LAPORAN
PENGAWASAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
MEDAN KOTA Diajukan
O L E H
Nama : Rahmiani NIM : 062600118
Untuk memenuhi salah satu syarat menamatkan
studi pada prodip III Administrasi Perpajakan
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADM.PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN LAPORAN INI DISETUJUI UNTUK
DILAKSANAKAN OLEH :
Nama : Rahmiani NIM : 062600118
Prog. Studi : D III Administrasi perpajakan Judul : Pengawasan Pelunasan PPh Pasal 21
di
KPP Pratama Medan Kota
Ketua Prodip III Adm.Perpajakan Pembimbing Supervisor
(Drs.M.H.Thamrin Nst, Msi) (Harmaini Hasan,SH,MM.) (Alfan Jamil, SE) NIP : 131 930 631 NIP :060 018 639 NIP : 060 078 528
Dekan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan PKLM Ini Telah Dipresentasikan Di Depan Panitia Penguji PRODIP III Administrasi Perpajakan FISIP USU
Pada Hari :
Tanggal :
Pukul :
TIM MAJELIS PENGUJI
Ketua :
( ) NIP :
Anggota :
( )
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, iman, kesehatan
dan kekuatan yang telah dilimpahkannya penulis dapat menyusun Tugas Akhir ini
dengan judul Pengawasan Pelunasan PPh Pasal 21 Di KPP Pratama Medan
Kota.
Penulisan Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan bagi penulis untuk
menamatkan pendidikan pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).
Dalam penyusunan laporan ini penulis telah banyak mendapat bantuan,
arahan, bimbingan dan masukan dari berbagai pihak oleh karena itu pada kesempatan
ini dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis ingin megucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nasution MA selaku Dekan Fakultas Imu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Simatera Utara (FISIP USU).
2. Bapak Drs.M.H.Thamrin Nst, M.si. selaku ketua jurusan Program Studi Diploma
III Administrasi Perpajakan Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara (FISIP USU).
3. Bapak Harmaini Hasan,SH,MM selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir
Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Imu Sosial dan
4. Bapak Noor Faiz, SE, MM. selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Kota yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan riset sebagai data dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
5. Bapak Alfan Jamil, SE selaku supervisor lapangan yang telah memberikan
bantuan dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.
6. Teristimewa buat Ayahanda Budin Nasution dan ibunda tercinta Lisma yang
telah memberikan dorongan dan semangat dan senantiasa menasehati dan
mendoakan penulis agar lancar dalam segala urusan.
7. Seluruh Staf dan pegawai KPP Pratama Medan Kota.
8. Seluruh staf pengajar Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU)
yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama masa kuliah.
9. Para pegawai Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Imu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).
10. Suamiku tercinta Ijoel yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada
penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
11. Rekan-rekan seangkatan D III Adm.Perpajakan Khususnya kelas C.
Semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal atas jasa dan kebaikan
Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dalam menyusun laporan ini,
sehingga penyusunan dan penyajian laporan ini masih jauh dari taraf kesempurnaan.
Ini semua dikarenakan keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang sehat dan
dapat membangun demi kesempurnaan isi laporan ini. Namun demikian penulis
berharap agar laporan ini dapat bermamfaat bagi penulis sendiri maupun pihak-pihak
lain yang berkepentingan. Semoga Allah SWT melindungi serta melimpahkan
RahmatNya kepada kita semua.
Amin…….
Medan, juni 2009
Penulis,
RAHMIANI
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……….……….i
DAFTAR ISI………...………iv
BAB I PENDAHULUAN………1
A. Latar Belakang PKLM………..…….……….1
B. Tujuan dan Mamfaat PKLM………..……..………...2
C. Ruang Lingkup PKLM………...……….3
D. Metode PKLM………..…………..4
E. Metode Pengumpulan Data………...…..5
F. Sistematika Penulisan Laporan PKLM……….………..6
BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN KOTA……….8
A. Sejarah Singkat Berdirinya KPP Pratama Medan Kota……....…..8
B. Ruang Lingkup Wilayah Kerja KPP Pratama Medan Kota……..11
C. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota………...….11
D. Bidang-Bidang KPP Pratama Medan Kota……….….14
BAB III GAMBARAN DATA PAJAK………...……24
A. Ketentuan……….…….……....24
B. Subjek dan Objek PPh Pasal 21………..…..…....27
C. Cara Perhitungan………...……34
D. Cara Penyetoran Dan Pelaporan PPh pasal 21……….….44
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI………...……46
A. Pengawasan SPT Masa PPh Pasal 21………46
B. Analisa Tingkat Kepatuhan Pemotong PPh Pasal 21…..………..49
C. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi KKP Pratama Medan Kota Terhadap Pelunasan PPh Pasal 21……….…...…51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….……..….57
A. Kesimpulan……….….…...…57
B. Saran ……….….…...58
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang praktik kerja lapangan mandiri
Perguruan tinggi adalah sebuah institusi atau wadah dimana mahasiswa sebagai
salah satu unsur yang terdapat didalamnya, dengan melakukan studi demi masa depan
mereka nantinya dan membentuk pribadi yang mandiri, kreatif dan kritis dalam
menyikapi perkembangan yang terjadi baik dibidang industri maupun teknologi.
Dalam perkembangan ilmu pengtahuan, perguruan tinggi dituntut untuk
meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan dilingkungan kampus. Untuk menjawab
tuntutan tersebut perguruan tinggi diharuskan melakukan berbagai cara dalam usaha
untuk meningkatkan kualitas dan mutu dari pendidikan tersebut. Berbagai cara
dilakukan, salah satunya adalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), dan
sebagainya.
Atas dasar pemikiran tersebut, penulis dari Program Studi D III Adm.Perpajakan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU bermaksud mengadakan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM) di KPP Pratama Medan Kota.
Dengan berlakunya undang-undang nomor 6 tahun 1983, UU nomor 9 tahun 1994
dan UU nomor 16 tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
undang-undang nomor 28 tahun 2007 (selanjutnya disebut dengan undang-undang-undang-undang KUP) dan
undang-undang nomor 7 tahun 1983, undang-undang nomor 7 tahun 1991, undang–
penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang nomor 36
tahun 2008 (selanjutnya disebut undang-undang PPh). Bahwa sistem pemungutan
pajak di Indonesia, khususnya pajak penghasilan (PPh) adalah berdasarkan sistem
self assessment dimana dalam sistem ini masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan
dan tanggungjawab untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melapor sendiri besarnya pajak yang harus diayar sehingga
mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun
kenyataannya tingkat kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya masih sangat rendah.
Dengan melihat semakin menurunnya kesadaran Wajib Pajak dalam melakukan
kewajiban perpajakan dan banyaknya Wajib Pajak yang tidak memenuhi dan menaati
secara teratur dan disiplin dalam membayar dan melapor Pajak Penghasilannya dan
banyaknya Wajib Pajak yang enggan untuk membayar pajaknya bahkan berusaha
menghindari kewajiban untuk membayar PPh-nya maka dengan ini penulis
mengangkat judul mengenai, pengawasan pelunasan PPh pasal 21 di KPP Pratama
Medan Kota. Ditujukan untuk lebih mengetahui tingkat kesadaran bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
a. Untuk mengetahui bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh
KPP Pratama Medan Kota terhadap tingkat kepatuhan pelunasan
PPh pasal 21.
b. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pelunasan PPh pasal 21 di
KPP Pratama Medan Kota.
c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh KPP
Pratama Medan Kota terhadap tingkat kepatuhan pelunasan PPh
pasal 21.
