• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kebiasaan Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kebiasaan Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2015"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dika Asrika Asrul

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 29 November 1994

Agama : Islam

Alamat : Jln.Raya Medan Tenggara No.359 Medan

Riwayat Pendidikan :

1.Sekolah Dasar Negeri 064028 Kota Medan 2001-2007

2.Sekolah menengah Pertama Negeri 6 Kota Medan 2007-2009

3.Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Medan 2009-2012

(2)

Riwayat Pelatihan, Seminar, dan Simposium :

1. Manajemen mahasiswa Baru “be an Excelent be a 7 Stars Doctors”

(2012)

2. Seminar dan workshop “Vital Sign, essential skills for general practitioner”(2012)

Riwayat Organisasi :

(3)

-LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN

Saya, Dika Asrika Asrul, mahasiswa semester VI Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Kebiasaan Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara”. Sehubungan dengan ini saya mohon izin kepada Saudari :

Nama Mahasiswi:

Untuk pendataan mengenai kondisi kesehatan dan mengajukan beberapa pertanyaan. Hasil dari penelitian ini tidak akan disalahgunakan untuk kepentingan lain dan akan tetap dirahasiakan.

Jika anda bersedia, maka saya mengharapkan anda menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan ini dan mengisi kuesioner yang telah dilampirkan bersama dengan lembar penjelasan ini.

Atas perhatian dan kerjasama anda saya ucapkan terimakasih.

Medan,...2015

Hormat saya

Penulis

(4)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama :

Stambuk :

Dengan ini menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian yang dilakukan oleh,

Nama : Dika Asrika Asrul

Judul : Hubungan Kebiasaan Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2015

Instansi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan,...2015

( )

(5)

LAMPIRAN 4

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN KEBIASAAN PEMAKAIAN JILBAB TERHADAP KEJADIAN KETOMBE PADA MAHASISWI FAKULTAS

KEDOKTERAM SUMATERA UTARA TAHUN 2015

I. Identitas Responden Nama :

Umur : Alamat : Stambuk : No.HP :

II. Pertanyaan Penelitian

1. Saya menemukan sisik putih berbentuk bulat kecil atau serpihan setelah menggaruk kulit kepala saya

a.ya b.tidak

2. Saya memiliki sisik putih tipis berbentuk bulat kecil atau serpihan pada baju

a.ya b.tidak

3. Saya memiliki sisik putih tipis berbentuk bulat kecil atau serpihan pada rambut saya

a.ya b.tidak

4. Saya memiliki sisik putih atau kuning tebal berbentuk bulat kecil atau lebih besar selain pada kulit kepala saya (apabila jawaban anda setuju sebutkan di daerah mana)

a.ya (pada : ) b.tidak

5. Lama Penggunaan Jilbab dalam satu hari a.>12 jam

b< 12 jam

6. Warna jilbab yang dominan digunakan a.Gelap

(6)

7. Jumlah lapis jilbab a.>1 lapis

b.1 lapis

8. Kebiasaan menggunakan dalaman jilbab a.memakai dalaman jilbab

b.tidak memakai dalaman jilbab

9. Saya mengeringkan rambut saat basah terlebih dahulu sebelum menggunakan jilbab

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

HASIL UJI STATISTIK

ketombe * lamapenggunaan Crosstabulation

lamapenggunaan

Total >12jam <12jam

ketombe ketombe Count 15 35 50 % within ketombe 30,0% 70,0% 100,0% tidakketombe Count 12 31 43 % within ketombe 27,9% 72,1% 100,0%

Total Count 27 66 93

% within ketombe 29,0% 71,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,049a 1 ,825

Continuity Correctionb ,000 1 1,000 Likelihood Ratio ,049 1 ,824

Fisher's Exact Test 1,000 ,504

N of Valid Cases 93

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,48. b. Computed only for a 2x2 table

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate

Estimate 1,107

ln(Estimate) ,102

Std. Error of ln(Estimate) ,459

Asymp. Sig. (2-sided) ,825

Asymp. 95% Confidence Interval

(12)

The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the common odds ratio of 1,000 assumption. So is the natural log of the estimate.

ketombe * warnadominan Crosstabulation

warnadominan

Total gelap terang

ketombe ketombe Count 31 19 50 % within ketombe 62,0% 38,0% 100,0% tidakketombe Count 25 18 43 % within ketombe 58,1% 41,9% 100,0%

Total Count 56 37 93

% within ketombe 60,2% 39,8% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,144a 1 ,705

Continuity Correctionb ,028 1 ,868 Likelihood Ratio ,144 1 ,705

Fisher's Exact Test ,832 ,433

N of Valid Cases 93

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,11. b. Computed only for a 2x2 table

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate

Estimate 1,175

ln(Estimate) ,161

Std. Error of ln(Estimate) ,425

Asymp. Sig. (2-sided) ,705

Asymp. 95% Confidence Interval

(13)

The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the common odds ratio of 1,000 assumption. So is the natural log of the estimate.

ketombe * jumlahlapisan Crosstabulation

jumlahlapisan

Total >1 lapis 1 lapis

ketombe ketombe Count 13 37 50 % within ketombe 26,0% 74,0% 100,0% tidakketombe Count 8 35 43 % within ketombe 18,6% 81,4% 100,0%

Total Count 21 72 93

% within ketombe 22,6% 77,4% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,723a 1 ,395

Continuity Correctionb ,362 1 ,547 Likelihood Ratio ,730 1 ,393

Fisher's Exact Test ,461 ,275

N of Valid Cases 93

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,71. b. Computed only for a 2x2 table

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate

Estimate 1,537

ln(Estimate) ,430

Std. Error of ln(Estimate) ,507

Asymp. Sig. (2-sided) ,397

Asymp. 95% Confidence Interval

(14)

The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the common odds ratio of 1,000 assumption. So is the natural log of the estimate.

ketombe * dalamanjilbab Crosstabulation

dalamanjilbab

Continuity Correctionb ,135 1 ,713 Likelihood Ratio ,347 1 ,556

Fisher's Exact Test ,660 ,357

N of Valid Cases 93

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,33. b. Computed only for a 2x2 table

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate

Estimate 1,298

ln(Estimate) ,261

Std. Error of ln(Estimate) ,444

Asymp. Sig. (2-sided) ,557

Asymp. 95% Confidence Interval

(15)

ketombe * mengeringkan rambut Crosstabulation

mengeringkan rambut

Total ya tidak

ketombe ketombe Count 44 6 50 Expected Count 43,5 6,5 50,0 tidakketombe Count 37 6 43 Expected Count 37,5 5,5 43,0

Total Count 81 12 93

Expected Count 81,0 12,0 93,0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,079a 1 ,779

Continuity Correctionb ,000 1 1,000 Likelihood Ratio ,078 1 ,780

Fisher's Exact Test 1,000 ,510

N of Valid Cases 93

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,55. b. Computed only for a 2x2 table

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate

Estimate 1,189

ln(Estimate) ,173

Std. Error of ln(Estimate) ,619

Asymp. Sig. (2-sided) ,780

Asymp. 95% Confidence Interval

(16)

umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 17 1 1,1 1,1 1,1

18 7 7,5 7,5 8,6

19 13 14,0 14,0 22,6

20 30 32,3 32,3 54,8

21 31 33,3 33,3 88,2

22 10 10,8 10,8 98,9

24 1 1,1 1,1 100,0

Total 93 100,0 100,0

stambuk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 2012 64 68,8 68,8 68,8

2013 12 12,9 12,9 81,7 2014 10 10,8 10,8 92,5

2015 7 7,5 7,5 100,0

Total 93 100,0 100,0

ketombe

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid ketombe 50 53,8 53,8 53,8

(17)

Daftar Pustaka

Budiastuti., 2012. Jilbab dalam Perspektif Sosiologi.Fakultas Sosiologi

Universitas Indonesia, Jakarta: 1-28

Badan Pusat Statistik,2010.Penduduk menurut wilayah dan agama yang di anut.

