DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Dika Asrika Asrul
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 29 November 1994
Agama : Islam
Alamat : Jln.Raya Medan Tenggara No.359 Medan
Riwayat Pendidikan :
1.Sekolah Dasar Negeri 064028 Kota Medan 2001-2007
2.Sekolah menengah Pertama Negeri 6 Kota Medan 2007-2009
3.Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Medan 2009-2012
Riwayat Pelatihan, Seminar, dan Simposium :
1. Manajemen mahasiswa Baru “be an Excelent be a 7 Stars Doctors”
(2012)
2. Seminar dan workshop “Vital Sign, essential skills for general practitioner”(2012)
Riwayat Organisasi :
-LAMPIRAN 2
LEMBAR PENJELASAN
Saya, Dika Asrika Asrul, mahasiswa semester VI Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Kebiasaan Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara”. Sehubungan dengan ini saya mohon izin kepada Saudari :
Nama Mahasiswi:
Untuk pendataan mengenai kondisi kesehatan dan mengajukan beberapa pertanyaan. Hasil dari penelitian ini tidak akan disalahgunakan untuk kepentingan lain dan akan tetap dirahasiakan.
Jika anda bersedia, maka saya mengharapkan anda menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan ini dan mengisi kuesioner yang telah dilampirkan bersama dengan lembar penjelasan ini.
Atas perhatian dan kerjasama anda saya ucapkan terimakasih.
Medan,...2015
Hormat saya
Penulis
LAMPIRAN 3
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama :
Stambuk :
Dengan ini menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian yang dilakukan oleh,
Nama : Dika Asrika Asrul
Judul : Hubungan Kebiasaan Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2015
Instansi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.
Medan,...2015
( )
LAMPIRAN 4
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN KEBIASAAN PEMAKAIAN JILBAB TERHADAP KEJADIAN KETOMBE PADA MAHASISWI FAKULTAS
KEDOKTERAM SUMATERA UTARA TAHUN 2015
I. Identitas Responden Nama :
Umur : Alamat : Stambuk : No.HP :
II. Pertanyaan Penelitian
1. Saya menemukan sisik putih berbentuk bulat kecil atau serpihan setelah menggaruk kulit kepala saya
a.ya b.tidak
2. Saya memiliki sisik putih tipis berbentuk bulat kecil atau serpihan pada baju
a.ya b.tidak
3. Saya memiliki sisik putih tipis berbentuk bulat kecil atau serpihan pada rambut saya
a.ya b.tidak
4. Saya memiliki sisik putih atau kuning tebal berbentuk bulat kecil atau lebih besar selain pada kulit kepala saya (apabila jawaban anda setuju sebutkan di daerah mana)
a.ya (pada : ) b.tidak
5. Lama Penggunaan Jilbab dalam satu hari a.>12 jam
b< 12 jam
6. Warna jilbab yang dominan digunakan a.Gelap
7. Jumlah lapis jilbab a.>1 lapis
b.1 lapis
8. Kebiasaan menggunakan dalaman jilbab a.memakai dalaman jilbab
b.tidak memakai dalaman jilbab
9. Saya mengeringkan rambut saat basah terlebih dahulu sebelum menggunakan jilbab
HASIL UJI STATISTIK
ketombe * lamapenggunaan Crosstabulation
lamapenggunaan
Total >12jam <12jam
ketombe ketombe Count 15 35 50 % within ketombe 30,0% 70,0% 100,0% tidakketombe Count 12 31 43 % within ketombe 27,9% 72,1% 100,0%
Total Count 27 66 93
% within ketombe 29,0% 71,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,049a 1 ,825
Continuity Correctionb ,000 1 1,000 Likelihood Ratio ,049 1 ,824
Fisher's Exact Test 1,000 ,504
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,48. b. Computed only for a 2x2 table
Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate
Estimate 1,107
ln(Estimate) ,102
Std. Error of ln(Estimate) ,459
Asymp. Sig. (2-sided) ,825
Asymp. 95% Confidence Interval
The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the common odds ratio of 1,000 assumption. So is the natural log of the estimate.
ketombe * warnadominan Crosstabulation
warnadominan
Total gelap terang
ketombe ketombe Count 31 19 50 % within ketombe 62,0% 38,0% 100,0% tidakketombe Count 25 18 43 % within ketombe 58,1% 41,9% 100,0%
Total Count 56 37 93
% within ketombe 60,2% 39,8% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,144a 1 ,705
Continuity Correctionb ,028 1 ,868 Likelihood Ratio ,144 1 ,705
Fisher's Exact Test ,832 ,433
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,11. b. Computed only for a 2x2 table
Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate
Estimate 1,175
ln(Estimate) ,161
Std. Error of ln(Estimate) ,425
Asymp. Sig. (2-sided) ,705
Asymp. 95% Confidence Interval
The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the common odds ratio of 1,000 assumption. So is the natural log of the estimate.
ketombe * jumlahlapisan Crosstabulation
jumlahlapisan
Total >1 lapis 1 lapis
ketombe ketombe Count 13 37 50 % within ketombe 26,0% 74,0% 100,0% tidakketombe Count 8 35 43 % within ketombe 18,6% 81,4% 100,0%
Total Count 21 72 93
% within ketombe 22,6% 77,4% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,723a 1 ,395
Continuity Correctionb ,362 1 ,547 Likelihood Ratio ,730 1 ,393
Fisher's Exact Test ,461 ,275
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,71. b. Computed only for a 2x2 table
Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate
Estimate 1,537
ln(Estimate) ,430
Std. Error of ln(Estimate) ,507
Asymp. Sig. (2-sided) ,397
Asymp. 95% Confidence Interval
The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the common odds ratio of 1,000 assumption. So is the natural log of the estimate.
ketombe * dalamanjilbab Crosstabulation
dalamanjilbab
Continuity Correctionb ,135 1 ,713 Likelihood Ratio ,347 1 ,556
Fisher's Exact Test ,660 ,357
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,33. b. Computed only for a 2x2 table
Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate
Estimate 1,298
ln(Estimate) ,261
Std. Error of ln(Estimate) ,444
Asymp. Sig. (2-sided) ,557
Asymp. 95% Confidence Interval
ketombe * mengeringkan rambut Crosstabulation
mengeringkan rambut
Total ya tidak
ketombe ketombe Count 44 6 50 Expected Count 43,5 6,5 50,0 tidakketombe Count 37 6 43 Expected Count 37,5 5,5 43,0
Total Count 81 12 93
Expected Count 81,0 12,0 93,0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,079a 1 ,779
Continuity Correctionb ,000 1 1,000 Likelihood Ratio ,078 1 ,780
Fisher's Exact Test 1,000 ,510
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,55. b. Computed only for a 2x2 table
Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate
Estimate 1,189
ln(Estimate) ,173
Std. Error of ln(Estimate) ,619
Asymp. Sig. (2-sided) ,780
Asymp. 95% Confidence Interval
umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 17 1 1,1 1,1 1,1
18 7 7,5 7,5 8,6
19 13 14,0 14,0 22,6
20 30 32,3 32,3 54,8
21 31 33,3 33,3 88,2
22 10 10,8 10,8 98,9
24 1 1,1 1,1 100,0
Total 93 100,0 100,0
stambuk
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 2012 64 68,8 68,8 68,8
2013 12 12,9 12,9 81,7 2014 10 10,8 10,8 92,5
2015 7 7,5 7,5 100,0
Total 93 100,0 100,0
ketombe
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid ketombe 50 53,8 53,8 53,8
Daftar Pustaka
Budiastuti., 2012. Jilbab dalam Perspektif Sosiologi.Fakultas Sosiologi
Universitas Indonesia, Jakarta: 1-28
Badan Pusat Statistik,2010.Penduduk menurut wilayah dan agama yang di anut.
