• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina Pada Pegawai Non-Akademik Universitas Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina Pada Pegawai Non-Akademik Universitas Sumatera Utara."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN

TERJADINYA STOMATITIS NIKOTINA

PADA PEGAWAI NON-AKADEMIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

KWA ZHENG KANG NIM : 080600137

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departmen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2012

Kwa Zheng Kang

Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina

Pada Pegawai Non-Akademik Universitas Sumatera Utara.

x + 54

Penggunaan tembakau akan membawa efek negatif baik secara sistemik

maupun secara lokal. Perubahan jaringan lunak dalam rongga mulut yang signifikan

meliputi leukoplakia, stomatitis nikotina, smoker’s melanosis, hairy tongue, median

rhomboid glossitis, kandidiasis, infeksi bakteri, gingivitis ulseratif nekrosis akut,

periodontitis, tobacco keratosis dan kanker mulut.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang dilakukan dengan rancangan

cross sectional untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko

dengan efeknya yaitu kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina.

Penelitian ini dilakukan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan

Indonesia selama dua bulan yaitu pada bulan Desember 2011 dan bulan Januari 2012.

Jumlah sampel yang diambil sebanyak 85 orang perokok dari pegawai non-akademik

USU.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina. Namun, intensitas merokok

(3)

orang pegawai yang diperiksa, hanya terdapat 2 orang yang mempunyai lesi

stomatitis nikotina (2,35%).

Kesimpulannya, tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan

merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina tetapi adanya hubungan yang

signifikan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan terjadinya stomatitis

nikotina (P=0,017).

(4)

PENYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

Di hadapan tim penguji skripsi

Medan, April 2012

Pembimbing Tanda tangan

Sayuti Hasibuan, drg.,Sp.PM

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

Pada April 2012

TIM PENGUJI

KETUA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp PM

ANGGOTA : 1. Wilda Hafni Lubis, drg, M.Si

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Terjadinya Stomatitis

Nikotina pada Pegawai Non-Akademik Universitas Sumatera Utara”, yang

merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran gigi di

Falkultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan

pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan

hati dan keikhlasan, penulis mengucapkan terima kasih kepada drg. Sayuti Hasibuan,

Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut atas kesediaannya

meluangkan waktu untuk membimbing, membantu serta memberi pertunjuk kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Ayahanda Kwa Taik Seong, Ibunda Tan

Lian Kee atas segala perhatian, dukungan moral dan materil, motivasi, harapan dan

doa, serta cinta kasih sayang yang melimpah. Selanjutnya penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg.,C.Ort.,Ph.D,Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di

(7)

3. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa pendidikan, dan

staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Penyakit Mulut yang telah

membimbing dan memberi arahan selama masa penyusunan skripsi.

4. Seluruh pegawai-pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara yang telah

membantu penulis serta bersedia bekerjasama dengan baik dalam penelitian ini.

5. Teman-teman penulis Scholastika, Winda, Bella, Lee Liang Jie, Chong Met

Cheng, Wong Chun Kiat dan seluruh teman mahasiswa FKG Angkatan 2008.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi

ini karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis.

Untuk itu, semua saran akan menjadi sumbangan danmasukan yang sangat berharga

bagi kualitas skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut

membantu dalam penyusunan skripsi dan memohon maaf bila terdapat kesalahan

selama melakukan penelitian ini. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat

memberikan sumbangan pikiran bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas

Kedokteran Gigi.

Medan, April 2012 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN TIM PENGUJI... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.2.1 Masalah Umum... 3

1.2.2 Masalah Khusus... 3

1.3 Hipotesis Penelitian... 4

1.4 Tujuan Penelitian... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Sejarah Rokok... 9

2.2 Jenis Pemakaian Tembakau... 10

2.2.1 Rokok Putih... 10

2.2.2 Rokok Cerutu... 10

2.2.3 Bidi... 11

2.2.4 Rokok Kretek... 12

2.2.5 Rokok Pipa... 12

2.3 Sifat Fisik Pembakaran Rokok... 13

2.4 Efek Merokok... 13

2.4.1 Efek Sistemik Merokok... 14

2.4.2 Efek Lokal Merokok Pada Rongga Mulut... 15

(9)

2.5.1 Definisi... 19

2.5.2 Etiologi Dan Histopatogenesis... 19

2.5.3 Gambaran Klinis... 20

2.5.4 Perawatan... 21

KERANGKA TEORI... 22

KERANGKA KONSEP... 23

BAB 3 METODE PENELITIAN... 24

3.1 Jenis Penelitian... 24

3.2 Tempat Dan Waktu... 24

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian... 24

3.3.1 Populasi... 24

3.3.2 Sampel... 25

3.4 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi... 26

3.4.1 Kriteria Inklusi... 26

3.4.2 Kriteria Eksklusi... 26

3.5 Variabel Penelitian... 26

3.6 Definisi Operasional... 27

3.7 Sarana Penelitian... 27

3.8 Cara Pengumpulan Data... 28

3.8.1 Data Demografi... 28

3.8.2 Data Kebiasaan Merokok... 28

3.8.3 Data Klinis... 28

3.9 Pengolahan Data... 29

3.10 Analisis Data... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 30

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian... 30

4.2 Data Riwayat Kebiasaan Merokok Subjek Penelitian... 30

4.3 Hasil Uji Statistik Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina... 34

BAB 5 PEMBAHASAN... 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 43

(10)

DAFTAR GAMBAR

Ha laman

Gambar

1. Rokok Putih Komersial... 10

2. Rokok Cerutu... 11

3. Bidi... 11

4. Rokok Kretek... 12

5. Rokok Pipa... 12

6. Stein Warna Hitam Pada Servikal Gigi Anterior Mandibular... 16

7. Periodontitis... 17

8. Smoker’s Melanosis... 17

9. Black Hairy Tongue... 18

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel

1. Distribusi Subjek Penelitian (Perokok)... 30

2. Persentase Usia Mulai Merokok Subjek Penelitian... 31

3. Persentase Perokok Menurut Lama Merokok... 31

4. Persentase Perokok Menurut Jumlah Rokok Yang Dihisap Per Hari... 32

5. Persentase Perokok Menurut Jenis Rokok Yang Dihisap... 33

6. . Persentase Perokok Menurut Lama Terpapar... 33

7. Hasil Uji Statistik Antara Lama Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina... 34

8. Hasil Uji Statistik Antara Jumlah Rokok Per Hari Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina... 35

9. Hasil Uji Statistik Antara Jenis Rokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina... 36

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Lembar Kuesioner Penelitian... 48

2. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian... 49

3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan... 50

4. Lembar Persetujuan Etik Penelitian... 51

(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departmen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2012

Kwa Zheng Kang

Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina

Pada Pegawai Non-Akademik Universitas Sumatera Utara.

x + 54

Penggunaan tembakau akan membawa efek negatif baik secara sistemik

maupun secara lokal. Perubahan jaringan lunak dalam rongga mulut yang signifikan

meliputi leukoplakia, stomatitis nikotina, smoker’s melanosis, hairy tongue, median

rhomboid glossitis, kandidiasis, infeksi bakteri, gingivitis ulseratif nekrosis akut,

periodontitis, tobacco keratosis dan kanker mulut.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang dilakukan dengan rancangan

cross sectional untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko

dengan efeknya yaitu kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina.

Penelitian ini dilakukan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan

Indonesia selama dua bulan yaitu pada bulan Desember 2011 dan bulan Januari 2012.

Jumlah sampel yang diambil sebanyak 85 orang perokok dari pegawai non-akademik

USU.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina. Namun, intensitas merokok

(14)

orang pegawai yang diperiksa, hanya terdapat 2 orang yang mempunyai lesi

stomatitis nikotina (2,35%).

Kesimpulannya, tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan

merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina tetapi adanya hubungan yang

signifikan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan terjadinya stomatitis

nikotina (P=0,017).

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Menurut data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada

tahun 2009, 35% laki-laki di negara maju dan 50% laki-laki di negara berkembang

merupakan perokok.1 Setiap menit, 12.000.000 batang rokok dikonsumsi dan setiap

6,5 detik terjadinya satu kematian akibat dari pemakaian tembakau.1,2

Negara China merupakan negara pengonsumsi rokok yang terbesar di dunia

yaitu sebanyak 37% dari jumlah konsumsi rokok dunia pada tahun 2009. Pada tahun

2009, sebanyak 311.000.000 laki-laki dan 13.000.000 wanita di negara China

merupakan perokok.

