• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pragmatik Terhadap Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pragmatik Terhadap Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA

REI KIMURA NO SAKUHIN NO “CATATAN ICHIYO” TO IU SHOUSETSU NI TAISHITE NO PURAGUMATIKU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana

dalam bidang ilmu Sastra Jepang

Disusun oleh :

SARI RAMADHANI

NIM : 090708019

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji dan syukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat

teriring salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi yang menjadi teladan

terbaik bagi umat manusia.

Skripsi ini berjudul ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu

Budaya Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat

kekurangan dalam berbagai hal, baik penulisan maupun analisisnya, meskipun

demikian penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembacanya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada beberapa pihak sebagai berikut:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku ketua Jurusan Departemen

(3)

3. Bapak Drs. Amin Sihombing, selaku Dosen Pembimbing I yang dalam

kesibukannya sebagai pengajar telah menyediakan waktu, pikiran dan

tenaga dalam membimbing, mengarahkan, dan memeriksa skripsi ini.

4. Bapak Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II

yang telah banyak membimbing dan membantu penulis dalam perbaikan

penulisan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan arahan yang

diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Dosen Penguji Skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan

menguji skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua dosen

dan staf Fakultas Ilmu Budaya, khususnya dosen-dosen Departeman Sastra

Jepang yang telah membimbing dan memberikan ilmu yang sangat

bermanfaat.

6. Yang paling utama terima kasih yang sangat besar kepada orang tersayang,

yaitu kedua orangtua penulis, Bapak Burhan dan Ibu Sumarni, orangtua

terbaik yang telah memberikan segalanya untuk penulis dan selalu

memberikan perhatian, doa dan nasihat terbaik kepada penulis agar menjadi

manusia yang lebih baik. I’ll make you happy soon Mom and Dad.

7. Kepada abang penulis, Budiman Wibowo, terimakasih karena telah

memberikan penulis kebebasan dalam memilih jalan untuk kuliah hingga

seperti sekarang ini dan terimakasih untuk segala fasilitas dan perhatian

yang diberikan. Thanks for everything my dearest brother!

8. Doremifasolasi, Lijakk, Mita, Uci, Nisha, Yulia dan Mery yang telah

bersama-sama dengan penulis hingga saat ini dan selalu bersedia diajak

(4)

9. For my cute mociil-idul. Love u boys! Thanks for always being my mood

booster. For my laptop and Gigi , thanks anyway dear 

10.Nugraha Alimurty, thanks for being my best , together we’ll be facing up the hardest part of life.

11.For my crazy friends Muhammad Rizki Muda, Rauf Mazari dan Aryo

Prayogi, keep doing the best crazy-things in your life brother! Dan thanks

untuk Freico Riangga dan Muhammad Rizky yang sering menghibur dan

membantu penulis dalam banyak hal.

12. My business partner “March19” Cici Fatria thanks for our 19  dan teman-teman seperjuangan Aotake ’09, terima kasih atas informasi-informasi yang diberikan selama di kampus. Kepada senior 08, kak Rini Pratiwi terima

kasih karena telah memberi masukan kepada penulis mengenai pragmatik

sastra.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna. Skripsi ini juga jauh

dari sempurna. Namun penulis tetap mencari kesempurnaan tersebut dengan

berusaha merampungkan skripsi ini secara maksimal. Penulis mengharapkan kritik

dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Oktober 2013

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan... 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori... 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 10

1.6 Metode Penelitian... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA DAN STUDI PRAGMATIK SASTRA... 13

2.1 Definisi Novel... 13

2.2 Resensi Novel “Catatan Ichiyo”... 16

2.2.1 Tema... 16

2.2.2 Alur (Plot)... 18

2.2.3 Penokohan (Perwatakan)... 23

2.2.4 Latar (Setting)... 26

(6)

2.3 Biografi Pengarang... 30

2.4 Studi Pragmatik Sastra dan Semiotik... 31

2.5 Kehidupan Sosial Masyarakat Jepang Pada Zaman Meiji... 34

BAB III ANALISIS CERITA NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA BERDASARKAN PENDEKATAN PRAGMATIK SASTRA... 36

3.1 Sinopsis Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura... 36

3.2 Analisis Nilai-Nilai Pragmatik Cuplikan Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura... 41

3.2.1 Percaya Diri... 42

3.2.2 Gigih... 51

3.2.3 Rendah Hati... 65

3.2.4 Tegas... 71

3.2.5 Penyayang... 74

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 79

4.1 Kesimpulan... 79

4.2 Saran... 82

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta

yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan –tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan memiliki arti mengarahkan, mengajar, memberikan suatu

petunjuk ataupun induksi. Akhiran –tra menunjukkan suatu sarana atau alat. Sastra secara harfiah berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku

instruksi ataupun pengajaran. Sastra juga sering digunakan dengan

bentuk-bentuk fisik seperti buku atau kitab yang berisi tulisan yang indah, mendidik

ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

Sastra (karya sastra) merupakan karya seni yang dikarang menurut

standar bahasa kesusasteraan. Standar bahasa kesusasteraan yang

dimaksudkan adalah penggunaan kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta

gaya cerita yang menarik, sedangkan kesusastraan adalah karya seni yang

pengungkapannya diwujudkan dengan bahasa yang indah (Zainuddin, 1992 :

12). Menurut Semi (1988 : 8) sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan

seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan

menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Tidak jauh berbeda seperti yang

dikemukakan oleh Janet Wolff dalam Susanto (2012 : 34) sastra (arts)

(8)

pendukungnya. Jadi sebuah karya sastra biasanya dihasilkan dari imajinasi

manusia karena ada hubungan yang erat antara manusia pencipta karya sastra

itu sendiri dan terinspirasi oleh kehidupan realitas lingkungan sekitarnya.

Berbeda lagi dengan yang diungkapkan Swingewood dalam Faruk

(http://lisadysastra.blogspot.com/2007/06/pengkajian-sastra.html?m=1) sastra atau kesusastraan merupakan rekonstruksi dunia dilihat dari sudut

pandang tertentu yang dimunculkan dalam produksi fiksional hasil ungkapan

ekspresi pengarang yang bersifat estetis, imajinatif dan integratif dengan

menggunakan medium bahasa untuk menyampaikan pesan tertentu.

Karya sastra terbagi dua, yaitu karya sastra imajinatif dan

non-imajinatif. Puisi dan prosa termasuk ke dalam karya sastra non-imajinatif. Yang

menjadi bahasan penulis disini adalah novel. Novel merupakan karya sastra

imajinatif yang merupakan hasil ungkapan ekspresi pengarang berdasarkan

hasil imajinasi, rekaan, angan-angan dan harapan pengarang

(

http://padangsastra.blogspot.com/2010/07/pembagian-jenis-jenis-sastra.html?m=1). Menurut Paulus Tukam novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intirinsik (unsur yang

membangun karya sastra itu sendiri), yaitu tema, alur (plot), latar (setting) dan

penokohan (perwatakan), hal ini disebutkan dalam

(

http://www.lokerseni.web.id/2011/09/pengertian-novel-menurut-parapakar.html?m=1).

(9)

sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca,

seperti tujuan pendidikan, moral, agama atau tujuan pendidikan lainnya.

Menurut Abrams dalam Jabrohim (2012 : 67) pendekatan pragmatik sastra

adalah pendekatan yang menitikberatkan sorotannya terhadap peranan

pembaca dan penghayat sastra. Pendekatan ini lebih mengkaji kepada respon

pembaca dalam melihat nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah karya sastra.

