• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi dan Uji Efek Anti-Aging Dari Krim yang Mengandung Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi dan Uji Efek Anti-Aging Dari Krim yang Mengandung Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

- dicuci dengan air mengalir hingga bersih - ditiriskan

- ditimbang -

- dikeringkan di dalam lemari pengering

- diblender - ditimbang Daun sukun

Simplisia daun sukun

(2)

- dimasukkan ke dalam wadah kaca berwarna gelap

- dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 5,25 L

- ditutup wadah kemudian didiamkan selama 5 hari

- dipisahkan maserat dan ampas

- dimaserasi kembali ampas dengan pelarut etanol 96% sebanyak 1,75 L dan didiamkan selama 2 hari

- dipisahkan kembali maserat dan ampas - digabung semua hasil maserat

- diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-50°C

- dipekatkan di atas penangas air Serbuk simplisia daun sukun 700 g

Maserat

(3)

- ditimbang

- dimasukkan fase minyak ke dalam lumpang panas

- ditambahkan fase air - digerus konstan

- ditimbang masing-masing konsentrasi - dimasukkan ke dalam lumpang

- ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit - digerus hingga homogen

- ditambahkan parfum

- digerus kembali hingga homogen Ekstrak daun sukun

(4)
(5)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama lengkap :

Umur : Alamat :

Telah mendapat penjelasan secukupnya bahwa wajah saya akan digunakan sebagai daerah yang akan diuji. Setelah mendapat penjelasan secukupnya tentang manfaat penelitian ini maka saya menyatakan SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian KIKI RIZKI ANDANI NASUTION dengan judul “FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI-AGING DARI KRIM YANG MENGANDUNG EKSTRAK DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg)”, sebagai usaha untuk mengetahui apakah sediaan krim yang dihasilkan mampu memberikan efek anti penuaan. Saya menyatakan sukarela dan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian yang telah ditetapkan.

Persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Demikian surat pernyataan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Februari 2016

Sukarelawan

(6)

daun sukun dan krim Olay

Keterangan: A: Tumbuhan sukun

B: Serbuk simplisia daun sukun C: Ekstrak daun sukun

D: Krim Olay A

Q

B Q

C Q

(7)

Keterangan: A: Neraca analitis (Dickson) B: pH meter (Kedida)

C: Moisture checker (Aramo Huvis) D: Skin analyzer (Aramo Huvis)

A Q

B Q

C Q

(8)

Keterangan: A: Daun tumbuhan sukun B: Simplisia daun sukun

Keterangan: A: Daun tumbuhan sukun B: Simplisia daun sukun

A Q

(9)

3

2

4

1

Stomata tipe anomositik

Kristal kalsium oksalat bentuk druse Sistolit

Rambut penutup

3

4

(10)

10.1 Penetapan kadar air

Kadar air = Volume air (mL)

Berat sampel (g)x 100% 1. Berat sampel = 5,0150 g

Volume air = 0,3 mL

Kadar air = 0,3

5,015x 100% = 5,98% 2. Berat sampel = 5,0010 g

Volume air = 0,3 mL

Kadar air = 0,3

5,0010x 100% = 5,99% 3. Berat sampel = 5,0100 g

Volume air = 0,3 mL

Kadar air = 0,3

5,0100x 100% = 5,98%

Kadar air rata-rata = 5,98 + 5,99 + 5,98

(11)

10.2 Penetapan kadar sair larut air

Kadar sari larut air =Berat sari

air (g)

Kadar sari larut air rata-rata =14,38 + 12,94 + 12,77

(12)

10.3 Penetapan kadar sair larut etanol

Kadar sari larut etanol =Berat sari

etanol (g)

Kadar sari larut etanol =0,1190 5,0020x

100

20 x100% = 11,89% 2. Berat sampel = 5,0050 g

Berat sari etanol = 0,1102 g

Kadar sari larut etanol =0,1102 5,0050x

100

20 x100% = 11,01% 3. Berat sampel = 5,0045 g

Berat sari etanol = 0,1147 g

Kadar sari larut etanol =0,1147 5,0045x

100

20 x100% = 11,46%

Kadar sari larut etanol rata-rata =11,89 + 11,01 + 11,46

(13)

10.4 Penetapan kadar abu total

Kadar abu total = Berat abu (g)

Berat sampel (g) x 100% 1. Berat sampel = 2,0030 g

Berat abu = 0,0664 g

Kadar abu total = 0,0664

2,0030x 100% = 3,31% 2. Berat sampel = 2,0223 g

Berat abu = 0,0615 g

Kadar abu total = 0,0615

2,0223x 100% = 3,04% 3. Berat sampel = 2,0120 g

Berat abu = 0,0708 g

Kadar abu total = 0,0708

2,0120x 100% = 3,52%

Kadar abu total rata-rata = 3,31 + 3,04 + 3,52

(14)

10.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Kadar abu tidak larut asam = Berat abu(g)

Berat sampel (g)x 100%

1. Berat sampel = 2,0005 g

Berat abu = 0,0076 g

Kadar abu tidak larut asam = 0,0076

2,0005x 100% = 0,38%

2. Berat sampel = 2,0014 g

Berat abu = 0,0096 g

Kadar abu tidak larut asam = 0,0096

2,0014x 100% = 0,48%

3. Berat sampel = 2,0002 g

Berat abu = 0,0065 g

Kadar abu tidak larut asam = 0,0085

2,0002x 100% = 0,42%

Kadar abu tidak larut asam rata-rata = 0,38 + 0,48 + 0,42

(15)

90 hari dalam suhu kamar

Keterangan: A: Sediaan krim setelah dibuat

B: Sediaan krim setelah disimpan selama 90 hari pada suhu kamar F0: Blanko (dasar krim tanpa ekstrak daun sukun)

F1: Krim ekstrak daun sukun 0,5% F2: Krim ekstrak daun sukun 1,5% F3: Krim ekstrak daun sukun 2,5% F4: Krim ekstrak daun sukun 3,5%

A Q

B Q

F0 F1 F2 F3 F4

F0 F1 F2 F3 F4

A Q

(16)

Keterangan: A: Hasil uji homogenitas B: Hasil penentuan tipe emulsi

B Q A Q

F0 F1 F2 F3 F4

(17)

kulit wajah sukarelawan

• Hasil pengukuran kadar air (moisture) Kondisi awal

Pemakaian minggu I

Pemakaian minggu II

Pemakaian minggu III

(18)

• Hasil pengukuran kehalusan/pori (evenness/pore) Kondisi awal

Pemakaian minggu I

(19)

Pemakaian minggu III

(20)

• Hasil pengukuran noda (spot) Kondisi awal

Pemakaian minggu I

(21)

Pemakaian minggu III

(22)

• Hasil pengukuran keriput (wrinkle) Kondisi awal

V

Pemakaian minggu I

Pemakaian minggu III

(23)

Pemakaian minggu III

(24)

• Kadar air (moisture)

a. Lilliefors Significance Correction

b. Sebelum is constant when Formula = Blanko. It has been omitted. c. Minggu I is constant when Formula = Krim 1,5%. It has been omitted. d. Minggu II is constant when Formula = Blanko. It has been omitted. e. Minggu III is constant when Formula = Krim 0,5%. It has been omitted.

