HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN
TERJADINYA STOMATITIS NIKOTINA
PADA PEGAWAI NON-AKADEMIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
KWA ZHENG KANG NIM : 080600137
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departmen Ilmu Penyakit Mulut
Tahun 2012
Kwa Zheng Kang
Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina
Pada Pegawai Non-Akademik Universitas Sumatera Utara.
x + 54
Penggunaan tembakau akan membawa efek negatif baik secara sistemik
maupun secara lokal. Perubahan jaringan lunak dalam rongga mulut yang signifikan
meliputi leukoplakia, stomatitis nikotina, smoker’s melanosis, hairy tongue, median
rhomboid glossitis, kandidiasis, infeksi bakteri, gingivitis ulseratif nekrosis akut,
periodontitis, tobacco keratosis dan kanker mulut.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang dilakukan dengan rancangan
cross sectional untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko
dengan efeknya yaitu kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina.
Penelitian ini dilakukan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan
Indonesia selama dua bulan yaitu pada bulan Desember 2011 dan bulan Januari 2012.
Jumlah sampel yang diambil sebanyak 85 orang perokok dari pegawai non-akademik
USU.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina. Namun, intensitas merokok
orang pegawai yang diperiksa, hanya terdapat 2 orang yang mempunyai lesi
stomatitis nikotina (2,35%).
Kesimpulannya, tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina tetapi adanya hubungan yang
signifikan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan terjadinya stomatitis
nikotina (P=0,017).
PENYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
Di hadapan tim penguji skripsi
Medan, April 2012
Pembimbing Tanda tangan
Sayuti Hasibuan, drg.,Sp.PM
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
Pada April 2012
TIM PENGUJI
KETUA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp PM
ANGGOTA : 1. Wilda Hafni Lubis, drg, M.Si
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Terjadinya Stomatitis
Nikotina pada Pegawai Non-Akademik Universitas Sumatera Utara”, yang
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran gigi di
Falkultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan
pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan
hati dan keikhlasan, penulis mengucapkan terima kasih kepada drg. Sayuti Hasibuan,
Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut atas kesediaannya
meluangkan waktu untuk membimbing, membantu serta memberi pertunjuk kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Ayahanda Kwa Taik Seong, Ibunda Tan
Lian Kee atas segala perhatian, dukungan moral dan materil, motivasi, harapan dan
doa, serta cinta kasih sayang yang melimpah. Selanjutnya penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Nazruddin, drg.,C.Ort.,Ph.D,Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di
3. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa pendidikan, dan
staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Penyakit Mulut yang telah
membimbing dan memberi arahan selama masa penyusunan skripsi.
4. Seluruh pegawai-pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara yang telah
membantu penulis serta bersedia bekerjasama dengan baik dalam penelitian ini.
5. Teman-teman penulis Scholastika, Winda, Bella, Lee Liang Jie, Chong Met
Cheng, Wong Chun Kiat dan seluruh teman mahasiswa FKG Angkatan 2008.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis.
Untuk itu, semua saran akan menjadi sumbangan danmasukan yang sangat berharga
bagi kualitas skripsi ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu dalam penyusunan skripsi dan memohon maaf bila terdapat kesalahan
selama melakukan penelitian ini. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas
Kedokteran Gigi.
Medan, April 2012 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN TIM PENGUJI... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah... 3
1.2.1 Masalah Umum... 3
1.2.2 Masalah Khusus... 3
1.3 Hipotesis Penelitian... 4
1.4 Tujuan Penelitian... 4
1.5 Manfaat Penelitian... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 7
2.1 Sejarah Rokok... 9
2.2 Jenis Pemakaian Tembakau... 10
2.2.1 Rokok Putih... 10
2.2.2 Rokok Cerutu... 10
2.2.3 Bidi... 11
2.2.4 Rokok Kretek... 12
2.2.5 Rokok Pipa... 12
2.3 Sifat Fisik Pembakaran Rokok... 13
2.4 Efek Merokok... 13
2.4.1 Efek Sistemik Merokok... 14
2.4.2 Efek Lokal Merokok Pada Rongga Mulut... 15
2.5.1 Definisi... 19
2.5.2 Etiologi Dan Histopatogenesis... 19
2.5.3 Gambaran Klinis... 20
2.5.4 Perawatan... 21
KERANGKA TEORI... 22
KERANGKA KONSEP... 23
BAB 3 METODE PENELITIAN... 24
3.1 Jenis Penelitian... 24
3.2 Tempat Dan Waktu... 24
3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian... 24
3.3.1 Populasi... 24
3.3.2 Sampel... 25
3.4 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi... 26
3.4.1 Kriteria Inklusi... 26
3.4.2 Kriteria Eksklusi... 26
3.5 Variabel Penelitian... 26
3.6 Definisi Operasional... 27
3.7 Sarana Penelitian... 27
3.8 Cara Pengumpulan Data... 28
3.8.1 Data Demografi... 28
3.8.2 Data Kebiasaan Merokok... 28
3.8.3 Data Klinis... 28
3.9 Pengolahan Data... 29
3.10 Analisis Data... 29
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 30
4.1 Data Demografis Subjek Penelitian... 30
4.2 Data Riwayat Kebiasaan Merokok Subjek Penelitian... 30
4.3 Hasil Uji Statistik Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina... 34
BAB 5 PEMBAHASAN... 38
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 43
DAFTAR GAMBAR
Ha laman
Gambar
1. Rokok Putih Komersial... 10
2. Rokok Cerutu... 11
3. Bidi... 11
4. Rokok Kretek... 12
5. Rokok Pipa... 12
6. Stein Warna Hitam Pada Servikal Gigi Anterior Mandibular... 16
7. Periodontitis... 17
8. Smoker’s Melanosis... 17
9. Black Hairy Tongue... 18
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1. Distribusi Subjek Penelitian (Perokok)... 30
2. Persentase Usia Mulai Merokok Subjek Penelitian... 31
3. Persentase Perokok Menurut Lama Merokok... 31
4. Persentase Perokok Menurut Jumlah Rokok Yang Dihisap Per Hari... 32
5. Persentase Perokok Menurut Jenis Rokok Yang Dihisap... 33
6. . Persentase Perokok Menurut Lama Terpapar... 33
7. Hasil Uji Statistik Antara Lama Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina... 34
8. Hasil Uji Statistik Antara Jumlah Rokok Per Hari Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina... 35
9. Hasil Uji Statistik Antara Jenis Rokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina... 36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Lembar Kuesioner Penelitian... 48
2. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian... 49
3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan... 50
4. Lembar Persetujuan Etik Penelitian... 51
Fakultas Kedokteran Gigi
Departmen Ilmu Penyakit Mulut
Tahun 2012
Kwa Zheng Kang
Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina
Pada Pegawai Non-Akademik Universitas Sumatera Utara.
x + 54
Penggunaan tembakau akan membawa efek negatif baik secara sistemik
maupun secara lokal. Perubahan jaringan lunak dalam rongga mulut yang signifikan
meliputi leukoplakia, stomatitis nikotina, smoker’s melanosis, hairy tongue, median
rhomboid glossitis, kandidiasis, infeksi bakteri, gingivitis ulseratif nekrosis akut,
periodontitis, tobacco keratosis dan kanker mulut.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang dilakukan dengan rancangan
cross sectional untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko
dengan efeknya yaitu kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina.
Penelitian ini dilakukan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan
Indonesia selama dua bulan yaitu pada bulan Desember 2011 dan bulan Januari 2012.
Jumlah sampel yang diambil sebanyak 85 orang perokok dari pegawai non-akademik
USU.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina. Namun, intensitas merokok
orang pegawai yang diperiksa, hanya terdapat 2 orang yang mempunyai lesi
stomatitis nikotina (2,35%).
Kesimpulannya, tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina tetapi adanya hubungan yang
signifikan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan terjadinya stomatitis
nikotina (P=0,017).