2. Mamfaat PKLM
a. Bagi penulis untuk menambah pengetahuan dan pengalaman
belajar dibidang perpajakan khususnya Pajak Penghasilan.
b. Bagi universitas untuk meningkatkan hubungan yang baik
antara perguruan tinggi khususnya FISIP USU dengan dunia
usaha.
c. Bagi kantor/instansi untuk meningkatkan hubungan baik antara
dunia usaha dengan dunia pendidikan dan instansi tersebut dapat
melihat sampai dimana perkembangan pengetahuan yang
C. Ruang lingkup PKLM
Dalam hal ini penulis melakukan PKLM di KPP pratama Medan Kota. Adapun
yang menjadi ruang lingkup PKLM adalah menyangkut prosedur pengawasan
pelunasan PPh pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota. Dalam PKLM ini penulis ingin
mendapat serta mengetahui tentang pengawasan dan tata cara pelunasan PPh pasal 21
dan tingkat kepatuhan pelunasan PPh pasal 21 serta ingin mengamati langsung tata
cara pelunasan PPh pasal 21 di KPP Pratama Medan Kota tahun 2006 sampai dengan
tahun 2007.
D. Metode PKLM
Metode yang digunakan penulis dalam kegiatan PKLM ini adalah sbb:
1. Persiapan
Kegiatan persiapan yaitu pengajuan judul, peninjauan objek dan
lokasi, konsultasi dengan pihak Program Diploma III Perpajakan.
2. Studi Literatur
Kegiatan studi literatur yaitu kegiatan pemahaman
ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku dari berbagai referensi antara
lain: buku-buku perpajakan, undang-undang perpajakan, surat
edaran, keputusan-keputusan menteri keuangan dan lain-lain yang
dikumpulkan oleh penulis.
Yaitu kegiatan pengamatan secara langsung terhadap objek PPh
pasal 21 diwilayah kerja KPP Pratama Medan Kota
4. Pengumpulan Data
Yaitu kegiatan mengumpulkan data/keterangan dan informasi
mengenai PPh pasal 21 berupa:
a. Data primer
Dilakukan melalui:
1. Wawancara
Yaitu melakukan interview langsung kepada Kepala
Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON) yang dapat
menjelaskan masalah yang berhubungan dengan PPh pasal 21.
2. Observasi
yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap objek
yang hendak diteliti untuk mendapat data dan informasi.
b. Data skunder
Dilakukan melalui studi kepustakaan yaitu dengan
mengumpulkan bahan-bahan dari beberapa buku perpajakan,
undang-undang perpajakan, surat edaran Dirjen Pajak, majalah pajak dan
keputusan menteri keuangan.
5. Analisis dan Evaluasi
Yaitu informasi data-data yang dikumpulkan dianalisis dan
E. Metode pengumpulan data
1. Wawancara
Yaitu kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
interview atau tanya jawab secara langsung dengan kepala seksi
Pegawasan dan Konsultasi (WASKON) yang dapat menjelaskan
masalah yang berhubungan dengan PPh pasal 21.
2. Observasi
Yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap PPh pasal 21 untuk
mendapat data dan informasi
3. Dokumentasi
Yaitu dengan mengumpulkan dokumen dan data-data yang berkaitan
dengan PPh pasal 21.
F. Sistematika penulisan laporan PKLM
Adapun sistematika dalam penyusunan laporan tugas akhir ini adalah:
BAB I. : PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahuluan antara lain menguraikan tentang
latar belakang PKLM, tujuan dan mamfaat PKLM, ruang
lingkup PKLM, metode PKLM, metode pengumpulan data dan
sistematika penulisan laporan PKLM.
BAB II. : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
Pada bab ini penulis menguraikan tentang sejarah singkat
kerja KPP Pratama Medan Kota, struktur organisasi,
bidang-bidang kerja KPP Pratama Medan Kota, deskripsi kerja KPP
Pratama Medan Kota.
BAB III. : GAMBARAN DATA PAJAK
Pada bab ini dibahas mengenai ketentuan, objek dan subjek
pajak PPh pasal 21, cara perhitungan dan cara penyetoran dan
pelaporan PPh pasal 21.
BAB IV. : ANALISA DAN EVALUASI
Pada bab ini penulis menguraikan tentang pengawasan SPT
massa PPh pasal 21, analisa tingkat kepatuhan pemotong PPh
pasal 21 dan hambatan-hambatan yang dihadapi di KPP
Pratama Medan Kota terhadap pelunasan PPh pasal 21.
BAB V. : KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari PKLM mengenai pengawasan pelunasan PPh
pasal 21 dan saran yang dikemukakan untuk menambah
BAB II
GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN KOTA
A. Sejarah Singkat Berdirinya KPP Pratama Medan Kota
Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor
Pelayanan Pajak pada masa itu bernama Belasting, yang kemudian setelah
kemerdekaan berubah nama menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah
lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jenderal
Pajak Keuangan Republik Indonesia. Di Sumatera Utara pada tahun 1976 berdiri tiga
kantor inspeksi pajak, yaitu :
1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan
2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara
3. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar
Pada tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua
yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk
memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan pertumbuhan
ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah Kantor Inspeksi Medan Timur.
Dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat di dalam pelayanan
pembayaran pajak, maka berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 267/KMK.01/1989, diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada
diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak, sekaligus dibentuknya Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.758/KMK.01/1993 tertanggal 3 Agustus 1993, maka pada tanggal 1 April 1994
didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.
Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur merupakan pecahan dari tiga Kantor
Pelayanan Pajak, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
Terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah
menjadi empat wilayah kerja, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
443/KMK.01/2001 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak” yang mana Kantor Pelayanan Pajak di Kotamadya Medan menjadi
enam wilayah kerja, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, ruang lingkupnya meliputi wilayah :
2) Kecamatan Medan Area
3) Kecamatan Medan Tembung
4) Kecamatan Medan Perjuangan
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
1) Kecamatan Medan Barat
2) Kecamatan Medan Sunggal
3) Kecamatan Medan Petisah
4) Kecamatan Medan Helvetia
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
1) Kecamatan Medan Kota
2) Kecamatan Medan Denai
3) Kecamatan Medan Johor
4) Kecamatan Medan Amplas
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
1) Kecamatan Medan Polonia
2) Kecamatan Medan Maimun
3) Kecamatan Medan Baru
4) Kecamatan Medan Tuntungan
5) Kecamatan Medan Selayang
5. Kantor Pelayanan Pajak medan Belawan, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
1) Kecamatan Medan Belawan
3) Kecamatan Medan Labuhan
4) Kecamatan Medan Deli
6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai
1) Kota Binjai
2) Kabupaten Langkat
B. Ruang Lingkup Wilayah Kerja KPP Pratama Medan Kota
Adapun ruang lingkup Wilayah KPP Pratama Medan Kota adalah sebagai
berikut:
a) Kecamatan Medan Kota
b) Kecamatan Medan Denai
c) Kecamatan Medan Johor
d) Kecamatan Medan Amplas
C. Struktur Organisasi kantor Pelayanan Pajak Medan Kota
Kantor Pelayanan Pajak dipimpin oleh seorang kepala kantor yang bertugas
melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan dalam daerah
wewenangnya berdasarkan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak. Secara
umum tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama meliputi :
1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek
2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan,
3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya,
4. Penyuluhan perpajakan,
5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak,
6. Pelaksanaan Ekstensifikasi,
7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak,
8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak
9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak,
10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan,
11. Pelaksanaan Intensifikasi,
12. Pembetulan ketetapan pajak,
13. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan atau Bangunan,
14. Pelaksanaan administrasi kantor.
Adapun struktur organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Kota adalah struktur organisasi linier dan staf yang berada dibawah seorang
koordinasi Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara, dimana
seluruh pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen
Keuangan RI.
