• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan Penarik Beca Motor (Studi Kasus di Kota MEDAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perempuan Penarik Beca Motor (Studi Kasus di Kota MEDAN)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

PEREMPUAN PENARIK BECAK MOTOR

(Studi Kasus di Kota MEDAN)

S K R I P S I

Diajukan oleh:

IRA DEWANI

040901034

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

(2)

ABSTRAK

Keberadaan perempuan penarik becak motor dapat digolongkan sebagai sebuah fenomena baru yang hadir karena tuntutan perkembangan jaman dan semakin kompleks serta tingginya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh setiap manusia atau keluarga dalam struktur masyarakat, terutama yang dialami oleh keluarga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Kehadiran perempuan penarik becak motor ditengah atau dikalangan penarik becak laki-laki, selain dianggap sebagai suatu hal baru yang cukup “menarik”, sedikit banyak akan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama dari kalangan penarik becak laki-laki sendiri. Hal ini yang nantinya akan berpengaruh pada pola interaksi yang terjadi, baik dengan sesama perempuan penarik becak motor ataupun antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki baik di tempat kerja (jalanan) atau tempat mangkal. Masalah yang mungkin akan muncul dalam pola interaksi antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki antara lain, seperti streotipe, pelecehan seksual, penomorduan dan beban kerja ganda.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di kota Medan. Adapun yang menjadi unit anilisis dalam penelitian ini adalah 7 (tujuh) orang perempuan yang berprofesi sebagai penarik becak motor (betor) dan 3 (tiga) orang penarik becak laki-laki dari tempat mangkal yang sama dengan para informan perempuan penarik becak motor. Interpretasi data yang dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

(3)

DAFTAR ISI

1.1. Latar Belakang Masalah………... 1

1.2. Perumusan Masalah………... 7

1.3. Tujuan penelitian………8

1.4. ManfaatPenelitian……….. 8

1.5. Defenisi konsep………. 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Proses Interaksi Sosial………... 11

2.2. Pemberdayaan Perempuan………. 15

2.3. Konsep Gender……….. 17

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian………..24

3.2. Lokasi Penelitian………...25

3.3. Unit Analisis dan Informan……….. 25

3.4. Teknik Pengumpulan Data………... 26

3.5. Interpretasi Data………... 26

3.6. Jadwal Kegiatan………... 28

3.7. Keterbatasan Penelitian………... .29

BAB IV. DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Profil Kota Medan……….. 30

4.1.1. Gambaran Umum Kota Medan………... 30

4.1.2. Kota Medan Secara Geografis………..31

4.1.3. Kota Medan secara Demografis……….. 32

(4)

4.2.1.1. Maya, Perempuan berperawakan Kecil yang tangguh………. .34

2.2.1.2. Yenny, Sosok seorang Ibu yang Bertanggung Jawab……….. 37

2.2.1.3. Amoy, Perempuan Tionghoa yang Pemalu……….. 40

2.2.1.4. Ita, Perempuan Tomboy, Sopel dan Ceria……….43

2.2.1.5. Raya, Gadis yang Bekerja untuk Mencapai Cita-cita………... 46

2.2.1.6. Rahmah, Perempuan Gesit yang Cepat Belajar……….. 50

2.2.1.7. Emy, Perempuan Sederhana dan Penyayang Keluarga……… 53

4.2.2. Profil Informan (Penarik Becak Laki-laki)……….. 55

4.2.2.1. Kariadi……….. 55

4.2.2.2. Zulfikar……… 56

4.2.2.3. Dahlan………. 56

4.3. Interaksi dengan Sesama Perempuan Penarik Becak Motor……… 57

4.4. Interaksi dengan Penarik Becak Laki-laki……… 62

4.5. Perempuan Penarik Becak Motor dan Isu-isu Gender……….. 65

4.6. Persespsi Penarik Becak Laki-laki Terhadap Keberadaan Perempuan Penarik Becak Motor ………... 70

4.7. Analisa Data Perempuan Penarik Becak Motor……… 75

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan……… 81

5.2. Saran……….. 83

(5)

ABSTRAK

Keberadaan perempuan penarik becak motor dapat digolongkan sebagai sebuah fenomena baru yang hadir karena tuntutan perkembangan jaman dan semakin kompleks serta tingginya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh setiap manusia atau keluarga dalam struktur masyarakat, terutama yang dialami oleh keluarga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Kehadiran perempuan penarik becak motor ditengah atau dikalangan penarik becak laki-laki, selain dianggap sebagai suatu hal baru yang cukup “menarik”, sedikit banyak akan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama dari kalangan penarik becak laki-laki sendiri. Hal ini yang nantinya akan berpengaruh pada pola interaksi yang terjadi, baik dengan sesama perempuan penarik becak motor ataupun antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki baik di tempat kerja (jalanan) atau tempat mangkal. Masalah yang mungkin akan muncul dalam pola interaksi antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki antara lain, seperti streotipe, pelecehan seksual, penomorduan dan beban kerja ganda.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di kota Medan. Adapun yang menjadi unit anilisis dalam penelitian ini adalah 7 (tujuh) orang perempuan yang berprofesi sebagai penarik becak motor (betor) dan 3 (tiga) orang penarik becak laki-laki dari tempat mangkal yang sama dengan para informan perempuan penarik becak motor. Interpretasi data yang dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan jaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan

yang jeli membaca peluang untuk maju, berkreasi, dan berkompetisi, tidak terkecuali perempuan. Hal ini sejalan dengan cita-cita Kartini untuk Kemajuan dan Emansipasi

perempuan. Pemikirannya dianggap melahirkan banyak perubahan pada berbagai aspek

kehidupan perempuan di Indonesia. bukan sekedar atmosfer sosial perempuan dengan

menekankan perempuan wajar berpendidikan rendah, tapi juga sedikit banyak aspek

keterbukaan dalam menyikapi perubahan secara sosial tentang nilai perempuan ideal

telah mempunyai sisi dan ruang yang bisa didiskusikan.

Perempuan sebagai individu yang bebas juga memiliki harapan-harapan,

kebutuhan-kebutuhan, minat-minat, dan potensinya sendiri. Menurut pandangan

psikologi humanistik, yang menekankan nilai positif manusia, perempuan juga

membutuhkan aktualisasi diri yang seoptimal mungkin demi pengembangan dirinya,

yaitu sesuatu yang pada akhirnya juga membawa dampak positif pada pengembangan

umat manusia secara umum (E.K. Poewandari, 1995 : 314).

Sebenarnya dapat dikatakan bahwa ada perbedaan-perbedaan yang mendasar

(7)

keterlibatan di pasar tenaga kerja, perempuan masih tertinggal jumlahnya daripada

laki-laki. Alasan yang lain adalah persoalan jenis pekerjaan, perempuan biasanya terlibat

dalam pekerjaan-pekerjaan yang dianggap kurang terampil, kurang stabil (mudah

mengalami penyusutan), berupah relatif lebih rendah daripada laki-laki, dan

kemungkinan untuk naik jenjang sangat kecil.

Pekerja wanita yang terlibat dalam sektor informal, biasanya berasal dari rumah

tangga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Dimana bekerja menjadi

suatu strategi menghadapi tekanan ekonomi dan sekaligus mewujudkan rasa tanggung

jawab terhadap kelangsungan ekonomi rumah tangganya. Adapun alasan lain kenapa

wanita ingin bekerja ialah karena mereka ingin memiliki uang sendiri dan agar bisa

mengambil keputusan sendiri dalam mengambil uang tanpa harus minta izin atau

berembug dengan suami (Abdullah, 1997 : 230)

Dewasa ini tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dari tahun ke tahun, makin banyak

wanita yang berperan ganda. Sebagian wanita bekerja karena memang ekonomi rumah

tangga menuntut agar mereka ikut berperan serta dalam mencukupi kebutuhan hidup

sehari-hari, sedangkan sebagian lagi bekerja untuk kepentingan mereka sendiri, yaitu

untuk kepuasan batin dan sarana aktualisasi diri. Bagi sebagian wanita dengan kelas

ekonomi menengah ke atas, bekerja dianggap sebagai sarana untuk menjalin komunikasi

dan hubungan dengan dunia luar.

Untuk kalangan wanita kelas bawah, sebetulnya peran ganda bukan suatu hal

(8)

suami ataupun tidak, mereka tetap dituntut untuk bekerja guna mencukupi kebutuhan.

Sehingga pada situasi ini wanita akan tersudutkan pada kondisi yang sulit, karena bekerja

disatu sisi bagi mereka adalah suatu keharusan, maka seringkali memaksa mereka

menerima pekerjaan tanpa pertimbangan yang matang, apapun jenis pekerjaan itu.

Hal ini biasanya diakibatkan oleh terbatasnya akses terhadap lapangan kerja dan

rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki. Kaum perempuan dirasakan akan semakin

sulit untuk berkompetisi, terutama dengan kaum laki-laki. Akhirnya mengakibatkan

banyak perempuan yang masih tertinggal, khususnya dalam sektor ekonomi.

