ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA
REI KIMURA NO SAKUHIN NO “CATATAN ICHIYO” TO IU SHOUSETSU NI TAISHITE NO PURAGUMATIKU NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana
dalam bidang ilmu Sastra Jepang
Disusun oleh :
SARI RAMADHANI
NIM : 090708019
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji dan syukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat
teriring salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi yang menjadi teladan
terbaik bagi umat manusia.
Skripsi ini berjudul ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu
Budaya Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara Medan.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dalam berbagai hal, baik penulisan maupun analisisnya, meskipun
demikian penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembacanya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada beberapa pihak sebagai berikut:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku ketua Jurusan Departemen
3. Bapak Drs. Amin Sihombing, selaku Dosen Pembimbing I yang dalam
kesibukannya sebagai pengajar telah menyediakan waktu, pikiran dan
tenaga dalam membimbing, mengarahkan, dan memeriksa skripsi ini.
4. Bapak Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II
yang telah banyak membimbing dan membantu penulis dalam perbaikan
penulisan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan arahan yang
diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.
5. Dosen Penguji Skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan
menguji skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua dosen
dan staf Fakultas Ilmu Budaya, khususnya dosen-dosen Departeman Sastra
Jepang yang telah membimbing dan memberikan ilmu yang sangat
bermanfaat.
6. Yang paling utama terima kasih yang sangat besar kepada orang tersayang,
yaitu kedua orangtua penulis, Bapak Burhan dan Ibu Sumarni, orangtua
terbaik yang telah memberikan segalanya untuk penulis dan selalu
memberikan perhatian, doa dan nasihat terbaik kepada penulis agar menjadi
manusia yang lebih baik. I’ll make you happy soon Mom and Dad.
7. Kepada abang penulis, Budiman Wibowo, terimakasih karena telah
memberikan penulis kebebasan dalam memilih jalan untuk kuliah hingga
seperti sekarang ini dan terimakasih untuk segala fasilitas dan perhatian
yang diberikan. Thanks for everything my dearest brother!
8. Doremifasolasi, Lijakk, Mita, Uci, Nisha, Yulia dan Mery yang telah
bersama-sama dengan penulis hingga saat ini dan selalu bersedia diajak
9. For my cute mociil-idul. Love u boys! Thanks for always being my mood
booster. For my laptop and Gigi , thanks anyway dear
10.Nugraha Alimurty, thanks for being my best , together we’ll be facing up the hardest part of life.
11.For my crazy friends Muhammad Rizki Muda, Rauf Mazari dan Aryo
Prayogi, keep doing the best crazy-things in your life brother! Dan thanks
untuk Freico Riangga dan Muhammad Rizky yang sering menghibur dan
membantu penulis dalam banyak hal.
12. My business partner “March19” Cici Fatria thanks for our 19 dan teman-teman seperjuangan Aotake ’09, terima kasih atas informasi-informasi yang diberikan selama di kampus. Kepada senior 08, kak Rini Pratiwi terima
kasih karena telah memberi masukan kepada penulis mengenai pragmatik
sastra.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna. Skripsi ini juga jauh
dari sempurna. Namun penulis tetap mencari kesempurnaan tersebut dengan
berusaha merampungkan skripsi ini secara maksimal. Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah... 5
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan... 6
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori... 6
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 10
1.6 Metode Penelitian... 11
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA DAN STUDI PRAGMATIK SASTRA... 13
2.1 Definisi Novel... 13
2.2 Resensi Novel “Catatan Ichiyo”... 16
2.2.1 Tema... 16
2.2.2 Alur (Plot)... 18
2.2.3 Penokohan (Perwatakan)... 23
2.2.4 Latar (Setting)... 26
2.3 Biografi Pengarang... 30
2.4 Studi Pragmatik Sastra dan Semiotik... 31
2.5 Kehidupan Sosial Masyarakat Jepang Pada Zaman Meiji... 34
BAB III ANALISIS CERITA NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA BERDASARKAN PENDEKATAN PRAGMATIK SASTRA... 36
3.1 Sinopsis Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura... 36
3.2 Analisis Nilai-Nilai Pragmatik Cuplikan Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura... 41
3.2.1 Percaya Diri... 42
3.2.2 Gigih... 51
3.2.3 Rendah Hati... 65
3.2.4 Tegas... 71
3.2.5 Penyayang... 74
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 79
4.1 Kesimpulan... 79
4.2 Saran... 82
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta
yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan –tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan memiliki arti mengarahkan, mengajar, memberikan suatu
petunjuk ataupun induksi. Akhiran –tra menunjukkan suatu sarana atau alat. Sastra secara harfiah berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku
instruksi ataupun pengajaran. Sastra juga sering digunakan dengan
bentuk-bentuk fisik seperti buku atau kitab yang berisi tulisan yang indah, mendidik
ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).
Sastra (karya sastra) merupakan karya seni yang dikarang menurut
standar bahasa kesusasteraan. Standar bahasa kesusasteraan yang
dimaksudkan adalah penggunaan kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta
gaya cerita yang menarik, sedangkan kesusastraan adalah karya seni yang
pengungkapannya diwujudkan dengan bahasa yang indah (Zainuddin, 1992 :
12). Menurut Semi (1988 : 8) sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan
seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan
menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Tidak jauh berbeda seperti yang
dikemukakan oleh Janet Wolff dalam Susanto (2012 : 34) sastra (arts)
pendukungnya. Jadi sebuah karya sastra biasanya dihasilkan dari imajinasi
manusia karena ada hubungan yang erat antara manusia pencipta karya sastra
itu sendiri dan terinspirasi oleh kehidupan realitas lingkungan sekitarnya.
Berbeda lagi dengan yang diungkapkan Swingewood dalam Faruk
(http://lisadysastra.blogspot.com/2007/06/pengkajian-sastra.html?m=1) sastra atau kesusastraan merupakan rekonstruksi dunia dilihat dari sudut
pandang tertentu yang dimunculkan dalam produksi fiksional hasil ungkapan
ekspresi pengarang yang bersifat estetis, imajinatif dan integratif dengan
menggunakan medium bahasa untuk menyampaikan pesan tertentu.
Karya sastra terbagi dua, yaitu karya sastra imajinatif dan
non-imajinatif. Puisi dan prosa termasuk ke dalam karya sastra non-imajinatif. Yang
menjadi bahasan penulis disini adalah novel. Novel merupakan karya sastra
imajinatif yang merupakan hasil ungkapan ekspresi pengarang berdasarkan
hasil imajinasi, rekaan, angan-angan dan harapan pengarang
(
http://padangsastra.blogspot.com/2010/07/pembagian-jenis-jenis-sastra.html?m=1). Menurut Paulus Tukam novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intirinsik (unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri), yaitu tema, alur (plot), latar (setting) dan
penokohan (perwatakan), hal ini disebutkan dalam
(
http://www.lokerseni.web.id/2011/09/pengertian-novel-menurut-parapakar.html?m=1).
sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca,
seperti tujuan pendidikan, moral, agama atau tujuan pendidikan lainnya.
Menurut Abrams dalam Jabrohim (2012 : 67) pendekatan pragmatik sastra
adalah pendekatan yang menitikberatkan sorotannya terhadap peranan
pembaca dan penghayat sastra. Pendekatan ini lebih mengkaji kepada respon
pembaca dalam melihat nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah karya sastra.