Avaiable from http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321 .
[Accesed 18 Mei 2015]
Clavaud, Cécile., 2013. Dandruff is Associated with Disequilibrium in the
Propostion of the Major Bacterial and Fungal Populations
Colonizing the Scalp.PloS ONE, 8(3)
Gaitani, Georgios., Magiatis, Prokopios.,Hantschke, Markus.,Bassukas, Ioanis.D.,Velegraki, Aristea., 2012.The Malassezia Genus in Skin
andystemic Disease.Clinical Microbiology Journal.(25): 106-141
Grimalt, Ramon., 2007. A Practical Guide to Scalp Disorder. Journal of
Investigative Dermatology Symposium Proceedings.(12): 10-14
Piérard-Franchimont, C., Xhauflaire-Uhoda, E., Piérard, G.E., 2006.Revisiting
Dandrufff. International Journal of Cosmetic Science (28): 311-318
Ranganathan, S., Mukodphay, T., 2010.Dandruff: The Most Commercially
Exploited Skin Desease.Indian Journal of Dermatology 55(2):
130-134
Haustein, U.F., Nenoff, P., 2013.Antidandruff. in Elners, P., Merk, H.F.,
Maibach, H.I.,(eds).2013.Cosmetics: Controlled Efficacy Studies and
Schwartz, James.R.,et al, 2013.A Comprehensive Pathophysiology of Dandruff
and Seborrheic Dermatitis a More Precise Definition of Scalp Health.
Acta Derm Venereol (93): 131–137
Sheerwood, Lauralee., 2007. Human Physiology : From Cell to System 6th
Ed.Singapore : 701-722
Sinaga, Rejeki .S ., 2012. Uji Banding Efektivitas Perasa Jeruk Purut (Citrus
Hystrix DC) dengan Zinc Phyrithion 1% terhadap Pertembuhan
Pityrosporum Ovale Pada Penderita Berketombe.Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang : 1
Tania, Inggrid., 2012. Formulasi, Uji Stabilitas Fisik dan Uji Manfaat Shampoo Mikroemulsi Minyak Biji Mimba pada Ketombe Derajat Ringan –
Sedang.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia, Depok : 1-2
Turner, G.A., Hoptroff, M., Harding, C.R., 2012. Stratum Corneum dysfunction
in Dandruff.International Journal of Cosmetic Science (34) : 298-306
Thomas, L.,Dawson, Jr., 2007. Malassezia Globosa and restrica: Breakthrough
Understanding of the Etiology and Treatment of Dandruff and
seborrheic Dermatitis through Whole-Genome Analysis. Journal of
Investigative Dermatology Symposium Proceeding (12) : 15-19
Vashti, Mada.A., 2014. Faktor Risiko Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian
Ketombe Pada Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri
Zahra, S., 2011. Hubungan Penggunaan Jilbab dengan Kejadian Ketombe pada
Mahasiswi Fakultas kedokteran UNS. Avaiable from :
http://fk.uns.ac.id/index.php/abstrakskripsi/baca/144 . [Accessed 11
Mei 2015].
Zhu, Chunhong., Takatera, Masayuki., 2012. Change of Temperature of Cotton
and Polyester Fabrics in Wetting and Drying Process.Journal of
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
3.2 Definisi Operasional
No Variable Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala ukur
Variabel
Independen
a.Penggunaan
jilbab per-hari
Lama
responden
menggunak
an jilbab
per-hari
(dilaporkan
dalam jam)
Kuesioner Pengisian
kuesioner
0. >12
jam
1. <12
jam
Nominal Kebiasaan
Penggunaan Jilbab :
Penggunaan Jilbab per-hari Warna Jilbab Jumlah
Lapisan Jilbab Penggunaan
Dalaman Jilbab
b.Warna Jilbab Warna
jilbab yang
dominan
digunakan
responden
Kuesioner Pengisian
Kuesioner
Kuesioner Pengisian Kuesioner
Kuesioner Pengisian
Kuesioner
Kuesioner Pengisian
Kuesioner
0. Ketombe
1. Tidak
Ketombe
3.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara kebiasaan penggunaan jilbab terhadap
kejadian ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan studi Cross-
Sectional untuk melihati hubungan antara kebiasaan pemakaian jilbab terhadap
kejadian ketombe pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
4.2 Lokasi dan waktu penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Fakultas kedokteran Universitas
Sumatera Utara dengan pertimbangan mayoritas mahasiswi muslim telah menggunakan jilbab, dan belum ada penelitian tentang ini sebelumnya.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Juli 2015 hingga September 2015.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah Mahasiswi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang mengenakan jilbab .
4.3.2 Sampe Penelitian
Sampel adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Stambuk 2012-2015 dengan usia 17-25 tahun yang mengenakan jilbab
a. Kriteria inklusi
1. Mahasiswi yang mengenakan jilbab berusia 17-25 tahun
2.Bersedia menjadi sampel penelitian
b. Kriteria eksklusi
1. Memiliki penyakit immunodefisiensi
2. Memiliki penyakit psoriasis
3. Tidak dapat berbahasa Indonesia
Tehnik pengambilan pada penelitan ini dilakukan dengan cara purposive
sampling dan penentuan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus
perhitungan sample untuk data analitik kategorik tidak berpasangan
(independen), yaitu :
n1= n2 = jumlah sample
Zα = derivat baku alpha 95% ( 1,96) Z Q = derivat baku beta (0,84)
P1 = proporsi efek yang yang diteliti
P2 = proporsi efek pada kelomok yang telah diketahui nilainya
Q1 = 1-P1
Q2 = 2-Q2
P = proporsi total 1 2(P1+P2)
Q =1-P
P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna (0,2)
Berdasarkan rumus yang telah dipaparkan, maka total sampel penelitian
didapatkan hasil sebagai berikut :
N1=N2= ( , ( , , ) , ( , , , , )
( , , ) = 93
4.4 Metode Pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder . Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner.Sebelum
kuesioner dipergunakan, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap 20
responden .
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui pencatatan
dokumen dari administrasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4.5 Pengolahan dan analisis data
Analisis data penelitian ini terdiri dari analisis univariat yaitu melakukan
analisis data berdasarkan distribusi frekuensi data terhadap variabel independen
dan dependen. Kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat , yaitu melakukan
analisis statistik dengan ,menggunakan uji chi square pada taraf nyata 95%
(p<0,05) untuk mengetahui hubungan kebiasaan pemakai dan jilbab terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara berlokasi di jl.Dr.T Mansur no.5, Kampus USU.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Dengan metode purposive sampling, didapatkan 93 responden yaitu
mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2012-2015
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasaran Umur
No Umur (Tahun) Jumlah(Orang) Persentase
1. 17 1 1,1
2. 18 7 7,5
3. 19 13 14,0
4. 20 30 32,2
5. 21 31 33,3
6. 22 10 10,8
7. 24 1 1,1
Total 93 100
Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa responden terbanyak berada pada
umur 21 yaitu sebanyak 31 orang (33,3%) dan umur 20 sebanyak 30 orang (32,2
%).Kelompok responden paling sedikit berada pada umur 17 tahun yaitu
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Stambuk
No Stambuk Jumlah(Orang) Persentase
1. 2012 64 68,8
2. 2013 12 12,9
3. 2014 10 10,8
4. 2015 7 7,5
Total 93 100
Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa responden terbanyak berasal dari
stambuk 2012 sebanyak 64 orang (68,8%) . Kelompok responden paling sedikit
berasal dari stambuk 2015 yaitu berjumlah 7 orang (7,5 %).