Avaiable from http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321 .

[Accesed 18 Mei 2015]

Clavaud, Cécile., 2013. Dandruff is Associated with Disequilibrium in the

Propostion of the Major Bacterial and Fungal Populations

Colonizing the Scalp.PloS ONE, 8(3)

Gaitani, Georgios., Magiatis, Prokopios.,Hantschke, Markus.,Bassukas, Ioanis.D.,Velegraki, Aristea., 2012.The Malassezia Genus in Skin

andystemic Disease.Clinical Microbiology Journal.(25): 106-141

Grimalt, Ramon., 2007. A Practical Guide to Scalp Disorder. Journal of

Investigative Dermatology Symposium Proceedings.(12): 10-14

Piérard-Franchimont, C., Xhauflaire-Uhoda, E., Piérard, G.E., 2006.Revisiting

Dandrufff. International Journal of Cosmetic Science (28): 311-318

Ranganathan, S., Mukodphay, T., 2010.Dandruff: The Most Commercially

Exploited Skin Desease.Indian Journal of Dermatology 55(2):

130-134

Haustein, U.F., Nenoff, P., 2013.Antidandruff. in Elners, P., Merk, H.F.,

Maibach, H.I.,(eds).2013.Cosmetics: Controlled Efficacy Studies and

(18)

Schwartz, James.R.,et al, 2013.A Comprehensive Pathophysiology of Dandruff

and Seborrheic Dermatitis a More Precise Definition of Scalp Health.

Acta Derm Venereol (93): 131–137

Sheerwood, Lauralee., 2007. Human Physiology : From Cell to System 6th

Ed.Singapore : 701-722

Sinaga, Rejeki .S ., 2012. Uji Banding Efektivitas Perasa Jeruk Purut (Citrus

Hystrix DC) dengan Zinc Phyrithion 1% terhadap Pertembuhan

Pityrosporum Ovale Pada Penderita Berketombe.Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang : 1

Tania, Inggrid., 2012. Formulasi, Uji Stabilitas Fisik dan Uji Manfaat Shampoo Mikroemulsi Minyak Biji Mimba pada Ketombe Derajat Ringan –

Sedang.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Indonesia, Depok : 1-2

Turner, G.A., Hoptroff, M., Harding, C.R., 2012. Stratum Corneum dysfunction

in Dandruff.International Journal of Cosmetic Science (34) : 298-306

Thomas, L.,Dawson, Jr., 2007. Malassezia Globosa and restrica: Breakthrough

Understanding of the Etiology and Treatment of Dandruff and

seborrheic Dermatitis through Whole-Genome Analysis. Journal of

Investigative Dermatology Symposium Proceeding (12) : 15-19

Vashti, Mada.A., 2014. Faktor Risiko Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian

Ketombe Pada Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri

(19)

Zahra, S., 2011. Hubungan Penggunaan Jilbab dengan Kejadian Ketombe pada

Mahasiswi Fakultas kedokteran UNS. Avaiable from :

http://fk.uns.ac.id/index.php/abstrakskripsi/baca/144 . [Accessed 11

Mei 2015].

Zhu, Chunhong., Takatera, Masayuki., 2012. Change of Temperature of Cotton

and Polyester Fabrics in Wetting and Drying Process.Journal of

(20)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2 Definisi Operasional

No Variable Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala ukur

Variabel

Independen

a.Penggunaan

jilbab per-hari

Lama

responden

menggunak

an jilbab

per-hari

(dilaporkan

dalam jam)

Kuesioner Pengisian

kuesioner

0. >12

jam

1. <12

jam

Nominal Kebiasaan

Penggunaan Jilbab :

 Penggunaan Jilbab per-hari  Warna Jilbab  Jumlah

Lapisan Jilbab  Penggunaan

Dalaman Jilbab

(21)

b.Warna Jilbab Warna

jilbab yang

dominan

digunakan

responden

Kuesioner Pengisian

Kuesioner

Kuesioner Pengisian Kuesioner

Kuesioner Pengisian

Kuesioner

Kuesioner Pengisian

Kuesioner

0. Ketombe

1. Tidak

Ketombe

(22)

3.3 Hipotesis

Terdapat hubungan antara kebiasaan penggunaan jilbab terhadap

kejadian ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

(23)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan studi Cross-

Sectional untuk melihati hubungan antara kebiasaan pemakaian jilbab terhadap

kejadian ketombe pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

4.2 Lokasi dan waktu penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Fakultas kedokteran Universitas

Sumatera Utara dengan pertimbangan mayoritas mahasiswi muslim telah menggunakan jilbab, dan belum ada penelitian tentang ini sebelumnya.

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Juli 2015 hingga September 2015.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah Mahasiswi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang mengenakan jilbab .

4.3.2 Sampe Penelitian

Sampel adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara Stambuk 2012-2015 dengan usia 17-25 tahun yang mengenakan jilbab

(24)

a. Kriteria inklusi

1. Mahasiswi yang mengenakan jilbab berusia 17-25 tahun

2.Bersedia menjadi sampel penelitian

b. Kriteria eksklusi

1. Memiliki penyakit immunodefisiensi

2. Memiliki penyakit psoriasis

3. Tidak dapat berbahasa Indonesia

Tehnik pengambilan pada penelitan ini dilakukan dengan cara purposive

sampling dan penentuan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus

perhitungan sample untuk data analitik kategorik tidak berpasangan

(independen), yaitu :

n1= n2 = jumlah sample

Zα = derivat baku alpha 95% ( 1,96) Z Q = derivat baku beta (0,84)

P1 = proporsi efek yang yang diteliti

P2 = proporsi efek pada kelomok yang telah diketahui nilainya

Q1 = 1-P1

Q2 = 2-Q2

P = proporsi total 1 2(P1+P2)

Q =1-P

P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna (0,2)

Berdasarkan rumus yang telah dipaparkan, maka total sampel penelitian

didapatkan hasil sebagai berikut :

N1=N2= ( , ( , , ) , ( , , , , )

( , , ) = 93

(25)

4.4 Metode Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder . Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner.Sebelum

kuesioner dipergunakan, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap 20

responden .

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui pencatatan

dokumen dari administrasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.5 Pengolahan dan analisis data

Analisis data penelitian ini terdiri dari analisis univariat yaitu melakukan

analisis data berdasarkan distribusi frekuensi data terhadap variabel independen

dan dependen. Kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat , yaitu melakukan

analisis statistik dengan ,menggunakan uji chi square pada taraf nyata 95%

(p<0,05) untuk mengetahui hubungan kebiasaan pemakai dan jilbab terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

(26)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara berlokasi di jl.Dr.T Mansur no.5, Kampus USU.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dengan metode purposive sampling, didapatkan 93 responden yaitu

mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2012-2015

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasaran Umur

No Umur (Tahun) Jumlah(Orang) Persentase

1. 17 1 1,1

2. 18 7 7,5

3. 19 13 14,0

4. 20 30 32,2

5. 21 31 33,3

6. 22 10 10,8

7. 24 1 1,1

Total 93 100

Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa responden terbanyak berada pada

umur 21 yaitu sebanyak 31 orang (33,3%) dan umur 20 sebanyak 30 orang (32,2

%).Kelompok responden paling sedikit berada pada umur 17 tahun yaitu

(27)

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Stambuk

No Stambuk Jumlah(Orang) Persentase

1. 2012 64 68,8

2. 2013 12 12,9

3. 2014 10 10,8

4. 2015 7 7,5

Total 93 100

Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa responden terbanyak berasal dari

stambuk 2012 sebanyak 64 orang (68,8%) . Kelompok responden paling sedikit

berasal dari stambuk 2015 yaitu berjumlah 7 orang (7,5 %).