Sehingga keadaan semacam inilah yang akhirnya membuat “bargaining power” perempuan menjadi lemah, dan mereka terpaksa menerima jenis pekerjaan yang

sebetulnya kurang disukai atau bahkan kurang sesuai dengan “kodratnya” sebagai wanita.

Situasi ini akhirnya juga menempatkan perempuan sebagai pihak yang mudah untuk

dipermainkan pihak lain, seperti mandor, calo, dan para pengusaha.

Banyak perempuan yang memilih pekerjaan sektor informal. Biasanya jenis

pekerjaan yang mereka geluti adalah jenis pekerjaan yang dekat dengan aktivitas

kesehariannya seorang wanita, seperti : berdagang, membuka warung, menjahit pakaian,

menjadi pekerja salon, dan sebagainya. Namun kenyataannya sekarang, tidak ada lagi

pembatasan tempat dimana perempuan tidak dapat bekerja. Hal ini dapat dilihat dari

pekerjaan-pekerjaan perempuan sekarang yang menggeluti bidang yang dahulu diketahui

sebagai lahannya kaum lelaki, antara lain : Tukang parkir, Penjaga pom bensin, Supir

(9)

Untuk kawasan yang relatif maju dan berpenduduk cukup besar di Indonesia, kota

Medan merupakan salah satu kota yang banyak menjanjikan peluang untuk berusaha dan

bekerja. Salah satunya adalah sebagai penarik becak motor. Menarik becak adalah salah

satu lapangan kerja yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja. Kondisi ini dapat dilihat

dengan menjamurnya angkutan becak motor diberbagai penjuru kota. Hal ini didukung

oleh data Dinas Perhubungan Medan yang dimuat Kompas pada Kamis, 22 April 2004

bahwa jumlah becak motor di Medan mengalami kenaikan yang sangat drastis, dari 2.050

unit menjadi 11.622 unit. Sehingga akhirnya ikut membuka peluang bagi siapa saja yang

ingin bekerja, termasuk perempuan.

Selain itu becak juga masih banyak diminati dikalangan masyarakat. Betor

dijadikan sebagai salah satu angkutan/transportasi alternatif yang memiliki mobilitas

yang cukup tinggi di jalan, baik untuk perjalanan jarak jauh maupun dekat bahkan sampai

pada daerah yang belum terjamah angkutan umum. Selain itu kapasitas betor juga dapat

menampung penumpang lebih dari dua orang (termasuk boncengan), dan tarifnya juga

masih relatif terjangkau.

Kondisi ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK) yang merupakan imbas dari globalisasi. Masyarakat dengan berbagai

kultur secara sengaja maupun tidak akan berperan sebagai pencipta dan pengguna

teknologi. Salah satunya adalah perkembangan teknologi transportasi, yang menghasilkan

becak motor. Kini perempuan pun dapat berperan sebagai pengguna salah satu hasil

(10)

Pada kasus perempuan yang bekerja sebagai penarik becak motor, mereka masih

dipandang aneh dan sebelah mata oleh sebagian kalangan masyarakat. Hal ini bukan hanya menyangkut pergeseran isu perempuan feminim, namun juga anggapan bahwa

perempuan sedikit banyak nantinya akan mengalami kendala dengan peralatan teknologi

(seperti:becak motor), yang notabene masih jarang dipakai oleh kaum hawa sebagai

‘patner kerja’.

Belum lagi bila hal ini dikaitkan dengan pandangan perempuan sendiri yang pada

faktanya kebanyakan tidak ingin memilih jenis pekerjaan yang biasanya menjadi

lahannya laki-laki, apalagi seperti pekerjan sebagai penarik becak motor. Hal ini sedikit

banyak juga berkaitan dengan fakta bahwa dunia kerja laki-laki itu identik dengan

kekerasan dan persaingan. Sehingga apabila kaum perempuan memasukinya mungkin

akan ada potensi untuk dilecehkan dan mendapat berbagai streotipe negatif pada mereka.

Fenomena ini bukan hanya memperlihatkan pergeseran peran yang terjadi antara

laki-laki dan perempuan dalam sektor publik, namun juga anggapan yang selama ini

dikonstruksikan dalam masyarakat, bahwa perempuan adalah sosok yang feminin, lemah,

dan harus dilindungi ternyata berangsur-angsur bergeser. Sekarang perempuan juga

dituntut harus mampu “menghandle” jaman dan berbagai persoalan hidup yang semakin

kompleks.

Keadaan ini semakin menarik bukan hanya karena jenis pekerjaannya yang cukup

“menantang” tapi juga kita ketahui bersama bahwa pada sebagian besar masyarakat

(11)

Medan. Dimana budaya ini selalu mengedepankan kepentingan dan pendapat dari

ayah/anak laki-laki daripada perempuan. Sehingga perempuan jarang diberi kesempatan,

hak, dan kebebasan mengeluaran pendapat/kehendak termasuk dalam hal memilih jenis

pekerjaan.

Di kota Medan sendiri, keberadaan perempuan penarik becak motor bisa dibilang

belum begitu mendapat sorotan. Hal ini selain dikarenakan jumlah mereka yang memang

sedikit, juga karena daerah/tempat mangkal atau narik mereka yang memang berbeda satu

sama lain, sehingga sulit untuk menemukan mereka berada di suatu tempat mangkal yang

sama. Kebanyakan dari mereka biasanya ikut masuk dan membaur ke dalam komunitas

tukang becak laki-laki. Daerah mangkal/narik mereka tersebar dibeberapa wilayah di

kota Medan, antara lain : Daerah Medan Petisah, Pasar Sambu, Jalan Karya-Johor, dan

beberapa daerah lainnya.

Memang nantinya masih banyak tantangan yang akan didapat kelompok tersebut

karena dianggap “mencuri” lahannya laki-laki, yang didukung oleh faktor-faktor kultural

dan sosial yang juga akan menghambat kemajuan perempuan. Untuk itu dituntut

keberanian dan daya juang yang tinggi bagi seorang perempuan penarik becak motor

untuk meruntuhkan berbagai anggapan miring tersebut.

Sehingga diharapkan perbedaan gender yang melahirkan berbagai peran bagi

setiap orang, tidak lagi menimbulkan berbagai permasalahan ketidakadilan, seperti

pelecehan seksual, streotipe, marginalisasi, ataupun eksploitasi pada perempuan.

(12)

Untuk itu saya sebagai peneliti merasa tertarik untuk melihat kegiatan dan

interaksi perempuan penarik becak motor ini sehari-hari, baik antara sesama penarik

becak motor perempuan maupun dengan penarik becak motor laki-laki. Guna mengetahui

dan mendalami berbagai keuntungan ataupun permasalahan yang mungkin akan timbul

karena jenis pekerjaan yang mereka geluti jauh dari bayangan dan harapan perempuan

kebanyakan. Apalagi kasus ini belum begitu banyak mendapat sorotan dari masyarakat,

khususnya masyarakat di kota Medan, bahkan masih banyak pihak yang belum

mengetahuinya. Namun yang lebih penting, diharapkan nantinya hasil penelitian ini dapat

membuka cakrawala dan pemikiran masyarakat umum tentang bagaimana kegiatan,

interaksi, dan hubungan kerja mereka di tempat kerja dan tingginya daya juang yang

dapat dilakukan oleh kaum perempuan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka yang menjadi

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana interaksi sosial dengan sesama perempuan penarik becak motor

yang lain?

2. Bagaimana interaksi sosial perempuan penarik becak motor dengan penarik

becak motor laki-laki?

3. Bagaimana persepsi penarik becak laki-laki terhadap keberadan perempuan

(13)

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan diatas maka yang menjadi tujuan

penelitian adalah:

1. Untuk melihat dan mengetahui bagaimana interaksi sosial dengan

sesama perempuan penarik becak motor yang lain.

2. Untuk melihat dan mengetahui bagaimana interaksi sosial perempuan

penarik becak motor dengan penarik becak motor laki-laki.

3. Untuk mengetahui bagaimana persepsi penarik becak laki-laki terhadap

keberadan perempuan penarik becak motor, karena mereka memasuki

wilayah kerja yang dominan atau dikuasai penarik becak laki-laki.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberi manfaat bagi peneliti agar lebih memahami permasalahan yang

mungkin dialami oleh perempuan penarik becak motor dalam ruang

lingkungan keluarga dan pekerjaannya.

2. Sebagai sumbangan bagi pihak ataupun masyarakat yang ingin mengetahui

dan memperluas wacana seputar kehidupan perempuan penarik becak motor

dan agar posisi perempuan dalam keluarga, pekerjaan, dan lingkungan

sekitarnya mendapat tempat yang layak, dihormati, dan diberi kesempatan

(14)

1.5. Defenisi Konsep

• Gender : Keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebai laki-laki dan

perempuan memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui

atribut-atribut maskulinitas dan femininitas yang sering didukung oleh nilai-nilai

atau sistem simbol masyarakat yang bersangkutan.

• Becak Motor : Nama lain dari becak mesin, yang menggunakan tenda becak dan

sepeda motor sebagai kemudi.

• Penarik Becak Motor Perempuan : Jenis pekerjaan yang digeluti perempuan, yang

menggunakan tenda becak dan sepeda motor sebagai kemudi.

• Bias Gender : Akibat konstruksi sosial budaya masyarakat terhadap jenis

kelamin tertentu, yang menyebabakan perbedaan peran dan perilaku sehingga

menimbulkan ketidakadilan.

• Sektor Informal : Bentuk pekerjaan yang dianggap tidak mempunyai ikatan resmi

karena aktivitasnya dapat bersandar pada sumber daya sekitarnya.

• Subordinasi : Penomorduan yang terjadi pada perempuan penarik becak motor,

dimana keberadan mereka dipandang sebelah mata baik oleh penarik becak

laki-laki maupun calon penumpang karena dianggap tidak cocok atau pantas

menggeluti profesi sebagai penarik becak.

• Streotipe : Pelabelan negatif bahwa menarik becak motor adalah jenis pekerjaan

yang kurang pantas digeluti oleh seorang perempuan serta dapat menjatuhkan

(15)

• Pelecehan Seksual : Perempuan penarik becak motor dianggap remeh (dipandang

lemah) dan pasti akan mengalami kendala dalam pekerjaan ini karena

keterbatasan yang dimilikinya yang disebabkan oleh kondisi keperempuanannya.

• Beban Ganda : Dua atau lebih pekerjaan (domestik-publik) yang dikerjakan oleh

perempuan penarik becak motor pada waktu yang bersamaan, sehingga apabila

terjadi pembagian kerja yang tidak adil dalam keluarga dapat menimbulkan

ketidakadilan gender pada diri mereka.

• Interaksi Sosial : Merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis antara

sesama perempuan penarik becak motor, dengan penarik becak motor laki-laki

(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Proses Interaksi Sosial

Interaksi sosial menurut Alvin dan Helen Goulner dalam Taneko (1990 : 10)

adalah “aksi dan interaksi diantara orang-orang”. Jadi tidak memperdulikan hubungan

tersebut bersifat bersahabat atau bermusuhan, apakah formil atau informal, apakah

dilakukan secara berhadapan muka secara langsung ataukah melalui simbol-simbol

seperti : bahasa tulisan yang disampaikan dari jarak jauh atau berupa gerakan-gerakan

tangan serta benda-benda lainnya. Semua itu tercakup didalam konsep interaksi sosial

selama hubungan-hubungan itu mengharapkan satu atau lain bentuk respon.

Gerungan (2002 : 57) seorang sarjana psikologi mengatakan bahwa interaksi

sosial dirumuskan sebagai berikut : yaitu suatu hubungan antara dua orang atau lebih,

individu yang satu mempengaruhi, merubah, atau memperbaiki kelakuan individu lain

atau kebalikannya.

Hubungan timbal balik diantara manusia disebut juga dengan interaksi sosial.

Interaksi sosial adalah dasar dari sebuah proses sosial, pengertian yang menuju pada

hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Senada dengan pandangan diatas, Gillin dan

Gillin menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang

(17)

manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 1990 :

67).

Charles P. Loomis mengatakan ada 4 ciri-ciri penting dari interaksi sosial, yaitu :

1. Jumlah pelaku lebih dari seorang (biasanya dua orang atau lebih).

2. Adanya komunikasi antar para pelaku dengan menggunakan simbol-simbol.

3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang,

yang menentukan sifat dan aksi yang sedang berlangsung.

4. Adanya suatu tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut.

Menurut Kimbal Young dan Raymond W. Mack (Soekanto, 1982 : 58)

menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena

tanpa interaksi tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi 2 syarat,

yaitu : Adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komunikasi (Soekanto, 1990 :

71). Kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, walaupun tidak selalu dalam

arti yang sebenarnya. Dewasa ini melalui bantuan teknologi, orang-orang dapat lebih

mudah berhubungan dengan yang lainnya, seperti melalui : telepon, telegraph, radio,

surat, dan seterusnya yang tidak memerlukan suatu hubungan badaniah. Sedangkan

komunikasi muncul setelah terjadinya kontak langsung, walaupun tidak berate adanya

kontak akan menimbulkan komunikasi, oleh sebab itu komunikasi dapat muncul apabila

(18)

Pada kasus perempuan yang juga bekerja disektor publik, akan menimbulkan

lebih banyak bentuk-bentuk interaksi dibandingkan dengan perempuan yang hanya

bekerja disektor domestik, baik interaksi yang terjadi dalam ruang lingkup keluarga,

lingkungan kerja, maupun daerah tempat tinggal. Bentuk interaksi yang mungkin akan

terjadi juga akan bervariasi. Biasanya bentuk interaksi yang paling sering kita jumpai

adalah kerjasama, persaingan, dan pertentangan.

Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial seperti : kerjasama (coorporation),

persaingan (competition), dan pertentangan/pertikaian (conflict).

1. Kerjasama (coorporation)

Bentuk dan pola-pola kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia.

Bentuk kerjasama kemudian berkembang kemudian apabila orang dapat digerakkan

untuk mencapai tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan bersama dan harus

ada kesadaran bahwa tujuan tersebut dikemudian hari mempunyai manfaat bagi semua.

2. Persaingan (competition)

Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau

kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang

kehidupan tertentu yang menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun

kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam

prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan

(19)

3. Pertentangan (pertikaian atau conflict)

Pribadi maupun kelompok yang menyadari adanya perbedaan-perbedaan,

misalnya dalam ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku,

dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada

hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertentangan atau pertikaian

adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi

tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/atau

kekerasan (Soekanto, 1990 : 79-107)

Dalam beberapa kelompok, orang berinteraksi secara cooperatif : mereka saling

menolong satu sama lain, berbagi informasi, bekerjasama untuk mendapatkan

keuntungan bersama. Dalam kelompok lain orang bersaing : mereka mengutamakan

tujuan mereka sendiri dan berusaha menyisihkan orang lain (David, O. Sears, 1985 :

144).

Ketiga bentuk interaksi diatas, akan dapat dengan mudah kita jumpai pada

bentuk-bentuk hubungan sehari-hari baik yang bersifat formil maupun informal, tidak

terkecuali hubungan antara sesama penarik becak motor. Baik itu perempuan ataupun

laki-laki penarik becak motor yang memiliki komunitas mangkal yang sama ataupun

(20)

2.2. Pemberdayaan Perempuan

Secara fakta konstruksi nilai sosial yang berbeda mengakibatkan kondisi yang

berbeda pula dalam kesempatan, prestasi, dan kualifikasi antara laki-laki dan perempuan.

Sebagai contoh masuknya perempuan ke dunia kerja atau lebih dikenal dengan ranah

publik dengan pendidikan terbatas hanya akan menduduki kondisi kurang penting.

Kalaupun perempuan berhasil berkarier harus dapat berjuang keras untuk menembus

dominasi laki-laki dan menembus normative nilai sosial yang sering mempertanyakan

kemampuan seorang perempuan karena kondisi kepermpuanannya.

Berbicara mengenai pemberdayaan dan penghapusan diskriminasi pada kaum

perempuan tidak terlepas dari berbagai kebutuhan gender, baik yang praktis maupun

strategis sebagai kriteria evaluasi untuk beberapa pendekatam pembangunan yang

berbeda. Kebutuhan Praktis Gender lebih menekankan pada model pemenuhan kebutuhan

yang segera guna meringankan beban kehidupan perempuan sehari-hari, tetapi tidak

menyinggung ketaksejajaran (inequality) pembagian kerja secara seksual ataupun

ketidaksejajaran antara-gender, misalnya seperti penyediaan tempat-tempat penitipan

anak, dapur-dapur umum, pemakaian alat-alat kontrasepsi, dan tempat perlindungan

untuk perempuan yang dianiaya. Sedangkan Kebutuhan Strategis Gender merupakan

kebutuhan jangka panjang yang menghilangkan ketidakseimbangan gender di dalam

rumah tangga serta menjamin hak serta peluang perempuan untuk mengungkapkan

kebutuhan mereka (seperti dibuatkannya UU Persamaan Hak dan persamaan upah untuk

(21)

Ada lima pendekatan yang sering dipakai guna terciptanya keadilan dan

kesejahteraan perempuan di dalam pembangunan, khususnya pada negara-negara yang

sedang berkembang, termasuk Indonesia. Antara lain : Pendekatan Kesejahteraan (Welfare Approach), Pendekatan Kesamaan (Equality Approach), Pendekatan Anti Kemiskinan (Anti-Poverty Approuch), Pendekatan Efisiensi (Eficiency Approuch), dan Pendekatan Pemberdayaan (Empowerment Approuch).

Untuk kasus perempuan bekerja yang berasal dari keluarga dengan status

ekonomi menengah bawah, Pendekatan Anti Kemiskinan dinilai lebih tepat dan

memungkinkan untuk dapat diterapkan. Pendekatan ini lebih menekankan pada upaya

menurunkan ketimpangan pendapatan antara perempuan dan laki-laki. Karena kelompok

sasarannya adalah para “pekerja yang miskin”, maka sektor informal dipandang sebagai

sebuah jalan keluar dengan asumsi bahwa sektor informal akan mampu meningkatkan

kesempatan kerja secara mandiri.

Pendekatan ini sejalan dengan strategi pembangunan “pemerataan dengan

pertumbuhan” (redistribution with growth) dan strategi “kebutuhan dasar” (basic needs). Pendekatan Anti Kemiskinan untuk perempuan menitikberatkan pada peranan produktif

mereka, atas dasar bahwa penghapusan kemiskinan dan peningkatan keseimbangan

pertumbuhan ekonomi membutuhkan peningkatan produktivitas perempuan pada rumah

tangga yang berpendapatan rendah. Asumsi awal pendekatan ini ialah bahwa kemiskinan

perempuan dan ketimpangannya dengan laki-laki diakibatkan oleh kesenjangan peluang

(22)

Sehingga segala proyek/kegiatan yang dapat menciptakan penghasilan (income generating activities) bagi perempuan sangat diutamakan.

2.3. Konsep Gender

Secara historis, konsep gender pertama kali digulirkan oleh Sosiolog asal Inggris

yaitu Ann Oakley, ia membedakan pengertian antara jenis kelamin (sex) dan gender.

Perbedaan jenis kelamin (sex) berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis yaitu yang

menyangkut prokreasi (menstruasi, hamil, dan menyusui). Sedangkan gender adalah

perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks seperti maskulin

dan feminim.

Pembatasan budaya yang diciptakan oleh masyarakat membuat perempuan tidak

sebebas laki-laki dalam hal mencari dan memilih pekerjaan. Pembatasan kebudayaan

yang masih kuat dimasyarakat membuat perempuan harus selektif dalam memilih

pekerjaan. Sehingga aneh apabila masyarakat menemukan seorang perempuan bekerja

sebagai penarik becak motor, karena dianggap melanggar kodrat perempuan. Hal ini

didukung dengan anggapan bahwa perempuan dianggap memiliki kemampuan fisik dan

intelektual yang lebih rendah daripada laki-laki.

Akhirnya peran antara perempuan dan laki-laki menjadi berbeda. Bahkan

interaksi diantara keduanya pun senantiasa dipengaruhi oleh kondisi ketimpangan, yang

berkembang menjadi ketidakadilan gender. Dimana perempuan selalu diposisikan berada

(23)

Sebenarnya apabila diamati, tentu saja kondisi ini tidak lepas dari pengaruh

gender. Pembagian kerja berdasarkan gender membuat perempuan bekerja lebih keras

dengan memeras keringat jauh lebih panjang (double-burden). Apalagi dalam proses pembangunan, pembagian kerja memiliki konsekuensi penting atas jenis pembangunan

yang akan dijalankan oleh suatu negara.

Pembatasan budaya tersebut bukanlah sesuatu yang tanpa sebab, karena dari awal

antara perempuan dan laki-laki memang telah dibuatkan sekat oleh masyarakat, berupa

pelabelan-pelabelan yang sangat erat dengan konsep gender. Misalnya bahwa perempuan

itu dikenal lemah, penurut, emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap kuat,

jantan, rasional, dan perkasa.

Konsep gender yakni suatu sifat, baik yang melekat pada kaum laki-laki maupun

perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun struktural, yang pada hakikatnya

merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, sesuai waktu, tempat, dan perkembangan

jaman. Sehingga apabila konsep yang dianut dalam suatu masyarakat sangat bias gender

laki-laki, maka kaum perempuannya akan kurang dapat mengembangkan diri karena

adanya berbagai pelabelan-pelabelan made in masyarakat tersebut.

Pada dasarnya diskriminasi gender dalam kultur kerja tidak hanya terjadi pada

level kantoran (laki-laki sebagai bos dan perempuan sebagai sekretaris), namun juga dalam pembagian kerja di luar konteks rumah tangga dan sektor informal, serta

menyentuh hampir semua kerja produktif ekonomis yang dilakukan kaum perempuan,

(24)

Padahal bila dikaji lebih dalam tidak ada salahnya perempuan mempunyai

pekerjaan, meskipun tidak berkarier. Karier biasanya lebih banyak menuntut persiapan

pendidikan dan persiapan mental sedangkan pekerjaan tidak begitu memerlukan

persyaratan-persyaratan khusus. Defenisi tentang kerja sendiri sering kali tidak hanya

menyangkut apa yang dilakukan seseorang, tetapi juga menyangkut kondisi yang

melatarbelakangi kerja tersebut, serta penilaian sosial yang diberikan terhadap pekerjaan

tersebut (Briggite, 1997 : 14).

Bila menempatkan kerja perempuan pada konteks sosialnya, perlu diingat bahwa

konteks tersebut akan selalu mengalami perubahan sosial, baik cepat maupun lambat,

menyangkut aspek kehidupan yang terbatas maupun yang sangat luas, dirasakan oleh

sebagian masyarakat maupun seluruh masyarakat. Sehingga pada gilirannya semua ini

mempengaruhi bentuk kerja perempuan dan hubungan sosial baik antar-gender maupun

didalam-gender yang sama dari kelas sosial yang berbeda.

Pada kasus perempuan penarik becak motor yang rata-rata berasal dari keluarga

dengan kondisi ekonomi kelas bawah, selain bekerja sebagai ibu rumah tangga, mereka

juga berperan sebagai ‘bread winner’ disamping suaminya. Bagi perempuan golongan ini

peranan ganda seorang perempuan telah mereka terima sebagai kodrat perempuan. Atau dapat dikatakan bahwa kemiskinan yang melanda mereka dan keluarganya menyebabkan

perempuan-perempuan dari golongan ini tidak dapat begitu saja menyerahkan

(25)

Berbagai permasalahan yang mungkin akan terjadi pada kondisi perempuan penarik becak motor yang berkaitan dengan isu gender, antara lain :

1. Subordinasi

Seperti yang kita ketahui bahwa pandangan gender dapat menimbulkan

berbagai ketidakadilan gender, salah satunya adalah subordinasi atau penomorduan

terhadap kaum perempuan. Bicara pada konteks subordinasi juga tidak lepas dari

pembicaran hubungan kekuasan antara kelompok superior dengan dengan kelompok

yang tersubordinasi (biasanya kaum perempuan). Angapan bahwa perempuan itu

irrasional atau emosional membuat penafsiran yang negatif sehingga perempua n sulit

untuk bisa tampil memimpin. Hal ini mengakibatkan munculnya sikap yang

menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender

tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari satu tempat ketempat lain

maupun dari waktu kewaktu.

Pada konteks perempuan penarik becak motor. Mereka kurang dapat bersaing,

karena keterbatasan pengalaman, kurang adanya keterampilan dan kurangnya akses

terhadap sumber daya pendapatan ekonomi (kebebasan memilih pekerjaan) yang dimiliki,

serta tuntutan ekonomi keluarga yang harus dicukupi sehingga mereka tidak dapat

memilih pekerjaan lain, yang lebih baik ataupun yang lebih mereka sukai. Sehingga cepat

atau lambat mereka akan terbentur pada kendala atau masalah dalam jenis pekerjaan

(26)

2. Stereotipe

Secara umum streotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu

kelompok tertentu, dan biasanya bersifat negatif serta merugikan. Salah satu jenis

streotipe adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan

terhadap jenis tertentu, umumnya perempuan yang bersumber dari penandaan (streotipe)

yang ditekatkan kepada mereka.

Stereotipe dalam situasi ini bisa berupa pelabelan-pelabelan yang diterima para

perempuan penarik becak motor dari penarik becak motor laki-laki. Anggapan/pandangan

yang mengatakan bahwa perempuan seharusnya memilih jenis pekerjaan yang lebih

baik/pantas atau setidaknya jenis pekerjaan yang dekat dengan aktivitasnya sehari-hari.

Sehingga pekerjaan sebagai penarik becak akan menimbulkan image negatif, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan sendiri. Untuk kalangan perempuan sendiripun ada

yang menganggap bahwa jenis pekerjaan ini sangat memalukan dan menjatuhkan kodrat

kaum perempuan sendiri.

3. Pelecehan Seksual

Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di

masyarakat yakni yang dikenal dengan perbedaan seksual atau seksual and emotional

hassment. Beberapa bentuk yang bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual,

(27)

a. Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor.

b. Mengintrogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau

kehidupan pribadinya.

Bentuk pelecehan seksual yang mungkin akan terjadi dalam interaksi kerja

perempuan penarik becak motor dengan pihak lain (penarik becak motor laki-laki

maupun masyarakat) adalah anggapan bahwa penarik becak motor perempuan hanya

sebagai pengganggu semata. Mereka akan diremehkan oleh sebagian penarik becak motor laki-laki yang merasa tidak senang akan keberadaan mereka disana. Bentuk

pelecehan yang mungkin akan dijumpai, seperti diutarakan bahwa bila penarik becaknya

perempuan, penumpang akan mengalami kendala/masalah karena keterbatasan

pemikiran, kondisi fisik, dan pengetahuan mereka sebagai tukang becak, seperti bila

becak mogok atau mengalami kerusakan (mesin, busi, dsb), kurang mahir rute perjalanan, ataupun dalam membantu mengangkat barang bawaan penumpang. Dengan dasar pikir

stereotipe bahwa perempuan lemah maka perempuan dianggap tidak akan cocok

menggeluti jenis pekerjaan ini.

4. Beban Ganda

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin,

serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, sehingga mengakibatkan semua

pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.

(28)

menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dengan membersihkan dan

mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air, hingga memelihara anak. Dikalangan

keluarga miskin beban berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Apalagi jika

perempuan tersebut harus bekerja, maka beban kerja yang dipikulnya menjadi double

atau ganda.

Pada kasus perempuan penarik becak motor, sangat memungkinkan bahwa

mereka biasanya selalu mengalami kelebihan bobot kerja. Dimana mereka harus bekerja

ekstra, baik di ruang lingkup domestik maupun publik guna membantu mengurus dan

menyediakan berbagai kebutuhan keluarganya. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa

mau tidak mau mereka yang rata-rata berasal dari keluarga dengan taraf ekonomi

menengah ke bawah harus ikut berpartisipasi guna membantu pendapatan ekonomi

keluarga. Namun akan timbul masalah apabila nantinya tidak terjadi pembagian kerja

yang adil dan sikap tenggang rasa dalam keluarga, sehingga perempuan dalam keluarga

lama kelamaan akan mengalami ketidakadilan gender.

Sekarang peran ganda perempuan Indonesia, terutama yang tercermin dari

kehidupan perempuan penarik becak motor, bukanlah menjadi problematika lagi. Saat ini

yang menjadi problematika bagi mereka adalah bagaimana cara melestarikan kesempatan

mereka untuk tetap dapat eksis beperan ganda, yakni sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus bread winner, serta mendapat perlakuan yang sama dengan laki-laki dalam berbagai kesempatan dan bidang, termasuk dalam pekerjaan. Yang kemudian akan

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan

pendekatan kualitatif. Saya sebagai peneliti ingin mencoba menelusuri dan

mengungkapkan hal-hal/permasalahan seputar aktivitas mereka selama bekerja, seperti

bagaimana interaksi dengan sesama tukang becak motor yang lain, baik laki-laki maupun

perempuan serta menggali berbagai persepsi yang mungkin timbul, ketika mereka

memilih menggelutu profesi sebagai penarik becak motor.

Penelitian ini bersifat menjelaskan permasalahan secara lebih mendalam tentang

apa yang menjadi kenyataan di lapangan, karena data yang diperoleh berasal dari

orang-orang yang memang berkompeten dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

Dengan menggunakan pertanyaan berstruktur atau sistematis yang sama kepada

orang-orang yang berkompeten tadi, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti,

dicatat, diolah dan dianalisis, yakni sebagai prosedur penelitian yang nantinya akan

(30)

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan dan mencakup berbagai kawasan.

Diantaranya Jalan Nibung-Medan Petisah, Jalan Karya-Karang Berombak-Sei Agul,

Jalan Karya Jaya-Johor, Pasar Sambu, dan Kampung Susuk-Pembangun USU. Hal ini

dikarenakan oleh objek yang hendak diteliti jumlahnya sangat terbatas dan memiliki

mobilitas yang cukup tinggi serta tempat mangkal/beroperasi yang berbeda antara

perempuan penarik becak motor yang satu dengan yang lain. Sehingga peneliti tidak

dapat hanya mematokkan satu wilayah penelitian.

3.3. Unit Analisis dan Informan

Adapun yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah 7 orang perempuan

penarik becak motor di kota Medan. Informan dalam penelitian ini berupa informan

kunci yaitu semua perempuan yang menjadi penarik becak motor di kota Medan, tanpa

terbatas pada usia, telah menikah atau belum. Namun apabila nantinya semua data yang

diperoleh dirasakan masih kurang oleh peneliti, maka akan diperlukan informan

tambahan sebagai penguat dan penambah data, antara lain : suami dari perempuan

(31)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer, yaitu jenis data pertama yang diperoleh dari lapangan. Teknik

pengumpulan datanya antara lain:

a. Observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung

dengan kumpulan objek penelitian (kumpulan tukang becak).

b. Wawancara mendalam yaitu peneliti mengadakan tanya jawab dengan

pedoman pertanyaan (interview guide) yang telah disusun dan ditujukan sedemikian rupa untuk menggali informasi dan mendapatkan

data yang diperlukan untuk dapat menjawab permasalahan penelitian,

berupa gambaran bagaimana mereka berinteraksi dengan sesama

tukang becak motor lain, serta bagaimana persepsi mereka tentang

pekerjaan yang mereka geluti, yang secara fakta jauh dari model

pekerjaan perempuan kebanyakan dan lebih dominan kaum laki-laki.

2. Data Sekunder, yaitu jenis data yang kedua (pelengkap data) yang dapat

mendukung/menunjang data primer, yang diperoleh melalui studi kepustakaan,

berupa buku, surat kabar, internet, dokumentasi, dan sebagainya.

3.5. Interpretasi Data

Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap berikutnya

(32)

proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan

uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti

yang disarankan oleh data (Moleong, 2006 : 280).

Proses analisa data diawali dengan mengevaluasi data-data yang diperoleh, baik

dari hasil wawancara mendalam, observasi, maupun tinjauan pustaka guna memastikan

keakuratan data. Setelah itu data direduksi (diedit), ditafsirkan, dan diorganisasikan.

(33)

3.6. Jadwal Kegiatan dalam Penelitian ini

TABEL 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

KEGIATAN BULAN I BULAN II BULAN III BULAN IV BULAN V BULAN VI

Pra Penelitian 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 ● Penyusunan Proposal ● Seminar Proposal ● Perbaikan Proposal

Persiapan penelitian

● Pengurusan Surat Izin

Penelitian

● Penyiapan Instrumen

Penelitian

Penelitian

● Observasi ( Pengamatan) ● Wawancara

Pasca Penelitian

● Organisasi dan Reduksi

Data

(34)
(35)

3.7. Keterbatasan Penelitian

Adapun kendala-kendala yang dihadapi di dalam melakukan penelitian ini

antara lain:

1. Faktor Internal merupakan kendala-kendala yang berasal dari dalam

diri peneliti yang meliputi, keterbatasan waktu penelitian dan

kurangnya literatur yang diperoleh. Akhirnya membuat peneliti belum

dapat sepenuhnya mendeskripsikan hasil penelitian ini secara

komprehensif dan mendalam sehingga penyajian data dan analisis

masih belum dapat maksimal.

2. Faktor Eksternal merupakan kendala yang datang dari luar selama

proses penelitian dilakukan, seperti peneliti belum maksimal dalam

mengumpulkan data. Hal ini juga dikarenakan informan yang peneliti

wawancarai sangat sedikit jumlahnya dan tidak begitu terbuka dalam

menjawab berbagai pertanyaan, sehingga data yang didapatkan dirasa

(36)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Profil Kota Medan

4.1.1. Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara. Kota yang dinamis

ini adalah kota terbesar di Sumatera dan ketiga terbesar di Indonesia, setelah

Jakarta dan Surabaya.

Sejauh ini perkembangan kota Medan tidak terlepas dari dimensi historis,

ekonomi dan karakteristik kota Medan itu sendiri, yakni sebagai kota yang

mengemban fungsi yang luas dan besar (METRO). Realitasnya, kota Medan kini

berfungsi:

1. Sebagai Pusat Pemerintahan Daerah, baik pemerintahan Propinsi

Sumatera Utara, maupun kota Medan, sebagai tempat kedudukan

perwakilan/konsultan Negara-Negara sahabat, serta wilayah

kedudukan berbagai perwakilan Perusahaan, Bisnis, Keuangan di

Sumatera Utara.

2. Sebagai Pusat Pelayanan kebutuhan sosial, ekonomi masyarakat

Sumatera Utara seperti: Rumah sakit, Perguruan Tinggi, Stasiun

TVRI, RRI, dan lain-lain, termasuk berbagai fasilitas yang

(37)

3. Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, perdagangan, keuangan, dan jasa

secara regional maupun Internasional.

4. Sebagai pintu gerbang regional/Internasional/Kepariwisataan untuk

kawasan Indonesia bagian barat.

4.1.2. Kota Medan Secara Geografis

Kedudukan kota Medan adalah 3º 30'-3º 43' LU dan 98º 35'- 98º 44' BT.

Permukaan tanahnya cenderung miring keutara dan berada pada ketinggian

2,5-37,5 m diatas permukaan laut. Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10

Km 2) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian,

dibandingkan dengan kota/kabupaten lain, kota Medan memiliki luas wilayah

yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar.

Kota Medan menjadi kota induk dari beberapa bandar satelit di sekitarnya,

seperti kota Binjai, Lubuk Pakam, Deli Tua, dan Tebing Tinggi. Secara geografis

kota Medan berbatasan dengan :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

• Sebelah Barat, Selatan, dan Timur berbatasan dengan Kabupaten

(38)

4.1.3. Kota Medan Secara Demografis

Populasi kota Medan didominasi oleh beberapa suku. Penduduk asli kota

ini adalah orang Karo dan Melayu, namun saat ini kota Medan telah dikenal

sebagai kota multietnis yang menarik. Mayoritas penduduk kota Medan sekarang

adalah suku Jawa dan Batak, tetapi di kota ini banyak pula dijumpai orang

keturunan India dan Tionghoa yang sudah tinggal menetap.

Penduduk kota Medan saat ini diproyeksikan telah mencapai 2.068.400

jiwa, yang terdiri dari 958.977 jiwa laki-laki dan 939.036 jiwa perempuan.

Dengan demikian selama kurun waktu 40 tahun penduduk kota Medan telah

bertambah sebanyak 1.589.302 jiwa atau 431,72%, dengan kepadatan penduduk

rata-rata adalah 7.805 jiwa/km.

4.1.4. Pendidikan

Secara umum pada tahun 1997, pekerja di kota Medan belum memiliki

tingkat pendidikan yang cukup baik. Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan

yang ditamatkan umumnya SLTP dan SD. Tetapi seiring berjalannya waktu dan

pembangunan yang dilaksanakan di kota Medan kondisi ini terus membaik.

sekarang terlihat dengan dominannya pekerja yang pendidikan tertingginya SLTA

dan SLTP.

Kota Medan juga banyak mempunyai universitas yang hebat. Antara lain :

(39)

Universitas Isalam Sumatera Utara (UISU), Nomensen, Methodist, dan lain

sebagainya.

4.1.5. Agama

Di Indonesia, ada lima agama besar yang kita kenal antara lain : Islam,

Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, dan Hindu. Di kota Medan berdasarkan

data dari Kantor Departemen Agama pada tahun 2005, persentase agama adalah

sebagai berikut : Islam menempati urutan pertama sebagai agama mayoritas,

yakni 1.267.736 jiwa, kemudian disusul Kristen Protestan sebesar 320.754 jiwa,

Budha diurutan ketiga sebesar 202.964 jiwa, Kristen Katolik sebesar 126.378

jiwa, dan diurutan terakhir hindu dengan pemeluk sebesar 126.378 jiwa.

4.1.6. Transportasi

Selain keunikan dan keanekaragaman budaya serta objek wisatanya, kota

Medan juga terkenal dengan keunikan becak bermotornya (“becak motor”) yang

dapat ditemukan hampir diseluruh penjuru kota. Berbeda dengan becak biasa

(“becak dayung”), “betor” istilah untuk becak bermotor yang lazim disebut

masyarakat kota Medan ini selangkah lebih maju karena dapat membawa

penumpangnya hampir kesetiap ruas jalan kota Medan bahkan sampai pada

(40)

4.2. Penyajian dan Interpretasi Data

4.2.1. Profil Informan

4.2.1.1. Maya, Perempuan berperawakan Kecil yang Tangguh

Maya Sari Irawady adalah nama lengkap perempuan penarik motor ini. Ia

menganut agama Islam dan merupakan salah seorang penarik becak motor yang

ada di kota Medan. Pengalaman Maya sebagai penarik becak motor tidak dapat

dikatakan baru, buktinya ia telah menggeluti profesi ini lebih dari 10 bulan.

Menurut perempuan berusia 22 Tahun ini, ia pada mulanya bisa terjun

kedalam profesi ini karena melihat ada becak yang mengganggur terparkir di

depan rumahnya. Kemudian dengan pikiran awal hanya sekedar iseng-iseng untuk

mengisi waktunya yang kosong lalu ia mulai menariknya, walaupun pada

kenyataannya ia tetap nyaman dan senang melakukan pekerjaan itu sampai

sekarang.

Awalnya becak motor Maya dikredit oleh orang tua laki-lakinya yang juga

berprofesi sebagai penarik becak motor, namun karena ia telah bertekad untuk

mulai serius menarik becak motor, maka Maya yang meneruskan angsuran kredit

becak motor tersebut.

Suami Maya yang juga berprofesi sebagai penarik becak motor, pada

awalnya tidak begitu mendukung dengan keputusan yang telah dibuat Maya,

namun setelah sekian lama akhirnya sang suami tidak lagi merasa keberatan.

(41)

dapat membantunya memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Berbeda dengan

suaminya, pihak keluarga dan teman-teman Maya sangat mendukung keputusan

perempuan berdarah Melayu-batak ini agar dapat membantu memenuhi

kebutuhan ekonomi keluarganya.

Penghasilan Maya setiap harinya tidak dapat disamakan, mengingat bahwa

setiap hari ia belum tentu mendapatkan banyak penumpang. Biasanya bila

dirata-ratakan ia dapat menghasilkan Rp 50.000,- setiap harinya. Disisi lain pengeluaran

yang harus Maya keluarkan tidak kalah banyak, dengan perincian Rp 18.500,-

untuk cicilan becak perhari dan Rp 15.000,- s/d Rp 20.000,- untuk biaya makan ia

dan keluarganya.

Dulu Maya biasanya menarik becak mulai pukul 11.00 WIB sampai 23.00

WIB, namun setelah anak semata wayangnya Cantika Sari Nasution yang baru

berusia 19 bulan sakit radang paru-paru. Yang diduga sakit karena selalu diajak

Maya ikut bekerja dan dititipkan di tempat mangkalnya pada adik dan ibunya

yang kebetulan juga membuka warung kopi disana. Sehingga kini ia hanya

bekerja sampai sekitar pukul 20.00 WIB.

Perempuan tamatan SMEA Eka Prasetya Medan ini biasanya

mangkal/beroperasi di simpang jalan Nibung-Petisah ataupun di depan Plasa

Medan Fair atau yang lebih dikenal dengan sebutan Carrefour. Ia harus bekerja

ekstra keras, karena selain untuk membantu perekonomian keluarga, ia juga harus

(42)

Kebanyakan pelanggan yang mengetahui kalau becak yang mereka

tumpangi dibawa oleh seorang perempuan akan kagum/salut pada Maya. Banyak

yang tidak menyangka kalau perempuan juga dapat melakukan pekerjaan seperti

itu, namun disisi lain tetap ada juga orang yang tidak suka dan cenderung

“mencemooh” Maya, karena pekerjaan yang dilakukannya dianggap hanya akan

mempermalukan ataupun menjatuhkan kodrat kaum perempuan semata.

Sejauh ini hal tersebut tidak menjadi masalah yang besar bagi Maya. Ia

malah mengagumi dirinya sendiri karena ia bisa juga melakukan pekerjaan

laki-laki. Walaupun sebelumnya ia telah banyak mencoba peruntungan dengan

menggeluti pekerjaan lain, seperti berjualan bakso, membuka kedai kopi sampai

berjualan pakaian dalam, namun pekerjaan sebagai penarik becak motor ini jauh

lebih ia sukai.

Saat ini Maya tidak lagi menganggap pekerjaan ini (penarik becak)

semata-mata untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, tapi juga karena ia

memang hobi bekerja dan termasuk tipe orang yang tidak dapat berdiam diri di

rumah.

Bagi Maya, hasil menarik becak ini sangat membantunya, karena dari

pekerjaan inilah ia dapat memperoleh biaya untuk makan dan keperluan membeli

susu anaknya sehari-hari. Mereka (Maya dan keluarganya) juga merasa sangat

terbantu karena mereka masih tinggal bersama dengan kedua orang tua dan

(43)

Banyak pengalaman yang didapatkan Maya selama 10 bulan ia menarik

becak. Baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang kurang

menyenangkan. Pengalaman menyenangkan yang selalu dirasakannya apabila

banyak penumpang yang pada akhirnya memberi uang tambahan dari perjanjian

ongkos yang telah mereka sepakati sebelumnya. Sedangkan contoh pengalaman

yang kurang menyenangkan yang pernah dialami Maya ialah beradu mulut dalam

mendapatkan calon penumpang dengan penarik becak laki-laki yang biasanya

belum mengenalnya dan berasal dari tempat mangkal yang lain.

Sejauh ini tidak ada kendala yang berarti bagi Maya dalam menggeluti

profesinya. Hanya saja terkadang ia merasa terlalu capek sehingga takut sakit bila

lama kelamaan menarik becak. Begitupun dengan kendala yang berasal dari luar,

Maya merasa tidak ada sama sekali, bahkan keluarga dan teman-temannya sangat

mendukung pekerjaan Maya yang sekarang.

4.2.1.2. Yenny, Sosok Seorang Ibu yang Bertanggung Jawab

Yenny adalah seorang perempuan kelahiran 17 Juli 1965. Ia menganut

agama Kristen dan bersuku Batak Toba. Status Yenny sudah menikah dan telah

dikarunia empat orang anak.

Suami Yenny mempunyai kerja tidak tetap, bahkan sering suaminya yang

(44)

membangun rumah atau ruko maka ia akan menjadi seorang kernet bangunan dan

terkadang pada malam hari ia bertukar peran dengan sang isteri menarik becak.

Awalnya tidak pernah terpikir oleh Yenny untuk bekerja sebagai penarik

becak seperti suaminya, namun karena penghasilan suaminya yang dinilai masih

kurang untuk dapat memenuhi semua kebutuhan sandang dan pangan keluarganya

mendorong Yenny untuk mencoba belajar mengendarai becak. Pada hari pertama

Yenny mencoba menarik becak ia langsung mendapatkan rezeki yang cukup

lumayan. Akhirnya sejak saat itu pekerjaan menarik becak mulai ia minati sampai

sekarang dan telah berjalan 3 tahun.

Pada awalnya menurut Yenny, suaminya tidak mengizinkannya ikut

menarik becak dengan alasan belum ada perempuan yang pernah menarik becak,

namun sekarang ini, ‘bang Mian’ begitu suaminya kerap Yenny panggil telah

setuju dan mendukung. Begitu pun dari pihak keluarga, mereka ikut memberikan

dorongan dan nasihat agar Yenny selalu berhati-hati dalam bekerja.

Penghasilan dan pengeluaran Yenny bisa dibilang setara. Terkadang

Yenny memang dapat merauk uang lebih, namun yang lebih sering hanya sekitar

Rp 50.000,- setiap hari. Walaupun saat ini Yenny sudah tidak perlu membayar

angsuran becaknya lagi, namun penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi

kebutuhan pangan ia dan keluarganya sehari-hari.

Perempuan boru Siahaan ini biasanya aktif menarik mulai pukul 07.00

(45)

mulai kembali bekerja sampai sore atau biasanya sampai waktu anak-anak

sekolah siang pulang. Yenny mengaku jarang mangkal alias beroperasi disatu

tempat saja. Ia lebih suka berkeliling mencari sewa dan daerah favoritnya manarik

adalah di sekitar jalan Karya daerah Sei-Agul, karena ia dan keluarganya dulunya

pernah tinggal di daerah ini.

Banyak dari pelanggan/penumpang becak Yenny ikut merasa prihatin

melihat keadaannya, karena harus menarik becak untuk dapat membantu

keluarga, namun banyak juga diantara mereka yang memberikan simpati dan

dukungan kepada Yenny, karena masih jarang melihat perempuan berprofesi

sebagai penarik becak.

Menurut Yenny selama 3 tahun ia menarik becak, banyak suka dan duka

yang telah dialaminya, namun segalanya menjadi ‘terbayar’ karena dengan ikut

bekerja Yenny merasa bangga dengan dirinya sendiri. Ia merasa berguna dapat

membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga. Sehingga sampai saat ini pun

Yenny menganggap menarik becak merupakan pekerjaan yang paling ia sukai.

Mulanya Yenny bekerja menarik becak motor memang untuk membantu

perekonomian keluarganya, namun alasan lain yang juga diungkapkannya ialah

karena memang dirinya lebih suka bekerja, jadi ia merasa tidak begitu tergantung

dengan suaminya. Apalagi jika untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari

(46)

Yenny memiliki 4 orang anak, tiga diantaranya masih menjadi tanggungan

ia dan suami. Satu orang SD, dua orang SMP, dan yang paling tua sudah

berkeluarga.

Adapun pengalaman baik yang selalu dirasakan oleh Yenny selama ia

menggeluti profesi ini adalah dapat dikenal dan mengenal banyak orang. Jadi

Yenny merasa telah memiliki banyak teman semenjak menjadi penarik becak

motor. Sedangkan pengalaman buruk yang pernah dialaminya ialah seringnya

mendapat omongan kasar, cacian, godaan dari penarik becak laki-laki yang belum

mengenalnya.

Menurut Yenny tidak ada kendala-kendala dari luar dirinya yang begitu

mengkhawatirkan yang dihadapinya selama suami, keluarga, dan teman-temannya

mendukung pekerjaannya. Yang lebih mengkhawatirkan bagi Yenny adalah

kondisi fisiknya yang terkadang merasa cepat lelah karena sering menarik becak

hampir sepanjang hari.

4.2.1.3. Atien alias Amoy, Perempuan Tionghoa yang Pemalu

Atien adalah perempuan keturunan Tionghoa yang lahir dan besar di kota

Perbaungan. Perempuan yang lahir pada tanggal 10 Maret 1969 ini mengaku

hanya bersekolah sampai jenjang sekolah dasar (SD). Atien telah menikah dengan

(47)

telah memasuki 38 Tahun, masih memperlihatkan kecantikan paras wajahnya

seperti saat ia masih muda dulu.

Atien menekuni pekerjaan ini berawal dari kondisi keluarganya yang

memang sangat sederhana. Kondisi suaminya yang pada saat itu tidak mempunyai

pekerjaan membuat ia harus berfikir ekstra untuk dapat membantu sang suami.

Hingga akhirnya ia membeli becak motor dan mulai aktif menariknya sampai saat

ini yang sudah sekitar 3 tahun.

Sekarang ia bersama dengan suami berprofesi sebagai penarik becak

motor. Saat ini mereka hanya masih memiliki 1 unit becak, oleh karena itu

mereka harus bergantian untuk menarik becak setiap harinya. Apabila Atien tidak

sedang menarik becak karena masih ada pekerjaan di rumah maka suami Atien

yang mencari uang dan begitupun sebaliknya.

Tanggapan suami Atien menurut penuturannya biasa saja ketika Atien

memutuskan untuk menarik becak, karena merasa itu memang sudah menjadi

pilihan isterinya. Sedangkan dari pihak keluarga dan orang tua sangat mendukung

keputusannya tersebut. Bahkan becak yang dimiliki Atien sekarang merupakan

pemberian dari keluarga dan kakak perempuannya.

Pengeluaran Atien dan keluarganya biasanya sekitar Rp 30.000,- sehari,

termasuk uang belanja dan jajan anak-anaknya sekolah. Dari hasil

perkawainannya Atien dan suami telah dikaruniai 2 orang anak perempuan. Satu

(48)

sekitar Rp 30.000,- perhari. Jadi menurut Atien pendapatan ia dan suami setiap

hari hanya dapat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari.

Biasanya Atien bekerja mulai dari pagi, setelah mengerjakan berbagai

pekerjaan rumah tangganya sampai sore hari, namun hal itu sekarang tidak rutin

lagi dilakukannya setiap hari, karena ia mengaku badannya sekarang sering

merasa cepat letih. Atien biasanya sering mangkal di depan gang rumahnya yaitu

jalan Karya Bersama di daerah Karya Jaya-Johor.

Para penumpang Atien pada awalnya memang banyak yang terkejut ketika

menyadari dirinya adalah perempuan, namun sekarang sudah terbiasa, karena saat

ini telah banyak juga yang menjadi langganan tetapnya. Apalagi sekarang

orang-orang yang tinggal di sekitar daerah tempat tinggalnya sudah banyak yang

mengenalnya. Ibu dari Nanda Putria (anak pertamanya yang berusia 14 tahun) ini

mengaku selama menarik becak ia merasa senang, karena baginya kalau tidak

mempunyai pekerjaan ia akan cepat merasa suntuk dan bosan.

Alasan utama Atien bekerja memang untuk membantu suaminya, namun

alasan lain yang juga diungkapkannya karena ia tidak sabar bila ia harus terlalu

lama diam di rumah. Hasil ia menarik becak selama ini menurutnya memang

sangat membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Apalagi bila sang suami

sedang tidak bekerja karena sakit.

Hal yang paling menyenangkan bagi Atien adalah memiliki banyak sewa

(49)

penumpang seperti yang sering diutarakan penarik becak yang lain, namun

beruntungnya Atien sering mendapatkan pekerjaan borongan untuk membawa

penumpang ke luar kota, seperti Tanjung Morawa, Perbaungan, dan sebagainya

selama sehari penuh. Sehingga pemasukan yang ia dapatkan biasanya lumayan

besar untuk satu hari kerja seperti itu. Sedangkan pengalaman buruk yang pernah

dialami, Atien mengaku tidak banyak. Hanya saja terkadang dirinya suka kesal

apabila calon penumpangnya ‘diserobot’ oleh tukang becak laki-laki.

