertai pemberian ulos.

Tujuanya supaya kedua mempelai mempunyai iman yang kuat, jiwanya bisa

menyatu dan memiliki kekuatan dalam menjalani kehidupan yang baru. Sekaligus

mengucapkan selamat“Mangaruma Tondi”= memberikan ucapan selamat.

Dalam sebuah kejadian yang sangat mengejutkan terjadi pada seseorang

atau keluarga. Misalnya terjadi kecelakaan, musibah bencana alam, atau kejadian

(16)

boras sipir ni tondi sangat nyata . Kepada orang yang merasakan kejadian ini maka akan diberikan boras sipir ni tondi yang tujuannya asa mulak tondi tu

daging yang artinya supaya kembali roh kedalam diri kita kedalam tubuh. Karena

dipercaya bahwa setiap orang yang mengalami kejadian seperti ini pasti terasa

bingung dan mempunyai rasa takut yang berlebihan (trauma) dan ini logika

adanya.

Dengan demikian, orang tuanya akan memberikan Boras Sipir Ni Tondi

kepada seseorang yang mengalami peristiwa, dimana beras tersebut akan

ditaburkan ke kepalanya dan disertai dengan doa. Tujuannya adalah agar jiwanya

tetap menyatuh dibadannya, dan jiwanya kembali kuat. Disini orang yang

memberikan beras tersebut akan mengucapkan; “ Pir ma tondim” = kuatkanlah

jiwanya.

Demikan juga dalam acara pembabtisan anak, biasanya dilakukan dirumah

mereka sendiri, anak bayi yang telah dibabtis tersebut akan digendong oleh

orangtuanya dan Orang lain akan memberkati anak tersebut. Dengan cara

menaruhkan beras kekepala si bayi dan disertai ucapan doa dan, biasanya juga

disertai dengan pemberian ulos kepada orang tua sekaligus bayinya, juga dapat

memberikan hadiah kepada si bayi. Tujuan dilakukannya Boras Sipir ni Tondi ini

dalam acara pembabtisan anak adalah agar apa yang diucapkan dan di doakan

dapat terkabul, supaya si bayi dapat tumbuh menjadi anak yang baik, tidak

melawan, dan supaya jangan tidak mudah mundur dan maju terus pantang

(17)

Pada saat memberikan Boras Si Pir Ni Tondiini tidak sembarangan orang,

karena yang berhak ataupun yang pantas memberi Boras Si Pir Ni Tondi ini

adalah orang yang paling dihormati, khususnya Hulahula. Dimana hulahula dapat

memberikan berkat kepada pihak boru, atau kepada orang lain. Selain itu umur

tidak menjadi permasalahan, bahwa dalam adat masyarakat Batak Toba hulahula

adalah orang yang sangat dihormati dan mempunyai peran yang besar dalam

berbagai acara ( baik acara perkawinan, kematian, pembabtisan anak, syukuran,

dan lain-lain). Oleh karena itu, adat ini tidak sembarangan orang yang boleh

memberikan Si Pir Ni Tondi. Demikianlah pentingnya peranan boras sipir ni

tondi bagi masyarakat Batak khususya Batak Toba dan ritual ini menjadi penting

dan cukup bermakna.

Berdasarkan uraian di atas penulis penasaran dan sangat tertarik untuk

mngetahui lebih dalam mengenai Boras Si Pir Ni Tondi tersebut, sehingga

penulis mengangkat judul penelitian yang berjudul Falsafah Boras Sipir Ni Tondi dalam Upacara Adat Pesta Perkawinan Batak Toba Di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan.”

1.2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang dapat diidentifikasi masalah yang sesuai dengan judul

penelitian tersebut. Identifikasi masalah tersebut yaitu :

1. Latar belakang beras (boras) dijadikan sebagai simbol dalam Boras Sipir

(18)

2. Proses pelaksanaan pemberian Boras Si Pir Ni Tondi Dalam Upacara

Pesta Adat Perkawinan di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten

Humbang Hasundutan.

3. Makna pemberian Boras Sipir Ni Tondi Dalam Upacara Adat Pesta

Perkawinan Batak Toba di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten

Humbang Hasundutan.

4. Falsafah Boras Sipir Ni Tondi dalam Adat Pesta Perkawinan di Desa

Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan.

1.3. Batasan Masalah

Agar masalah yang diteliti lebih jelas dan terarah maka perlu adanya

pembatasan masalah, yaitu : Falsafah Boras Si Pir Ni Tondi dalam Upacara Pesta

Adat Perkawinan di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang

Hasundutan.