Sebuah karya sastra dapat dikatakan bagus jika memiliki kandungan nilai dan
seni di dalamnya. Menurut Effendi dalam Semi (1988 : 9) sastra adalah
ciptaan manusia dalam bentuk bahasa lisan maupun tulisan yang dapat
menimbulkan rasa bagus. Dari aspek pragmatik sastra, teks sastra dapat
dikatakan berkualitas apabila memenuhi keinginan pembaca. Jika sebuah
karya sastra tidak dapat dipahami oleh pembaca boleh dikatakan teks tersebut
gagal, karena teks sastra tersebut hanya dipahami oleh pengarangnya. Hal ini
jauh dari fungsi sastra yang bersifat komunikatif, yaitu dapat menyampaikan
pesan yang dituliskan pengarang agar dapat dipahami oleh pembacanya.
Dalam menganalisis novel ini berdasarkan pendekatan pragmatik
sastra, setiap pembaca memiliki respon yang berbeda karena melihat dari
sudut pandang yang berbeda pula. Tetapi pada penelitian ini, penulis hanya
memfokuskan untuk meneliti nilai-nilai yang diangkat dalam novel dari segi
pragmatik sastra yang terdapat pada tokoh utamanya saja, yaitu Ichiyo
Higuchi. Penulis akan mengambil cuplikan teks percakapan Ichiyo dengan
tokoh-tokoh lain di dalam novel yang mengandung nilai-nilai pragmatik
sastra yang disampaikan oleh pengarang kemudian penulis mengungkapkan
Novel ini diangkat dari kisah nyata yang bercerita tentang Ichiyo
Higuchi, seorang gadis Jepang yang berasal dari keluarga biasa tetapi
memiliki bakat sastra yang luar biasa. Ichiyo Higuchi terlahir dengan nama
Natsuko Higuchi, ia mengganti namanya karena sehelai daun (Ichiyo) musim gugur jatuh sebagai tanda perpisahannya dengan teman lelakinya, Masao
Kobayashi dan nantinya sosok lelaki ini dijadikan tokoh utama dalam salah
satu novelnya. Ichiyo terserang penyakit TBC di usia muda, walaupun
demikian semangat menulis Ichiyo tidak pernah pudar meskipun ia selalu
tersandung masalah gender karena ia bukanlah golongan bangsawan, ia terus
menulis karya-karya hebat yang mengguncang dunia sastra pada zaman itu.
Karya-karyanya tersebut adalah Bunga di Kala Senja (novel) tahun 1892,
Umoregi (Dalam Keremangan), kemudian lima novel lagi yang dihasilkan Ichiyo antara 1895-1896, yaitu On The Last Day Of The Year (Hari Terakhir di Tahun Ini), Troubled Waters (Air Yang Keruh), The 13th Night (Malam Ketiga Belas), Child’s Play (Mainan Anak) dan Separate Ways (Jalan Lain)
yang merupakan karya terakhir yang dibuat Ichiyo sebelum ia meninggal di
usia 24 tahun karena penyakit TBC yang dideritanya sejak lama. Pada tahun
2004 karya-karya Ichiyo Higuchi mendapat apresiasi yang sangat besar dari
pemerintah Jepang sehingga sosok Ichiyo diabadikan dalam uang 5000 Yen
Jepang.
Berdasarkan gambaran singkat cerita novel yang telah dipaparkan di
atas, maka penulis tertarik untuk memaparkan nilai-nilai pragmatik cerita
novel tersebut dan menjelaskan nilai-nilai pragmatik yang disampaikan
Berdasarkan penjelasan di atas, mendorong penulis untuk meneliti
dan menganalisis cerita novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ini dengan judul penelitian “ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL
“CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA.”
1.2 Rumusan Masalah
Novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura bercerita tentang Ichiyo
Higuchi, seorang gadis Jepang yang terlahir dari keluarga biasa tetapi
memiliki bakat sastra yang luar biasa. Selama hidupnya, Ichiyo gigih dalam
mengapresiasikan karya sastranya meskipun banyak ditentang sastrawan
pada zaman itu dan tegas pada prinsip untuk membuat karya sastra yang
berdasarkan realitas dan tidak dibuat-buat. Ichiyo sangat meyakini bahwa
memiliki ideologi sangat penting dalam membuat suatu karya sastra yang
baik.
Berdasarkan hal-hal yang telah penulis jelaskan di atas dan dikaitkan
dengan pendekatan pragmatik dalam menganalisis novel ini, maka penulis
merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan, yaitu :
1. Nilai-nilai pragmatik apa saja yang muncul dalam cerita novel
“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ?
2. Bagaimana nilai-nilai pragmatik tersebut diungkapkan dalam cerita
novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ini ?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
berdasarkan pendekatan pragmatik sastra melalui tokoh Ichiyo Higuchi.
Dengan menggunakan pendekatan pragmatik sastra, penulis menjelaskan
nilai pragmatik yang terkandung dalam novel tersebut melalui cuplikan teks
percakapan Ichiyo Higuchi dengan tokoh-tokoh lain di dalam novel. Melalui
teks percakapan tersebut, penulis mengambil nilai-nilai pragmatik yang
disampaikan pengarang dan menemukan 22 cuplikan yang dapat dianalisis.
Selain pendekatan pragmatik, penelitian ini juga menggunakan pendekatan
semiotik untuk melihat tanda dan makna dalam teks cerita.
Dalam penelitian ini penulis menjelaskan semua hal yang berkaitan
dengan penelitian ini, seperti pengertian sastra, novel, pendekatan pragmatik
sastra, pendekatan semiotik dan biografi pengarang yaitu Rei Kimura.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka
Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa
kesusasteraan. Standar bahasa kesusasteraan yang dimaksudkan adalah
penggunaan kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang
menarik, sedangkan kesusastraan adalah karya seni yang pengungkapannya
diwujudkan dengan bahasa yang indah (Zainuddin, 1992 : 12). Bahasa dalam
karya sastra itu sendiri mempunyai kedudukan yang penting, karena
menentukan arti dari karya sastra tersebut. Menurut Soeratno dalam Yasa
(2012 : 2) sastra merupakan sebuah sistem yang terangkat dari sebuah produk
yang oleh masyarakat tertentu menamakannya sebagai sastra. Soeratno
ditentukan oleh komunitas atau kelompok tertentu, kelompok ini meliputi
kelompok pembaca, bangsa, komunitas-komunitas sastra yang ada. Definisi
ini tampak berbeda sebagaimana yang disampaikan oleh Culler dalam Yasa
(2012 : 3) yang menyampaikan bahwa sastra dilihat dari karakteristik karya
sastra itu sendiri, karakteristik disini maksudnya adalah sastra merupakan
wadah yang memiliki fungsi menyampaikan ide-ide, gagasan-gagasan
seorang penulis puisi, prosa dan drama. Upaya menuangkan ide atau gagasan
melalui karya sastra dapat dikatakan sebagai upaya kreatif seorang penulis
untuk mengajak masyarakat pembaca mendiskusikan masalah-masalah yang
terjadi dalam kehidupan.
Dalam rangka penelitian sastra, ada beberapa model pendekatan
(teori kritik tertentu) yang dapat diterapkan dan penerapan model itu sesuai
dengan konsep serta tata kerjanya masing-masing. Abrams dalam Jabrohim
(2012 : 67) telah membagi model pendekatan itu ke dalam empat kelompok
besar, dan empat kelompok itu dapat dipandang sebagai model yang telah
mencakupi keseluruhan situasi dan orientasi karya sastra.