5.1.3. Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner
Sebelum dibagikan, dilakukan uji validitas dan reabilitas kuesioner
terhadap 30 mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5.1.3.1 Uji Validitas
Butir pertanyaan dikatakan valid apabila nilai r hitung > r tabel. Dengan
menggunakan responden yang berjumlah 30, maka nilai r tabel dapat diperoleh
melalui rabel r product moment pearson dengan df (degree of freedom) = n-2,
jadi 30-2 = 28 maka r tabel = 0,312.
5.1.3.2. Uji Reabilitas
Uji reabilitas dapat dilihat dari nilai Cronbach’s Alpha, jika nilai Alpha >
0,60 maka kontruk pertanyaan yang merupakan dimensi variabel adalah reliabel.
Pada pengujian Reabilitas didapati Cronbach’s Alpha adalah 0,873 maka
5.1.4. Hasil Analisis Data
a. Angka kejadian ketombe pada mahasiswi berjilbab pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.4. Angka kejadian ketombe pada mahasiswi berjilbab pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
n (%)
Ketombe 50 53,8
tidakketombe 43 46,2
Total 93 100,0
Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa responden yang menderita ketombe
berjumlah 50 orang (53%). Sedangkan responden yang tidak menderita ketpmbe
sebanyak 43 orang (46,2%).
b. Analisis Hubungan Antara Lama Penggunaan Jilbab dalam satu hari terhadap Kejadian Ketombe
Tabel 5.5. Hubungan Lama Pemakaian Jilbab dalam saru hari terhadap Kejadian Ketombe
Lama penggunaan
>12 jam <12 jam Total
(n) (%) (n) (%) (n) (%) p value
Ketombe 15 30 35 70 50 100 0,825
tidak ketombe 12 27,9 31 72,1 43 100
Total 27 29,0 66 71,0 93 100
Dari tabel 5.5. dapat dilihat bahwa responden yang menggunakan jilbab
<12 jam dalam satu hari berjumlah 66 orang (71,0 %) dan responden yang Tabel 5.3. Uji Reabilitas Kuesioner
Cronbach's Alpha
N of Items
menggunakan jilbab >12 jam dalam satu hari berjumlah 27 orang (29,0 %). Angka
kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab < 12 jam dalam satu hari adalah 35 orang (70 %) sedangkan angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab >12 jam dalam satu hari adalah 15 orang (30%).
Beradasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square diperoleh nilai
p (nilai signifikansi) > 0,05 (0,825) (CI 95%). Hal ini berarti tidak terdapat
hubungan antara lama penggunaan jilbab dalam satu hari terhadap kejadian
ketombe.
Hasil odds ratio yang didapat dari uji statistik adalah 1,000 dengan interval
kepercayaan 95% sebesar 0,450 – 2,723.Sehingga 1,000 termasuk dalam interval
kepercayaan, maka dapat dikatakan faktor resiko tidak bermakna sehingga
mendukung kesimpulan lama penggunaan jilbab dalam satu hari tidak
berpengaruh terhadap kejadian ketombe.
c. Analisis Hubungan Antara Warna Dominan Jilbab digunakan terhadap Kejadian Ketombe
Tabel 5.6. Hubungan Warna Dominan Jilbab yang digunakan terhadap kejadian Ketombe
Lama penggunaan
gelap terang Total
(n) (%) (n) (%) (n) (%) p value
Ketombe 31 62 19 38 50 100 0,705
tidak ketombe 25 58,1 18 41,9 43 100
Total 56 60,2 37 39,8 93 100
Berdasarkan tabel 5.6. dapat dilihat bahwa responden yang
menggunakan jilbab dengan warna dominan gelap berujumlah 56 orang (60,2%)
dan responden yang menggunakan warna dominan terang berjumlah 37 orang
dominan gelap adalah 31 orang (62,0 %) dan angka kejadian ketombe pada
responden yang menggunakan warna dominan terang adalah 19 orang (38,0 %).
Berdasarkan uji chi-square didapati nilai p (nilai signifikansi) > 0,05
(0,705)(CI 95%). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antar warna dominan
jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe.
Hadil odds ratio yang didapatkan dari penelitian ini adalah 0,832 dengan
interval kepercayaan 95 % sebesar 0,511-2,701. Sehingga 0,832 termasuk dalam
interval kepercayaan , maka dapat dikatakan faktor resiko tidak bermakna
sehingga mendukung kesimpulan warna dominan jilbab yang digunakan tidak
berpengaruh terhadap kejadian ketombe
d. Analisis Hubungan Antara Jumlah Lapisan Jilbab yang digunakan dengan Kejadian Ketombe
Tabel. 5.7. Hubungan Antara Jumlah Lapisan Jilbab yang digunakan dengan Kejadian Ketombe
Lama penggunaan
>1 lapis 1 lapis Total
(n) (%) (n) (%) (n) (%) p value
Ketombe 13 26 37 74 50 100 0,395
tidak ketombe 8 18,6 35 81,4 43 100
Total 21 22,6 72 77,4 93 100
Berdasarkan tabel 5.7. dapat dilihat bahwa responden yang
menggunakan jilbab >1 lapis berjumlah 21 orang (22,6%) dan responden yang
menggunakan jilbab 1 lapis berjumlah 71 orang (77,4 %). Angka kejadian
ketombe pada responden menggunakan jilbab >1 lapis adalah 13 orang (26,0
%) dan angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab 1
Berdasarkan uji chi-square didapati nilai p (nilai signifikansi) > 0,05
(0,395)(CI 95%). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara jumlah lapisan
yang digunakan terhadap kejadian ketombe.
Hadil odds ratio yang didapatkan dari penelitian ini adalah 0,461 dengan
interval kepercayaan 95 % sebesar 0,469-4,156. Sehingga termasuk dalam
interval kepercayaan , maka dapat dikatakan faktor resiko tidak bermakna
sehingga mendukung kesimpulan jumlah lapisan jilbab yang digunakan tidak
berpengaruh terhadap kejadian ketombe
e. Analisis Hubungan Penggunaan Dalaman Jilbab dengan Kejadian Ketombe
5.8 Hubungan Penggunaan Dalaman Jilbab dengan Kejadian Ketombe
Pemakaian dalaman jilbab
Ya Tidak Total
(n) (%) (n) (%) (n) (%) p value
Ketombe 18 36 32 64 50 100 0,346
tidak ketombe 13 30,2 30 69,8 43 100
Total 31 33,3 62 66,7 93 100
Berdasarkan tabel 5.8. dapat dilihat bahwa responden yang
menggunakan dalaman jilbab berjumlah 31 orang (33,3%) dan responden yang
tidak menggunakan dalaman jilbab berjumlah 62 orang (66,7%). Angka
kejadian ketombe pada responden yang menggunakan dalaman jilbab adalah 18
orang (36,0 %) dan angka kejadian ketombe pada responden yang tidak
menggunakan dalaman jilbab adalah 30 orang (64,0 %).