Kantor Pelayanan Pajak dapat digolongkan menjadi 2 (dua) tipe, yaitu tipe A
tergolong dalam skala besar, yang biasanya di ibukota propinsi sedangkan KPP tipe B
merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya tidak melebihi dari
wilayah kerja Kantor pelayanan Pajak tipe A, biasanya berada di kotamadya dan
kabupaten, jadi berdasarkan wilayah diatas maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Kota dapat digolongkan KPP tipe A karena wilayahnya berkedudukan di
ibukota Propinsi Sumatera Utara.
Namun berdasarkan SK. Menkeu RI No.162/KMK.01/1997 tanggal 10 April
1997 tentang peningkatan KPP tipe B menjadi tipe A,sehingga dengan adanya surat
keputusan itu KPP tipe B tidak ada lagi di kantor wilayah I Dirjen Pajak Sumbagut.
Berdasarkan SK. Menkeu RI No. 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994
tentang susunan organisasi Departemen Keuangan, maka tipe A terdiri dari Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota, membawahi 1 sub bagian, 8 seksi, 1 kantor
penyuluhan ditambah kelompok tenaga fungsional (yang berada diluar struktur
organisasi Kantor Pelayanan Pajak) yakni terdiri dari:
1. Sub Bagian Tata Usaha (TU)
2. Seksi Tata Usaha dan Perpajakan (TUP)
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
4. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi
5. Seksi Pajak Penghasilan Badan
6. Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya
9. Seksi Penerimaan dan Keberatan
10. Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan
Namun setelah adanya modernisasi perpajakan tahun 2006 s.d 2008 Kantor
Pelayanan Pajak Pratama yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan maka
Kantor Pelayanan Pajak Pratama terbagi menjadi beberapa seksi yaitu :
Sub bagian Umum
1. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
2. Seksi Pelayanan
3. Seksi Penagihan
4. Seksi Pemeriksaan
5. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
10. Kelompok Jabatan Fungsional
D. Bidang-Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota 1. Sub Bagian Umum (Subbag. Umum)
Sub Bagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan Tata Usaha,
Kepegawaian, Keuangan dan Rumah Tangga. Sub Bagian Umum membawahi 3
1. Koordinator Pelaksana Tata Usaha dan Kepegawaian
2. Koordinator Pelaksana Keuangan
3. Koordinator Rumah Tangga
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (Seksi PDI)
Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan, urusan
pengolahan data dan informasi, pembuatan monografi pajak, penggalian potensi
perpajakan serta ekstensifikasi Wajib Pajak.
Seksi Pengolahan Data dan Informasi membawahi 3 (tiga) koordinator
pelaksana yaitu :
1. Koordinator Pelaksana PDI I, bertugas untuk melaksanakan pengolahan
data keluaran dan masukan
2. Koordinator Pelaksana PDI II, bertugas untuk melaksanakan pegolahan
data dan menyajikan informasi perpajakan.
3. Koordinator Pelaksana PDI III, bertugas untuk melaksanakan penggalian
potensi perpajakan, ekstensifikasi wajib pajak dan membuat monografi
perpajakan.
3. Seksi Pelayanan
Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan
produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,
penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta melakukan kerja
sama perpajakan. Seksi Pelayanan membawahi 3 (tiga) koordinator pelaksana yaitu :
1. Koordinator Pelaksana Pelayanan Terpadu
2. Koordinator Pelaksana Surat Pemberitahuan
3. Koordinator Penyuluhan Perpajakan
4. Seksi Penagihan
Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang
pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan
penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
Seksi Penagihan membawahi 2 (dua) Koordinator Pelaksana yaitu :
1. Koordinator Pelaksana Tata Usaha Piutang Pajak.
2. Koordinator Pelaksana Penagihan Aktif.
5. Seksi Pemeriksaan
Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana
pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan
penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan
perpajakan lainnya.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 426/PM.1/2007 tentang Uraian Jabatan
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak mengatur :
“Uraian tugas dan kegiatan Kepala Seksi Pemeriksaan antara lain menyususn
Daftar Nominatif dan atau Lembar Pemeriksaan Wajib Pajak yang akan
Penugasan Pemeriksaan (LP2) Wajib Pajak yang akan diperiksa, dan
menerbitkan dan menyalurkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3), Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak dan Surat Pemanggilan Pemeriksaan Pajak
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan
pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 426/PM.1/2007 tentang Uraian Jabatan
Instansi Vertikal Direktoral Jenderal Pajak mengatur :
“Uraian tugas dan kegiatan Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan antara lain
melaksanakan penerbitan dan penatausahaan Surat Himbauan NPWP dan atau
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), meny menyusun Daftar Nominatif Wajib
Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka pemberian
NPWP dan atau pengukuhan PKP secara jabatan, dan membimbing pelaksanaan dan
penatausahaan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka pemberian NPWP dan
atau pengukuhan PKP secara jabatan”.
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, Seksi Pengawasan Dan Konsultasi IV,
masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak, bimbingan / himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis
rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, usulan
pembetulan ketetapan pajak, usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dan melakukan evaluasi hasil
banding.
8. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah jabatan Fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan. Setiap kelompok tersebut
dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Wilayah dan Kepala KPP Pratama yang bersangkutan. Adapun jumlah Jabatan
Fungsional tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan
jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
E. Deskripsi Kerja KPP Pratama Medan Kota 1 Sub. Bagian Umum
Sub. Bagian Umum mempunyai prosedur standar kerja sebagai berikut :
a. Penerimaan dokumen di KPP
b. Pemrosesan dan penetausahaan dokumen masuk
c. Pelaksanaan pelantikan, sumpah dan serah terima jabatan serta pengambilan
sumpah Pegawai Negeri Sipil (PNS)
d. Pelaksanaan pembayaran tagihan melalui mekanisme langsung kepada
e. Pemusnahan dokumen, penyusunan laporan berkala KPP dan pembuatan
laporan tahunan.
f. Penyusunan tanggapan/tindak lanjut terhadap Surat Hasil Pemeriksaan
(SHP)/Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Itjen Depkeu/BPK/BPKP/Unit
Fungsional Pemeriksa Lainnya dan lain-lain.
2 Seksi Pengolahan Data dan Infomasi
Adapun prosedur standar kerja Seksi Pengolahan Data dan Informasi adalah :
a. Penyusunan rencana penerimaan pajak berdasarkan potensi pajak,
perkembangan ekonomi dan keuangan
b. Penatausahaan penerimaan PBB Non Elektronik
c. Pemrosesan dan Penatausahaan dokumen masuk di Seksi PDI
d. Pembuatan dan penyampaian Surat Perhitungan dikirim ke Kantor Pelayanan
Pajak lain
e. Pembentukan dan pemanfaatan Bank Data dan lain-lain.
3 Seksi Pelayanan
Seksi Pelayanan mempunyai prosedur standar kerja sebagai berikut :
a. Penatausahaan surat, dokumen, dan laporan wajib pajak pada Tempat
Pelayanan Terpadu (TPT)
b. Penyelesaian pemindahan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) lama
dan baru
c. Penyelesaian permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
e. Penyelesaian permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh
f. Penerbitan Surat Teguran penyampaian SPT Masa dan SPT Tahunan PPh
g. Pelaksanaan pemenuhan permintaan konfirmasi dan klarifikasi dan lain-lain.