Atein mengaku sejauh ini tidak ada kendala yang berarti yang berasal dari

dalam dirinya selama ia menekuni profesi ini. Hanya saja ia sering merasa capek

dan pusing karena setiap hari ia harus bangun pagi, jadi waktu tidurnya terasa

sangat kurang. Untuk kendala yang berasal dari luar dirinya, seperti lingkungan

sekitarnya Atien mengaku tidak ada.

4.2.1.4. Ita, perempuan Tomboy, Supel, dan Ceria

Perempuan yang memiliki nama lengkap Sri Murnita Br Simanjuntak ini

lahir pada tanggal 29 November 1975. Ia adalah perempuan keturunan Batak

Toba dan memeluk agama Kristen Protestan. Pendidikan terakhir Ita adalah SMA

yang berada di kawasan Sei Mati. Ita yang kini sudah berstatus menikah masih

suka terlihat tomboy/jantan dalam berprilaku dan berpakaian sehari-hari.

Menurut penuturan ibu 3 anak ini, ia bisa sampai menggeluti profesi ini

(50)

lagi ketika sang adik ipar jatuh sakit. Kemudian becak itu coba ditarik oleh

suaminya, namun hanya bertahan sekitar 2 bulan, suaminya pun menyerah dan

merasa tidak sanggup untuk terus membawanya lagi. Sehingga becak tersebut

ingin ditarik kembali oleh showroom. Berangkat dari permasalahan itulah, Ita

memutuskan dirinya akan mencoba membawanya dan meneruskan pembayaran

kreditnya. Akhirnya sampai saat ini Ita masih tetap senang menjalankan

profesinya ini.

Suami Ita yang bernama Ferdinan Saragih saat ini bekerja di sebuah

panglong, sebagai supir pengantar bahan-bahan bangunan. Suaminya memang

pada awalnya meragukan kemampuan Ita dalam menjalankan pekerjaan ini,

namun sekarang menurut pengakuan Ita, sang suami sudah “angkat tangan” atau

salut kepada dirinya. Begitupun respon dari pihak keluarga Ita. Sedangkan respon

dari teman-teman dan tetangga, Ita mengaku karena kurang bersosialisasi dengan

masyarakat sekitar tempat tinggalnya, jadi hubungannya dengan mereka biasa

saja.

Penghasilan Ita setiap harinya tidak tetap, namun rata-rata perhari Ita bisa

mendapat Rp 50.000,-. Pendapat ini setiap hari harus dikurangkan dengan

pengeluaran Ita dan keluarga perhari, yaitu sekitar Rp 30.000,- dengan rincian Rp

20.000,- untuk keperluan belanja rumah tangga dan Rp 10.000,- untuk uang jajan

anak-anaknya sekolah. Kemudian sisa uang yang Ita dapatkan biasanya disimpan

(51)

Perempuan yang kini berusia 33 tahun ini mengaku, ia telah menarik

becak selama kurang lebih 1 tahun 2 bulan. Ia biasanya menarik becak mulai

pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB. Tempat ia mangkal biasanya

di Simpang Jalan Karya Bakti, sekitar daerah Karya Jaya-Johor.

Pelanggan Ita rata-rata salut melihat dirinya, karena masih jarang melihat

perempuan bekerja sebagai penarik becak. Oleh karena itu, Ita mengaku sering

mendapat “rezeki nomplok” dari ongkos lebih yang diberikan para

penumpang/langganannya. Disamping itu pun Ita mengaku merasa salut dan

bangga pada dirinya sendiri, karena menurutnya laki-laki saja belum tentu dapat

melakukan pekerjaan seperti ini. Sehingga sekarang ia merasa lebih sayang

dengan becak dan pekerjaannya ini.

Menurut penuturan Ita, alasan utama ia menarik becak memang untuk

membantu suaminya yang hanya berpenghasilan Rp 32.500/hari. Jadi Ita merasa

kalau ia dan keluarga hanya bergantung pada pendapatan suaminya saja, semua

kebutuhan keluarganya tidak akan dapat tertutupi. Sehingga ia merasa gajinya

memang sangat membantu perekonomian keluarganya, namun alasan lain yang

juga diutarakan Ita adalah memang karena ia lebih suka berada di luar rumah.

Selain bisa untuk mencari uang, ia juga dapat berjalan-jalan.

Tanggungan Ita dan suami hanyalah ketiga orang putra-putrinya, namun

karena dua diantaranya sudah bersekolah, membuat kebutuhan perekonomian

(52)

keduanya duduk di kelas 3 SD, dan yang paling bungsu masih balita, berusia

sekitar 1,5 tahun.

Salah satu pengalaman baik yang selalu dirasakan oleh Ita adalah sering

diberikannya ongkos lebih oleh para penumpang/langganannya. Sedangkan

pengalaman buruknya pernah disangka seorang lesbi karena gayanya yang

tomboy oleh para wanita malam yang pada saat itu menumpangi becaknya,

namun berbeda dengan perempuan penarik becak yang lain, Ita mengaku tidak

pernah diganggu atau digoda oleh tukang becak laki-laki yang lain.

Sering merasa cepat lelah adalah kendala/permasalahan yang sering

dialami Ita selama ia menekuni pekerjaan ini. Untuk mengatasinya Ita mengaku

biasa mengkonsumsi pooding (telur bebek) sebanyak 4 kali dalam seminggu. Sedangkan kendala yang berasal dari luar dirinya, Ita mengaku tidak ada.

Prinsipnya selama ia tidak mengganggu orang lain, tidak ada alasan orang lain

untuk mengganggunya.

4.2.1.5. Raya, gadis yang bekerja untuk mencapai cita-cita

Raya (Samaran), perempuan yang satu ini sedikit berbeda dari perempuan

penarik becak motor yang lain. Ia adalah seorang remaja yang baru berusia 19

tahun dan belum menikah, namun memiliki tanggung jawab, perhatian, dan

pengertian yang besar bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Perempuan berkulit

(53)

daerah jalan Gaperta 2 tahun yang lalu. Raya menganut agama Islam dan bersuku

Melayu.

Perempuan yang mengaku menyukai pelajaran akuntansi ini sudah sekitar

2 bulan aktif menarik becak motor. Menurut pengakuan Raya, ia sebenarnya telah

lama coba-coba menarik becak, tapi karena tidak aktif/rutin menarik jadi tidak

banyak orang yang tahu, namun ketika ia melihat ada becak yang mengaggur di

rumahnya, karena abang iparnya yang semula membawa becak itu sudah tidak

menarik becak lagi. Maka ia memutuskan untuk meneruskan menarik becak itu

dan membayar angsurannya.

Pada dasarnya anggota keluarga Raya yang memang rata-rata bekerja,

langsung mendukung keputusannya untuk bekerja. Hanya saja menurut Raya, ia

memang selalu dinasehati dan ‘diwanti-wanti’ dalam memilih calon penumpang

oleh ayah, ibu, dan kakak perempuannya. Sama halnya dengan pihak keluarga,

teman-teman Raya pun turut mendukung ia bekerja. Bahkan mereka terkadang

minta diajak jalan-jalan keliling kota kalau memang Raya tidak sedang bekerja,

tuturnya.

Pendapatan Raya sendiri bisa dibilang tidak berbeda jauh dengan

pendapatan perempuan penarik becak motor yang lain, tergantung dan tidak

menentu. Biasanya bila Raya bekerja secara maksimal selama sehari penuh ia

dapat membawa pulang sekitar Rp 50.000-60.000,-, namun karena ia lebih sering

Gambar

TABEL 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3 Informan Perempuan Penarik Becak Motor : Ratu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Devi Afrianti 2015, judul skripsi: ORGANISASI PEREMPUAN (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan). Skripsi ini mendeskripsikan: “Organisasi Perempuan Aisyiyah di Kota Medan. Kajian

penelitian ini adalah ”Bagaimana interaksi sosial anak-anak pemulung dengan orang.. tua, sesama pemulung, dinas kebersihan setempat, serta

Dari uraian tentang pengertian komunitas di atas, penulis menggambarkan bahwa interaksi sosial dalam sebuah komunitas atau suatu kelompok sosial tertentu dilandasi atas kesamaan

Becak merupakan alat untuk mengangkut orang atau barang dalam jumlah kecil, menggunakan dasar sepeda atau motor yang dimodifikasi menjadi kendaraan beroda tiga

Becak merupakan alat untuk mengangkut orang atau barang dalam jumlah kecil, menggunakan dasar sepeda atau motor yang dimodifikasi menjadi kendaraan beroda tiga

Hasil dari anilisis proporsi kendaraan becak motor memberikan pengaruh yang masih rendah terhadap kecepatan rata-rata lalu lintas di Jln.. Dari anilisis kepadatan

“Perbandingan pH dan Aktivitas Enzim Amilase Air Liur pada Perokok Filter dan Nonfilter di Kalangan Penarik Becak Bermotor di Kota Medan Tahun 2011” ini saya

Devi Afrianti 2015, judul skripsi: ORGANISASI PEREMPUAN (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan). Skripsi ini mendeskripsikan: “Organisasi Perempuan Aisyiyah di Kota Medan. Kajian