Diuraikan oleh Abrams keempat pendekatan itu adalah :
1. Pendekatan Ekspresif adalah model pendekatan yang menonjolkan kajiannya terhadap peran pengarang sebagai pencipta karya sastra.
2. Pendekatan Pragmatik adalah model pendekatan yang menitikberatkan sorotannya terhadap peranan pembaca sebagai
penyambut dan penghayat karya sastra.
4. Pendekatan Objektif adalah pendekatan yang memperhatikan karya sastra sebagai struktur dengan koherensi intirinsik (melihat struktur
karya sastra tersebut).
1.4.2 Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan pragmatik
sastra sebagai landasan teori menganalisis cerita novel “Catatan Ichiyo” karya
Rei Kimura. Pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang
mengarah ke aspek kegunaan sastra. Penelitian ini muncul atas dasar
ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang memandang karya
sastra hanya sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianggap hanya mampu
menjelaskan makna karya sastra dari permukaannya saja. Maksudnya, kajian
struktur sering melupakan aspek pembaca sebagai penerima makna atau
pemberi makna terhadap karya sastra tersebut. Menurut Abrams dalam
Jabrohim (2012 : 67) pendekatan pragmatik sastra adalah model pendekatan
yang melihat karya sastra berdasarkan sudut pandang pembaca. Pendekatan
pragmatik sastra memandang karya sastra sebagai sarana untuk
menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan,
moral, agama, atau tujuan pendidikan lainnya. Semakin banyak nilai-nilai dan
ajaran-ajaran yang diberikan kepada pembaca, maka semakin baik karya
sastra tersebut. Beberapa nilai yang tersebut terdapat dalam cerita novel
“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura, yaitu percaya diri, gigih, rendah hati,
tegas dan penyayang. Nilai-nilai tersebut mewakili pesan atau tujuan yang
Untuk menganalisis dan mengangkat nilai-nilai yang terkandung
dalam cerita novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura, penulis mengambil
beberapa cuplikan teks yang memiliki makna (tanda) di dalam novel.
Kemudian untuk melihat tanda (makna) nilai-nilai dan manfaat novel tersebut
bagi para pembaca, maka penulis menggunakan pendekatan semiotik.
Semiotik berasal dari bahasa Yunani Semeion yang berarti tanda. Semiotik (Semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa
fenomena masyarakat sosial dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.
Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, yang memungkinkan
tanda-tanda tersebut mempunyai makna. Penelitian semiotik meliputi analisis
karya sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada
sifat-sifat yang menyebabkan bermacam-macam wacana memiliki makna,
Preminger dalam Jabrohim (2012 : 93). Fungsi pendekatan semiotik yang
digunakan penulis pada cuplikan teks dari karakter tokoh Ichiyo Higuchi
dalam cerita novel tersebut memiliki makna dan nilai-nilai yang berguna serta
dapat membawa pengaruh positif bagi para pembaca. Tanpa memperhatikan
hal-hal yang terkait dengan tanda, maka pemaknaan karya sastra tidaklah
lengkap.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian
Penelitian sastra memiliki peranan penting dalam berbagai aspek
Endraswara (2008 : 67). Lebih khusus lagi, Pradopo dalam Endraswara
(2008 : 67) mengungkapkan bahwa tujuan dan peranan penelitian sastra
adalah untuk memahami makna karya sastra sedalam-dalamnya. Berarti
penelitian sastra dapat berfungsi bagi kepentingan di luar sastra dan kemajuan
sastra itu sendiri. Lebih jauh lagi, penelitian sastra juga akan membantu
perkembangan teori sastra, penulisan sejarah sastra dan memperluas apresiasi
pembaca.
Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan penulis pada latar
belakang masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menjelaskan nilai-nilai pragmatik yang muncul dalam novel
“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura.
2. Untuk menjelaskan bagaimana nilai-nilai pragmatik tersebut
diungkapkan dalam novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian yang baik selain harus memiliki tujuan juga harus
memiliki manfaat penelitian. Penelitian ini sendiri tidak hanya bermanfaat
bagi penulis, tetapi juga pihak-pihak lain yang berkaitan dengan penelitian
karya sastra. Manfaat dari penelitian ini antara lain :
1. Untuk menambah pemahaman kita dalam menganalisis sebuah karya
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik yang dapat memberi
pengaruh positif pada pembaca melalui isi cerita novel “Catatan
Ichiyo “.
1.6 Metode Penelitian
Untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuan serta manfaat
penelitian yang telah dijelaskan, maka diperlukan metode dalam penelitian ini.
Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan
dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis
bahkan juga diperbandingkan (Ratna, 2004 : 53). Metode ini juga berfungsi
untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun,
mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data. Metode ini tidak
hanya menjelaskan, tetapi juga memberikan pemahaman yang jelas terhadap
data yang kita analisis.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah
library research atau studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,
catatan-catatan, laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang
dipecahkan (Nazir, 1988 : 111). Kemudian buku-buku tersebut dibaca dan
dicari teori yang berhubungan dengan penelitian mengenai analisis cerita
Maka berdasarkan hal yang telah penulis jelaskan di atas,
langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah :
1. Membaca novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura.
2. Mencari data yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu
mencari data tentang kajian pendekatan pragmatik sastra, semiotik
dan teori-teori lain yang diperlukan dalam penelitian ini.
3. Mengumpulkan data-data tersebut kemudian menganalisis data
berdasarkan pendekatan pragmatik sastra dan mengungkapkan
nilai-nilai yang terkandung di dalam novel “Catatan Ichiyo”.
4. Menyusun seluruh data tersebut menjadi sebuah laporan berbentuk
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA DAN STUDI PRAGMATIK SASTRA
2.1 Definisi Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang berbentuk tertulis dan
bersifat naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis.
Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “sebuah kisah,
sepotong berita”, dan juga dari bahasa Latin yakni novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru, dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi dan drama, maka
jenis novel ini baru muncul kemudian setelahnya (Tarigan, 1984 : 164).
Novel adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku
tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu
yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu
cerita (Aminuddin, 2000 : 66). Pengarang umumnya ingin menampilkan ide
serta hasil imajinasinya ke dalam novel. Menurut H.B Jassin dalam Suroto
(1989 : 19) novel ialah suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan
orang-orang (tokoh cerita), luar biasa karena dalam kejadian ini terlahir suatu
konflik atau suatu pertikaian yang mengalihkan perubahan nasib mereka.
Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu
novel. Suharianto (1982 : 67) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi,
1. Novel Berendens, yaitu sebuah novel yang menunjukkan
keganjilan-keganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh
karena itu novel ini sering disebut sebagai novel bertujuan.
2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai, jiwa
seseorang serta perjuangannya.
3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam
suatu masa sejarah. Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat
istiadat dan perkembangan masyarakat pada masa itu.
4. Novel Anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia
anak-anak yang dapat dibacakan oleh orang tua untuk pembelajaran
kepada anaknya, adapula yang biasanya hanya dibaca oleh
anak-anak saja.
5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar
otak guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan
pengarang dalam cerita.
6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan
dan peperangan yang diderita seseorang.
7. Novel Propaganda, yaitu novel yang isinya semata-semata untuk
kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.
