FALSAFAH“ BORAS SIPIR NI TONDI”DALAM UPACARA PESTA ADAT PERKAWINAN BATAK TOBA DI DESA PUSUK I KECAMATAN PARLILITAN
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
OLEH:
ARIES SIHOTANG NIM. 3123122007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
ABSTRAK
Aries Sihotang NIM 3123122007. Falsafah Boras Si Pir Ni Tondi dalam Upacara Adat Pesta Perkawinan Batak Toba Di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan.”Skripsi Program Studi Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui falsafah pemberian Boras Sipir Ni Tondi, untuk mengetahui makna penggunaan Boras Sipir Ni Tondi, dan untuk mengetahui proses pemberian Boras Sipir Ni Tondi dalam Upacara Adat Perkawinan Batak Toba Di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan yang menarik untuk dibahas lebih dalam lagi.
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif dan langsung melakukan penelitian lapangan yang bertujuan untuk memahami dan menggali informasi tentang Boras Sipir Ni Tondi tersebut. Penelitian ini memakai subjek dan objek penelitian sebagai pengganti dari sampel dan populasi. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan studi literatur. Informan dipilih secara purposive sampling dengan demikian yang menjadi informan adalah Kepala Desa, Sekretaris Desa, Tokoh adat dan Masyarakat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis memperoleh hasil penelitian sebagai berikut: (1) falsafah Batak Toba “Boras di dok mai Boras si Pir ni Tondi, Parbue siribur-ribur, sakkambona do Emei alai godang/ribur parbuena , sada ripe pe jolmai sai godang maribur ma angka pomparanna, songon pir ni borasi, tung aha pe namasa las ni roha arsak pe pujionhu Ho Nabasa asa dibagasan unduk dohot serep niroha tongtong laho mandalani parngoluoni. Pir ma pongki bahul-bahul pansalongan, artinya keluarga yang sudah diberkati akan mempunyai banyak keturunan seperti buah padi tersebut, baik sukacita maupun dukacita aku akan tetap memuji Engkau biar tetap didalam kebahagian dan kerendahan hati didalam
menjalani kehidupan ini.”. (2). Boras Sipir Ni Tondi mempunyai makna memberkati roh ’jiwa’kedua mempelai agar mereka tetap kuat dalam membangun rumah tangga mereka dan menjadi penolong atau harapan bagi orang-orang di sekitarnya, sebagaimana kuatnya biji beras yang menjadi harapan dan sumber kehidupan bagi orang banyak.. (3). Proses pemberian Boras Sipir Ni Tondi dalam acara perkawinan batak toba, boras akan di letakkan diatas kepala kedua mempelai disertai dengan doa.
Kesimpulan menunjukkan bahwa dengan menabur boras tersebut, jiwa’tondi’mereka atau kedua mempelai telah diberkati dan mereka menjadi berkat bagi semua orang, sebagaimana fungsi beras tersebut dalam kehidupan sehari-hari di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Cinta, izin, berkat,
kasih, dan petunjuk, memberikan kemudahan dan kelancaran yang tak terhingga
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Falsafah Boras Si Pir
Ni Tondi dalam Upacara Pesta Adat Perkawinan Batak Toba di Desa Pusuk 1,
Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Penyusunan skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Medan. Penulis menyadari skirpsi ini kurang sempurna, masih terdapat
kekuarangan dan kesalahan. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis
memiliki kemampuan terbatas namun karena berbagai bantuan dari banyak pihak
baik moril, doa dan materil penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh
Karenanya, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada.
1. Bapak Prof Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri
Medan,
2. Ibu. Dra. Nurmala Berutu, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS)
Universitas Negeri Medan,
3. Ibu Dra. Puspitawati, M.Si Ketua Program Studi Pendidikan Antropologi.
4. Ibu Dr Nurjannah M.Pd, sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan
perhatian dan waktu dalam proses penulisan skripsi hingga selesai.
5. Bapak Drs. Payerli Pasaribu, Msi, Bapak Drs, Waston Malu, M.Sp. Bapak
Drs, Tumpal Simarmata M,Si. sebagai dosen penguji yang memberikan saran
6. Ibu Dra, Trisni Andayani M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang
memberikan bimbingan dan motivasi selama penulis menjalankan
perkuliahan.