Berdasarkan uji chi-square didapati nilai p (nilai signifikansi) > 0,05
(0,346)(CI 95%). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara penggunaan
Hadil odds ratio yang didapatkan dari penelitian ini adalah 0,660 dengan
interval kepercayaan 95 % sebesar 0,544-3,099. Sehingga 0,660 termasuk dalam
interval kepercayaan , maka dapat dikatakan faktor resiko tidak bermakna
sehingga mendukung kesimpulan penggunaan dalaman jilbab tidak berpengaruh
terhadap kejadian ketombe
e. Analisis Hubungan Kebiasaan Mengeringkan Rambut sebelum Memakai Jilbab dengan Kejadian Ketombe
5.9 Hubungan Kebiasaan Mengeringkan Rambut sebelum Memakai Jilbab dengan
Kejadian Ketombe
Pemakaian dalaman jilbab
Ya Tidak Total
(n) (%) (n) (%) (n) (%) p value
Ketombe 44 43,5 6 6,6 50 100 1,000
tidak ketombe 37 37,5 6 5,5 43 100
Total 81 81,0 12 12,0 93 100
Berdasarkan tabel 5.8. dapat dilihat bahwa responden yang
mengeringkan rambut sebelum memakai jilbab berjumlah 81 orang (81,0%) dan
responden yang tidak mengeringkan rambut sebelummenggunakan jilbab
berjumlah 12 orang (12,0%). Angka kejadian ketombe pada responden yang
mengeringkan rambut sebelum menggunakan jilbab 44 orang (43,5 %) dan
angka kejadian ketombe pada responden yang tidak mengeringkan rambut
sebelum menggunakan jilbab adalah 6 orang (6,5%).
Berdasarkan uji chi-square didapati nilai p (nilai signifikansi) > 0,05
(1,000)(CI 95%). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara penggunaan
dalaman jilbab terhadap kejadian ketombe.
Hadil odds ratio yang didapatkan dari penelitian ini adalah 0,779 dengan
interval kepercayaan 95 % sebesar 0,345-4,000. Sehingga 0,779 termasuk dalam
interval kepercayaan , maka dapat dikatakan faktor resiko tidak bermakna
sehingga mendukung kesimpulan kebiasaan mengeringkan rambut sebelum
5.2. Pembahasan
Pitiriasis Kapitis atau dandruff atau ketombe merupakan suatu kelainan
pada kulit kepala yang ditandai oleh skuama yang berlebihan pada kulit kepala
(scalp) berwarna putih atau abu-abu yang tersebar pada rambut.
Pertumbuhan ketombe sendiri didasari oleh tiga faktor, yaitu kolonisasi
Malassezia.sp, peningkatan produksi sebum dan faktor predisposisi pada
individu. (Clavaud, et al.,2013; Schwartz,2013).
Ketombe didapati pada 50% populasi global pasca-pubertas dan remaja,
ketombe juga dapat mengenai semua etnis dan jenis kelamin,namun jarang
ditemukan pada anak-anak, jikapun ada biasanya dalam bentuk yang ringan
.Tingkat keparahan ketombe dipengaruhi oleh usia terutama masa pubertas dan
usia menengah (mencapai pada usia 20 tahun) dan jarang terjadi pada usia 50
tahun. (Haustein and Nenoff 2013)
hal ini sejalan dengan hasil penelitian dimana didapati penderita ketombe berusia 17-24 tahun.
Pertumbuhan ketombe sendiri dapat dipicu oleh meningkatnya
kelembaban pada kulit kepala dan meningkatnya aktivitas kelenjar sebum. Dan
berdasarkan salah satu penelitian mengenai hubungan pemakaian jilbab dengan
kejadian ketombe didapati peningkatan risiko kejadian ketombe sebesar 7,57
kali pada mahasiswi yang menggunakan jilbab dan yang tidak menggunakan jilbab (Zahra, 2011).Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Vashti (2014) yang mendapati beberapa faktor resiko dalam pemakaian jilbab
terhadap kejadian ketombe yaitu , jumlah lapisan jilbab yang digunakan, warna
jilbab dan penggunaan ciput( dalaman jilbab).
Walaupun demikian, peneliti mendapatkan hasil statistik yang
menggambarkan tidak adanya hubungan antara kebiasaan dalam pemakaian
jilbab terhadap kejadian ketombe. Penyebab tidak adanya hubungan antara
kebiasaan pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe pada penelitian ini
adalah pemakaian jilbab bukanlah satu-satunya faktor dalam menyebabkan
Salah satu faktor dalam perkembangan ketombe ialah kerentanan
individu.. Diduga hal ini disebabkan karena perbedaan dari fungsi barrier
stratum korneum, perbedaan respon imun dari protein dan polisakarida yang
berasal dari Malassezia sp. dari setiap individu (Thomas and dawson, 2007).
Selain itu faktor higienitas juga berpengaruh dimana membersihkan
rambut secara rutin dapat mencegah terjadinya ketombe.Faktor lain yang dapat
mempengaruhi adalah aktivitas fisik setiap individu. Dimana aktivitas yang
berat dapat memicu produksi sebum yang lebih banyak sehingga meningkatkan
kejadian ketombe dan individu dengan pekerjaan harian yang ringan memiliki
produksi sebum yang lebih sedikit.
Penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat yang
paling baik adalah desain cohort dimana pengamatan dan follow up dilakukan
sampai periode tertentu di masa depan untuk melihat terjadinya efek atau
penyakit yang diteliti, sedangkan penelitian ini menggunakan desain cross sectional dimana pengamatan dan pengambilan data hanya dilakukan pada satu
waktu saja sehingga sulit untuk menentukan hubungan sebab akibat.
Walaupun dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada hubungan
antara kebiasaan pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe, tetapi
berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh peneliti terdapat hubungan
antara kebiasaan pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lagi dalam pelaksanaannya mengatasi
masalah-masalah yang ada di kemukakan diatas terutama mengenai faktor – faktor lain
yang dapat menyebabkan ketombe dan desain penelitian yang lebih baik agar
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, kesimpulan yang dapat
diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Didapati angka kejadian ketombe pada mahasiswi berjilbab
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sebesar
53%
2. Tidak didapati adanya hubungan antara kebiasaan
mengeringkan rambut sebelum menggunakan jilbab erhadap
kejadian ketombe dengan p value : 1,000
3. Tidak didapati adanya hubungan antara lama penggunaan jilbab
dalam satu hari terhadap kejadian ketombe dengan p value : 0,825
4. Tidak didapati adanya hubungan antara warna jilbab yang
dominan digunakan terhadap kejadian ketombe dengan p value :
0,705
5. Tidak didapati adanya hubungan antara jumlah lapisan jilbab
yang digunakan terhadap kejadian ketombe dengan p value : 0,395
6. Tidak didapati adanya hubungan antara penggunaan dalaman
6.2. Saran
Beberapa saran yang dapat direkomendasikan dari penelitian ini adalah :
1. Perlu dilaksanakan penelitian yang memperdalam lebih
jauh topik mengenai kebiasaan pemakaian jilbab dan
kejadian ketombe dengan cakupan jumlah responden dan
lokasi penelitian yang lebih besar lagi.