5.1.3. Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner

Sebelum dibagikan, dilakukan uji validitas dan reabilitas kuesioner

terhadap 30 mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.3.1 Uji Validitas

Butir pertanyaan dikatakan valid apabila nilai r hitung > r tabel. Dengan

menggunakan responden yang berjumlah 30, maka nilai r tabel dapat diperoleh

melalui rabel r product moment pearson dengan df (degree of freedom) = n-2,

jadi 30-2 = 28 maka r tabel = 0,312.

5.1.3.2. Uji Reabilitas

Uji reabilitas dapat dilihat dari nilai Cronbach’s Alpha, jika nilai Alpha >

0,60 maka kontruk pertanyaan yang merupakan dimensi variabel adalah reliabel.

Pada pengujian Reabilitas didapati Cronbach’s Alpha adalah 0,873 maka

(28)

5.1.4. Hasil Analisis Data

a. Angka kejadian ketombe pada mahasiswi berjilbab pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.4. Angka kejadian ketombe pada mahasiswi berjilbab pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

n (%)

Ketombe 50 53,8

tidakketombe 43 46,2

Total 93 100,0

Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa responden yang menderita ketombe

berjumlah 50 orang (53%). Sedangkan responden yang tidak menderita ketpmbe

sebanyak 43 orang (46,2%).

b. Analisis Hubungan Antara Lama Penggunaan Jilbab dalam satu hari terhadap Kejadian Ketombe

Tabel 5.5. Hubungan Lama Pemakaian Jilbab dalam saru hari terhadap Kejadian Ketombe

Lama penggunaan

>12 jam <12 jam Total

(n) (%) (n) (%) (n) (%) p value

Ketombe 15 30 35 70 50 100 0,825

tidak ketombe 12 27,9 31 72,1 43 100

Total 27 29,0 66 71,0 93 100

Dari tabel 5.5. dapat dilihat bahwa responden yang menggunakan jilbab

<12 jam dalam satu hari berjumlah 66 orang (71,0 %) dan responden yang Tabel 5.3. Uji Reabilitas Kuesioner

Cronbach's Alpha

N of Items

(29)

menggunakan jilbab >12 jam dalam satu hari berjumlah 27 orang (29,0 %). Angka

kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab < 12 jam dalam satu hari adalah 35 orang (70 %) sedangkan angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab >12 jam dalam satu hari adalah 15 orang (30%).

Beradasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square diperoleh nilai

p (nilai signifikansi) > 0,05 (0,825) (CI 95%). Hal ini berarti tidak terdapat

hubungan antara lama penggunaan jilbab dalam satu hari terhadap kejadian

ketombe.

Hasil odds ratio yang didapat dari uji statistik adalah 1,000 dengan interval

kepercayaan 95% sebesar 0,450 – 2,723.Sehingga 1,000 termasuk dalam interval

kepercayaan, maka dapat dikatakan faktor resiko tidak bermakna sehingga

mendukung kesimpulan lama penggunaan jilbab dalam satu hari tidak

berpengaruh terhadap kejadian ketombe.

c. Analisis Hubungan Antara Warna Dominan Jilbab digunakan terhadap Kejadian Ketombe

Tabel 5.6. Hubungan Warna Dominan Jilbab yang digunakan terhadap kejadian Ketombe

Lama penggunaan

gelap terang Total

(n) (%) (n) (%) (n) (%) p value

Ketombe 31 62 19 38 50 100 0,705

tidak ketombe 25 58,1 18 41,9 43 100

Total 56 60,2 37 39,8 93 100

Berdasarkan tabel 5.6. dapat dilihat bahwa responden yang

menggunakan jilbab dengan warna dominan gelap berujumlah 56 orang (60,2%)

dan responden yang menggunakan warna dominan terang berjumlah 37 orang

(30)

dominan gelap adalah 31 orang (62,0 %) dan angka kejadian ketombe pada

responden yang menggunakan warna dominan terang adalah 19 orang (38,0 %).

Berdasarkan uji chi-square didapati nilai p (nilai signifikansi) > 0,05

(0,705)(CI 95%). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antar warna dominan

jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe.

Hadil odds ratio yang didapatkan dari penelitian ini adalah 0,832 dengan

interval kepercayaan 95 % sebesar 0,511-2,701. Sehingga 0,832 termasuk dalam

interval kepercayaan , maka dapat dikatakan faktor resiko tidak bermakna

sehingga mendukung kesimpulan warna dominan jilbab yang digunakan tidak

berpengaruh terhadap kejadian ketombe

d. Analisis Hubungan Antara Jumlah Lapisan Jilbab yang digunakan dengan Kejadian Ketombe

Tabel. 5.7. Hubungan Antara Jumlah Lapisan Jilbab yang digunakan dengan Kejadian Ketombe

Lama penggunaan

>1 lapis 1 lapis Total

(n) (%) (n) (%) (n) (%) p value

Ketombe 13 26 37 74 50 100 0,395

tidak ketombe 8 18,6 35 81,4 43 100

Total 21 22,6 72 77,4 93 100

Berdasarkan tabel 5.7. dapat dilihat bahwa responden yang

menggunakan jilbab >1 lapis berjumlah 21 orang (22,6%) dan responden yang

menggunakan jilbab 1 lapis berjumlah 71 orang (77,4 %). Angka kejadian

ketombe pada responden menggunakan jilbab >1 lapis adalah 13 orang (26,0

%) dan angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab 1

(31)

Berdasarkan uji chi-square didapati nilai p (nilai signifikansi) > 0,05

(0,395)(CI 95%). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara jumlah lapisan

yang digunakan terhadap kejadian ketombe.

Hadil odds ratio yang didapatkan dari penelitian ini adalah 0,461 dengan

interval kepercayaan 95 % sebesar 0,469-4,156. Sehingga termasuk dalam

interval kepercayaan , maka dapat dikatakan faktor resiko tidak bermakna

sehingga mendukung kesimpulan jumlah lapisan jilbab yang digunakan tidak

berpengaruh terhadap kejadian ketombe

e. Analisis Hubungan Penggunaan Dalaman Jilbab dengan Kejadian Ketombe

5.8 Hubungan Penggunaan Dalaman Jilbab dengan Kejadian Ketombe

Pemakaian dalaman jilbab

Ya Tidak Total

(n) (%) (n) (%) (n) (%) p value

Ketombe 18 36 32 64 50 100 0,346

tidak ketombe 13 30,2 30 69,8 43 100

Total 31 33,3 62 66,7 93 100

Berdasarkan tabel 5.8. dapat dilihat bahwa responden yang

menggunakan dalaman jilbab berjumlah 31 orang (33,3%) dan responden yang

tidak menggunakan dalaman jilbab berjumlah 62 orang (66,7%). Angka

kejadian ketombe pada responden yang menggunakan dalaman jilbab adalah 18

orang (36,0 %) dan angka kejadian ketombe pada responden yang tidak

menggunakan dalaman jilbab adalah 30 orang (64,0 %).