Berdasarkan penjelasan pembagian jenis-jenis novel di atas, maka
dapat dilihat bahwa novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura termasuk dalam
jenis novel sejarah dan novel perjuangan. Hal ini karena novel ini diangkat
mengapresiasikan karyanya pada zaman Meiji. Novel ini menggambarkan
keadaan masyarakat Jepang pada masa itu, yaitu pemerintah menyatakan
adanya Shiminbyodo, yaitu persamaan empat strata sosial atau kelas sosial yang baru, yang terdiri dari dari Kouzoku (keluarga Kaisar), Kazoku
(keluarga bangsawan), Shizoku (keluarga samurai) dan Heimin (rakyat biasa). Meskipun zaman Meiji merupakan awal modernisasi Jepang, tetapi pada awal
masa Meiji wanita belum memiliki pengaruh yang kuat dalam berbagai
bidang. Tokoh utama dalam novel ini adalah salah satu sastrawan wanita
Jepang yang memperjuangkan karyanya dengan mempertahankan ideologi
hingga akhirnya berhasil mendapat tempat dalam dunia kesusastraan Jepang
masa itu.
Novel terbentuk oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi
terciptanya karya sastra tersebut yang terdiri dari tema, alur (plot), latar
(setting), penokohan (perwatakan) dan sudut pandang (pusat pengisahan).
Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur luar dari sastra yang ikut
mempengaruhi terciptanya suatu karya sastra, unsur ini meliputi
latarbelakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang dan
sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai kehidupan sosial yang menjadi
landasan pengarang untuk membuat suatu karya sastra.
2.2 Resensi Novel “Catatan Ichiyo” 2.2.1 Tema
Tema adalah sesuatu yang menjadi pokok permasalahan atau sesuatu
kepada pembacanya . Tema ini disampaikan pengarang melalui jalinan cerita
yang ia buat di dalam novel. Selain ide cerita, tema dapat berupa pandangan
hidup, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Brook dalam Tarigan (1984 :
125) bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu mengenai kehidupan atau
rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau
gagasan utama dari suatu karya sastra.
Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000 : 91) istilah tema
berasal dari bahasa latin yang berarti ‘tempat meletakkan suatu perangkat’.
Hal ini karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga
berperanan juga sebagai titik tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi
yang diciptakannya. Lebih lanjut lagi Scharbach menjelaskan bahwa tema is not synonymous with moral or message.... theme does relate to meaning and purpose, in the sense. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk
memahami tema pembaca terlebih dahulu harus memahami unsur-unsur
signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna yang
dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan
pengarangnya.
Sementara itu, menurut Fananie (2000 : 84) tema adalah ide, gagasan,
pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra.
Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang
diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema dapat berupa
persoalan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi dan tradisi yang
Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah kita
membaca cerita serta menganalisis. Hal itu dapat dilakukan dengan
mengetahui alur cerita serta penokohan dan dialog-dialognya, hal ini sangat
penting karena ketiganya memiliki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah
cerita. Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan sedangkan
tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungsi untuk mendukung alur dan
mengetahui bagaimana jalannya cerita tersebut, dari alur inilah kita dapat
menafsirkan tema cerita novel tersebut.
Contohnya pada cerita novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura,
dalam novel ini diceritakan mengenai berbagai masalah kehidupan yang
dialami Ichiyo sejak kecil, mulai dari bakat yang selalu diremehkan ibunya,
kemiskinan yang diderita keluarganya sejak ayahnya meninggal dan
diremehkan dalam dunia sastra pada masa itu, terutama oleh sastrawan pria.
Ichiyo dianggap tidak pantas bersaing dengan para pria, hal ini karena Ichiyo
membuat karya sastra berdasarkan ideologinya, berbeda dengan karya-karya
sastrawan lain yang dibuat hanya untuk memenuhi permintaan sastra yang
sedang populer pada masa itu. Ichiyo tak pernah kenal lelah memperjuangkan
karyanya, hingga akhirnya ia diakui berbakat oleh sastrawan pada masa itu
dan karyanya juga banyak mendapat banyak pujian.
Dari hal yang telah penulis jelaskan di atas tampak tema yang ingin
disampaikan oleh pengarang adalah “meskipun keadaan sosial masyarakat pada zaman Meiji tidak mendukung wanita yang bukan bangsawan untuk
berkarya dengan bebas, tetapi hal itu bukanlah hambatan untuk berhenti
2.2.2 Alur (Plot)
Alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa
yang disusun satu persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum
sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan
mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut
akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya
sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000 : 83) .
Dalam cerita fiksi ataupun cerpen, urutan plot beraneka ragam.
Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000 : 84) menjelaskan bahwa
tahapan peristiwa dalam plot suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan
sebagai berikut :
1. Perkenalan (Exposition)
Ada saat-saat tertentu ketika Furuya bahkan lupa bahwa dirinya sedang hamil dan ketika hari kelahiran tiba, Natsuko, putri kedua mereka, muncul dengan tenang serta tak menimbulkan banyak masalah serta rasa sakit bagi ibunya, seperti halnya perjuangannya yang tenang dalam menghadapi segala rintangan yang harus dihadapi di usia dewasanya. Sementara tanpa kenal lelah ia mengukir tempat bagi dirinya di dalam sejarah Jepang kelak. ... ... ...
“Oh, buah hatiku, aku bisa merasakannya, kau akan menjadi
Cuplikan di atas merupakan bagian di mana pengarang
memperkenalkan tokoh utama cerita, yaitu Ichiyo Higuchi,
menuliskan keadaan dan situasai yang melatarbelakangi cerita
tersebut.
2. Pertikaian (Inciting Force)
“Jangan berkata begitu, Sentaro,” teriak Natsuko. “Perempuan
mampu menjadi apapun yang mereka inginkan asalkan mereka memiliki otak dan sepasang tangan! Mereka sama pintarnya dengan laki-laki!” (halaman 49)
Cuplikan di atas merupakan bagian di mana pengarang mulai
menampilkan pertikaian yang dialami tokoh, pertikaian ini bisa
terjadi karena pertemuan dengan tokoh lain ataupun situasi sosial
yang lain dan konflik muncul pada bagian ini.
3. Perumitan (Rising Action)
“Aku belum pernah melihat wanita yang lebih besar keinginannya
untuk membunuh bakat anaknya daripada ibuku. Terimakasih Tuhan berkat ayah aku masih bisa membaca buku dan menulis!”
Ayah tersayang menolak untuk menyerah dalam mengembangkan bakatku meskipun ibu terus-terusan mengomel. (halaman 71)
Cuplikan di atas merupakan bagian di mana pertikaian yang
telah terjadi pada tahap sebelumnya menjadi semakin rumit,
4. Krisis (Crisis)
“Aku sungguh putus asa dan harga diriku sungguh terbanting
melihat keluargaku memohon pinjaman uang dan ibu tak henti-hentinya mengecek daftar jikalau ada teman atau sanak saudara yang belum mereka dekati, kami tidak bisa terus menerus hidup seperti ini! Itu sudah di luar batas harga diri manusia.” (halaman
132)
Cuplikan di atas merupakan bagian di mana situasi semakin
panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh
pengarangnya.
5. Puncak (Climax)
“Ya Tuhan bantulah aku secepatnya. Aku benar-benar putus asa
karena keluargaku terjatuh ke dalam jurang kehancuran finansial dan kebangkrutan dan aku harus mendapatkan uang secepatnya. Malam ini aku mengatakan pada Kuniko bahwa aku tidak lapar agar ia mengambil jatah makananku. Ia membutuhkan kekuatan untuk pekerjaan rumah tangga yang harus dilakukannya. Aku sangat lapar hingga rasanya ada lubang besar di perutku dan aku menghilangkan rasa lapar dengan memakan nasi putih setiap malam.” (halaman
133)
Cuplikan di atas merupakan bagian di mana masalah yang telah
bertumpuk di bagian ini, bisa saja mungkin tokoh mengalami hal
yang paling sulit dalam hidupnya di bagian ini dan
masalah-masalah ini harus segera diselesaikan.