2. Banyak faktor resiko yang mempengaruhi kejadian
ketombe. Oleh sebab itu, perlu dilaksanakan lebih banyak
penelitian yang meneliti faktor resiko lain seperti
higienitas dan aktivitas fisik individu,
3. Penelitian dalam topik ini lebih baik dilakukan dengan
desain cohort study (studi prospektif) agar hasil lebih
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketombe 2.1.1 Definisi
Pitiriasis Kapitis atau dandruff atau Ketombe merupakan suatu kelainan
yang ditandai oleh skuama yang berlebihan pada kulit kepala (scalp) berwarna
putih atau abu-abu yang tersebar pada rambut, terkadang dapat disertai rasa
gatal, dengan atau sedikit disertai tanda-tanda inflamasi ringan serta
menimbulkan gangguan estetika. Tanda-tanda tersebut terjadi akibat adanya
perubahan pada stratum korneum yang menunjukkan terganggunya kohesi
corneocyte dan hiperproliferasi sel. (Clavaud, et,al.,2013;
Schwartz,2013).Adanya ketombe dapat menyebabkan rasa tertekan secara psikis gangguan estetika atau kosmetik dan keluhan rasa gatal yang menyertainya.
Ketombe dapat menyebabkan rasa malu,khawatir,tidak nyaman bahkan tidak
jarang mengganggu kualitas hidup dan mempengaruhi kehidupan sosial
penderitanya.(Pierard-Franchimont, 2006; Chen, et.al, dalam Inggrid 2012)
Ketombe umunya sulit dibedakan dengan dermatitis seboroik, namun bila
didapati adanya inflamasi dan skuamasi diluar kulit kepala, seperti wajah , lipatan nasolabial, daerah retroaurikular, kanalis auditorius, dahi, alis mata dan
badan bagian atas diagnosis ketombe dapat disingkirkan.Secara klinis telah
disimpulkan bahwa ketombe adalah bentuk ringan dari dermatitis seboroik,
dimana pada ketombe dijumpai inflamasi secara minimal dan
2.1.2 Etiologi
1. Aktifitas Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea merupakan tipe kelenjar holokrin yang terdapat
pada dermis yang mensekresikan sebum menuju folikel rambut, aktivitas
kelenjar ini berhubungan dengan peningkatan kejadian ketombe pada
usia remaja dan dewasa muda dan menurun pada umur lebih dari 50
tahun.Ketombe dapat muncul pada kulit kepala yang kaya akan sebum.
Trigliserida dan ester yang merupakan komponen dari sebum yang akan
dipecah mikroflora menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak
bebas.Asam lemak bebas akan memulai respon iritan, termasuk
hiperproliferasi dari kulit kepala.Pemecahan dari sebum menjadi bahan
iritatif menunjukkan bahwa sebum bukan merupakan penyebab primer
dari ketombe.Ketombe dapat ditemukan pada kulit kepala yang terdiri
dari banyak sebum atau tidak hal ini juga menunjukkan bahwa sebum bukan merupakan penyebab primer ketombe.
2. Metabolisme Mikroflora
Pada kulit manusia terdapat flora normal seperti yang ditemukan
pada organ tubuh lain.Salah satu flora normal pada kulit adalah
Malassezia sp. yang amat berperan pada kelainan yang terjadi pada kulit
kepala salah satunya ketombe.Malassezia sp. menimbukan kelainan apabia jumlahnya berlebih.Ketika jumlahnya normal, Malassezia sp.
hanya menjadijamur komensal.Malssezia banyak ditemukan pada daerah
dengan suhu yang panas dan lembab.
Terdapat dua klasifikasi Malassezia sp , yaitu lipid dependent
dan non-lipid dependent. Lipid dependent diantaranya adalah,
M.Globosa, M.Restritica, M.Furfur, M.Obtusa, M.Slooffiae,
M.Syympodialis, M.japonica, M.Nana, M.Dermatis, M.Sympodialis.
Sedangkan non-lipid dependent terdiri dari zoopholix species, dan
M.Pachydermatis.
Jenis Malassezia sp. yang paling sering menyebabkan kelainan pada
Peningkatan sebum dan metabolisme mikroflora berhubungan
erat, dimana mikroflora malassezia sp. hidup di daerah yang kaya akan
sebum.Malassezia sp. mensekresi enzim hidrolitik termasuk lipase
menuju ekstraseluler millieu, dimana enzim lipase akan menghidrolisis
trigliserida menjadi asam lemak tersaturasi spesifik dan asam lemak
tidak tersaturasi serta gliserol. Asam lemak tersaturasi tersebut
digunakan Malassezia sp. untuk berproliferasi sedangkan asam lemak
tidak tersaturasi yang akan mengiritasi dengan merusak pertahanan kulit
kepala dengan merusak barrier pertahanan kulit sehingga menyebabkan
deskuamasi pada kulit kepala.
3. Kerentanan Individu
Salah satu faktor dalam perkembangan ketombe ialah kerentanan
individu.Namun, belum diketahui pasti bagaimana kerentanan individu
dapat mempengaruhi ketombe.Diduga hal ini disebabkan karena perbedaan dari fungsi barrier stratum korneum, perbedaan respon imun
dari protein dan polisakarida yang berasal dari Malassezia sp. dari setiap
individu (Thomas and dawson, 2007).
2.1.3 Patofisiologi ketombe
Terdapat beberapa urutan patofisiologi terjadinya ketombe : 1. Ekosistem Malassezia dan interaksi Malassezia pada epidermis
2. Inisiasi dan perkembangan dari proses infamasi
3. Proses kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis
Gambar 2.1.Patofisiologi ketombe
[sumber : Schwartz,2013]
1. Infiltrasi Malassezia sp. pada stratum korneum epidermis
Malassezia sp. adalah yeast komensal pada daerah kaya sebum.Malassezia
sp. dapat menginfiltrasi stratum korneum dari epidermis.Malassezia sp. akan
memecah komponen sebum ( Trigliserida menjadi asam lemak yang tersaturasi
spesifik dan asam lemak yang tidak tersaturasi spesifik) dimana hal tersebut
akan menimbulkan gejala inflamasi dan sisik yang merupakan rangkaian
Gambar 2.2.Peran Malassezia dalam terjadinya dandruff.
[sumber: Schwartz, 2013]
2. Inisiasi dan perkembangan proses inflamasi
Pada tahap ini , akan timbul gejala berupa eritema, gatal, panas, rasa
terbakar, teranggunya kualitas dari rambut.Pada proses ini, gejala yang timbul
tergantung dari tingkatan keparahan dari dermatitis seboroik.Dimana ketombe
merupakan tingkatan dermatitis seboroik yang paling rendah, dimana biasanya
tidak sampai ditemukan tanda-tanda inflamasi seperti pada dermatitis seboroik
atau biasanya tanda inflamasi yang didapati hanya berupa eritema.
Inisisasi dari proses inflamasi diakibatkan oleh teraktifasinya mediator inflamasi
karena infiltrasi dari Malassezia sp. pada stratum korneum.Sitokin yang
teraktifasi adalah : Interleukin-1α, Interleukin-1ra, Interleukin-8, Tumor
Necrosis Factor -α, dan Interferon γ dan juga pengeluaran histamin.Sehingga
mengakibatkan tanda-tanda yang lebih dominan pada gejala ketombe adalah
Gambar.2.3.Grafik Temuan pada kulit kepala ketombe,dermatitis seboroik,dan
normal.
[sumber : Schwartz, 2013]
3. Proses kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis
Setelah Malassezia sp.memicu pengeluaran mediator inflamasi, mulai terjadi
proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya
pada kulit kepala .Ketika Malassezia sp. berkembang terjadi pemecahan
trigliserida yang menimbulkan iritasi dan hiperproliferasi epidermis. Akibatnya,
keratinosit yang terbentuk menjadi tidak matang dengan jumlah nukleus yang
lebih banyak. Nukleus yang jumlahnya lebih banyak akan mengalami retensi
pada stratum korneum. Hiperproliferasi dari epidermis menyebabkan adanya
gambaran sisik pada kulit kepala atau dengan bentul bergelung seperti debu
disebut ketombe.