Pada masyarakat Indonesia, hampir satu dari tiga orang dewasa merokok.

Prevalensi perokok di kalangan orang dewasa meningkat hingga 31,5% pada tahun

2001 dari 26,9% pada tahun 1995.

1

3

Pada tahun 2010, Indonesia merupakan konsumen

rokok terbesar ketiga di dunia setelah China dan India.2 Menurut Central Statistic

Agency, 25% penduduk Indonesia yang berusia 3-15 tahun pernah mencoba merokok,

3,2% dari jumlah tersebut adalah perokok aktif.4 Pada tahun 2001, 0,4% dari jumlah

penduduk Indonesia yang berusia 5-9 tahun merupakan perokok dan angka ini

meningkat mencapai 2,8% pada tahun 2004.

Penggunaan tembakau akan membawa efek negatif baik secara sistemik

maupun secara lokal.

5

6,7,8

Efek yang terjadi sangat bergantung pada cara merokok,

(16)

hubungan yang signifikan antara merokok dengan penyakit-penyakit sistemik yang

fatal, 90% dari kasus kanker pada daerah leher dan kepala terjadi pada perokok.6,8

Selain itu, 40-45% dari semua jenis kanker yang menyebabkan kematian merupakan

akibat dari merokok. Penelitian Johnson N juga menyatakan bahwa 90-95%

kematian akibat dari kanker paru adalah perokok, 85% kematian akibat dari kanker

rongga mulut adalah perokok, 75% kematian akibat dari penyakit paru obstruktif

kronik adalah perokok, 35% kematian akibat dari penyakit kardiovaskular di

kalangan usia 35-69 tahun merupakan perokok.6

Pada perokok, akan terjadi perubahan jaringan lunak dan keras dalam rongga

mulut.

7,9

Perubahan tersebut disebabkan oleh iritasi, toksisitas, dan karsinogen akibat

dari asap pembakaran tembakau.10 Perubahan jaringan lunak dalam rongga mulut

yang signifikan akibat dari merokok meliputi leukoplakia, stomatitis nikotina,

smoker’s melanosis, hairy tongue, median rhomboid glossitis, kandidiasis, infeksi

bakteri, gingivitis ulseratif nekrosis akut, periodontitis, tobacco keratosis dan kanker

mulut.

Menurut penelitian Henley SJ (2004), stomatitis nikotina sering ditemukan

pada perokok pipa, perokok cigar dan perokok yang mengonsumsi lebih dari 20

batang per hari.

6,7,9-13

7

Trandafir V et al (2010) menyatakan bahwa stomatitis nikotina

disebabkan oleh kontak dengan asap panas yang bersifat iritatif dari rokok.7

Perubahan ini sering terjadi pada daerah palatum keras yang merupakan daerah yang

paling sering berkontak dengan asap rokok.7,10 Stomatitis nikotina adalah suatu lesi

eritema yang umumnya ditemui pada daerah posterior palatum terutama 2/3 posterior

(17)

Menurut penelitian Ramulu C et al (1972), prevalensi stomatitis nikotina pada

perokok laki-laki di India adalah 26,29% dan 33,33% pada perokok wanita.

Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina di

kalangan pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara.

11

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1.2.1 Masalah Umum

1. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan terjadinya

stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera

Utara?

2. Berapakah prevalensi stomatitis nikotina pada pada pegawai non-akademik

Universitas Sumatera Utara?

1.2.2 Masalah Khusus

1. Apakah ada hubungan antara lama merokok dengan terjadinya stomatitis

nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara?

2. Apakah ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan

terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas

(18)

3. Apakah ada hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan terjadinya

stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera

Utara?

4. Apakah ada hubungan antara lama terpapar terhadap kebiasaan merokok

dengan terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik

Universitas Sumatera Utara?

1.3.Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara lama merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina

pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara.

2. Ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan terjadinya

stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera

Utara.

3. Ada hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan terjadinya stomatitis

nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara.

4. Ada hubungan antara lama terpapar terhadap kebiasaan merokok dengan

terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas

Sumatera Utara.

1.4.Tujuan Penelitian

Secara umumnya tujuan melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui,

1. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan stomatitis nikotina rongga

(19)

2. Prevalensi stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas

Sumatera Utara.

Tujuan khusus dalam melakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan antara lama merokok dengan terjadinya

stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera

Utara.

2. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari

dengan terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik

Universitas Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan

terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik Universitas

Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui hubungan antara lama terpapar terhadap kebiasaan

merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina pada pegawai non-akademik

Universitas Sumatera Utara.

1.5.Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan

stomatitis nikotina dalam rongga mulut, maka diharapkan dapat memberi manfaat

kepada masyarakat antara lain:

1. Dapat memberikan infomasi mengenai efek dari merokok terhadap

(20)

2. Dapat menggalakkan usaha preventif dan promotif dalam penggurangan

prevalensi merokok disertai dengan pencegahan terjadinya lesi stomatitis

nikotina dalam rongga mulut.

3. Sebagai data dasar penelitian bagi penelitian lajutan mengenai hubungan

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Rokok merupakan suatu produk komersial berbentuk silindris yang

mempunyai diameter 5-8 mm, panjang total 70-100 mm dan panjang penapis 15-25

mm.14,15 Rokok adalah salah satu jenis produk yang paling populer yang terbuat dari

bahan baku tembakau (tobacco).1,14,15 Tembakau merupakan ekstrak organik dari

daun tumbuhan yang termasuk dalam genus Nicotiana dan famili Solanaceae (famili

untuk tumbuhan tomat dan kentang).15

Terdapat beberapa jenis tembakau yang digunakan di seluruh dunia, di

antaranya adalah Virginia, Burley, Maryland, Oriental,dan Rustica.

14,15

Cara

klasifikasi tembakau dilakukan dengan membedakan kandungan elemen dalam rokok

yang bervariasi menurut cara penanaman, pemungutan, pengawetan, dan

sebagainya.15

Tembakau Virginia merupakan 40% dari jumlah produksi tembakau dunia.

Jenis tembakau ini sangat unik karena cara pengawetannya yang berbeda. Proses

pengawetan tembakau Virginia merupakan satu-satunya tembakau yang melibatkan

kontrol pada aspek kelembapan serta temperatur secara ketat.

14

Penghasil jenis

tembakau Virginia yang utama di dunia adalah negara China, U.S.A, Brazil, India,

dan Zimbabwe.15

Struktur rokok terdiri dari isi tembakau, kertas pembalut dan penapis.

15

Kertas

pembalut pada rokok terdiri dari selulosa sebagai bahan dasar, kain lenan dan kayu.

(22)

tipe II.14 Perbedaan utama pada dua tipe kertas ini adalah isi kandungan bahan

pengawet dalam kertas. Pada tipe I, terdapat di-ammonium hydrogen

phosphate, (NH4)2HPO4, yang digunakan untuk mengurangi proses pirolisis serta

menurunkan temperatur saat pembakaran rokok. Di-ammonium hydrogen phosphate,

(DAP) tidak ditambahkan pada tipe II karena pada negara tertentu telah diprohibisi

penggunaan DAP.14

Pada ujung pegangan rokok, ada penapis berukuran 15-25 mm yang umumnya

berwarna jingga kekuningan. Penapis rokok dibuat dari asetat selulosa

15

yang

bertujuan untuk menapiskan getah tembakau (tar) dan nikotin sesuai dengan standard

ISO (International Organization for Standardization).15 Stuktur penapis rokok

didisain dengan adanya ventilasi pada pinggirnya untuk mengurangi inhalasi nikotin.