6. Antiklimaks (Falling Action)
Dalam beberapa bulan dari pertengahan 1895 dan awal 1896, Ichiyo telah menghasilkan setidaknya lima novel, yang tersohor antara lain On The Last Day Of The Year (Hari Terakhir di Tahun Ini), Troubled Waters (Air Yang Keruh), The Thirteenth Night (Malam Ketiga Belas), Child’s Play (Mainan Anak) dan Separate
Ways (Jalan Lain). Kelihatannya tak ada yang dapat menghentikan dorongan adrenalin dalam diri Ichiyo pada masa ini dalam hidupnya. (halaman 226)
Cuplikan di atas merupakan bagian penyelesaian, persoalan
yang datang dari tahap-tahap sebelumnya mulai diselesaikan satu
persatu, pada bagian ini masalah dapat diselesaikan dengan
berbagai cara, bisa saja dengan mematikan tokoh cerita ataupun
membiarkan tokoh mengambang, hal ini sesuai dengan kreativitas
pengarang.
Tahapan plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa
selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, selalu
memiliki setting tertentu dan selalu menampilkan suasana tertentu pula.
Sebab itulah dengan memahami plot pembaca dapat sekaligus berusaha
Dalam tahapan alur selalu terdapat konflik. Konflik merupakan inti
dari sebuah alur. Konflik dapat diartikan sebagai sebuah pertentangan.
Menurut Kosasih (2011 : 226) bentuk-bentuk pertentangan antara lain :
1. Pertentangan manusia dengan dirinya sendiri;
2. Pertentangan manusia dengan sesamanya;
3. Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan
ekonomi, sosial, politik dan budaya;
4. Pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinannya.
Bentuk – bentuk konflik inilah yang kemudian diangkat ke dalam novel dan menggerakkan alur cerita. Berdasarkan uraian tentang konflik di
atas, maka konflik yang terdapat dalam novel “Catatan Ichiyo” karya Rei
Kimura adalah pertentangan manusia dengan lingkungan sosialnya. Ichiyo
dan karyanya tidak dihargai hanya karena ia seorang wanita, karena pada awal
zaman Meiji wanita tidak memiliki pengaruh kuat dalam berbagai bidang,
tetapi meskipun begitu Ichiyo tetap berusaha agar karyanya mendapat
apresiasi dari sastrawan Jepang lainnya pada masa itu, karena ia yakin
masalah gender bukanlah hal yang dapat menghalangi seorang wanita untuk
berkarya hingga akhirnya setelah bertahun-tahun ia berhasil mendapat tempat
dan dihargai di lingkungan sosial masyarakat Jepang pada masa itu.
Alur atau plot dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Alur maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama,
2. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa
terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian akhirnya
kembali pada peristiwa akhir tadi.
Dari penjelasan alur (plot) di atas, maka alur yang ada pada novel
“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ini adalah alur campuran. Karena dalam
cerita novel ini cerita tidaklah berurut dari awal, tetapi bolak-balik dari masa
depan kemudian kembali ke masa lalu.
2.2.3 Penokohan atau Perwatakan
Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita,
baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan
hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya dan sebagainya. Menurut
Jones dalam Nurgiyantoro (1995 : 165) penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Sedangkan menurut Kosasih (2011 : 228) penokohan adalah cara pengarang
menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita.
Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh
dalam ceritanya dan bagaimana pula perilaku tokoh-tokoh tersebut. Dalam
penokohan ada dua hal penting, yaitu pertama berhubungan dengan teknik
penyampaian dan yang kedua adalah berhubungan dengan watak atau
sangat erat karena penampilan dan penggambaran sang tokoh harus
mendukung watak tokoh tersebut (Aminuddin, 2000 : 79).
Boulton dalam Aminuddin (2000 : 79) mengungkapkan bahwa cara
pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai
macam. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang
berbeda-beda. Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 165) menjelaskan bahwa
tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif
yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Menurut Nurgiyantoro (1995 : 176) berdasarkan peranan dan tingkat
pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama
adalah tokoh yang diutamakan pengarang dalam novel yang bersangkutan
dan tokoh yang memiliki peranan penting dalam cerita tersebut, ia merupakan
tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun
yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan memiliki peranan tidak penting
karena kemunculannya hanya melengkapi, melayani dan mendukung pelaku
utama. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama,
yakni hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.
Penokohan dalam novel “Catatan Ichiyo” adalah sebagai berikut :
1. Ichiyo Higuchi adalah tokoh utama dalam novel “Catatan Ichiyo” yang merupakan gadis muda Jepang yang sangat mandiri dan gigih
dalam berkarya pada masa Meiji. Sebagai perempuan pada masa
umumnya para lelaki dan bangsawan. Ichiyo berkarya memiliki
prinsip dan berdasarkan realitas.
Cuplikannya sebagai berikut : “Mengapa seorang penulis harus
dianggap berbeda hanya karena ia wanita? Satu-satunya yang berbeda adalah kehidupan kaum wanita lebih sulit karena masyarakat berusaha merendahkan mereka sementara pria diizinkan berjalan dan tumbuh dengan tujuan hidup mereka masing-masing!” (halaman 255)
2. Noriyoshi Higuchi adalah ayah Ichiyo yang sangat berpengaruh
dalam mengembangkan bakat sastranya sejak kecil dan merupakan
orang yang paling mendukung Ichiyo untuk menjadi seorang
sastrawan.
Cuplikannya sebagai berikut : “Terimakasih Tuhan berkat ayah aku masih bisa membaca buku dan menulis!” Ayah tersayang menolak
untuk menyerah dalam mengembangkan bakatku meskipun ibu terus-terusan mengomel. (halaman 71)
3. Kuniko Higuchi adalah adik Ichiyo yang tinggal bersamanya sejak
kecil hingga akhir hayatnya dan Kuniko lah yang menjadi saksi
kesuksesan karya Ichiyo pada masa itu.
Cuplikannya sebagai berikut : “Kau sekarang adalah penulis
4. Furuya Ayame adalah ibu Ichiyo yang sangat menentang Ichiyo
berkecimpung dalam dunia sastra sejak kecil, karena menurutnya
pekerjaan seorang wanita hanyalah di dapur dan melayani suami.
Cuplikannya sebagai berikut : “Apa manfaatnya segala
pembelajaran dan pendidikan itu untuk putri kita? Tak dapatkah kau berpikir, Noriyoshi? Perannya dalam hidup ini adalah menjadi istri dan ibu yang baik, segala hal-hal intelektual yang kau tanamkan padanya akan membuat takut pria mana pun untuk menjadi suaminya dan ia akan hidup melajang selamanya.” (halaman 69)
5. Nakarai Tosui adalah seorang mentornya pada masa itu dan orang
yang paling berpengaruh dalam sebagian besar isi cerita novel yang
dibuat oleh Ichiyo.