7. Seluruh dosen pengajar di program studi Pendidikan Antropologi yang
memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis dalam perkuliahan.
8. Kakanda Ayu Febriani, Spd. M.Si yang telah membantu mempersiapkan
berkas-berkas dan penyelesaian skripsi ini
9. Kedua orang tua penulis, Bapak Samsir Sihotang dan Ibu Tiarma Simamora
yang telah memberikan kasih, doa, motivasi, tenaga, semangat dan materi
kepada penulis selama menjalankan perkuliahan hingga menyelesaikan
skripsi ini.
10. Saudara penulis Abang Pak Grace Sihotang/Mama Grace, Kakak Mama
Cathy Sihotang/ Pak Cathy, Abang Brigjen Sihotang, Abang Jones Sihotang,
Abang Pak Denika Sihotang dan Abang Sofran Sihotang yang telah menjadi
inspirasi dan semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga
Terima Kasih kepada seluruh keluarga besar Op Grace Sihotang dan Op
Grace Simamora yang tidak bisa penulis sebut satu persatu, sudah
memberikan dukungan selama menyelesaikan skripsi ini.
11. Kepada Seluruh Teman Pendidikan Antropologi Stambuk 2012
12. Teman-teman yang selalu mendukung setiap perjuangan penulis Janwilson
Sitangggang, Adonia Marbun, Hiasintus Manalu, Herdy Parangin-angin,
Daniel Ohara Lumban Tobing, Nila, Maslan, Fera, Ira Gusnita Pakpahan,
Dyna Samosir, Garacelia Novianti, Yustri, Aulia Hidayah, Nurhamidah,
Andayani, Rohmania ,Leli Fitria, Tri Hardianti, Reyna Hutapea, Partogian
Pasaribu, Harno Banjarnahor, Supriadi Banjarnahor, Rikki Simanjuntak, dan
lain-lain.
13. Teman- teman PPLT SMA Negeri 1 Laguboti Kecamatan Laguboti Kab.
Toba Samosir 2015 terkhusus buat Ramayani Pangaribuan, Adonia Marbun,
Febry Siallagan, Yakob Simanjuntak, Harry Simanjuntak, Jhon Saragih, Andi
Putra Nainggolan, Timbul Panjaitan, Fitri Nadapdap, Esra Sitanggang,
Veronika Pasaribu, Kiristina Tarihoran, Mariana Harianja, Cristmaria
Hutapea, Friska Hutabarat, Rexona Purba, Desi Butar-butar, Romelin
Hutabarat, Sonita Sinaga, Rosa Simanungkalit, Okta Simamora, Jerni
Sibagariang, Cristy Parhusip.
14. Bapak kepala Desa Pusuk 1 Bapak Hotma Mahulae dan semua masyarakat
yang sudah membantu memberikan informasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun
untuk kesempurnaan skripsi ini. penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat
untuk menambah wawasan serta pengetahuan pembaca.
Medan, Agustus 2016 Penulis,
i
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI...10
2.1 Kajian Pustaka ... 10
2.2 Kerangka Teori... 13
2.2.1 Teori Semiotika... ... 13
2.2.2 Kebudayaan... 16
3.3 Subjek Dan Objek Penelitian... 28
3.3.1 Subjek Peneltian... ... 28
3.3.2 Objek Penelitian... 28
3.4 Teknik Pengumpulan Data... 28
3.5 Teknik Analisis Data ... 31
BAB IV Hasil Dan Pembahasan Penelitian ...….. 33
ii
4.1.1 Gambaran Umum Desa Pusuk I... ... 33
4.1.2 Kondisi Geografis Desa Pusuk I ... 35
4.1.3 Kondisi Demografi... .. 36
4.1.3.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa... 36
4.1.3.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 39
4.2.3.3 Komposisi Penduduk Mata Pencaharian... 40
4.2.3.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan sosial Budaya ... 46
4.1.2 Gambaran Umum Perkawinan Masyarakat Batak Toba ... 46
4.1.2.1 Alat-alat Perkawinan Batak Toba ... 46
4.1.5 Falsafah Boras Sipir Ni Tondi... 56
4.1.5.1 Sejarah Boras Sipir Ni Tondi ... 56
4.1.5.2 Falsafah Boras Sipir Ni Tondi ... 59
4.1.6 Proses Penggunaan Boras Si Pir Ni Tondi Dalam Upacara Adat Pesta Perkawinan Masyarakat Batak Toba... 63
4.1.7 Makna Boras Si Pir Ni Tondi Dalam Upacara Perkawinan Batak Toba 67 4.1.7.1 Makna Ritual dan Sakral... 68
4.1.7.2 Makna Sosial ... 69
4.1.7.3 Makna Komunikasi ... 69
4.1.7.4 Makna Permohonan dan Harapan ... 70
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing.
Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu
suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya
yang dinilai atau dianggap baik dan benar oleh masyarakat pemilik kebudayaan.
Setiap suku bangsa juga menginginkan sedapat mungkin unsur-unsur
kebudayaannya tetap ada. Berbagai kegiatan budaya pun dilaksanakan demi
menjaga kelestarian suatu kebudayaan tersebut.
Praktik-praktik kebudayaan yang berkembang senantiasa dilekatkan pada
istilah tradisi. Tradisi yang dimaksud ialah sebagai adat kebiasaan turun temurun
yang masih dijalankan oleh sekelompok masyarakat. Masyarakat menjalani tradisi
itu untuk mencapai suatu keadaaan yang dianggap baik oleh pemilik kebudayaan.
Bahkan pengharapan terciptanya kehidupan yang baik didunia sering dipadukan
dalam nuansa religius pada tradisi-tradisi suatu suku bangsa tersebut.
Praktik kebudayaan ini menyatukan antara kepercayaan-kepercayaan
kepada Tuhan dan nilai hidup yang dianut dalam budaya suku bangsa. Agama dan
budaya merupakan suatu tatanan hidup yang tidak dapat dipisahkan yang diyakini
masyarakat tertentu terkait akan terlaksanannya kehidupan yang dianggap baik
oleh masyarakat tersebut. Bahwa agama sebagai sistem objektif terkandung
Adat istiadat dibuat agar sedapat mungkin seluruh keturunan bangsa dapat
melanjutkannya, menurunkan dari satu generasi kegenerasi lainya dengan tetap
melaksanakan proses-prosesnya sesuai adat dalam suku tersebut.
Sumatera Utara memilki wilayah yang luas yang terbagi dari beberapa
suku, ras, agama, dan golongan. Diantaranya ada beberapa masyarakat yang
bertautan dan saling melengkapi menjadi suatu etnik, adapun etnik tersebut terdiri
dari Batak Toba, Karo, Mandailing, Simalungun, Pakpak Dairi, Melayu Pesisir,
Nias, inilah sub etnik yang ada di Sumatera Utara . Setiap etnis yang ada di
Sumatera Utara, baik dari kelompok masyarakat Batak maupun etnis lainnya
memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang masing-masing memiliki keunikan
tersendiri dan setiap kebudayaan tersebut tidak dapat dibandingkan mana yang
lebih baik. Demikian juga halnya dengan masyarakat Batak Toba, masyarakat
Batak Toba memiliki kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun oleh
leluhurnya, baik secara lisan maupun tulisan.
Menurut Aritonang (1988:47), seorang teolog Kristen, adat bagi
masyarakat Batak Toba bukanlah sekedar kebiasaan atau tata tertib sosial,
melainkan sesuatu yang mencakupi seluruh dimensi kehidupan: jasmani dan
rohani, masa kini dan masa depan, hubungan antara si aku (sebagai mikrokosmos)
dengan seluruh jagad raya (makrokosmos). Dengan kata lain, adat bagi
masyarakat Batak Toba adalah sesuatu yang bersifat totalitas (Aritonang
1988:48), yang dapat diartikan sebagai pandangan hidup masyarakat Batak Toba.