4. Kerusakan barrier epidermis secara fungsional dan struktural
Kerusakan barrier pada epidermis dapat menyebabkan Transpidermal water loss
yang dapat menimbulkan rasa kering pada kulit kepala.Peryataan ini amat
kepala terasa lembab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketombe dapat terjadi
pada kulit kepala yang kering maupun berminyak. Selain itu pada proses ini juga
terjadi perubahan dari struktur lamellar yang dibentuk ceramides menjadi
struktur lemak yang tidak terstruktur.
2.1.4 Gambaran klinis
Gejala klinis dari deskuamasi yang ditemukan pada pasien yeng mengalami
ketombe dan dermatitis seboroik pada umumnya didapati rasa gatal ( 66%),
iritasi (25%), dan rasa kering pada kulit kepala (59%). Gejala klasik pada
ketombe adalah skuama kecil berwarna putih atau abu-abu yang tidak melekat
erat pada kulit kepala , sementara skuama yang didapati pada dermatitis
seboroik berwarna kuning dan berminyak.Skuama pada ketombe dan dermatitis
seboroik dapat terlokalisir membentuk bercak pada permukaan dari kulit kepala
atau dapat terssebar secara difus.(Grimalt, 2007)
A
A
Gambar 2.4.Tingkatan derajat skuamasi pada spektrum ketombe-dermatitis
seboroik, (a) kerombe derajat ringan, (b) ketombe derajat sedang, (c) ketombe
derajat berat atau dermatitis seboroik.[sumber : Grimalt 2007]
2.1.5 Diagnosis diferensial
Diagnosis ketombe melalui keadaan klinis tidak begitu sulit namun
ada beberapa peyakit pada kulit kepala dalam berbagai derajat yang hampir
menyerupai ketombe . Seperti yang tertera pada tabel berikut,
Tabel 2.1.Perbandingan Karakteristik Kelainan pada kulit kepala
[Sumber : Elewski 2005]
Mycotic Parasiti Dandruff Seboroich
dermatitis
ionally adult
(most common
M. ferrugineum
all fluoresce)
Yes
(nits)
No
Scalling Fine white
or gray
Large,
greasy
yellow
Variable (Mild
to dense)
individuals and
animals
Exposur
e
Family
History
Other Respons
2.2. Jilbab
2.2.1 Definisi Jilbab
Secara terminologi jilbab dimaknai sebagai kerudung lebar yang
digunakan wanita muslimah untuk menutupi kepala dan leher hingga dada .
2.2.2 Jilbab di Indonesia
Di kalangan perempuan Indonesia, penggunaan jilbab telah menjadi
fenomena yang baru dalam kaitannya dengan cara berpakaian perempuan
muslim.Keadaan ini berbeda jika dilihat dari perkembangan dan keberadaan
perempuan muslim pada periode sebelumnya.Seperti yang terjadi pada era-80
an, dimana penggunaan jilbab hanya sebatas simbol keagamaan dari sebagian
kelompok perkumpulan saja. Jilbab hanya dikenakan pada acara – acara
kebesaran Islam, dan perbincangan tentang jilbab tidak didukung oleh negara.
Penggunaan jilbab dikritik sebagai pengaruh dari budaya Arab yang masuk ke Indonesia, bukan budaya islam yang berkembang di Indonesia. Negara melarang
siswi dan pekerja wanita pada kantor pemerintahan menggunakan
jilbab.Namun,sejalan dengan perubahan sosial yang ada, keberadaan
(penggunaan) jilbab di awal tahun 2000 menjadi hal yang umum dan bukan lagi
menjadi milik kelompok sosial tertentu. Pemakaian jilbab sudah lebih bebas dan
perbincangan mengenai jilbab sudah menyatu dengan kebudayaan dan juga era globalisasi sehingga menghasilkan trend modern yaitu jilbab dengan berbagai
kreasi dan variasi (Budiastuti, 2012).
2.3 Pemakaian jilbab dan Kejadian Ketombe
Hubungan Ketombe dan pemakaian jilbab mengacu pada pertumbuhan
Malassezia sp., yang tumbuh secara baik pada media lembab dan lingkungan
kaya keringat. Pengeluaran keringat dari tubuh dipengaruhi oleh pengeluaran
Pengeluaran panas dari tubuh dapat terjadi melalui mekanisme :
1. Radiasi
Radiasi adalah pengeluaran energi panas dari permukaan suatu benda
hangat dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau gelombang
panas .Tubuh manusia memancarkan dan menyerap energi radiasi.
Sehingga ketika panas dalam tubuh lebih besar daripada panas
lingkungan, energi panas dapat dikeluarkan melalui radiasi.
2. Konduksi
Konduksi adalah pemindahan panas antara benda yang berbeda
suhunya yang berkontak langsung satu sama lain, dimana panas
mengalir menuruni gradien suhu dari benda yang lebih hangat ke
benda yang lebih dingin melalui pemindahan dari molekul ke
molekul yang menimbulkan gerakan vibrasi. Gerakan vibrasi inilah
yang akan menimbulkan panas.
3. Konveksi
Kehilangan panas akibat konveksi merujuk kepada pemindahan
energi panas oleh arus udara. Sewaktu tubuh kehilangan panas
melalui konduksi ke udara sekitar yang lebih dingin, udara yang
berkontak langsung dengan kulit menjadi lebih hangat.
4. Evaporasi
Pengeluaran panas akibat Evaporasi terjadi saat panas lingkungan
melebihi panas dari tubuh.Sehingga tubuh akan berkeringat sebagai
kompensasi pengeluaran panas melalui metode Evaporasi
(Penguapan).(Sheerwood 2007)
Pengeluaran panas dari dalam tubuh dipengaruhi oleh penggunaan baju yang
menutupi permukaan tubuh.
Efek Penggunaan baju pada pengeluaran panas melalui metode konduktif Penggunaan baju menyebabkan udara panas tertahan pada serat baju,
sehingga akan meningkatkan ketebalan “private zone” pada udara panas yang
berdekatan dengan kulit dan juga menurunkan aliran udara untuk menggantikan
konduksi dan konveksi menurun.Panas yang keluar akan disebarkan pada serat
pakaian daripada di konduksikan ke lingkungan. Dengan demikian ketika
seseorang menggunakan lapisan pakaian lebih dari satu, lebih banyak udara
yang akan disimpan di dalam serat pakaian sehingga pengeluaran panas lebih
sedikit terjadi.
Ketika baju dalam keadaan lembab, pertahanan akan panas tubuh dari
dalam tubuh melalui pakaian akan berkurang tetapi panas dari lingkungan yang
masuk ke dalam tubuh akan meningkat (Vashti, 2014). Karena air memiliki
konduktivitas tinggi, sehingga ketika keadaan lingkungan panas, panas lebih
mudah di transfer ke seluruh tubuh (Zhu, 2012).
Efek warna dalam mengabsorbsi panas
Penggunaan jilbab berwarna gelap berhubungan dengan hubungan warna
dalam mengabsorbsi panas. Warna gelap akan mengabsorbsi panas lebih besar dibandingkan dengan warna terang yang akan mengabsorbsi dan merefleksikan
energi panas yang di dapat.Warna hitam adalah warna yang mengabsorbsi panas
paling besar karena warna hitam tidak merefleksikan cahaya sama sekali dari
energi panas.
Ketika terdapat sebuah benda berwarna dan ada cahaya yang menyinari
benda tersebut benda tersebut akan menampilkan warna sesuai warna benda tersebut.Warna hitam yang terlihat adalah bukti bahwa semua energi cahaya
diabsorbsi seluruhnya oleh benda tersebut sehingga menimbulkan kesan warna
hitam (Vashti,2014)
Efek penggunaan dalaman jilbab
Dalaman jilbab dapat dianalogikan sebagai pakaian ketat yang
digunakan.Ketika kita memakai bahan ketat pada tubuh dapat menyebabkan
akumulasi dari keringat dengan sangat cepat. Sehingga keringat menjadi lebih
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pitiriasis Kapitis atau dandruff atau ketombe merupakan suatu kelainan
pada kulit kepala yang ditandai oleh skuama yang berlebihan pada kulit kepala
(scalp) berwarna putih atau abu-abu yang tersebar pada rambut, terkadang dapat
disertai rasa gatal, tanpa atau sedikit tanda-tanda inflamasi ringan serta
menimbulkan gangguan estetika. Tanda-tanda tersebut terjadi akibat adanya
perubahan pada stratum korneum yang menunjukkan terganggunya kohesi
corneocyte dan adanya hiperproliferasi sel (Clavaud, et al.,2013;
Schwartz,2013).
Ketombe didapati pada 50% populasi global pasca-pubertas dan remaja, ketombe juga dapat mengenai semua etnis dan jenis kelamin,namun jarang
ditemukan pada anak-anak, jikapun ada biasanya dalam bentuk yang ringan
.Tingkat keparahan ketombe dipengaruhi oleh usia terutama masa pubertas dan
usia menengah (mencapai pada usia 20 tahun) dan jarang terjadi pada usia 50
tahun. (Haustein and Nenoff 2013)
Ketombe umumnya terjadi pada lingkungan yang memiliki kelembaban yang tinggi dan panas (Gaitani, 2012). Banyak dari penduduk Indonesia pernah
mengalami ketombe, hal ini dikarenakan Indonesia beriklim tropis, bersuhu
tinggi, dan memiliki kelembaban udara yang tinggi. Prevalensi populasi
masyarakat Indonesia yang menderita ketombe menurut International Data
Base, US sensus Bureau 2004 adalah 43.833.262 dari 238.452.952 jiwa dan
menempati urutan keempat setelah Cina,India, dan US (Prawito 2001 dalam
Sinaga 2012).
Pertumbuhan ketombe sendiri didasari oleh tiga faktor, yaitu kolonisasi
Malassezia.sp, peningkatan produksi sebum dan faktor predisposisi pada
individu. Waktu dan pola pertumbuhan ketombe bergantung pada ketiga faktor
komensal (flora normal) yang didapati pada kulit kepala yang sehat maupun
pada scalp yang ditemui pada penderita ketombe. Pada pria dan wanita pada
masa pubertas kelenjar sebum yang telah mature menghasilkan sebum dengan
jumlah yang lebih banyak. Malassezia sp. menggunakan lipid pada sebum
tersebut sebagai sumber nutrisi, sehingga produksi tersebut menjadi hipotesis
yang mendukung atas pertumbuhan Malassezia sp. Namun sifat komensal
Malassezia tersebut menyiratkan bahwa ada faktor predisposisi lain yang
menyebabkan individu-individu tertentu lebih rentan mengalami ketombe,
karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan kulit kepala,
diantaranya adalah stres lingkungan,misalnya iklim,musim,kolonisasi mikroba
dan perubahan hormonal (Turner, 2012).
Banyak kepustakaan yang menyebutkan bahwa faktor genetik juga
memegang peranan penting dalam patogeneisis ketombe (Sutipinitharm, 1999
dalam Tania, 2012).
Penggunaan jilbab memiliki kaitan erat dengan dengan kelembaban dan
panas, hal ini diakibatkan kebiasaan penggunaan jilbab yang kurang tepat dan
perawatan rambut yang salah (Elmir, 2008 dalam Vashti, 2014), dari salah satu
penelitian mengenai hubungan pemakaian jilbab dengan kejadian ketombe
didapati peningkatan risiko kejadian ketombe sebesar 7,57 kali pada mahasiswi
yang menggunakan jilbab dan yang tidak menggunakan jilbab (Zahra, 2011). Pada penelitian lain juga didapati adanya hubungan faktor risiko
penggunaan jilbab terhadap kejadian ketombe yang diantaranya adalah,jumlah
lapisan jilbab yang dikenakan, dimana didapati risiko kejadian kejadian ketombe
sebesar 3,011 kali pada mahasiswi yang menggunakan lapisan jilbab >1 lapis
dibandingkan mahasiswi yang menggunakan jilbab 1 lapis (Vashti, 2014).
Pemakain jilbab sendiri merupakan merupakan kewajiban bagi wanita
muslimah, dan Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya
adalah pemeluk agama Islam , yaitu mencapai 87,18% (BPS, 2010), dan
pemakaian jilbab sendiri telah diperbolehkan sejak tahun 1990, setelah
sebelumnya pemakaian jilbab sempat dilarang bagi siswi sekolah pada tahun
Peraturan pada Fakultas Kedokteran Sumatera Utara juga mewajibkan
mahasiswa berpakaian “sopan dan rapi” serta tidak ada pelarangan dalam
menggunakan jilbab. Pada Fakultas kedokteran Sumatera Utara sendiri didapati
mayoritas mahasiswi muslim telah menggunakan jilbab.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk
meneliti hubungan kebiasaan pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe pada
mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, yang menjadi rumusan masalah yaitu : Apakah
terdapat hubungan kebiasaan pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe pada
mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui apakah terdapat hubungan kebiasaan pemakaian jilbab
terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera tahun 2015 .
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui angka kejadian ketombe pada mahasiswi berjilbab pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. Mengetahui kebiasaan tertentu dalam pemakaian jilbab yang
berhubungan dengan kejadian ketombe.
3. Mengetahui hubungan lama pemakaian jilbab perhari terhadap kejadian
ketombe
4. Mengetahui hubungan warna jilbab yang dikenakan terhadap kejadian
ketombe
5. Mengetahui hubungan jumlah lapisan yang dikenakan terhadap kejadian
ketombe
6. Mengetahui hubungan pemakaian dalaman jilbab terhadap kejadian
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan serta kemampuan menggali
informasi mengenai ketombe (Pitiriasis kapitis) dan sebagai sarana
pembelajaran bagi peneliti dalam bidang riset
2. Bagi Institusi hasil penelitian dapat menjadi bahan rujukan untuk
penelitian berikutnya terkait kejadian ketombe dalam hubungannya
dengan pemakaian jilbab
3. Bagi masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan mengenai ketombe
4. Menambah pengetahuan masyarakat tentang hubungan kebiasaan
tertentu dalam pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe .
ABSTRAK
Angka kejadian ketombe didunia cukup tinggi, khususnya pada negara tropis, dikarenakan kelembaban udara yang tinggi yang merupakan salah satu penyebab ketombe yang ditandai dengan gejala adanya sisik tipis pada kulit
kepala.Pemakaian jilbab sendiri memiliki kaitan dengan kelembaban pada kulit kepala.Kejadian ketombe cukup tinggi pada usia dewasa muda dan jarang
dijumpai pada usia lanjut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kebiasaan pemakaian jilbab dengan kejadian ketombe pada Mahasiswi Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional dan menggunakan sampel sebesar 93 orang yang diambil secara purposive sampling selama bulan September dan Oktober 2015 di Fakultas kedokteran Universitas
Sumatera Utara.Analisis menggunakan SPSS dengan uji hipotesis chi square. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan
penggunaan jilbab terhadap kejadian ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (p>0,05).Terdapat 50 orang responden ketombe (53%) dengan rata-rata usia responden 20 tahun.