Kruskal-Wallis Test

a. Kruskal Wallis Test

(25)

Mann-Whitney Test a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 1,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim Pembanding a. Not corrected for ties.

(26)

Krim 0,5% - Krim 1,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 1,5% - Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

(27)

Krim 1,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 1,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 2,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 2,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 3,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

(28)

• Kehalusan (evenness)

a. Lilliefors Significance Correction

b. Sebelum is constant when Formula = Blanko. It has been omitted. c. Sebelum is constant when Formula = Krim 0,5%. It has been omitted. d. Minggu I is constant when Formula = Blanko. It has been omitted. e. Minggu I is constant when Formula = Krim 0,5%. It has been omitted. f. Minggu II is constant when Formula = Blanko. It has been omitted. g. Minggu III is constant when Formula = Blanko. It has been omitted.

Kruskal-Wallis Test

a. Kruskal Wallis Test

(29)

Mann-Whitney Test a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 1,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim Pembanding a. Not corrected for ties.

(30)

Krim 0,5% - Krim 1,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 1,5% - Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

(31)

Krim 1,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 1,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 2,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 2,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 3,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

(32)

• Pori (pore)

a. Lilliefors Significance Correction

b. Sebelum is constant when Formula = Blanko. It has been omitted.

Kruskal-Wallis Test

a. Kruskal Wallis Test

(33)

Mann-Whitney Test a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 1,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim Pembanding a. Not corrected for ties.

(34)

Krim 0,5% - Krim 1,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 1,5% - Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

(35)

Krim 1,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 1,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 2,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 2,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 3,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

(36)

• Noda (spot)

a. Lilliefors Significance Correction

b. Sebelum is constant when Formula = Blanko. It has been omitted. c. Sebelum is constant when Formula = Krim 0,5%. It has been omitted. d. Minggu I is constant when Formula = Blanko. It has been omitted. e. Minggu I is constant when Formula = Krim 0,5%. It has been omitted.

Kruskal-Wallis Test

a. Kruskal Wallis Test

(37)

Mann-Whitney Test a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 1,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim Pembanding a. Not corrected for ties.

(38)

Krim 0,5% - Krim 1,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 1,5% - Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

(39)

Krim 1,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 1,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 2,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 2,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 3,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

(40)

• Keriput (wrinkle)

a. Lilliefors Significance Correction

b. Minggu III is constant when Formula = Krim 2,5%. It has been omitted. c. Minggu III is constant when Formula = Krim 3,5%. It has been omitted.

Kruskal-Wallis Test

a. Kruskal Wallis Test

(41)

Mann-Whitney Test a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 1,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Blanko – Krim Pembanding a. Not corrected for ties.

(42)

Krim 0,5% - Krim 1,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 0,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III MInggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 1,5% - Krim 2,5% a. Not corrected for ties.

(43)

Krim 1,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 1,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III MInggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 2,5% - Krim 3,5% a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 2,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III MInggu IV a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Krim 3,5% - Krim Pembanding

Sebelum Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV a. Not corrected for ties.

(44)

Anderson, P.D. (1996). Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 473.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit UI-Press. Halaman 491.

Aramo. (2012). Skin and Hair Diagnosis System. Sungnam: Aram Huvis Korea Ltd. Halaman 1-10.

Ardhie, M.A. (2011). Radikal Bebas dan Peran Antioksidan dalam Mencegah Penuaan. Jakarta. Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical Application. 24(1): 4.

Atmaja, N.S. (2009). Pengaruh Kosmetika Anti-Aging Wajah Terhadap Hasil Perawatan Kulit Wajah pada Ibu-ibu Guru SMK Negeri Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Halaman 23-24.

Balsam, M.S. (1972). Cosmetic Science and Technology. Edisi Kedua. New York: John Willy and Son Inc. Halaman 179.

Bogadenta, A. (2012). Antisipasi Gejala Penuaan Dini dengan Kesaktian Ramuan Herbal. Jogjakarta: Buku Biru. Hal. 15,17,19.

Deny, F., Lestari, K., dan Hakim, Z. (2006). Penggunaan Vitamin E dan Vitamin C Topikal dalam Bidang Kosmetik. Majalah Kedokteran Andalas. 30(2): 5. Depkes RI. (1985). Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Halaman 5.

Depkes RI. (1997). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 15-16.

Ditjen POM RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 649, 659.

Ditjen POM RI. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 29.

Ditjen POM RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 300-304, 306.

(45)

Elex Media Komputindo. Halaman 60, 115.

Fitzpatrick, T.B., Eisen, A.Z., Wolff, K., Freedberg, I.M., dan Austen, K.F. (1983). Dermatology in General Medicine. Chicago: Mc Graw-Hill Inc. Halaman 8-9.

Harmanto, N. (2012). Daun Sukun Si Daun Ajaib Penakluk Aneka Penyakit.

Jakarta: Agromedia Pustaka. Halaman 31.

Hernani, dan Raharjo, M. (2005). Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Majalah Kedokteran Nusantara. 38(2): 184.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Cetakan pertama. Jakarta: Badan Litbang Departemen Kehutanan. Halaman 672.

Juwita, N.K., Joshita, D., dan Azizahwati. (2011). Uji Penghambatan Tirosinase dan Stabilitas Fisik Sediaan Krim Pemutih yang Mengandung Ekstrak Kulit Batang Nangka (Artocarpus heterophyllus). Majalah Ilmu Kefarmasian. 8(3): 128-129.

Kumalaningsih, S. (2006). Antioksidan Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana. Halaman 8.

Kusumadewi. (2002). Perawatan dan Tata Rias Wajah Wanita Usia 40. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman 30.

Lalitha, P., dan Jayanthi, P. (2014). Antiaging Activity of The Skin Cream Containing Ethyl Acetate Extract of Eichhornia crassipes (Mart.) SOLMS.

International Journal of PharmTech Research, CODEN (USA): IJPRIF

ISSN: 0974-4304. 6(1): 29-34.

Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 1, 3, 5, 15.

Mishra, A.P., Saklani, S., Milella, I., dan Tiwari, P. (2014). Formulation and Evaluation of Herbal Antioxidant Face Cream of Nerdostachys jantamnisi

Collected from Indian Himalaya Region. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine. 4(2): 672-682.

Mitsui, T. (1997). New Cosmetics Science. Edisi Kesatu. Amsterdam: Elsevier Science. Halaman 39-40, 460.

Muliyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Halaman 138-289.

(46)

Kompas Gramedia. Halaman 2, 11, 24, 84.

Oddos, T., Romain, S., James, L., Valerie, B., dan Christiane, B. (2012). A Placebo-Controlled Study Demonstrates The Long-Lasting Anti-Aging Benefits of a Cream Containing Retinol, Dihydroxy Methyl Chromone (DCM) and Hyaluronic Acid. Journal of Cosmetics, Dermatological Sciences and Aplications. 2(1): 51-59.

Prianto, J. (2014). Cantik: Panduan Lengkap Merawat Kulit Wajah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman 145-148.

Puspasari, R.K., Titin, S., dan Hayat, S. (2014). Studi Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis) Terhadap Pertumbuhan Bakteri

Pseudomonas aeruginosa. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia. ISSN 2087-7412. 5(2): 97.

Putro, D.S. (1997). Agar Awet Muda. Malang: Universitas Negeri Malang Press. Halaman: 21-25.