Adat bermanfaat untuk mencegah bencana, menjaga keharmonisan dan kesuburan
tanah, memastikan akan adanya kesinambungan kebutuhan penduduk desa, serta
Umumnya di dalam setiap pelaksanaan upacara adat, masyarakat Batak
Toba selalu menggunakan simbol-simbol ataupun tanda tertentu sebagai media
disetiap pelaksanaan upacara adat. Salah satu upacara/kegiatan adat yang menjadi
tradisi turun temurun dan juga merupakan kegiatan yang dianggap sakral bagi
masyarakat Batak Toba ialah upacara Perkawinan. Perkawinan adalah ikatan
sosial atau perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan
kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang
meresmikan hubungan antar pribadi. Perkawinan dalam masyarakat Batak Toba
bukan hanya menjadi urusan ayah, ibu, dari kedua calon pengantin, tetapi
merupakan menjadi urusan semua anggota Keluarga yang menyangkut dalihan
natolu. Peran-peran dalam upacara perkawinan adat masyarakat Batak Toba selalu terkait dalam tiga kedudukan utama yaitu dalihan natolu.
Dalam masyarakat Batak Toba hingga sekarang ini, adat dalihan na tolu
masih tetap dihargai sebagai asas kehidupan. Asas kehidupan itu tergambar pada
falsafah dalihan na tolu, yaitu somba marhula-hula (hormat kepada pihak marga
orangtua dari istri (mertua), elek marboru (sayang kepada pihak marga daripada
suami anak perempuan (menantu), manat mardongan tubu (berhati-hati kepada
pihak marga daripada suami (lelaki bersaudara).
Dalam adat masyarakat Batak Toba setiap upacara perkawinan selalu
mempunyai alat-alat upcara tertentu, alat-alat yang dimaksud terdiri dari : (1) ulos
sitorop rambu, (2) dekke mas, (3) hepeng tuhor, (4) boras “si pir ni tondi” (5)
indahan na las, (6) aek si tio-tio, (7) napuran, (8) pinggan na hot, (9) bulung pisang, (10) jambar, (11) mandar hela, dan (12) pisang si tonggi-tonggi.
atau kebesaran, makna permohonan, makna komunikasi, dan makna etika atau
kesopanan. Disini penulis tertarik meneliti salah satu dari alat tersebut yang masih
dilakukan sampai sekarang yaitu tentang “ Boras Si Pir Ni Tondi” atau dalam
bahasa Indonesia ‘’Beras Berkat”. Beras berkat ini merupakan suatu aktivitas
kebudayaan yang sampai sekarang masih dilestarikan.
Beras (boras) merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, dan beras
juga merupakan salah satu bahan makanan yang bisa diolah menjadi jenis
makanan yang lain. Selain bisa dimanfaatkan sebagai makanan, beras juga bisa
dimanfaatkan atau digunakan dalam ritual atau tradisi tertentu. Khususnya bagi
masyarakat Batak, beras merupakan salah satu simbol yang biasanya digunakan
oleh masyarakat Batak dalam Ritual atau kegiatan tertentu.
Bagi masyarakat Batak beras (boras) tidak hanya untuk kebutuhan
jasmani (makan) belaka. Tetapi Beras ( boras ) dalam masyarakat Batak
mempunyai makna yang luar biasa serta memiliki nilai historis yang tinggi. Kata
Boras Si pir Ni Tondi mempunyai pengertian yang cukup mendalam. Pengertian boras si pir ni tondi yaitu Pertama, boras berarti beras. Kedua, si pir yang kata
dasarnya adalah "pir" artinya keras dan kuat. Ketiga, "ni" adalah kata
penghubung pada bahasa Batak. Keempat, Tondi artinya adalah roh dalam diri
manusia. Jadi boras si pir ni tondi adalah beras untuk menguatkan jiwa.
Masyarakat Batak banyak memilki budaya yang sangat luar biasa dan
penulis merasakan kekayaan budaya yang kaya itu harus dijaga dan dilestarikan.
jika penulis tuturkan logika berpikir masyarakat Batak ketika dahulu sangat luar
biasa dan pantas diapresiasi oleh kaum-kaum muda sekarang.
Boras Si Pir Ni Tondi biasanya digunakan dalam kegiatan-kegiatan
ataupun ritual tertentu, yaitu dalam acara memasuki rumah baru, upacara adat
perkawinan, terjadinya suatu peristiwa, acara pembabtisan anak. Melakukan ritual
Boras Si Pir Ni Tondi mempunyai tujuan tertentu, tergantung pada kegiatan yang
dilakukan tetapi mengandung makna yang sama.