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Menurut data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada
tahun 2009, 35% laki-laki di negara maju dan 50% laki-laki di negara berkembang
merupakan perokok.1 Setiap menit, 12.000.000 batang rokok dikonsumsi dan setiap
6,5 detik terjadinya satu kematian akibat dari pemakaian tembakau.1,2
Negara China merupakan negara pengonsumsi rokok yang terbesar di dunia
yaitu sebanyak 37% dari jumlah konsumsi rokok dunia pada tahun 2009. Pada tahun
2009, sebanyak 311.000.000 laki-laki dan 13.000.000 wanita di negara China
merupakan perokok.
Pada masyarakat Indonesia, hampir satu dari tiga orang dewasa merokok.
Prevalensi perokok di kalangan orang dewasa meningkat hingga 31,5% pada tahun
2001 dari 26,9% pada tahun 1995.
1
3
Pada tahun 2010, Indonesia merupakan konsumen
rokok terbesar ketiga di dunia setelah China dan India.2 Menurut Central Statistic
Agency, 25% penduduk Indonesia yang berusia 3-15 tahun pernah mencoba merokok,
3,2% dari jumlah tersebut adalah perokok aktif.4 Pada tahun 2001, 0,4% dari jumlah
penduduk Indonesia yang berusia 5-9 tahun merupakan perokok dan angka ini
meningkat mencapai 2,8% pada tahun 2004.
Penggunaan tembakau akan membawa efek negatif baik secara sistemik
maupun secara lokal.
5
6,7,8
Efek yang terjadi sangat bergantung pada cara merokok,
hubungan yang signifikan antara merokok dengan penyakit-penyakit sistemik yang
fatal, 90% dari kasus kanker pada daerah leher dan kepala terjadi pada perokok.6,8
Selain itu, 40-45% dari semua jenis kanker yang menyebabkan kematian merupakan
akibat dari merokok. Penelitian Johnson N juga menyatakan bahwa 90-95%
kematian akibat dari kanker paru adalah perokok, 85% kematian akibat dari kanker
rongga mulut adalah perokok, 75% kematian akibat dari penyakit paru obstruktif
kronik adalah perokok, 35% kematian akibat dari penyakit kardiovaskular di
kalangan usia 35-69 tahun merupakan perokok.6
Pada perokok, akan terjadi perubahan jaringan lunak dan keras dalam rongga
mulut.
7,9
Perubahan tersebut disebabkan oleh iritasi, toksisitas, dan karsinogen akibat
dari asap pembakaran tembakau.10 Perubahan jaringan lunak dalam rongga mulut
yang signifikan akibat dari merokok meliputi leukoplakia, stomatitis nikotina,
smoker’s melanosis, hairy tongue, median rhomboid glossitis, kandidiasis, infeksi
bakteri, gingivitis ulseratif nekrosis akut, periodontitis, tobacco keratosis dan kanker
mulut.
Menurut penelitian Henley SJ (2004), stomatitis nikotina sering ditemukan
pada perokok pipa, perokok cigar dan perokok yang mengonsumsi lebih dari 20
batang per hari.
6,7,9-13
7
Trandafir V et al (2010) menyatakan bahwa stomatitis nikotina
disebabkan oleh kontak dengan asap panas yang bersifat iritatif dari rokok.7
Perubahan ini sering terjadi pada daerah palatum keras yang merupakan daerah yang
paling sering berkontak dengan asap rokok.7,10 Stomatitis nikotina adalah suatu lesi
eritema yang umumnya ditemui pada daerah posterior palatum terutama 2/3 posterior
Menurut penelitian Ramulu C et al (1972), prevalensi stomatitis nikotina pada
perokok laki-laki di India adalah 26,29% dan 33,33% pada perokok wanita.
Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina di
kalangan pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara.
11
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1.2.1 Masalah Umum
1. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan terjadinya
stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera
Utara?
2. Berapakah prevalensi stomatitis nikotina pada pada pegawai non-akademik
Universitas Sumatera Utara?
1.2.2 Masalah Khusus
1. Apakah ada hubungan antara lama merokok dengan terjadinya stomatitis
nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara?
2. Apakah ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan
terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas
3. Apakah ada hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan terjadinya
stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera
Utara?
4. Apakah ada hubungan antara lama terpapar terhadap kebiasaan merokok
dengan terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik
Universitas Sumatera Utara?
1.3.Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara lama merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina
pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara.
2. Ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan terjadinya
stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera
Utara.
3. Ada hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan terjadinya stomatitis
nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara.
4. Ada hubungan antara lama terpapar terhadap kebiasaan merokok dengan
terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas
Sumatera Utara.
1.4.Tujuan Penelitian
Secara umumnya tujuan melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui,
1. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan stomatitis nikotina rongga
2. Prevalensi stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas
Sumatera Utara.
Tujuan khusus dalam melakukan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan antara lama merokok dengan terjadinya
stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera
Utara.
2. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari
dengan terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik
Universitas Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan
terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas
Sumatera Utara.
4. Untuk mengetahui hubungan antara lama terpapar terhadap kebiasaan
merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik
Universitas Sumatera Utara.
1.5.Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan
stomatitis nikotina dalam rongga mulut, maka diharapkan dapat memberi manfaat
kepada masyarakat antara lain:
1. Dapat memberikan infomasi mengenai efek dari merokok terhadap
2. Dapat menggalakkan usaha preventif dan promotif dalam penggurangan
prevalensi merokok disertai dengan pencegahan terjadinya lesi stomatitis
nikotina dalam rongga mulut.
3. Sebagai data dasar penelitian bagi penelitian lajutan mengenai hubungan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Rokok merupakan suatu produk komersial berbentuk silindris yang
mempunyai diameter 5-8 mm, panjang total 70-100 mm dan panjang penapis 15-25
mm.14,15 Rokok adalah salah satu jenis produk yang paling populer yang terbuat dari
bahan baku tembakau (tobacco).1,14,15 Tembakau merupakan ekstrak organik dari
daun tumbuhan yang termasuk dalam genus Nicotiana dan famili Solanaceae (famili
untuk tumbuhan tomat dan kentang).15
Terdapat beberapa jenis tembakau yang digunakan di seluruh dunia, di
antaranya adalah Virginia, Burley, Maryland, Oriental,dan Rustica.
14,15
Cara
klasifikasi tembakau dilakukan dengan membedakan kandungan elemen dalam rokok
yang bervariasi menurut cara penanaman, pemungutan, pengawetan, dan
sebagainya.15
Tembakau Virginia merupakan 40% dari jumlah produksi tembakau dunia.
Jenis tembakau ini sangat unik karena cara pengawetannya yang berbeda. Proses
pengawetan tembakau Virginia merupakan satu-satunya tembakau yang melibatkan
kontrol pada aspek kelembapan serta temperatur secara ketat.
14
Penghasil jenis
tembakau Virginia yang utama di dunia adalah negara China, U.S.A, Brazil, India,
dan Zimbabwe.15
Struktur rokok terdiri dari isi tembakau, kertas pembalut dan penapis.
15
Kertas
pembalut pada rokok terdiri dari selulosa sebagai bahan dasar, kain lenan dan kayu.
tipe II.14 Perbedaan utama pada dua tipe kertas ini adalah isi kandungan bahan
pengawet dalam kertas. Pada tipe I, terdapat di-ammonium hydrogen
phosphate, (NH4)2HPO4, yang digunakan untuk mengurangi proses pirolisis serta
menurunkan temperatur saat pembakaran rokok. Di-ammonium hydrogen phosphate,
(DAP) tidak ditambahkan pada tipe II karena pada negara tertentu telah diprohibisi
penggunaan DAP.14
Pada ujung pegangan rokok, ada penapis berukuran 15-25 mm yang umumnya
berwarna jingga kekuningan. Penapis rokok dibuat dari asetat selulosa
15
yang
bertujuan untuk menapiskan getah tembakau (tar) dan nikotin sesuai dengan standard
ISO (International Organization for Standardization).15 Stuktur penapis rokok
didisain dengan adanya ventilasi pada pinggirnya untuk mengurangi inhalasi nikotin.
