Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
PEREMPUAN PENARIK BECAK MOTOR
(Studi Kasus di Kota MEDAN)
S K R I P S I
Diajukan oleh:IRA DEWANI
040901034
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Keberadaan perempuan penarik becak motor dapat digolongkan sebagai sebuah fenomena baru yang hadir karena tuntutan perkembangan jaman dan semakin kompleks serta tingginya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh setiap manusia atau keluarga dalam struktur masyarakat, terutama yang dialami oleh keluarga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Kehadiran perempuan penarik becak motor ditengah atau dikalangan penarik becak laki-laki, selain dianggap sebagai suatu hal baru yang cukup “menarik”, sedikit banyak akan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama dari kalangan penarik becak laki-laki sendiri. Hal ini yang nantinya akan berpengaruh pada pola interaksi yang terjadi, baik dengan sesama perempuan penarik becak motor ataupun antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki baik di tempat kerja (jalanan) atau tempat mangkal. Masalah yang mungkin akan muncul dalam pola interaksi antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki antara lain, seperti streotipe, pelecehan seksual, penomorduan dan beban kerja ganda.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di kota Medan. Adapun yang menjadi unit anilisis dalam penelitian ini adalah 7 (tujuh) orang perempuan yang berprofesi sebagai penarik becak motor (betor) dan 3 (tiga) orang penarik becak laki-laki dari tempat mangkal yang sama dengan para informan perempuan penarik becak motor. Interpretasi data yang dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.
DAFTAR ISI
1.1. Latar Belakang Masalah………... 11.2. Perumusan Masalah………... 7
1.3. Tujuan penelitian………8
1.4. ManfaatPenelitian……….. 8
1.5. Defenisi konsep………. 9
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Proses Interaksi Sosial………... 11
2.2. Pemberdayaan Perempuan………. 15
2.3. Konsep Gender……….. 17
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian………..24
3.2. Lokasi Penelitian………...25
3.3. Unit Analisis dan Informan……….. 25
3.4. Teknik Pengumpulan Data………... 26
3.5. Interpretasi Data………... 26
3.6. Jadwal Kegiatan………... 28
3.7. Keterbatasan Penelitian………... .29
BAB IV. DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Profil Kota Medan……….. 30
4.1.1. Gambaran Umum Kota Medan………... 30
4.1.2. Kota Medan Secara Geografis………..31
4.1.3. Kota Medan secara Demografis……….. 32
4.2.1.1. Maya, Perempuan berperawakan Kecil yang tangguh………. .34
2.2.1.2. Yenny, Sosok seorang Ibu yang Bertanggung Jawab……….. 37
2.2.1.3. Amoy, Perempuan Tionghoa yang Pemalu……….. 40
2.2.1.4. Ita, Perempuan Tomboy, Sopel dan Ceria……….43
2.2.1.5. Raya, Gadis yang Bekerja untuk Mencapai Cita-cita………... 46
2.2.1.6. Rahmah, Perempuan Gesit yang Cepat Belajar……….. 50
2.2.1.7. Emy, Perempuan Sederhana dan Penyayang Keluarga……… 53
4.2.2. Profil Informan (Penarik Becak Laki-laki)……….. 55
4.2.2.1. Kariadi……….. 55
4.2.2.2. Zulfikar……… 56
4.2.2.3. Dahlan………. 56
4.3. Interaksi dengan Sesama Perempuan Penarik Becak Motor……… 57
4.4. Interaksi dengan Penarik Becak Laki-laki……… 62
4.5. Perempuan Penarik Becak Motor dan Isu-isu Gender……….. 65
4.6. Persespsi Penarik Becak Laki-laki Terhadap Keberadaan Perempuan Penarik Becak Motor ………... 70
4.7. Analisa Data Perempuan Penarik Becak Motor……… 75
BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan……… 81
5.2. Saran……….. 83
ABSTRAK
Keberadaan perempuan penarik becak motor dapat digolongkan sebagai sebuah fenomena baru yang hadir karena tuntutan perkembangan jaman dan semakin kompleks serta tingginya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh setiap manusia atau keluarga dalam struktur masyarakat, terutama yang dialami oleh keluarga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Kehadiran perempuan penarik becak motor ditengah atau dikalangan penarik becak laki-laki, selain dianggap sebagai suatu hal baru yang cukup “menarik”, sedikit banyak akan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama dari kalangan penarik becak laki-laki sendiri. Hal ini yang nantinya akan berpengaruh pada pola interaksi yang terjadi, baik dengan sesama perempuan penarik becak motor ataupun antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki baik di tempat kerja (jalanan) atau tempat mangkal. Masalah yang mungkin akan muncul dalam pola interaksi antara perempuan penarik becak motor dengan penarik becak laki-laki antara lain, seperti streotipe, pelecehan seksual, penomorduan dan beban kerja ganda.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di kota Medan. Adapun yang menjadi unit anilisis dalam penelitian ini adalah 7 (tujuh) orang perempuan yang berprofesi sebagai penarik becak motor (betor) dan 3 (tiga) orang penarik becak laki-laki dari tempat mangkal yang sama dengan para informan perempuan penarik becak motor. Interpretasi data yang dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan jaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan
yang jeli membaca peluang untuk maju, berkreasi, dan berkompetisi, tidak terkecuali perempuan. Hal ini sejalan dengan cita-cita Kartini untuk Kemajuan dan Emansipasi
perempuan. Pemikirannya dianggap melahirkan banyak perubahan pada berbagai aspek
kehidupan perempuan di Indonesia. bukan sekedar atmosfer sosial perempuan dengan
menekankan perempuan wajar berpendidikan rendah, tapi juga sedikit banyak aspek
keterbukaan dalam menyikapi perubahan secara sosial tentang nilai perempuan ideal
telah mempunyai sisi dan ruang yang bisa didiskusikan.
Perempuan sebagai individu yang bebas juga memiliki harapan-harapan,
kebutuhan-kebutuhan, minat-minat, dan potensinya sendiri. Menurut pandangan
psikologi humanistik, yang menekankan nilai positif manusia, perempuan juga
membutuhkan aktualisasi diri yang seoptimal mungkin demi pengembangan dirinya,
yaitu sesuatu yang pada akhirnya juga membawa dampak positif pada pengembangan
umat manusia secara umum (E.K. Poewandari, 1995 : 314).
Sebenarnya dapat dikatakan bahwa ada perbedaan-perbedaan yang mendasar
keterlibatan di pasar tenaga kerja, perempuan masih tertinggal jumlahnya daripada
laki-laki. Alasan yang lain adalah persoalan jenis pekerjaan, perempuan biasanya terlibat
dalam pekerjaan-pekerjaan yang dianggap kurang terampil, kurang stabil (mudah
mengalami penyusutan), berupah relatif lebih rendah daripada laki-laki, dan
kemungkinan untuk naik jenjang sangat kecil.
Pekerja wanita yang terlibat dalam sektor informal, biasanya berasal dari rumah
tangga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Dimana bekerja menjadi
suatu strategi menghadapi tekanan ekonomi dan sekaligus mewujudkan rasa tanggung
jawab terhadap kelangsungan ekonomi rumah tangganya. Adapun alasan lain kenapa
wanita ingin bekerja ialah karena mereka ingin memiliki uang sendiri dan agar bisa
mengambil keputusan sendiri dalam mengambil uang tanpa harus minta izin atau
berembug dengan suami (Abdullah, 1997 : 230)
Dewasa ini tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dari tahun ke tahun, makin banyak
wanita yang berperan ganda. Sebagian wanita bekerja karena memang ekonomi rumah
tangga menuntut agar mereka ikut berperan serta dalam mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari, sedangkan sebagian lagi bekerja untuk kepentingan mereka sendiri, yaitu
untuk kepuasan batin dan sarana aktualisasi diri. Bagi sebagian wanita dengan kelas
ekonomi menengah ke atas, bekerja dianggap sebagai sarana untuk menjalin komunikasi
dan hubungan dengan dunia luar.
Untuk kalangan wanita kelas bawah, sebetulnya peran ganda bukan suatu hal
suami ataupun tidak, mereka tetap dituntut untuk bekerja guna mencukupi kebutuhan.
Sehingga pada situasi ini wanita akan tersudutkan pada kondisi yang sulit, karena bekerja
disatu sisi bagi mereka adalah suatu keharusan, maka seringkali memaksa mereka
menerima pekerjaan tanpa pertimbangan yang matang, apapun jenis pekerjaan itu.
Hal ini biasanya diakibatkan oleh terbatasnya akses terhadap lapangan kerja dan
rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki. Kaum perempuan dirasakan akan semakin
sulit untuk berkompetisi, terutama dengan kaum laki-laki. Akhirnya mengakibatkan
banyak perempuan yang masih tertinggal, khususnya dalam sektor ekonomi.
Sehingga keadaan semacam inilah yang akhirnya membuat “bargaining power” perempuan menjadi lemah, dan mereka terpaksa menerima jenis pekerjaan yang
sebetulnya kurang disukai atau bahkan kurang sesuai dengan “kodratnya” sebagai wanita.
Situasi ini akhirnya juga menempatkan perempuan sebagai pihak yang mudah untuk
dipermainkan pihak lain, seperti mandor, calo, dan para pengusaha.
Banyak perempuan yang memilih pekerjaan sektor informal. Biasanya jenis
pekerjaan yang mereka geluti adalah jenis pekerjaan yang dekat dengan aktivitas
kesehariannya seorang wanita, seperti : berdagang, membuka warung, menjahit pakaian,
menjadi pekerja salon, dan sebagainya. Namun kenyataannya sekarang, tidak ada lagi
pembatasan tempat dimana perempuan tidak dapat bekerja. Hal ini dapat dilihat dari
pekerjaan-pekerjaan perempuan sekarang yang menggeluti bidang yang dahulu diketahui
sebagai lahannya kaum lelaki, antara lain : Tukang parkir, Penjaga pom bensin, Supir
Untuk kawasan yang relatif maju dan berpenduduk cukup besar di Indonesia, kota
Medan merupakan salah satu kota yang banyak menjanjikan peluang untuk berusaha dan
bekerja. Salah satunya adalah sebagai penarik becak motor. Menarik becak adalah salah
satu lapangan kerja yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja. Kondisi ini dapat dilihat
dengan menjamurnya angkutan becak motor diberbagai penjuru kota. Hal ini didukung
oleh data Dinas Perhubungan Medan yang dimuat Kompas pada Kamis, 22 April 2004
bahwa jumlah becak motor di Medan mengalami kenaikan yang sangat drastis, dari 2.050
unit menjadi 11.622 unit. Sehingga akhirnya ikut membuka peluang bagi siapa saja yang
ingin bekerja, termasuk perempuan.
Selain itu becak juga masih banyak diminati dikalangan masyarakat. Betor
dijadikan sebagai salah satu angkutan/transportasi alternatif yang memiliki mobilitas
yang cukup tinggi di jalan, baik untuk perjalanan jarak jauh maupun dekat bahkan sampai
pada daerah yang belum terjamah angkutan umum. Selain itu kapasitas betor juga dapat
menampung penumpang lebih dari dua orang (termasuk boncengan), dan tarifnya juga
masih relatif terjangkau.
Kondisi ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) yang merupakan imbas dari globalisasi. Masyarakat dengan berbagai
kultur secara sengaja maupun tidak akan berperan sebagai pencipta dan pengguna
teknologi. Salah satunya adalah perkembangan teknologi transportasi, yang menghasilkan
becak motor. Kini perempuan pun dapat berperan sebagai pengguna salah satu hasil
Pada kasus perempuan yang bekerja sebagai penarik becak motor, mereka masih
dipandang aneh dan sebelah mata oleh sebagian kalangan masyarakat. Hal ini bukan hanya menyangkut pergeseran isu perempuan feminim, namun juga anggapan bahwa
perempuan sedikit banyak nantinya akan mengalami kendala dengan peralatan teknologi
(seperti:becak motor), yang notabene masih jarang dipakai oleh kaum hawa sebagai
‘patner kerja’.
Belum lagi bila hal ini dikaitkan dengan pandangan perempuan sendiri yang pada
faktanya kebanyakan tidak ingin memilih jenis pekerjaan yang biasanya menjadi
lahannya laki-laki, apalagi seperti pekerjan sebagai penarik becak motor. Hal ini sedikit
banyak juga berkaitan dengan fakta bahwa dunia kerja laki-laki itu identik dengan
kekerasan dan persaingan. Sehingga apabila kaum perempuan memasukinya mungkin
akan ada potensi untuk dilecehkan dan mendapat berbagai streotipe negatif pada mereka.
Fenomena ini bukan hanya memperlihatkan pergeseran peran yang terjadi antara
laki-laki dan perempuan dalam sektor publik, namun juga anggapan yang selama ini
dikonstruksikan dalam masyarakat, bahwa perempuan adalah sosok yang feminin, lemah,
dan harus dilindungi ternyata berangsur-angsur bergeser. Sekarang perempuan juga
dituntut harus mampu “menghandle” jaman dan berbagai persoalan hidup yang semakin
kompleks.
Keadaan ini semakin menarik bukan hanya karena jenis pekerjaannya yang cukup
“menantang” tapi juga kita ketahui bersama bahwa pada sebagian besar masyarakat
Medan. Dimana budaya ini selalu mengedepankan kepentingan dan pendapat dari
ayah/anak laki-laki daripada perempuan. Sehingga perempuan jarang diberi kesempatan,
hak, dan kebebasan mengeluaran pendapat/kehendak termasuk dalam hal memilih jenis
pekerjaan.
Di kota Medan sendiri, keberadaan perempuan penarik becak motor bisa dibilang
belum begitu mendapat sorotan. Hal ini selain dikarenakan jumlah mereka yang memang
sedikit, juga karena daerah/tempat mangkal atau narik mereka yang memang berbeda satu
sama lain, sehingga sulit untuk menemukan mereka berada di suatu tempat mangkal yang
sama. Kebanyakan dari mereka biasanya ikut masuk dan membaur ke dalam komunitas
tukang becak laki-laki. Daerah mangkal/narik mereka tersebar dibeberapa wilayah di
kota Medan, antara lain : Daerah Medan Petisah, Pasar Sambu, Jalan Karya-Johor, dan
beberapa daerah lainnya.
Memang nantinya masih banyak tantangan yang akan didapat kelompok tersebut
karena dianggap “mencuri” lahannya laki-laki, yang didukung oleh faktor-faktor kultural
dan sosial yang juga akan menghambat kemajuan perempuan. Untuk itu dituntut
keberanian dan daya juang yang tinggi bagi seorang perempuan penarik becak motor
untuk meruntuhkan berbagai anggapan miring tersebut.
Sehingga diharapkan perbedaan gender yang melahirkan berbagai peran bagi
setiap orang, tidak lagi menimbulkan berbagai permasalahan ketidakadilan, seperti
pelecehan seksual, streotipe, marginalisasi, ataupun eksploitasi pada perempuan.
Untuk itu saya sebagai peneliti merasa tertarik untuk melihat kegiatan dan
interaksi perempuan penarik becak motor ini sehari-hari, baik antara sesama penarik
becak motor perempuan maupun dengan penarik becak motor laki-laki. Guna mengetahui
dan mendalami berbagai keuntungan ataupun permasalahan yang mungkin akan timbul
karena jenis pekerjaan yang mereka geluti jauh dari bayangan dan harapan perempuan
kebanyakan. Apalagi kasus ini belum begitu banyak mendapat sorotan dari masyarakat,
khususnya masyarakat di kota Medan, bahkan masih banyak pihak yang belum
mengetahuinya. Namun yang lebih penting, diharapkan nantinya hasil penelitian ini dapat
membuka cakrawala dan pemikiran masyarakat umum tentang bagaimana kegiatan,
interaksi, dan hubungan kerja mereka di tempat kerja dan tingginya daya juang yang
dapat dilakukan oleh kaum perempuan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka yang menjadi
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana interaksi sosial dengan sesama perempuan penarik becak motor
yang lain?
2. Bagaimana interaksi sosial perempuan penarik becak motor dengan penarik
becak motor laki-laki?
3. Bagaimana persepsi penarik becak laki-laki terhadap keberadan perempuan
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan diatas maka yang menjadi tujuan
penelitian adalah:
1. Untuk melihat dan mengetahui bagaimana interaksi sosial dengan
sesama perempuan penarik becak motor yang lain.
2. Untuk melihat dan mengetahui bagaimana interaksi sosial perempuan
penarik becak motor dengan penarik becak motor laki-laki.
3. Untuk mengetahui bagaimana persepsi penarik becak laki-laki terhadap
keberadan perempuan penarik becak motor, karena mereka memasuki
wilayah kerja yang dominan atau dikuasai penarik becak laki-laki.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1. Memberi manfaat bagi peneliti agar lebih memahami permasalahan yang
mungkin dialami oleh perempuan penarik becak motor dalam ruang
lingkungan keluarga dan pekerjaannya.
2. Sebagai sumbangan bagi pihak ataupun masyarakat yang ingin mengetahui
dan memperluas wacana seputar kehidupan perempuan penarik becak motor
dan agar posisi perempuan dalam keluarga, pekerjaan, dan lingkungan
sekitarnya mendapat tempat yang layak, dihormati, dan diberi kesempatan
1.5. Defenisi Konsep
• Gender : Keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebai laki-laki dan
perempuan memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui
atribut-atribut maskulinitas dan femininitas yang sering didukung oleh nilai-nilai
atau sistem simbol masyarakat yang bersangkutan.
• Becak Motor : Nama lain dari becak mesin, yang menggunakan tenda becak dan
sepeda motor sebagai kemudi.
• Penarik Becak Motor Perempuan : Jenis pekerjaan yang digeluti perempuan, yang
menggunakan tenda becak dan sepeda motor sebagai kemudi.
• Bias Gender : Akibat konstruksi sosial budaya masyarakat terhadap jenis
kelamin tertentu, yang menyebabakan perbedaan peran dan perilaku sehingga
menimbulkan ketidakadilan.
• Sektor Informal : Bentuk pekerjaan yang dianggap tidak mempunyai ikatan resmi
karena aktivitasnya dapat bersandar pada sumber daya sekitarnya.
• Subordinasi : Penomorduan yang terjadi pada perempuan penarik becak motor,
dimana keberadan mereka dipandang sebelah mata baik oleh penarik becak
laki-laki maupun calon penumpang karena dianggap tidak cocok atau pantas
menggeluti profesi sebagai penarik becak.
• Streotipe : Pelabelan negatif bahwa menarik becak motor adalah jenis pekerjaan
yang kurang pantas digeluti oleh seorang perempuan serta dapat menjatuhkan
• Pelecehan Seksual : Perempuan penarik becak motor dianggap remeh (dipandang
lemah) dan pasti akan mengalami kendala dalam pekerjaan ini karena
keterbatasan yang dimilikinya yang disebabkan oleh kondisi keperempuanannya.
• Beban Ganda : Dua atau lebih pekerjaan (domestik-publik) yang dikerjakan oleh
perempuan penarik becak motor pada waktu yang bersamaan, sehingga apabila
terjadi pembagian kerja yang tidak adil dalam keluarga dapat menimbulkan
ketidakadilan gender pada diri mereka.
• Interaksi Sosial : Merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis antara
sesama perempuan penarik becak motor, dengan penarik becak motor laki-laki
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Proses Interaksi Sosial
Interaksi sosial menurut Alvin dan Helen Goulner dalam Taneko (1990 : 10)
adalah “aksi dan interaksi diantara orang-orang”. Jadi tidak memperdulikan hubungan
tersebut bersifat bersahabat atau bermusuhan, apakah formil atau informal, apakah
dilakukan secara berhadapan muka secara langsung ataukah melalui simbol-simbol
seperti : bahasa tulisan yang disampaikan dari jarak jauh atau berupa gerakan-gerakan
tangan serta benda-benda lainnya. Semua itu tercakup didalam konsep interaksi sosial
selama hubungan-hubungan itu mengharapkan satu atau lain bentuk respon.
Gerungan (2002 : 57) seorang sarjana psikologi mengatakan bahwa interaksi
sosial dirumuskan sebagai berikut : yaitu suatu hubungan antara dua orang atau lebih,
individu yang satu mempengaruhi, merubah, atau memperbaiki kelakuan individu lain
atau kebalikannya.
Hubungan timbal balik diantara manusia disebut juga dengan interaksi sosial.
Interaksi sosial adalah dasar dari sebuah proses sosial, pengertian yang menuju pada
hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Senada dengan pandangan diatas, Gillin dan
Gillin menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 1990 :
67).
Charles P. Loomis mengatakan ada 4 ciri-ciri penting dari interaksi sosial, yaitu :
1. Jumlah pelaku lebih dari seorang (biasanya dua orang atau lebih).
2. Adanya komunikasi antar para pelaku dengan menggunakan simbol-simbol.
3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang,
yang menentukan sifat dan aksi yang sedang berlangsung.
4. Adanya suatu tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut.
Menurut Kimbal Young dan Raymond W. Mack (Soekanto, 1982 : 58)
menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena
tanpa interaksi tak akan mungkin ada kehidupan bersama.
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi 2 syarat,
yaitu : Adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komunikasi (Soekanto, 1990 :
71). Kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, walaupun tidak selalu dalam
arti yang sebenarnya. Dewasa ini melalui bantuan teknologi, orang-orang dapat lebih
mudah berhubungan dengan yang lainnya, seperti melalui : telepon, telegraph, radio,
surat, dan seterusnya yang tidak memerlukan suatu hubungan badaniah. Sedangkan
komunikasi muncul setelah terjadinya kontak langsung, walaupun tidak berate adanya
kontak akan menimbulkan komunikasi, oleh sebab itu komunikasi dapat muncul apabila
Pada kasus perempuan yang juga bekerja disektor publik, akan menimbulkan
lebih banyak bentuk-bentuk interaksi dibandingkan dengan perempuan yang hanya
bekerja disektor domestik, baik interaksi yang terjadi dalam ruang lingkup keluarga,
lingkungan kerja, maupun daerah tempat tinggal. Bentuk interaksi yang mungkin akan
terjadi juga akan bervariasi. Biasanya bentuk interaksi yang paling sering kita jumpai
adalah kerjasama, persaingan, dan pertentangan.
Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial seperti : kerjasama (coorporation),
persaingan (competition), dan pertentangan/pertikaian (conflict).
1. Kerjasama (coorporation)
Bentuk dan pola-pola kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia.
Bentuk kerjasama kemudian berkembang kemudian apabila orang dapat digerakkan
untuk mencapai tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan bersama dan harus
ada kesadaran bahwa tujuan tersebut dikemudian hari mempunyai manfaat bagi semua.
2. Persaingan (competition)
Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau
kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang
kehidupan tertentu yang menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun
kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam
prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan
3. Pertentangan (pertikaian atau conflict)
Pribadi maupun kelompok yang menyadari adanya perbedaan-perbedaan,
misalnya dalam ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku,
dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada
hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertentangan atau pertikaian
adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi
tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/atau
kekerasan (Soekanto, 1990 : 79-107)
Dalam beberapa kelompok, orang berinteraksi secara cooperatif : mereka saling
menolong satu sama lain, berbagi informasi, bekerjasama untuk mendapatkan
keuntungan bersama. Dalam kelompok lain orang bersaing : mereka mengutamakan
tujuan mereka sendiri dan berusaha menyisihkan orang lain (David, O. Sears, 1985 :
144).
Ketiga bentuk interaksi diatas, akan dapat dengan mudah kita jumpai pada
bentuk-bentuk hubungan sehari-hari baik yang bersifat formil maupun informal, tidak
terkecuali hubungan antara sesama penarik becak motor. Baik itu perempuan ataupun
laki-laki penarik becak motor yang memiliki komunitas mangkal yang sama ataupun
2.2. Pemberdayaan Perempuan
Secara fakta konstruksi nilai sosial yang berbeda mengakibatkan kondisi yang
berbeda pula dalam kesempatan, prestasi, dan kualifikasi antara laki-laki dan perempuan.
Sebagai contoh masuknya perempuan ke dunia kerja atau lebih dikenal dengan ranah
publik dengan pendidikan terbatas hanya akan menduduki kondisi kurang penting.
Kalaupun perempuan berhasil berkarier harus dapat berjuang keras untuk menembus
dominasi laki-laki dan menembus normative nilai sosial yang sering mempertanyakan
kemampuan seorang perempuan karena kondisi kepermpuanannya.
Berbicara mengenai pemberdayaan dan penghapusan diskriminasi pada kaum
perempuan tidak terlepas dari berbagai kebutuhan gender, baik yang praktis maupun
strategis sebagai kriteria evaluasi untuk beberapa pendekatam pembangunan yang
berbeda. Kebutuhan Praktis Gender lebih menekankan pada model pemenuhan kebutuhan
yang segera guna meringankan beban kehidupan perempuan sehari-hari, tetapi tidak
menyinggung ketaksejajaran (inequality) pembagian kerja secara seksual ataupun
ketidaksejajaran antara-gender, misalnya seperti penyediaan tempat-tempat penitipan
anak, dapur-dapur umum, pemakaian alat-alat kontrasepsi, dan tempat perlindungan
untuk perempuan yang dianiaya. Sedangkan Kebutuhan Strategis Gender merupakan
kebutuhan jangka panjang yang menghilangkan ketidakseimbangan gender di dalam
rumah tangga serta menjamin hak serta peluang perempuan untuk mengungkapkan
kebutuhan mereka (seperti dibuatkannya UU Persamaan Hak dan persamaan upah untuk
Ada lima pendekatan yang sering dipakai guna terciptanya keadilan dan
kesejahteraan perempuan di dalam pembangunan, khususnya pada negara-negara yang
sedang berkembang, termasuk Indonesia. Antara lain : Pendekatan Kesejahteraan (Welfare Approach), Pendekatan Kesamaan (Equality Approach), Pendekatan Anti Kemiskinan (Anti-Poverty Approuch), Pendekatan Efisiensi (Eficiency Approuch), dan Pendekatan Pemberdayaan (Empowerment Approuch).
Untuk kasus perempuan bekerja yang berasal dari keluarga dengan status
ekonomi menengah bawah, Pendekatan Anti Kemiskinan dinilai lebih tepat dan
memungkinkan untuk dapat diterapkan. Pendekatan ini lebih menekankan pada upaya
menurunkan ketimpangan pendapatan antara perempuan dan laki-laki. Karena kelompok
sasarannya adalah para “pekerja yang miskin”, maka sektor informal dipandang sebagai
sebuah jalan keluar dengan asumsi bahwa sektor informal akan mampu meningkatkan
kesempatan kerja secara mandiri.
Pendekatan ini sejalan dengan strategi pembangunan “pemerataan dengan
pertumbuhan” (redistribution with growth) dan strategi “kebutuhan dasar” (basic needs). Pendekatan Anti Kemiskinan untuk perempuan menitikberatkan pada peranan produktif
mereka, atas dasar bahwa penghapusan kemiskinan dan peningkatan keseimbangan
pertumbuhan ekonomi membutuhkan peningkatan produktivitas perempuan pada rumah
tangga yang berpendapatan rendah. Asumsi awal pendekatan ini ialah bahwa kemiskinan
perempuan dan ketimpangannya dengan laki-laki diakibatkan oleh kesenjangan peluang
Sehingga segala proyek/kegiatan yang dapat menciptakan penghasilan (income generating activities) bagi perempuan sangat diutamakan.
2.3. Konsep Gender
Secara historis, konsep gender pertama kali digulirkan oleh Sosiolog asal Inggris
yaitu Ann Oakley, ia membedakan pengertian antara jenis kelamin (sex) dan gender.
Perbedaan jenis kelamin (sex) berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis yaitu yang
menyangkut prokreasi (menstruasi, hamil, dan menyusui). Sedangkan gender adalah
perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks seperti maskulin
dan feminim.
Pembatasan budaya yang diciptakan oleh masyarakat membuat perempuan tidak
sebebas laki-laki dalam hal mencari dan memilih pekerjaan. Pembatasan kebudayaan
yang masih kuat dimasyarakat membuat perempuan harus selektif dalam memilih
pekerjaan. Sehingga aneh apabila masyarakat menemukan seorang perempuan bekerja
sebagai penarik becak motor, karena dianggap melanggar kodrat perempuan. Hal ini
didukung dengan anggapan bahwa perempuan dianggap memiliki kemampuan fisik dan
intelektual yang lebih rendah daripada laki-laki.
Akhirnya peran antara perempuan dan laki-laki menjadi berbeda. Bahkan
interaksi diantara keduanya pun senantiasa dipengaruhi oleh kondisi ketimpangan, yang
berkembang menjadi ketidakadilan gender. Dimana perempuan selalu diposisikan berada
Sebenarnya apabila diamati, tentu saja kondisi ini tidak lepas dari pengaruh
gender. Pembagian kerja berdasarkan gender membuat perempuan bekerja lebih keras
dengan memeras keringat jauh lebih panjang (double-burden). Apalagi dalam proses pembangunan, pembagian kerja memiliki konsekuensi penting atas jenis pembangunan
yang akan dijalankan oleh suatu negara.
Pembatasan budaya tersebut bukanlah sesuatu yang tanpa sebab, karena dari awal
antara perempuan dan laki-laki memang telah dibuatkan sekat oleh masyarakat, berupa
pelabelan-pelabelan yang sangat erat dengan konsep gender. Misalnya bahwa perempuan
itu dikenal lemah, penurut, emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap kuat,
jantan, rasional, dan perkasa.
Konsep gender yakni suatu sifat, baik yang melekat pada kaum laki-laki maupun
perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun struktural, yang pada hakikatnya
merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, sesuai waktu, tempat, dan perkembangan
jaman. Sehingga apabila konsep yang dianut dalam suatu masyarakat sangat bias gender
laki-laki, maka kaum perempuannya akan kurang dapat mengembangkan diri karena
adanya berbagai pelabelan-pelabelan made in masyarakat tersebut.
Pada dasarnya diskriminasi gender dalam kultur kerja tidak hanya terjadi pada
level kantoran (laki-laki sebagai bos dan perempuan sebagai sekretaris), namun juga dalam pembagian kerja di luar konteks rumah tangga dan sektor informal, serta
menyentuh hampir semua kerja produktif ekonomis yang dilakukan kaum perempuan,
Padahal bila dikaji lebih dalam tidak ada salahnya perempuan mempunyai
pekerjaan, meskipun tidak berkarier. Karier biasanya lebih banyak menuntut persiapan
pendidikan dan persiapan mental sedangkan pekerjaan tidak begitu memerlukan
persyaratan-persyaratan khusus. Defenisi tentang kerja sendiri sering kali tidak hanya
menyangkut apa yang dilakukan seseorang, tetapi juga menyangkut kondisi yang
melatarbelakangi kerja tersebut, serta penilaian sosial yang diberikan terhadap pekerjaan
tersebut (Briggite, 1997 : 14).
Bila menempatkan kerja perempuan pada konteks sosialnya, perlu diingat bahwa
konteks tersebut akan selalu mengalami perubahan sosial, baik cepat maupun lambat,
menyangkut aspek kehidupan yang terbatas maupun yang sangat luas, dirasakan oleh
sebagian masyarakat maupun seluruh masyarakat. Sehingga pada gilirannya semua ini
mempengaruhi bentuk kerja perempuan dan hubungan sosial baik antar-gender maupun
didalam-gender yang sama dari kelas sosial yang berbeda.
Pada kasus perempuan penarik becak motor yang rata-rata berasal dari keluarga
dengan kondisi ekonomi kelas bawah, selain bekerja sebagai ibu rumah tangga, mereka
juga berperan sebagai ‘bread winner’ disamping suaminya. Bagi perempuan golongan ini
peranan ganda seorang perempuan telah mereka terima sebagai kodrat perempuan. Atau dapat dikatakan bahwa kemiskinan yang melanda mereka dan keluarganya menyebabkan
perempuan-perempuan dari golongan ini tidak dapat begitu saja menyerahkan
Berbagai permasalahan yang mungkin akan terjadi pada kondisi perempuan penarik becak motor yang berkaitan dengan isu gender, antara lain :
1. Subordinasi
Seperti yang kita ketahui bahwa pandangan gender dapat menimbulkan
berbagai ketidakadilan gender, salah satunya adalah subordinasi atau penomorduan
terhadap kaum perempuan. Bicara pada konteks subordinasi juga tidak lepas dari
pembicaran hubungan kekuasan antara kelompok superior dengan dengan kelompok
yang tersubordinasi (biasanya kaum perempuan). Angapan bahwa perempuan itu
irrasional atau emosional membuat penafsiran yang negatif sehingga perempua n sulit
untuk bisa tampil memimpin. Hal ini mengakibatkan munculnya sikap yang
menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender
tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari satu tempat ketempat lain
maupun dari waktu kewaktu.
Pada konteks perempuan penarik becak motor. Mereka kurang dapat bersaing,
karena keterbatasan pengalaman, kurang adanya keterampilan dan kurangnya akses
terhadap sumber daya pendapatan ekonomi (kebebasan memilih pekerjaan) yang dimiliki,
serta tuntutan ekonomi keluarga yang harus dicukupi sehingga mereka tidak dapat
memilih pekerjaan lain, yang lebih baik ataupun yang lebih mereka sukai. Sehingga cepat
atau lambat mereka akan terbentur pada kendala atau masalah dalam jenis pekerjaan
2. Stereotipe
Secara umum streotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu
kelompok tertentu, dan biasanya bersifat negatif serta merugikan. Salah satu jenis
streotipe adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan
terhadap jenis tertentu, umumnya perempuan yang bersumber dari penandaan (streotipe)
yang ditekatkan kepada mereka.
Stereotipe dalam situasi ini bisa berupa pelabelan-pelabelan yang diterima para
perempuan penarik becak motor dari penarik becak motor laki-laki. Anggapan/pandangan
yang mengatakan bahwa perempuan seharusnya memilih jenis pekerjaan yang lebih
baik/pantas atau setidaknya jenis pekerjaan yang dekat dengan aktivitasnya sehari-hari.
Sehingga pekerjaan sebagai penarik becak akan menimbulkan image negatif, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan sendiri. Untuk kalangan perempuan sendiripun ada
yang menganggap bahwa jenis pekerjaan ini sangat memalukan dan menjatuhkan kodrat
kaum perempuan sendiri.
3. Pelecehan Seksual
Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di
masyarakat yakni yang dikenal dengan perbedaan seksual atau seksual and emotional
hassment. Beberapa bentuk yang bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual,
a. Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor.
b. Mengintrogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau
kehidupan pribadinya.
Bentuk pelecehan seksual yang mungkin akan terjadi dalam interaksi kerja
perempuan penarik becak motor dengan pihak lain (penarik becak motor laki-laki
maupun masyarakat) adalah anggapan bahwa penarik becak motor perempuan hanya
sebagai pengganggu semata. Mereka akan diremehkan oleh sebagian penarik becak motor laki-laki yang merasa tidak senang akan keberadaan mereka disana. Bentuk
pelecehan yang mungkin akan dijumpai, seperti diutarakan bahwa bila penarik becaknya
perempuan, penumpang akan mengalami kendala/masalah karena keterbatasan
pemikiran, kondisi fisik, dan pengetahuan mereka sebagai tukang becak, seperti bila
becak mogok atau mengalami kerusakan (mesin, busi, dsb), kurang mahir rute perjalanan, ataupun dalam membantu mengangkat barang bawaan penumpang. Dengan dasar pikir
stereotipe bahwa perempuan lemah maka perempuan dianggap tidak akan cocok
menggeluti jenis pekerjaan ini.
4. Beban Ganda
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin,
serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, sehingga mengakibatkan semua
pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dengan membersihkan dan
mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air, hingga memelihara anak. Dikalangan
keluarga miskin beban berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Apalagi jika
perempuan tersebut harus bekerja, maka beban kerja yang dipikulnya menjadi double
atau ganda.
Pada kasus perempuan penarik becak motor, sangat memungkinkan bahwa
mereka biasanya selalu mengalami kelebihan bobot kerja. Dimana mereka harus bekerja
ekstra, baik di ruang lingkup domestik maupun publik guna membantu mengurus dan
menyediakan berbagai kebutuhan keluarganya. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa
mau tidak mau mereka yang rata-rata berasal dari keluarga dengan taraf ekonomi
menengah ke bawah harus ikut berpartisipasi guna membantu pendapatan ekonomi
keluarga. Namun akan timbul masalah apabila nantinya tidak terjadi pembagian kerja
yang adil dan sikap tenggang rasa dalam keluarga, sehingga perempuan dalam keluarga
lama kelamaan akan mengalami ketidakadilan gender.
Sekarang peran ganda perempuan Indonesia, terutama yang tercermin dari
kehidupan perempuan penarik becak motor, bukanlah menjadi problematika lagi. Saat ini
yang menjadi problematika bagi mereka adalah bagaimana cara melestarikan kesempatan
mereka untuk tetap dapat eksis beperan ganda, yakni sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus bread winner, serta mendapat perlakuan yang sama dengan laki-laki dalam berbagai kesempatan dan bidang, termasuk dalam pekerjaan. Yang kemudian akan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan
pendekatan kualitatif. Saya sebagai peneliti ingin mencoba menelusuri dan
mengungkapkan hal-hal/permasalahan seputar aktivitas mereka selama bekerja, seperti
bagaimana interaksi dengan sesama tukang becak motor yang lain, baik laki-laki maupun
perempuan serta menggali berbagai persepsi yang mungkin timbul, ketika mereka
memilih menggelutu profesi sebagai penarik becak motor.
Penelitian ini bersifat menjelaskan permasalahan secara lebih mendalam tentang
apa yang menjadi kenyataan di lapangan, karena data yang diperoleh berasal dari
orang-orang yang memang berkompeten dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
Dengan menggunakan pertanyaan berstruktur atau sistematis yang sama kepada
orang-orang yang berkompeten tadi, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti,
dicatat, diolah dan dianalisis, yakni sebagai prosedur penelitian yang nantinya akan
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Medan dan mencakup berbagai kawasan.
Diantaranya Jalan Nibung-Medan Petisah, Jalan Karya-Karang Berombak-Sei Agul,
Jalan Karya Jaya-Johor, Pasar Sambu, dan Kampung Susuk-Pembangun USU. Hal ini
dikarenakan oleh objek yang hendak diteliti jumlahnya sangat terbatas dan memiliki
mobilitas yang cukup tinggi serta tempat mangkal/beroperasi yang berbeda antara
perempuan penarik becak motor yang satu dengan yang lain. Sehingga peneliti tidak
dapat hanya mematokkan satu wilayah penelitian.
3.3. Unit Analisis dan Informan
Adapun yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah 7 orang perempuan
penarik becak motor di kota Medan. Informan dalam penelitian ini berupa informan
kunci yaitu semua perempuan yang menjadi penarik becak motor di kota Medan, tanpa
terbatas pada usia, telah menikah atau belum. Namun apabila nantinya semua data yang
diperoleh dirasakan masih kurang oleh peneliti, maka akan diperlukan informan
tambahan sebagai penguat dan penambah data, antara lain : suami dari perempuan
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer, yaitu jenis data pertama yang diperoleh dari lapangan. Teknik
pengumpulan datanya antara lain:
a. Observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung
dengan kumpulan objek penelitian (kumpulan tukang becak).
b. Wawancara mendalam yaitu peneliti mengadakan tanya jawab dengan
pedoman pertanyaan (interview guide) yang telah disusun dan ditujukan sedemikian rupa untuk menggali informasi dan mendapatkan
data yang diperlukan untuk dapat menjawab permasalahan penelitian,
berupa gambaran bagaimana mereka berinteraksi dengan sesama
tukang becak motor lain, serta bagaimana persepsi mereka tentang
pekerjaan yang mereka geluti, yang secara fakta jauh dari model
pekerjaan perempuan kebanyakan dan lebih dominan kaum laki-laki.
2. Data Sekunder, yaitu jenis data yang kedua (pelengkap data) yang dapat
mendukung/menunjang data primer, yang diperoleh melalui studi kepustakaan,
berupa buku, surat kabar, internet, dokumentasi, dan sebagainya.
3.5. Interpretasi Data
Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap berikutnya
proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti
yang disarankan oleh data (Moleong, 2006 : 280).
Proses analisa data diawali dengan mengevaluasi data-data yang diperoleh, baik
dari hasil wawancara mendalam, observasi, maupun tinjauan pustaka guna memastikan
keakuratan data. Setelah itu data direduksi (diedit), ditafsirkan, dan diorganisasikan.
3.6. Jadwal Kegiatan dalam Penelitian ini
TABEL 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
KEGIATAN BULAN I BULAN II BULAN III BULAN IV BULAN V BULAN VI
Pra Penelitian 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 ● Penyusunan Proposal ● Seminar Proposal ● Perbaikan Proposal
Persiapan penelitian
● Pengurusan Surat Izin
Penelitian
● Penyiapan Instrumen
Penelitian
Penelitian
● Observasi ( Pengamatan) ● Wawancara
Pasca Penelitian
● Organisasi dan Reduksi
Data
3.7. Keterbatasan Penelitian
Adapun kendala-kendala yang dihadapi di dalam melakukan penelitian ini
antara lain:
1. Faktor Internal merupakan kendala-kendala yang berasal dari dalam
diri peneliti yang meliputi, keterbatasan waktu penelitian dan
kurangnya literatur yang diperoleh. Akhirnya membuat peneliti belum
dapat sepenuhnya mendeskripsikan hasil penelitian ini secara
komprehensif dan mendalam sehingga penyajian data dan analisis
masih belum dapat maksimal.
2. Faktor Eksternal merupakan kendala yang datang dari luar selama
proses penelitian dilakukan, seperti peneliti belum maksimal dalam
mengumpulkan data. Hal ini juga dikarenakan informan yang peneliti
wawancarai sangat sedikit jumlahnya dan tidak begitu terbuka dalam
menjawab berbagai pertanyaan, sehingga data yang didapatkan dirasa
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1. Profil Kota Medan
4.1.1. Gambaran Umum Kota Medan
Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara. Kota yang dinamis
ini adalah kota terbesar di Sumatera dan ketiga terbesar di Indonesia, setelah
Jakarta dan Surabaya.
Sejauh ini perkembangan kota Medan tidak terlepas dari dimensi historis,
ekonomi dan karakteristik kota Medan itu sendiri, yakni sebagai kota yang
mengemban fungsi yang luas dan besar (METRO). Realitasnya, kota Medan kini
berfungsi:
1. Sebagai Pusat Pemerintahan Daerah, baik pemerintahan Propinsi
Sumatera Utara, maupun kota Medan, sebagai tempat kedudukan
perwakilan/konsultan Negara-Negara sahabat, serta wilayah
kedudukan berbagai perwakilan Perusahaan, Bisnis, Keuangan di
Sumatera Utara.
2. Sebagai Pusat Pelayanan kebutuhan sosial, ekonomi masyarakat
Sumatera Utara seperti: Rumah sakit, Perguruan Tinggi, Stasiun
TVRI, RRI, dan lain-lain, termasuk berbagai fasilitas yang
3. Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, perdagangan, keuangan, dan jasa
secara regional maupun Internasional.
4. Sebagai pintu gerbang regional/Internasional/Kepariwisataan untuk
kawasan Indonesia bagian barat.
4.1.2. Kota Medan Secara Geografis
Kedudukan kota Medan adalah 3º 30'-3º 43' LU dan 98º 35'- 98º 44' BT.
Permukaan tanahnya cenderung miring keutara dan berada pada ketinggian
2,5-37,5 m diatas permukaan laut. Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10
Km 2) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian,
dibandingkan dengan kota/kabupaten lain, kota Medan memiliki luas wilayah
yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar.
Kota Medan menjadi kota induk dari beberapa bandar satelit di sekitarnya,
seperti kota Binjai, Lubuk Pakam, Deli Tua, dan Tebing Tinggi. Secara geografis
kota Medan berbatasan dengan :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
• Sebelah Barat, Selatan, dan Timur berbatasan dengan Kabupaten
4.1.3. Kota Medan Secara Demografis
Populasi kota Medan didominasi oleh beberapa suku. Penduduk asli kota
ini adalah orang Karo dan Melayu, namun saat ini kota Medan telah dikenal
sebagai kota multietnis yang menarik. Mayoritas penduduk kota Medan sekarang
adalah suku Jawa dan Batak, tetapi di kota ini banyak pula dijumpai orang
keturunan India dan Tionghoa yang sudah tinggal menetap.
Penduduk kota Medan saat ini diproyeksikan telah mencapai 2.068.400
jiwa, yang terdiri dari 958.977 jiwa laki-laki dan 939.036 jiwa perempuan.
Dengan demikian selama kurun waktu 40 tahun penduduk kota Medan telah
bertambah sebanyak 1.589.302 jiwa atau 431,72%, dengan kepadatan penduduk
rata-rata adalah 7.805 jiwa/km.
4.1.4. Pendidikan
Secara umum pada tahun 1997, pekerja di kota Medan belum memiliki
tingkat pendidikan yang cukup baik. Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan
yang ditamatkan umumnya SLTP dan SD. Tetapi seiring berjalannya waktu dan
pembangunan yang dilaksanakan di kota Medan kondisi ini terus membaik.
sekarang terlihat dengan dominannya pekerja yang pendidikan tertingginya SLTA
dan SLTP.
Kota Medan juga banyak mempunyai universitas yang hebat. Antara lain :
Universitas Isalam Sumatera Utara (UISU), Nomensen, Methodist, dan lain
sebagainya.
4.1.5. Agama
Di Indonesia, ada lima agama besar yang kita kenal antara lain : Islam,
Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, dan Hindu. Di kota Medan berdasarkan
data dari Kantor Departemen Agama pada tahun 2005, persentase agama adalah
sebagai berikut : Islam menempati urutan pertama sebagai agama mayoritas,
yakni 1.267.736 jiwa, kemudian disusul Kristen Protestan sebesar 320.754 jiwa,
Budha diurutan ketiga sebesar 202.964 jiwa, Kristen Katolik sebesar 126.378
jiwa, dan diurutan terakhir hindu dengan pemeluk sebesar 126.378 jiwa.
4.1.6. Transportasi
Selain keunikan dan keanekaragaman budaya serta objek wisatanya, kota
Medan juga terkenal dengan keunikan becak bermotornya (“becak motor”) yang
dapat ditemukan hampir diseluruh penjuru kota. Berbeda dengan becak biasa
(“becak dayung”), “betor” istilah untuk becak bermotor yang lazim disebut
masyarakat kota Medan ini selangkah lebih maju karena dapat membawa
penumpangnya hampir kesetiap ruas jalan kota Medan bahkan sampai pada
4.2. Penyajian dan Interpretasi Data
4.2.1. Profil Informan
4.2.1.1. Maya, Perempuan berperawakan Kecil yang Tangguh
Maya Sari Irawady adalah nama lengkap perempuan penarik motor ini. Ia
menganut agama Islam dan merupakan salah seorang penarik becak motor yang
ada di kota Medan. Pengalaman Maya sebagai penarik becak motor tidak dapat
dikatakan baru, buktinya ia telah menggeluti profesi ini lebih dari 10 bulan.
Menurut perempuan berusia 22 Tahun ini, ia pada mulanya bisa terjun
kedalam profesi ini karena melihat ada becak yang mengganggur terparkir di
depan rumahnya. Kemudian dengan pikiran awal hanya sekedar iseng-iseng untuk
mengisi waktunya yang kosong lalu ia mulai menariknya, walaupun pada
kenyataannya ia tetap nyaman dan senang melakukan pekerjaan itu sampai
sekarang.
Awalnya becak motor Maya dikredit oleh orang tua laki-lakinya yang juga
berprofesi sebagai penarik becak motor, namun karena ia telah bertekad untuk
mulai serius menarik becak motor, maka Maya yang meneruskan angsuran kredit
becak motor tersebut.
Suami Maya yang juga berprofesi sebagai penarik becak motor, pada
awalnya tidak begitu mendukung dengan keputusan yang telah dibuat Maya,
namun setelah sekian lama akhirnya sang suami tidak lagi merasa keberatan.
dapat membantunya memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Berbeda dengan
suaminya, pihak keluarga dan teman-teman Maya sangat mendukung keputusan
perempuan berdarah Melayu-batak ini agar dapat membantu memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarganya.
Penghasilan Maya setiap harinya tidak dapat disamakan, mengingat bahwa
setiap hari ia belum tentu mendapatkan banyak penumpang. Biasanya bila
dirata-ratakan ia dapat menghasilkan Rp 50.000,- setiap harinya. Disisi lain pengeluaran
yang harus Maya keluarkan tidak kalah banyak, dengan perincian Rp 18.500,-
untuk cicilan becak perhari dan Rp 15.000,- s/d Rp 20.000,- untuk biaya makan ia
dan keluarganya.
Dulu Maya biasanya menarik becak mulai pukul 11.00 WIB sampai 23.00
WIB, namun setelah anak semata wayangnya Cantika Sari Nasution yang baru
berusia 19 bulan sakit radang paru-paru. Yang diduga sakit karena selalu diajak
Maya ikut bekerja dan dititipkan di tempat mangkalnya pada adik dan ibunya
yang kebetulan juga membuka warung kopi disana. Sehingga kini ia hanya
bekerja sampai sekitar pukul 20.00 WIB.
Perempuan tamatan SMEA Eka Prasetya Medan ini biasanya
mangkal/beroperasi di simpang jalan Nibung-Petisah ataupun di depan Plasa
Medan Fair atau yang lebih dikenal dengan sebutan Carrefour. Ia harus bekerja
ekstra keras, karena selain untuk membantu perekonomian keluarga, ia juga harus
Kebanyakan pelanggan yang mengetahui kalau becak yang mereka
tumpangi dibawa oleh seorang perempuan akan kagum/salut pada Maya. Banyak
yang tidak menyangka kalau perempuan juga dapat melakukan pekerjaan seperti
itu, namun disisi lain tetap ada juga orang yang tidak suka dan cenderung
“mencemooh” Maya, karena pekerjaan yang dilakukannya dianggap hanya akan
mempermalukan ataupun menjatuhkan kodrat kaum perempuan semata.
Sejauh ini hal tersebut tidak menjadi masalah yang besar bagi Maya. Ia
malah mengagumi dirinya sendiri karena ia bisa juga melakukan pekerjaan
laki-laki. Walaupun sebelumnya ia telah banyak mencoba peruntungan dengan
menggeluti pekerjaan lain, seperti berjualan bakso, membuka kedai kopi sampai
berjualan pakaian dalam, namun pekerjaan sebagai penarik becak motor ini jauh
lebih ia sukai.
Saat ini Maya tidak lagi menganggap pekerjaan ini (penarik becak)
semata-mata untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, tapi juga karena ia
memang hobi bekerja dan termasuk tipe orang yang tidak dapat berdiam diri di
rumah.
Bagi Maya, hasil menarik becak ini sangat membantunya, karena dari
pekerjaan inilah ia dapat memperoleh biaya untuk makan dan keperluan membeli
susu anaknya sehari-hari. Mereka (Maya dan keluarganya) juga merasa sangat
terbantu karena mereka masih tinggal bersama dengan kedua orang tua dan
Banyak pengalaman yang didapatkan Maya selama 10 bulan ia menarik
becak. Baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang kurang
menyenangkan. Pengalaman menyenangkan yang selalu dirasakannya apabila
banyak penumpang yang pada akhirnya memberi uang tambahan dari perjanjian
ongkos yang telah mereka sepakati sebelumnya. Sedangkan contoh pengalaman
yang kurang menyenangkan yang pernah dialami Maya ialah beradu mulut dalam
mendapatkan calon penumpang dengan penarik becak laki-laki yang biasanya
belum mengenalnya dan berasal dari tempat mangkal yang lain.
Sejauh ini tidak ada kendala yang berarti bagi Maya dalam menggeluti
profesinya. Hanya saja terkadang ia merasa terlalu capek sehingga takut sakit bila
lama kelamaan menarik becak. Begitupun dengan kendala yang berasal dari luar,
Maya merasa tidak ada sama sekali, bahkan keluarga dan teman-temannya sangat
mendukung pekerjaan Maya yang sekarang.
4.2.1.2. Yenny, Sosok Seorang Ibu yang Bertanggung Jawab
Yenny adalah seorang perempuan kelahiran 17 Juli 1965. Ia menganut
agama Kristen dan bersuku Batak Toba. Status Yenny sudah menikah dan telah
dikarunia empat orang anak.
Suami Yenny mempunyai kerja tidak tetap, bahkan sering suaminya yang
membangun rumah atau ruko maka ia akan menjadi seorang kernet bangunan dan
terkadang pada malam hari ia bertukar peran dengan sang isteri menarik becak.
Awalnya tidak pernah terpikir oleh Yenny untuk bekerja sebagai penarik
becak seperti suaminya, namun karena penghasilan suaminya yang dinilai masih
kurang untuk dapat memenuhi semua kebutuhan sandang dan pangan keluarganya
mendorong Yenny untuk mencoba belajar mengendarai becak. Pada hari pertama
Yenny mencoba menarik becak ia langsung mendapatkan rezeki yang cukup
lumayan. Akhirnya sejak saat itu pekerjaan menarik becak mulai ia minati sampai
sekarang dan telah berjalan 3 tahun.
Pada awalnya menurut Yenny, suaminya tidak mengizinkannya ikut
menarik becak dengan alasan belum ada perempuan yang pernah menarik becak,
namun sekarang ini, ‘bang Mian’ begitu suaminya kerap Yenny panggil telah
setuju dan mendukung. Begitu pun dari pihak keluarga, mereka ikut memberikan
dorongan dan nasihat agar Yenny selalu berhati-hati dalam bekerja.
Penghasilan dan pengeluaran Yenny bisa dibilang setara. Terkadang
Yenny memang dapat merauk uang lebih, namun yang lebih sering hanya sekitar
Rp 50.000,- setiap hari. Walaupun saat ini Yenny sudah tidak perlu membayar
angsuran becaknya lagi, namun penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan pangan ia dan keluarganya sehari-hari.
Perempuan boru Siahaan ini biasanya aktif menarik mulai pukul 07.00
mulai kembali bekerja sampai sore atau biasanya sampai waktu anak-anak
sekolah siang pulang. Yenny mengaku jarang mangkal alias beroperasi disatu
tempat saja. Ia lebih suka berkeliling mencari sewa dan daerah favoritnya manarik
adalah di sekitar jalan Karya daerah Sei-Agul, karena ia dan keluarganya dulunya
pernah tinggal di daerah ini.
Banyak dari pelanggan/penumpang becak Yenny ikut merasa prihatin
melihat keadaannya, karena harus menarik becak untuk dapat membantu
keluarga, namun banyak juga diantara mereka yang memberikan simpati dan
dukungan kepada Yenny, karena masih jarang melihat perempuan berprofesi
sebagai penarik becak.
Menurut Yenny selama 3 tahun ia menarik becak, banyak suka dan duka
yang telah dialaminya, namun segalanya menjadi ‘terbayar’ karena dengan ikut
bekerja Yenny merasa bangga dengan dirinya sendiri. Ia merasa berguna dapat
membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga. Sehingga sampai saat ini pun
Yenny menganggap menarik becak merupakan pekerjaan yang paling ia sukai.
Mulanya Yenny bekerja menarik becak motor memang untuk membantu
perekonomian keluarganya, namun alasan lain yang juga diungkapkannya ialah
karena memang dirinya lebih suka bekerja, jadi ia merasa tidak begitu tergantung
dengan suaminya. Apalagi jika untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari
Yenny memiliki 4 orang anak, tiga diantaranya masih menjadi tanggungan
ia dan suami. Satu orang SD, dua orang SMP, dan yang paling tua sudah
berkeluarga.
Adapun pengalaman baik yang selalu dirasakan oleh Yenny selama ia
menggeluti profesi ini adalah dapat dikenal dan mengenal banyak orang. Jadi
Yenny merasa telah memiliki banyak teman semenjak menjadi penarik becak
motor. Sedangkan pengalaman buruk yang pernah dialaminya ialah seringnya
mendapat omongan kasar, cacian, godaan dari penarik becak laki-laki yang belum
mengenalnya.
Menurut Yenny tidak ada kendala-kendala dari luar dirinya yang begitu
mengkhawatirkan yang dihadapinya selama suami, keluarga, dan teman-temannya
mendukung pekerjaannya. Yang lebih mengkhawatirkan bagi Yenny adalah
kondisi fisiknya yang terkadang merasa cepat lelah karena sering menarik becak
hampir sepanjang hari.
4.2.1.3. Atien alias Amoy, Perempuan Tionghoa yang Pemalu
Atien adalah perempuan keturunan Tionghoa yang lahir dan besar di kota
Perbaungan. Perempuan yang lahir pada tanggal 10 Maret 1969 ini mengaku
hanya bersekolah sampai jenjang sekolah dasar (SD). Atien telah menikah dengan
telah memasuki 38 Tahun, masih memperlihatkan kecantikan paras wajahnya
seperti saat ia masih muda dulu.
Atien menekuni pekerjaan ini berawal dari kondisi keluarganya yang
memang sangat sederhana. Kondisi suaminya yang pada saat itu tidak mempunyai
pekerjaan membuat ia harus berfikir ekstra untuk dapat membantu sang suami.
Hingga akhirnya ia membeli becak motor dan mulai aktif menariknya sampai saat
ini yang sudah sekitar 3 tahun.
Sekarang ia bersama dengan suami berprofesi sebagai penarik becak
motor. Saat ini mereka hanya masih memiliki 1 unit becak, oleh karena itu
mereka harus bergantian untuk menarik becak setiap harinya. Apabila Atien tidak
sedang menarik becak karena masih ada pekerjaan di rumah maka suami Atien
yang mencari uang dan begitupun sebaliknya.
Tanggapan suami Atien menurut penuturannya biasa saja ketika Atien
memutuskan untuk menarik becak, karena merasa itu memang sudah menjadi
pilihan isterinya. Sedangkan dari pihak keluarga dan orang tua sangat mendukung
keputusannya tersebut. Bahkan becak yang dimiliki Atien sekarang merupakan
pemberian dari keluarga dan kakak perempuannya.
Pengeluaran Atien dan keluarganya biasanya sekitar Rp 30.000,- sehari,
termasuk uang belanja dan jajan anak-anaknya sekolah. Dari hasil
perkawainannya Atien dan suami telah dikaruniai 2 orang anak perempuan. Satu
sekitar Rp 30.000,- perhari. Jadi menurut Atien pendapatan ia dan suami setiap
hari hanya dapat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Biasanya Atien bekerja mulai dari pagi, setelah mengerjakan berbagai
pekerjaan rumah tangganya sampai sore hari, namun hal itu sekarang tidak rutin
lagi dilakukannya setiap hari, karena ia mengaku badannya sekarang sering
merasa cepat letih. Atien biasanya sering mangkal di depan gang rumahnya yaitu
jalan Karya Bersama di daerah Karya Jaya-Johor.
Para penumpang Atien pada awalnya memang banyak yang terkejut ketika
menyadari dirinya adalah perempuan, namun sekarang sudah terbiasa, karena saat
ini telah banyak juga yang menjadi langganan tetapnya. Apalagi sekarang
orang-orang yang tinggal di sekitar daerah tempat tinggalnya sudah banyak yang
mengenalnya. Ibu dari Nanda Putria (anak pertamanya yang berusia 14 tahun) ini
mengaku selama menarik becak ia merasa senang, karena baginya kalau tidak
mempunyai pekerjaan ia akan cepat merasa suntuk dan bosan.
Alasan utama Atien bekerja memang untuk membantu suaminya, namun
alasan lain yang juga diungkapkannya karena ia tidak sabar bila ia harus terlalu
lama diam di rumah. Hasil ia menarik becak selama ini menurutnya memang
sangat membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Apalagi bila sang suami
sedang tidak bekerja karena sakit.
Hal yang paling menyenangkan bagi Atien adalah memiliki banyak sewa
penumpang seperti yang sering diutarakan penarik becak yang lain, namun
beruntungnya Atien sering mendapatkan pekerjaan borongan untuk membawa
penumpang ke luar kota, seperti Tanjung Morawa, Perbaungan, dan sebagainya
selama sehari penuh. Sehingga pemasukan yang ia dapatkan biasanya lumayan
besar untuk satu hari kerja seperti itu. Sedangkan pengalaman buruk yang pernah
dialami, Atien mengaku tidak banyak. Hanya saja terkadang dirinya suka kesal
apabila calon penumpangnya ‘diserobot’ oleh tukang becak laki-laki.
Atein mengaku sejauh ini tidak ada kendala yang berarti yang berasal dari
dalam dirinya selama ia menekuni profesi ini. Hanya saja ia sering merasa capek
dan pusing karena setiap hari ia harus bangun pagi, jadi waktu tidurnya terasa
sangat kurang. Untuk kendala yang berasal dari luar dirinya, seperti lingkungan
sekitarnya Atien mengaku tidak ada.
4.2.1.4. Ita, perempuan Tomboy, Supel, dan Ceria
Perempuan yang memiliki nama lengkap Sri Murnita Br Simanjuntak ini
lahir pada tanggal 29 November 1975. Ia adalah perempuan keturunan Batak
Toba dan memeluk agama Kristen Protestan. Pendidikan terakhir Ita adalah SMA
yang berada di kawasan Sei Mati. Ita yang kini sudah berstatus menikah masih
suka terlihat tomboy/jantan dalam berprilaku dan berpakaian sehari-hari.
Menurut penuturan ibu 3 anak ini, ia bisa sampai menggeluti profesi ini
lagi ketika sang adik ipar jatuh sakit. Kemudian becak itu coba ditarik oleh
suaminya, namun hanya bertahan sekitar 2 bulan, suaminya pun menyerah dan
merasa tidak sanggup untuk terus membawanya lagi. Sehingga becak tersebut
ingin ditarik kembali oleh showroom. Berangkat dari permasalahan itulah, Ita
memutuskan dirinya akan mencoba membawanya dan meneruskan pembayaran
kreditnya. Akhirnya sampai saat ini Ita masih tetap senang menjalankan
profesinya ini.
Suami Ita yang bernama Ferdinan Saragih saat ini bekerja di sebuah
panglong, sebagai supir pengantar bahan-bahan bangunan. Suaminya memang
pada awalnya meragukan kemampuan Ita dalam menjalankan pekerjaan ini,
namun sekarang menurut pengakuan Ita, sang suami sudah “angkat tangan” atau
salut kepada dirinya. Begitupun respon dari pihak keluarga Ita. Sedangkan respon
dari teman-teman dan tetangga, Ita mengaku karena kurang bersosialisasi dengan
masyarakat sekitar tempat tinggalnya, jadi hubungannya dengan mereka biasa
saja.
Penghasilan Ita setiap harinya tidak tetap, namun rata-rata perhari Ita bisa
mendapat Rp 50.000,-. Pendapat ini setiap hari harus dikurangkan dengan
pengeluaran Ita dan keluarga perhari, yaitu sekitar Rp 30.000,- dengan rincian Rp
20.000,- untuk keperluan belanja rumah tangga dan Rp 10.000,- untuk uang jajan
anak-anaknya sekolah. Kemudian sisa uang yang Ita dapatkan biasanya disimpan
Perempuan yang kini berusia 33 tahun ini mengaku, ia telah menarik
becak selama kurang lebih 1 tahun 2 bulan. Ia biasanya menarik becak mulai
pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB. Tempat ia mangkal biasanya
di Simpang Jalan Karya Bakti, sekitar daerah Karya Jaya-Johor.
Pelanggan Ita rata-rata salut melihat dirinya, karena masih jarang melihat
perempuan bekerja sebagai penarik becak. Oleh karena itu, Ita mengaku sering
mendapat “rezeki nomplok” dari ongkos lebih yang diberikan para
penumpang/langganannya. Disamping itu pun Ita mengaku merasa salut dan
bangga pada dirinya sendiri, karena menurutnya laki-laki saja belum tentu dapat
melakukan pekerjaan seperti ini. Sehingga sekarang ia merasa lebih sayang
dengan becak dan pekerjaannya ini.
Menurut penuturan Ita, alasan utama ia menarik becak memang untuk
membantu suaminya yang hanya berpenghasilan Rp 32.500/hari. Jadi Ita merasa
kalau ia dan keluarga hanya bergantung pada pendapatan suaminya saja, semua
kebutuhan keluarganya tidak akan dapat tertutupi. Sehingga ia merasa gajinya
memang sangat membantu perekonomian keluarganya, namun alasan lain yang
juga diutarakan Ita adalah memang karena ia lebih suka berada di luar rumah.
Selain bisa untuk mencari uang, ia juga dapat berjalan-jalan.
Tanggungan Ita dan suami hanyalah ketiga orang putra-putrinya, namun
karena dua diantaranya sudah bersekolah, membuat kebutuhan perekonomian
keduanya duduk di kelas 3 SD, dan yang paling bungsu masih balita, berusia
sekitar 1,5 tahun.
Salah satu pengalaman baik yang selalu dirasakan oleh Ita adalah sering
diberikannya ongkos lebih oleh para penumpang/langganannya. Sedangkan
pengalaman buruknya pernah disangka seorang lesbi karena gayanya yang
tomboy oleh para wanita malam yang pada saat itu menumpangi becaknya,
namun berbeda dengan perempuan penarik becak yang lain, Ita mengaku tidak
pernah diganggu atau digoda oleh tukang becak laki-laki yang lain.
Sering merasa cepat lelah adalah kendala/permasalahan yang sering
dialami Ita selama ia menekuni pekerjaan ini. Untuk mengatasinya Ita mengaku
biasa mengkonsumsi pooding (telur bebek) sebanyak 4 kali dalam seminggu. Sedangkan kendala yang berasal dari luar dirinya, Ita mengaku tidak ada.
Prinsipnya selama ia tidak mengganggu orang lain, tidak ada alasan orang lain
untuk mengganggunya.
4.2.1.5. Raya, gadis yang bekerja untuk mencapai cita-cita
Raya (Samaran), perempuan yang satu ini sedikit berbeda dari perempuan
penarik becak motor yang lain. Ia adalah seorang remaja yang baru berusia 19
tahun dan belum menikah, namun memiliki tanggung jawab, perhatian, dan
pengertian yang besar bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Perempuan berkulit
daerah jalan Gaperta 2 tahun yang lalu. Raya menganut agama Islam dan bersuku
Melayu.
Perempuan yang mengaku menyukai pelajaran akuntansi ini sudah sekitar
2 bulan aktif menarik becak motor. Menurut pengakuan Raya, ia sebenarnya telah
lama coba-coba menarik becak, tapi karena tidak aktif/rutin menarik jadi tidak
banyak orang yang tahu, namun ketika ia melihat ada becak yang mengaggur di
rumahnya, karena abang iparnya yang semula membawa becak itu sudah tidak
menarik becak lagi. Maka ia memutuskan untuk meneruskan menarik becak itu
dan membayar angsurannya.
Pada dasarnya anggota keluarga Raya yang memang rata-rata bekerja,
langsung mendukung keputusannya untuk bekerja. Hanya saja menurut Raya, ia
memang selalu dinasehati dan ‘diwanti-wanti’ dalam memilih calon penumpang
oleh ayah, ibu, dan kakak perempuannya. Sama halnya dengan pihak keluarga,
teman-teman Raya pun turut mendukung ia bekerja. Bahkan mereka terkadang
minta diajak jalan-jalan keliling kota kalau memang Raya tidak sedang bekerja,
tuturnya.
Pendapatan Raya sendiri bisa dibilang tidak berbeda jauh dengan
pendapatan perempuan penarik becak motor yang lain, tergantung dan tidak
menentu. Biasanya bila Raya bekerja secara maksimal selama sehari penuh ia
dapat membawa pulang sekitar Rp 50.000-60.000,-, namun karena ia lebih sering