Dalam upacara adat memasuki rumah sebelum penghuni rumah tersebut
memasuki atau tinggal dirumahnya yang baru, beras akan ditaburkan keseluruh
ruangan rumah dan juga keatas kepala pemilik rumah dan disertai dengan air dan
doa. Tujuannya adalah agar orang yang tinggal dalam rumah atau menghuni
rumah tersebut mempunyai jiwa yang kuat, supaya tidak ada masalah dan
memunculkan adanya sumber kebahagian. Selain itu supaya penghuni rumah
sehat selalu.
Dalam upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba biasanya pihak
perempuan ( hulahula) dan saudara laki-laki ibu ( hulahula takasan atau tulang )
akan menaburkan beras kekepala pengantin dan disertai pemberian ulos.
Tujuanya supaya kedua mempelai mempunyai iman yang kuat, jiwanya bisa
menyatu dan memiliki kekuatan dalam menjalani kehidupan yang baru. Sekaligus
mengucapkan selamat“Mangaruma Tondi”= memberikan ucapan selamat.
Dalam sebuah kejadian yang sangat mengejutkan terjadi pada seseorang
atau keluarga. Misalnya terjadi kecelakaan, musibah bencana alam, atau kejadian
boras sipir ni tondi sangat nyata . Kepada orang yang merasakan kejadian ini maka akan diberikan boras sipir ni tondi yang tujuannya asa mulak tondi tu
daging yang artinya supaya kembali roh kedalam diri kita kedalam tubuh. Karena
dipercaya bahwa setiap orang yang mengalami kejadian seperti ini pasti terasa
bingung dan mempunyai rasa takut yang berlebihan (trauma) dan ini logika
adanya.
Dengan demikian, orang tuanya akan memberikan Boras Sipir Ni Tondi
kepada seseorang yang mengalami peristiwa, dimana beras tersebut akan
ditaburkan ke kepalanya dan disertai dengan doa. Tujuannya adalah agar jiwanya
tetap menyatuh dibadannya, dan jiwanya kembali kuat. Disini orang yang
memberikan beras tersebut akan mengucapkan; “ Pir ma tondim” = kuatkanlah
jiwanya.
Demikan juga dalam acara pembabtisan anak, biasanya dilakukan dirumah
mereka sendiri, anak bayi yang telah dibabtis tersebut akan digendong oleh
orangtuanya dan Orang lain akan memberkati anak tersebut. Dengan cara
menaruhkan beras kekepala si bayi dan disertai ucapan doa dan, biasanya juga
disertai dengan pemberian ulos kepada orang tua sekaligus bayinya, juga dapat
memberikan hadiah kepada si bayi. Tujuan dilakukannya Boras Sipir ni Tondi ini
dalam acara pembabtisan anak adalah agar apa yang diucapkan dan di doakan
dapat terkabul, supaya si bayi dapat tumbuh menjadi anak yang baik, tidak
melawan, dan supaya jangan tidak mudah mundur dan maju terus pantang
Pada saat memberikan Boras Si Pir Ni Tondiini tidak sembarangan orang,
karena yang berhak ataupun yang pantas memberi Boras Si Pir Ni Tondi ini
adalah orang yang paling dihormati, khususnya Hulahula. Dimana hulahula dapat
memberikan berkat kepada pihak boru, atau kepada orang lain. Selain itu umur
tidak menjadi permasalahan, bahwa dalam adat masyarakat Batak Toba hulahula
adalah orang yang sangat dihormati dan mempunyai peran yang besar dalam
berbagai acara ( baik acara perkawinan, kematian, pembabtisan anak, syukuran,
dan lain-lain). Oleh karena itu, adat ini tidak sembarangan orang yang boleh
memberikan Si Pir Ni Tondi. Demikianlah pentingnya peranan boras sipir ni
tondi bagi masyarakat Batak khususya Batak Toba dan ritual ini menjadi penting
dan cukup bermakna.
Berdasarkan uraian di atas penulis penasaran dan sangat tertarik untuk
mngetahui lebih dalam mengenai Boras Si Pir Ni Tondi tersebut, sehingga
penulis mengangkat judul penelitian yang berjudul Falsafah Boras Sipir Ni Tondi dalam Upacara Adat Pesta Perkawinan Batak Toba Di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan.”
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang dapat diidentifikasi masalah yang sesuai dengan judul
penelitian tersebut. Identifikasi masalah tersebut yaitu :
1. Latar belakang beras (boras) dijadikan sebagai simbol dalam Boras Sipir
2. Proses pelaksanaan pemberian Boras Si Pir Ni Tondi Dalam Upacara
Pesta Adat Perkawinan di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten
Humbang Hasundutan.
3. Makna pemberian Boras Sipir Ni Tondi Dalam Upacara Adat Pesta
Perkawinan Batak Toba di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten
Humbang Hasundutan.
4. Falsafah Boras Sipir Ni Tondi dalam Adat Pesta Perkawinan di Desa
Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan.
1.3. Batasan Masalah
Agar masalah yang diteliti lebih jelas dan terarah maka perlu adanya
pembatasan masalah, yaitu : Falsafah Boras Si Pir Ni Tondi dalam Upacara Pesta
Adat Perkawinan di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang
Hasundutan.
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apa falsafah boras si pir ni tondi dalam Upacara adat Perkawinan Batak
Toba
2. Mengapa Boras Sipir Ni Tondi memiliki nilai yang sakral dalam Upacara
Pesta Adat Perkawinan Batak Toba di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan
3. Bagaimana penggunaan Boras Si Pir Ni Tondi dalam Upacara Pesta Adat
Perkawinan di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang
Hasundutan.
1.5. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui falsafah Boras Si Pir Ni Tondi dalam Upacara Adat
Perkawinan Batak Toba.
2. Untuk mengetahui makna Boras Sipir Ni Tondi Dalam Upacara Adat
Perkawinan Batak Toba di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten
Humbang Hasundutan.
3. Untuk mengetahui penggunaan Boras Si Pir Ni Tondi dalam Upacara
Adat Perkawinan di Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan Kabupaten
Humbang Hasundutan.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini dapat untuk menambah wawasan dan pengetahuan
peneliti
maupun masyarakat ( masyarakat Batak Toba dan masyarakat
lainya), Boras Si Pir Ni Tondi bagi Masyarakat Batak Toba.
2. Secara Praktis
Penelitian ini dapat berguna untuk memberikan masukan dan
bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya, mengenai Boras Sipir Ni
1 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Pusuk I maka peneliti
mengambil beberapa kesimpulan yakni:
1. Bahwa pelaksanaan upacara perkawinan secara adat tetap
dipertahankan. Upacara ini tetap bertahan karena satu-satunya cara
untuk masuk ke dalam dalihan na tolu harus melalui upacara
perkawinan. Setelah seseorang masuk ke dalam dalihan na tolu,
dia berhak mengadakan siklus hidup seperti menyambut anak yang
baru lahir, perkawinan, memasuki rumah, kematian dan lain-lain.
falsafah Batak Toba “Boras dibaen gabe Boras si Pir ni Tondi sarupa ma i tu Parbue siribur-ribur,sakkambona do Emei alai godang/ribur parbuena, sada ripe pe jolmai sai godang maribur
ma angka pomparanna = songon pir ni boras, tung aha pe namasa las ni roha arsak pe pujionhu Ho Nabasa asa dibagasan unduk dohot serep niroha tongtong laho mandalani parngoluoni. Pir ma
pongki bahul-bahul pansalongan, pir ma Tondi sai ditambai Tuhanta dope di hamu angka pansamotan.”
2. Boras Si Pir Ni Tondi dalam ritus perkawinan Batak Toba adalah sebagai pemberian berkat (anugerah) kepada hula-hula dan
lambang kesatuan jiwa dan badan, dengan kata lain, sebagai tanda
2 atas segala berkat dan karunia yang diberikanTuhan kepada kita
anak-anaknya.
3. Boras Sipir ni Tondi ini mempunyai tujuan yang positif, dan orang
yang melakukan tradisi ini berharap agar apa yang diucapkannya
dapat terkabul begitu juga dengan orang yang menjadi bagian
dalam tradisi ini. Dan inti dari pemberian Boras Sipir Ni Tondi ini
adalah untuk memperkuat Jiwa. Dan sampai sekarang pun orang
Batak masih mempertahankan tradisi ini, karena mereka percaya
terhadap pemberian Boras Sipi Ni Tondi ini.
5.2. Saran
Adapun yang menjadi saran daripada penulis yaitu
1. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang lemah dan mudah
mudah terlena akan pujian dan kemewahan. Sehingga ketika dia
merasa sudah mendapatkan segala sesuatu dan berada di atas
kejayaan hidupnya ia akan mudahnya meremehkan orang yang
berada di bawahnya. Seakan akan dia melupakan bahwasanya
kehidupan itu seperti roda yang akan terus berputar kapanpun, pada
siapapun dan dimanapun. Maka dari itu hendaknya kita sedikit
lebih memahami falsafah dari beras berkat tersebut
2. Dalam upacara adat perkawinan Batak Toba selalu dikaitkan
dengan yang namanya simbol, seperti halnya Boras Si Pir Ni
Tondi, ini bagi etnis Batak Toba mempunyai makna yang sangat kuat sehingga dikatakan bahwa beras mempunyai nilai historis
3 kebudayaan itu perlu dijaga, karena seiring perkembangan zaman
tidak menutup kemungkinan kebudayaan yang sudah lama
dilaksanakan semakin lama akan semakin pudar. Terutama untuk
kaum-kaum muda belajar kebudayaan sendiri merupakan salah
satu cara menghargai budaya etnis kita sendiri. Dengan
dilaksanakanya penelitian ini penulis berharap budaya Batak Toba
DAFTAR PUSTAKA
H.TH, Fisher. 1976. Pengantar Antropologi Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT
Pembangunan.
Hadikusuma, Hilman. 2003. Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan
Upacara Adatnya. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Jenks, Chris. (1993), Culture : Study Kebudyaan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Koentjaraningrat. 1984. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen dan Kebudayaan.
Koentjaraningrat .(1980), Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta : Universitas
Indonesia
(UI-Press).
.(2003), Kamus Istilah Antropologi, Jakarta : Progres
Kamus Besar Bahasa Indonesia , Balai Pustaka, 1991 :
1041.
.(2007), Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Jakarta :
Djambatan
.(2009), Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Rineka
Cipta
Kuntowijoyo. (1999), Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta :
Tiarawacana
Rosdakarya
Kuntiwijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Moeliono, Anton M. 1988. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
_____________ . 1989. Jambar Hata: Dongan Tu Ulaon Adat. Cetakan ketiga.
CV. Tulus Jaya.
Simanjuntak,B.A.(2009), Metode Penelitian Sosial, Medan : Bina Media Perintis
Sinaga, Richard. 1998. Perkawinan Adat Dalihan Na Tolu. Penerbit Dian Utama
dan KERABAT (Kerukunan Masyarakat Batak).
Saussure, De Fersdinand. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta. Gajah
Mada University Perss.
Sujidman, Panuti dan Art Van Zoes. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta :
Gramedia Pertaka Utama.
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
SKRIPSI :
Dany Pardede ( Manghirap Tondi, 2007 ). Skripsi Fakultas Sastra Universitas
Sumatra Utara.
Nelli Loriska L Gaol ( 2007 ) dalam penelitiannya tentang “tanda-tanda dalam upacara perkawinan batak toba” Skripsi Fakultas Sastra Universitas Sumatera
Utara.
Panjaitan, Aspiner. 2010.Fungsi dan Makna Wacana “Mangulosi” Pada
Upacara Perkawinan Batak Toba; Kajian Pragmatik skripsi Fakultas Sastra Universitas Sumtra Utara, Medan.
Panjaitan, Doni Boy Faisal. 2010. Peranan Dalihan Na Tolu dalam Hukum
Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak di Kecamatan Balige) skripsi Fakultas Hukum
Tarigan, Matius. 2003.Ragam Hias Rumah Adat Karo ”Suatu Kajian Semiotik”,
(Skripsi). Medan : Universitas Sumatera Utara.
website
http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/952/suku-batak-sumatera-utara]
http://www.kidnesia.com/Kidnesia?Potret-Negriku/Teropong-Daerah/Sumatera-Utara/Seni-Budaya/Tari-Tor-Tor
http://haposanbakara.blogspot.co.id/2012/02/tondi.html