Kapasitas ventilasi dan penapisan sangat tergantung pada stuktur mikro penapis serta
kertas tip yang melingkari penapis.14,15
Asap rokok yang melewati penapis waktu pembakaran tembakau akan
manapis nikotin, karbon-monoksida, serta 80% dari jumlah voletil fenol.15
Partikel-partikel yang akan tertapis sangat bergantung pada ukuran pertikel. Dalam penelitian
pada tahun 1950an, jelas terbukti resiko kanker paru-paru berhubungan erat dengan
jumlah inhalasi getah tembakau.16,17 Berbagai percobaan dan eksperimen telah
dilakukan untuk mencarikan bahan yang paling sesuai sebagai penapis rokok sejak 60
tahun yang lalu.14
Menurut penelitian para peneliti telah menunjukkan bahwa ada hubungan
antara kebiasaan pemakaian tembakau dengan gangguan pada kesehatan baik secara
yang lebih tinggi pada perokok dalam berbagai masalah medis sistemik seperti kanker
paru, penyakit kardiovaskular, kanker esofagus, kanker laring dan sebagainya.6,8,17
Hubungan merokok dengan perubahan jaringan rongga mulut meliputi stain pada
gigi, smoker’s melanosis, nicotine stomatitis, gingivitis ulseratif nekrosis akut
(GUNA), keratosis, black hairy tongue, palatal erosi, leukoplakia karsinoma sel
skuamous dan sebagainya.6-13,16,17
2.1 Sejarah Rokok
Tembakau ditemukan sejak 8000 ribu tahun yang lalu. Tembakau mulai
ditanam oleh manusia di Amerika sejak 6000 SM. Pada 1 SM, orang Amerika mulai
merokok dengan menggunakan tembakau enema.18
Pada tahun 1492, masyarakat di Cuba menemukan tembakau dan membawa
kegiatan merokok ke negara Eropa. Sekitar 70 tahun kemudian, pedagang di Portugis
mulai menjalankan usaha dagang dengan Afrika terutama di Afrika Timur. Beberapa
tahun kemudian, kebiasaan merokok meluas ke seluruh Afrika Tengah dan Afrika
Barat.
Negara China mulai terpapar kepada kebiasaan merokok pada tahun 1530,
yang dibawa oleh negara Jepang dan Filipina. Pada tahun 1700, kegiatan merokok
dan mengonsumsi kopi telah menjadi suatu kebiasaan di negara Russia. Hal ini
membawa efek peningkatan prevalensi merokok pada negara Russia yang tinggi.
1,18
Dampak-dampak negatif akibat merokok mendorong para peneliti untuk
mengkaji efek negatif dari merokok. Pada tahun 1761, John Hill dari Inggris telah
melakukan satu studi mengenai hubungan antara merokok dan kanker nasal.
1,18
Kemudian pada tahun 1939, Oshsner dari USA telah menghubungkan kanker
paru-paru dengan kebiasaan merokok disertai dengan hasil penelitian beliau.
Selain dari efek merokok aktif, negara Jepang telah melakukan penelitian
pada efek merokok pasif. Pada tahun 1981, Hirayama telah mempublikasikan efek
dari merokok pasif melalui media.
18
18
2.2 Jenis Pemakaian Tembakau
2.2.1 Rokok Putih
Rokok putih merupakan jenis tembakau yang paling umum dikonsumsi
dan meluas di seluruh dunia. Rokok putih diproduksi secara komersial dalam
skala yang besar. Rokok putih didesain dengan dibalut oleh kertas rokok dan
disertai dengan satu penapis pada ujung pemegang.1,14,15,18
Gambar 1: Rokok Putih Komersial1
2.2.2 Rokok Cerutu
Rokok jenis ini dibuat dari tembakau yang dikeringkan melalui
ventilasi udara dan dibalut dengan daun tembakau yang telah diproses
lebih panjang dibandingkan dengan rokok putih. Hal ini menyebabkan
kandungan toksin dan bahan karsinogen yang tinggi dalam rokok cerutu.
Rokok cerutu sangat bervariasi dari segi bentuk, ukuran dan warna.1,14,15,18
Gambar 2: Rokok cerutu1
2.2.3 Bidi
Bidi juga dikenal sebagai rokok buatan sendiri. Bidi mengandung
sejumlah kecil daun tembakau yang dikeringkan dengan sinar matahari dan
dipipihkan membentuk kepingan. Bidi digulung dengan daun tendu yang
telah dikeringkan dan diikat dengan tali.15 Walaupun bentuk dan ukuran bidi
lebih kecil dibandingkan dengan rokok komersial, bidi menghasilkan asap
rokok dengan kandungan tar dan karbon-monoksida yang lebih
tinggi.1,14,15,18
2.2.4 Rokok Kretek
Rokok kretek sangat umum dijumpai di negara Indonesia. Jenis rokok
ini mempunyai rasa cengkih yang khusus. Hal ini dikarenakan penambahan
bahan pengawet eugenol pada tembakau, dimana akan menyebabkan efek
anastetik serta toksisitas yang lebih tinggi.1,14,18
Gambar 4. Rokok kretek1
2.2.5 Rokok Pipa
Jenis rokok pipa ini berbeda dengan shihsa. Jenis pipa ini dibuat dari
bahan tanah liat. Pipa didesain adanya satu cawan bakar pada ujung yang
dihubungkan dengan pipa ke satu ujung yang lain. Tembakau yang
dikeringkan dibakar dalam cawan bakar, kemudian perokok menghisap dari
ujung pipa.1,14,15,18
2.3 Sifat Fisik Pembakaran Rokok
Rokok yang terbakar merupakan suatu sistem yang kompleks di antaranya
terjadi reaksi kimiawi dan reaksi fisik yang berlangsung pada waktu yang sama.
Daerah pembakaran dalam rokok dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu zona
pembakaran dan zona pirolisis/distilasi.
Pada zona pembakaran, oksigen bereaksi dengan atom-atom karbon yang
terkandung dalam senyawa tembakau dan menghasilkan gas karbon dioksida serta
karbon-monoksida sebagai hasil utama reaksi antara senyawa karbon dengan oksigen.
Para peneliti telah melakukan penelitian pada temperatur pembakaran rokok.
Menurut penelitian Bogen (1929), temperatur yang terukur adalah 400ºC ; Cooper et
a l ( 1 9 3 2 ) , 3 0 0 - 7 0 0 º C ; W e n u s c h ( 1 9 3 9 ) , 5 0 0 - 7 0 0 º C ; Wy n d e r ( 1 9 5 3 ) ,
966ºC; Lam (1955), 795-950ºC.
Pada zona pirolisis belum terjadi reaksi antara atom karbon dengan oksigen.
Konsentrasi oksigen di zona ini relatif jauh lebih rendah. Dalam zona ini, temperatur
mencapai antara 200-600ºC.15 Asap terbentuk dari zona pirolisis merupakan 1/3 dari
jumlah asap rokok yang terbentuk. Kandungan asap dari hasil pirolisis mengandung
lebih dari 75 hidrokarbon aromatik hidrosiklik seperti benzen dan toluen.15, 17
2.4 Efek Merokok
Menurut penelitian para peneliti sedunia, merokok akan membawa dampak
negatif yang fatal kepada perokok baik perokok aktif maupun perokok pasif. Dalam
perokok pasif berkali-kali lipat lebih tinggi daripada perokok aktif.15,17 Hal ini
dikarenakan kandungan senyawa yang berdiameter lebih besar dari 0,1µm akan
tertapis oleh penapis pada ujung rokok.14,15
Efek negatif yang diakibatkan oleh merokok dapat diklasifikasikan ke dalam
dua kelas, yaitu secara lokal dan sistemik.