Rawlins, E.A. (2003). Bentley’s Textbook of Pharmaceutics. Edisi Kedelapan belas. London: Bailierre Tindall. Halaman 22, 355.

Riliani, M. (2015). Krim Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus altilis) Sama Efektifnya dengan Krim Hidrokuinon dalam Mencegah Peningkatan Jumlah Melanin Kulit Marmut (Cavia porcellus) yang Dipapar Sinar Ultraviolet B. Tesis. Universitas Udayana. Denpasar. Halaman 4.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 193.

Saurabh, V.N., Lalita, L., Nemade, Maya, T., Desai, Shailejkumar, D., Bonde, dan Shweta, U.D. (2014). Chemical Penetration Enhancer: For Transdermal Drug Delivery System. International Journal of Pharmacy Review dan Research. 4(1): 33-40.

Selawa, W., Max, R.J.R., dan Gayatri, C. (2013). Kandungan Flavonoid dan Kapasitas Antioksidan Total Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT. 2(1): 19. Setiabudi, H. (2014). Rahasia Kecantikan Kulit Alami. Jogjakarta:

Media Pressindo. Halaman 90.

Sikarwar, M.S., Boey, J.H, Kumutha, S., Bavani, D.V., Ling, K.Y., dan Kaveti, B. (2014). Antoxidant Activity of (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg) Leaves. Journal of Free Radicals and Antioxidants. 4(2): 36.

(47)

Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. Halaman 167-170.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit UI-Press. Halaman 111-120.

(48)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian meliputi penyiapan sampel, karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak daun sukun, formulasi sediaan, pemeriksaan homogenitas sediaan, penentuan tipe emulsi sediaan, pengukuran pH sediaan, penentuan stabilitas sediaan, uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, dan uji efek anti-aging pada kulit manusia.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: blender, cawan porselen, kertas perkamen, lumpang porselen, neraca analitis (Dickson), objek gelas, penangas air, pH meter (Kedida), rotary evaporator, skin analyzer dan

moisture checker (Aramo Huvis), spatula dan stamfer.

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: akuades, asam stearat, propilen glikol, natrium edetat, trietanolamin, setil alkohol, gliseril monostearat, butil hidroksi toluen, metil paraben, vaselin, parfum lavender, ekstrak daun sukun, metil biru, etanol 96%, larutan dapar asam (4,01), dan larutan dapar pH netral (7,01).

3.2 Sukarelawan

Sukarelawan yang dipilih adalah 18 orang mahasiswi di Fakultas Farmasi USU

(49)

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi

4. Bersedia menjadi sukarelawan

3.3 Pengambilan dan Pengolahan Sampel

3.3.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan

dengan bahan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah daun sukun

yang diambil di Medan, Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pusat penelitian Biologi Bogor.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini ialah daun sukun. Daun sukun selanjutnya dicuci dengan air mengalir hingga bersih, ditiriskan lalu ditimbang, diperoleh berat basah (2,2 kg). Selanjutnya daun sukun dikeringkan dalam lemari pengering sampai daun sukun kering. Simplisia yang telah kering diblender. Setelah itu serbuk simplisia daun sukun ditimbang (700 g).

3.4 Karakterisasi Simplisia

(50)

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan cara memperhatikan bentuk, ukuran, warna, bau dan rasa simplisia daun sukun.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia dilakukan untuk mengetahui fragmen dari simplisia dengan cara serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di mikroskop.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat meliputi labu alas 500 mL, tabung penerima 5 mL berskala 0,05 mL, pendingin, tabung penyambung, pemanas listrik.

Cara kerja:

(51)

Serbuk simplisia sebanyak 5 g dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL air kloroform (2,5 mL kloroform dalam air suling 1000 mL) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Diuapkan 20 mL filtrat sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC hingga diperoleh bobot tetap (Ditjen POM RI, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Serbuk simplisia sebanyak 5 g dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL etanol 96% dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Diuapkan 20 mL filtrat sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC hingga diperoleh bobot tetap, kemudian dihitung kadar sari larut air (Ditjen POM RI, 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Serbuk simplisia sebanyak 2 g yang telah digerus, ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijarkan perlahan-lahan pada suhu 550oC hingga arang habis, lalu didinginkan dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (WHO, 1992).

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

(52)

Serbuk simplisia daun sukun (700 g) dimasukkan ke dalam wadah kaca berwarna gelap yang telah dipersiapkan, kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 5,25 L sampai seluruh serbuk terendam, ditutup dan disimpan pada suhu kamar selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering di aduk, kemudian pisahkan maserat dan ampas. Ampas dimaserasi kembali dengan etanol 96% sebanyak 1,75 L selama 2 hari menggunakan prosedur yang sama. Seluruh maserat digabung, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-50°C, kemudian dipekatkan di atas penangas air sampai diperoleh ekstrak kental. Untuk bagan pembuatan ekstrak dari daun sukun dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 57.

3.6 Formula Sediaan Krim

3.7.1 Formula krim

Sediaan krim dibuat berdasarkan formula dasar sunblock yang menggunakan tipe minyak dalam air (Mitsui, 1997):

R/ Aquadest 54,95 %

Gliseril monostearat 3,0 Titanium dioksida 5,0

Oxibenzon 2,0

Oktilmetoksinamat 5,0

Etil poliakrilat 1,0

Squalen 10

Antioksidan q.s

Pengawet q.s

(53)

Formulasi krim dimodifikasi dengan mengeluarkan bahan-bahan yang berfungsi sebagai sunblock dan emolien yaitu titanium dioksida, oxibenzon, oktilmetoksinamat, etil poliakrilat, dan squalen. Formulasi dasar krim sebagai berikut:

R/ Propilen glikol 7,0

Natrium edetat 0,05

Trietanolamin (TEA) 1,0 Petrolatum (Vaselin) 5,0

Setil alkohol 3,0

Asam stearat 3,0

Gliseril monostearat 3,0 Butil hidroksi toluen (BHT) 0,1

Nipagin 0,2

Parfum 7 tetes

Akuades ad 100

Konsentrasi ekstrak daun sukun yang digunakan dalam pembuatan sediaan krim anti-aging masing-masing adalah 0,5%, 1,5%, 2,5% dan 3,5%. Formulasi dasar krim tanpa ekstrak daun sukun dibuat sebagai blanko. Rancangan formula sebagai berikut (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Komposisi bahan dalam krim

Bahan Konsentrasi

F0 F1 F2 F3 F4

Ekstrak daun sukun (g) - 0,5 1,5 2,5 3,5

Dasar krim (g) 100 99,5 98,5 97,5 96,5

Keterangan: F0 : Blanko (dasar krim)

F1 : Krim ekstrak daun sukun 0,5% F2 : Krim ekstrak daun sukun 1,5% F3 : Krim ekstrak daun sukun 2,5% F4 : Krim ekstrak daun sukun 3,5%

3.6.3 Pembuatansediaan krim

(54)

dilebur di atas penangas air dengan suhu 70-75oC, setelah melebur kemudian ditambahkan butil hidroksi toluen (massa I). Kemudian fase air yang terdiri dari propilen glikol, trietanolamin, natrium edetat, nipagin dan akuades dilarutkan dalam beaker glass pada suhu 70-75oC (massa II). Direndam lumpang porselen dan alu dalam air panas dan keringkan, masukkan massa I ke dalam lumpang dan ditambah dengan massa II digerus konstan sampai terbentuk dasar krim yang homogen.