Kapasitas ventilasi dan penapisan sangat tergantung pada stuktur mikro penapis serta

kertas tip yang melingkari penapis.14,15

Asap rokok yang melewati penapis waktu pembakaran tembakau akan

manapis nikotin, karbon-monoksida, serta 80% dari jumlah voletil fenol.15

Partikel-partikel yang akan tertapis sangat bergantung pada ukuran pertikel. Dalam penelitian

pada tahun 1950an, jelas terbukti resiko kanker paru-paru berhubungan erat dengan

jumlah inhalasi getah tembakau.16,17 Berbagai percobaan dan eksperimen telah

dilakukan untuk mencarikan bahan yang paling sesuai sebagai penapis rokok sejak 60

tahun yang lalu.14

Menurut penelitian para peneliti telah menunjukkan bahwa ada hubungan

antara kebiasaan pemakaian tembakau dengan gangguan pada kesehatan baik secara

(23)

yang lebih tinggi pada perokok dalam berbagai masalah medis sistemik seperti kanker

paru, penyakit kardiovaskular, kanker esofagus, kanker laring dan sebagainya.6,8,17

Hubungan merokok dengan perubahan jaringan rongga mulut meliputi stain pada

gigi, smoker’s melanosis, nicotine stomatitis, gingivitis ulseratif nekrosis akut

(GUNA), keratosis, black hairy tongue, palatal erosi, leukoplakia karsinoma sel

skuamous dan sebagainya.6-13,16,17

2.1 Sejarah Rokok

Tembakau ditemukan sejak 8000 ribu tahun yang lalu. Tembakau mulai

ditanam oleh manusia di Amerika sejak 6000 SM. Pada 1 SM, orang Amerika mulai

merokok dengan menggunakan tembakau enema.18

Pada tahun 1492, masyarakat di Cuba menemukan tembakau dan membawa

kegiatan merokok ke negara Eropa. Sekitar 70 tahun kemudian, pedagang di Portugis

mulai menjalankan usaha dagang dengan Afrika terutama di Afrika Timur. Beberapa

tahun kemudian, kebiasaan merokok meluas ke seluruh Afrika Tengah dan Afrika

Barat.

Negara China mulai terpapar kepada kebiasaan merokok pada tahun 1530,

yang dibawa oleh negara Jepang dan Filipina. Pada tahun 1700, kegiatan merokok

dan mengonsumsi kopi telah menjadi suatu kebiasaan di negara Russia. Hal ini

membawa efek peningkatan prevalensi merokok pada negara Russia yang tinggi.

1,18

Dampak-dampak negatif akibat merokok mendorong para peneliti untuk

mengkaji efek negatif dari merokok. Pada tahun 1761, John Hill dari Inggris telah

melakukan satu studi mengenai hubungan antara merokok dan kanker nasal.

1,18

(24)

Kemudian pada tahun 1939, Oshsner dari USA telah menghubungkan kanker

paru-paru dengan kebiasaan merokok disertai dengan hasil penelitian beliau.

Selain dari efek merokok aktif, negara Jepang telah melakukan penelitian

pada efek merokok pasif. Pada tahun 1981, Hirayama telah mempublikasikan efek

dari merokok pasif melalui media.

18

18

2.2 Jenis Pemakaian Tembakau

2.2.1 Rokok Putih

Rokok putih merupakan jenis tembakau yang paling umum dikonsumsi

dan meluas di seluruh dunia. Rokok putih diproduksi secara komersial dalam

skala yang besar. Rokok putih didesain dengan dibalut oleh kertas rokok dan

disertai dengan satu penapis pada ujung pemegang.1,14,15,18

Gambar 1: Rokok Putih Komersial1

2.2.2 Rokok Cerutu

Rokok jenis ini dibuat dari tembakau yang dikeringkan melalui

ventilasi udara dan dibalut dengan daun tembakau yang telah diproses

(25)

lebih panjang dibandingkan dengan rokok putih. Hal ini menyebabkan

kandungan toksin dan bahan karsinogen yang tinggi dalam rokok cerutu.

Rokok cerutu sangat bervariasi dari segi bentuk, ukuran dan warna.1,14,15,18

Gambar 2: Rokok cerutu1

2.2.3 Bidi

Bidi juga dikenal sebagai rokok buatan sendiri. Bidi mengandung

sejumlah kecil daun tembakau yang dikeringkan dengan sinar matahari dan

dipipihkan membentuk kepingan. Bidi digulung dengan daun tendu yang

telah dikeringkan dan diikat dengan tali.15 Walaupun bentuk dan ukuran bidi

lebih kecil dibandingkan dengan rokok komersial, bidi menghasilkan asap

rokok dengan kandungan tar dan karbon-monoksida yang lebih

tinggi.1,14,15,18

(26)

2.2.4 Rokok Kretek

Rokok kretek sangat umum dijumpai di negara Indonesia. Jenis rokok

ini mempunyai rasa cengkih yang khusus. Hal ini dikarenakan penambahan

bahan pengawet eugenol pada tembakau, dimana akan menyebabkan efek

anastetik serta toksisitas yang lebih tinggi.1,14,18

Gambar 4. Rokok kretek1

2.2.5 Rokok Pipa

Jenis rokok pipa ini berbeda dengan shihsa. Jenis pipa ini dibuat dari

bahan tanah liat. Pipa didesain adanya satu cawan bakar pada ujung yang

dihubungkan dengan pipa ke satu ujung yang lain. Tembakau yang

dikeringkan dibakar dalam cawan bakar, kemudian perokok menghisap dari

ujung pipa.1,14,15,18

(27)

2.3 Sifat Fisik Pembakaran Rokok

Rokok yang terbakar merupakan suatu sistem yang kompleks di antaranya

terjadi reaksi kimiawi dan reaksi fisik yang berlangsung pada waktu yang sama.

Daerah pembakaran dalam rokok dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu zona

pembakaran dan zona pirolisis/distilasi.

Pada zona pembakaran, oksigen bereaksi dengan atom-atom karbon yang

terkandung dalam senyawa tembakau dan menghasilkan gas karbon dioksida serta

karbon-monoksida sebagai hasil utama reaksi antara senyawa karbon dengan oksigen.

Para peneliti telah melakukan penelitian pada temperatur pembakaran rokok.

Menurut penelitian Bogen (1929), temperatur yang terukur adalah 400ºC ; Cooper et

a l ( 1 9 3 2 ) , 3 0 0 - 7 0 0 º C ; W e n u s c h ( 1 9 3 9 ) , 5 0 0 - 7 0 0 º C ; Wy n d e r ( 1 9 5 3 ) ,

966ºC; Lam (1955), 795-950ºC.

Pada zona pirolisis belum terjadi reaksi antara atom karbon dengan oksigen.

Konsentrasi oksigen di zona ini relatif jauh lebih rendah. Dalam zona ini, temperatur

mencapai antara 200-600ºC.15 Asap terbentuk dari zona pirolisis merupakan 1/3 dari

jumlah asap rokok yang terbentuk. Kandungan asap dari hasil pirolisis mengandung

lebih dari 75 hidrokarbon aromatik hidrosiklik seperti benzen dan toluen.15, 17

2.4 Efek Merokok

Menurut penelitian para peneliti sedunia, merokok akan membawa dampak

negatif yang fatal kepada perokok baik perokok aktif maupun perokok pasif. Dalam

(28)

perokok pasif berkali-kali lipat lebih tinggi daripada perokok aktif.15,17 Hal ini

dikarenakan kandungan senyawa yang berdiameter lebih besar dari 0,1µm akan

tertapis oleh penapis pada ujung rokok.14,15

Efek negatif yang diakibatkan oleh merokok dapat diklasifikasikan ke dalam

dua kelas, yaitu secara lokal dan sistemik.

2.4.1 Efek Sistemik Merokok

Efek negatif merokok yang paling sering dijumpai adalah kanker. Merokok

menyebabkan kanker paru, kanker esofagus, kanker laring, dan kanker pankreas.6,7,8

Menurut data dari negara Amerika, merokok merupakan faktor utama (90% pada pria

dan 79% pada wanita) penyebab kanker paru pada tahun 1989. Menurut penelitian

Garfinkel dan Bofetta (1990), kegiatan merokok jelas meningkatkan resiko kanker

pada ginjal, hati, anus, penis, dan juga leukemia akut.17

Kandungan senyawa kimia dalam asap rokok akan menyebabkan mutasi pada

deoxyribonucleic acid (DNA). Pada tahun 1982, Gairola telah melakukan suatu

penelitian eksperimental dan membuktikan transfomasi malignansi pada sel yang

disebabkan induksi oleh asap rokok. Pada tahun yang sama, Departemen Kesehatan

Amerika juga melaporkan penyataan yang sama. Penelitian selanjutnya oleh

Hoffmann dan Hecht (1990) membuktikan bahwa inhalasi asap rokok dalam waktu

yang panjang akan menginduksi pertumbuhan tumor.