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apa falsafah boras si pir ni tondi dalam Upacara adat Perkawinan Batak

Toba

2. Mengapa Boras Sipir Ni Tondi memiliki nilai yang sakral dalam Upacara

Pesta Adat Perkawinan Batak Toba di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan

(19)

3. Bagaimana penggunaan Boras Si Pir Ni Tondi dalam Upacara Pesta Adat

Perkawinan di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang

Hasundutan.

1.5. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui falsafah Boras Si Pir Ni Tondi dalam Upacara Adat

Perkawinan Batak Toba.

2. Untuk mengetahui makna Boras Sipir Ni Tondi Dalam Upacara Adat

Perkawinan Batak Toba di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten

Humbang Hasundutan.

3. Untuk mengetahui penggunaan Boras Si Pir Ni Tondi dalam Upacara

Adat Perkawinan di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten

Humbang Hasundutan.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat untuk menambah wawasan dan pengetahuan

peneliti

maupun masyarakat ( masyarakat Batak Toba dan masyarakat

lainya), Boras Si Pir Ni Tondi bagi Masyarakat Batak Toba.

2. Secara Praktis

Penelitian ini dapat berguna untuk memberikan masukan dan

bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya, mengenai Boras Sipir Ni

(20)

1 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Pusuk I maka peneliti

mengambil beberapa kesimpulan yakni:

1. Bahwa pelaksanaan upacara perkawinan secara adat tetap

dipertahankan. Upacara ini tetap bertahan karena satu-satunya cara

untuk masuk ke dalam dalihan na tolu harus melalui upacara

perkawinan. Setelah seseorang masuk ke dalam dalihan na tolu,

dia berhak mengadakan siklus hidup seperti menyambut anak yang

baru lahir, perkawinan, memasuki rumah, kematian dan lain-lain.

falsafah Batak Toba “Boras dibaen gabe Boras si Pir ni Tondi sarupa ma i tu Parbue siribur-ribur,sakkambona do Emei alai godang/ribur parbuena, sada ripe pe jolmai sai godang maribur

ma angka pomparanna = songon pir ni boras, tung aha pe namasa las ni roha arsak pe pujionhu Ho Nabasa asa dibagasan unduk dohot serep niroha tongtong laho mandalani parngoluoni. Pir ma

pongki bahul-bahul pansalongan, pir ma Tondi sai ditambai Tuhanta dope di hamu angka pansamotan.”

2. Boras Si Pir Ni Tondi dalam ritus perkawinan Batak Toba adalah sebagai pemberian berkat (anugerah) kepada hula-hula dan

lambang kesatuan jiwa dan badan, dengan kata lain, sebagai tanda

(21)

2 atas segala berkat dan karunia yang diberikanTuhan kepada kita

anak-anaknya.

3. Boras Sipir ni Tondi ini mempunyai tujuan yang positif, dan orang

yang melakukan tradisi ini berharap agar apa yang diucapkannya

dapat terkabul begitu juga dengan orang yang menjadi bagian

dalam tradisi ini. Dan inti dari pemberian Boras Sipir Ni Tondi ini

adalah untuk memperkuat Jiwa. Dan sampai sekarang pun orang

Batak masih mempertahankan tradisi ini, karena mereka percaya

terhadap pemberian Boras Sipi Ni Tondi ini.

5.2. Saran

Adapun yang menjadi saran daripada penulis yaitu

1. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang lemah dan mudah

mudah terlena akan pujian dan kemewahan. Sehingga ketika dia

merasa sudah mendapatkan segala sesuatu dan berada di atas

kejayaan hidupnya ia akan mudahnya meremehkan orang yang

berada di bawahnya. Seakan akan dia melupakan bahwasanya

kehidupan itu seperti roda yang akan terus berputar kapanpun, pada

siapapun dan dimanapun. Maka dari itu hendaknya kita sedikit

lebih memahami falsafah dari beras berkat tersebut

2. Dalam upacara adat perkawinan Batak Toba selalu dikaitkan

dengan yang namanya simbol, seperti halnya Boras Si Pir Ni

Tondi, ini bagi etnis Batak Toba mempunyai makna yang sangat kuat sehingga dikatakan bahwa beras mempunyai nilai historis

(22)

3 kebudayaan itu perlu dijaga, karena seiring perkembangan zaman

tidak menutup kemungkinan kebudayaan yang sudah lama

dilaksanakan semakin lama akan semakin pudar. Terutama untuk

kaum-kaum muda belajar kebudayaan sendiri merupakan salah

satu cara menghargai budaya etnis kita sendiri. Dengan

dilaksanakanya penelitian ini penulis berharap budaya Batak Toba

(23)

DAFTAR PUSTAKA

H.TH, Fisher. 1976. Pengantar Antropologi Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT

Pembangunan.