Sebuah karya sastra dapat dikatakan bagus jika memiliki kandungan nilai dan

seni di dalamnya. Menurut Effendi dalam Semi (1988 : 9) sastra adalah

ciptaan manusia dalam bentuk bahasa lisan maupun tulisan yang dapat

menimbulkan rasa bagus. Dari aspek pragmatik sastra, teks sastra dapat

dikatakan berkualitas apabila memenuhi keinginan pembaca. Jika sebuah

karya sastra tidak dapat dipahami oleh pembaca boleh dikatakan teks tersebut

gagal, karena teks sastra tersebut hanya dipahami oleh pengarangnya. Hal ini

jauh dari fungsi sastra yang bersifat komunikatif, yaitu dapat menyampaikan

pesan yang dituliskan pengarang agar dapat dipahami oleh pembacanya.

Dalam menganalisis novel ini berdasarkan pendekatan pragmatik

sastra, setiap pembaca memiliki respon yang berbeda karena melihat dari

sudut pandang yang berbeda pula. Tetapi pada penelitian ini, penulis hanya

memfokuskan untuk meneliti nilai-nilai yang diangkat dalam novel dari segi

pragmatik sastra yang terdapat pada tokoh utamanya saja, yaitu Ichiyo

Higuchi. Penulis akan mengambil cuplikan teks percakapan Ichiyo dengan

tokoh-tokoh lain di dalam novel yang mengandung nilai-nilai pragmatik

sastra yang disampaikan oleh pengarang kemudian penulis mengungkapkan

(10)

Novel ini diangkat dari kisah nyata yang bercerita tentang Ichiyo

Higuchi, seorang gadis Jepang yang berasal dari keluarga biasa tetapi

memiliki bakat sastra yang luar biasa. Ichiyo Higuchi terlahir dengan nama

Natsuko Higuchi, ia mengganti namanya karena sehelai daun (Ichiyo) musim gugur jatuh sebagai tanda perpisahannya dengan teman lelakinya, Masao

Kobayashi dan nantinya sosok lelaki ini dijadikan tokoh utama dalam salah

satu novelnya. Ichiyo terserang penyakit TBC di usia muda, walaupun

demikian semangat menulis Ichiyo tidak pernah pudar meskipun ia selalu

tersandung masalah gender karena ia bukanlah golongan bangsawan, ia terus

menulis karya-karya hebat yang mengguncang dunia sastra pada zaman itu.

Karya-karyanya tersebut adalah Bunga di Kala Senja (novel) tahun 1892,

Umoregi (Dalam Keremangan), kemudian lima novel lagi yang dihasilkan Ichiyo antara 1895-1896, yaitu On The Last Day Of The Year (Hari Terakhir di Tahun Ini), Troubled Waters (Air Yang Keruh), The 13th Night (Malam Ketiga Belas), Child’s Play (Mainan Anak) dan Separate Ways (Jalan Lain)

yang merupakan karya terakhir yang dibuat Ichiyo sebelum ia meninggal di

usia 24 tahun karena penyakit TBC yang dideritanya sejak lama. Pada tahun

2004 karya-karya Ichiyo Higuchi mendapat apresiasi yang sangat besar dari

pemerintah Jepang sehingga sosok Ichiyo diabadikan dalam uang 5000 Yen

Jepang.

Berdasarkan gambaran singkat cerita novel yang telah dipaparkan di

atas, maka penulis tertarik untuk memaparkan nilai-nilai pragmatik cerita

novel tersebut dan menjelaskan nilai-nilai pragmatik yang disampaikan

(11)

Berdasarkan penjelasan di atas, mendorong penulis untuk meneliti

dan menganalisis cerita novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ini dengan judul penelitian “ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL

“CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA.”

1.2 Rumusan Masalah

Novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura bercerita tentang Ichiyo

Higuchi, seorang gadis Jepang yang terlahir dari keluarga biasa tetapi

memiliki bakat sastra yang luar biasa. Selama hidupnya, Ichiyo gigih dalam

mengapresiasikan karya sastranya meskipun banyak ditentang sastrawan

pada zaman itu dan tegas pada prinsip untuk membuat karya sastra yang

berdasarkan realitas dan tidak dibuat-buat. Ichiyo sangat meyakini bahwa

memiliki ideologi sangat penting dalam membuat suatu karya sastra yang

baik.

Berdasarkan hal-hal yang telah penulis jelaskan di atas dan dikaitkan

dengan pendekatan pragmatik dalam menganalisis novel ini, maka penulis

merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan, yaitu :

1. Nilai-nilai pragmatik apa saja yang muncul dalam cerita novel

“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ?

2. Bagaimana nilai-nilai pragmatik tersebut diungkapkan dalam cerita

novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ini ?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

(12)

berdasarkan pendekatan pragmatik sastra melalui tokoh Ichiyo Higuchi.

Dengan menggunakan pendekatan pragmatik sastra, penulis menjelaskan

nilai pragmatik yang terkandung dalam novel tersebut melalui cuplikan teks

percakapan Ichiyo Higuchi dengan tokoh-tokoh lain di dalam novel. Melalui

teks percakapan tersebut, penulis mengambil nilai-nilai pragmatik yang

disampaikan pengarang dan menemukan 22 cuplikan yang dapat dianalisis.

Selain pendekatan pragmatik, penelitian ini juga menggunakan pendekatan

semiotik untuk melihat tanda dan makna dalam teks cerita.

Dalam penelitian ini penulis menjelaskan semua hal yang berkaitan

dengan penelitian ini, seperti pengertian sastra, novel, pendekatan pragmatik

sastra, pendekatan semiotik dan biografi pengarang yaitu Rei Kimura.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa

kesusasteraan. Standar bahasa kesusasteraan yang dimaksudkan adalah

penggunaan kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang

menarik, sedangkan kesusastraan adalah karya seni yang pengungkapannya

diwujudkan dengan bahasa yang indah (Zainuddin, 1992 : 12). Bahasa dalam

karya sastra itu sendiri mempunyai kedudukan yang penting, karena

menentukan arti dari karya sastra tersebut. Menurut Soeratno dalam Yasa

(2012 : 2) sastra merupakan sebuah sistem yang terangkat dari sebuah produk

yang oleh masyarakat tertentu menamakannya sebagai sastra. Soeratno

(13)

ditentukan oleh komunitas atau kelompok tertentu, kelompok ini meliputi

kelompok pembaca, bangsa, komunitas-komunitas sastra yang ada. Definisi

ini tampak berbeda sebagaimana yang disampaikan oleh Culler dalam Yasa

(2012 : 3) yang menyampaikan bahwa sastra dilihat dari karakteristik karya

sastra itu sendiri, karakteristik disini maksudnya adalah sastra merupakan

wadah yang memiliki fungsi menyampaikan ide-ide, gagasan-gagasan

seorang penulis puisi, prosa dan drama. Upaya menuangkan ide atau gagasan

melalui karya sastra dapat dikatakan sebagai upaya kreatif seorang penulis

untuk mengajak masyarakat pembaca mendiskusikan masalah-masalah yang

terjadi dalam kehidupan.

Dalam rangka penelitian sastra, ada beberapa model pendekatan

(teori kritik tertentu) yang dapat diterapkan dan penerapan model itu sesuai

dengan konsep serta tata kerjanya masing-masing. Abrams dalam Jabrohim

(2012 : 67) telah membagi model pendekatan itu ke dalam empat kelompok

besar, dan empat kelompok itu dapat dipandang sebagai model yang telah

mencakupi keseluruhan situasi dan orientasi karya sastra.

Diuraikan oleh Abrams keempat pendekatan itu adalah :

1. Pendekatan Ekspresif adalah model pendekatan yang menonjolkan kajiannya terhadap peran pengarang sebagai pencipta karya sastra.

2. Pendekatan Pragmatik adalah model pendekatan yang menitikberatkan sorotannya terhadap peranan pembaca sebagai

penyambut dan penghayat karya sastra.

(14)

4. Pendekatan Objektif adalah pendekatan yang memperhatikan karya sastra sebagai struktur dengan koherensi intirinsik (melihat struktur

karya sastra tersebut).

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan pragmatik

sastra sebagai landasan teori menganalisis cerita novel “Catatan Ichiyo” karya

Rei Kimura. Pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang

mengarah ke aspek kegunaan sastra. Penelitian ini muncul atas dasar

ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang memandang karya

sastra hanya sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianggap hanya mampu

menjelaskan makna karya sastra dari permukaannya saja. Maksudnya, kajian

struktur sering melupakan aspek pembaca sebagai penerima makna atau

pemberi makna terhadap karya sastra tersebut. Menurut Abrams dalam

Jabrohim (2012 : 67) pendekatan pragmatik sastra adalah model pendekatan

yang melihat karya sastra berdasarkan sudut pandang pembaca. Pendekatan

pragmatik sastra memandang karya sastra sebagai sarana untuk

menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan,

moral, agama, atau tujuan pendidikan lainnya. Semakin banyak nilai-nilai dan

ajaran-ajaran yang diberikan kepada pembaca, maka semakin baik karya

sastra tersebut. Beberapa nilai yang tersebut terdapat dalam cerita novel

“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura, yaitu percaya diri, gigih, rendah hati,

tegas dan penyayang. Nilai-nilai tersebut mewakili pesan atau tujuan yang

(15)

Untuk menganalisis dan mengangkat nilai-nilai yang terkandung

dalam cerita novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura, penulis mengambil

beberapa cuplikan teks yang memiliki makna (tanda) di dalam novel.

Kemudian untuk melihat tanda (makna) nilai-nilai dan manfaat novel tersebut

bagi para pembaca, maka penulis menggunakan pendekatan semiotik.

Semiotik berasal dari bahasa Yunani Semeion yang berarti tanda. Semiotik (Semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa

fenomena masyarakat sosial dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.

Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, yang memungkinkan

tanda-tanda tersebut mempunyai makna. Penelitian semiotik meliputi analisis

karya sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada

sifat-sifat yang menyebabkan bermacam-macam wacana memiliki makna,

Preminger dalam Jabrohim (2012 : 93). Fungsi pendekatan semiotik yang

digunakan penulis pada cuplikan teks dari karakter tokoh Ichiyo Higuchi

dalam cerita novel tersebut memiliki makna dan nilai-nilai yang berguna serta

dapat membawa pengaruh positif bagi para pembaca. Tanpa memperhatikan

hal-hal yang terkait dengan tanda, maka pemaknaan karya sastra tidaklah

lengkap.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Penelitian sastra memiliki peranan penting dalam berbagai aspek

(16)

Endraswara (2008 : 67). Lebih khusus lagi, Pradopo dalam Endraswara

(2008 : 67) mengungkapkan bahwa tujuan dan peranan penelitian sastra

adalah untuk memahami makna karya sastra sedalam-dalamnya. Berarti

penelitian sastra dapat berfungsi bagi kepentingan di luar sastra dan kemajuan

sastra itu sendiri. Lebih jauh lagi, penelitian sastra juga akan membantu

perkembangan teori sastra, penulisan sejarah sastra dan memperluas apresiasi

pembaca.

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan penulis pada latar

belakang masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menjelaskan nilai-nilai pragmatik yang muncul dalam novel

“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura.

2. Untuk menjelaskan bagaimana nilai-nilai pragmatik tersebut

diungkapkan dalam novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian yang baik selain harus memiliki tujuan juga harus

memiliki manfaat penelitian. Penelitian ini sendiri tidak hanya bermanfaat

bagi penulis, tetapi juga pihak-pihak lain yang berkaitan dengan penelitian

karya sastra. Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk menambah pemahaman kita dalam menganalisis sebuah karya

(17)

2. Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik yang dapat memberi

pengaruh positif pada pembaca melalui isi cerita novel “Catatan

Ichiyo “.

1.6 Metode Penelitian

Untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuan serta manfaat

penelitian yang telah dijelaskan, maka diperlukan metode dalam penelitian ini.

Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan

dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis

bahkan juga diperbandingkan (Ratna, 2004 : 53). Metode ini juga berfungsi

untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun,

mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data. Metode ini tidak

hanya menjelaskan, tetapi juga memberikan pemahaman yang jelas terhadap

data yang kita analisis.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah

library research atau studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,

catatan-catatan, laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang

dipecahkan (Nazir, 1988 : 111). Kemudian buku-buku tersebut dibaca dan

dicari teori yang berhubungan dengan penelitian mengenai analisis cerita

(18)

Maka berdasarkan hal yang telah penulis jelaskan di atas,

langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah :

1. Membaca novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura.

2. Mencari data yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu

mencari data tentang kajian pendekatan pragmatik sastra, semiotik

dan teori-teori lain yang diperlukan dalam penelitian ini.

3. Mengumpulkan data-data tersebut kemudian menganalisis data

berdasarkan pendekatan pragmatik sastra dan mengungkapkan

nilai-nilai yang terkandung di dalam novel “Catatan Ichiyo”.

4. Menyusun seluruh data tersebut menjadi sebuah laporan berbentuk

(19)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA DAN STUDI PRAGMATIK SASTRA

2.1 Definisi Novel

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang berbentuk tertulis dan

bersifat naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis.

Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “sebuah kisah,

sepotong berita”, dan juga dari bahasa Latin yakni novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru, dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi dan drama, maka

jenis novel ini baru muncul kemudian setelahnya (Tarigan, 1984 : 164).

Novel adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku

tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu

yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu

cerita (Aminuddin, 2000 : 66). Pengarang umumnya ingin menampilkan ide

serta hasil imajinasinya ke dalam novel. Menurut H.B Jassin dalam Suroto

(1989 : 19) novel ialah suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan

orang-orang (tokoh cerita), luar biasa karena dalam kejadian ini terlahir suatu

konflik atau suatu pertikaian yang mengalihkan perubahan nasib mereka.

Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu

novel. Suharianto (1982 : 67) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi,

(20)

1. Novel Berendens, yaitu sebuah novel yang menunjukkan

keganjilan-keganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh

karena itu novel ini sering disebut sebagai novel bertujuan.

2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai, jiwa

seseorang serta perjuangannya.

3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam

suatu masa sejarah. Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat

istiadat dan perkembangan masyarakat pada masa itu.

4. Novel Anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia

anak-anak yang dapat dibacakan oleh orang tua untuk pembelajaran

kepada anaknya, adapula yang biasanya hanya dibaca oleh

anak-anak saja.

5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar

otak guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan

pengarang dalam cerita.

6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan

dan peperangan yang diderita seseorang.

7. Novel Propaganda, yaitu novel yang isinya semata-semata untuk

kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.

Berdasarkan penjelasan pembagian jenis-jenis novel di atas, maka

dapat dilihat bahwa novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura termasuk dalam

jenis novel sejarah dan novel perjuangan. Hal ini karena novel ini diangkat

(21)

mengapresiasikan karyanya pada zaman Meiji. Novel ini menggambarkan

keadaan masyarakat Jepang pada masa itu, yaitu pemerintah menyatakan

adanya Shiminbyodo, yaitu persamaan empat strata sosial atau kelas sosial yang baru, yang terdiri dari dari Kouzoku (keluarga Kaisar), Kazoku

(keluarga bangsawan), Shizoku (keluarga samurai) dan Heimin (rakyat biasa). Meskipun zaman Meiji merupakan awal modernisasi Jepang, tetapi pada awal

masa Meiji wanita belum memiliki pengaruh yang kuat dalam berbagai

bidang. Tokoh utama dalam novel ini adalah salah satu sastrawan wanita

Jepang yang memperjuangkan karyanya dengan mempertahankan ideologi

hingga akhirnya berhasil mendapat tempat dalam dunia kesusastraan Jepang

masa itu.

Novel terbentuk oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur

ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi

terciptanya karya sastra tersebut yang terdiri dari tema, alur (plot), latar

(setting), penokohan (perwatakan) dan sudut pandang (pusat pengisahan).

Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur luar dari sastra yang ikut

mempengaruhi terciptanya suatu karya sastra, unsur ini meliputi

latarbelakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang dan

sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai kehidupan sosial yang menjadi

landasan pengarang untuk membuat suatu karya sastra.

2.2 Resensi Novel “Catatan Ichiyo” 2.2.1 Tema

Tema adalah sesuatu yang menjadi pokok permasalahan atau sesuatu

(22)

kepada pembacanya . Tema ini disampaikan pengarang melalui jalinan cerita

yang ia buat di dalam novel. Selain ide cerita, tema dapat berupa pandangan

hidup, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Brook dalam Tarigan (1984 :

125) bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu mengenai kehidupan atau

rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau

gagasan utama dari suatu karya sastra.

Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000 : 91) istilah tema

berasal dari bahasa latin yang berarti ‘tempat meletakkan suatu perangkat’.

Hal ini karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga

berperanan juga sebagai titik tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi

yang diciptakannya. Lebih lanjut lagi Scharbach menjelaskan bahwa tema is not synonymous with moral or message.... theme does relate to meaning and purpose, in the sense. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk

memahami tema pembaca terlebih dahulu harus memahami unsur-unsur

signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna yang

dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan

pengarangnya.

Sementara itu, menurut Fananie (2000 : 84) tema adalah ide, gagasan,

pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra.

Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang

diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema dapat berupa

persoalan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi dan tradisi yang

(23)

Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah kita

membaca cerita serta menganalisis. Hal itu dapat dilakukan dengan

mengetahui alur cerita serta penokohan dan dialog-dialognya, hal ini sangat

penting karena ketiganya memiliki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah

cerita. Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan sedangkan

tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungsi untuk mendukung alur dan

mengetahui bagaimana jalannya cerita tersebut, dari alur inilah kita dapat

menafsirkan tema cerita novel tersebut.

Contohnya pada cerita novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura,

dalam novel ini diceritakan mengenai berbagai masalah kehidupan yang

dialami Ichiyo sejak kecil, mulai dari bakat yang selalu diremehkan ibunya,

kemiskinan yang diderita keluarganya sejak ayahnya meninggal dan

diremehkan dalam dunia sastra pada masa itu, terutama oleh sastrawan pria.

Ichiyo dianggap tidak pantas bersaing dengan para pria, hal ini karena Ichiyo

membuat karya sastra berdasarkan ideologinya, berbeda dengan karya-karya

sastrawan lain yang dibuat hanya untuk memenuhi permintaan sastra yang

sedang populer pada masa itu. Ichiyo tak pernah kenal lelah memperjuangkan

karyanya, hingga akhirnya ia diakui berbakat oleh sastrawan pada masa itu

dan karyanya juga banyak mendapat banyak pujian.

Dari hal yang telah penulis jelaskan di atas tampak tema yang ingin

disampaikan oleh pengarang adalah “meskipun keadaan sosial masyarakat pada zaman Meiji tidak mendukung wanita yang bukan bangsawan untuk

berkarya dengan bebas, tetapi hal itu bukanlah hambatan untuk berhenti

(24)

2.2.2 Alur (Plot)

Alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa

yang disusun satu persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum

sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan

mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut

akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya

sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000 : 83) .

Dalam cerita fiksi ataupun cerpen, urutan plot beraneka ragam.

Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000 : 84) menjelaskan bahwa

tahapan peristiwa dalam plot suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan

sebagai berikut :

1. Perkenalan (Exposition)

Ada saat-saat tertentu ketika Furuya bahkan lupa bahwa dirinya sedang hamil dan ketika hari kelahiran tiba, Natsuko, putri kedua mereka, muncul dengan tenang serta tak menimbulkan banyak masalah serta rasa sakit bagi ibunya, seperti halnya perjuangannya yang tenang dalam menghadapi segala rintangan yang harus dihadapi di usia dewasanya. Sementara tanpa kenal lelah ia mengukir tempat bagi dirinya di dalam sejarah Jepang kelak. ... ... ...

“Oh, buah hatiku, aku bisa merasakannya, kau akan menjadi

(25)

Cuplikan di atas merupakan bagian di mana pengarang

memperkenalkan tokoh utama cerita, yaitu Ichiyo Higuchi,

menuliskan keadaan dan situasai yang melatarbelakangi cerita

tersebut.

2. Pertikaian (Inciting Force)

“Jangan berkata begitu, Sentaro,” teriak Natsuko. “Perempuan

mampu menjadi apapun yang mereka inginkan asalkan mereka memiliki otak dan sepasang tangan! Mereka sama pintarnya dengan laki-laki!” (halaman 49)

Cuplikan di atas merupakan bagian di mana pengarang mulai

menampilkan pertikaian yang dialami tokoh, pertikaian ini bisa

terjadi karena pertemuan dengan tokoh lain ataupun situasi sosial

yang lain dan konflik muncul pada bagian ini.

3. Perumitan (Rising Action)

“Aku belum pernah melihat wanita yang lebih besar keinginannya

untuk membunuh bakat anaknya daripada ibuku. Terimakasih Tuhan berkat ayah aku masih bisa membaca buku dan menulis!”

Ayah tersayang menolak untuk menyerah dalam mengembangkan bakatku meskipun ibu terus-terusan mengomel. (halaman 71)

Cuplikan di atas merupakan bagian di mana pertikaian yang

telah terjadi pada tahap sebelumnya menjadi semakin rumit,

(26)

4. Krisis (Crisis)

“Aku sungguh putus asa dan harga diriku sungguh terbanting

melihat keluargaku memohon pinjaman uang dan ibu tak henti-hentinya mengecek daftar jikalau ada teman atau sanak saudara yang belum mereka dekati, kami tidak bisa terus menerus hidup seperti ini! Itu sudah di luar batas harga diri manusia.” (halaman

132)

Cuplikan di atas merupakan bagian di mana situasi semakin

panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh

pengarangnya.

5. Puncak (Climax)

“Ya Tuhan bantulah aku secepatnya. Aku benar-benar putus asa

karena keluargaku terjatuh ke dalam jurang kehancuran finansial dan kebangkrutan dan aku harus mendapatkan uang secepatnya. Malam ini aku mengatakan pada Kuniko bahwa aku tidak lapar agar ia mengambil jatah makananku. Ia membutuhkan kekuatan untuk pekerjaan rumah tangga yang harus dilakukannya. Aku sangat lapar hingga rasanya ada lubang besar di perutku dan aku menghilangkan rasa lapar dengan memakan nasi putih setiap malam.” (halaman

133)

Cuplikan di atas merupakan bagian di mana masalah yang telah

(27)

bertumpuk di bagian ini, bisa saja mungkin tokoh mengalami hal

yang paling sulit dalam hidupnya di bagian ini dan

masalah-masalah ini harus segera diselesaikan.

6. Antiklimaks (Falling Action)

Dalam beberapa bulan dari pertengahan 1895 dan awal 1896, Ichiyo telah menghasilkan setidaknya lima novel, yang tersohor antara lain On The Last Day Of The Year (Hari Terakhir di Tahun Ini), Troubled Waters (Air Yang Keruh), The Thirteenth Night (Malam Ketiga Belas), Child’s Play (Mainan Anak) dan Separate

Ways (Jalan Lain). Kelihatannya tak ada yang dapat menghentikan dorongan adrenalin dalam diri Ichiyo pada masa ini dalam hidupnya. (halaman 226)

Cuplikan di atas merupakan bagian penyelesaian, persoalan

yang datang dari tahap-tahap sebelumnya mulai diselesaikan satu

persatu, pada bagian ini masalah dapat diselesaikan dengan

berbagai cara, bisa saja dengan mematikan tokoh cerita ataupun

membiarkan tokoh mengambang, hal ini sesuai dengan kreativitas

pengarang.

Tahapan plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa

selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, selalu

memiliki setting tertentu dan selalu menampilkan suasana tertentu pula.

Sebab itulah dengan memahami plot pembaca dapat sekaligus berusaha

(28)

Dalam tahapan alur selalu terdapat konflik. Konflik merupakan inti

dari sebuah alur. Konflik dapat diartikan sebagai sebuah pertentangan.

Menurut Kosasih (2011 : 226) bentuk-bentuk pertentangan antara lain :

1. Pertentangan manusia dengan dirinya sendiri;

2. Pertentangan manusia dengan sesamanya;

3. Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan

ekonomi, sosial, politik dan budaya;

4. Pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinannya.

Bentuk – bentuk konflik inilah yang kemudian diangkat ke dalam novel dan menggerakkan alur cerita. Berdasarkan uraian tentang konflik di

atas, maka konflik yang terdapat dalam novel “Catatan Ichiyo” karya Rei

Kimura adalah pertentangan manusia dengan lingkungan sosialnya. Ichiyo

dan karyanya tidak dihargai hanya karena ia seorang wanita, karena pada awal

zaman Meiji wanita tidak memiliki pengaruh kuat dalam berbagai bidang,

tetapi meskipun begitu Ichiyo tetap berusaha agar karyanya mendapat

apresiasi dari sastrawan Jepang lainnya pada masa itu, karena ia yakin

masalah gender bukanlah hal yang dapat menghalangi seorang wanita untuk

berkarya hingga akhirnya setelah bertahun-tahun ia berhasil mendapat tempat

dan dihargai di lingkungan sosial masyarakat Jepang pada masa itu.

Alur atau plot dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Alur maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama,

(29)

2. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa

terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian akhirnya

kembali pada peristiwa akhir tadi.

Dari penjelasan alur (plot) di atas, maka alur yang ada pada novel

“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ini adalah alur campuran. Karena dalam

cerita novel ini cerita tidaklah berurut dari awal, tetapi bolak-balik dari masa

depan kemudian kembali ke masa lalu.

2.2.3 Penokohan atau Perwatakan

Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita,

baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan

hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya dan sebagainya. Menurut

Jones dalam Nurgiyantoro (1995 : 165) penokohan adalah pelukisan

gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Sedangkan menurut Kosasih (2011 : 228) penokohan adalah cara pengarang

menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita.

Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh

dalam ceritanya dan bagaimana pula perilaku tokoh-tokoh tersebut. Dalam

penokohan ada dua hal penting, yaitu pertama berhubungan dengan teknik

penyampaian dan yang kedua adalah berhubungan dengan watak atau

(30)

sangat erat karena penampilan dan penggambaran sang tokoh harus

mendukung watak tokoh tersebut (Aminuddin, 2000 : 79).

Boulton dalam Aminuddin (2000 : 79) mengungkapkan bahwa cara

pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai

macam. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang

berbeda-beda. Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 165) menjelaskan bahwa

tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif

yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Menurut Nurgiyantoro (1995 : 176) berdasarkan peranan dan tingkat

pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama

adalah tokoh yang diutamakan pengarang dalam novel yang bersangkutan

dan tokoh yang memiliki peranan penting dalam cerita tersebut, ia merupakan

tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun

yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan memiliki peranan tidak penting

karena kemunculannya hanya melengkapi, melayani dan mendukung pelaku

utama. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama,

yakni hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.

Penokohan dalam novel “Catatan Ichiyo” adalah sebagai berikut :

1. Ichiyo Higuchi adalah tokoh utama dalam novel “Catatan Ichiyo” yang merupakan gadis muda Jepang yang sangat mandiri dan gigih

dalam berkarya pada masa Meiji. Sebagai perempuan pada masa

(31)

umumnya para lelaki dan bangsawan. Ichiyo berkarya memiliki

prinsip dan berdasarkan realitas.

Cuplikannya sebagai berikut : “Mengapa seorang penulis harus

dianggap berbeda hanya karena ia wanita? Satu-satunya yang berbeda adalah kehidupan kaum wanita lebih sulit karena masyarakat berusaha merendahkan mereka sementara pria diizinkan berjalan dan tumbuh dengan tujuan hidup mereka masing-masing!” (halaman 255)

2. Noriyoshi Higuchi adalah ayah Ichiyo yang sangat berpengaruh

dalam mengembangkan bakat sastranya sejak kecil dan merupakan

orang yang paling mendukung Ichiyo untuk menjadi seorang

sastrawan.

Cuplikannya sebagai berikut : “Terimakasih Tuhan berkat ayah aku masih bisa membaca buku dan menulis!” Ayah tersayang menolak

untuk menyerah dalam mengembangkan bakatku meskipun ibu terus-terusan mengomel. (halaman 71)

3. Kuniko Higuchi adalah adik Ichiyo yang tinggal bersamanya sejak

kecil hingga akhir hayatnya dan Kuniko lah yang menjadi saksi

kesuksesan karya Ichiyo pada masa itu.

Cuplikannya sebagai berikut : “Kau sekarang adalah penulis

(32)

4. Furuya Ayame adalah ibu Ichiyo yang sangat menentang Ichiyo

berkecimpung dalam dunia sastra sejak kecil, karena menurutnya

pekerjaan seorang wanita hanyalah di dapur dan melayani suami.

Cuplikannya sebagai berikut : “Apa manfaatnya segala

pembelajaran dan pendidikan itu untuk putri kita? Tak dapatkah kau berpikir, Noriyoshi? Perannya dalam hidup ini adalah menjadi istri dan ibu yang baik, segala hal-hal intelektual yang kau tanamkan padanya akan membuat takut pria mana pun untuk menjadi suaminya dan ia akan hidup melajang selamanya.” (halaman 69)

5. Nakarai Tosui adalah seorang mentornya pada masa itu dan orang

yang paling berpengaruh dalam sebagian besar isi cerita novel yang

dibuat oleh Ichiyo.

Cuplikannya sebagai berikut : “Hasil tulisanmu bagus,”kata

Nakarai beberapa hari setelah Ichiyo membawa cerita terbaru untuk

dinilai olehnya. (halaman 118)

2.2.4 Latar (Setting)

Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu

serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar berfungsi sebagai

pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna tertentu serta mampu

menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek

kejiwaan pembacanya. Gambaran situasi yang jelas akan membantu

(33)

Sebagai salah satu bagian dari unsur pembangun karya fiksi, setting

selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur signifikan yang lain dalam

rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan (unity) dari

keseluruhan isi yang dipaparkan pengarang. Setting selalu memiliki

hubungan dengan penokohan dan alur untuk mewujudkan suatu tema cerita.

Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001 : 99) secara garis besar

latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu :

1. Latar Tempat

Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin

berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi

tertentu tanpa nama yang jelas.

Dalam novel “Catatan Ichiyo” ini, lokasi berlangsungnya peristiwa

adalah di kota Edo, Jepang. Edo disebut ibukota Shogun pada masa itu,

sebuah kota besar yang luas dan tak teratur. Namun tidak semua peristiwa

yang ada dalam novel tersebut terjadi di Edo, namun juga terdapat beberapa

tempat- tempat penting lain seperti, Haginoya yaitu tempat sekolah Ichiyo

dan Ryuusenji tempat Ichiyo menghabiskan waktunya bersama ibu dan

adiknya sejak ayahnya meninggal.

2. Latar Waktu

Latar waktu mengarah pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi

hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi

(34)

Novel ini memiliki latarbelakang cerita tentang keadaan

kesusastraan Jepang pada era Meiji yaitu sekitar abad 18. Tokoh utamanya

sendiri lahir pada tahun 1872 dan semua peristiwa dalam novel ini

berlangsung selama 24 tahun sejak tokoh utamanya lahir dan akhirnya

meninggal pada tahun 1896 karena penyakit tuberculosis yang telah diderita sejak lama.

3. Latar Sosial

Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam

karya fiksi maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat

berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,

cara berpikir dan bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial juga

berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,

menengah atau tinggi. Dalam novel ini pengarang banyak menampilkan

kehidupan sosial masyarakat Jepang pada zaman Meiji. Pada awal zaman

Meiji wanita tidak memiliki pengaruh kuat dalam berbagai bidang meskipun

sudah ada persamaan strata sosial. Contohnya pada kehidupan sastra, mereka

masih menganggap hanya laki-laki dan bangsawan yang berhak

menunjukkan kreatifitasnya dalam bidang sastra, padahal dalam

kenyataannya wanita juga memiliki kreatifitas yang sama.

2.2.5 Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita

(35)

pengamat yang berdiri di luar cerita (Aminuddin, 2000 : 90). Sedangkan

menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 248) sudut pandang adalah cara

atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan

tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam

sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Terdapat beberapa jenis point of view, yaitu :

1. Narrator omniscient, yaitu pengarang yang berfungsi sebagai pelaku

cerita, karena pengarang juga adalah pelaku cerita maka akhirnya

pengarang juga merupakan pelaku yang serba tahu tentang apa yang

ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya,

baik secara fisikal maupun psikologis. Dengan demikian apa yang

terdapat dalam batin pelaku kemungkinan nasibnya, pengarang atau

narator juga mampu memaparkannya meskipun itu hanya berupa

lamunan pelaku atau merupakan sesuatu yang belum terjadi.

2. Narrator observer, yaitu pengarang berfungsi sebagai pengamat

terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas

tertentu tentang perilaku batiniah para pelaku.

Dalam novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ini pengarang

termasuk kedalam narrator observer, yaitu pengarang yang hanya berfungsi sebagai pengamat saja, karena pengarang tidak terlibat langsung dalam cerita

novel. Pengarang mengangkat cerita sejarah Jepang ke dalam novelnya, lalu

(36)

pembaca. Tetapi inti cerita di dalam novel tetap sama dengan kisah sejarahnya

tanpa ada yang diubah sedikitpun.

2.3 Biografi Pengarang

Rei Kimura adalah seorang pengacara yang memiliki ketertarikan

dalam bidang menulis. Keunggulan karya-karyanya terletak pada

penggambaran peristiwa dan karakter tokoh yang unik. Ia menampilkan kisah

yang diangkat dari kejadian nyata di dalam beberapa bukunya. Dengan cara

ini, Kimura menyentuh beberapa sejarah tragis seperti tenggelamnya Kapal

Awa Maru, kisah pilot Kamikaze perempuan pada masa Perang Dunia II dan

kisah Ichiyo Higuchi seorang sastrawan wanita Jepang yang diabadikan

dalam uang 5000 Yen. Kimura merangkainya menjadi sebuah cerita yang

menarik.

Kimura memandang karya-karyanya sebagai pencarian atas

kebenaran, tantangan dan kepuasan. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke

berbagai bahasa di Asia dan Eropa dan telah terbit hampir di seluruh dunia.

Selain menjadi pengacara, Kimura juga seorang jurnalis freelance yang tergabung dalam Australian News Syndicate.

2.4 Studi Pragmatik Sastra dan Semiotik

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik

sastra untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel

“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura, penulis mengambil beberapa cuplikan

(37)

adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah kepada aspek kegunaan

sastra. Penelitian ini muncul atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian

struktural murni yang memandang karya sastra hanya sebagai teks itu saja.

Kajian struktural dianggap hanya mampu menjelaskan makna karya sastra

dari permukaannya saja. Maksudnya, kajian struktur sering melupakan aspek

pembaca sebagai penerima makna atau pemberi makna terhadap karya sastra.

Pragmatik sastra lebih menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca

dalam menerima, memahami dan menghayati karya sastra, karena pembaca

sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra

atau tidak dan sebagai sebuah keutuhan komunikasi sastrawan-karya sastra-

pembaca, maka pada hakikatnya karya yang tidak sampai kepada

pembacanya bukanlah karya sastra, Siswanto dan Roekhan dalam

Endraswara (2008 : 70).

Pendekatan pragmatik sastra memandang karya sastra sebagai

sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan

pendidikan, moral, agama dan tujuan pendidikan lainnya. Dengan kata lain

pragmatik sastra bertugas sebagai pengungkap tujuan yang dikemukakan para

pengarang untuk mendidik masyarakat pembacanya. Semakin banyak

nilai-nilai, ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang diberikan kepada pembaca, maka

semakin baik dan bernilai tinggi karya sastra tersebut, Abrams dalam

Jabrohim (2012 : 67) . Menurut Selden dalam Endraswara (2008 : 70) karya

sastra tidak mempunyai keberadaan sampai karya sastra itu dibaca,

(38)

Menurut Teeuw dalam Endraswara (2008 : 71) kajian pragmatik

selalu memunculkan persoalan yang berkaitan dengan masalah pembaca,

yaitu apa yang dilakukan pembaca dengan karya sastra, apa yang dilakukan

karya sastra dengan pembacanya serta apakah tugas dan batas kemungkinan

pembaca sebagai pemberi makna. Hal ini berhubungan dengan manfaat

pragmatik sastra terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat,

perkembangan dan penyebarluasannya sehingga manfaat karya sastra dapat

dirasakan melalui peranan pembaca dalam memahami karya sastra. Dengan

indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik adalah

memberikan manfaat terhadap pembaca. Dengan mempertimbangkan

indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah yang dapat dipecahkan

melalui pendekatan pragmatik diantaranya adalah berbagai tanggapan

masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra.

Selain pendekatan pragmatik, penulis juga menggunakan teori

semiotik untuk melihat tanda (makna) nilai-nilai dalam novel dan manfaat

novel tersebut bagi para pembaca. Semiotik berasal dari bahasa Yunani

Semeion yang berarti tanda. Semiotik (Semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa fenomena masyarakat sosial dan

kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Dalam pengertian yang lebih luas,

sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan

interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa manfaatnya terhadap

kehidupan manusia. Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan

perantaraan tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya.

(39)

keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun

nonverbal.

Junus dalam Jabrohim (2012 : 86) mengemukakan bahwa karya

sastra merupakan struktur sistem tanda yang bermakna, tanpa memperhatikan

sistem tanda-tanda dan maknanya, maka struktur karya sastra atau karya

sastra itu sendiri tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. Penelitian

menggunakan teori semiotik juga dapat mengarahkan hubungan teks sastra

dengan pembaca. Tanda yang terdapat pada karya sastra menghubungkan

antara penulis, karya sastra dan pembaca. Dalam hubungan ini teks sastra

adalah sarana komunikasi sastra antara pengarang dengan pembacanya. Jika

pengarang dalam merefleksikan karya menggunakan kode atau tanda tertentu

yang mudah dipahami oleh pembaca, maka karya tersebut akan mudah

dipahami, tetapi sebaliknya jika tanda yang digunakan pengarang masih asing

bagi pembaca, maka karya tersebut akan sulit dipahami. Pada saat

menggunakan kode tertentu kadang-kadang justru timbul makna baru. Tetapi

melalui semiotik arti atau makna karya sastra akan lebih mudah dipahami.

Namun arti atau makna di dalam teori semiotik sendiri adalah meaning of

meaning atau disebut juga makna (significance).

2.5 Keadaan Sosial Masyarakat Jepang Pada Zaman Meiji

Masa Meiji merupakan salah satu periode yang paling istimewa

dalam sejarah Jepang, periode ini berlangsung selama sekitar 45 tahun mulai

(40)

Edo, pada zaman Edo masyarakat dibagi kedalam beberapa golongan yaitu

kaum bangsawan, samurai, petani dan pedagang. Kehidupan masyarakat pada

masa ini sangat tergantung oleh tinggi rendahnya golongan masyarakat

tersebut, hal ini diungkapkan dalam

(http://m.kompasiana.com/post/sejarah/2012/11/03/zaman-meiji-1867-1912.html?m=1?). Sebaliknya, berbeda dengan masa Meiji, Sayidimin (1988:165) mengungkapkan pada masa ini pemerintah menyatakan adanya

Shiminbyodo, yaitu persamaan empat strata sosial atau kelas sosial yang baru, yang terdiri dari dari Kouzoku (keluarga Kaisar), Kazoku (keluarga bangsawan), Shizoku (keluarga samurai) dan Heimin (rakyat biasa). Berdasarkan hal tersebut masyarakat biasa pun berhak memiliki nama

keluarga, pekerjaan ataupun tempat tinggal dengan bebas.

Berdasarkan cerita novel “Catatan Ichiyo”, tokoh utama dalam novel

ini termasuk ke dalam golongan keluarga samurai, karena ayah Ichiyo,

Noriyoshi Higuchi, mendapat status samurainya pada tahun 1867, setelah

bertahun-tahun ia menjadi pelayan utama kaum Shogun (jikisan). Keluarga mereka menjadi cukup dipandang oleh masyarakat di Jepang pada masa itu.

Meskipun Ichiyo termasuk ke dalam golongan masyarakat samurai, ia tidak

selalu mudah untuk menjalani hidup dan berkarya. Pada kenyataannya sekitar

kurang lebih 7 tahun Ichiyo harus bekerja keras agar karyanya dapat

diterbitkan dan dibaca oleh semua orang, disaat yang sama banyak sastrawan

yang berasal dari kaum bangsawan meremehkan Ichiyo hanya karena ia

seorang perempuan dan dianggap tidak mampu menghasilkan karya hebat

(41)

terus berkarya sesuai prinsipnya. Ichiyo mengalami banyak masalah selama

ia berusaha menerbitkan karyanya, beberapa kali tidak ada majalah yang mau

menerbitkan karyanya. Namun setelah ia menemukan majalah yang bersedia

menerbitkan karyanya pada tahun 1892, ia mendapat banyak pujian dan tak

lama kemudian selama empat tahun dari tahun 1892 sampai tahun 1896

banyak sastrawan terkenal pada masa Meiji yang ingin bekerjasama

dengannya seperti Tsubouchi Shoyo, Mori Ogai dan beberapa sastrawan

terkenal lainnya. Sejak saat itu Ichiyo menjadi terkenal di Jepang seiring

penerbitan karya-karya hebat lainnya hingga akhir hidupnya pada tahun 1896.

Namun pemerintah Jepang mulai memberikan apresiasi terhadap karyanya

pada tahun 2004 yaitu wajah Ichiyo diabadikan pada mata uang kertas 5000

yen Jepang, sekitar 100 tahun lebih sejak ia berkarya dalam dunia

(42)

BAB III

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA

3.1 Sinopsis Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura Novel karya Rei Kimura yang berjudul “Catatan Ichiyo” ini bercerita

tentang Ichiyo Higuchi, seorang gadis Jepang yang memiliki nama kecil

Natsuko Higuchi yang berasal dari keluarga biasa tetapi memiliki bakat sastra

yang luar biasa. Ia terlahir dari seorang ayah yang bernama Noriyoshi Higuchi

dan ibunya bernama Furuya Ayame. Kedua orangtuanya merupakan

pasangan yang tak direstui pada masa itu, karena Noriyoshi bukan keluarga

terpandang di desanya, sedangkan Furuya adalah anak dari pemilik kebun

bambu dan pertanian yang luas di desanya. Meskipun tak direstui, Noriyoshi

dan Furuya tetap saling bertemu hingga seiring berjalannya waktu mereka

melakukan hubungan badan di luar nikah. Furuya terkejut pada

keberaniannya untuk melanggar semua aturan masyarakat masa Edo dan juga

aturan keluarganya sendiri, ketika ia membiarkan Noriyoshi bercinta

dengannya.

Karena tidak ingin mempermalukan keluarganya dan lebih tidak

mungkin lagi jika Noriyoshi menikahinya, maka Furuya dan Noriyoshi

(43)

kedua orangtuanya. Di Edo Noriyoshi memiliki kenalan yang bernama

Mashimo Senosuke, dia adalah orang yang sebelumnya telah menginspirasi

Noriyoshi untuk pindah ke Edo dan berniat membantu kehidupannya disana.

Tak berapa lama kemudian anak pertama mereka lahir bernama Fuji

Higuchi. Fuji merupakan putri pertama mereka. Kemudian anak kedua

mereka lahir pada April 1864, bernama Sentaro Higuchi. Lalu pada tahun

1866 anak ketiga mereka Toranosuke lahir. Selama hidup di Edo Noriyoshi

berjuang keras untuk memperoleh status sosial yang tinggi di lingkungan

masyarakat hingga akhirnya pada tahun 1867 Noriyoshi mendapat status

samurai dan keluarga mereka menjadi cukup dipandang masyarakat Jepang

pada zaman itu. Pada tahun 1873 anak keempat mereka lahir bernama

Natsuko Higuchi, dan terakhir pada tahun 1875 anak mereka yang kelima

lahir bernama Kuniko Higuchi. Dari hasil pernikahan Noriyoshi dan Furuya

mereka dianugerahi lima orang anak.

Ichiyo Higuchi terlahir dengan nama Natsuko Higuchi, ia

memutuskan untuk mengganti namanya karena ketika perpisahannya dengan

teman kecil lelakinya yang juga memiliki bakat sastra yang sama dengannya,

Masao Kobayashi, sehelai daun (Ichiyo) musim gugur jatuh sebagai tanda perpisahan mereka dan nantinya sosok lelaki ini dijadikan tokoh utama dalam

salah satu novelnya. Ichiyo tidak langsung mendapat persetujuan dari kedua

orangtuanya ketika memutuskan untuk mengganti nama, karena menurut

mereka mengubah nama lahir dan nama pemberian begitu saja adalah sebuah

kesalahan. Tetapi karena Ichiyo memutuskan bahwa nama Natsuko terlalu

(44)

penyair masa depan, maka Ichiyo bersikeras bahwa nama Ichiyo lebih indah

layaknya sehelai daun dan dengan terpaksa orangtuanya pun menyetujuinya,

lalu lama-kelamaan saudara-saudara nya pun terbiasa memanggilnya Ichiyo.