Selain dari kanker, penyakit sistemik yang bersifat non-kanker terutama

penyakit paru obstuktif kronis dan penyakit kardiovaskular terasosiasi dengan

kebiasaan merokok.

17,19

17

(29)

pada perokok yang meninggal secara tiba-tiba. Pada perokok yang merokok lebih dari

20 tahun, injuri kronis pada paru termasuk:

a. Hipersekresi pada mukus.

b. Penebalan pada saluran penafasan yang menyebabkan penyempitan

serta obstruksi saluran penafasan.

c. Empisema, merupakan destruksi pada dinding alveoli menyebabkan

proses ekshalasi yang tidak sempurna.

Asap rokok menginduksi sel inflamatori untuk melepaskan enzim elastase

yang akan memecah elastin pada dinding alveoli. Oksidan dalam asap rokok akan

menginaktivasi enzim alfa-antitripsin yang berperan untuk menginhibisi kerja enzim

elastase. Hal ini menyebabkan kerusakan pada dinding alveoli yang bersifat kronik.

17

Hubungan antara kebiasaan merokok dengan peningkatan resiko terhadap

penyakit kardiovaskular aterosklerosis jelas terbukti dengan penelitian-penelitian.

17

19

Studi yang dilakukan atas hubungan ini menyatakan bahwa merokok akan

menyebabkan disfungsi pada vaskular endotelia,8,17,20 gangguan pada hemostatik dan

koagulasi,8,17 serta abnormalitas pada sel-sel lipid.

Manifestasi penyakit kardiovaskular meliputi angina, serangan jantung,

kegagalan jantung, dan kematian secara tiba-tiba. Penyakit serebrovaskular

merupakan aterosklerosis yang melibatkan vaskularisasi otak manakala penyakit

perifer vaskular adalah aterosklerosis yang melibatkan vaskularisasi perifer.

8

20

Studi

telah dijalankan terhadap masalah ini sejak tahun 1984 di Amerika. Pada seorang

(30)

Merokok juga menyebabkan masalah seksual dan reproduksi terutama pada

wanita. Chow et al (1996) menyatakan bahwa mekanisme yang mungkin terjadi

meliputi efek toksisitas langsung pada sel ovum, gangguan pada motilitas saluran

reproduksi, dan gangguan pada imunitas sehingga mengakibatkan infeksi pada tuba

Fallopi.17

Pada wanita hamil, merokok dapat menyebabkan terjadi komplikasi pada bayi

lahir, di antaranya retardasi pada bayi, berat lahir rendah, aborsi secara spontan, serta

risiko fatal pada infan.

20

Terbukti bahwa karbon-monoksida dalam asap rokok

mampu menembus plasenta lalu mengikat pada hemoglobin janin.20 Pengikatan

karbon-monoksida pada hemoglobin terbentuknya karboksi-hemoglobin. Hal ini

menyebabkan molekul oksigen tidak dapat mengikat pada hemoglobin dan

mengakibatkan kekurangan oksigen pada janin.17,20

2.4.2 Efek Lokal Merokok pada Rongga Mulut

Kandungan senyawa kimiawi dan temperatur asap rokok yang tinggi dapat

menyebabkan gangguan secara lokal di dalam rongga mulut. Perubahan yang terjadi

pada jaringan rongga mulut dapat diklasifikasikan ke dalam lesi malignan dan

non-malignan.9,10

Pada jaringan gigi, rokok menyebabkan diskolorasi pada permukaan enamel

terutama pada servikal gigi. Stain berwarna hitam kecokelatan disebabkan oleh getah

tembakau yang merupakan hasil dari sisa pembakaran tembakau. Hal ini

menyebabkan masalah estetis dan juga merupakan faktor predisposisi penumpukan

plak.

(31)

Gambar 6. Stain warna hitam pada servikal gigi anterior mandibular7

Pada jaringan gingiva dan periodontal, prevalensi gingivitis dan periodontitis

lebih tinggi pada golongan perokok.10 Merokok meningkatkan penumpukan plak

serta kerentanan tulang alveolar terhadap resorbsi.9 Kandungan nikotin dalam rokok

menyebabkan gangguan pada aliran darah dalam gingiva dan mengakibatkan

gangguan pada proses penyembuhan.10

(32)

Smoker’s melanosis juga ditemui pada 25-31% perokok. Gambaran klinis

smoker’s melanosis merupakan makula yang yang berwarna cokelat.9

Gambar 8. Smoker’s Melanosis7

Pada mukosa bibir, sering dijumpai jaringan keratosis akibat dari iritasi panas.

Lesi ini berpotensi menjadi maligna jika tidak sembuh setelah satu minggu berhenti

merokok.

Pada lidah, akan jumpai hiperplasia pada papilla filiformis sehingga

terbentuknya hairy tongue. Hairy tongue biasa akan ditemui pada perokok berat. Pada

kasus yang berat, panjang papilla lidah akan mencapai sehingga beberapa

millimeter.10

(33)

Pada mukosa palatal, iritasi dari rokok akan menyebabkan hiperkeratosis dan

stomatitis nikotina. Inflamasi pada orifis kelenja saliva akan memberikan gambaran

bintik-bintik merah pada palatum. Lesi ini bersifat non-maligna dan reversibel.

10,11,21

2.5 Stomatitis Nikotina

2.5.1 Definisi

Stomatitis nikotina telah ditemukan sejak tahun 1941 oleh Thoma.11 Beliau

menyatakan stomatitis nikotina merupakan lesi yang terbentuk pada perokok pipa

pada daerah mukosa yang tidak tertutup oleh gigitiruan.11 Pada tahun 1958, Saunders

menemui bahwa stomatitis nikotina yang terjadi pada palatum merupakan area

kemerahan yang berbentuk sirkular pada orifis kelenjar mukus.11

Prevelensi stomatitis nikotina sangat tinggi pada golongan perokok pipa dan

reverse smokers. Asap rokok yang bersifat mengiritasi akan berkontak langsung pada

mukosa palatum terutama pada daerah 2/3 posterior palatum keras.

10,11,21

2.5.2 Etiologi dan Histopatogenesis

Stomatitis nikotina merupakan lesi yang terbentuk akibat dari iritasi secara

fisik dari asap rokok.11 Menurut penelitian Ermala P dan Holsti LR, temperatur

pembakaran tembakau pada ujung rokok adalah 650ºC (470º-812ºC). Pada ujung

penapis rokok, temperatur inti batang rokok mencapai 824º-897ºC. Pada waktu

(34)

Temperatur asap yang tinggi berkontak langsung dengan mukosa palatal dan

mengakibatkan iritasi. Hal ini menyebabkan terjadinya inflamasi pada orifis kelenjar

saliva minor pada palatum keras.

Pada gambaran mikroskopis, terlihat perubahan pada sel-sel yang

mengelilingi orifis kelenjar minor. Sel skuamus pada dinding duktus kelenjar

mengalami hiperplasia, mukosa keliling orifis mengalami parakeratosis. Hiperplasia

pada dinding duktus kelenjar menyebabkan terjadi penonjolan di sekeliling orifis

kelenjar minor.

10,21

21

Dalam gambaran mikroskopis, terlihat bahwa lumen dan orifis

kelenjar tidak tertutup.

Pada daerah jaringan sub epitelia, terjadi infiltrasi sel-sel inflamatori dari

pembuluh darah ke dalam interselular, dilasi limfatik dan penumpukan sel mast.

Reddy CRRM et al (1971) melakukan perbandingan gambaran histologis antara

palatum sehat dengan palatum yang mempunyai lesi stomatitis nikotina., ternyata

hanya jaringan pada palatum dengan lesi menunjukkan perubahan histologis yang

tersebut.

10,11,21

Dalam penelitian Reddy CRRM dan Ramulu C, perubahan histologis pada

jaringan hanya terjadi pada daerah 2/3 posterior palatum keras. Stomatitis nikotina

tidak ditemui pada 1/3 anterior palatum keras dan palatum lunak. Hal ini disebabkan

karena distribusi kelenjar saliva minor pada 1/3 palatum lunak yang rendah.

21

17,21

2.5.3 Gambaran Klinis

Stomatitis nikotina merupakan lesi yang berbentuk sirkular dan berwarna

(35)

ditemui juga terjadinya penebalan pada epitelium yang disebabkan iritasi selama

waktu yang panjang pada mukosa palatum.10,21

Gambar 10. Stomatitis nikotina11

2.5.4 Perawatan

Stomatitis nikotina merupakan lesi jinak dan bersifat reversibel. Menurut

penelitian, metaplasia pada sel yang mengelilingi orifis akan kembali ke stuktur yang

(36)

KERANGKA TEORI

Efek Sistemik Merokok Efek Lokal Merokok pada Rongga Mulut

Sejarah Rokok

Jenis Rokok

Rokok

Definisi Perawatan

Etiologi dan Histopatogenesis Gambaran Klinis

Efek Merokok Sifat Fisik Pembakaran Rokok

•Kanker •COPD

•Kardiovaskular •Sistem Reproduktif

•Leukoplakia •Leukoedema •Hiperkeratosis •Gingivitis •Periodontitis •Stomatitis Nikotina

(37)

KERANGKA

KONSEP

• Jenis Kelamin

• Pemakaian Alkohol

• Kelainan Palatum

Stomatitis Nikotina Kebiasaan Merokok

• Lama Merokok

• Jumlah Rokok per Hari

• Jenis Rokok

(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang dilakukan dengan rancangan

cross sectional untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko

dengan efeknya yaitu kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina.22

Rancangan cross sectional dapat memberikan suatu gambaran hubungan antara faktor

resiko dengan prevalensi suatu masalah kesehatan pada waktu yang tertentu.

Sepanjang penelitian ini, faktor resiko dan efek hanya diobservasi satu kali pada saat

yang sama.22,23

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara,

Medan Indonesia. Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan Desember

2011 dan bulan Januari 2012.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian merupakan pegawai-pegawai non-akademik yang

bertugas dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara yang mempunyai kebiasaan

(39)

3.3.2 Sampel

Sampel yang diteliti pada penelitian ini adalah pegawai non-akademik dalam

lingkungan Universitas Sumatera Utara yang mempunyai kebiasaan merokok. Jumlah

sampel yang diperlukan dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus untuk

menghitung data kualitatif 24

= 80.05 ≈ 81 (minimal)

: deviasi normal distandarisasikan untuk α yang sesuai

α : tingkat kemaknaan, (0,05)

p : prevalensi nikotina stomatitis

q : (1-p)

d : tingkat penyimpangan yang dapat ditolerir (10%)

Maka, jumlah subjek penelitian adalah 85 orang perokok yang diambil dari

pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penelitian ini digunakan teknik pemilihan sampel secara purposive non

(40)

karakteristik dari populasi yang telah ditentukan, yaitu kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi.25

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

• Laki-laki yang mempunyai kebiasaan merokok sekurang-kurangnya 6

bulan sehingga saat penelitian dilakukan.

• Laki-laki yang bersedia secara fisik dan mental untuk diperiksa

mukosa rongga mulutnya.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

• Subjek yang sedang mengonsumsi alkohol.

• Subjek yang merokok hanya sewaktu-waktu.

• Subjek yang mempunyai kelainan pada palatum

3.5 Variabel Penelitian

Varibel Dependen : Stomatitis nikotina

Variabel Independen : Kebiasaan Merokok

- Lama merokok

- Jumlah rokok per hari

- Lama terpapar

- Jenis rokok

(41)

Dikendalikan - Pemakaian alkohol

- Kelainan palatum

Variabel tidak terkendali : - Penyakit sistemik

: - Umur

3.6 Definisi Operasional

• Kebiasaan merokok adalah suatu adiksi secara fisik dan psikologi

terhadap produk tembakau.

• Lama merokok adalah lama seseorang melakukan kebiasaan merokok

dimulai dari waktu pertama kali sampai penelitian ini yang terhitung

dalam tahun.

26

• Jumlah rokok adalah jumlah rokok yang dikonsumsi dalam satu hari

terhitung dalam hitungan batang.

27

• Lama terpapar adalah hasil perkalian Lama merokok, Jumlah rokok

per hari, 365 hari dan dibagi dengan 60.

27

27

• Jenis rokok adalah rokok yang dikonsumsi sehari-hari, terbagi atas

rokok putih, rokok kretek, rokok cerutu dan rokok pipa.

• Stomatitis nikotina merupakan lesi berwarna bintik merah yang

dikelilingi oleh jaringan keratosis warna putih pada daerah

palatum.

1,18,19

15,21

(42)

3.7 Sarana Penelitian

1. Alat dan Bahan

• Kaca Mulut

• Sarung Tangan

• Masker

• Lampu Penerang LED

2. Kuesioner

3.8 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada pegawai non-akademik di lingkungan

Universitas Sumatera Utara. Penjelasan mengenai penelitian dilakukan kepada

pegawai yang memenuhi kriteria inklusi. Informed consent akan diberikan pada

pegawai yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Subjek akan

diwawancarai mengenai kebiasaan merokok dengan bantuan kuesioner yang

disediakan.23

3.8.1 Data Demografi

Pemeriksaan intra oral dilakukan dengan penerangan lampu serta kaca

mulut.

Data demografi didapat dengan wawancara langsung dengan subjek yang

bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

3.8.2 Data Kebiasaan Merokok

Data kebiasaan merokok dikumpul dengan wawancara yang dibantu dengan

(43)

3.8.3 Data Klinis

Data klinis dikumpul dengan melakukan pemeriksaan klinis. Subjek diminta

relaks dan duduk di atas kursi yang disediakan. Pemeriksaan dilakukan dengan

bantuan kaca mulut dan lampu untuk mendapatkan visual yang jelas.

Jika hasil pemeriksaan adalah positif, kriteria stomatitis nikotina dicatat dalam

kuesioner dan gambaran klinis difoto dengan kamera.

3.9 Pengolahan Data

Pengelolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer, SPSS

v17.0 for Windows menurut tujuan penelitian.

3.10 Analisis Data

Uji hipotesa dilakukan dengan analisa bivariate untuk menguji hubungan

antara variabel yang teruji. Data yang terkumpul dianalisa dengan uji statistik

Chi-Square.28,29

Data deskriptif mengenai karakteriktik, distribusi dan frekuensi dari setiap

variabel penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi.

Hasil analisa menunjukkan adanya hubungan yang bermakna apabila nilai

(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian

Sampel dalam penelitian ini melibatkan 85 orang pegawai laki-laki yang

mempunyai kebiasaan merokok di Universitas Sumatera Utara.

Pada penelitian ini, usia rata-rata untuk sampel perokok adalah 30,26 tahun.

Kelompok sampel di antara 21-30 tahun mencapai jumlah yang paling tinggi yaitu

sebanyak 46 orang (54,12%). Usia sampel perokok termuda yang didapati sepanjang

penelitian ini adalah 16 tahun dan usia tertinggi adalah 48 tahun.

TABEL 1. DISTRIBUSI SUBJEK PENELITIAN (PEROKOK)

Usia Jumlah (orang) Persentase

< 20 tahun 5 5,88%

21-30 tahun 46 54,12%

31-40 tahun 21 24,71%

> 40 tahun 13 15,29%

Total 85 100,0%

4.2 Data Riwayat Kebiasaan Merokok Subjek Penelitian

Tabel 2 menunjukan persentase distribusi subjek perokok menurut usia mulai

merokok, terlihat pada tabel 2 bahwa kebanyakan dari pegawai USU mulai merokok

(45)

ini dilaksanakan, hanya terdapat 1 orang yang mulai merokok pada usia antara 31-40

tahun (1,2%). Rata-rata pegawai non-akademik di USU mulai mempunyai kebiasaan

merokok sejak usia 14,5 tahun.

TABEL 2. PERSENTASE USIA MULAI MEROKOK SUBJEK PENELITIAN

Usia Jumlah (orang) Persentase

< 20 tahun 60 70,6%

21-30 tahun 24 28,8%

31-40 tahun 1 1,2%

Total 85 100,0%

Tabel 3 menunjukkan persentase subjek penelitian menurut lama merokok,

terlihat bahwa pengawai non-akademik di Universitas Sumatera Utara paling banyak

mempunyai kebiasaan merokok lebih dari 10 tahun (47,1%). Dari jumlah sampel

yang diteliti selama penelitian, hanya terdapat 20 orang yang telah merokok selama

5-10 tahun (23,5%).

TABEL 3. PERSENTASE PEROKOK MENURUT LAMA MEROKOK

Lama Merokok Jumlah (orang) Persentase

< 5 tahun 25 29,4%

5-10 tahun 20 23,5%

> 10 tahun 40 47,1%

(46)

Tabel 4 menunjukkan persentase jumlah batang rokok yang dihisap dalam

sehari, terlihat bahwa kebanyakan pegawai di USU hanya merokok 1-10 batang

setiap hari. Kelompok ini mencapai frekuensi yang tertinggi yaitu sebanyak 44 orang

(51,8%). Dari hasil penelitian, tidak banyak pegawai USU yang merokok lebih dari

20 batang rokok per hari, yaitu hanya 17 orang (20,0%).

TABEL 4. PERSENTASE PEROKOK MENURUT JUMLAH ROKOK YANG

DIHISAP PER HARI

Jumlah Rokok / Hari Jumlah (orang) Persentase

1-10 batang 44 51,8%

11-20 batang 24 28,2%

> 20 batang 17 20,0%

Total 85 100,0%

Tabel 5 menunjukkan persentase jenis rokok yang dihisap oleh pegawai

non-akademik di Universitas Sumatera Utara, terlihat bahwa frekuensi konsumsi rokok

(47)

TABEL 5. PERSENTASE PEROKOK MENURUT JENIS ROKOK YANG

DIHISAP

Jenis Rokok Jumlah (orang) Persentase

Rokok Putih 52 61,2%

Rokok Kretek 33 38,8%

Total 85 100,0%

Tabel 6 menunjukkan persentase lama terpapar terhadap kebiasaan merokok

di kalangan pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan tabel 6,

terdapat 36 orang subjek yang mempunyai lama terpapar kurang dari 500 jam

(42,35%) dan merupakan kelompok dengan jumlah yang paling tinggi. Pada

kelompok di antara 1501-2000 jam, hanya terdapat 5 orang subjek (27,06%) dan

merupakan kelompok dengan jumlah orang yang paling rendah. Rata-rata lama

terpapar sampel penelitian ini adalah 1072,94 jam dengan nilai terendah 20 jam dan

nilai ter tinggi 6840 jam.

TABEL 6. PERSENTASE PEROKOK MENURUT LAMA TERPAPAR

Lama Terpapar (jam) Jumlah (orang) Persentase

< 500 36 42,35%

501-1000 23 27,06%

1001-1500 11 12,94%

1501-2000 5 5,88%

> 2000 10 11,76%

(48)

4.3 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis

Nikotina

Selama penelitian dilaksanakan, hanya terdapat 2 subjek yang mempunyai lesi

stomatitis nikotina dari jumlah 85 sampel penelitian. Kedua subjek tersebut

mempunyai kebiasaan merokok.

TABEL 7. PREVALENSI STOMATITIS NIKOTINA

Stomatitis Nikotina

Ya Tidak

Jumlah (Orang) 2 83

Persentase 2,35% 97,65%

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif

dengan tabulasi silang (cross-tab) untuk menguji tingkat kemaknaan antara kebiasaan

merokok (usia mulai merokok, jumlah rokok per hari, jenis rokok dan lama terpapar)

terhadap terjadinya lesi stomatitis nikotina.

Tabel 8 menunjukkan persentase stomatitis nikotina yang ada berdasarkan

lama merokok dalam hitungan tahun. Berdasarkan tabel, terlihat bahwa stomatitis

nikotina hanya terjadi pada subjek yang menghisap rokok lebih dari 10 tahun yaitu

sebanyak 2 orang (2,35%). Hasil uji statistik Chi-Square mendapat nilai P=0,316

dimana menunjukkan tidak ada hubungan antara lama merokok dengan terjadinya

(49)

TABEL 8. HASIL UJI STATISTIK ANTARA LAMA MEROKOK DENGAN TERJADINYA STOMATITIS NIKOTINA

lama merokok

stomatitis nikotina

total nilai P

ya tidak

< 5 tahun 0 25 (29,41%) 25

0,316

5-10 tahun 0 20 (23,53%) 20

> 10 tahun 2 (2,35%) 38 (44,71%) 40

* = signifikan

Tabel 9 menunjukkan persentase stomatitis nikotina yang ada berdasarkan

jumlah rokok yang dihisap per hari. Berdasarkan tabel 8, terlihat bahwa lesi stomatitis

nikotina hanya terjadi pada subjek yang menghisap rokok lebih dari 20 batang per

hari, yaitu sebanyak 2 orang (2,35%).

Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan

antara jumlah konsumsi rokok per hari dengan terjadinya stomatitis nikotina dimana

P=0,017. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau Ha diterima sehingga dapat

disimpulkan bahwa jumlah rokok per hari berpengaruh terhadap terjadinya stomatitis

(50)

TABEL 9. HASIL UJI STATISTIK ANTARA JUMLAH ROKOK PER HARI

DENGAN TERJADINYA STOMATITIS NIKOTINA

jumlah rokok/hari

Tabel 10 menunjukkan persentase stomatitis nikotina yang ada berdasarkan

jenis rokok yang dihisap. Berdasarkan tabel, terlihat bahwa terdapat 1 orang subjek

yang menghisap rokok putih (1,18%) dan 1 orang subjek yang menghisap rokok

kretek (1,18%).

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis rokok yang

dihisap dengan terjadinya stomatitis nikotina dimana nilai P=0,743.

TABEL 10. HASIL UJI STATISTIK ANTARA JENIS ROKOK DENGAN

(51)

Tabel 11 menunjukkan persentase stomatitis nikotina yang ditemui

berdasarkan hitungan lama terpapar. Berdasarkan tabel, terlihat bahwa stomatitis

nikotina hanya terdapat pada subjek yang mempunyai lama terpapar kurang dari 500

jam. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara lama terpapar dengan

terjadinya stomatitis nikotina dimana nilai P=0,852.

TABEL 11. HASIL UJI STATISTIK ANTARA LAMA TERPAPAR TERHADAP

KEBIASAAN MEROKOK DENGAN TERJADINYA STOMATITIS NIKOTINA

lama terpapar (jam)

stomatitis nikotina

total nilai P

ya tidak

< 500 2 (2,35%) 34 (40,0%) 36

0,852

501-1000 0 23 (27,06%) 23

1001-1500 0 11 (12,94%) 11

1501-2000 0 5 (5,88%) 5

> 2000 0 10 (11,76%) 10

(52)

BAB 5

PEMBAHASAN

Penelitian ini melibatkan 85 responden yang berasal dari kalangan pegawai

non-akademik Universitas Sumatera Utara dengan kisaran usia 16-53 tahun. Semua

sampel dalam penelitian ini adalah laki-laki.

Dari penelitian yang dilaksanakan, persentase tertinggi kelompok usia mulai

merokok adalah kelompok kurang dari usia 20 tahun yaitu sebanyak 70,6%.

Dibanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2008

prevalensi tertinggi usia mulai merokok di Indonesia adalah kelompok 15-19 tahun.29

Penelitian lain yang pernah dilakukan di Medan yaitu penelitian di kalangan

mahasiswa Fakultas MIPA USU oleh Sitepu LS (2010) dan penarik becak oleh

Syahrir TMR (2009). Kedua penelitian ini juga menunjukkan persentase usia mulai

merokok yang paling tinggi adalah kelompok usia kurang dari 20 tahun. Angka dari

hasil penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan tidak ada perbedaan dengan

hasil penelitian ini.29,30

Prevalensi yang tinggi pada usia mulai merokok di kalangan usia kurang dari

20 tahun disebabkan oleh aksesbilitas anak dan remaja terhadap rokok yang sangat

mudah. Toko rokok di Indonesia dapat dibuka dimana saja, bahkan di depan sekolah.

Rudi Baidaqi, Ketua Lembaga Perlindungan Anak di Sumatera melalui video

menunjukkan bahwa anak yang berusia 7 tahun dapat membeli rokok dengan bebas.

(53)

harga sebatang rokok hanya 500 Rupiah dan harga ini setara dengan harga 1 permen

lollipop.

Selain dari faktor aksesbilitas, tingginya prevalensi merokok pada usia kurang

dari 20 tahun juga perlu ditinjau juga dari segi psikologis. Menurut McClellan DE

dan Kinsey SJ, tingkah laku seorang remaja yang berusia 13-18 tahun sangat mudah

dipengaruh oleh teman-teman dan idola-idola yang diminatinya.31

Jenis rokok yang lebih diminati oleh kalangan sampel penelitian ini adalah

rokok putih yaitu sebanyak 61,2% dibandingkan dengan rokok kretek (38,8%). Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian yang dilakukan sebelum ini di

daerah Medan oleh Syahrir TMR (2009) dan Sitepu LS (2010).

Menurut Masli,

mantan manajer periklanan di Marlboro, iklan rokok pada zaman ini sebenarnya

difokuskan pada remaja yang berusia 14-18 tahun. Selebritis yang terdapat pada

iklan-iklan rokok akan menarik perhatian remaja sehingga menghasilkan dorongan

psikologis yaitu ingin tahu dan ingin mencoba. Dengan adanya dorongan psikologis

disertai dengan aksesbilitas yang mudah, hal ini akan menyebabkan tingginya

prevalensi pada remaja di Indonesia untuk mencoba merokok pada usia tersebut.

29,30,32

Namun

demikian, hasil penelitian dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) pada tahun

2000 menyatakan bahwa lebih banyak rokok kretek dikonsumsi dibandingkan dengan

rokok putih, yaitu sebanyak 88,1%.29

Selama penelitian dilaksanakan, hanya terdapat 2 orang sampel (2,35%) yang

mempunyai lesi stomatitis nikotina. Dibandingkan dengan penelitian Ramulu C et al, Hal ini kemungkinan besar karena adanya

perbedaan budaya dan minat terhadap jenis rokok antara penduduk di provinsi

(54)

prevalensi stomatitis nikotina yang ditemukan jauh lebih tinggi daripada penelitian

ini, yaitu sebanyak 13,07%.11 Berdasarkan penelitian ini, disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis

nikotina. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kebudayaan antara Indonesia dengan

India. Di India, rokok yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat adalah chuttas. Chuttas

berbeda dengan rokok putih dan rokok kretek. Bentuk dan ukuran chuttas yang lebih

besar menghasilkan panas asap yang lebih tinggi di rongga mulut sehingga

menyebabkan iritasi yang lebih parah pada mukosa palatum.29

Selain dari faktor jenis rokok yang dikonsumsi, cara merokok juga merupakan

faktor yang signifikan. Dalam penelitian Ramulu C et al jelas terlihat bahwa

prevalensi stomatitis nikotina jauh lebih tinggi di kalangan masyarakat yang merokok

secara terbalik (reverse smoker).

11

Di Saudi Arabia, Mani NJ (1985) menemukan 29,6% perokok mempunyai

lesi stomatitis nikotina.

Hal ini menunjukkan bahwa cara merokok

merupakan faktor yang menonjol.

33

Hal ini karena jumlah rokok per hari yang dikonsumsi

relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kalangan sampel penelitian ini.

Berdasarkan penelitian ini, disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara usia mulai merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina (nilai P =

0,316). Dalam penelitian Syarir TMR (2009) juga mendapatkan hasil yang sama.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Hoeijmakers JH (2009) bahwa stomatitis nikotina

sangat tergantung kepada durasi, intensitas dan jenis rokok tetapi tidak tergantung

kepada usia mulai merokok.

34

(55)

Berdasarkan penelitian ini, hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara jumlah konsumsi rokok per hari dengan terjadinya

stomatitis nikotina (P=0,017). Hal ini menyatakan bahwa H0 ditolak atau Ha diterima

sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah rokok per hari berpengaruh terhadap

terjadinya stomatitis nikotina karena nilai P < 0,05. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Henley SJ (2004) dan Hoeijmakers HJ (2009) yang menyatakan bahwa stomatitis

nikotina dapat ditemui pada perokok berat, yaitu lebih dari 20 batang per hari.7,36

Berdasarkan penelitian ini, terlihat bahwa tidak ada hubungan antara jenis

rokok yang dihisap dengan terjadinya stomatitis nikotina. Hasil ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan sebelumnya. Lesi stomatitis nikotina terjadi karena iritasi

asap rokok yang panas secara kronis.

37,38

Namun demikian, temperatur membakar

pada rokok kretek dan rokok putih komersial mencapai setinggi 970ºC sementara

temperatur pembakaran dalam rokok pipa dan rokok cerutu lebih rendah

dibandingkan dengan rokok kretek dan rokok putih komersial.22 Menurut Ermala P

dan Holsti LR, walaupun rokok putih dan rokok kretek mempunyai temperatur

pembakaran yang lebih tinggi, panas asap yang dihasilkan dari pembakaran lebih

rendah daripada rokok pipa. Hal ini dikarenakan bentuk pipa yang seperti cawan.22

Penapis dalam rokok komersial juga memainkan peranan yang penting dalam

mengurangi temperatur asap rokok. Selama penelitian ini, tidak ditemukan subjek

yang mempunyai kebiasaan merokok dengan pipa atau cerutu.

Berdasarkan penelitian ini terlihat bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara lama terpapar terhadap rokok dengan terjadinya stomatitis nikotina. Menurut

penelitian, lesi stomatitis nikotina terbentuk bukan karena akumulasi nikotina dari

(56)

konsumsi tembakau tetapi karena iritasi panas secara kronis.37,38 Lama terpapar

seorang perokok merupakan hasil perhitungan dari lama merokok dan jumlah rokok

per hari. Menurut penelitian Lam et al, faktor intensitas lebih menonjol dalam

(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa

stomatitis nikotina tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kebiasaan

merokok di kalangan pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara. Namun,

berhubungan dengan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Selain itu, ditemui juga

prevalensi stomatitis nikotina yang lebih tinggi di kalangan perokok dibandingkan

dengan bukan perokok.

Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama

merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina, tidak ada hubungan antara jenis rokok

yang dihisap dengan terjadinya stomatitis nikotina, tidak ada hubungan antara lama

terpapar terhadap kebiasaan merokok dengan terjadinya stomatitis nikotina, tetapi ada

hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan terjadinya stomatitis

nikotina.

Walaupun tidak terdapat hubungan yang bermakna dari hasil penelitian ini,

namun disarankan juga supaya perokok dapat mengurangi kebiasaan merokok karena

rokok tetap merupakan faktor predisposisi yang menonjol terhadap berbagai penyakit.

Selama penelitian ini hanya diteliti tentang lama merokok, jenis rokok dan

lamanya terpapar terhadap kebiasaan merokok. Oleh kerena itu, diharapkan adanya

penelitian lanjutan yang meneliti tentang cara merokok serta kebiasaan makan karena

(58)

DAFTAR PUSTAKA

1. Shafey O, Eriksen M, Ross H, Mackay J. The tobacco atlas. USA: Bookhouse,

2009: 21-4.

2. World Health Organization. WHO: Konsumsi rokok di Indonesia 225 milian

batang per tahun,

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Konsumsi tembakau & prevalensi

merokok di indonesia. Indonesia, 2003 12 April: 1,2.

4. QMI Agency. Two-year-old smokes 40 cigarettes a day,

5. The Canadian Press. Child smoking on rise in Indonesia,

6. Johnson N. Tobacco use and oral cancer: A global perspective. J Dent Edu

2001; 65: 328-39.

7. Trandafir V, Trandafir D, Gogălniceanu D, Popescu E, Vicol C, Burlui V.

Tobacco-induced oral mucosal modifications. International J Med Dent 2010;

(59)

8. Yanbaeva DG, Dentener MA, Creutzberg EC, Wessiling G, Wouters EFM.

Systemic effects of smoking. J CHEST 2007; 131: 1557-66.

9. Mirbod MS, Ahing SI. Tobacco-associated lesions of the oral cavity: part ii.

malignant lesions. J Can Dent Assoc 2000; 66: 308-11.

10.Mirbod MS, Ahing SI. Tobacco-associated lesions of the oral cavity: part i.

nonmalignant lesions. J Can Dent Assoc 2000; 66: 252-6.

11.Ramulu C, Raju MVS, Venkatarathnam G, Reddy CRRM. Nicotine stomatitis

and its relation to carcinorma of the hard palate in reverse smokers of chuttas.

J Dent Res 1973; 52: 711-8.

12.Usatine RP. Lesion on the hard palate. J Family Prac 2008; 57: 35-7.

13.Jayanthi P, Ranganathan K. Differential diagnosis of white lesions of oral

mucosa. J Orofac Sci 2010; 2: 58-63.

14.Wigand JS. Additives, cigarette design and tobacco product regulation.

Japan : Kobe, 2006: 2-42.

15.Geiss O, Kotzias D. Tobacco, cigarettes and cigarette smoke. Italy:

Luxembourg, 2007: 1-10,20-2,29,30,35-9,44-9.

16.Ashraf MW. Concentration of cadmium and lead in different cigarette brands

and human exposure to these metal via smoking. J Art Sci & Comm 2011; 2:

140-7.

17.Harris JE. The FTC cigarette test method for determining tar, nicotine, and

carbon monoxide yields of u.s. cigarettes. report of the nci expert committee.

smoking and tobacco control monograph No. 7. NIH Pub. August 1996:

(60)

18.Mackay J, Eriksen M. The tobacco atlas. Switzerland: Myriad, 2002: 18-36.

19.Khoo SP, Lee KW. The oral mucosa and langerhans cells in smokers:

Evidence for carsinorgenesis. Annal Dent Univ Malaya 1995; 2: 1-4.

20.Berlin I. Smoking-induced metabolic disorders: A review. J Diabet 2008; 34:

307-14.

21.Reddy CRRM, Kameswari VR, Ramulu C, Reddy PG. Histopathological

study of stomatitis nicotina. British J Cancer 1971; 25: 403-10.

22.Ermala P, Holsti LR. On the burning temperature of tobacco. J Cancer Resch

1955: 490-5.

23.Olsen C, St. George DMM. Cross-sectional study design and data analysis.

Pacific Grove: Duxbury Press, 2001: 1-53.

24.Bartlett JE, Kotrlik JW, Higgins CC. Organizational research: determining

appropriate sample size in survey research. Info Tech Learning and

Performance J 2001; 19: 43-9.

25.William MK. Nonprobability sampling

26.Miller, Keane. Miller-Keane encyclopedia and dictionary of medicine. 7

th

27.Currie GP. ABC of COPD. Singapore: Fabulous Printers, 2007: 7-9.

ed.

Missouri: Saunders, 2003: 241.

28.Howell DC. Chi-Square test – analysis of contingency tables. Dissertation.

Vermont: University of Vermont, 2008: 1-4.

29.Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ekonomi

(61)

30.Sitepu LS. Hubungan kebiasaan merokok terhadap terjadinya smoker’s

melanosis di kalangan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam USU. Thesis. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010:

26-35.

31.McClellan DE, Kinsey SJ. Children’s social behaviour in relation to

participation in mixed-age or same-age classroom. Early Childhood Research

& Practice. 1990 Spring; 1(1): 1-19.

32.Komala W. Hubungan kebiasaan merokok dengan terjadinya hairy tongue di

kelurahan indra kasih kecamatan Medan Tembung. Thesis. Medan:

Universitas Sumatera Utara, 2010: 26-39.

33.Syahrir TMR. Hubungan kebiasaan merokok dengan kelainan jaringan lunak

mulut di kalangan penarik becak di kota Madya Medan 2008. Thesis. Medan:

Universitas Sumatera Utara, 2009: 37-48.

34.Mani NJ. Preliminary report on prevalence of oral cancer and precancerous

lesions among dental patients in Saudi Arabia. Community Dent Oral

Epidemiol. 1985 Aug; 13(4): 247-8.

35.Silverman S, Elston DM. Nicotine stomatitis.

36.Joeijmakers JHJ. DNA damage, aging, and cancer. N Engl J Med. 2009 Oct;

361(15): 1475-85.

37.Rossie KM, Guggenheimer J. Thermally induced “nicotine” stomatitis: A

case report. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology. 1990 Nov; 70(5):

(62)

38.Rizzolo D, Chiodo TA, Usatine RP. Lesion on the hard palate. The J Family

(63)

KUESIONER

No. :

Tgl. Pemeriksaan :

Fakultas :

A. DEMOGRAFI

1. Nama : ... 2. Tgl Lahir/ Umur : ... 3. Alamat : ... 4. Pekerjaan : ... 5. Pendidikan : ... 6. Suku Bangsa : ...

B. DIAGNOSA

……….

C. DATA KEBIASAAN MEROKOK

1. Sejak usia berapa saudara mulai merokok?

 < 20 tahun  20 – 30 tahun  31-40 tahun  > 40 tahun

2. Sudah berapa lamakah saudara merokok?

 < 5 tahun  5 - 10 tahun  > 10 tahun

3. Berapa batang rokok yang dapat dihisap dalam 1 hari?

 1 - 10 batang  11 – 20 batang

 > 20 batang

(64)

 rokok putih

 rokok kretek

 rokok pipa

 rokok cerutu

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi Saudara,

Saya Kwa Zheng Kang mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina pada Pegawai Non-Akademik Universitas

Sumatera Utara” yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah rokok

yang dihisap dan lamanya merokok terhadap terjadinya stomatitis nikotina (suatu lesi merah yang berbentuk bintik-bintik) pada palatum (langit-langit) di kalangan pegawai non-akademik di lingkungan USU.

Cara kerja penelitian ini hanya melibatkan pemeriksaan rongga mulut dan pengisian data-data dalam kuesioner. Pemeriksaan rongga mulut dilakukan dengan menggunakan kaca mulut dan lampu penerangan. Penelitian tidak akan menimbulkan efek sampingan dan tidak akan mengubah kondisi kesehatan rongga mulut Saudara. Dengan adanya penelitian ini diharapkan bahwa Saudara dapat manfaat dengan mengetahui bahaya merokok terhadap kesehatan maupun pada rongga mulut atau secara umum.

(65)

Silakan hubungi saya, Kwa Zheng Kang atas nombor kontak +6287868623413 jika terjadinya keluhan pada Saudara selama menjalankan penelitian ini. Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesediaan waktu Saudara, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(66)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh

kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia

berpartisipasi pada penelitian ini.

Medan,...

Mahasiswa peneliti Peserta penelitian

(67)

Crosstabs

lama merokok * stomatitis nikotina

85 85.0% 15 15.0% 100 100.0%

jumlah rokok/hari * stomatitis nikotina

85 85.0% 15 15.0% 100 100.0%

jenis rokok * stomatitis nikotina 85 85.0% 15 15.0% 100 100.0%

lama merokok * stomatitis nikotina

(68)

Value df

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .47.

jumlah rokok/hari * stomatitis nikotina

Crosstab

(69)

jenis rokok * stomatitis nikotina

Crosstab

Count

stomatitis nikotina

Total

tidak ya

jenis rokok rokok putih 51 1 52

rokok kretek 32 1 33

Total 83 2 85

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .108a 1 .743

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .105 1 .746

Fisher's Exact Test 1.000 .629

N of Valid Cases 85

Gambar

Gambar 1: Rokok Putih Komersial1
Gambar 3: Bidi
Gambar 4. Rokok kretek1
Gambar 6. Stain warna hitam pada servikal gigi anterior mandibular7
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan kebiasaan merokok dengan terjadinya hairy tongue di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung..

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “Pelaksanaan Azas-azas Efisiensi Pekerjaan oleh Pegawai Kantor Bagian Akademik Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.” Adapun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres, pola makan dan kebiasaan merokok dengan terjadinya kekambuhan pada penderita hipertensi di Puskesmas Bendosari

Peran Gaya Kepemimpinan dalam Meningkatkan Motivasi Kerja Pegawai pada Bagian Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara .... Universitas Sumatera

Berdasarkan pemeriksaan rasa yang telah dilakukan, terdapat 3 subjek yang tidak dapat mengidentifikasikan rasa manis dan 1 subjek yang tidak dapat mengidentifikasikan

JUDUL : PENGARUH PENGAWASAN TERHADAP PENINGKATAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI PADA BAGIAN AKADEMIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Medan, April 2013

Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan hipertensi (p=0,000) yaitu dipengaruhi oleh lama merokok (p=0,018) dan cara merokok (p=0,046), tetapi

Menyatakan telah membaca lembar penjelasan kepada subjek penelitian dan sudah mengerti serta bersedia untuk turut serta sebagai subjek penelitian, dalam penelitian atas nama