Cuplikannya sebagai berikut : “Hasil tulisanmu bagus,”kata
Nakarai beberapa hari setelah Ichiyo membawa cerita terbaru untuk
dinilai olehnya. (halaman 118)
2.2.4 Latar (Setting)
Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu
serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar berfungsi sebagai
pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna tertentu serta mampu
menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek
kejiwaan pembacanya. Gambaran situasi yang jelas akan membantu
Sebagai salah satu bagian dari unsur pembangun karya fiksi, setting
selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur signifikan yang lain dalam
rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan (unity) dari
keseluruhan isi yang dipaparkan pengarang. Setting selalu memiliki
hubungan dengan penokohan dan alur untuk mewujudkan suatu tema cerita.
Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001 : 99) secara garis besar
latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu :
1. Latar Tempat
Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin
berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi
tertentu tanpa nama yang jelas.
Dalam novel “Catatan Ichiyo” ini, lokasi berlangsungnya peristiwa
adalah di kota Edo, Jepang. Edo disebut ibukota Shogun pada masa itu,
sebuah kota besar yang luas dan tak teratur. Namun tidak semua peristiwa
yang ada dalam novel tersebut terjadi di Edo, namun juga terdapat beberapa
tempat- tempat penting lain seperti, Haginoya yaitu tempat sekolah Ichiyo
dan Ryuusenji tempat Ichiyo menghabiskan waktunya bersama ibu dan
adiknya sejak ayahnya meninggal.
2. Latar Waktu
Latar waktu mengarah pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi
hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi
Novel ini memiliki latarbelakang cerita tentang keadaan
kesusastraan Jepang pada era Meiji yaitu sekitar abad 18. Tokoh utamanya
sendiri lahir pada tahun 1872 dan semua peristiwa dalam novel ini
berlangsung selama 24 tahun sejak tokoh utamanya lahir dan akhirnya
meninggal pada tahun 1896 karena penyakit tuberculosis yang telah diderita sejak lama.
3. Latar Sosial
Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat
berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,
cara berpikir dan bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial juga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,
menengah atau tinggi. Dalam novel ini pengarang banyak menampilkan
kehidupan sosial masyarakat Jepang pada zaman Meiji. Pada awal zaman
Meiji wanita tidak memiliki pengaruh kuat dalam berbagai bidang meskipun
sudah ada persamaan strata sosial. Contohnya pada kehidupan sastra, mereka
masih menganggap hanya laki-laki dan bangsawan yang berhak
menunjukkan kreatifitasnya dalam bidang sastra, padahal dalam
kenyataannya wanita juga memiliki kreatifitas yang sama.
2.2.5 Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita
pengamat yang berdiri di luar cerita (Aminuddin, 2000 : 90). Sedangkan
menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 248) sudut pandang adalah cara
atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan
tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam
sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Terdapat beberapa jenis point of view, yaitu :
1. Narrator omniscient, yaitu pengarang yang berfungsi sebagai pelaku
cerita, karena pengarang juga adalah pelaku cerita maka akhirnya
pengarang juga merupakan pelaku yang serba tahu tentang apa yang
ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya,
baik secara fisikal maupun psikologis. Dengan demikian apa yang
terdapat dalam batin pelaku kemungkinan nasibnya, pengarang atau
narator juga mampu memaparkannya meskipun itu hanya berupa
lamunan pelaku atau merupakan sesuatu yang belum terjadi.
2. Narrator observer, yaitu pengarang berfungsi sebagai pengamat
terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas
tertentu tentang perilaku batiniah para pelaku.
Dalam novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ini pengarang
termasuk kedalam narrator observer, yaitu pengarang yang hanya berfungsi sebagai pengamat saja, karena pengarang tidak terlibat langsung dalam cerita
novel. Pengarang mengangkat cerita sejarah Jepang ke dalam novelnya, lalu
pembaca. Tetapi inti cerita di dalam novel tetap sama dengan kisah sejarahnya
tanpa ada yang diubah sedikitpun.
2.3 Biografi Pengarang
Rei Kimura adalah seorang pengacara yang memiliki ketertarikan
dalam bidang menulis. Keunggulan karya-karyanya terletak pada
penggambaran peristiwa dan karakter tokoh yang unik. Ia menampilkan kisah
yang diangkat dari kejadian nyata di dalam beberapa bukunya. Dengan cara
ini, Kimura menyentuh beberapa sejarah tragis seperti tenggelamnya Kapal
Awa Maru, kisah pilot Kamikaze perempuan pada masa Perang Dunia II dan
kisah Ichiyo Higuchi seorang sastrawan wanita Jepang yang diabadikan
dalam uang 5000 Yen. Kimura merangkainya menjadi sebuah cerita yang
menarik.
Kimura memandang karya-karyanya sebagai pencarian atas
kebenaran, tantangan dan kepuasan. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke
berbagai bahasa di Asia dan Eropa dan telah terbit hampir di seluruh dunia.
Selain menjadi pengacara, Kimura juga seorang jurnalis freelance yang tergabung dalam Australian News Syndicate.
2.4 Studi Pragmatik Sastra dan Semiotik
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik
sastra untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel
“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura, penulis mengambil beberapa cuplikan
adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah kepada aspek kegunaan
sastra. Penelitian ini muncul atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian
struktural murni yang memandang karya sastra hanya sebagai teks itu saja.
Kajian struktural dianggap hanya mampu menjelaskan makna karya sastra
dari permukaannya saja. Maksudnya, kajian struktur sering melupakan aspek
pembaca sebagai penerima makna atau pemberi makna terhadap karya sastra.
Pragmatik sastra lebih menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca
dalam menerima, memahami dan menghayati karya sastra, karena pembaca
sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra
atau tidak dan sebagai sebuah keutuhan komunikasi sastrawan-karya sastra-
pembaca, maka pada hakikatnya karya yang tidak sampai kepada
pembacanya bukanlah karya sastra, Siswanto dan Roekhan dalam
Endraswara (2008 : 70).
Pendekatan pragmatik sastra memandang karya sastra sebagai
sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan
pendidikan, moral, agama dan tujuan pendidikan lainnya. Dengan kata lain
pragmatik sastra bertugas sebagai pengungkap tujuan yang dikemukakan para
pengarang untuk mendidik masyarakat pembacanya. Semakin banyak
nilai-nilai, ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang diberikan kepada pembaca, maka
semakin baik dan bernilai tinggi karya sastra tersebut, Abrams dalam
Jabrohim (2012 : 67) . Menurut Selden dalam Endraswara (2008 : 70) karya
sastra tidak mempunyai keberadaan sampai karya sastra itu dibaca,
Menurut Teeuw dalam Endraswara (2008 : 71) kajian pragmatik
selalu memunculkan persoalan yang berkaitan dengan masalah pembaca,
yaitu apa yang dilakukan pembaca dengan karya sastra, apa yang dilakukan
karya sastra dengan pembacanya serta apakah tugas dan batas kemungkinan
pembaca sebagai pemberi makna. Hal ini berhubungan dengan manfaat
pragmatik sastra terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat,
perkembangan dan penyebarluasannya sehingga manfaat karya sastra dapat
dirasakan melalui peranan pembaca dalam memahami karya sastra. Dengan
indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik adalah
memberikan manfaat terhadap pembaca. Dengan mempertimbangkan
indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah yang dapat dipecahkan
melalui pendekatan pragmatik diantaranya adalah berbagai tanggapan
masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra.
Selain pendekatan pragmatik, penulis juga menggunakan teori
semiotik untuk melihat tanda (makna) nilai-nilai dalam novel dan manfaat
novel tersebut bagi para pembaca. Semiotik berasal dari bahasa Yunani
Semeion yang berarti tanda. Semiotik (Semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa fenomena masyarakat sosial dan
kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Dalam pengertian yang lebih luas,
sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan
interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa manfaatnya terhadap
kehidupan manusia. Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan
perantaraan tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya.
keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun
nonverbal.
Junus dalam Jabrohim (2012 : 86) mengemukakan bahwa karya
sastra merupakan struktur sistem tanda yang bermakna, tanpa memperhatikan
sistem tanda-tanda dan maknanya, maka struktur karya sastra atau karya
sastra itu sendiri tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. Penelitian
menggunakan teori semiotik juga dapat mengarahkan hubungan teks sastra
dengan pembaca. Tanda yang terdapat pada karya sastra menghubungkan
antara penulis, karya sastra dan pembaca. Dalam hubungan ini teks sastra
adalah sarana komunikasi sastra antara pengarang dengan pembacanya. Jika
pengarang dalam merefleksikan karya menggunakan kode atau tanda tertentu
yang mudah dipahami oleh pembaca, maka karya tersebut akan mudah
dipahami, tetapi sebaliknya jika tanda yang digunakan pengarang masih asing
bagi pembaca, maka karya tersebut akan sulit dipahami. Pada saat
menggunakan kode tertentu kadang-kadang justru timbul makna baru. Tetapi
melalui semiotik arti atau makna karya sastra akan lebih mudah dipahami.
Namun arti atau makna di dalam teori semiotik sendiri adalah meaning of
meaning atau disebut juga makna (significance).
2.5 Keadaan Sosial Masyarakat Jepang Pada Zaman Meiji
Masa Meiji merupakan salah satu periode yang paling istimewa
dalam sejarah Jepang, periode ini berlangsung selama sekitar 45 tahun mulai
Edo, pada zaman Edo masyarakat dibagi kedalam beberapa golongan yaitu
kaum bangsawan, samurai, petani dan pedagang. Kehidupan masyarakat pada
masa ini sangat tergantung oleh tinggi rendahnya golongan masyarakat
tersebut, hal ini diungkapkan dalam
(http://m.kompasiana.com/post/sejarah/2012/11/03/zaman-meiji-1867-1912.html?m=1?). Sebaliknya, berbeda dengan masa Meiji, Sayidimin (1988:165) mengungkapkan pada masa ini pemerintah menyatakan adanya
Shiminbyodo, yaitu persamaan empat strata sosial atau kelas sosial yang baru, yang terdiri dari dari Kouzoku (keluarga Kaisar), Kazoku (keluarga bangsawan), Shizoku (keluarga samurai) dan Heimin (rakyat biasa). Berdasarkan hal tersebut masyarakat biasa pun berhak memiliki nama
keluarga, pekerjaan ataupun tempat tinggal dengan bebas.
Berdasarkan cerita novel “Catatan Ichiyo”, tokoh utama dalam novel
ini termasuk ke dalam golongan keluarga samurai, karena ayah Ichiyo,
Noriyoshi Higuchi, mendapat status samurainya pada tahun 1867, setelah
bertahun-tahun ia menjadi pelayan utama kaum Shogun (jikisan). Keluarga mereka menjadi cukup dipandang oleh masyarakat di Jepang pada masa itu.
Meskipun Ichiyo termasuk ke dalam golongan masyarakat samurai, ia tidak
selalu mudah untuk menjalani hidup dan berkarya. Pada kenyataannya sekitar
kurang lebih 7 tahun Ichiyo harus bekerja keras agar karyanya dapat
diterbitkan dan dibaca oleh semua orang, disaat yang sama banyak sastrawan
yang berasal dari kaum bangsawan meremehkan Ichiyo hanya karena ia
seorang perempuan dan dianggap tidak mampu menghasilkan karya hebat
terus berkarya sesuai prinsipnya. Ichiyo mengalami banyak masalah selama
ia berusaha menerbitkan karyanya, beberapa kali tidak ada majalah yang mau
menerbitkan karyanya. Namun setelah ia menemukan majalah yang bersedia
menerbitkan karyanya pada tahun 1892, ia mendapat banyak pujian dan tak
lama kemudian selama empat tahun dari tahun 1892 sampai tahun 1896
banyak sastrawan terkenal pada masa Meiji yang ingin bekerjasama
dengannya seperti Tsubouchi Shoyo, Mori Ogai dan beberapa sastrawan
terkenal lainnya. Sejak saat itu Ichiyo menjadi terkenal di Jepang seiring
penerbitan karya-karya hebat lainnya hingga akhir hidupnya pada tahun 1896.
Namun pemerintah Jepang mulai memberikan apresiasi terhadap karyanya
pada tahun 2004 yaitu wajah Ichiyo diabadikan pada mata uang kertas 5000
yen Jepang, sekitar 100 tahun lebih sejak ia berkarya dalam dunia
BAB III
ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA
3.1 Sinopsis Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura Novel karya Rei Kimura yang berjudul “Catatan Ichiyo” ini bercerita
tentang Ichiyo Higuchi, seorang gadis Jepang yang memiliki nama kecil
Natsuko Higuchi yang berasal dari keluarga biasa tetapi memiliki bakat sastra
yang luar biasa. Ia terlahir dari seorang ayah yang bernama Noriyoshi Higuchi
dan ibunya bernama Furuya Ayame. Kedua orangtuanya merupakan
pasangan yang tak direstui pada masa itu, karena Noriyoshi bukan keluarga
terpandang di desanya, sedangkan Furuya adalah anak dari pemilik kebun
bambu dan pertanian yang luas di desanya. Meskipun tak direstui, Noriyoshi
dan Furuya tetap saling bertemu hingga seiring berjalannya waktu mereka
melakukan hubungan badan di luar nikah. Furuya terkejut pada
keberaniannya untuk melanggar semua aturan masyarakat masa Edo dan juga
aturan keluarganya sendiri, ketika ia membiarkan Noriyoshi bercinta
dengannya.
Karena tidak ingin mempermalukan keluarganya dan lebih tidak
mungkin lagi jika Noriyoshi menikahinya, maka Furuya dan Noriyoshi
kedua orangtuanya. Di Edo Noriyoshi memiliki kenalan yang bernama
Mashimo Senosuke, dia adalah orang yang sebelumnya telah menginspirasi
Noriyoshi untuk pindah ke Edo dan berniat membantu kehidupannya disana.
Tak berapa lama kemudian anak pertama mereka lahir bernama Fuji
Higuchi. Fuji merupakan putri pertama mereka. Kemudian anak kedua
mereka lahir pada April 1864, bernama Sentaro Higuchi. Lalu pada tahun
1866 anak ketiga mereka Toranosuke lahir. Selama hidup di Edo Noriyoshi
berjuang keras untuk memperoleh status sosial yang tinggi di lingkungan
masyarakat hingga akhirnya pada tahun 1867 Noriyoshi mendapat status
samurai dan keluarga mereka menjadi cukup dipandang masyarakat Jepang
pada zaman itu. Pada tahun 1873 anak keempat mereka lahir bernama
Natsuko Higuchi, dan terakhir pada tahun 1875 anak mereka yang kelima
lahir bernama Kuniko Higuchi. Dari hasil pernikahan Noriyoshi dan Furuya
mereka dianugerahi lima orang anak.
Ichiyo Higuchi terlahir dengan nama Natsuko Higuchi, ia
memutuskan untuk mengganti namanya karena ketika perpisahannya dengan
teman kecil lelakinya yang juga memiliki bakat sastra yang sama dengannya,
Masao Kobayashi, sehelai daun (Ichiyo) musim gugur jatuh sebagai tanda perpisahan mereka dan nantinya sosok lelaki ini dijadikan tokoh utama dalam
salah satu novelnya. Ichiyo tidak langsung mendapat persetujuan dari kedua
orangtuanya ketika memutuskan untuk mengganti nama, karena menurut
mereka mengubah nama lahir dan nama pemberian begitu saja adalah sebuah
kesalahan. Tetapi karena Ichiyo memutuskan bahwa nama Natsuko terlalu
penyair masa depan, maka Ichiyo bersikeras bahwa nama Ichiyo lebih indah
layaknya sehelai daun dan dengan terpaksa orangtuanya pun menyetujuinya,
lalu lama-kelamaan saudara-saudara nya pun terbiasa memanggilnya Ichiyo.
Ichiyo kecil sudah terbiasa dengan dunia sastra, karena ayahnya
selalu membuat jamuan sastra untuknya dengan dihadiri tamu-tamu ayahnya
dari dunia sastra elite seperti penyair, sekumpulan penulis dan beberapa aktor
dari drama musikal Kabuki yang terkenal, saat itu usianya baru enam tahun.
Meskipun masih kecil Ichiyo sangat percaya diri dalam melakukan semua itu
dan ia ingin membuat ayahnya bangga. Ayah Ichiyo sangat berpengaruh
terhadap bakat menulis Ichiyo, karena ayahnya selalu mendukung,
memberikan kepercayaan, memberikan buku-buku bacaan terbaik serta
membimbing Ichiyo untuk menjadi penulis dan penyair yang handal. Tetapi
bertentangan dengan ibunya yang selalu melarang Ichiyo untuk menulis dan
membaca buku, bahkan Ichiyo sering dimarahi oleh ibunya karena
menghabiskan waktunya dirumah hanya dengan membaca, karena menurut
ibunya tugas wanita hanyalah sebagai ibu rumah tangga. Wanita yang
kemungkinan besar dapat memiliki peranan hanyalah wanita bangsawan yang
dapat memberi pengaruh dalam berbagai bidang kapanpun mereka mau.
Hingga pada akhirnya Ichiyo berhenti sekolah pada usia 13 tahun. Kemudian
ibunya memasukkan Ichiyo ke kelas menjahit, memasak dan merangkai
bunga. Semua itu dijalani Ichiyo kurang lebih dua tahun dengan serius, bukan
karena ia menyukainya, tetapi karena ia adalah seorang perfeksionis dan
pernah berhenti membaca karya-karya sastra ataupun sekedar mengalirkan
bakat menulisnya ke dalam buku hariannya.
Pada tanggal 20 Agustus 1886 sebelum usianya genap 16 tahun,
ayahnya memasukkan Ichiyo ke sekolah bergengsi untuk para penyair di
Koishikawa, Haginoya yang didirikan dan dikelola oleh penyair wanita pada
zaman itu, Nakajima Utako. Di sini Ichiyo belajar karya sastra klasik dan hasil
karya-karyanya dipuji oleh Nakajima Utako.
Meskipun bakat sastranya terus berkembang dengan baik di
Haginoya, sebaliknya karena ekonomi keluarga yang berantakan, kondisi
rumahnya sangatlah suram. Pada Juni 1887 ayahnya kehilangan pekerjaan
karena pensiun dari Departemen Kepolisian diakhir usia produktifnya yaitu
57 tahun, kehilangan penghasilan secara tiba-tiba memaksa Noriyoshi untuk
menjual banyak barang dan asetnya yang sebelumnya telah menyusut drastis.
Lalu pada tahun 1889 saat Ichiyo baru berumur 17 tahun ayahnya meninggal
dunia dan meninggalkan banyak hutang. Ichiyo sangat terpukul, kehidupan
mereka sangat menderita hingga harus berpindah-pindah rumah. Ia sempat
ditawari menjadi asisten pengajar oleh Nakajima Utako, tetapi ia dikhianati
karena Ichiyo bukan bekerja sebagai asisten pengajar, tetapi Ichiyo lebih
dipekerjakan sebagai pembantu. Hidup keluarga Ichiyo semakin sulit sampai
mereka harus pindah rumah ke daerah pelacuran di Ryuusenji. Mereka
membuka toko dan kemudian ibu serta adiknya bekerja sebagai tukang cuci
dan menjahit baju Geisha, tetapi semangat menulis Ichiyo tidak pernah pudar
meskipun ia mengalami banyak masalah, ia terus menulis karya-karya hebat
masalah gender karena ia bukanlah wanita yang berasal dari golongan
bangsawan, melainkan rakyat biasa.
Karya pertamanya adalah Bunga di Kala Senja (novel) tahun 1892 yang diterbitkan melalui majalah Musashino milik Nakarai Tosui, mentor
Ichiyo pada waktu itu. Nakarai Tosui juga merupakan lelaki yang disukai oleh
Ichiyo dan kehidupan Nakarai sendiri banyak dijadikan cerita dalam
novel-novel Ichiyo. Beberapa bulan kemudian Ichiyo menyelesaikan buku
selanjutnya Umoregi (Dalam Keremangan) yang diterbitkan melalui majalah Miyako no Hana milik Miyake Kaho, teman wanitanya di sekolah Haginoya.
Saat itu masa indah dan damai bagi keluarga Higuchi, Ichiyo menulis dengan
giat, kemudian lima novel lagi yang dihasilkan Ichiyo antara 1895-1896, yaitu
On The Last Day of The Year (Hari Terakhir di Tahun Ini) , Troubled Waters (Air yang Keruh), The 13th Nigth (Malam Ketiga Belas), Child’s Play (Mainan Anak) (novel pendek setebal 45 halaman) yang menuai banyak pujian bercerita tentang seorang anak yang dipaksa tumbuh dewasa terlalu
cepat dan dirampas masa kecilnya di kawasan kota tempat Ichiyo pernah
tinggal, Ryuusenji, dan Separate Ways (Jalan Lain) yang merupakan karya terakhir yang dibuat Ichiyo sebelum ia meninggal pada usia 24 tahun. Ichiyo
meninggal pada 23 November 1896 karena penyakit TBC yang dideritanya
sejak lama. Meskipun sakit Ichiyo tidak pernah mau memberitahu
keluarganya karena ia tidak ingin merepotkan ibu dan adiknya. Ichiyo adalah
orang yang bekerja keras, pantang menyerah, teguh pada prinsip meskipun
kehidupan yang keras menggoyahkan prinsip itu tetapi ia tetap pada
Sangatlah ironis bahwa dalam hidupnya Ichiyo Higuchi sangat
miskin dan tak pernah memiliki cukup uang bahkan untuk membeli makanan
yang layak, sehingga menyebabkan kematiannya yang dini karena
kekurangan gizi dan tuberkulosis. Namun dalam kematian, wajahnya
melanglang buana jauh keluar dari tempat persemayamannya untuk
diabadikan di dalam benda yang menyusahkan hidupnya sepanjang hidup,
yaitu uang. Ia ada dimana-mana, menatap tenang kepada dunia yang
membentang luas yang sekarang ia jelajahi dalam uang 5000 yen Jepang
sebagai penghormatan baginya karena telah menghasilkan karya-karya sastra
hebat bagi dunia, khususnya dunia sastra di Jepang.
3.2 Analisis Nilai-Nilai Pragmatik Cuplikan Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura
Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik sastra yang terkandung
dalam novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura maka penulis akan menganalisis beberapa cuplikan teks yang mengandung nilai tersebut. Berikut