Kara kunci : Ketombe, Kebiasaan, Pemakaian Jilbab
ABSTRACT
The incidence of dandruff in the world is quite high, especially in tropical countries, due to the high humidity which is one cause of dandruff which characterized by symptoms of scales on the scalp.Using of hijab itself has connection with moisture on the scalp.Incidence of dandruff quite high in young adults and is rarely found in the elderly. This study aims to determine whether there is a relationship between the habit of wearing the hijab with the incidence of dandruff on the Medical Faculty’s
student in the University of North Sumatra
This research is an analytic research with cross sectional design and the amount of the sample is 93 people which taken by purposive sampling during September and October 2015 at the Medical Faculty of the University of Sumatera
Utara.data Analyze using SPSS with chi square hypothesis test. The results showed there was no correlation between habitual use of the Hijab towards the incidence of dandruff in the Student Faculty of Medicine,
University of North Sumatra (p> 0.05) .There are 50 respondents (53%) with dandruff with average age of respondents 20 years.
Hubungan Kebiasaan Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian
Ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Tahun 2015
Oleh :
DIKA ASRIKA ASRUL
120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Hubungan Kebiasaan Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian
Ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Tahun 2015
Oleh :
DIKA ASRIKA ASRUL
120100257
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Angka kejadian ketombe didunia cukup tinggi, khususnya pada negara tropis, dikarenakan kelembaban udara yang tinggi yang merupakan salah satu penyebab ketombe yang ditandai dengan gejala adanya sisik tipis pada kulit
kepala.Pemakaian jilbab sendiri memiliki kaitan dengan kelembaban pada kulit kepala.Kejadian ketombe cukup tinggi pada usia dewasa muda dan jarang
dijumpai pada usia lanjut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kebiasaan pemakaian jilbab dengan kejadian ketombe pada Mahasiswi Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional dan menggunakan sampel sebesar 93 orang yang diambil secara purposive sampling selama bulan September dan Oktober 2015 di Fakultas kedokteran Universitas
Sumatera Utara.Analisis menggunakan SPSS dengan uji hipotesis chi square. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan
penggunaan jilbab terhadap kejadian ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (p>0,05).Terdapat 50 orang responden ketombe (53%) dengan rata-rata usia responden 20 tahun.
Kara kunci : Ketombe, Kebiasaan, Pemakaian Jilbab
ABSTRACT
The incidence of dandruff in the world is quite high, especially in tropical countries, due to the high humidity which is one cause of dandruff which characterized by symptoms of scales on the scalp.Using of hijab itself has connection with moisture on the scalp.Incidence of dandruff quite high in young adults and is rarely found in the elderly. This study aims to determine whether there is a relationship between the habit of wearing the hijab with the incidence of dandruff on the Medical Faculty’s
student in the University of North Sumatra
This research is an analytic research with cross sectional design and the amount of the sample is 93 people which taken by purposive sampling during September and October 2015 at the Medical Faculty of the University of Sumatera
Utara.data Analyze using SPSS with chi square hypothesis test. The results showed there was no correlation between habitual use of the Hijab towards the incidence of dandruff in the Student Faculty of Medicine,
University of North Sumatra (p> 0.05) .There are 50 respondents (53%) with dandruff with average age of respondents 20 years.
Kata Pengantar
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat, dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah
satu syarat untuk persetujuan pelaksanaan penelitian demi menyelesaikan
program S-1 Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk melihat
hubungan menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan berdasarkan landasan
pemikiran yang logis. Karya Tulis Ilmiah ini berjudul “Hubungan Kebiasaan
Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2015”.
Dalam Penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis menerima bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Prof. dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. dr.Flora Marlita Lubis, Sp.KK, selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberi banyak arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga
proposal karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Ayah dan Ibunda tercinta serta keluarga besar yang telah memberikan
dukungan, nasehat, dan doa restu selama menuntut ilmu dan
menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini
4. Dosen penguji, dr. Khairina, SpKK dan Prof. dr. Abdul
Majid,Sp.PD-KKV yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun.
5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan dalam
6. Pihak-pihak lain yang ikut mendukung proses pembuatan karya tulis
ilmiah ini.
Seperti peribahasa tak ada gading yang tak retak, karya tulis ilmiah ini
ini juga tak luput dari kesalahan ataupun kekurangan disebabkan oleh
keterbatasan pengalaman, pengetahuan dan kepustakaan penulis. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun.Akhir
kata, semoga proposal karya tulis ilmah ini dapat memberikan manfaat dan
bahan pembelajaran bagi kita semua.
Medan, 7 november 2015
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan... i
Abstrak...ii
Abstract ...iii
Kata pengantar...iv
Daftar Tabel...viii
Daftar gambar...ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah...3
1.3 Tujuan Penelitian ...3
1.4 Manfaat Penelitian ...4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... ..5
2.1 Ketombe...5
2.1.1 Definsi Ketombe...5
2.1.2 Etiologi Ketombe... 5
2.1.3 Patofisiologi Ketombe... 7
2.1.4 Gambaran Klinis Ketombe ...11
2.1.5 Diagnosis Diferensial Ketombe ...12
2.2 Jilbab ...14
2.2.1 Definisi Jilbab ...14
2.2.2 Jilbab di Indonesia... 14
2.3 Pemakaian jilbab dan Ketombe... 14
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...17
3.1 Kerangka Konsep ...17
3.2 Definisi Operasional ...17
3.3 Hipotesis...19
BAB 4 METODE PENELITIAN...20
4.2 Lokasi dab Waktu Penelitian...20
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...20
4.4 Metode Peengumpulan Data ...22
4.5 Pengolahan dan Analisis Data...22
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian... 23
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian...23
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden... 23
5.1.3 Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner... 24
5.1.3.1 Uji Validitas...24
5.1.3.2 Uji reliabilitas...25
5.1.4 Hasil Analisis Data...25
5.2 pembahasan...30
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan...32
b. Saran... 32
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.Perbandingan Karakteristik Kelainan pada kulit kepala...12
Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasaran Umur...23
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Stambuk...24
Tabel 5.3. Uji Reabilitas Kuesioner ...25
Tabel 5.4. Angka kejadian ketombe pada mahasiswi berjilbab pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ...25
Tabel 5.5. Hubungan Lama Pemakaian Jilbab dalam saru hari terhadapn Kejadian Ketombe ...25
Tabel 5.6. Hubungan Warna Dominan Jilbab yang digunakan terhadap kejadian Ketombe ...26
Tabel. 5.7. Hubungan Antara Jumlah Lapisan Jilbab yang digunakan dengan Kejadian Ketombe...27
Tabel 5.8 Hubungan Penggunaan Dalaman Jilbab dengan Kejadian Ketombe ...28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1.Patofisiologi ketombe... 8
Gambar 2.2.Peran Malassezia dalam terjadinya dandruff ...9
Gambar.2.3.Grafik Temuan pada kulit kepala ketombe,dermatitis
seboroik,dan normal...10
Gambar 2.4.Tingkatan derajat skuamasi...11