Berdasarkan uji chi-square didapati nilai p (nilai signifikansi) > 0,05

(0,346)(CI 95%). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara penggunaan

(32)

Hadil odds ratio yang didapatkan dari penelitian ini adalah 0,660 dengan

interval kepercayaan 95 % sebesar 0,544-3,099. Sehingga 0,660 termasuk dalam

interval kepercayaan , maka dapat dikatakan faktor resiko tidak bermakna

sehingga mendukung kesimpulan penggunaan dalaman jilbab tidak berpengaruh

terhadap kejadian ketombe

e. Analisis Hubungan Kebiasaan Mengeringkan Rambut sebelum Memakai Jilbab dengan Kejadian Ketombe

5.9 Hubungan Kebiasaan Mengeringkan Rambut sebelum Memakai Jilbab dengan

Kejadian Ketombe

Pemakaian dalaman jilbab

Ya Tidak Total

(n) (%) (n) (%) (n) (%) p value

Ketombe 44 43,5 6 6,6 50 100 1,000

tidak ketombe 37 37,5 6 5,5 43 100

Total 81 81,0 12 12,0 93 100

Berdasarkan tabel 5.8. dapat dilihat bahwa responden yang

mengeringkan rambut sebelum memakai jilbab berjumlah 81 orang (81,0%) dan

responden yang tidak mengeringkan rambut sebelummenggunakan jilbab

berjumlah 12 orang (12,0%). Angka kejadian ketombe pada responden yang

mengeringkan rambut sebelum menggunakan jilbab 44 orang (43,5 %) dan

angka kejadian ketombe pada responden yang tidak mengeringkan rambut

sebelum menggunakan jilbab adalah 6 orang (6,5%).

Berdasarkan uji chi-square didapati nilai p (nilai signifikansi) > 0,05

(1,000)(CI 95%). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara penggunaan

dalaman jilbab terhadap kejadian ketombe.

Hadil odds ratio yang didapatkan dari penelitian ini adalah 0,779 dengan

interval kepercayaan 95 % sebesar 0,345-4,000. Sehingga 0,779 termasuk dalam

interval kepercayaan , maka dapat dikatakan faktor resiko tidak bermakna

sehingga mendukung kesimpulan kebiasaan mengeringkan rambut sebelum

(33)

5.2. Pembahasan

Pitiriasis Kapitis atau dandruff atau ketombe merupakan suatu kelainan

pada kulit kepala yang ditandai oleh skuama yang berlebihan pada kulit kepala

(scalp) berwarna putih atau abu-abu yang tersebar pada rambut.

Pertumbuhan ketombe sendiri didasari oleh tiga faktor, yaitu kolonisasi

Malassezia.sp, peningkatan produksi sebum dan faktor predisposisi pada

individu. (Clavaud, et al.,2013; Schwartz,2013).

Ketombe didapati pada 50% populasi global pasca-pubertas dan remaja,

ketombe juga dapat mengenai semua etnis dan jenis kelamin,namun jarang

ditemukan pada anak-anak, jikapun ada biasanya dalam bentuk yang ringan

.Tingkat keparahan ketombe dipengaruhi oleh usia terutama masa pubertas dan

usia menengah (mencapai pada usia 20 tahun) dan jarang terjadi pada usia 50

tahun. (Haustein and Nenoff 2013)

hal ini sejalan dengan hasil penelitian dimana didapati penderita ketombe berusia 17-24 tahun.

Pertumbuhan ketombe sendiri dapat dipicu oleh meningkatnya

kelembaban pada kulit kepala dan meningkatnya aktivitas kelenjar sebum. Dan

berdasarkan salah satu penelitian mengenai hubungan pemakaian jilbab dengan

kejadian ketombe didapati peningkatan risiko kejadian ketombe sebesar 7,57

kali pada mahasiswi yang menggunakan jilbab dan yang tidak menggunakan jilbab (Zahra, 2011).Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Vashti (2014) yang mendapati beberapa faktor resiko dalam pemakaian jilbab

terhadap kejadian ketombe yaitu , jumlah lapisan jilbab yang digunakan, warna

jilbab dan penggunaan ciput( dalaman jilbab).

Walaupun demikian, peneliti mendapatkan hasil statistik yang

menggambarkan tidak adanya hubungan antara kebiasaan dalam pemakaian

jilbab terhadap kejadian ketombe. Penyebab tidak adanya hubungan antara

kebiasaan pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe pada penelitian ini

adalah pemakaian jilbab bukanlah satu-satunya faktor dalam menyebabkan

(34)

Salah satu faktor dalam perkembangan ketombe ialah kerentanan

individu.. Diduga hal ini disebabkan karena perbedaan dari fungsi barrier

stratum korneum, perbedaan respon imun dari protein dan polisakarida yang

berasal dari Malassezia sp. dari setiap individu (Thomas and dawson, 2007).

Selain itu faktor higienitas juga berpengaruh dimana membersihkan

rambut secara rutin dapat mencegah terjadinya ketombe.Faktor lain yang dapat

mempengaruhi adalah aktivitas fisik setiap individu. Dimana aktivitas yang

berat dapat memicu produksi sebum yang lebih banyak sehingga meningkatkan

kejadian ketombe dan individu dengan pekerjaan harian yang ringan memiliki

produksi sebum yang lebih sedikit.

Penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat yang

paling baik adalah desain cohort dimana pengamatan dan follow up dilakukan

sampai periode tertentu di masa depan untuk melihat terjadinya efek atau

penyakit yang diteliti, sedangkan penelitian ini menggunakan desain cross sectional dimana pengamatan dan pengambilan data hanya dilakukan pada satu

waktu saja sehingga sulit untuk menentukan hubungan sebab akibat.

Walaupun dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada hubungan

antara kebiasaan pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe, tetapi

berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh peneliti terdapat hubungan

antara kebiasaan pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lagi dalam pelaksanaannya mengatasi

masalah-masalah yang ada di kemukakan diatas terutama mengenai faktor – faktor lain

yang dapat menyebabkan ketombe dan desain penelitian yang lebih baik agar

(35)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, kesimpulan yang dapat

diambil dalam penelitian ini adalah :

1. Didapati angka kejadian ketombe pada mahasiswi berjilbab

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sebesar

53%

2. Tidak didapati adanya hubungan antara kebiasaan

mengeringkan rambut sebelum menggunakan jilbab erhadap

kejadian ketombe dengan p value : 1,000

3. Tidak didapati adanya hubungan antara lama penggunaan jilbab

dalam satu hari terhadap kejadian ketombe dengan p value : 0,825

4. Tidak didapati adanya hubungan antara warna jilbab yang

dominan digunakan terhadap kejadian ketombe dengan p value :

0,705

5. Tidak didapati adanya hubungan antara jumlah lapisan jilbab

yang digunakan terhadap kejadian ketombe dengan p value : 0,395

6. Tidak didapati adanya hubungan antara penggunaan dalaman

(36)

6.2. Saran

Beberapa saran yang dapat direkomendasikan dari penelitian ini adalah :

1. Perlu dilaksanakan penelitian yang memperdalam lebih

jauh topik mengenai kebiasaan pemakaian jilbab dan

kejadian ketombe dengan cakupan jumlah responden dan

lokasi penelitian yang lebih besar lagi.

2. Banyak faktor resiko yang mempengaruhi kejadian

ketombe. Oleh sebab itu, perlu dilaksanakan lebih banyak

penelitian yang meneliti faktor resiko lain seperti

higienitas dan aktivitas fisik individu,

3. Penelitian dalam topik ini lebih baik dilakukan dengan

desain cohort study (studi prospektif) agar hasil lebih

(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketombe 2.1.1 Definisi

Pitiriasis Kapitis atau dandruff atau Ketombe merupakan suatu kelainan

yang ditandai oleh skuama yang berlebihan pada kulit kepala (scalp) berwarna

putih atau abu-abu yang tersebar pada rambut, terkadang dapat disertai rasa

gatal, dengan atau sedikit disertai tanda-tanda inflamasi ringan serta

menimbulkan gangguan estetika. Tanda-tanda tersebut terjadi akibat adanya

perubahan pada stratum korneum yang menunjukkan terganggunya kohesi

corneocyte dan hiperproliferasi sel. (Clavaud, et,al.,2013;

Schwartz,2013).Adanya ketombe dapat menyebabkan rasa tertekan secara psikis gangguan estetika atau kosmetik dan keluhan rasa gatal yang menyertainya.