4 Seksi Penagihan
Seksi penagihan mempunyai prosedur standar kerja :
a. Pemrosesan dan penatausahaan dokumen masuk di Seksi Penagihan
b. Penatausahaan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (STP) beserta
bukti pembayarannya
c. Penyelesaian Usulan Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
d. Penerbitan STP Bunga Penagihan, Surat Teguran Penagihan, Surat Paksa dan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) serta Surat Keputusan
Pencabutan Sita
e. Pembuatan Usulan Pencegahan dan Penyanderaan terhadap wajib pajak
tertentu dan lain-lain
5 Seksi Pemeriksaan
Seksi Pemeriksaan mempunyai prosedur standar kerja sebagai berikut :
a. Penyelesaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Lebih Bayar
b. Penyelesaian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Penjualan Barang Mewah
d. Pengamatan KPP, pemeriksaan kantor, pemeriksaan lapangan dan
penyelesaian Usulan Pemeriksaan dan lain-lain.
6 Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Adapun prosedur standar kerja Seksi Ekstensifikasi Perpajakan di KPP adalah
sebagai berikut :
a. Pendaftaran objek pajak baru dengan penelitian kantor maupun lapangan
b. Penerbitan Surat Himbauan untuk ber-NPWP
c. Pencarian data potensi perpajakan dalam rangka pembuatan Monografi Fiskal
d. Penyelesaian Permohonan Penundaan Pengembalian SPOP dan mutasi
sebagian atau seluruhnya objek dan subjek pajak PBB
e. Penerbitan daftar nominatif untuk usulan SP3 PSL Ekstensifikasi dan lain-lain
7 Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Seksi Pengawasan dan Konsultasi mempunyai prosedur standar kerja sebagai berikut :
a. Penyelesaian permohonan penggunaan nilai buku dalam rangka
penggabungan usaha, pengambilalihan usaha, atau pemekaran usaha
b. Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) dan Surat
Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB)
c. Penyelesaian Permohonan Pembetulan Ketetapan Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di KPP
d. Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
e. Penyelesaian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh
atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan
f. Pembuatan Surat Pemberitahuan perubahan besarnya angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 (Dinamisasi) dan lain-lain.
8 Kelompok Jabatan Fungsional
Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional
masing-masing berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan
fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai
kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Setiap kelompok dikoordinasikan oleh
pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala KPP
Pratama yang bersangkutan.
Setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPP, Kepala KPPBB, atau Kepala
Karikpa yang bersangkutan.
9 Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
KP2KP mempunyai tugas melakukan urusan pelayanan, penyuluhan, dan
konsultasi perpajakan kepada masyarakat serta membantu Kantor Pelayanan Pajak
Pratama dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. KP2KP adalah instansi
vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab
Dalam melaksanakan tugasnya KP2KP menyelenggarakan fungsi :
a. Pelaksanaan penyuluhan, sosialisasi, dan pelayanan konsultasi perpajakan
kepada masyarakat,
b. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak,
c. Bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak,
d. Pemberian pelayanan kepada masyarakat di bidang perpajakan dalam rangka
membantu Kantor Pelayana Pajak Pratama,
e. Pelaksanaan administrasi kantor
KP2KP terdiri dari :
1. Petugas Tata Usaha
2. Kelompok Jabatan Fungsional
BAB III
GAMBARAN DATA PAJAK
A. Ketentuan
1. Pengertian pajak
Menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani pajak adalah iuran kepada kas negara yang
dapat dipaksakan yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan
dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan
tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro, SH pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat
jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Drs. Mardiasmo, MBA,
Akt,1987;1)
Menurut undang-undang No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan tata
cara Perpajakan yang dimaksud dengan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengawasi
pelaksanaan pencapaian tujuan dimana pada pengawasan ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya kemungkinan penyimpangan rencana-rencana,
instruksi-instruksi, saran-saran dan sebagainya yang telah ditetapkan. Maka dengan adanya
pengawasan yang baik tujuan yang diharapkan pun tercapai sccara efektif dan efisien.
3. Pengertian pelunasan
Pelunasan adalah Wajib Pajak menunaikan kewajibannya untuk membayar
lunas hutang pajaknya.
4. Pengertian PPh pasal 21
Pajak Penghasilan pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan pembayaran lainnya sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri.
5. Dasar hukum PPh pasal 21
a. Undang-undang No.6 tahun 1983, UU No.9 tahun 1994, UU No 16
tahun 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan undang-undang No.28
tahun 2007.
b. Undang-undang No. 7 tahun 1983, UU No. 7 tahun 1991, UU No.10
tahun 1994, dan Undang-undang No. 17 tahun 2000 UU No.36 tahun
c. Peraturan Pemerintah No. 149 tahun 2000 tentang pemotongan Pajak
Penghasilan pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang
tebusan pensiun, dan Tunjangan Hari Tua daan Jaminan Hari Tua.
d. Peraturan Pemerintah pemerintah No.138 tahun 2000 tentang
penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Perluasan Pajak Penghasilan
dan tahun berjalan.
e. Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan
bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, dan para
pensiun atas penghasilan yang dibebankan kepada Keuangan Negara
Atau Keuangan Daerah.
f. KEP MENKEU No. 520/KMK.04/1998 tanggal 18 desember 1998
tentang bagian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai
harian dan mingguan serta pegawai tetap lainnya yang tidak dikenakan
pemotongan Pajak Penghasilan.
g. KEP MENKEU No. 521/KMK.04/1998 tanggal 18 desember 1998
tentang besarnya biaya jabatan atau biaya pensiun yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto pegawai tetap atau pensiun.
h. KEP MENKEU No. 541/KMK.04/2000 tanggal 22 desember 2000
tentang penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
pajak, tempat pembayaran pajak, tata cara pembayaran penyetoran dan
pelaporan pajak serta tata cara pemberian angsuran atau penundaan
B. Subjek dan Objek PPh pasal 21 1. Subjek Pajak PPh pasal 21
a. Subjek Pajak
Subjek pajak adalah semua orang atau badan yang berpenghasilan di
Indonesia baik selaku warga negara Indonesia (WNI) maupun bukan WNI
dan WNI yang memperoleh penghasilan diluar negeri baik secara
perseorangan maupun dalam bentuk badan.
Menurut pasal 2 ayat (1) UU PPh tahun 1991 dinyatakan bahwa yang
menjadi subjek pajak adalah:
a. Terbagi dua yaitu:
a. Orang Pribadi atau perseorangan
b. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan
yang berhak
b. Badan yang terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan
Usaha Milik Negara dan Daerah dengan nama dan dalam bentuk
apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, Firma,
Kongsi, Perkumpulan Koperasi yayasan atau lembaga, dan bentuk
usaha lainnya
c. Bentuk Usaha Tetap
Orang pribadi atau perseorangan adalah subjek pajak, baik bertempat tinggal
Indonesia mulai menjadi subjek pajak pada saat dilahirkan di Indonesia, atau apabila
seseorang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka
ia menjadi subjek pajak pada saat pertama kalinya sejak ia berada di Indonesia. Orang
Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia, tidak lagi
menjadi subjek pajak saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
Bagi Orang Pribadi yang bertempat tinggal di luar Indonesia, baru menjadi
subjek pajak di Indonesia apabila ia dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia. Ia tidak lagi menjadi subjek pajak di Indonesia pada saat tidak
mungkin lagi menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
Pasal 2 ayat (2) UU PPh tahun 1991 membagi subjek pajak menjadi 2 yaitu
Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.
a. Subjek Pajak Dalam Negeri
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:
1. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau Orang Pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
b. Subjek Pajak Luar Negeri
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
1. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan
badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan
dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
b. Wajib Pajak
Wajib Pajak menurut Undang-Undang PPh tahun 1984 adalah Subjek
Pajak yang benar-benar memperoleh penghasilan dan oleh karena itu
berkewajiban untuk membayar pajak. Dengan kata lain, Wajib Pajak adalah
seseorang atau suatu badan yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif dan
objektif.