Ichiyo kecil sudah terbiasa dengan dunia sastra, karena ayahnya

selalu membuat jamuan sastra untuknya dengan dihadiri tamu-tamu ayahnya

dari dunia sastra elite seperti penyair, sekumpulan penulis dan beberapa aktor

dari drama musikal Kabuki yang terkenal, saat itu usianya baru enam tahun.

Meskipun masih kecil Ichiyo sangat percaya diri dalam melakukan semua itu

dan ia ingin membuat ayahnya bangga. Ayah Ichiyo sangat berpengaruh

terhadap bakat menulis Ichiyo, karena ayahnya selalu mendukung,

memberikan kepercayaan, memberikan buku-buku bacaan terbaik serta

membimbing Ichiyo untuk menjadi penulis dan penyair yang handal. Tetapi

bertentangan dengan ibunya yang selalu melarang Ichiyo untuk menulis dan

membaca buku, bahkan Ichiyo sering dimarahi oleh ibunya karena

menghabiskan waktunya dirumah hanya dengan membaca, karena menurut

ibunya tugas wanita hanyalah sebagai ibu rumah tangga. Wanita yang

kemungkinan besar dapat memiliki peranan hanyalah wanita bangsawan yang

dapat memberi pengaruh dalam berbagai bidang kapanpun mereka mau.

Hingga pada akhirnya Ichiyo berhenti sekolah pada usia 13 tahun. Kemudian

ibunya memasukkan Ichiyo ke kelas menjahit, memasak dan merangkai

bunga. Semua itu dijalani Ichiyo kurang lebih dua tahun dengan serius, bukan

karena ia menyukainya, tetapi karena ia adalah seorang perfeksionis dan

(45)

pernah berhenti membaca karya-karya sastra ataupun sekedar mengalirkan

bakat menulisnya ke dalam buku hariannya.

Pada tanggal 20 Agustus 1886 sebelum usianya genap 16 tahun,

ayahnya memasukkan Ichiyo ke sekolah bergengsi untuk para penyair di

Koishikawa, Haginoya yang didirikan dan dikelola oleh penyair wanita pada

zaman itu, Nakajima Utako. Di sini Ichiyo belajar karya sastra klasik dan hasil

karya-karyanya dipuji oleh Nakajima Utako.

Meskipun bakat sastranya terus berkembang dengan baik di

Haginoya, sebaliknya karena ekonomi keluarga yang berantakan, kondisi

rumahnya sangatlah suram. Pada Juni 1887 ayahnya kehilangan pekerjaan

karena pensiun dari Departemen Kepolisian diakhir usia produktifnya yaitu

57 tahun, kehilangan penghasilan secara tiba-tiba memaksa Noriyoshi untuk

menjual banyak barang dan asetnya yang sebelumnya telah menyusut drastis.

Lalu pada tahun 1889 saat Ichiyo baru berumur 17 tahun ayahnya meninggal

dunia dan meninggalkan banyak hutang. Ichiyo sangat terpukul, kehidupan

mereka sangat menderita hingga harus berpindah-pindah rumah. Ia sempat

ditawari menjadi asisten pengajar oleh Nakajima Utako, tetapi ia dikhianati

karena Ichiyo bukan bekerja sebagai asisten pengajar, tetapi Ichiyo lebih

dipekerjakan sebagai pembantu. Hidup keluarga Ichiyo semakin sulit sampai

mereka harus pindah rumah ke daerah pelacuran di Ryuusenji. Mereka

membuka toko dan kemudian ibu serta adiknya bekerja sebagai tukang cuci

dan menjahit baju Geisha, tetapi semangat menulis Ichiyo tidak pernah pudar

meskipun ia mengalami banyak masalah, ia terus menulis karya-karya hebat

(46)

masalah gender karena ia bukanlah wanita yang berasal dari golongan

bangsawan, melainkan rakyat biasa.

Karya pertamanya adalah Bunga di Kala Senja (novel) tahun 1892 yang diterbitkan melalui majalah Musashino milik Nakarai Tosui, mentor

Ichiyo pada waktu itu. Nakarai Tosui juga merupakan lelaki yang disukai oleh

Ichiyo dan kehidupan Nakarai sendiri banyak dijadikan cerita dalam

novel-novel Ichiyo. Beberapa bulan kemudian Ichiyo menyelesaikan buku

selanjutnya Umoregi (Dalam Keremangan) yang diterbitkan melalui majalah Miyako no Hana milik Miyake Kaho, teman wanitanya di sekolah Haginoya.

Saat itu masa indah dan damai bagi keluarga Higuchi, Ichiyo menulis dengan

giat, kemudian lima novel lagi yang dihasilkan Ichiyo antara 1895-1896, yaitu

On The Last Day of The Year (Hari Terakhir di Tahun Ini) , Troubled Waters (Air yang Keruh), The 13th Nigth (Malam Ketiga Belas), Child’s Play (Mainan Anak) (novel pendek setebal 45 halaman) yang menuai banyak pujian bercerita tentang seorang anak yang dipaksa tumbuh dewasa terlalu

cepat dan dirampas masa kecilnya di kawasan kota tempat Ichiyo pernah

tinggal, Ryuusenji, dan Separate Ways (Jalan Lain) yang merupakan karya terakhir yang dibuat Ichiyo sebelum ia meninggal pada usia 24 tahun. Ichiyo

meninggal pada 23 November 1896 karena penyakit TBC yang dideritanya

sejak lama. Meskipun sakit Ichiyo tidak pernah mau memberitahu

keluarganya karena ia tidak ingin merepotkan ibu dan adiknya. Ichiyo adalah

orang yang bekerja keras, pantang menyerah, teguh pada prinsip meskipun

kehidupan yang keras menggoyahkan prinsip itu tetapi ia tetap pada

(47)

Sangatlah ironis bahwa dalam hidupnya Ichiyo Higuchi sangat

miskin dan tak pernah memiliki cukup uang bahkan untuk membeli makanan

yang layak, sehingga menyebabkan kematiannya yang dini karena

kekurangan gizi dan tuberkulosis. Namun dalam kematian, wajahnya

melanglang buana jauh keluar dari tempat persemayamannya untuk

diabadikan di dalam benda yang menyusahkan hidupnya sepanjang hidup,

yaitu uang. Ia ada dimana-mana, menatap tenang kepada dunia yang

membentang luas yang sekarang ia jelajahi dalam uang 5000 yen Jepang

sebagai penghormatan baginya karena telah menghasilkan karya-karya sastra

hebat bagi dunia, khususnya dunia sastra di Jepang.

3.2 Analisis Nilai-Nilai Pragmatik Cuplikan Cerita Novel “Catatan Ichiyo” Karya Rei Kimura

Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik sastra yang terkandung

dalam novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura maka penulis akan menganalisis beberapa cuplikan teks yang mengandung nilai tersebut. Berikut

Referensi

Dokumen terkait

Melihat banyaknya peserta yang ikut dalam kegiatan ini, pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat yang berte- makan Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah Bagi

Guru yang memiliki kinerja yang baik dan profesional memiliki beberapa kemampuan antara lain : (1) Guru harus memiliki ketrampilan untuk mendiagnosis siswanya dalam hal

Prosid ing Seminar N asional dan K ong res P erhimp unan A g ronomi Indonesia 2016 E valuasi penampilan vegetatif dan generatif dari genotipe sorgum yang tersedia akan

JUDUL : MEROKOK PERBESAR RISIKO KANKER PROSTAT MEDIA : HARIAN JOGJA. TANGGAL : 04

Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri

Penelitian ini menggunakaan serat mengkuang dan abu terbang untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kuat tekan dan tarik belah beton dengan menggunakan tiga

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik inferensial. Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis

Dalam penelitian ini, ada dua pendekatan yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah di atas. Pertama, pendekatan perundang- undangan, pendekatan perundang-undangan