Ketombe dapat menyebabkan rasa malu,khawatir,tidak nyaman bahkan tidak

jarang mengganggu kualitas hidup dan mempengaruhi kehidupan sosial

penderitanya.(Pierard-Franchimont, 2006; Chen, et.al, dalam Inggrid 2012)

Ketombe umunya sulit dibedakan dengan dermatitis seboroik, namun bila

didapati adanya inflamasi dan skuamasi diluar kulit kepala, seperti wajah , lipatan nasolabial, daerah retroaurikular, kanalis auditorius, dahi, alis mata dan

badan bagian atas diagnosis ketombe dapat disingkirkan.Secara klinis telah

disimpulkan bahwa ketombe adalah bentuk ringan dari dermatitis seboroik,

dimana pada ketombe dijumpai inflamasi secara minimal dan

(38)

2.1.2 Etiologi

1. Aktifitas Kelenjar Sebasea

Kelenjar sebasea merupakan tipe kelenjar holokrin yang terdapat

pada dermis yang mensekresikan sebum menuju folikel rambut, aktivitas

kelenjar ini berhubungan dengan peningkatan kejadian ketombe pada

usia remaja dan dewasa muda dan menurun pada umur lebih dari 50

tahun.Ketombe dapat muncul pada kulit kepala yang kaya akan sebum.

Trigliserida dan ester yang merupakan komponen dari sebum yang akan

dipecah mikroflora menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak

bebas.Asam lemak bebas akan memulai respon iritan, termasuk

hiperproliferasi dari kulit kepala.Pemecahan dari sebum menjadi bahan

iritatif menunjukkan bahwa sebum bukan merupakan penyebab primer

dari ketombe.Ketombe dapat ditemukan pada kulit kepala yang terdiri

dari banyak sebum atau tidak hal ini juga menunjukkan bahwa sebum bukan merupakan penyebab primer ketombe.

2. Metabolisme Mikroflora

Pada kulit manusia terdapat flora normal seperti yang ditemukan

pada organ tubuh lain.Salah satu flora normal pada kulit adalah

Malassezia sp. yang amat berperan pada kelainan yang terjadi pada kulit

kepala salah satunya ketombe.Malassezia sp. menimbukan kelainan apabia jumlahnya berlebih.Ketika jumlahnya normal, Malassezia sp.

hanya menjadijamur komensal.Malssezia banyak ditemukan pada daerah

dengan suhu yang panas dan lembab.

Terdapat dua klasifikasi Malassezia sp , yaitu lipid dependent

dan non-lipid dependent. Lipid dependent diantaranya adalah,

M.Globosa, M.Restritica, M.Furfur, M.Obtusa, M.Slooffiae,

M.Syympodialis, M.japonica, M.Nana, M.Dermatis, M.Sympodialis.

Sedangkan non-lipid dependent terdiri dari zoopholix species, dan

M.Pachydermatis.

Jenis Malassezia sp. yang paling sering menyebabkan kelainan pada

(39)

Peningkatan sebum dan metabolisme mikroflora berhubungan

erat, dimana mikroflora malassezia sp. hidup di daerah yang kaya akan

sebum.Malassezia sp. mensekresi enzim hidrolitik termasuk lipase

menuju ekstraseluler millieu, dimana enzim lipase akan menghidrolisis

trigliserida menjadi asam lemak tersaturasi spesifik dan asam lemak

tidak tersaturasi serta gliserol. Asam lemak tersaturasi tersebut

digunakan Malassezia sp. untuk berproliferasi sedangkan asam lemak

tidak tersaturasi yang akan mengiritasi dengan merusak pertahanan kulit

kepala dengan merusak barrier pertahanan kulit sehingga menyebabkan

deskuamasi pada kulit kepala.

3. Kerentanan Individu

Salah satu faktor dalam perkembangan ketombe ialah kerentanan

individu.Namun, belum diketahui pasti bagaimana kerentanan individu

dapat mempengaruhi ketombe.Diduga hal ini disebabkan karena perbedaan dari fungsi barrier stratum korneum, perbedaan respon imun

dari protein dan polisakarida yang berasal dari Malassezia sp. dari setiap

individu (Thomas and dawson, 2007).

2.1.3 Patofisiologi ketombe

Terdapat beberapa urutan patofisiologi terjadinya ketombe : 1. Ekosistem Malassezia dan interaksi Malassezia pada epidermis

2. Inisiasi dan perkembangan dari proses infamasi

3. Proses kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis

(40)

Gambar 2.1.Patofisiologi ketombe

[sumber : Schwartz,2013]

1. Infiltrasi Malassezia sp. pada stratum korneum epidermis

Malassezia sp. adalah yeast komensal pada daerah kaya sebum.Malassezia

sp. dapat menginfiltrasi stratum korneum dari epidermis.Malassezia sp. akan

memecah komponen sebum ( Trigliserida menjadi asam lemak yang tersaturasi

spesifik dan asam lemak yang tidak tersaturasi spesifik) dimana hal tersebut

akan menimbulkan gejala inflamasi dan sisik yang merupakan rangkaian

(41)

Gambar 2.2.Peran Malassezia dalam terjadinya dandruff.

[sumber: Schwartz, 2013]

2. Inisiasi dan perkembangan proses inflamasi

Pada tahap ini , akan timbul gejala berupa eritema, gatal, panas, rasa

terbakar, teranggunya kualitas dari rambut.Pada proses ini, gejala yang timbul

tergantung dari tingkatan keparahan dari dermatitis seboroik.Dimana ketombe

merupakan tingkatan dermatitis seboroik yang paling rendah, dimana biasanya

tidak sampai ditemukan tanda-tanda inflamasi seperti pada dermatitis seboroik

atau biasanya tanda inflamasi yang didapati hanya berupa eritema.

Inisisasi dari proses inflamasi diakibatkan oleh teraktifasinya mediator inflamasi

karena infiltrasi dari Malassezia sp. pada stratum korneum.Sitokin yang

teraktifasi adalah : Interleukin-1α, Interleukin-1ra, Interleukin-8, Tumor

Necrosis Factor -α, dan Interferon γ dan juga pengeluaran histamin.Sehingga

mengakibatkan tanda-tanda yang lebih dominan pada gejala ketombe adalah

(42)

Gambar.2.3.Grafik Temuan pada kulit kepala ketombe,dermatitis seboroik,dan

normal.

[sumber : Schwartz, 2013]

3. Proses kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis

Setelah Malassezia sp.memicu pengeluaran mediator inflamasi, mulai terjadi

proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya

pada kulit kepala .Ketika Malassezia sp. berkembang terjadi pemecahan

trigliserida yang menimbulkan iritasi dan hiperproliferasi epidermis. Akibatnya,

keratinosit yang terbentuk menjadi tidak matang dengan jumlah nukleus yang

lebih banyak. Nukleus yang jumlahnya lebih banyak akan mengalami retensi

pada stratum korneum. Hiperproliferasi dari epidermis menyebabkan adanya

gambaran sisik pada kulit kepala atau dengan bentul bergelung seperti debu

disebut ketombe.

4. Kerusakan barrier epidermis secara fungsional dan struktural

Kerusakan barrier pada epidermis dapat menyebabkan Transpidermal water loss

yang dapat menimbulkan rasa kering pada kulit kepala.Peryataan ini amat

(43)

kepala terasa lembab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketombe dapat terjadi

pada kulit kepala yang kering maupun berminyak. Selain itu pada proses ini juga

terjadi perubahan dari struktur lamellar yang dibentuk ceramides menjadi

struktur lemak yang tidak terstruktur.