Adapun yang dimaksud dengan Wajib Pajak PPh pasal 21 adalah setiap
memperoleh penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan atau
pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan atau sebagai imbalan atas jasa sebagaimana dimaksud dalam UU PPh
1984 pasal 21.
Wajib Pajak yang dikenakan pemotongan PPh pasal 21 terdiri dari:
a. Pejabat negara, adalah:
1. Presiden dan Wakil Presiden
2. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota DPR/MPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota.
3. Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.
4. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung.
5. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung.
6. Menteri dan Menteri Negara.
7. Jaksa Agung.
8. Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Provinsi.
9. Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten.
10. Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
b. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah PNS Pusat, PNS Daerah, dan PNS
lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah sebagaimana
diatur dalam undang-undang No.8 tahun 1974.
c. Pegawai, adalah setiap Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan
d. Pegawai Tetap, adalah Orang Pribadi yang bekerja pada pemberi kerja,
yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara
berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan
pengawas yang secara teratur dan terus-menerus ikut mengelola
kegiatan perusahaan secara langsung.
e. Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri, adalah Orang Pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji,
honorarium dan atau imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
dan kegiatan.
f. Pegawai Lepas, adalah Orang Pribadi yang bekerja pada pemberi kerja
yang hanya menerima imbalan apabila Orang Pribadi yang
bersangkutan bekerja.
g. Penerima Pensiun, adalah Orang Pribadi atau ahli warisnya yang
menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan
dimasa lalu, termasuk Orang Pribadi atau ahli warisnya yang menerima
Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
h. Penerima honorarium, adalah Orang Pribadi yang menerima atau
memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan
i. Penerima upah, adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah
mingguan, upah borongan, atau upah satuan.
Catatan:
1. Kegiatan adalah keikutsertaan dalam suatu rangkaian tindakan, termasuk
mengikuti rapat, sidang, seminar, workshop, pendidikan, pertunjukan, dan
olah raga.
2. Upah harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah
hari kerja.
3. Upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara
mingguan.
4. Upah borongan adalah upah yang terutang atau upah yang dibayarkan atas
dasar penyelesaian pekerjaan tertentu.
5. Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar
banyaknya satuan produk yang dihasilkan.
2. Objek PPh pasal 21
Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 21 adalah:
a. Penghasilan teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan,
upah,honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau
dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa
jasa produksi, tantiem, gratifikasi, Tunjangan Cuti, Tunjangan Hari
Raya, Tunjangan Tahun Baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan
sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap. Pemberian hadiah secara
cuma-cuma oleh Wajib Pajak pemberi kerja kepada para pegawainya
adalah sama dengan bonus atau gratifikasi (SE-56/PJ.42/1999).
c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan.
d. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan
Hari Tua (JHT), uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis.
e. Honorarium, uang saku, hadiah, komisi, bea siswa dan pembayaran
lain.
f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan
gaji yang diterima oleh Pejabat Negara dan PNS.
g. Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait
dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda
atau dan atau anak-anaknya.
h. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak.
Bukan objek PPh pasal 21
a. Pembayaran asuransi dari perusahaan Asuransi Kesehatan, Asuransi
Kecelakaan, Asuransi Jiwa, Asuransi Bea Siswa.
b. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan lainnya dalam bentuk
apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak.
c. Iuran Pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh menteri keuangan dan Tunjangan Hari Tua yang
dibayarkan oleh penyelenggara.
d. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja
e. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dan badan atau
lembaga amil zakat.
Pengurangan yang diperbolehkan
Untuk mencari PPh pasal 21 terlebih dahulu harus dicari penghasilan
neto dengan cara penghasilan bruto untuk pegawai tetap dikurangi dengan:
a. Biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang besarnya 5 % dari penghasilan bruto dengan
ketentuan maksimum Rp. 6.000.000 atau Rp. 500.000 per bulan.
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar pegawai kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan atau
kepada badan penyelenggara jamsostek.
C. Cara perhitungan
a. Cara menghitung PPh pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap
Mencari penghasilan neto sebulan, penghasilan bruto dikurangi
dengan iuran Jaminan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.
Untuk memperoleh penghasilan setahun maka penghasilan neto
sebulan dikalikan dua belas
Penghasilan neto setahun dikurang PTKP setahun kemudian
diterapkan tarip pajak sesuai dengan pasal 17
Untuk memperoleh PPh pasal 21 sebulan maka jumlah PPh pasal 21
setahun dibagi dua belas
Contoh : Tuan Budin status kawin mempunyai 3 orang anak pegawai
PT. Makmur Sentosa dengan gaji 1 bulan Rp.8.000.000 PT. Makmur
Sentosa membayar premi asuransi kecelakaan kerja dan kematian
masing-masing 2% dan 1% disamping itu membayar iuran pensiun
dan THT 5% dan 3% dan Tuan Budin membayar iuran pensiun 4% dan
2%. Hitunglah PPh pasal 21 tiap bulan tahun 2008 !
Jawab :
Gaji : 8.000.000
Premi asuransi kecelakaan 2% 160.000
Premi asuransi kematian 1% 80.000 + Penghasilan Bruto 8.240.000
Pengurangan :
Biaya jabatan 5 % x 8.240.000 = 412.000
Iuran pensiun 4% = 320.000 THT 2% = 160.000 +
Penghasilan neto 1 bulan 7.348.000
Penghasilan neto 1 tahun 12 x 7.348.000 = 88.176.000
PTKP : WP 15.840.000 Kawin 1.320.000
3 anak 3.960.000 + 21.120.000 PKP 67.056.000
PPh pasal 21 terutang
5 % x 50.000.000 = 2.500.000 15 % x16.056.000 = 2.408.000 + PPh setahun 4.908.000
PPh sebulan 1/12 x 4.908.000 = 409.000
Jadi, PPh pasal 21 terutang 1 bulan adalah 409.000
b. Cara penghitungan PPh pasal 21 pegawai tetap karyawati
Dalam hal karyawati telah menikah/kawin PTKP yang diberikan
hanya untuk diri sendiri. Misal, Susi pegawai tetap status kawin
mempunyai tiga anak maka PTKP-nya hanya untuk dia sendiri,
anak diletakkan pada suami. Dalam hal karyawati tersebut belum
menikah maka PTKP-nya untuk diri sendiri ditambah dengan PTKP
keluarga menjadi tanggungannya.
Bagi karyawati yang telah menikah yang menunjukkan keterangan
terulis dari pemerintah daerah serendahnya kecamatan bahwa
suaminya tidak memperoleh penghasilan maka diberikan tambahan
Contoh : Ny. Lisma adalah seorang karyawati pada PT. Murah Senyum
status kawin mempunyai 3 orang anak memperoleh penghasilan Rp.
5.000.000 1 bulan PT. Murah Senyum masuk program jamsostek
membayar premi asuransi kecelakaan dan premi asuransi kematian 2 %
dan 1% disamping itu PT. Murah Senyum membayar iuran pensiun 4 %
dan THT 2 % suaminya tidak bekerja dan tidak mempunyai penghasilan
(surat keterangan camat dari tempat Ny.Lisma berdomisili) hitunglah
PPh pasal 21 tahun 2008 setiap bulan.
Jawab :
Gaji 5.000.000
Premi asuransi kecelakaan 100.000
Premi asuransi kematian 50.000 +
Jumlah penghasilan bruto 5.150.000
Pengurangan
Biaya jabatan 5 % x 5.150.000 = 257.500 Iuran pensiun 4% 200.000 Iuran THT 2 % 100.000 +
557.500 - Penghasilan neto 1 bulan 4.592.500
Penghasilan neto 1 tahun 12 x 4.592.500 = 55.110.000
PTKP
WP 15.840.000 Kawin 1.320.000
3 anak 3.960.000 + 21.120.000 -
PKP 33.990.000
PPh pasal 21 terutang
5 % x 33.990.000 = 1.699.500 (PPh pasal 21 setahun) 1/12 x 1699500 = 141.625 (PPh pasal 21 sebulan)
c. Cara penghitungan PPh pasal 21 pegawai tetap yang memperoleh uang
rapel
Rapel adalah pembayaran kekurangan atas gaji masa
sebelumnya yang disebabkan oleh adanya kenaikan gaji. Untuk
menghitung PPh pasal 21 atas uang rapel pertama dihitung PPh pasal
21 sebelum kenaikan gaji setelah itu dihitung PPh pasal 21 setelah
kenaikan gaji selisih antara PPh pasal 21 setelah kenaikan dikurangi
dengan PPh pasal 21 sebelum kenaikan maka itulah PPh pasal 21 atas
uang rapel.
Contoh : Juliardi status kawin belum punya anak pegawai pada PT.
PASONANG ROHA dengan gaji Rp.4.000.000. 1 bulan PT.
PASONANG ROHA membayar premi asuransi kecelakaan kerja dan
kematian masing-masing 2% dan 1% disamping itu membayar iuran
pensiun dan THT 5% dan 3% dan Juliardi membayar iuran pensiun
masing-masing 4% dan 2% pada tanggal 1 mei 2008 Juliardi
menerima kenaikan gaji menjadi 5.500.000 yang berlaku surut tanggal
1 januari 2008 dengan adanya kenaikan gaji tersebut Juliardi
menerima rapel Rp.6.000.000. hitunglah PPh pasal 21 atas uang rapel.
Jawab.
Sebelum kenaikan
Gaji 4000000 Premi auransi kecelakaan 2% 80000 Premi asuransi kematian 1% 40000 +
Pengurangan
Biaya jabatan 5% x 4120000 = 206000 Iuran pensiun 4% 160000 THT 2% 80000 +
348000 -
Penghasilan neto 1 bulan 3772000 Penghasilan neto 1 tahun 12 x 3772000 = 45254000
PTKP
WP 15.840.000 Kawin 1.320.000 +
17160000 -
PKP 28094000
PPh pasal 21
5% x 28094000 = 1404700 (PPh pasal 21 setahun) 1/12 x1404700 = 117058,33 (PPh pasal 21 sebulan)
Setelah kenaikan
Gaji 5500000
Premi auransi kecelakaan 2% 110000
Premi asuransi kematian 1% 55000 +
Jumlah penghasilan bruto 5665000
Pengurangan
Biaya jabatan 5% x 5665000 = 283250 Iuran pensiun 4% = 220000 THT 2% = 110000 +
613250 -
Penghasilan neto 1 bulan 5051750 Penghasilan neto 1 tahun 12 x 5051750 = 60621000
PTKP
WP 15.840.000 Kawin 1.320.000
17160000 PKP 43461000 PPh pasal 21
Penghitungan PPh pasal 21 atas uang rapel
PPh pasal 21 januari – april (setelah kenaikan) 4 x 181087,5 PPh pasal 21 januari – april (sebelum kenaikan) 4 x 117058,33
PPh pasal 21 atas uang rapel 724350
468233,32 -
256116,68
2. Penghitungan PPh pasal 21 atas penghasilan tidak teratur.
Cara penghitungan PPh pasal 21 atas bonus
Menghitung PPh pasal 21 atas gaji ditambah bonus
Menghitung PPh pasal 21 atas gaji saja
Menghitungan PPh pasal 21 atas bonus dengan cara mengurangkan
PPh pasal 21 atas gaji ditambah bonus dengan PPh pasal 21 atas
gaji saja
Contoh : Rahyuni, SE status kawin mempunyai 1 orang anak bekerja
pada PT. ADIL dengan gaji 10000000 sebulan untuk tahun 2008. PT
adil mengikuti program jamsostek membayar premi asuransi kecelakaan
kerja dan premi asuransi kematian untuk Rahyuni 2% dan 1%
disamping itu pemberi kerja juga menanggung iuran pensiun 4% dan
THT 2%. Dalam bulan mei 2008 Rahyuni menerima bonus sebesar
Rp.15000000 hitung PPh pasal 21 atas bonus tersebut.
Jawab :
PPh pasal 21 atas gaji + bonus
Gaji 10000000
Premi asuransi kematian 1% 100000 +
Jumlah penghasilan bruto 10300000 Gaji 1 tahun 12 x 10300000 = 123600000
Bonus 15000000 +
Penghasilan teratur dan tidak teratur 138600000
Pengurangan Biaya jabatan 5% x 138600000 = 6930000 Yang boleh 500000 x 12 = 6000000
Iuran pensiun 4% 4800000
Iuran THT 2% 2400000 +
13200000 -
Penghasilan neto 125400000
PTKP WP 15840000 -
PKP 109560000
PPh pasal 21 gaji + bonus 5% x 50000000 = 2500000 15% x 50000000 = 7500000 25% x 9560000 = 2390000 + 12390000
PPh pasal 21 atas gaji saja Gaji 10000000
Premi auransi kecelakaan 2% 200000
Premi asuransi kematian 1% 100000 +
Penghasilan teratur sebulan 10300000
Penghasilan teratur setahun 12 x 10300000 = 123600000 Pengurangan Biaya jabatan 5% x 123600000 = 6180000 Yang boleh 6000000
Iuran pensiun 4% 4800000
Iuran THT 2% 2400000 +
13200000 -
Penghasilan neto 110400000
WP 15840000 -
PKP 94560000
PPh pasal 21 atas gaji
5% x 50000000 = 2500000 15% x 44560000 = 6684000 +
9184000
PPh pasal 21 atas bonus adalah
PPh pasal 21 atas gaji + bonus 12390000 PPh pasal 21 atas gaji saja 9184000 -
3206000
3. Penghitungan PPh pasal 21 atas uang pesangon, uang tebusan pensiun dan
Tunjangan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT).
Atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun, THT/JHT yang dibayarkan
sekaligus oleh badan peyelenggara pensiun atau penyelenggara jamsostek
dipotong PPh yang bersifat final oleh pihak yang membayarkan sebagai berikut:
Penghasilan bruto diatas 25 juta sampai dengan 50 juta sebesar 5 %
Penghasilan bruto diatas 50 juta sampai dengan 100 juta sebesar 10 %
Penghasilan bruto diatas 100 juta sampai dengan 200 juta sebesar 15% Penghasilan bruto diatas 200 juta sebesar 25 %
Contoh soal :
Rahmiani pada bulan desember menerima pesangon dari PT jaya selalu
sebesar Rp 150.000.000 Hitunglah pph psl 21 nya.
Penghasilan bruto – Rp.25000000 x tarif pasal 17
150.000.000 – 25.000.000 = 125.000.000
5% x 25.000.000 = 1.250.000
10% x 50.000.000 = 5.000.000
15% x 50.000.000 = 7.500.000
13.750.000
Jadi, PPh pasal 21 atas uang pesangon adalah 17500000
4. penghitungan pemotongan PPh pasal 21 upah harian, upah mingguan, dan
upah borongan.
penghasilan bruto yang diterima oleh pegawai harian, mingguan,
pemagang atau pegawai tidak tetap lainnya berupa upah harian, mingguan, upah
satuan, upah borongan atau uang saku harian yang jumlahnya tidak melebihi
150.000 per hari sepanjang 1 bulan takwim tidak dikenakan pajak apabila
upahnya melebihi batas tersebut sepanjang 1 bulan tidak melebihi1.320.000
dikenakan PPh pasal 21 sebesar 5% atas kelebihan upah tersebut. Apabila upah
satu bulan melebihi ketentuan diatas kepada Wajib Pajak diberikan PTKP sesuai
ketentuan.
Contoh: agustus 2009
Amir kawin 2 anak pegawai harian PT adil
Upah sehari tahun 2009 adalah 160.000
Jawab :
PPh pasal 21 sehari
Upah 160.000
Kena pajak 10.000
PPh pasal 21 sehari 5% x 10.000 = 500 (tgl 1- tanggal 8)
Pph pasal 21 ke-9
Upah 9 hari 9 x 160.000 = 1.440.000
PTKP 9 hari 9/360 x 19.800.000 = 495.000 -
PKP 945.000
PPh psl 21 hari ke-9 5 % x 945.000 = 47.250
PPh psl 21 8 hari 8 x 500 4.000-
PPh psl 21 hari ke 9 43.250
PPh pasal 21 hari ke-10
Gaji 160.000 PTKP 1/360 x 19.800.000 = 55.000 -
105.000
5% x 105.000 = 5250
Tarif pasal 17 UU No. 36 tahun 2008 tentang PPh
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif
Sampai dengan Rp. 50 juta
Diatas Rp.50 juta s/d Rp.250 juta
Diatas Rp.250 juta s/d Rp.500 juta
Diatas Rp.500 juta
5 %
15 %
25 %
D. Cara penyetoran dan pelaporan pph pasal 21 1. Cara penyetoran pph pasal 21
a. Penyetoran PPh pasal 21 dilakukan dengan menggunakan surat setoran
pajak
b. Penyetoran PPh pasal 21 menggunakan SSP disetor ke bank persepsi,
kantor pos terdekat.
c. PPh pasal 21 disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir.
d. Dalam hal tanggal pembayaran atau penyetoran jatuh tempo pada hari
libur maka pembayaran atau penyetoran harus dilakukan pada hari
kerja berikutnya.
2. Cara pelaporan PPh pasal 21
a. Pelaporan PPh pasal 21 dilakukan dengan menggunakan SPT masa PPh
pasal 21.
b. Pelaporan PPh pasal 21 menggunakan SPT masa PPh pasal 21
dilaporkan ke KPP Pratama setempat.
c. SPT masa PPh pasal 21 dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
d. Dalam hal tanggal jatuh tempo pelaporan bertepatan dengan hari libur,
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI
A. Pengawasan SPT Masa PPh Pasal 21
Pengawasan terhadap SPT Masa PPh pasal 21 adalah merupakan suatu proses
pengamatan yang dilakukan oleh KPP terhadap pelaporan pelaksanaan kewajiban
yang dilaksanakn oleh pemotong pajak dalam bentuk SPT Masa PPh pasal 21,
sehingga dapat diketahui apakah pemotong pajak tersebut telah melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan atau belum
melaksanakan kewajibannya. Pelunasan PPh pasal 21 yang terhutang oleh Wajib
Pajak adalah adalah dengan cara pelunasan melalui pihak ketiga. Dengan cara
tersebut fiskus telah memberikan kepercayaan kepada pihak ketiga (pemotong pajak)
untuk melakukan pemotongan PPh pasal 21 atas penghasilan.
Kepercayaan yang diberikan kepada pihak ketiga tersebut perlu pengawasan
dari pihak aparatur perpajakan. Hal ini untuk menanggulangi adanya kemungkinan
pemotong pajak yang melakukkan penyalahgunaan kepercayaan yang telah diberikan
oleh fiskus kepadanya. Jika tanpa disertai adanya pengawasan yang baik , maka tidak
mungkin pelunasan PPh pasal 21 melalui pihak ketiga tersebut dapat berhasil sesuai
dengan yang diharapkan. Pengawasan tersebut dilakukan oleh fiskus terhadap laporan
yang disampaikan oleh Pemotong Pajak PPh pasal 21, yang berupa SPT Masa dan
Kegiatan pengawasan terhadap SPT Masa PPh pasal 21 tersebut melalui
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Kegiatan pengawasan terhadap SPT Massa PPh pasal 21 adalah melalui
petugas penerima SPT Masa PPh pasal 21, petugas tersebut menerima dan
mengecek SPT Masa PPh pasal 21 yang disampaikan oleh pemotong pajak.
Pengecekan yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Apakah pemotong pajak tersebut memang berada dibawah
wewenang pengawasan KPP Pratama yang bersangkutan. Hal ini
dilakukan dengan jalan meneliti tiga digit terakhir dari susunan
NPWP Pemotongan PPh pasal 21 yang tercantum dalam SPT
Masa PPh pasal 21.
b. Kelengkapan SPT Masa PPh pasal 21
Apabila SPT Masa tersebut belum lengkap, maka tidak dapat diterima
oleh petugas SPT Masa PPh pasal 21, dikatakan lengkap apabila:
Kolom-kolomnya telah lengkap diisi.
Telah dicantumkan nama, NPWP, dan telah ditandatangani.
Dilampiri dengan lembar ketiga SSP, daftar bukti pemotongan PPh
pasal 21 apabila ada pemotongan PPh pasal 21 atas penghasilan
karyawan honorer.
SPT Masa PPh pasal 21 yang telah lengkap dibubuhi tanda terima yang
tanda tangan dari petugas penerima. Apabila pemotong PPh pasal 21
mengirimkan SPT Masa melalui pos, maka tanggal diterima SPT Masa
tersebut adalah sama dengan stempel pos tercatat.
2. Meneliti tanggal penyetoran pada SSP lembar ketiga yang dilampirkan
dalam SPT Masa PPh pasal 21dan juga tanggal pelaporan SPT Masa.
Apabila tanggal penyetoran dan atau tanggal pelaporan melewati batas akhir
penyetoran/ pelaporan, maka SPT Masa tersebut dipisahkan untuk
diperhitungkan pengenaan sanksinya.
3. Mencatat SPT Masa PPh pasal 21 yang telah diteima kedalam buku register
penerimaan SPT Masa PPh pasal 21. Pencatatan dalam buku register ini
dikelompokkan per masa pajak meliputi:
a. Tanggal penerimaan SPT Masa PPh pasal 21
b. Nomor urut
c. Nama pemotong pajak dan NPWP-nya
d. Jumlah uang yang disetor
4. SPT Masa PPh pasal 21 beserta lampirannya yang telah ditatausahakan
kemudian disimpan dalam snellhecter untuk setiap pemotong pajak. Pada
halaman muka dari setiap snellhecter yang digunakan untuk
menatausahakan SPT Masa PPh pasal 21 tersebut dicantumkan hal-hal
sebagai berikut:
a. NPWP Pemotong Pajak penghasilan (PPh) pasal 21
c. Tanggal diterimanya SPT masa PPh pasal 21 dan jumlah setoran
yang dilaporkan
d. Jumlah setoran masa menurut segi pembayaran (SSP lembar ke-2
yang telah ditera oleh KPKN)
B. Analisa Tingkat Kepatuhan Pemotong PPh Pasal 21
Untuk mengukur tingkat kepatuhan Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) pasal
21, penulis menganalisa tingkat kepatuhan Pemotong Pajak Penghasilan pasal 21
dalam kaitannya dengan SPT Tahunan PPh pasal 21.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Pemotong Pajak Penghasilan pasal 21
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 21 dalam
jangka waktu tiga bulan setelah masa akhir tahun pajak. Jadi Pemotong Pajak
Penghasilan pasal 21 disamping berkewajiban untuk menyetor dan melapor PPh pasal
21 yang dipotongnya untuk setiap masa pajak dalam tahun berjalan juga
berkewajiban untuk menghitung kembali jumlah PPh pasal 21yang terutang setelah
berakhirnya tahun pajak. Apabila berdasarkan hasil perhitungan kembali, ternyata
jumlah PPh pasal 21 yang terhutang lebih besar daripada yang telah dipotong selama
dalam tahun berjalan, maka Pemotong Pajak Penghasilan pasal 21 harus menyetor
PPh pasal 21 yang masih harus disetor tersebut sebelum SPT Tahunan PPh pasal 21
disampaikan ke KPP Pratama. Atas keterlambatan Pemotong Pajak Penghasilan pasal
21 dalam menyetorkan PPh pasal 21 yang masih harus disetor setelah berakhirnya
pemotong Pajak Penghasilan pasal 21 dapat dikenakan sanksi administrasi yaitu
denda sebesar Rp. 100.000
Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pemotongan Pajak Penghasilan PPh
pasal 21 dalam kaitannya dengan SPT Tahunan PPh pasal 21, maka dapat diketahui
dari data-data berikut:
Data Mengenai Pengiriman Dan Penerimaan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
(Periode 2006-2007)
No. Perihal 2007 2006
1 2 3 4
1
2
3
4
Jumlah Wajib Pajak epektif
SPT Kurang Bayar
SPT Lebih Bayar
SPT Nihil
2793
489
2
2302
2774
532
1
2241
Informasi dalam tabel diatas penulis sajikan berdasarkan data-data yang penulis
peroleh mengenai pengiriman dan penerimaan SPT Tahunan PPh pasal 21 tahun
Hal-hal yang dapat dianalisa dari data-data yang disajikan dalam tabel
tersebut yaitu:
Tingkat kepatuhan Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 di KPP
Pratama Medan Kota dalam menyampaikan SPT Tahunan tahun 2007 ternyata
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006. Jumlah Wajib pajak epektif atau
yang menyampaikan SPT pada tahun 2007 adalah sebanyak 2793 sedangkan pada
tahun 2006 hanya sebanyak 2774, itu berarti tingkat kepatuhan pemotong pajak PPh
pasal 21 tahun 2007 mengalami peningkatan sebanyak 19 dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Pada tahun 2006 SPT Kurang Bayar berjumlah 532 sedangkan pada
tahun 2007 hanya sebanyak 489, ini berarti pada tahun 2006 masyarakar Wajib Pajak
masih enggan untuk membayar kewajiban pajaknya atau berusaha memperkecil
jumlah pajaknya sehingga menyebabkan jumlah pajak yang Kurang Bayar, ini juga
menunjukkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak pada tahun 2007 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun 2006.
C. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi KPP Pratama Medan Kota Terhadap Pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 21
Dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang dilakukan penulis di seksi
pengawasan dan konsultasi (WASKON) di KPP Pratama Medan Kota ternyata ada
beberapa hambatan dan kesulitan yang menimbulkan permasalahan dan perlu ditinjau
untuk mencari alternatif pemecahannya. Hambatan yang dihadapi KPP Pratama
1. Masih rendahnya tingkat pengetahuan sebagian dari Wajib Pajak dan
Pemotong Pajak Penghasilan pasal 21.
Masalah lain yang perlu mendapat perhatian adalah masih rendahnya
tingkat kepatuhan sebagian Wajib Pajak/Pemotong Pajak Penghasilan pasal 21
tentang perpajakan, khususnya mengenai PPh pasal 21 dan mekanisme
pelunasannya. Masalah mengenai masih rendahnya tingkat pengetahuan Wajib
Pajak/Pemotong Pajak tentang perpajakan, hingga saat ini masih sangat
memprihatinkan dan seolah sudah menjadi suatu hal yang umum. Namun
masalah ini tidak tidak boleh berkepanjangan dan harus segera diusahakan untuk
memasyarakatkan masalah perpajakan guna meningkatkan pengetahuan
masyarakat khususnya Wajib Pajak dan Pemotong Pajak Penghasilan pasal 21.
Petugas perpajakan juga harus menyadari tentang keadaan tersebut, sehingga
mampu mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi yang disebabkan oleh
kekurangtahuan Wajib Pajak atau Pemotong Pajak penghasilan pasal 21
tersebut.
Salah satu contoh dari masalah kekurangan pengetahuan Pemotong
Pajak mengenai PPh pasal 21 adalah masih banyaknya Pemotong Pajak
Penghasilan pasal 21 yang tidak mengetahui tentang kewajiban melapor tiap
bulannya (terutama jika pajaknya nihil) maupun mengenai jangka waktu kapan
harus menyetor dan melaporkan hasil pemotongan PPh pasal 21. Selain itu juga
cukup rumit, sehingga masih banyak Pemotong Pajak PPh pasal 21 yang merasa
kesulitan untuk melaksanakan kewajibannya.
Adapun rendahnya tingkat pengetahuan Wajib Pajak/Pemotong pajak
PPh pasal 21 kemungkinan disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut
a. Masih kurangnya kegiatan-kegiatan penyuluhan terhadap Wajib
Pajak/Pemotong Pajak PPh pasal 21.
b. Adanya keengganan dari diri Wajib Pajak/Pemotong Pajak PPh
pasal 21 untuk mempelajari perundang-undangan perpajakan,
khususnya mengenai PPh pasal 21 dan cara pelunasannya
c. Adanya kemungkinan bahwa Wajib Pajak/Pemotong Pajak PPh
pasal 21 memang benar-benar tidak tahu dan memang masih
memerlukan bimbingan.
Oleh karena masalah teknis pemotongan PPh pasal 21ini memang cukup
sulit, maka perlu adanya peningkatan kegiatan penyuluhan tentang hal itu,
khususnya apabila ada peraturan-peraturan baru. Penyuluhan dapat dilakukan
secara langsung dengan mengundang Wajib Pajak/Pemotong Pajak PPh pasal 21
dalam suatu forum atau dapat melalui brosur-brosur tentang PPh pasal 21.
Brosur-brosur dapat diberikan pada waktu Wajib Pajak/Pemotong pajak PPh
pasal 21 yang datang melapor ke KPP Pratama. Disamping itu perlu juga
ditempuh usaha untuk menyebarkan buku yang berisi tentang petunjuk teknis
penghitungan dan pemotongan PPh pasal 21 serta hal-hal yang menyangkut
Pajak/Pemotong Pajak memang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Tetapi
peningkatan pengetahuan Wajib Pajak/Pemotong Pajak mutlak diperlukan agar
dapat mendukung efektivitas pelunasan PPh pasal 21.
2. Masih adanya kelemahan dari sistem pelunasan PPh pasal 21.
Sistem pelunasan PPh pasal 21mempunyai beberapa kelemahan yang
dapat dimamfaatkan oleh Wajib Pajak/Pemotong Pajak PPh pasal 21.
Pemamfaatan kelemahan bisa terjadi dalam bentuk usaha menyelundupkan atau
menghindari pajak, sehingga menimbulkan kerugian bagi negara. Hal tersebut
disebabkan oleh sulitnya pengawasan yang dilakukan oleh KPP Pratama,
apabila terdapat kerja sama antara Wajib Pajak yang dipotong PPh pasal 21
dengan Pemotong pajak PPh pasal 21, maka mere