Hadikusuma, Hilman. 2003. Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan

Upacara Adatnya. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Jenks, Chris. (1993), Culture : Study Kebudyaan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Koentjaraningrat. 1984. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Departemen dan Kebudayaan.

Koentjaraningrat .(1980), Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta : Universitas

Indonesia

(UI-Press).

.(2003), Kamus Istilah Antropologi, Jakarta : Progres

Kamus Besar Bahasa Indonesia , Balai Pustaka, 1991 :

1041.

.(2007), Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Jakarta :

Djambatan

.(2009), Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Rineka

Cipta

Kuntowijoyo. (1999), Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta :

Tiarawacana

Rosdakarya

Kuntiwijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

(24)

Moeliono, Anton M. 1988. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

_____________ . 1989. Jambar Hata: Dongan Tu Ulaon Adat. Cetakan ketiga.

CV. Tulus Jaya.

Simanjuntak,B.A.(2009), Metode Penelitian Sosial, Medan : Bina Media Perintis

Sinaga, Richard. 1998. Perkawinan Adat Dalihan Na Tolu. Penerbit Dian Utama

dan KERABAT (Kerukunan Masyarakat Batak).

Saussure, De Fersdinand. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta. Gajah

Mada University Perss.

Sujidman, Panuti dan Art Van Zoes. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta :

Gramedia Pertaka Utama.

Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

SKRIPSI :

Dany Pardede ( Manghirap Tondi, 2007 ). Skripsi Fakultas Sastra Universitas

Sumatra Utara.

Nelli Loriska L Gaol ( 2007 ) dalam penelitiannya tentang “tanda-tanda dalam upacara perkawinan batak toba” Skripsi Fakultas Sastra Universitas Sumatera

Utara.

Panjaitan, Aspiner. 2010.Fungsi dan Makna Wacana “Mangulosi” Pada

Upacara Perkawinan Batak Toba; Kajian Pragmatik skripsi Fakultas Sastra Universitas Sumtra Utara, Medan.

Panjaitan, Doni Boy Faisal. 2010. Peranan Dalihan Na Tolu dalam Hukum

Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak di Kecamatan Balige) skripsi Fakultas Hukum

(25)

Tarigan, Matius. 2003.Ragam Hias Rumah Adat Karo ”Suatu Kajian Semiotik”,

(Skripsi). Medan : Universitas Sumatera Utara.

website

http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/952/suku-batak-sumatera-utara]

http://www.kidnesia.com/Kidnesia?Potret-Negriku/Teropong-Daerah/Sumatera-Utara/Seni-Budaya/Tari-Tor-Tor

http://haposanbakara.blogspot.co.id/2012/02/tondi.html

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini Penulis membatasi masalah pada jenis tindak tutur ilokusi teori filsuf Searle, serta makna dan bentuk tindak tutur yang diujarkan pada saat Adat

2015 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna simbol pada Tortor Parsaoran pada masyarakat Batak Toba, struktur gerak yang terdapat pada Tortor Parsaoran

Pada saat ini upacara adat perkawinan Batak Toba telah berubah seperti tahapan mangalehon tanda hata ( pemberian tanda burju) sudah jarang dilaksanakan, marhori- hori

Alasan penulis memilih lokasi ini karena masyarakat Batak Toba di Lintongnihuta masih bersifat homogen dan dalam upacara adat selalu berhubungan dengan penuturan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pergeseran fungsi uang jujur (sinamot) pada perkawinan adat masyarakat Batak Toba dan untuk mengetahui tindakan yang

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul MAKNA SIMBOLIK DALAM PEMBERIAN ULOS PADA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA: KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK.. Penulis

Debora (2014) dalam skripsinya yang berjudul Makna Simbolik Upacara Adat Mangulosi (Pemberian Ulos) pada Siklus Kehidupan Masyarakat Batak Toba di Kecamatan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses penyajian ende marhaminjon, untuk menganalisis makna-makna tekstual yang terkandung dalam ende marhaminjon, serta