2.1.4 Gambaran klinis

Gejala klinis dari deskuamasi yang ditemukan pada pasien yeng mengalami

ketombe dan dermatitis seboroik pada umumnya didapati rasa gatal ( 66%),

iritasi (25%), dan rasa kering pada kulit kepala (59%). Gejala klasik pada

ketombe adalah skuama kecil berwarna putih atau abu-abu yang tidak melekat

erat pada kulit kepala , sementara skuama yang didapati pada dermatitis

seboroik berwarna kuning dan berminyak.Skuama pada ketombe dan dermatitis

seboroik dapat terlokalisir membentuk bercak pada permukaan dari kulit kepala

atau dapat terssebar secara difus.(Grimalt, 2007)

A

A

(44)

Gambar 2.4.Tingkatan derajat skuamasi pada spektrum ketombe-dermatitis

seboroik, (a) kerombe derajat ringan, (b) ketombe derajat sedang, (c) ketombe

derajat berat atau dermatitis seboroik.[sumber : Grimalt 2007]

2.1.5 Diagnosis diferensial

Diagnosis ketombe melalui keadaan klinis tidak begitu sulit namun

ada beberapa peyakit pada kulit kepala dalam berbagai derajat yang hampir

menyerupai ketombe . Seperti yang tertera pada tabel berikut,

Tabel 2.1.Perbandingan Karakteristik Kelainan pada kulit kepala

[Sumber : Elewski 2005]

Mycotic Parasiti Dandruff Seboroich

dermatitis

ionally adult

(most common

M. ferrugineum

all fluoresce)

Yes

(nits)

No

(45)

Scalling Fine white

or gray

Large,

greasy

yellow

Variable (Mild

to dense)

individuals and

animals

Exposur

e

Family

History

Other Respons

(46)

2.2. Jilbab

2.2.1 Definisi Jilbab

Secara terminologi jilbab dimaknai sebagai kerudung lebar yang

digunakan wanita muslimah untuk menutupi kepala dan leher hingga dada .

2.2.2 Jilbab di Indonesia

Di kalangan perempuan Indonesia, penggunaan jilbab telah menjadi

fenomena yang baru dalam kaitannya dengan cara berpakaian perempuan

muslim.Keadaan ini berbeda jika dilihat dari perkembangan dan keberadaan

perempuan muslim pada periode sebelumnya.Seperti yang terjadi pada era-80

an, dimana penggunaan jilbab hanya sebatas simbol keagamaan dari sebagian

kelompok perkumpulan saja. Jilbab hanya dikenakan pada acara – acara

kebesaran Islam, dan perbincangan tentang jilbab tidak didukung oleh negara.

Penggunaan jilbab dikritik sebagai pengaruh dari budaya Arab yang masuk ke Indonesia, bukan budaya islam yang berkembang di Indonesia. Negara melarang

siswi dan pekerja wanita pada kantor pemerintahan menggunakan

jilbab.Namun,sejalan dengan perubahan sosial yang ada, keberadaan

(penggunaan) jilbab di awal tahun 2000 menjadi hal yang umum dan bukan lagi

menjadi milik kelompok sosial tertentu. Pemakaian jilbab sudah lebih bebas dan

perbincangan mengenai jilbab sudah menyatu dengan kebudayaan dan juga era globalisasi sehingga menghasilkan trend modern yaitu jilbab dengan berbagai

kreasi dan variasi (Budiastuti, 2012).

2.3 Pemakaian jilbab dan Kejadian Ketombe

Hubungan Ketombe dan pemakaian jilbab mengacu pada pertumbuhan

Malassezia sp., yang tumbuh secara baik pada media lembab dan lingkungan

kaya keringat. Pengeluaran keringat dari tubuh dipengaruhi oleh pengeluaran

(47)

Pengeluaran panas dari tubuh dapat terjadi melalui mekanisme :

1. Radiasi

Radiasi adalah pengeluaran energi panas dari permukaan suatu benda

hangat dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau gelombang

panas .Tubuh manusia memancarkan dan menyerap energi radiasi.

Sehingga ketika panas dalam tubuh lebih besar daripada panas

lingkungan, energi panas dapat dikeluarkan melalui radiasi.

2. Konduksi

Konduksi adalah pemindahan panas antara benda yang berbeda

suhunya yang berkontak langsung satu sama lain, dimana panas

mengalir menuruni gradien suhu dari benda yang lebih hangat ke

benda yang lebih dingin melalui pemindahan dari molekul ke

molekul yang menimbulkan gerakan vibrasi. Gerakan vibrasi inilah

yang akan menimbulkan panas.

3. Konveksi

Kehilangan panas akibat konveksi merujuk kepada pemindahan

energi panas oleh arus udara. Sewaktu tubuh kehilangan panas

melalui konduksi ke udara sekitar yang lebih dingin, udara yang

berkontak langsung dengan kulit menjadi lebih hangat.

4. Evaporasi

Pengeluaran panas akibat Evaporasi terjadi saat panas lingkungan

melebihi panas dari tubuh.Sehingga tubuh akan berkeringat sebagai

kompensasi pengeluaran panas melalui metode Evaporasi

(Penguapan).(Sheerwood 2007)

Pengeluaran panas dari dalam tubuh dipengaruhi oleh penggunaan baju yang

menutupi permukaan tubuh.

Efek Penggunaan baju pada pengeluaran panas melalui metode konduktif Penggunaan baju menyebabkan udara panas tertahan pada serat baju,

sehingga akan meningkatkan ketebalan “private zone” pada udara panas yang

berdekatan dengan kulit dan juga menurunkan aliran udara untuk menggantikan

(48)

konduksi dan konveksi menurun.Panas yang keluar akan disebarkan pada serat

pakaian daripada di konduksikan ke lingkungan. Dengan demikian ketika

seseorang menggunakan lapisan pakaian lebih dari satu, lebih banyak udara

yang akan disimpan di dalam serat pakaian sehingga pengeluaran panas lebih

sedikit terjadi.

Ketika baju dalam keadaan lembab, pertahanan akan panas tubuh dari

dalam tubuh melalui pakaian akan berkurang tetapi panas dari lingkungan yang

masuk ke dalam tubuh akan meningkat (Vashti, 2014). Karena air memiliki

konduktivitas tinggi, sehingga ketika keadaan lingkungan panas, panas lebih

mudah di transfer ke seluruh tubuh (Zhu, 2012).

Efek warna dalam mengabsorbsi panas

Penggunaan jilbab berwarna gelap berhubungan dengan hubungan warna

dalam mengabsorbsi panas. Warna gelap akan mengabsorbsi panas lebih besar dibandingkan dengan warna terang yang akan mengabsorbsi dan merefleksikan

energi panas yang di dapat.Warna hitam adalah warna yang mengabsorbsi panas

paling besar karena warna hitam tidak merefleksikan cahaya sama sekali dari

energi panas.

Ketika terdapat sebuah benda berwarna dan ada cahaya yang menyinari

benda tersebut benda tersebut akan menampilkan warna sesuai warna benda tersebut.Warna hitam yang terlihat adalah bukti bahwa semua energi cahaya

diabsorbsi seluruhnya oleh benda tersebut sehingga menimbulkan kesan warna

hitam (Vashti,2014)

Efek penggunaan dalaman jilbab

Dalaman jilbab dapat dianalogikan sebagai pakaian ketat yang

digunakan.Ketika kita memakai bahan ketat pada tubuh dapat menyebabkan

akumulasi dari keringat dengan sangat cepat. Sehingga keringat menjadi lebih

(49)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pitiriasis Kapitis atau dandruff atau ketombe merupakan suatu kelainan

pada kulit kepala yang ditandai oleh skuama yang berlebihan pada kulit kepala

(scalp) berwarna putih atau abu-abu yang tersebar pada rambut, terkadang dapat

disertai rasa gatal, tanpa atau sedikit tanda-tanda inflamasi ringan serta

menimbulkan gangguan estetika. Tanda-tanda tersebut terjadi akibat adanya

perubahan pada stratum korneum yang menunjukkan terganggunya kohesi

corneocyte dan adanya hiperproliferasi sel (Clavaud, et al.,2013;

Schwartz,2013).