2.4.1 Efek Sistemik Merokok
Efek negatif merokok yang paling sering dijumpai adalah kanker. Merokok
menyebabkan kanker paru, kanker esofagus, kanker laring, dan kanker pankreas.6,7,8
Menurut data dari negara Amerika, merokok merupakan faktor utama (90% pada pria
dan 79% pada wanita) penyebab kanker paru pada tahun 1989. Menurut penelitian
Garfinkel dan Bofetta (1990), kegiatan merokok jelas meningkatkan resiko kanker
pada ginjal, hati, anus, penis, dan juga leukemia akut.17
Kandungan senyawa kimia dalam asap rokok akan menyebabkan mutasi pada
deoxyribonucleic acid (DNA). Pada tahun 1982, Gairola telah melakukan suatu
penelitian eksperimental dan membuktikan transfomasi malignansi pada sel yang
disebabkan induksi oleh asap rokok. Pada tahun yang sama, Departemen Kesehatan
Amerika juga melaporkan penyataan yang sama. Penelitian selanjutnya oleh
Hoffmann dan Hecht (1990) membuktikan bahwa inhalasi asap rokok dalam waktu
yang panjang akan menginduksi pertumbuhan tumor.
Selain dari kanker, penyakit sistemik yang bersifat non-kanker terutama
penyakit paru obstuktif kronis dan penyakit kardiovaskular terasosiasi dengan
kebiasaan merokok.
17,19
17
pada perokok yang meninggal secara tiba-tiba. Pada perokok yang merokok lebih dari
20 tahun, injuri kronis pada paru termasuk:
a. Hipersekresi pada mukus.
b. Penebalan pada saluran penafasan yang menyebabkan penyempitan
serta obstruksi saluran penafasan.
c. Empisema, merupakan destruksi pada dinding alveoli menyebabkan
proses ekshalasi yang tidak sempurna.
Asap rokok menginduksi sel inflamatori untuk melepaskan enzim elastase
yang akan memecah elastin pada dinding alveoli. Oksidan dalam asap rokok akan
menginaktivasi enzim alfa-antitripsin yang berperan untuk menginhibisi kerja enzim
elastase. Hal ini menyebabkan kerusakan pada dinding alveoli yang bersifat kronik.
17
Hubungan antara kebiasaan merokok dengan peningkatan resiko terhadap
penyakit kardiovaskular aterosklerosis jelas terbukti dengan penelitian-penelitian.
17
19
Studi yang dilakukan atas hubungan ini menyatakan bahwa merokok akan
menyebabkan disfungsi pada vaskular endotelia,8,17,20 gangguan pada hemostatik dan
koagulasi,8,17 serta abnormalitas pada sel-sel lipid.
Manifestasi penyakit kardiovaskular meliputi angina, serangan jantung,
kegagalan jantung, dan kematian secara tiba-tiba. Penyakit serebrovaskular
merupakan aterosklerosis yang melibatkan vaskularisasi otak manakala penyakit
perifer vaskular adalah aterosklerosis yang melibatkan vaskularisasi perifer.
8
20
Studi
telah dijalankan terhadap masalah ini sejak tahun 1984 di Amerika. Pada seorang
Merokok juga menyebabkan masalah seksual dan reproduksi terutama pada
wanita. Chow et al (1996) menyatakan bahwa mekanisme yang mungkin terjadi
meliputi efek toksisitas langsung pada sel ovum, gangguan pada motilitas saluran
reproduksi, dan gangguan pada imunitas sehingga mengakibatkan infeksi pada tuba
Fallopi.17
Pada wanita hamil, merokok dapat menyebabkan terjadi komplikasi pada bayi
lahir, di antaranya retardasi pada bayi, berat lahir rendah, aborsi secara spontan, serta
risiko fatal pada infan.
20
Terbukti bahwa karbon-monoksida dalam asap rokok
mampu menembus plasenta lalu mengikat pada hemoglobin janin.20 Pengikatan
karbon-monoksida pada hemoglobin terbentuknya karboksi-hemoglobin. Hal ini
menyebabkan molekul oksigen tidak dapat mengikat pada hemoglobin dan
mengakibatkan kekurangan oksigen pada janin.17,20
2.4.2 Efek Lokal Merokok pada Rongga Mulut
Kandungan senyawa kimiawi dan temperatur asap rokok yang tinggi dapat
menyebabkan gangguan secara lokal di dalam rongga mulut. Perubahan yang terjadi
pada jaringan rongga mulut dapat diklasifikasikan ke dalam lesi malignan dan
non-malignan.9,10
Pada jaringan gigi, rokok menyebabkan diskolorasi pada permukaan enamel
terutama pada servikal gigi. Stain berwarna hitam kecokelatan disebabkan oleh getah
tembakau yang merupakan hasil dari sisa pembakaran tembakau. Hal ini
menyebabkan masalah estetis dan juga merupakan faktor predisposisi penumpukan
plak.
Gambar 6. Stain warna hitam pada servikal gigi anterior mandibular7
Pada jaringan gingiva dan periodontal, prevalensi gingivitis dan periodontitis
lebih tinggi pada golongan perokok.10 Merokok meningkatkan penumpukan plak
serta kerentanan tulang alveolar terhadap resorbsi.9 Kandungan nikotin dalam rokok
menyebabkan gangguan pada aliran darah dalam gingiva dan mengakibatkan
gangguan pada proses penyembuhan.10
Smoker’s melanosis juga ditemui pada 25-31% perokok. Gambaran klinis
smoker’s melanosis merupakan makula yang yang berwarna cokelat.9
Gambar 8. Smoker’s Melanosis7
Pada mukosa bibir, sering dijumpai jaringan keratosis akibat dari iritasi panas.
Lesi ini berpotensi menjadi maligna jika tidak sembuh setelah satu minggu berhenti
merokok.
Pada lidah, akan jumpai hiperplasia pada papilla filiformis sehingga
terbentuknya hairy tongue. Hairy tongue biasa akan ditemui pada perokok berat. Pada
kasus yang berat, panjang papilla lidah akan mencapai sehingga beberapa
millimeter.10
Pada mukosa palatal, iritasi dari rokok akan menyebabkan hiperkeratosis dan
stomatitis nikotina. Inflamasi pada orifis kelenja saliva akan memberikan gambaran
bintik-bintik merah pada palatum. Lesi ini bersifat non-maligna dan reversibel.
10,11,21
2.5 Stomatitis Nikotina
2.5.1 Definisi
Stomatitis nikotina telah ditemukan sejak tahun 1941 oleh Thoma.11 Beliau
menyatakan stomatitis nikotina merupakan lesi yang terbentuk pada perokok pipa
pada daerah mukosa yang tidak tertutup oleh gigitiruan.11 Pada tahun 1958, Saunders
menemui bahwa stomatitis nikotina yang terjadi pada palatum merupakan area
kemerahan yang berbentuk sirkular pada orifis kelenjar mukus.11
Prevelensi stomatitis nikotina sangat tinggi pada golongan perokok pipa dan
reverse smokers. Asap rokok yang bersifat mengiritasi akan berkontak langsung pada
mukosa palatum terutama pada daerah 2/3 posterior palatum keras.
10,11,21
2.5.2 Etiologi dan Histopatogenesis
Stomatitis nikotina merupakan lesi yang terbentuk akibat dari iritasi secara
fisik dari asap rokok.11 Menurut penelitian Ermala P dan Holsti LR, temperatur
pembakaran tembakau pada ujung rokok adalah 650ºC (470º-812ºC). Pada ujung
penapis rokok, temperatur inti batang rokok mencapai 824º-897ºC. Pada waktu
Temperatur asap yang tinggi berkontak langsung dengan mukosa palatal dan
mengakibatkan iritasi. Hal ini menyebabkan terjadinya inflamasi pada orifis kelenjar
saliva minor pada palatum keras.
Pada gambaran mikroskopis, terlihat perubahan pada sel-sel yang
mengelilingi orifis kelenjar minor. Sel skuamus pada dinding duktus kelenjar
mengalami hiperplasia, mukosa keliling orifis mengalami parakeratosis. Hiperplasia
pada dinding duktus kelenjar menyebabkan terjadi penonjolan di sekeliling orifis
kelenjar minor.
10,21
21
Dalam gambaran mikroskopis, terlihat bahwa lumen dan orifis
kelenjar tidak tertutup.
Pada daerah jaringan sub epitelia, terjadi infiltrasi sel-sel inflamatori dari
pembuluh darah ke dalam interselular, dilasi limfatik dan penumpukan sel mast.