Ditimbang ekstrak daun sukun sesuai dengan konsentrasi pada masing-masing formula, kemudian dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit sambil digerus hingga homogen. Ditambahkan parfum lalu digerus sampai homogen. Bagan pembuatan krim ekstrak daun sukun dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 58.

3.7 Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim

3.7.1 Pemeriksaan homogenitas

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM RI, 1979).

3.7.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

(55)

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dan dilarutkan dengan air suling hingga 100 mL. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan. Pengamatan terhadap pH sediaan dilakukan pada suhu kamar pada hari ke 0, 7,14, 21, 28 dan 90 (Rawlins, 2003).

3.7.4 Pengamatan stabilitas sediaan

Masing-masing formula krim dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan seperti bau, warna, dan pecahnya emulsi selama penyimpanan 12 minggu dengan interval pengamatan pada saat sediaan selesai dibuat, penyimpanan 7,14, 21, 28 dan 90 hari (National Health Surveillance Agency, 2005).

3.8 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Percobaan ini dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat dapat menyebabkan gatal, kemerahan dan pengkasaran pada kulit.

(56)

Terlebih dahulu diukur kondisi awal kulit wajah semua sukarelawan, dengan parameter uji meliputi kadar air (moisture), kehalusan (evennes), pori (pore), noda (spot) dan keriput (wrinkle) dengan menggunakan alat skin analyzer

dan moisture checker.

Pengujian aktivitas anti-aging terhadap sukarelawan dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu:

Kelompok I : 3 orang sukarelawan untuk formula blanko (tanpa ekstrak) Kelompok II : 3 orang sukarelawan untuk formula krim anti-aging dengan

konsentrasi ekstrak daun sukun 0,5%

Kelompok III : 3 orang sukarelawan untuk formula krim anti-aging dengan konsentrasi ekstrak daun sukun 1,5%

Kelompok IV : 3 orang sukarelawan untuk formula krim anti-aging dengan konsentrasi ekstrak daun sukun 2,5%

Kelompok V : 3 orang sukarelawan untuk formula krim anti-aging dengan konsentrasi ekstrak daun sukun 3,5%

Kelompok VI : 3 orang sukarelawan untuk formula krim anti-aging yang ada di pasaran

Pemakaian krim dilakukan dengan mengoleskan krim ke kulit wajah hingga merata. Krim digunakan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan malam hari setiap hari selama 4 minggu. Perubahan kondisi kulit diukur setiap minggu selama 4 minggu dengan menggunakan alat skin analyzer. Pengujian aktivitas anti-aging

(57)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia

4.1.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun sukun adalah daun dengan panjang 36-44 cm dan lebar 20-28 cm, ujung daun meruncing, permukaan bagian atas daun halus, sedangkan daun bagian bawah bertekstur kasar dan berbulu halus, berwarna coklat kehijauan, berbau khas dan berasa pahit. Gambar makroskopik simplisia daun sukun dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 63.

4.1.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun sukun terlihat stomata tipe anomositik, kristal kalsium oksalat bentuk druse, sistolit dan rambut penutup. Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun sukun dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 64.

4.1.3 Hasil penetapan kadar air, sari larut air, sari larut etanol, abu total dan abu tidak larut asam

Hasil karakterisasi simplisia daun sukun dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 65-69.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun sukun

No Pengujian Hasil Pemeriksaan (%)

1 Kadar air 5,98

2 Kadar sari larut air 13,36

3 Kadar sari larut etanol 11,45

4 Kadar abu total 3,29

5 Kadar abu tidak larut asam 0,43

(58)

RI, 1985).

Penetapan kadar sari larut air menyatakan jumlah zat yang tersari larut dalam air yaitu glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna dan asam organik. Penetapan kadar sari larut etanol menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut etanol seperti glikosida, antrakinon, steroida, flavonoida, saponin dan tanin (Ditjen POM RI, 1995). Kandungan sari larut air lebih tinggi daripada kadar sari larut etanol, karena air dapat melarutkan zat lain yang tidak diperlukan seperti gom, pati, protein dan lain-lain, hal ini yang menyebabkan tingginya kadar sari yang larut air dari tanaman yang diperiksa.

Penetapan kadar abu total menyatakan jumlah kandungan senyawa anorganik dalam simplisia misalnya Mg, Ca, Na, Zn dan K. Kadar abu tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam misalnya silikat (WHO, 1992).

4.2 Hasil Ekstraksi Daun Sukun

Hasil ekstraksi dari 700 g simplisia daun sukun dengan menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 7 L, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator

pada suhu 40-50°C sampai diperoleh ekstrak kental sebanyak 58,6 g (8,37%). Gambar ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 61.

4.3 Hasil Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim

4.3.1 Hasil pemeriksaan homogenitas

Dari hasil pengamatan homogenitas yang dilakukan terhadap sediaan krim

(59)

terdapat butiran kasar. Gambar uji homogenitas dapat dilihat pada Lampiran 12 halaman 71.

4.3.2 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan

Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan gambarnya pada Lampiran 12 halaman 71.

Tabel 4.2 Data kelarutan metil biru pada sediaan krim

No Formula Kelarutan Biru Metil pada Sediaan

Ya Tidak

Keterangan: F0 : Blanko (dasar krim)

F1 : Krim ekstrak daun sukun 0,5% F2 : Krim ekstrak daun sukun 1,5% F3 : Krim ekstrak daun sukun 2,5% F4 : Krim ekstrak daun sukun 3,5% F5 : Krim pembanding (Olay)

Hasil uji tipe emulsi sediaan krim pada tabel di atas, untuk semua sediaan krim menunjukkan warna biru metil dapat homogen atau tersebar merata di dalam krim sehingga dapat dibuktikan bahwa sediaan krim yang dibuat mempunyai tipe emulsi minyak dalam air (m/a). Tipe emulsi ini memiliki keuntungan yaitu lebih mudah menyebar di permukaan kulit, tidak lengket dan mudah dihilangkan dengan pencucian.

4.3.3 Hasil pengukuran pH sediaan

(60)

sediaan krim ekstrak daun sukun selama 90 hari dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini.

Formula Lama Pengamatan (Minggu)

0 1 2 3 4 12

Keterangan: F0 : Blanko (dasar krim)

F1 : Krim ekstrak daun sukun 0,5% F2 : Krim ekstrak daun sukun 1,5% F3 : Krim ekstrak daun sukun 2,5% F4 : Krim ekstrak daun sukun 3,5% F5 : Krim pembanding (Olay)

Pengukuran pH sediaan dilakukan pada saat setelah selesai dibuat, kemudian setelah penyimpanan 4, 8, 9, 10, 11, dan 12 minggu. Hasil pengukuran pH tiap formula menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak daun sukun maka pH sediaan semakin rendah, namun perubahan tersebut masih dalam standar persyaratan pH untuk sediaan krim yaitu antara pH 5-8 (Balsam, 1972). Sedangkan untuk krim pembanding Olay tidak mengalami perubahan pH.

4.3.4 Hasil pengamatan stabilitas sediaan

(61)

sediaan selesai dibuat, 7, 14, 21, 28 dan 90 hari Keterangan: F0 : Blanko (dasar krim)

F1 : Krim ekstrak daun sukun 0,5% F2 : Krim ekstrak daun sukun 1,5% F3 : Krim ekstrak daun sukun 2,5% F4 : Krim ekstrak daun sukun 3,5% F5 : Krim pembanding (Olay) x : Perubahan warna

y : Perubahan bau z : Pemisahan fase  : Terjadi perubahan - : Tidak terjadi perubahan

Berdasarkan data yang diperoleh, menunjukkan bahwa masing-masing formula yang telah diamati selama 90 hari memberikan hasil yang baik yaitu tidak mengalami perubahan warna, bau dan pemisahan fase. Hal ini menunjukkan bahwa krim ekstrak daun sukun stabil dalam penyimpanan. Gambar sediaan krim setelah dibuat dan setelah disimpan selama 90 hari dalam suhu kamar dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 70.

Stabilitas dari suatu sediaan farmasi dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan warna dan bau selama penyimpanan. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi jika bahan-bahan yang terdapat dalam sediaan krim tersebut teroksidasi. Suatu sediaan emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami creaming

(62)

dapat disimpulkan bahwa sediaan krim ekstrak daun sukun yang dibuat aman untuk digunakan.

penggumpalan dari pada globul-globul dari fase terdispersi. Rusak atau tidaknya suatu sediaan emulsi dapat diamati dengan adanya perubahan warna dan perubahan bau. Untuk mengatasi kerusakan bahan akibat adanya oksidasi dapat dilakukan dengan penambahan suatu antioksidan. Kerusakan juga dapat ditimbulkan oleh jamur atau mikroba, untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan penambahan pengawet. Pengawet yang digunakan dalam formulasi krim ekstrak daun sukun adalah nipagin.

4.4 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan yang dioleskan pada kulit yang tipis di bagian bawah lengan dibiarkan selama 24 jam.

Tabel 4.5 Data hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

No Reaksi iritasi Sukarelawan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

(63)

Pengujian efektivitas anti-aging menggunakan skin analyzer Aramo, parameter uji meliputi pengukuran kadar air (moisture), kehalusan (evenness) dan pori (pore), banyaknya noda (spot) dan keriput (wrinkle). Pengukuran efektivitas

anti-aging dimulai dengan mengukur kondisi awal kulit wajah sukarelawan. Kemudian dioleskan krim ekstrak daun sukun setiap pagi dan malam hari. Seminggu sekali diukur perubahannya, sampai 4 kali pengukuran. Data yang diperoleh pada setiap parameter anti-aging diuji normalitas dengan Shapiro-Wilk test, diperoleh nilai p ≤ 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi normal, sehingga dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antar formula dalam memulihkan kulit kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui pada formula mana yang terdapat perbedaan secara signifikan. Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman 79-98.

4.5.1 Kadar air (moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker

yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.6, yang menunjukkan bahwa kadar air kulit wajah semua kelompok sukarelawan sebelum pemakaian krim anti-aging adalah dehidrasi (0-29). Setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu, semua formula mengalami peningkatan kadar air dari dehidrasi menjadi normal.

Pada sukarelawan yang memakai krim dengan formula formula F4 (krim ekstrak daun sukun 3,5%) memiliki persentase peningkatan kadar air yang lebih tinggi dari formula F0, F1, F2, F3, dan F5. Grafik pengaruh pemakaian krim anti

(64)

sukarelawan setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu

Formula Suka- relawan

Kadar air (%)

Peningkat-an kadar air (%) Sebelum Pemakaian (minggu)

I II III IV

Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012) F0 : Blanko (dasar krim)

F1 : Krim ekstrak daun sukun 0,5% F2 : Krim ekstrak daun sukun 1,5% F3 : Krim ekstrak daun sukun 2,5% F4 : Krim ekstrak daun sukun 3,5% F5 : Krim pembanding (Olay)

(65)

peningkatan kadar air yang signifikan (p ≤ 0,05) antara blanko dengan semua krim ekstrak daun sukun dan pembanding. Akan tetapi, antara F2, F3, F4 dengan F5 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p > 0,05).

Gambar 4.1 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak daun sukun 0,5; 1,5; 2,5; 3,5% dan krim pembanding selama 4 minggu

Gambar 4.2 Grafik peningkatan kadar air (moisture) pada kulit wajah sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak daun sukun 0,5; 1,5; 2,5; 3,5% dan krim pembanding setelah 4 minggu

20

Blanko 0,5% 1,5% 2,5% 3,5% Olay

(66)

mekanisme sebagai humektan yaitu dapat mengikat air. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara ekstrak ditimbang sebagai berat awal, ekstrak diletakkan di udara terbuka, kemudian ditimbang kembali setelah tiga hari. Lalu, dihitung persentase air yang dapat diikat. Hasil pengikatan air dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Data pengikatan air oleh ekstrak daun sukun

No Berat awal ekstrak (g)

Berat ekstrak (g) pada hari ke- Persentase air yang diikat (%)

Menurut Mitsui (1997), nutrisi, aktivitas serta lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kadar air dalam epidermis dan dermis. Kulit harus mampu menjaga kadar air untuk mempertahankan fungsinya sebagai kulit yang sehat. Apabila kadar air menurun secara drastis, kulit akan kekurangan nutrisi dan menyebabkan kulit menjadi kering, kasar, pecah-pecah dan terkelupas.

4.5.2 Kehalusan (evenness)

Pengukuran kehalusan kulit (evennes) dengan menggunakan perangkat skin analyzer menggunakan lensa perbesaran 60 kali dengan warna lampu sensor berwarna biru.

Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.8, yang menunjukkan bahwa kehalusan kulit wajah semua kelompok sukarelawan sebelum pemakaian krim

(67)

sediaan krim maka semakin besar peranannya dalam menghaluskan kulit.

Tabel 4.8 Data hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit wajah sukarelawan setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu

Formula Suka- relawan

Kehalusan kulit

Sebelum Pemakaian (minggu)

I II III IV

Halus 0-31; Normal 32-51; Kasar 52-100 (Aramo, 2012) F0 : Blanko (dasar krim)

F1 : Krim ekstrak daun sukun 0,5% F2 : Krim ekstrak daun sukun 1,5% F3 : Krim ekstrak daun sukun 2,5% F4 : Krim ekstrak daun sukun 3,5% F5 : Krim pembanding (Olay)

(68)

(Wasitaatmadja, 1997).

Gambar 4.3 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit wajah sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak daun sukun 0,5; 1,5; 2,5; 3,5% dan krim pembanding selama 4 minggu

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik Kruskal Wallis. Hasil analisis statistik dari pengukuran kehalusan kulit menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antar formula setelah pemakaian krim anti-aging setiap minggu selama 4 minggu. Hasil analisis statistik setelah 4 minggu pemakaian krim anti-aging menunjukkan bahwa bahwa terdapat perbedaan peningkatan kehalusan kulit yang signifikan (p ≤ 0,05) antara blanko dengan semua krim ekstrak daun sukun dan pembanding. Akan tetapi, antara F3, F4 dengan F5 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p > 0,05).

Kering dan kasar juga merupakan tanda-tanda umum yang dialami pada saat kulit mengalami penuaan dini. Ketika kulit terlalu sering terpapar oleh sinar matahari terutama sinar ultraviolet, kolagen dan elastin yang berada dalam lapisan kulit akan rusak. Sehingga sel-sel mati yang bertumpuk pada stratum korneum menyebabkan permukaan kulit menjadi kurang halus akibatnya kulit tampak lebih kasar. Selain itu, kulit juga menurun kemampuannya dalam melepaskan sel kulit mati yang lama untuk diganti dengan sel kulit yang baru

(69)

mengembangkan mekanisme perlindungan untuk mencegah pembentukan radikal bebas dan peroksidasi lipid maupun memperbaiki kerusakan yang terjadi, termasuk pada kulit. Kulit secara alamiah menggunakan antioksidan untuk melindungi dari efek kerusakan dari sinar matahari (Deny, dkk., 2006).

4.5.3 Pori (pore)

Pengukuran pori menggunakan perangkat skin analyzer yaitu dengan lensa perbesaran 60 kali dengan warna lampu sensor berwarna biru, pada waktu melakukan pengukuran kehalusan kulit, maka secara otomatis pengukuran pori ikut terbaca. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.9, yang menunjukkan bahwa pori kulit wajah semua kelompok sukarelawan sebelum pemakaian krim

anti-aging adalah beberapa besar (20-39). Setelah pemakaian krim anti-aging

selama 4 minggu, hasil pengukuran pori pada sukarelawan yang memakai krim formula F3, F4 dan F5 mengalami peningkatan dari pori yang beberapa besar menjadi kecil.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik Kruskal Wallis. Hasil analisis statistik dari pengukuran pori menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antar formula setelah pemakaian krim anti

-aging pada minggu ketiga dan keempat. Hasil analisis statistik setelah 4 minggu pemakaian krim anti-aging menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antara blanko dengan semua krim ekstrak daun sukun dan pembanding. Akan tetapi, antara F2, F3, F4 dengan F5 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p > 0,05).

(70)

setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu

Formula Suka- relawan

Ukuran pori

Sebelum Pemakaian (minggu)

I II III IV

Kecil 0-19; Beberapa besar 20-39; Sangat besar 40-100 (Aramo, 2012) F0 : Blanko (dasar krim)

F1 : Krim ekstrak daun sukun 0,5% F2 : Krim ekstrak daun sukun 1,5% F3 : Krim ekstrak daun sukun 2,5% F4 : Krim ekstrak daun sukun 3,5% F5 : Krim pembanding (Olay)

(71)

ekstrak daun sukun yang ada di dalam sediaan krim maka semakin besar

Gambar 4.4 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak daun sukun 0,5; 1,5; 2,5; 3,5% dan krim pembanding selama 4 minggu

Besarnya pori dapat disebabkan oleh sinar matahari dan sel kulit mati. Pori-pori dapat membesar apabila terkena sinar matahari yang terlalu terik, peningkatan suhu menyebabkan kotoran mudah masuk dan tersumbat di dalamnya sehingga menyebabkan jerawat lebih mudah timbul (Muliyawan dan Suriana, 2013).

4.5.4 Noda (spot)

Pengukuran banyaknya noda dengan menggunakan perangkat skin analyzer

dengan lensa perbesaran 60 kali dengan warna lampu sensor jingga. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.10, yang menunjukkan bahwa kulit wajah semua kelompok sukarelawan sebelum pemakaian krim anti-aging memiliki beberapa noda (20-39). Setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu, hasil pengukuran noda pada sukarelawan yang memakai krim formula F4 mengalami pengurangan noda, yaitu dari beberapa noda menjadi sedikit. Formula F4 lebih baik dalam mengurangi noda pada kulit dibandingkan dengan formula F0, F1, F2, F3 dan F5. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak kandungan

(72)

matahari.

Tabel 4.10 Data hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu

Formula Suka- relawan

Banyak noda

Sebelum Pemakaian (minggu)

I II III IV

Sedikit 0-19; Beberapa noda 20-39; Banyak noda 40-100 (Aramo, 2012) F0 : Blanko (dasar krim)

F1 : Krim ekstrak daun sukun 0,5% F2 : Krim ekstrak daun sukun 1,5% F3 : Krim ekstrak daun sukun 2,5% F4 : Krim ekstrak daun sukun 3,5% F5 : Krim pembanding (Olay)

(73)

matahari yang terkena kulit menyebabkan semakin aktif pembentukan melanin

Gambar 4.5 Grafik hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak daun sukun 0,5; 1,5; 2,5; 3,5% dan krim pembanding selama 4 minggu

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik Kruskal Wallis. Hasil analisis statistik dari pengukuran noda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antar formula setelah pemakaian krim anti

-aging pada minggu ketiga dan keempat.

Hasil analisis statistik setelah 4 minggu pemakaian krim anti-aging

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antara blanko dengan semua krim ekstrak daun sukun dan pembanding. Akan tetapi, antara F2, F3, F4 dengan F5 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p > 0,05).

Sel utama kedua epidermis (setelah keratinosit) adalah melanosit yang ditemukan dalam lapisan basal. Di dalam melanosit disintesa granula-granula pigmen yang disebut melanosom. Melanosom mengandung biokroma coklat yang disebut melanin. Jumlah melanin dalam keratinosit dalam kulit menentukan warna kulit seseorang. Melanosit melindungi kulit dari pengaruh-pengaruh sinar matahari yang merugikan. Sebaliknya, sinar matahari yang berlebihan juga dapat meningkatkan pembentukan melanosom dan melanin. Semakin banyak sinar

(74)

(Fitzpatrick, dkk., 1983).

Pada kulit terdapat enzim yang berperan dalam pembentukan melanin, yaitu tirosinase. Enzim ini mengkatalisis dua reaksi utama dalam biosintesis melanin, yaitu hidroksilasi L-tirosin menjadi L-dopa dan oksidasi L-dopa menjadi dopakuinon. Senyawa dopakuinon mempunyai kereaktifan yang sangat tinggi sehingga dapat mengalami polimerisasi secara spontan membentuk dopakrom yang kemudian menjadi melanin. Salah satu cara menghambat pembentukan melanin adalah dengan menghambat aktivitas tirosinase (Juwita, dkk., 2011).

Menurut Riliani (2015), krim ekstrak etanol daun sukun dapat mencegah peningkatan jumlah melanin kulit marmut yang dipapar sinar ultraviolet B. Hal ini diduga karena sukun mengandung flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai penghambat enzim tirosinase.

4.5.5 Keriput (wrinkle)

Penggukuran keriput dengan menggunakan perangkat alat skin analyzer

(75)

signifikan (p ≤ 0,05) antara blanko dengan semua krim ekstrak daun sukun dan pembanding. Akan tetapi, antara F4 dengan F5 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p > 0,05).

Tabel 4.11 Data hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu

Formula Suka- Relawan

Keriput

Sebelum Pemakaian (minggu)

I II III IV

Tidak berkeriput 0-19; Berkeriput 20-52; Berkeriput parah 53-100 (Aramo, 2012) F0 : Blanko (dasar krim)

(76)

Gambar 4.6 Grafik hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak daun sukun 0,5; 1,5; 2,5; 3,5% dan krim pembanding selama 4 minggu

Kulit merupakan organ tubuh yang secara langsung terpapar sinar UV dari matahari. Sinar UV dapat menyebabkan penurunan sintesis kolagen. Kolagen merupakan penyusun lapisan dermis juga berperan dalam proses regenerasi kulit. Seiring bertambahnya usia, kolagen kulit mulai pecah dan kaku sehingga kulit kehilangan elastisitasnya. Akibatnya, kulit tampak berkerut dan mengendur (Noormindhawati, 2013).

Flavonoid sebagai antioksidan bekerja menangkap radikal bebas yang ada dalam kulit. Molekul antioksidan berfungsi sebagai sumber hidrogen yang akan berkaitan dengan radikal bebas. Dalam proses tersebut, antioksidan mengikat energi yang akan digunakan untuk pembentukan radikal bebas baru sehingga reaksi antioksidan berhenti. Antioksidan ”mengorbankan dirinya” untuk teroksidasi oleh radikal bebas sehingga melindungi protein atau asam amino penyusun kolagen dan elastin (Atmaja, 2009).

(77)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Ekstrak daun sukun dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim yang homogen dengan tipe emulsi minyak dalam air, pH 6,72-7,10, tidak menimbulkan iritasi kulit dan stabil pada penyimpanan selama 90 hari dalam suhu kamar.

b. Krim ekstrak daun sukun 3,5% menunjukkan efektivitas anti-aging

paling baik dibandingkan dengan formula krim lainnya dan krim Olay.

5.2 Saran

a. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat menguji aktivitas antioksidan dari sediaan krim ekstrak daun sukun.

(78)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sukun

Pada dasarnya sukun tergolong tanaman tropik sejati dengan tempat tumbuh terbaik di dataran rendah yang beriklim panas. Selain di dataran rendah, sukun juga tumbuh di berbagai tempat karena daya adaptasinya yang tinggi. Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah, tetapi dapat juga tumbuh di daerah yang sangat kering asalkan ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup. Bahkan pada musim kemarau, sukun dapat tumbuh dan berbuah dengan lebat (Harmanto, 2012).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Urticales Suku : Moraceae Marga : Artocarpus

Jenis : Artocarpus altilis (Depkes RI, 1997)

2.1.2 Nama daerah

(79)

Tumbuhan sukun memiliki tinggi 10-25 m, batang bulat, percabangan simpodial, bergetah, permukaan kasar dan berwarna coklat. Daunnya tunggal, berseling, ujung runcing, tepi bertoreh, panjang 50-70 cm, lebar 25-50 cm, pertulangan menyirip, tebal, permukaan kasar dan berwarna hijau. Bunga dari sukun berumah satu, bunga jantan silindris dengan panjang 10-20 cm berwarna kuning, bunga betina bulat dengan garis tengah 2-5 cm dan berwarna hijau. Buahnya semu majemuk, bulat dengan diameter 10-20 cm, berwarna hijau, mempunyai akar tunggang yang berwarna coklat (Depkes RI, 1997).

2.1.4 Kandungan kimia

Daun sukun mengandung golongan senyawa flavonoid, steroid, saponin dan tanin. Serta pada skrining fitokimia menunjukan adanya golongan senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid dan polifenol (Puspasari, dkk., 2014).

2.1.5 Khasiat tumbuhan

Umumnya, masyarakat menggunakan daun sukun untuk mengobati penyakit liver, hepatitis, sakit gigi, gatal-gatal, jantung, dan ginjal. Selain itu, daun sukun juga dapat digunakan sebagai ramuan obat obat gosok untuk kulit yang bengkak dengan cara membakarnya, kemudian abu hasil pembakaran dicampur minyak kelapa dan kunyit (Harmanto, 2012).

Daun tumbuhan sukun berkhasiat untuk mengobati penyakit seperti liver, ginjal, hipertensi, pembengkakan limpa dan gatal-gatal (Depkes RI, 1997).

2.2 Kulit

(80)

(Putro, 1997).

Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja,1997).

2.2.1 Struktur kulit

Kulit terdiri dari tiga lapisan, berturut-turut mulai dari yang paling luar adalah sebagai berikut:

a. lapisan epidermis b. lapisan dermis

c. lapisan subkutan (Wasitaatmadja, 1997)

Gambar 2.1 Struktur anatomi kulit (Saurabh, dkk., 2014)

2.2.1.1Epidermis

(81)

luar yang tersusun dari sel mati berkreatin dan memiliki sawar kulit pokok terhadap kehilangan air. Apabila kandungan air pada lapisan ini berkurang, maka kulit akan menjadi kering dan bersisik.

b. Lapisan lusidum (stratum lusidum), lapisan ini tersusun dari beberapa lapisan transparan dan di atasnya terdapat lapisan tanduk dan bertindak juga sebagai sawar, pada umumnya terdapat pada telapak tangan dan kaki.

c. Lapisan granulosum (stratum granulosum), lapisan ini terdiri dari 2 sampai 3 lapisan sel dan terletak di atas lapisan stratum spinosum dan berfungsi untuk menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum korneum.

d. Lapisan spinosum (stratum spinosum), lapisan spinosum merupakan lapisan yang paling tebal dari epidermis. Sel diferensiasi utama stratum spinosum adalah keratinosit yang membentuk keratin.

e. Lapisan basal (stratum basale), lapisan basal merupakan bagian yang paling dalam dari epidermis dan tempat pembentukan lapisan baru yang menyusun epidermis. Lapisan ini terus membelah dan sel hasil pembelahan ini bergerak ke atas membentuk lapisan spinosum. Melanosit yang membentuk melanin untuk pigmentasi kulit terdapat dalam lapisan ini.

Pada lapisan epidermis terdapat (Mitsui, 1997):

a. Keratinosit, yang berfungsi untuk membentuk lapisan yang tahan terhadap zat kimia dan biologis.

b. Melanosit, yang berfungsi memproduksi melanin. Sel ini tersebar di antara sel basal di lapisan basal.

(82)

Lapisan dermis merupakan lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh (Anderson, 1996).

Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3-5 mm. Dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia tanpa lemak. Pada dermis terdapat adneksa kulit, seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kolagen adalah zat pengisi kulit yang membuat kulit menjadi kencang. Seiring bertambahnya usia, produksi kolagen semakin berkurang dan mengakibatkan kulit menjadi kering dan berkerut. Selain denga krim anti-aging, kolagen dapat dipacu produksinya dengan olahraga dan nutrisi yang baik (Sulastomo, 2013).

(83)

Lapisan subkutan adalah lapisan yang terletak di bawah dermis dan mengandung sel-sel lemak yang dapat melindungi bagian dalam organ dari trauma mekanik dan juga sebagai pelindung tubuh terhadap udara dingin, serta sebagai pengaturan suhu tubuh (Prianto, 2014).

Lapisan subkutan terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah bening. Tebal jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasi, di abdomen 3 cm, sedangkan di daerah kelopak mata dan penis sangat tipis. Lapis lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan (Wasitaatmadja, 1997).

Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah dan sel-sel penyimpanan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lainnya. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan, sebaliknya bila tubuh memerlukan energi yang banyak maka lapisan ini akan memberikan energi dengan cara memecah simpanan lemaknya (Putro, 1997).

2.2.2 Fungsi kulit

Kulit memiliki berbagai fungsi bagi tubuh, diantaranya adalah: 1. Proteksi (pelindung)

(84)

Adalah kulit yang tampak kasar, kusam, kulit mudah bersisik, terasa kaku, Kulit akan menjaga suhu tubuh agar tetap optimal. Keringat yang keluar pada saat suhu udara panas berfungsi untuk mendinginkan tubuh. Keluarnya keringat adalah salah satu mekanisme tubuh untuk menjaga stabilitas temperatur.

3. Organ sekresi

Kulit juga berfungsi sebagai organ untuk melepaskan kelebihan air dan zat-zat lainnya, seperti NaCl, amonia, dan lain-lain.

4. Persepsi sensoris

Sebagai alat peraba, kulit akan bereaksi pada perbedaan suhu, sentuhan, rasa sakit, dan tekanan.

5. Absorpsi

Beberapa zat tertentu bisa diserap masuk ke dalam tubuh melalui kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.2.3 Jenis-jenis kulit

Ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit terbagi atas lima bagian (Noormindhawati, 2013):

a. Kulit normal

Merupakan kulit ideal yang sehat, memiliki pH normal, kadar air dan kadar minyak seimbang, tekstur kulit kenyal, halus dan lembut, pori-pori kulit kecil. b. Kulit berminyak

(85)

d. Kulit kombinasi

Merupakan jenis kulit kombinasi yaitu antara kulit wajah kering dan berminyak. Pada area T cenderung berminyak, sedangkan pada derah pipi berkulit kering. e. Kulit sensitif

Adalah kulit yang memberikan respons secara berlebihan terhadap kondisi tertentu, misalnya suhu, cuaca, bahan kosmetik atau bahan kimia lainnya yang menyebabkan timbulnya gangguan kulit seperti kulit mudah menjadi iritasi, kulitmenjadi lebih tipis dan sangat sensitif.

2.3 Penuaan Dini

Proses penuaan berlangsung sejalan dengan kemunduran fungsi organ tubuh setelah masa kematangan tercapai. Akibat dari proses penuaan akan cepat tampak di kulit (Kusumadewi, 2002). Penuaan merupakan proses fisiologi yang tidak terhindarkan yang pasti dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat ireversibel yang meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit. Kulit merupakan salah satu jaringan yang secara langsung akan memperlihatkan penuaan (Putro, 1997).

(86)

1. Penuaan kronologi (chonological aging )

Penuaan kronologi terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Proses ini terjadi karena adanya perubahan struktur, fungsi, dan metabolik kulit khususnya lapisan dermis dan epidermis seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan ini ditandai oleh berkurangnya kelenjar minyak, kulit tampak kering, munculnya kerutan dan bintik-bintik hitam tanda penuaan.

2. Paparan cahaya (photoaging)

Photoaging terjadi karena berkurangnya kolagen dan serat elastis kulit akibat paparan sinar ultraviolet. Kolagen adalah komposisi utama lapisan kulit dermis. Lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang berperan untuk bertanggung jawab pada sifat elastisitas dan halusnya kulit. Kedua sifat ini merupakan kunci suatu kulit disebut indah dan awet muda. Apabila produksi kolagen menurun pada lapisan dermis kulit, maka kulit akan terlihat kering dan tidak elastis lagi (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.3.1 Penyebab penuaan dini

Banyak faktor yang ikut berpengaruh dalam proses penuaan dini, baik faktor intrinsik (dari dalam tubuh sendiri) maupun faktor ekstrinsik (lingkungan). Beberapa faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

2.3.1.1Faktor intrinsik (intrinsic factor)

(87)

Umur adalah faktor fisiologik yang menyebabkan kulit menjadi tua. Umur bertambah setiap hari dan secara perlahan tetapi pasti proses menua terjadi. 2. Ras

Berbagai ras manusia mempunyai perbedaan struktural dan faal tubuh dalam perannya terhadap lingkungan hidup sehingga mempunyai kemampuan berbeda dalam mempertahankan diri, misalnya dalam jumlah pigmen melanin pada kulit. Orang kulit putih lebih mudah terbakar sinar matahari daripada kulit berwarna sehingga pada kulit putih lebih mudah terjadi gejala-gejala kulit menua secara dini.

3. Genetik

Para ahli yakin bahwa faktor genetik juga berpengaruh terhadap proses penuaan dini. Faktor genetik menentukan kapan menurunnya proses metabolik dalam tubuh dan seberapa cepat proses menua itu berjalan.

4. Hormonal

Hormon tertentu dalam tubuh manusia mempunyai peran penting dalam proses pembentukan sel baru dan proses metabolik untuk mempertahankan kehidupan sel secara baik. Pada wanita yang menopause, penurunan produksi esterogen akan menurunkan elastisitas kulit. Hormon androgen dan progesteron meningkatkan proses pembelahan sel epidermis, waktu pergantian atau regenerasi sel, produksi kelenjar sebum, dan pembentukan melanin. Berkurangnya hormon-hormon tersebut akan menunjukkan gejala penuaan dini yang lebih jelas.

5. Faktor-faktor lain

(88)

Lingkungan hidup manusia yang tidak nyaman bagi kulit dapat berupa suhu, kelembaban, polusi, dan terutama sinar ultraviolet. Sinar matahari adalah faktor lingkungan terbesar yang dapat mempercepat proses penuaan dini karena sinar matahari dapat merusak serabut kolagen kulit dan matriks dermis sehingga kulit menjadi tidak elastis, kering, dan keriput atau sering disebut dengan photoaging. Kontak dengan bahan kimia tertentu dalam waktu yang cukup lama dapat mempercepat penuaan kulit, seperti pemakaian detergen dan pembersih yang mengandung alkohol berlebihan akan menghilangkan lemak pada permukaan kulit sehingga menyebabkan kekeringan pada kulit (Putro, 1997).

Beberapa gaya hidup juga memicu terbentuknya kerutan pada wajah, di antaranya adalah konsumsi alkohol yang berlebihan menyebabkan kulit terdehidrasi sehingga mempermudah munculnya kerutan. Posisi tidur yang salah juga berperan dalam terbentuknya kerutan. Kerutan di area pipi dan dagu pada umumnya muncul akibat posisi tidur yang menyamping sedangkan posisi tidur telungkup dapat menyebabkan terbentuknya kerutan di area dahi. Banyaknya frekuensi kedipan mata serta kebiasaan menyipitkan mata menyebabkan otot-otot di sekitar alis dan dahi bekerja lebih keras sehingga memperparah kerutan di area dahi (Setiabudi, 2014).

2.3.2 Tanda-tanda penuaan dini

Tanda-tanda penuaan kulit, antara lain:

Gambar

Tabel 3.1 Komposisi bahan dalam krim
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun sukun
Tabel 4.2 Data kelarutan metil biru pada sediaan krim
Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan krim
+7

Referensi

Dokumen terkait

Advá Mendes Silva

disingkat Kepala UPTD adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan pada Dinas Pekerjaan.. Umum

Based on analysis of erroneous observations it can be concluded that the lack of tie points on images taken in the poor weather conditions was caused by

We find that the Government classified mostly monuments or buildings built by Chinese migrants to witness the existence of Chinese culture, and tried to reaffirm the

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas

Dana Revolving adalah dana angsuran pengembalian pinjaman modal usaha PEKM yang masuk di PD BPR Bank Bantul digunakan untuk modal usaha keluarga miskin yang telah memiliki

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati Bantul tentang Pemberian Bantuan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pada suatu jaringan yang dibangun dengan protokol TCP/IP (misal : Internet), untuk setiap station dialokasikan suatu pengenal unik berupa alamat sebesar 4 byte, yang disebut sebagai