Ketombe didapati pada 50% populasi global pasca-pubertas dan remaja, ketombe juga dapat mengenai semua etnis dan jenis kelamin,namun jarang

ditemukan pada anak-anak, jikapun ada biasanya dalam bentuk yang ringan

.Tingkat keparahan ketombe dipengaruhi oleh usia terutama masa pubertas dan

usia menengah (mencapai pada usia 20 tahun) dan jarang terjadi pada usia 50

tahun. (Haustein and Nenoff 2013)

Ketombe umumnya terjadi pada lingkungan yang memiliki kelembaban yang tinggi dan panas (Gaitani, 2012). Banyak dari penduduk Indonesia pernah

mengalami ketombe, hal ini dikarenakan Indonesia beriklim tropis, bersuhu

tinggi, dan memiliki kelembaban udara yang tinggi. Prevalensi populasi

masyarakat Indonesia yang menderita ketombe menurut International Data

Base, US sensus Bureau 2004 adalah 43.833.262 dari 238.452.952 jiwa dan

menempati urutan keempat setelah Cina,India, dan US (Prawito 2001 dalam

Sinaga 2012).

Pertumbuhan ketombe sendiri didasari oleh tiga faktor, yaitu kolonisasi

Malassezia.sp, peningkatan produksi sebum dan faktor predisposisi pada

individu. Waktu dan pola pertumbuhan ketombe bergantung pada ketiga faktor

(50)

komensal (flora normal) yang didapati pada kulit kepala yang sehat maupun

pada scalp yang ditemui pada penderita ketombe. Pada pria dan wanita pada

masa pubertas kelenjar sebum yang telah mature menghasilkan sebum dengan

jumlah yang lebih banyak. Malassezia sp. menggunakan lipid pada sebum

tersebut sebagai sumber nutrisi, sehingga produksi tersebut menjadi hipotesis

yang mendukung atas pertumbuhan Malassezia sp. Namun sifat komensal

Malassezia tersebut menyiratkan bahwa ada faktor predisposisi lain yang

menyebabkan individu-individu tertentu lebih rentan mengalami ketombe,

karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan kulit kepala,

diantaranya adalah stres lingkungan,misalnya iklim,musim,kolonisasi mikroba

dan perubahan hormonal (Turner, 2012).

Banyak kepustakaan yang menyebutkan bahwa faktor genetik juga

memegang peranan penting dalam patogeneisis ketombe (Sutipinitharm, 1999

dalam Tania, 2012).

Penggunaan jilbab memiliki kaitan erat dengan dengan kelembaban dan

panas, hal ini diakibatkan kebiasaan penggunaan jilbab yang kurang tepat dan

perawatan rambut yang salah (Elmir, 2008 dalam Vashti, 2014), dari salah satu

penelitian mengenai hubungan pemakaian jilbab dengan kejadian ketombe

didapati peningkatan risiko kejadian ketombe sebesar 7,57 kali pada mahasiswi

yang menggunakan jilbab dan yang tidak menggunakan jilbab (Zahra, 2011). Pada penelitian lain juga didapati adanya hubungan faktor risiko

penggunaan jilbab terhadap kejadian ketombe yang diantaranya adalah,jumlah

lapisan jilbab yang dikenakan, dimana didapati risiko kejadian kejadian ketombe

sebesar 3,011 kali pada mahasiswi yang menggunakan lapisan jilbab >1 lapis

dibandingkan mahasiswi yang menggunakan jilbab 1 lapis (Vashti, 2014).

Pemakain jilbab sendiri merupakan merupakan kewajiban bagi wanita

muslimah, dan Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya

adalah pemeluk agama Islam , yaitu mencapai 87,18% (BPS, 2010), dan

pemakaian jilbab sendiri telah diperbolehkan sejak tahun 1990, setelah

sebelumnya pemakaian jilbab sempat dilarang bagi siswi sekolah pada tahun

(51)

Peraturan pada Fakultas Kedokteran Sumatera Utara juga mewajibkan

mahasiswa berpakaian “sopan dan rapi” serta tidak ada pelarangan dalam

menggunakan jilbab. Pada Fakultas kedokteran Sumatera Utara sendiri didapati

mayoritas mahasiswi muslim telah menggunakan jilbab.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk

meneliti hubungan kebiasaan pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe pada

mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, yang menjadi rumusan masalah yaitu : Apakah

terdapat hubungan kebiasaan pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe pada

mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui apakah terdapat hubungan kebiasaan pemakaian jilbab

terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera tahun 2015 .

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui angka kejadian ketombe pada mahasiswi berjilbab pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Mengetahui kebiasaan tertentu dalam pemakaian jilbab yang

berhubungan dengan kejadian ketombe.

3. Mengetahui hubungan lama pemakaian jilbab perhari terhadap kejadian

ketombe

4. Mengetahui hubungan warna jilbab yang dikenakan terhadap kejadian

ketombe

5. Mengetahui hubungan jumlah lapisan yang dikenakan terhadap kejadian

ketombe

6. Mengetahui hubungan pemakaian dalaman jilbab terhadap kejadian

(52)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan serta kemampuan menggali

informasi mengenai ketombe (Pitiriasis kapitis) dan sebagai sarana

pembelajaran bagi peneliti dalam bidang riset

2. Bagi Institusi hasil penelitian dapat menjadi bahan rujukan untuk

penelitian berikutnya terkait kejadian ketombe dalam hubungannya

dengan pemakaian jilbab

3. Bagi masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan mengenai ketombe

4. Menambah pengetahuan masyarakat tentang hubungan kebiasaan

tertentu dalam pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe .

(53)

ABSTRAK

Angka kejadian ketombe didunia cukup tinggi, khususnya pada negara tropis, dikarenakan kelembaban udara yang tinggi yang merupakan salah satu penyebab ketombe yang ditandai dengan gejala adanya sisik tipis pada kulit

kepala.Pemakaian jilbab sendiri memiliki kaitan dengan kelembaban pada kulit kepala.Kejadian ketombe cukup tinggi pada usia dewasa muda dan jarang

dijumpai pada usia lanjut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kebiasaan pemakaian jilbab dengan kejadian ketombe pada Mahasiswi Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional dan menggunakan sampel sebesar 93 orang yang diambil secara purposive sampling selama bulan September dan Oktober 2015 di Fakultas kedokteran Universitas

Sumatera Utara.Analisis menggunakan SPSS dengan uji hipotesis chi square. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan

penggunaan jilbab terhadap kejadian ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (p>0,05).Terdapat 50 orang responden ketombe (53%) dengan rata-rata usia responden 20 tahun.