Reddy CRRM et al (1971) melakukan perbandingan gambaran histologis antara
palatum sehat dengan palatum yang mempunyai lesi stomatitis nikotina., ternyata
hanya jaringan pada palatum dengan lesi menunjukkan perubahan histologis yang
tersebut.
10,11,21
Dalam penelitian Reddy CRRM dan Ramulu C, perubahan histologis pada
jaringan hanya terjadi pada daerah 2/3 posterior palatum keras. Stomatitis nikotina
tidak ditemui pada 1/3 anterior palatum keras dan palatum lunak. Hal ini disebabkan
karena distribusi kelenjar saliva minor pada 1/3 palatum lunak yang rendah.
21
17,21
2.5.3 Gambaran Klinis
Stomatitis nikotina merupakan lesi yang berbentuk sirkular dan berwarna
ditemui juga terjadinya penebalan pada epitelium yang disebabkan iritasi selama
waktu yang panjang pada mukosa palatum.10,21
Gambar 10. Stomatitis nikotina11
2.5.4 Perawatan
Stomatitis nikotina merupakan lesi jinak dan bersifat reversibel. Menurut
penelitian, metaplasia pada sel yang mengelilingi orifis akan kembali ke stuktur yang
KERANGKA TEORI
Efek Sistemik Merokok Efek Lokal Merokok pada Rongga Mulut
Sejarah Rokok
Jenis Rokok
Rokok
Definisi Perawatan
Etiologi dan Histopatogenesis Gambaran Klinis
Efek Merokok Sifat Fisik Pembakaran Rokok
•Kanker •COPD
•Kardiovaskular •Sistem Reproduktif
•Leukoplakia •Leukoedema •Hiperkeratosis •Gingivitis •Periodontitis •Stomatitis Nikotina
KERANGKA
KONSEP
• Jenis Kelamin
• Pemakaian Alkohol
• Kelainan Palatum
Stomatitis Nikotina Kebiasaan Merokok
• Lama Merokok
• Jumlah Rokok per Hari
• Jenis Rokok
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang dilakukan dengan rancangan
cross sectional untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko
dengan efeknya yaitu kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina.22
Rancangan cross sectional dapat memberikan suatu gambaran hubungan antara faktor
resiko dengan prevalensi suatu masalah kesehatan pada waktu yang tertentu.
Sepanjang penelitian ini, faktor resiko dan efek hanya diobservasi satu kali pada saat
yang sama.22,23
3.2 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara,
Medan Indonesia. Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan Desember
2011 dan bulan Januari 2012.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian merupakan pegawai-pegawai non-akademik yang
bertugas dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara yang mempunyai kebiasaan
3.3.2 Sampel
Sampel yang diteliti pada penelitian ini adalah pegawai non-akademik dalam
lingkungan Universitas Sumatera Utara yang mempunyai kebiasaan merokok. Jumlah
sampel yang diperlukan dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus untuk
menghitung data kualitatif 24
= 80.05 ≈ 81 (minimal)
Zα : deviasi normal distandarisasikan untuk α yang sesuai
α : tingkat kemaknaan, (0,05)
p : prevalensi nikotina stomatitis
q : (1-p)
d : tingkat penyimpangan yang dapat ditolerir (10%)
Maka, jumlah subjek penelitian adalah 85 orang perokok yang diambil dari
pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara.
Dalam penelitian ini digunakan teknik pemilihan sampel secara purposive non
karakteristik dari populasi yang telah ditentukan, yaitu kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi.25
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1 Kriteria Inklusi
• Laki-laki yang mempunyai kebiasaan merokok sekurang-kurangnya 6
bulan sehingga saat penelitian dilakukan.
• Laki-laki yang bersedia secara fisik dan mental untuk diperiksa
mukosa rongga mulutnya.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
• Subjek yang sedang mengonsumsi alkohol.
• Subjek yang merokok hanya sewaktu-waktu.
• Subjek yang mempunyai kelainan pada palatum
3.5 Variabel Penelitian
Varibel Dependen : Stomatitis nikotina
Variabel Independen : Kebiasaan Merokok
- Lama merokok
- Jumlah rokok per hari
- Lama terpapar
- Jenis rokok
Dikendalikan - Pemakaian alkohol
- Kelainan palatum
Variabel tidak terkendali : - Penyakit sistemik
: - Umur
3.6 Definisi Operasional
• Kebiasaan merokok adalah suatu adiksi secara fisik dan psikologi
terhadap produk tembakau.
• Lama merokok adalah lama seseorang melakukan kebiasaan merokok
dimulai dari waktu pertama kali sampai penelitian ini yang terhitung
dalam tahun.
26
• Jumlah rokok adalah jumlah rokok yang dikonsumsi dalam satu hari
terhitung dalam hitungan batang.
27
• Lama terpapar adalah hasil perkalian Lama merokok, Jumlah rokok
per hari, 365 hari dan dibagi dengan 60.
27
27
• Jenis rokok adalah rokok yang dikonsumsi sehari-hari, terbagi atas
rokok putih, rokok kretek, rokok cerutu dan rokok pipa.
• Stomatitis nikotina merupakan lesi berwarna bintik merah yang
dikelilingi oleh jaringan keratosis warna putih pada daerah
palatum.
1,18,19
15,21
3.7 Sarana Penelitian
1. Alat dan Bahan
• Kaca Mulut
• Sarung Tangan
• Masker
• Lampu Penerang LED
2. Kuesioner
3.8 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada pegawai non-akademik di lingkungan
Universitas Sumatera Utara. Penjelasan mengenai penelitian dilakukan kepada
pegawai yang memenuhi kriteria inklusi. Informed consent akan diberikan pada
pegawai yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Subjek akan
diwawancarai mengenai kebiasaan merokok dengan bantuan kuesioner yang
disediakan.23
3.8.1 Data Demografi
Pemeriksaan intra oral dilakukan dengan penerangan lampu serta kaca
mulut.
Data demografi didapat dengan wawancara langsung dengan subjek yang
bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
3.8.2 Data Kebiasaan Merokok
Data kebiasaan merokok dikumpul dengan wawancara yang dibantu dengan
3.8.3 Data Klinis
Data klinis dikumpul dengan melakukan pemeriksaan klinis. Subjek diminta
relaks dan duduk di atas kursi yang disediakan. Pemeriksaan dilakukan dengan
bantuan kaca mulut dan lampu untuk mendapatkan visual yang jelas.
Jika hasil pemeriksaan adalah positif, kriteria stomatitis nikotina dicatat dalam
kuesioner dan gambaran klinis difoto dengan kamera.
3.9 Pengolahan Data
Pengelolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer, SPSS
v17.0 for Windows menurut tujuan penelitian.
3.10 Analisis Data
Uji hipotesa dilakukan dengan analisa bivariate untuk menguji hubungan
antara variabel yang teruji. Data yang terkumpul dianalisa dengan uji statistik
Chi-Square.28,29
Data deskriptif mengenai karakteriktik, distribusi dan frekuensi dari setiap
variabel penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi.
Hasil analisa menunjukkan adanya hubungan yang bermakna apabila nilai
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Data Demografis Subjek Penelitian
Sampel dalam penelitian ini melibatkan 85 orang pegawai laki-laki yang
mempunyai kebiasaan merokok di Universitas Sumatera Utara.
Pada penelitian ini, usia rata-rata untuk sampel perokok adalah 30,26 tahun.
Kelompok sampel di antara 21-30 tahun mencapai jumlah yang paling tinggi yaitu
sebanyak 46 orang (54,12%). Usia sampel perokok termuda yang didapati sepanjang
penelitian ini adalah 16 tahun dan usia tertinggi adalah 48 tahun.
TABEL 1. DISTRIBUSI SUBJEK PENELITIAN (PEROKOK)
Usia Jumlah (orang) Persentase
< 20 tahun 5 5,88%
21-30 tahun 46 54,12%
31-40 tahun 21 24,71%
> 40 tahun 13 15,29%
Total 85 100,0%
4.2 Data Riwayat Kebiasaan Merokok Subjek Penelitian
Tabel 2 menunjukan persentase distribusi subjek perokok menurut usia mulai
merokok, terlihat pada tabel 2 bahwa kebanyakan dari pegawai USU mulai merokok
ini dilaksanakan, hanya terdapat 1 orang yang mulai merokok pada usia antara 31-40
tahun (1,2%). Rata-rata pegawai non-akademik di USU mulai mempunyai kebiasaan
merokok sejak usia 14,5 tahun.
TABEL 2. PERSENTASE USIA MULAI MEROKOK SUBJEK PENELITIAN
Usia Jumlah (orang) Persentase
< 20 tahun 60 70,6%
21-30 tahun 24 28,8%
31-40 tahun 1 1,2%
Total 85 100,0%
Tabel 3 menunjukkan persentase subjek penelitian menurut lama merokok,
terlihat bahwa pengawai non-akademik di Universitas Sumatera Utara paling banyak
mempunyai kebiasaan merokok lebih dari 10 tahun (47,1%). Dari jumlah sampel
yang diteliti selama penelitian, hanya terdapat 20 orang yang telah merokok selama
5-10 tahun (23,5%).
TABEL 3. PERSENTASE PEROKOK MENURUT LAMA MEROKOK
Lama Merokok Jumlah (orang) Persentase
< 5 tahun 25 29,4%
5-10 tahun 20 23,5%
> 10 tahun 40 47,1%
Tabel 4 menunjukkan persentase jumlah batang rokok yang dihisap dalam
sehari, terlihat bahwa kebanyakan pegawai di USU hanya merokok 1-10 batang
setiap hari. Kelompok ini mencapai frekuensi yang tertinggi yaitu sebanyak 44 orang
(51,8%). Dari hasil penelitian, tidak banyak pegawai USU yang merokok lebih dari
20 batang rokok per hari, yaitu hanya 17 orang (20,0%).
TABEL 4. PERSENTASE PEROKOK MENURUT JUMLAH ROKOK YANG
DIHISAP PER HARI
Jumlah Rokok / Hari Jumlah (orang) Persentase
1-10 batang 44 51,8%
11-20 batang 24 28,2%
> 20 batang 17 20,0%
Total 85 100,0%
Tabel 5 menunjukkan persentase jenis rokok yang dihisap oleh pegawai
non-akademik di Universitas Sumatera Utara, terlihat bahwa frekuensi konsumsi rokok
TABEL 5. PERSENTASE PEROKOK MENURUT JENIS ROKOK YANG
DIHISAP
Jenis Rokok Jumlah (orang) Persentase
Rokok Putih 52 61,2%
Rokok Kretek 33 38,8%
Total 85 100,0%
Tabel 6 menunjukkan persentase lama terpapar terhadap kebiasaan merokok
di kalangan pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan tabel 6,
terdapat 36 orang subjek yang mempunyai lama terpapar kurang dari 500 jam
(42,35%) dan merupakan kelompok dengan jumlah yang paling tinggi. Pada
kelompok di antara 1501-2000 jam, hanya terdapat 5 orang subjek (27,06%) dan
merupakan kelompok dengan jumlah orang yang paling rendah. Rata-rata lama
terpapar sampel penelitian ini adalah 1072,94 jam dengan nilai terendah 20 jam dan
nilai ter tinggi 6840 jam.
TABEL 6. PERSENTASE PEROKOK MENURUT LAMA TERPAPAR
Lama Terpapar (jam) Jumlah (orang) Persentase
< 500 36 42,35%
501-1000 23 27,06%
1001-1500 11 12,94%
1501-2000 5 5,88%
> 2000 10 11,76%
4.3 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis
Nikotina
Selama penelitian dilaksanakan, hanya terdapat 2 subjek yang mempunyai lesi
stomatitis nikotina dari jumlah 85 sampel penelitian. Kedua subjek tersebut
mempunyai kebiasaan merokok.
TABEL 7. PREVALENSI STOMATITIS NIKOTINA
Stomatitis Nikotina
Ya Tidak
Jumlah (Orang) 2 83
Persentase 2,35% 97,65%
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
dengan tabulasi silang (cross-tab) untuk menguji tingkat kemaknaan antara kebiasaan
merokok (usia mulai merokok, jumlah rokok per hari, jenis rokok dan lama terpapar)
terhadap terjadinya lesi stomatitis nikotina.
Tabel 8 menunjukkan persentase stomatitis nikotina yang ada berdasarkan
lama merokok dalam hitungan tahun. Berdasarkan tabel, terlihat bahwa stomatitis
nikotina hanya terjadi pada subjek yang menghisap rokok lebih dari 10 tahun yaitu
sebanyak 2 orang (2,35%). Hasil uji statistik Chi-Square mendapat nilai P=0,316
dimana menunjukkan tidak ada hubungan antara lama merokok dengan terjadinya
TABEL 8. HASIL UJI STATISTIK ANTARA LAMA MEROKOK DENGAN TERJADINYA STOMATITIS NIKOTINA
lama merokok
stomatitis nikotina
total nilai P
ya tidak
< 5 tahun 0 25 (29,41%) 25
0,316
5-10 tahun 0 20 (23,53%) 20
> 10 tahun 2 (2,35%) 38 (44,71%) 40
* = signifikan
Tabel 9 menunjukkan persentase stomatitis nikotina yang ada berdasarkan
jumlah rokok yang dihisap per hari. Berdasarkan tabel 8, terlihat bahwa lesi stomatitis
nikotina hanya terjadi pada subjek yang menghisap rokok lebih dari 20 batang per
hari, yaitu sebanyak 2 orang (2,35%).
Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan
antara jumlah konsumsi rokok per hari dengan terjadinya stomatitis nikotina dimana
P=0,017. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau Ha diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa jumlah rokok per hari berpengaruh terhadap terjadinya stomatitis
TABEL 9. HASIL UJI STATISTIK ANTARA JUMLAH ROKOK PER HARI
DENGAN TERJADINYA STOMATITIS NIKOTINA
jumlah rokok/hari
Tabel 10 menunjukkan persentase stomatitis nikotina yang ada berdasarkan
jenis rokok yang dihisap. Berdasarkan tabel, terlihat bahwa terdapat 1 orang subjek
yang menghisap rokok putih (1,18%) dan 1 orang subjek yang menghisap rokok
kretek (1,18%).
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis rokok yang
dihisap dengan terjadinya stomatitis nikotina dimana nilai P=0,743.
TABEL 10. HASIL UJI STATISTIK ANTARA JENIS ROKOK DENGAN
Tabel 11 menunjukkan persentase stomatitis nikotina yang ditemui
berdasarkan hitungan lama terpapar. Berdasarkan tabel, terlihat bahwa stomatitis
nikotina hanya terdapat pada subjek yang mempunyai lama terpapar kurang dari 500
jam. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara lama terpapar dengan
terjadinya stomatitis nikotina dimana nilai P=0,852.
TABEL 11. HASIL UJI STATISTIK ANTARA LAMA TERPAPAR TERHADAP
KEBIASAAN MEROKOK DENGAN TERJADINYA STOMATITIS NIKOTINA
lama terpapar (jam)
stomatitis nikotina
total nilai P
ya tidak
< 500 2 (2,35%) 34 (40,0%) 36
0,852
501-1000 0 23 (27,06%) 23
1001-1500 0 11 (12,94%) 11
1501-2000 0 5 (5,88%) 5
> 2000 0 10 (11,76%) 10
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini melibatkan 85 responden yang berasal dari kalangan pegawai
non-akademik Universitas Sumatera Utara dengan kisaran usia 16-53 tahun. Semua
sampel dalam penelitian ini adalah laki-laki.
Dari penelitian yang dilaksanakan, persentase tertinggi kelompok usia mulai
merokok adalah kelompok kurang dari usia 20 tahun yaitu sebanyak 70,6%.
Dibanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2008
prevalensi tertinggi usia mulai merokok di Indonesia adalah kelompok 15-19 tahun.29
Penelitian lain yang pernah dilakukan di Medan yaitu penelitian di kalangan
mahasiswa Fakultas MIPA USU oleh Sitepu LS (2010) dan penarik becak oleh
Syahrir TMR (2009). Kedua penelitian ini juga menunjukkan persentase usia mulai
merokok yang paling tinggi adalah kelompok usia kurang dari 20 tahun. Angka dari
hasil penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan tidak ada perbedaan dengan
hasil penelitian ini.29,30
Prevalensi yang tinggi pada usia mulai merokok di kalangan usia kurang dari
20 tahun disebabkan oleh aksesbilitas anak dan remaja terhadap rokok yang sangat
mudah. Toko rokok di Indonesia dapat dibuka dimana saja, bahkan di depan sekolah.
Rudi Baidaqi, Ketua Lembaga Perlindungan Anak di Sumatera melalui video
menunjukkan bahwa anak yang berusia 7 tahun dapat membeli rokok dengan bebas.
harga sebatang rokok hanya 500 Rupiah dan harga ini setara dengan harga 1 permen
lollipop.
Selain dari faktor aksesbilitas, tingginya prevalensi merokok pada usia kurang
dari 20 tahun juga perlu ditinjau juga dari segi psikologis. Menurut McClellan DE
dan Kinsey SJ, tingkah laku seorang remaja yang berusia 13-18 tahun sangat mudah
dipengaruh oleh teman-teman dan idola-idola yang diminatinya.31
Jenis rokok yang lebih diminati oleh kalangan sampel penelitian ini adalah
rokok putih yaitu sebanyak 61,2% dibandingkan dengan rokok kretek (38,8%). Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian yang dilakukan sebelum ini di
daerah Medan oleh Syahrir TMR (2009) dan Sitepu LS (2010).
Menurut Masli,
mantan manajer periklanan di Marlboro, iklan rokok pada zaman ini sebenarnya
difokuskan pada remaja yang berusia 14-18 tahun. Selebritis yang terdapat pada
iklan-iklan rokok akan menarik perhatian remaja sehingga menghasilkan dorongan
psikologis yaitu ingin tahu dan ingin mencoba. Dengan adanya dorongan psikologis
disertai dengan aksesbilitas yang mudah, hal ini akan menyebabkan tingginya
prevalensi pada remaja di Indonesia untuk mencoba merokok pada usia tersebut.
29,30,32
Namun
demikian, hasil penelitian dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) pada tahun
2000 menyatakan bahwa lebih banyak rokok kretek dikonsumsi dibandingkan dengan
rokok putih, yaitu sebanyak 88,1%.29
Selama penelitian dilaksanakan, hanya terdapat 2 orang sampel (2,35%) yang
mempunyai lesi stomatitis nikotina. Dibandingkan dengan penelitian Ramulu C et al, Hal ini kemungkinan besar karena adanya
perbedaan budaya dan minat terhadap jenis rokok antara penduduk di provinsi
prevalensi stomatitis nikotina yang ditemukan jauh lebih tinggi daripada penelitian
ini, yaitu sebanyak 13,07%.11 Berdasarkan penelitian ini, disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis
nikotina. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kebudayaan antara Indonesia dengan
India. Di India, rokok yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat adalah chuttas. Chuttas
berbeda dengan rokok putih dan rokok kretek. Bentuk dan ukuran chuttas yang lebih
besar menghasilkan panas asap yang lebih tinggi di rongga mulut sehingga
menyebabkan iritasi yang lebih parah pada mukosa palatum.29
Selain dari faktor jenis rokok yang dikonsumsi, cara merokok juga merupakan
faktor yang signifikan. Dalam penelitian Ramulu C et al jelas terlihat bahwa
prevalensi stomatitis nikotina jauh lebih tinggi di kalangan masyarakat yang merokok
secara terbalik (reverse smoker).
11
Di Saudi Arabia, Mani NJ (1985) menemukan 29,6% perokok mempunyai
lesi stomatitis nikotina.
Hal ini menunjukkan bahwa cara merokok
merupakan faktor yang menonjol.
33
Hal ini karena jumlah rokok per hari yang dikonsumsi
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kalangan sampel penelitian ini.
Berdasarkan penelitian ini, disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara usia mulai merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina (nilai P =
0,316). Dalam penelitian Syarir TMR (2009) juga mendapatkan hasil yang sama.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Hoeijmakers JH (2009) bahwa stomatitis nikotina
sangat tergantung kepada durasi, intensitas dan jenis rokok tetapi tidak tergantung
kepada usia mulai merokok.
34
Berdasarkan penelitian ini, hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara jumlah konsumsi rokok per hari dengan terjadinya
stomatitis nikotina (P=0,017). Hal ini menyatakan bahwa H0 ditolak atau Ha diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah rokok per hari berpengaruh terhadap
terjadinya stomatitis nikotina karena nilai P < 0,05. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Henley SJ (2004) dan Hoeijmakers HJ (2009) yang menyatakan bahwa stomatitis
nikotina dapat ditemui pada perokok berat, yaitu lebih dari 20 batang per hari.7,36
Berdasarkan penelitian ini, terlihat bahwa tidak ada hubungan antara jenis
rokok yang dihisap dengan terjadinya stomatitis nikotina. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya. Lesi stomatitis nikotina terjadi karena iritasi
asap rokok yang panas secara kronis.
37,38
Namun demikian, temperatur membakar
pada rokok kretek dan rokok putih komersial mencapai setinggi 970ºC sementara
temperatur pembakaran dalam rokok pipa dan rokok cerutu lebih rendah
dibandingkan dengan rokok kretek dan rokok putih komersial.22 Menurut Ermala P
dan Holsti LR, walaupun rokok putih dan rokok kretek mempunyai temperatur
pembakaran yang lebih tinggi, panas asap yang dihasilkan dari pembakaran lebih
rendah daripada rokok pipa. Hal ini dikarenakan bentuk pipa yang seperti cawan.22
Penapis dalam rokok komersial juga memainkan peranan yang penting dalam
mengurangi temperatur asap rokok. Selama penelitian ini, tidak ditemukan subjek
yang mempunyai kebiasaan merokok dengan pipa atau cerutu.
Berdasarkan penelitian ini terlihat bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara lama terpapar terhadap rokok dengan terjadinya stomatitis nikotina. Menurut
penelitian, lesi stomatitis nikotina terbentuk bukan karena akumulasi nikotina dari
konsumsi tembakau tetapi karena iritasi panas secara kronis.37,38 Lama terpapar
seorang perokok merupakan hasil perhitungan dari lama merokok dan jumlah rokok
per hari. Menurut penelitian Lam et al, faktor intensitas lebih menonjol dalam
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
stomatitis nikotina tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kebiasaan
merokok di kalangan pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara. Namun,
berhubungan dengan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Selain itu, ditemui juga
prevalensi stomatitis nikotina yang lebih tinggi di kalangan perokok dibandingkan
dengan bukan perokok.
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama
merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina, tidak ada hubungan antara jenis rokok
yang dihisap dengan terjadinya stomatitis nikotina, tidak ada hubungan antara lama
terpapar terhadap kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina, tetapi ada
hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan terjadinya stomatitis
nikotina.
Walaupun tidak terdapat hubungan yang bermakna dari hasil penelitian ini,
namun disarankan juga supaya perokok dapat mengurangi kebiasaan merokok karena
rokok tetap merupakan faktor predisposisi yang menonjol terhadap berbagai penyakit.
Selama penelitian ini hanya diteliti tentang lama merokok, jenis rokok dan
lamanya terpapar terhadap kebiasaan merokok. Oleh kerena itu, diharapkan adanya
penelitian lanjutan yang meneliti tentang cara merokok serta kebiasaan makan karena
DAFTAR PUSTAKA
1. Shafey O, Eriksen M, Ross H, Mackay J. The tobacco atlas. USA: Bookhouse,
2009: 21-4.
2. World Health Organization. WHO: Konsumsi rokok di Indonesia 225 milian
batang per tahun,
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Konsumsi tembakau & prevalensi
merokok di indonesia. Indonesia, 2003 12 April: 1,2.
4. QMI Agency. Two-year-old smokes 40 cigarettes a day,
5. The Canadian Press. Child smoking on rise in Indonesia,
6. Johnson N. Tobacco use and oral cancer: A global perspective. J Dent Edu
2001; 65: 328-39.
7. Trandafir V, Trandafir D, Gogălniceanu D, Popescu E, Vicol C, Burlui V.
Tobacco-induced oral mucosal modifications. International J Med Dent 2010;
8. Yanbaeva DG, Dentener MA, Creutzberg EC, Wessiling G, Wouters EFM.
Systemic effects of smoking. J CHEST 2007; 131: 1557-66.
9. Mirbod MS, Ahing SI. Tobacco-associated lesions of the oral cavity: part ii.
malignant lesions. J Can Dent Assoc 2000; 66: 308-11.
10.Mirbod MS, Ahing SI. Tobacco-associated lesions of the oral cavity: part i.
nonmalignant lesions. J Can Dent Assoc 2000; 66: 252-6.
11.Ramulu C, Raju MVS, Venkatarathnam G, Reddy CRRM. Nicotine stomatitis
and its relation to carcinorma of the hard palate in reverse smokers of chuttas.
J Dent Res 1973; 52: 711-8.
12.Usatine RP. Lesion on the hard palate. J Family Prac 2008; 57: 35-7.
13.Jayanthi P, Ranganathan K. Differential diagnosis of white lesions of oral
mucosa. J Orofac Sci 2010; 2: 58-63.
14.Wigand JS. Additives, cigarette design and tobacco product regulation.
Japan : Kobe, 2006: 2-42.
15.Geiss O, Kotzias D. Tobacco, cigarettes and cigarette smoke. Italy:
Luxembourg, 2007: 1-10,20-2,29,30,35-9,44-9.
16.Ashraf MW. Concentration of cadmium and lead in different cigarette brands
and human exposure to these metal via smoking. J Art Sci & Comm 2011; 2:
140-7.
17.Harris JE. The FTC cigarette test method for determining tar, nicotine, and
carbon monoxide yields of u.s. cigarettes. report of the nci expert committee.
smoking and tobacco control monograph No. 7. NIH Pub. August 1996:
18.Mackay J, Eriksen M. The tobacco atlas. Switzerland: Myriad, 2002: 18-36.
19.Khoo SP, Lee KW. The oral mucosa and langerhans cells in smokers:
Evidence for carsinorgenesis. Annal Dent Univ Malaya 1995; 2: 1-4.
20.Berlin I. Smoking-induced metabolic disorders: A review. J Diabet 2008; 34:
307-14.
21.Reddy CRRM, Kameswari VR, Ramulu C, Reddy PG. Histopathological
study of stomatitis nicotina. British J Cancer 1971; 25: 403-10.
22.Ermala P, Holsti LR. On the burning temperature of tobacco. J Cancer Resch
1955: 490-5.
23.Olsen C, St. George DMM. Cross-sectional study design and data analysis.
Pacific Grove: Duxbury Press, 2001: 1-53.
24.Bartlett JE, Kotrlik JW, Higgins CC. Organizational research: determining
appropriate sample size in survey research. Info Tech Learning and
Performance J 2001; 19: 43-9.
25.William MK. Nonprobability sampling
26.Miller, Keane. Miller-Keane encyclopedia and dictionary of medicine. 7
th
27.Currie GP. ABC of COPD. Singapore: Fabulous Printers, 2007: 7-9.
ed.
Missouri: Saunders, 2003: 241.
28.Howell DC. Chi-Square test – analysis of contingency tables. Dissertation.
Vermont: University of Vermont, 2008: 1-4.
29.Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ekonomi
30.Sitepu LS. Hubungan kebiasaan merokok terhadap terjadinya smoker’s
melanosis di kalangan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam USU. Thesis. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010:
26-35.
31.McClellan DE, Kinsey SJ. Children’s social behaviour in relation to
participation in mixed-age or same-age classroom. Early Childhood Research
& Practice. 1990 Spring; 1(1): 1-19.
32.Komala W. Hubungan kebiasaan merokok dengan terjadinya hairy tongue di
kelurahan indra kasih kecamatan Medan Tembung. Thesis. Medan:
Universitas Sumatera Utara, 2010: 26-39.
33.Syahrir TMR. Hubungan kebiasaan merokok dengan kelainan jaringan lunak
mulut di kalangan penarik becak di kota Madya Medan 2008. Thesis. Medan:
Universitas Sumatera Utara, 2009: 37-48.
34.Mani NJ. Preliminary report on prevalence of oral cancer and precancerous
lesions among dental patients in Saudi Arabia. Community Dent Oral
Epidemiol. 1985 Aug; 13(4): 247-8.
35.Silverman S, Elston DM. Nicotine stomatitis.
36.Joeijmakers JHJ. DNA damage, aging, and cancer. N Engl J Med. 2009 Oct;
361(15): 1475-85.
37.Rossie KM, Guggenheimer J. Thermally induced “nicotine” stomatitis: A
case report. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology. 1990 Nov; 70(5):
38.Rizzolo D, Chiodo TA, Usatine RP. Lesion on the hard palate. The J Family
KUESIONER
No. :
Tgl. Pemeriksaan :
Fakultas :
A. DEMOGRAFI
1. Nama : ... 2. Tgl Lahir/ Umur : ... 3. Alamat : ... 4. Pekerjaan : ... 5. Pendidikan : ... 6. Suku Bangsa : ...
B. DIAGNOSA
……….
C. DATA KEBIASAAN MEROKOK
1. Sejak usia berapa saudara mulai merokok?
< 20 tahun 20 – 30 tahun 31-40 tahun > 40 tahun
2. Sudah berapa lamakah saudara merokok?
< 5 tahun 5 - 10 tahun > 10 tahun
3. Berapa batang rokok yang dapat dihisap dalam 1 hari?
1 - 10 batang 11 – 20 batang
> 20 batang
rokok putih
rokok kretek
rokok pipa
rokok cerutu
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Selamat pagi Saudara,
Saya Kwa Zheng Kang mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina pada Pegawai Non-Akademik Universitas
Sumatera Utara” yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah rokok
yang dihisap dan lamanya merokok terhadap terjadinya stomatitis nikotina (suatu lesi merah yang berbentuk bintik-bintik) pada palatum (langit-langit) di kalangan pegawai non-akademik di lingkungan USU.
Cara kerja penelitian ini hanya melibatkan pemeriksaan rongga mulut dan pengisian data-data dalam kuesioner. Pemeriksaan rongga mulut dilakukan dengan menggunakan kaca mulut dan lampu penerangan. Penelitian tidak akan menimbulkan efek sampingan dan tidak akan mengubah kondisi kesehatan rongga mulut Saudara. Dengan adanya penelitian ini diharapkan bahwa Saudara dapat manfaat dengan mengetahui bahaya merokok terhadap kesehatan maupun pada rongga mulut atau secara umum.
Silakan hubungi saya, Kwa Zheng Kang atas nombor kontak +6287868623413 jika terjadinya keluhan pada Saudara selama menjalankan penelitian ini. Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesediaan waktu Saudara, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia
berpartisipasi pada penelitian ini.
Medan,...
Mahasiswa peneliti Peserta penelitian
Crosstabs
lama merokok * stomatitis nikotina
85 85.0% 15 15.0% 100 100.0%
jumlah rokok/hari * stomatitis nikotina
85 85.0% 15 15.0% 100 100.0%
jenis rokok * stomatitis nikotina 85 85.0% 15 15.0% 100 100.0%
lama merokok * stomatitis nikotina
Value df
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .47.
jumlah rokok/hari * stomatitis nikotina
Crosstab
jenis rokok * stomatitis nikotina
Crosstab
Count
stomatitis nikotina
Total
tidak ya
jenis rokok rokok putih 51 1 52
rokok kretek 32 1 33
Total 83 2 85
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .108a 1 .743
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .105 1 .746
Fisher's Exact Test 1.000 .629
N of Valid Cases 85