Kara kunci : Ketombe, Kebiasaan, Pemakaian Jilbab

(54)

ABSTRACT

The incidence of dandruff in the world is quite high, especially in tropical countries, due to the high humidity which is one cause of dandruff which characterized by symptoms of scales on the scalp.Using of hijab itself has connection with moisture on the scalp.Incidence of dandruff quite high in young adults and is rarely found in the elderly. This study aims to determine whether there is a relationship between the habit of wearing the hijab with the incidence of dandruff on the Medical Faculty’s

student in the University of North Sumatra

This research is an analytic research with cross sectional design and the amount of the sample is 93 people which taken by purposive sampling during September and October 2015 at the Medical Faculty of the University of Sumatera

Utara.data Analyze using SPSS with chi square hypothesis test. The results showed there was no correlation between habitual use of the Hijab towards the incidence of dandruff in the Student Faculty of Medicine,

University of North Sumatra (p> 0.05) .There are 50 respondents (53%) with dandruff with average age of respondents 20 years.

(55)

Hubungan Kebiasaan Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian

Ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara Tahun 2015

Oleh :

DIKA ASRIKA ASRUL

120100257

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(56)

Hubungan Kebiasaan Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian

Ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara Tahun 2015

Oleh :

DIKA ASRIKA ASRUL

120100257

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(57)
(58)

ABSTRAK

Angka kejadian ketombe didunia cukup tinggi, khususnya pada negara tropis, dikarenakan kelembaban udara yang tinggi yang merupakan salah satu penyebab ketombe yang ditandai dengan gejala adanya sisik tipis pada kulit

kepala.Pemakaian jilbab sendiri memiliki kaitan dengan kelembaban pada kulit kepala.Kejadian ketombe cukup tinggi pada usia dewasa muda dan jarang

dijumpai pada usia lanjut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kebiasaan pemakaian jilbab dengan kejadian ketombe pada Mahasiswi Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional dan menggunakan sampel sebesar 93 orang yang diambil secara purposive sampling selama bulan September dan Oktober 2015 di Fakultas kedokteran Universitas

Sumatera Utara.Analisis menggunakan SPSS dengan uji hipotesis chi square. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan

penggunaan jilbab terhadap kejadian ketombe pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (p>0,05).Terdapat 50 orang responden ketombe (53%) dengan rata-rata usia responden 20 tahun.

Kara kunci : Ketombe, Kebiasaan, Pemakaian Jilbab

(59)

ABSTRACT

The incidence of dandruff in the world is quite high, especially in tropical countries, due to the high humidity which is one cause of dandruff which characterized by symptoms of scales on the scalp.Using of hijab itself has connection with moisture on the scalp.Incidence of dandruff quite high in young adults and is rarely found in the elderly. This study aims to determine whether there is a relationship between the habit of wearing the hijab with the incidence of dandruff on the Medical Faculty’s

student in the University of North Sumatra

This research is an analytic research with cross sectional design and the amount of the sample is 93 people which taken by purposive sampling during September and October 2015 at the Medical Faculty of the University of Sumatera

Utara.data Analyze using SPSS with chi square hypothesis test. The results showed there was no correlation between habitual use of the Hijab towards the incidence of dandruff in the Student Faculty of Medicine,

University of North Sumatra (p> 0.05) .There are 50 respondents (53%) with dandruff with average age of respondents 20 years.

(60)

Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat, dan

hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah

satu syarat untuk persetujuan pelaksanaan penelitian demi menyelesaikan

program S-1 Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk melihat

hubungan menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan berdasarkan landasan

pemikiran yang logis. Karya Tulis Ilmiah ini berjudul “Hubungan Kebiasaan

Pemakaian Jilbab terhadap Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2015”.

Dalam Penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis menerima bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan

ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. dr.Flora Marlita Lubis, Sp.KK, selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberi banyak arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga

proposal karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Ayah dan Ibunda tercinta serta keluarga besar yang telah memberikan

dukungan, nasehat, dan doa restu selama menuntut ilmu dan

menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini

4. Dosen penguji, dr. Khairina, SpKK dan Prof. dr. Abdul

Majid,Sp.PD-KKV yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan dalam

(61)

6. Pihak-pihak lain yang ikut mendukung proses pembuatan karya tulis

ilmiah ini.

Seperti peribahasa tak ada gading yang tak retak, karya tulis ilmiah ini

ini juga tak luput dari kesalahan ataupun kekurangan disebabkan oleh

keterbatasan pengalaman, pengetahuan dan kepustakaan penulis. Oleh sebab

itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun.Akhir

kata, semoga proposal karya tulis ilmah ini dapat memberikan manfaat dan

bahan pembelajaran bagi kita semua.

Medan, 7 november 2015

(62)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan... i

Abstrak...ii

Abstract ...iii

Kata pengantar...iv

Daftar Tabel...viii

Daftar gambar...ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah...3

1.3 Tujuan Penelitian ...3

1.4 Manfaat Penelitian ...4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... ..5

2.1 Ketombe...5

2.1.1 Definsi Ketombe...5

2.1.2 Etiologi Ketombe... 5

2.1.3 Patofisiologi Ketombe... 7

2.1.4 Gambaran Klinis Ketombe ...11

2.1.5 Diagnosis Diferensial Ketombe ...12

2.2 Jilbab ...14

2.2.1 Definisi Jilbab ...14

2.2.2 Jilbab di Indonesia... 14

2.3 Pemakaian jilbab dan Ketombe... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...17

3.1 Kerangka Konsep ...17

3.2 Definisi Operasional ...17

3.3 Hipotesis...19

BAB 4 METODE PENELITIAN...20

(63)

4.2 Lokasi dab Waktu Penelitian...20

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...20

4.4 Metode Peengumpulan Data ...22

4.5 Pengolahan dan Analisis Data...22

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian... 23

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian...23

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden... 23

5.1.3 Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner... 24

5.1.3.1 Uji Validitas...24

5.1.3.2 Uji reliabilitas...25

5.1.4 Hasil Analisis Data...25

5.2 pembahasan...30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan...32

b. Saran... 32

(64)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1.Perbandingan Karakteristik Kelainan pada kulit kepala...12

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasaran Umur...23

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Stambuk...24

Tabel 5.3. Uji Reabilitas Kuesioner ...25

Tabel 5.4. Angka kejadian ketombe pada mahasiswi berjilbab pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ...25

Tabel 5.5. Hubungan Lama Pemakaian Jilbab dalam saru hari terhadapn Kejadian Ketombe ...25

Tabel 5.6. Hubungan Warna Dominan Jilbab yang digunakan terhadap kejadian Ketombe ...26

Tabel. 5.7. Hubungan Antara Jumlah Lapisan Jilbab yang digunakan dengan Kejadian Ketombe...27

Tabel 5.8 Hubungan Penggunaan Dalaman Jilbab dengan Kejadian Ketombe ...28

(65)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1.Patofisiologi ketombe... 8

Gambar 2.2.Peran Malassezia dalam terjadinya dandruff ...9

Gambar.2.3.Grafik Temuan pada kulit kepala ketombe,dermatitis

seboroik,dan normal...10

Gambar 2.4.Tingkatan derajat skuamasi...11

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasaran Umur
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Stambuk
Tabel 5.3. Uji Reabilitas Kuesioner
Tabel 5.6. Hubungan Warna Dominan Jilbab yang digunakan terhadap kejadian Ketombe
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Dismenore dengan Kualitas Hidup Mahasiswi Stambuk 2008 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dismenore merupakan suatu simptom yang digambarkan

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Saya Vriancha Admira Putri, mahasiswi dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan Pemakaian Alat Pelurus Rambut

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Hubungan Durasi Perdarahan Haid dan Kadar Hemoglobin pada Mahasiswi Stambuk 2014 Fakultas Kedokteran Universitass Sumatera

hubungan lamanya menstruasi dengan tingkat keparahan dismenore primer pada. mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Saya telah diminta untuk berpartisipasi dalam studi tentang Hubungan Lama Menstruasi dengan Tingkat Keparahan Dismenore Primer Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Untuk mengetahui gejala penyerta saat dismenore dam tatalaksana apa saja yang digunakan dalam mengatasi dismenore pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas