FUNGSI DAN MAKNA WACANA “ MANGULOSI “ PADA UPACARA PERKAWINAN BATAK TOBA : KAJIAN PRAGMATIK
SKRIPSI SARJANA Dikerjakan
O L E H
NAMA : ASPINER PANJAITAN NIM : 060703002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK MEDAN
FUNGSI DAN MAKNA WACANA “ MANGULOSI “ PADA UPACARA PERKAWINAN BATAK TOBA : KAJIAN PRAGMATIK
SKRIPSI SARJANA Dikerjakan
O L E H
NAMA : ASPINER PANJAITAN NIM : 060703002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK MEDAN
FUNGSI DAN MAKNA WACANA “ MANGULOSI “ PADA UPACARA PERKAWINAN BATAK TOBA : KAJIAN PRAGMATIK
Dikerjakan O
L E H
NAMA : ASPINER PANJAITAN NIM : 060703002
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S Drs. Jamorlan Siahaan, M. Hum Nip 19640212 198703 1004 Nip 19590717 198702 1004
Disetujui oleh :
Departeman Bahasa dan Sastra daerah Ketua,
PENGESAHAN
Diterima Oleh
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA SASTRA dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Daerah pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada : Tanggal : Hari :
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Dekan
Dr. Syahron Lubis, M.A Nip 19511013 1976031001
Panitia Ujian :
No Nama Tanda Tangan
Disetujui Oleh :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
MEDAN
Medan, 2010 Departemen Sastra Daerah Ketua,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
perlindunga-Nya dan kasih Tuhan Yesus Kristus menyertai umat yang
mengasihinya dan yang mengasihi semua manusia. Terima Kasih atas
sumbangan pemikiran dari teman satu kos yang sangat berguna serta
pengetahuan tentang penulisan skripsi ini.
Skripsi ini dibuat untuk melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi
oleh setiap mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dalam
bidang ilmu bahasa daerah Batak pada Departemen Sastra daerah.
Judul skipsi ini adalah Fungsi dan Makna Wacana Mangulosi Pada
Upacara Perkawinan Batak Toba, adapun yang menjadi alasan penulis memilih
judul akripsi ini karena judul tersebut belum ada yang mengkaji secara
pragmatik. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan
mengetahui tentang kajian yang terkiandung didalamnya. Untuk memudahkan
pemahaman tentang apa saja yang akan dibahas dalam skripsi ini dimulai dari
bab pertama pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, tujuan
penelitian dan anggapan dasar. Bab kedua kajian pustaka yang terdiri atas
kepustakaan yang relevan dan landasan teori. Bab ketiga metode penelitian
yang terdiri atas metode dasar, lokasi sumber data penelitian, metode
Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna. Oleh sebab itu, dengan
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
menyempurnakan skipsi ini.
Medan, 2010
Penulis,
Ucapan Terima Kasih
Penulis tiada hentinya mengucapkan puji dan syukur serta terima kasih
kepada tuhan yang maha kuasa dan kepada dosen, teman penulis atas
selesainya skripsi ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis tujukan kepada
orang-orang yang sudah banyak membantu penulis dan memberikan arahan,
motivasi, bimbingan dan semangat maupun saran yang penulis terima dari
semua pihak, sehingga setiap kesulitan yang di hadapi dapat terselesaikan
dengan baik.
Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima
kasih yang tidak terhingga kepada :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. Selakau dekan fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara. Pudek I, Pudek II, Pudek III, dan seluruh
pegawai di jajaran Dekan fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S, selaku pembingbing I yang sudah
memberikan arahan dan membantu penulis dalam mengerjakan skripsi
ini.
3. Bapak Drs. Jamorlan Siahaan M.Hum, selaku pembingbing II yang
sudah memberikan arahan, motifasi, dan masukan kepada penulis.
4. Ibu Dra. Asriaty R. Purba M.Hum, sebagai dosen wali dan selalu
5. Dosen-dosen penulis yang dengan kasih sayang memberikan ilmu
dengan ikhlas menyajikan pelajaran yang baik buat penulis yang tidak
dapat disebut satu persatu.
6. Teristimewa kepada orang tua penulis yang sangat saya hormati dan
yang saya sayangi yang telah bersusah payah membingbing penulis
sejak kecil hingga dewasa, yang telah berkorban baik secara moril
maupun material sehingga skripsi ini dapat selesai.
7. Teristimewa kepada Adikku Timson Panjaitan Am.k dan Adikku Rizza
Pazzi Panjaitan penulis yang telah ada di kampung terima kasih telah
membantu penulis baik dalam bantuan moril maupun material serta
dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
8. Buat sobat-sobatku dikos berdikari 78 Nanto Frido Am.d, Frengki
Sitorus, Lamhot Silitonga, Jeki Sibarani , Rommel Sinaga, Kalep
Silitonga. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini terima kasih
atas semuanya.
9. Buat senioran Stambuk’ 03 yang memberikan pemikiran dan
motifasinya saya berterima kasih, Kepada senior Lijen Pasaribu SS, dan
juga kepada senior Martiwan Sitanggang SS. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
10.Buat Stambuk’ 06 yang seangkatan dengan penulis saya ucapkan terima
kasih segala masukan dan saran teman-teman sehingga penulis dapat
11.Buat Stambuk’ 07 selaku junior saya ucapka terima kasih atas
dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan sikripsi dengan baik.
12.Buat Stambuk’ 08 selaku junior saya ucapkan terima kasih atas
dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
13.Buat Stambuk’ 09 selaku junior saya ucapkan terima kasih atas
dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan kripsi ini dengan
baik.
14.Kepada teman-teman semuanya yang telah mendukung penulis yang
tidak dapat saya tuliskan, saya ucapkan terima kasih atas kritik dan saran
yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
AKSARA BATAK ...ii
UCAPAN TERIMA KASIH...iii
DAFTAR ISI...vi
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1Latar Belakang Masalah...1
1.2Rumusan Masalah...4
1.3Tujuan Penelitian………...5
1.4Manfaat Penelitian...6
1.5Anggapan Dasar...5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...7
2.1 Kepustakaan Yang Relevan...7
2.2 Teori Yang Digunakan...11
BAB III METODE PENELITIAN...23
3.1 Metode Dasar………...23
3.2 Metode Pengumpulan Data………..…...23
3.3 Sumber Penelitian Data ………...24
3.4 Metode Analisis Data………...25
BAB IV PEMBAHASAN………...27
4.1Hasil...………...…...27
4.1.2 Wacana Ulos Pansamot...27
4.1.4 Wacana ulos Bere ...44
4.2 Pembahasan...51
4.2.1 Dasar Filsafat Dalihan Natolu...51
4.2.2 Pembagian Fungsi Tindak Tutur...53
4.2.2.1 Fungsi Ekspresif...53
4.2.2.2 Fungsi Direktif...77
4.2.2.3 Fungsi Komisif...99
4.2.2.4 Fungsi Representatif...122
4.2.2.5 Fungsi Deklaratif...145
4.3 Makna Ulos...168
4.3.3.1 Tindak Lokusi...169
4.3.3.2 Tindak Ilokusi...191
4.3.3.3 Tindak Perlokusi...215
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...239
5.1 Kesimpulan ...239
5.1.2 Fungsi...241
5.1.3 Makna...242
5.2 Saran ...243
Lampiran :
1. Surat Ijin Penelitian
2. Surat Keterangan Penelitian 3. Daftar Imforman
4. Gambar Upacara mangulosi Pada Pesta Upacara Perkawinan Batak Toba 5. Peta Kabupaten Samosir
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing
suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri satu dengan
yang lainya. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang
dipandang sebagai suatu cara hidup dan dianut pada setiap kelompok
masyarakat.
Bahasa adalah alat komunikasi yang memiliiki peran penting dalam bersosialisasi dengan sesama manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain dalam menyampaikan maksud dan tujuan masing-masing melalui bahasa. Tanpa bahasa di masyarakat tidak dapat interaksi atau hubungan timbal balik antara sesama manusia. Hampir semua bahasa sepaham dengan depenisi bahasa yang mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi ( Sibarani, 2004:35). Atau Badudu mengatakan bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu individu-individu sebagai manusia yang berpikir, merasa dan berkeinginan. Pikiran dan perasaan dan keinginan baru berwujud bila dinyatakan itu adalah bahasa. Kridalaksana mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri ( Sibarani 2004:35).
Bahasa adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan sekaligus
sistemis. Yang dimaksud dengan sistemis adalah bahwa bahasa itu bukan suatu
sistem tunggal, melainkan terdiri dari beberapa subsistem yaitu sub sistem
fonologi, subsistem morpologi, subsistem sintaksis dan subsistem semantik.
Dewasa ini penyelidikan tentang bahasa dengan berbagai aspeknya dilakukan
pesat, sangat luas dan mendalam. Namun bagi pemula kiranya cukup memadai
untuk membatasi diri pada struktur yang intren bahasa itu saja. Atau pada
kajian yang khusus disebut dengan mikrolinguistik.
Bahasa adalah bahasa resmi yang dipakai oleh seluruh masyarakat
Indonesia disegala tempat umum, seperti di sekolah, di kampus ataupun
sebagai bahasa sehari-hari di samping bahasa daerah yang ada ditempatnya
masing-masing. Sebagai bahasa pemersatu, bahasa Indonesia sangatlah mudah
dipelajari. Seluruh masyarakat Indonesia harus biasa berbahasa Indonesia yang
baik dan benar supaya semua masyarakat Indonesia biasa berkomunikasi
dengan masyarakat yang berbeda bahasa dan kebudayaannya masing-masing.
Verhaar (1988:14), “pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal”ekstralingual” yang dibicarakan.”
Pembinaan bahasa daerah yang tumbuh berdampingan dengan bahasa Indonesia yang tertera dalam UUD 1945, pada Bab XV pasal 36 ayat 2, yang menyatakan bahwa disamping bahasa resmi Negara, bahasa daerah adalah sebagai salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi dan dilestarikan oleh Negara. Setiap daerah yang ada diseluruh pelosok tanah air yang kita cintai ini memiliki banyak bahasa daerah yang berbeda-beda bentuk dan dialek bahasa yang beraneka ragam dan seluruh ada di negara kita ini.
Dari berbagai jenis bahasa daerah yang tumbuh subur di Indonesia
kurang lebih ratusan jenis bahasa daerah yang ada diseluruh pelosok nusantara.
Salah satu jenis bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara adalah Bahasa
Batak Toba, Bahasa Simalungun, Bahasa Karo, Bahasa Angkola Mandailing,
Bahasa Pakpak Dairi. Kelima bahasa etnis merupakan bahasa sehari-hari
terkenal dengan sebutan marga sebagai garis keturunan patrinial yang secara
generasi ke generasi mempunyai garis keturunan marga yang berbeda-beda
berdasarkan garis keturunanya. Bahasa Batak ini memiliki banyak persamaan
dengan bahasa subetnis lainnya.
Masyarakat Batak pada umunya memiliki bahasa dan adat istiadat yang
berbeda, tetapi perbedaan tersebut tidak menjadikan perpecahan diantara
masyarakat Batak. Masyarakat Batak Toba juga memiliki berbagai budaya dan
adat istiadat. Salah satunya adalah upacara adat perkawinan. Upacara adat
perkawinan bagi masyarakat Batak Toba tidak terlepas dari pemberian ulos.
Pemberian ulos tersebut sudah disediakan dan ditetapkan ulos tersebut berapa
jenis dan siapa pemberi untuk pengantin. Menurut sejarahnya, ulos adalah
sebuah tanda yang bisa mengayomi dan memberikan kehangatan bagi
pemakainya. Tetapi dalam hal ini, ulos diartikan sebagai sebuah sarana
pelindung yang mampu memberikan perlindungan, kasih sayang oleh
sipemberi kepada sipenerima ulos. Dan pada saat pemberian ulos tersebut
maksud dan tujuan sipemberi memberikan ulos tersebut terucapkan. Pemberian
ulos pada upacara perkawinan masyarakat Batak Toba banyak sekali, seperti
ulos pansamot, ulos holong, mandar hela, ulos bere, ulos kepada ale-ale dan
lain sebagainya. Melihat dari banyaknya ulos yang diberikan sesuai dengan
kondisinya secara umum mengandung arti yang hampir sama, tetapi yang
menjadi perbedaan adalah ungkapan dari sipemberi kepada sipenerima.
dengan ulos pansamot. Tetapi melihat dari konteks upacara dan kedudukan
sipemberi dan sipenerima.
Untuk mengetahui lebih banyak lagi maka penulis mencoba untuk
membahas kajian ini, sehingga akan mendapatkan hasil yang dapat
memuaskan.
Adapun teori yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah teori tindak
tutur Searle. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan antara lain: teori
tersebut terdapat unsur-unsur penginterpretasian makna lokusi yaitu tindak
tutur dengan kata, dan kalimat itu sendiri sesuai dengan makna yang
terkandung oleh kata dan kalimat itu sendiri. Tindak ilokusi merupakan suatu
tindakan melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu, sedangkan
yang dimaksud dengan tindak perlokusi adalah suatu tindakan yang
menimbulkan efek atau pengaruh kepada mitra tutur
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan pokok permasalahan sebenarnya merupakan batasan-batasan
dari ruang lingkup yang akan diteliti pada uraian skripsi ini. Adapun rumusan
masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Wacana “mangulosi” pada Upacara Perkawinan Batak Toba
1.3 Tujuan Penelitian
Pengetahuan yang baik pada kebudayaan daerah akan menunjang
pembinaan sikap serta pengertian yang wajar dan tepat terhadap masyarakat
Batak toba sehingga benar-benar bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan yang memiliki sikap sosial yang baik pada kehidupan masyarakat.
Penelitian merupakan suatu usaha untuk mengumpulkan data atau fakta
serta pelaksanaan konsep untuk mencari dan memperoleh atau mendapatkan
kebenaran yang sanggup mengamati lebih dalam kebenaran yang sudah ada.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menguraikan fungsi wacana “Mangulosi” pada Upacara
Perkawinan Batak Toba.
2. Untuk menguraikan makna wacana “Mangulosi” Pada Upacara
Perkawinan Batak Toba.
3. Untuk menguraikan bentuk-bentuk prinsif kerjasama dalam tindak tutur
pada tuturan Upacara Wacana “ mangulosi” Perkawinan Batak Toba.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah khasanah wacana kata dan sastra daerah sebagai
kebudayaan Indonesia.
2. Menambah wawasan informasi tentang wacana dalam bentuk
3. Menambah wawasan tentang kajian pragmatik fungsi wacana dan
makna kata mangulosi pada upacara perkawinan Batak Toba.
4. Agar dapat dijadikan sebagai sumber penelitian bagi ilmu yang
lainya.
5. Mensukseskan program pelestarian sastra daerah sebagai bagian
dari kebudayaan nasional.
1.5. Anggapan Dasar
Menurut Surakhmad (1999:37) anggapan dasar adalah asumsi atau
postulat yang menjadi tumpuan segala pandangan, dan kegiatan terhadap
masalah yang dihadapi. Postulat ini yang menjadi titik pangkal, titik mana yang
tidak lagi menjadi keragu-raguan penyelidik.
Berdasarkan judul, masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian,
penulis mengemukakan anggapan dasar yakni kebudayaan dan adat istiadat
masyarakat Batak Toba mempunyai bahasa dan perumpamaan serta nilai-nilai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan Yang Relevan
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan. Hal ini
dikarenakan hasil dari suatu karya ilmiah haruslah dapat dengan mudah
dipertanggung jawabkan dan harus disertai data-data yang kuat serta ada
hubunganya dengan yang diteliti.
Chaer (1987 : 3 ) mengemukakan makna adalah hubungan atau lambang yang berupa ujaran dengan hal atau barang atau benda yang dimaksudkan. Adapun sebuah budaya yang selalu diwakili kode atau lambang yang secara konvensional disepakati memiliki makna. Makna yang terkandung tersebut selalu merujuk kepada kosmologi masyarakat pemilik budaya tersebut.
Tampubolon ( 1986 : 9 ) ulos merupakan pakaian sehari-hari. Bila dipakai oleh laki-laki bagian atasnya disebut hande-hande, bagian bawah disebut sengkot, sebagai penutup kepala disebut tali-tali,
bulang-bulang atau detar. Bila dipakai oleh perempuan (wanita) bagian bawah
disebut haen, dipakai hingga batas dada. Untuk menutup punggung disebut heba-heba dan dipakai berupa selendang disebut ampe-ampe, untuk kepala disebut saong. Apabila seorang wanita menggendong anak
dikenal di masyarakat Batak Toba tekstil buatan luar seperti sekarang ini.
Ulos sebagai pakaian sehari-hari biasanya dipakai oleh para penatua dan
dukun-dukun Batak Toba. Ulos tersebut merupakan sebuah pelengkap dalam
pelaksanaan ritual, tetapi menurut masyarakat Batak Toba seorang dukun atau
penatua memakai pakaian ulos adalah penanda bahwa dia seorang yang
dituakan dan dianggap pintar. Hande-hande adalah ulos yang dipakai seorang
laki-laki di atas bahu menjulur kebawah, atau diikat sejajar dengan pinggang.
Biasanya hande-hande ini dipakai seorang dukun atau yang dituakan
dilingkungan masyarakat Batak Toba. Tetapi bisa juga dipakai pada saat acara
adat baik perkawinan, meninggal dan upacara ritual. Sengkot ( lopes ) adalah
ulos yang dililitkan di pinggang sebagai pengganti celana oleh sorang dukun
atau yang dituakan. Tetapi pada acara adat Batak sengkot dipakai bukan hanya
sekedar pengganti celana laki-laki, tetapi sebagai pelengkap pakaian adat Batak
Toba dalam acara adat. Bulang-Bulang ( tali-tali ) yaitu sebagai pengikat
kepala atau sebagai penutup kepala. Biasanya dapat dilihat pada acara ritual,
perkawinan, dan acara meninggal. Seorang dukun biasanya memakai
bulang-bulang yang disebut sebagai Bonang Manalu ( benang tiga warna ). Haen
adalah sebuah ulos yang dilingkarkan pada pinggang perempuan sebagai
pengganti baju . Biasanya ini dipakai oleh isteri dari yang dituakan ataupun
isteri seorang dukun. Tetapi sekarang ini sudah dapat dipakai oleh seorang
wanita pada acara-acara adat, maupun sebagai kostum pada saat menari.
Heba-heba adalah ulos yang dipakai seorang wanita untuk menutup bagian punggung
bahu menjulur kebawah. Dalam menggendong anak atau bayi, orang Batak
Toba menyebutkan dengan parompa ( gendongan ) sebagai tanda kasih sayang
dengan bentuk menggendong. Biasanya ulos parompa yang diberikan adalah
ulos mangiring. Hop-hop yaitu ulos yang dipakai untuk menutup punggung
sebagai pengganti pakaian.
Dari pendapat di atas dapat menggambarkan sebuah kepribadian orang
Batak Toba bahwa ulos adalah sumber dari segala kesuksesan dan kedamain
dalam kehidupanya. Tetapi akibat dari pergeseran budaya segala bentuk dan
pemakain ulos sudah banyak tidak dipergunakan lagi akibat dari pakaian jadi
yang sudah ada.
Ulos bagi masyarakat Batak Toba juga merupakan sebuah benda yang
mengandung banyak arti. Dari jenisnya yang beraneka ragam demikian juga
dengan arti yang dikandungnya. Berbeda jenis ulos berbeda pula arti dan
maknanya. Ada beberapa jenis ulos bagi masyarakat Batak Toba seperti
Ragidup, Sibolang, Suri-suri, Mangiring, Ragihotang, Pinunsaan, Bintang
Marotur, Sadum dan lain sebagainya. Ulos ini tidaklah sama bentuk dan
maknanya. Pada acara adat Batak baik acara suka maupun duka, ulos selalu
dibawa dan dipakai oleh orang-orang yang hadir pada acara tersebut. Dari jenis
ulos yang dipakai, masyarakat luas diluar dari tuan rumah dan undangan pesta
dapat mengetahui acara tersebut adalah acara duka dan acara adat. Misalnya,
pada acara orang meninggal, masyarakat Batak Toba memakai ulos yang
bercorak dan berwarna kehitam-hitaman, dan pihak tuan rumah memakai ulos
perkawinan misalnya, orang Batak Toba sering menggunakan ulos yang
beraneka corak dan berwarna cerah baik dari tuan rumah maupun undangan
seperti Ragihotang, sadum.
Dari penjelasan ini dapat diartikan bahwa ulos bagi masyarakat Batak
Toba adalah sebuah gambaran kehidupan yang mampu memberikan
perlindungan serta adat mencurahkan rasa kepedulian, kasih sayang baik dari
sipenerima maupun sipemberi.
Jenny (1995) dalam Wijana (1996), “ Pragmatik sebagai arti dalam interaksi, ini menggambarkan bahwa makna itu bukan sesuatu arti yang melekat pada kata itu sendiri, bukan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh pembicara itu sendiri, atau pendengar itu sendiri. Selain itu Leech (1983:5-6) “Menyatakan pragmatik mempelajari maksud ujaran (Yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, dimana bila mana, bagaimana”.
Richrads (Dalam Suyono, 1990) Menyatakan tindak tutur adalah “the
thing we actually do when we speak” atau “the minimal unit of speaking which
can be said to have a function”. Tindak tutur adalah sesuatu yang benar-benar
kita lakukan pada saat kita berbicara. Sesuatu itu berupa unit tuturan minimal
dan dapat berfungsi. Dalam hal ini adalah untuk berkomunikasi. Dari sini dapat
dipahami bahwa tuturan berupa sebuah kalimat dapat dikatakan sebagai tindak
tutur jika kalimat itu berfungsi. Fungsi yang dimaksud adalah bisa merangsang
orang lain untuk memberi tanggapan yang berupa ucapan atau tindakan.
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan
berlaku yang secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Teori diperlukan untuk membimbing dan
memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun bagi kerja penulis.
Teori merupakan landasan fundamental ilmiah sebagai argumentasi
dasar untuk menjelaskan atau memberikan jawaban rasional terhadap masalah
yang digarap (Atmadilaga dalam Gurning, 2004:9). Oleh karena itu ada
beberapa pengertian pragmatik yang mendukung dari tulisan ini di antaranya
adalah Nababan (11987:2), “pragmatik adalah kajian tentang kemampuan
pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang
sesuai bagi kalimat-kalimat itu.”
Searle(1969:13-14) dalam Wijana (1996), mengemukakan secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat di wujudkan oleh seorang penutur yakni tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi”. Selain itu Leech (1983) dalam Wijana (1996:19), “Pragmatik sebagai ilmu cabang bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari Fonologi, Sintaksis, dan semantik”. Kemudian Jenny (1996)dalam Wijana (1996:19), Pragmatik sebagai arti dalam interaksi, ini menggambarkan bahwa makna itu bukan sesuatu arti yang melekat pada kata itu sendiri, bukan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh pembicara itu sendiri, atau pendengar itu sendiri.”
Istilah tindak tutur (speech acts) sebenarnya lebih sering dipakai dalam
filsafat bahasa dan pragmatik. Tindak tutur awalnya di kemukakan oleh J.L.
Austin (1962) dalam karyanya yang terkenal “ How to Do Things with Words”
untuk menjelaskan satu tesis bahwa melakukann sesuatu bisa.
Tindak tutur merupakan suatu analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu
(1983:5-6) Menyatakan pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran
itu dilakukan): menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu
tindak tutur: dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di
mana, bila mana, bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat
sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik
lain di bidang ini seperti peranggapan, prinsip kerjasama dan prinsip
kesantunan.
Tindak tutur adalah tindak komunikasi dengan tujuan khusus, cara
khusus, aturan khusus sesuai kebutuhan, sehingga memenuhi derajat
kesopanan, baik dilakukan dengan tulus maupun basa basi. Richards (Dalam
Suyono, 1990) menyatakan tindak tutur adalah “the things which can be said
to have a function”. Tindak tuturan adalah sesuatu yang benar-benar kita
lakukan saat kita bebicara. Sesuatu itu berupa unit tuturan minimal dan dapat
berfungsi. Dalam hal ini adalah untuk berkomunikasi. Dari sini dapat dipahami
bahwa tuturan yang berupa sebuah kalimat dapat dikatakan sebagai tindak tutur
jika kalimat itu berfungsi. Fungsi yang dimaksud adalah bisa merangsang orang
lain untuk memberi tanggapan yang berupa ucapan atau tindakan.
Tindak tutur dalam komunikasi mencakup tindak (1) konstatif, (2)
direktif, (3) komisif, dan (4) persembahan ( Acknowledgment) ( Austin dalam
ibrahim, 1993). Sedangkan Searle (dalam Wijana, 1996) mengemukakan
bahwa tindak tutur secara pragmatik ada tiga jenis, yaitu (1) tindak lokusi, (2)
tinda ilokusi, da (3) tindak perlokusi. Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang
Berkenaan dengan tuturan, Austin membedakan tiga jenis tindakan: (1)
tindak tutur lokusi, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat
sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya.(2)
tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur yang mengandung maksud; berkaitan
dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu
dilakukan,dsb. (3) tindak tutur perlokusi, yaitu tindak tutur yang pengujaranya
dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur.
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan
berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam
memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori yang digunakan untuk
membina dan membimbing dan memberi arahan dapat menjadi penuntun kerja
bagi penulis.
Lavinson (1983) mendefenisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya. Batasan levinson itu, selengkapnya, dapat dilihat pada kutipan berikut.
Pragmatics is the study of those relations between language and
context the are grammaticalizedd, or encoded in the structure of a
language ( Lavinson, 1983:9) :
Pragmatik adalah studi bahasa yang mendasarkan pijakan analisisnya
pada konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang
pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang
menyertai dan mewadahi sebuah pertuturan. Dengan mendasarkan pada
gagasan Leech ( 1983: 13-14), Wijana (1996) Me-Nyatakan konteks yang
contexts). Konteks situasi tutur, menurutnya, mencakup aspek-aspek sebagai
berikut:
a. Penutur dan Lawan Tutur
b. Konteks Tuturan
c.Tujuan Tuturan :
a.Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas
b.Tuturan sebagai produk tindak verbal (Wijana, 1996: 10-11)
1. Penutur dan lawan tutur di dalam beberapa litetatur, khususnya
dalam Searle (1983), lazim dilambangkan dengan S ( Speaker) yang berarti “pembicara dan penutur” dan H (Hearer) yang dapat diartikan “pendengar atau mitra tutur”. Untuk membatasi cakupan pragmatik semata-mata pada bahasa ragam lisan saja, juga mencakup ragam bahasa tulis.
2. Konteks tuturan telah diartikan bermacam-macam oleh para linguis. Konteks dapat mencakup aspek-aspek tuturan yang relevan baik secara fisik maupun nonfisik. Konteks dapat pula diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan penutur itu di dalam proses bertutur.
3. Tujuan tutur berkaitan erat dengan bentuk tuturan seseorang.
Dikatakan demikian, karena dasarnya tuturan itu berwujud karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tutur yang jelas dan tertentu sifatnya. Secara pragmatik, satu bentuk tutur dapat memiliki maksud dan tujuan yang bermacam-macam. Demikian sebaliknya, satu maksud atau tujuan tutur dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yangn berbeda-beda. Di sinilah dapat dilihat perbedaan mendasar antara pragmatik yang berorientasi fungsional dengan tatabahasa yang berorientasi formal atau struktural.
4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas merupakan bidang
yang ditangani pragmatik. Karena pragmatik mempelajari tindak verbal yang terdapat dalam situasi tutur tertentu, dapat dikatakan bahwa yang dibicarakan di dalam pragmatik itu bersifat konkret karena jelas keberadaan siapa peserta tuturnya, di mana tempat tuturnya, dan seperti apa konteks tuturnya secara keseluruhan.
sebuah pertuturan itu adalah hasil tindak verbal para peserta tutur dengan segala pertimbangan konteks yang melingkupi dan mewadahinya.
Adapun teori yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah teori
tindak tutur Searle. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan antara lain:
teori tersebut terdapat unsur-unsur penginterpretasian makna lokusi yaitu
tindak tutur dengan kata, dan kalimat itu sendiri sesuai dengan makna yang
terkandung oleh kata dan kalimat itu sendiri. Tindak ilokusi merupakan suatu
tindakan melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu, sedangkan
yang dimaksud dengan tindak perlokusi adalah suatu tindakan yang
menimbulkan efek atau pengaruh kepada mitra tutur. Pembagian fungsi
menurut para ahli yaitu:
G. Revesz, 1956. The Origins of Prehistoric of Langguage
Fungsi bahasa ada 3, yaitu:
a. Fungsi indikatif (menunjuk)
b. Fungsi imperative (menyuruh)
c. Fungsi interogatif (menanyakan)
Searle dalam Lavinson (1983) membagi fungsi bahasa menjadi 5, yaitu:
1. Fungsi ekspresif
2. Fungsi direktif
3. Fungsi komisif
4. Fungsi representatif
Dell Hymes (1962)
Fungsi bahasa dibagi 6, yaitu:
1. Fungsi ekspresif atau emotif
2. Fungsi direktif, konatif, atau persuasive
3. Fungsi puitik
4. Fungsi kontak (Fisik atau psikologi)
5. Fungsi metalinguistik
6. Fungsi kontekstual atau situasional
M.A.K. Halliday (1973)
Fungsi bahasa dibagi 7, yaitu:
1. Fungsi instrumental (direktif,orientasi pada mitra tutur)
Mis. Masuklah kedalam mobil itu lalu hidupkan
2. Fungsi tepresentasional (deklaratif,orientasi pada topik).
Mis. Badanmu bisa keseleo, kalau kamu tidak terbiasa dengan
gerakan itu.
3. Fungsi interaksional (ekspresif,orientasi pada hubungan penutur dan
mitra tutur).
Mis. Apa kabar? Dari mana?
4. Fungsi personal (komisif, orientasi penutur).
5. Fungsi heuristik (interpretasi).
Mis. Ini apa?
6. Fungsi regulatoris (pengendalian perilaku orang lain).
Mis. Kamu sebaiknya tidak bersikap gegabah seperti itu.
7. Fungsi imajinatif (pengungkapan sistem khayalan dan gagasan).
Mis. Ketika aku terbang keangkasa, kulihat bintag-bintang mendekat
dan bersinar terang.
Prinsip Kerja Sama (PK) merupakan suatu prinsif pragmatik yang
menjelaskan hubungan antara makna dan daya untuk mencari kebenaran, dalam
arti cara pengungkapan atau penyampaian sesuatu yang tidak langsung.
Sedangkan Prinsip Sopan Santun (PS) adalah suatu prinsif pragmatik yang
berfungsi sebagai penyelamat dari Prinsip Kerja Sama (PK). Menurut Finegan
(12004: 3004), Kesopanan terbagi dalam dua aspek yaitu menghargai orang
yang diajak bicara dan melibatkan orang lain dalam suatu situasi.
Dari pendapat tersebut dapat dilihat juga yang ada dalam data tersebut
ataupun bisa dibuktikan apakah itu benar itu atau salah. Bila dicermati lagi
maka benar yang dikatakan oleh Finegen tersebut, karna di dalam teks tersebut
adanya komunikasi yang baik antara penutur dan petutur. Karena dibarengi
dengan jawaban yang benar-benar sangat sesuai dengan pertanyaan yang
diberikan. Jawaban tersebut berupa maaf.
Dalam tindak tutur tersebut, aspek menghargai orang lain sangat
ditekankan yaitu pada saat penutur melakukan suatu kesalahan sengaja maupun
orang diajak bicara. Hal ini akan memberikan rasa penghargaan kepada oranng
lai dalam suatu percakapan. Dalam data ataupun teks tidak ada dikatakan maaf
ataupun sorry, tetapi bila dilihat dari jawaban yang dikemukakan itu sama
halnya dengan ungkapan maaf yang diutarakan kepada lawan bicaranya saat
peristiwa tutur terjadi.
Hal ini juga didukung oleh pendapat dari beberapa ahli diantaranya
yaitu Grice mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi didalam anggota
masyarakat dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu sebuah prinsip kerja sama
(Cooperative Principle), (Yule 1996: 36-37 dan Thomas 1995: 61) berpendapat
kerja sama yang terjalin dalam komunikasi ini terwujud dalam empat bidal
(maxim), yaitu (1) bidal kuantitas ( quantity maxsim), memberi imformasi yang
sesuai yang diminta; (2) bidal kualitas (quality maxsim), menyatakan hanya
yang menurut kita benar atau cukup bukti kebenaranya; (3), bidal relasi
(relation maxsim), memberi sumbangan imformasi yang relevan; dan (4) bidal
cara (manner maxsim), menghindari ketidak jelasan ungkapan, menghindari
ketaksaan, mengungkapkan secara singkat, mengungkapkan secara beraturan.
Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis prinsip kesantunan
yaitu Grice. Karena pada prinsip kesantunan Grice dianggap paling mendukung
dalam penyelesaian penelitian ini. Grice merumuskan prinsip kesantunan
menjadi empat maksim antara lain (1) maksim kuantitas, di mana seorang
penutur dapat memberikan imformasi yang cukup, relatif memadai, dan
seimformatif mungkin.(2) maksim kualitas, dimana seorang penutur
sebenarnya dalam bertutur. (3) maksim relevansi, yang dinyatakan bahwa agar
terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan petutur, masing-masing
hendaknya dapat memberikan kontribusi yang sifatnya relevan tentang sesuatu
yang sedang dipertuturkan tersebut. (4) maksim pelaksanaan, yang
mengharuskan peserta tutur secara langsung, jelas serta tidak kabur.
Adapun teori penulis gunakan adalah teori John R. Searle (1983) dalam
bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of language menyatakan
bahwa dalam praktik penggunaan bahasa terdapat setidaknya tiga macam
tindak tutur. Ketiga macam tindak-tutur itu berturut-turut dapat disebutkan
sebagai berikut:
(1)Tindak lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa dan kalimat itu.
Contoh: Tuturan tanganku gatal misalnya, semata-mata hanya dimaksudkan
untuk memberi tahu si mitra tutur bahwa pada saat di munculkanya tuturan itu
tangan penutur sedang dalam keadaan gatal.(2)Tindak ilokusi adalah tindak
melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini
dapat dikatakan sebagai the acat of doing something. Tuturan tanganku gatal
yang diucapkan penutur bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberi tahu
simitra tutur bahwa pada saat dituturkanya tuturan itu rasa gatal sedang
berserang pada tangan penutur, namun lebih dari pada itu bahwa penutur
mengiginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu berkaitan dengan rasa
sakit gatal pada tanganya itu.(3) Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan
pengaruh (effect) kepada mitra tutur. Tindak tutur ini dapat disebut dengan the
untuk menumbuhkan pengaruh (effect) rasa takut kepada mitra tutur. Rasa
takut ini muncul misalnya, karena yang menuturkan tuturan itu berprofesi
sebagai tukang pukul yang nada seharianya sangat erat dengan kegiatan
memukul dan melukai orang lain.
Teori fungsi yang dipergunakan ialah teori dari searle dalam Levinson,
(1983) mengklasifikasikan tindak tutur itu menjadi lima fungsi yaitu:
(1) Fungsi ekspresif yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan tingkah
laku penutur dalam menyikapi suatu persoalan seperti berterima kasih,
ucapan selamat, simpati dan permintaan maaf.
(2) Fungsi direktif yaitu untuk mengekspresikan sesuatu yang sifatnya
berorientasi pada penutur selain itu memberi tahukan kepada penutur
melakukan sesuatu yang berorientasi pada petutur (lawan bicara).
(3) Fungsi komisif yang mengacu pada beberapa tindakan akan datang yang
sifatnya menjanjikan,ancaman, atau tawaran.
(4) Fungsi representatif yang lebih berorientasi pada pesan.
(5) Fungsi deklaratif yaitu suatu hal yang menghasilkan suatu hubungan antara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Dasar
Metode dasar dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sudaryanto
dalam Swito ( 2004:11) mengatakan istilah dalam deskriptif itu mengatakan
bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta
yang ada atau fenomena yang secara emfiris hidup pada penutur-penuturnya,
sehingga yang dihasilkan berupa gambaran yang bersifat seperti potert,
paparan seperti adanya.
Dengan metode tersebut, data, dan imformasi dicatat dan dikumpulkan
untuk dianalisis sehingga diperoleh gambaran mengenai objek kajian penelitian
ini.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut:
1. Metode Kepustakaan yaitu penulis mencari buku-buku yang
berhubungan dengan penulisan proposal ini.
2. Metode observasi yaitu penulis langsung turun kelokasi penelitian
melakukan pengamatan tempat, jumlah, dan pemakai (Penutur), bahasa
serta perilaku selama pelaksanaan penggunaan bahasa berlangsung.
3. Metode wawancara yaitu melakukan wawancara kepada informan yang
mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik
rekam dan catatan.
4. Metode kuesioner yaitu melakukan penelitian dengan memberikan
daftar pertanyaan yang diisi oleh masyarakat setempat dan hasil jawaban
tersebut dikembalikan kepada penulis untuk dianalisis.
Adapun syarat-syarat sebagai informan menurut (Mahsun, 1995 : 106) adalah:
1. Berjenis kelamin pria atau wanita
2. Berusia antara 25-26 tahun (tidak pikun )
3. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu
serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desa itu.
4. Berstatus sosial menengah.
5. Pekerjaannya bertani dan buruh.
6. Dapat berbahasa Indonesia.
7. Sehat jasmani dan rohani.
8. Berpendidikan.
3.3 Lokasi Sumber Data dan Instrumen Penelitian
Lokasi penelitian proposal ini adalah di Desa Panampangan, Kecamatan
Pangururan, Kabupataen Samosir untuk Upacara Perkawinan Batak Toba.
Adapun alasan penulis ini adalah karena di masyarakat Batak Toba menpunyai
daerah ini penulis mengadakan penelitian guna mendapatkan hasil dari objek
kajian masalah ini.
Sumber data yang penulis peroleh dalam penulisan ini nantinya dari
pesta adat Perkawinan Batak Toba di Desa Panampangan, Kecamatan
Pangururan, Kabupaten maupun di kota.
Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mendapatkan atau
megumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini, penulis nantinya
menggunakan alat rekam (Tape recorder), daftar pertanyaan (Kuesioner),
pulpen (Alat tulis), kamera dalam arti lebih lengkap supaya lebih mudah
mengolah data.
3.4 Metode Analisis Data
Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam
penelitian, karena tahap dalam menyelesaikan masalah adalah menganalisis.
Penulis menggunakan metode deskriptif.
Najir dalam Yusiana (1999;38) bahwa langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam menganalisis data adalah:
1. Mengumpulkan data sebanyak-banyaknya yang sesuai dengan
pokok permasalahan .
2. Membuat generalisasi terhadap data-data yang terkumpul sesuai
dengan bentuk dan jenisnya.
3. Mencatat seluruh data yang telah diregeneralisasikan kedalam
4. Membuat bentuk penulisan yang sistematis sehingga semua
data-data yang terkumpul saling mendukung dan tidak tumpang tindih.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Secara umum pemberian ulos pada acara perkawinan masyarakat Batak
Toba terdiri dari beberapa ulos antara lain ulos pansamot, ulos hela, ulos tulang
skripsi ini ada 3 jenis yang disertai dengan fungsi dan maknanya antara lain
ulos pansamot, ulos hela serta ulos tulang tu bere.
4.1.2 Wacana Ulos Pansamot
Acara adat perkawinan masyarakat Batak Toba pemberian Ulos
Pansamot adalah salah satu adat yang dilakukan pada acara tersebut. Acara ini
dilakukan untuk mangulosi pihak orang tua laki-laki dari pihak mertua.
Tujuanya ialah pihak orang tua laki-laki mampu memperhatikan serta
mengajari menantu dalam membina keluarganya. Hal ini perlu dilakukan
untuk menunjukkan bahwa pengantin perempuan telah diserahkan kepada
pihak laki-laki. Ulos yang diberikan dapat diartikan agar memperoleh umur
yang panjang untuk membina keluarga yang baru tersebut. Ulos Pansamot
dapat memaknai dari bentuk rasa kedekatan dan bukti kasih sayang yang
dilakukan pada acara adat. Biasanya ulos pansamot disampaikan sebelum
pemberian ulos hela. Jenis ulos pada acara biasanya diberikan Ulos yang
berwarna putih ( Sibontar ). Melihat dari kelayakan pemberi sudah diusahakan
memberikan ulos pansamot dengan motif yang beraneka ragam rasi dan warna
yang mewah. Rasi ialah gambar atau garis yang ada pada ulos. Sedangkan
warna yang dimaksudkan seluruh warna yang ada pada ulos. Ulos pansamot
seperti yang dijelaskan diatas banyak mengandung makna tersendiri walaupun
tidak dapat disimpulkan secara singkat, namun mencakup arti yang cukup luas.
Dengan kata lain ulos pansamot adalah ulos yang diberikan sebagai tanda
bahwa pengantin dapat di pertanggungjawabkan sesuai dengan adat.
Pelaksanaanya dapat dilihat dalam wacana sebagai berikut :
Hatana ( penyampaian ) :
Di tingki na laho pasahatton ulos pansamoti, sai tarjumolo do di
andehon hata sian parboru ( orangtua pengantin perempuan) tu nalaho
manjalo ulos i ( orangtua pengantin laki-laki).
Tujuan ni hata i ima, asa dijanghon parumaennai apa adanya, na
marlapatan: asa di ajar-ajari, di podia mungkin boi mai tarsongonon hatana,
hurang lobi harap maklum.
Diho lae silassapon nang diho ito pinaribot (hata/ ho) dipakke disi
patuduhon na solhot tangkas,sangkan di ari nauli di bulan na denggan on.
Naung manjalo pasu-pasu parbagason, anakmu nagabe helangku (sinuan
tunas na binalos hata batak jala borungku nagabe parumaenmu). Jala (sinuan
boru na binalos sian amanta Debata marhite-hite na posona di bagas joro
nabadia i.
Anggiat ma antong pasu-pasu na sian amanta debata di pasahaphon
mai di tong-tonga ni rumah tangga na sida, asa anggiat sada na sida di rahut
ni holong na sian debata. Pina domu dame na sian tondi parbadiai lae/ito ia
parumaenmui na bayar jala na hurang dope ibana diangka ruhut-ruhut ni
marnatua-tua. Di panghataion pangalangka, mula ulaon tarlumobi ma na
marsimatua suanng songon i marhaha maranggi nang mareda.
Jadi lae dohot hamu ito di ombas on tangkas ma hami mangelek di
sahat/gok di ho mai. Asa ajar-ajari, podai, togu-togu, rap mangido ma hita tu
debata asa sai anggiat siboan dame dohot las ni roha ma parumaen mi di
tonga-tonga ni keluarga muna, di hita nahumaliang tarlumobi mai di adopan
ni Tuhanta.
Ido lae dohot ho ito, nungga dijalo hami adat nagok sian hamu. Di ari
na uli di bulan na denggan on dinaung manjalo pasu-pasu parbogason ima
boru nami na gabe parumaenmu , anakmu na gabe hela nami, sai saur matua
maho dohot iboto namion pature-turehon anak dohot parumaen mon. Jala
sabar maho mangalehon akka poda nauli, dohot mangulahon angka na di
halomohon ni roha ni Tuhanta. Jadi on ma ulos mu amang lae dohot ho ito.
Anggiat ma antong pasu-pasu na sian Amanta Debata dipasahaphon mai
ditonga-tongani parsaripeonmuna asa anggiat sada hamu dirahut ni holong
nasian Debata. Asa dapot songon hata ni natua-tua na mondok :
Asa anggiat ma nian lae/ito martua ma hamu, marparumaen hon
parumaen mon, jala naeng ma hatua on las ni roha.
Lae silassapon nang di ho ito pinaribot
Di anakkon na marrumatangga naung sahat
Nungga hu jalo hami adat nagok dohot si namot
Tona nang poda angka na tua-tua na tangkas di ingot
Pasahaton ma tu hamu ulos na ginoaran ulos pansamot
Anggiat ma antong samot ma angka parsaulian
Angkup ni panggabean nang dohot parhorasan
Pinungka ni natua-tua ni inganan ni naposo
Gabe hamu saur matua ihut ma pinomparmu na umposo
Pangidoan tu Debata sahat ma tu namarnini marnono
Tung songonon ulos tarpasahat hami tu hamu, las ma roham lae/ito,
naung ulos na ganjang ma on jala ulos sitorop rambu. Na umpintahon tu
Debata pardenggan basa i asa anggiat ma nian ganjang ma barita gabe, barita
horas tumpahon ni amanta debata jala tu torop na ma pinompar di hamu
songon torop ni rambu ulos on. Songon na di dok umpasa ma ninna dohonon.
Asa sahat ma solu
Sahat ma tu bontean ni tigaras
Pi nasahat ulos pansamot on
Sai sahat ma tupanggabean
Dung sidung di pasahat ulos pansamot i, sai somali di jomput parbue si
pir nitondi tu si manjujung ulu/ni lae nai huhut di hatahon :
Pir ma pakki bahul-bahul pansamotan
Pir ma tondi mu lae/ito luju-luju ma pangomoan
Terjemahan Pemberian Ulos Pansamot:
Pada saat pemberian ulos pansamot, biasanya terlebih dahulu
disampaikan daun kata dari pihak perempuan, pada saat menerima ulos
Tujuan dari daun kata ini, supaya pengantin perempuan menerima apa
adanya, yang tujuanya : supaya di ajari, nasehati dengan kata lain harap
maklum.
Kepadamu lae, dan ito ( menandakan kedekatan hubungan keluarga)
waktu. Setelah menerima berkat dari gereja, anakmu jadi hela dan boru kami
jadi menantumu. Semoga berkat dari tuhan diberikan pada rumah tangga
mereka, supaya mereka tetap bersatu telah dalam cinta kasih. Disatukan oleh
roh kudus lah lae/ito. Menantu kalian itu masih kurang pada tutur kata dan tutur
sikap, baik yang berhula-hula dan berkerabat dekat.
Jadi lae dan ito pada saat ini, pada saat ini, kami mengharap dan
menyampaikan anak kami ini menjadi menantumu. Ajar-ajari nasehati, topang
dan bersama-sama meminta kepada tuhan supaya membawa damai, suka cita
menantumu ini dikeluarga, terlebih di hadapan tuhan.
Ito dan lae, kami sudah menerima adat dari kalian. Pada saat ini anak
kami dan anakmu telah menerima ikatan perkawinan dari gereja, semoga
engkau tetap panjang umur agar dapat selalu memberikan petunjuk, nasihat
kepada mereka. Semoga berkat dari tuhan telah berada pada tugas keluarga.
Biar seperti umpama mengatakan : biar lah kalian tetep bersuka cita memiliki
menantu seperti anak kami.
Lae, dan ito bagi anak yang berumah tangga, sudah terimah adat dari
mereka penuh. Nasihat orang batak, oleh karena itu semua, kami berikan ulos
pansamot. Semogalah tetap ada kedamaian, sukacita sebagai imbalan dari
Cantik rumah gorga
Berhadapkan rumah sopo
Keluarga yang laris
Memiliki cicit dan cucu
Walaupun hanya sekedar ini ulos yang dapat kami berikan semoga ini
dapat memberi berkat melalui permintaan kepada tuhan, semoga anak dan
cucu.
Sampai perahu
Sampai ke tujuan
Kami sampaiakn ulos pansamot ini
Sampailah keselamatan
Biasanya setelah pemberian ulos pansamot di ucapkan :
Keras poki bakul pansamotan
Semoga jiwa lae dan ito
Semoga dapat rejeki
4.1.3 Wacana Ulos Hela ( ulos yang diberikan pihak perempuan kepada
pengantin laki-laki).
Pada acara adat perkawinan masyarakat Batak Toba pemberian ulos
hela adalah salah satu acara adat yang sangat perlu dilakukan. Pemberian ulos
ini dilakukan setelah ulos pansamot diberikan. Fungsi ulos hela pada
tanggungjawabnya dalam berkarya, adat dan lain sebagainya. Pada saat
pemberian ulos hela segala nasihat dan tugas dari seorang kepala rumah
tangga disampaikan baik dari pihak perempuan maupun dari pihak laki-laki.
Ulos hela adalah ulos yang diberikan pihak perempuam kepada
pengantin laki-laki. Biasanya pemberian ulos tersebut sudah dapat disimbolkan
dengan sarung ( mandar hela ). Pada saat pemberian Ulos ( mandar hela ),
pihak perempaun menyampaikan agar pengantin laki-laki selalu turut serta
pada acara kebaktian, acara adat dan segala kegiatan yang berhubungan
dengan kekeluargaan.
Hal ini dapat dilihat pada wacana pemberian ulos hela sebagai berikut :
Hatana ( penyampaian ):
Di tingki na laho pasahat ulos helai sai tar jumolo do di hatahon hata
nauli hata na denggan, na boi tarangkai songon naditoruon.
1. Hata poda/sipasingot
2. Hata pasu-pasu di hagabeon
3. Hata pasu-pasu di hagabeon hamoraon
4. Hata panggonggoman, mangulahon angka pasu-pasu
5. Hata pangujungi
Dison panurat-manurathon hata di tingki na laho pasahat ulos hela:
Diho amang hela saonari laho pasahat ulos ma hami simatuam ima ulos hela,
jadi jumolo ma hata dohonon tu hamu nadua : nungnga di jalo hamu
pasu-pasu parbagason sian Tuhan i marhite na posona di bagas joro ni debata, na
Sada langka sada tujuan
Satahi saoloan
Marpege ma hamu sangharimpang
Jala marhunik sada holbung
Rap mangangkat hamu tu ginjang
Ia tu toru hamu rap manainbung
Marsiamin-aminan ma hamu
Songon lampak ni gaol
Marsitungkol-tungkolan
Songon suhat di robean
Sada ma hamu sisalong bane-bane
Sada ma si suan gadong anturha
Sada ma hamu siboan dame
Sada ma nang di baen las ni roha
Di ho lae anju ma borunghon, sada ma hamu rap ni gaol,
marsitungkol-tungkolan songon suhat ni robean. Di ho pe boru hasian, ingkon unduk ma ho
marsinonduk suang songon i nang marsi matua. Asa dapot ma antong songon.
Ni buat bane-bane
Bahen ruhut-ruhut ni soban
Sada ma hamu mardame-dame
Asa di pasu-pasu tuhan
Mangula ma pangula
Hormat ma ho marsimatua
Unduk mardongan sajabu
Diho ito boru hasian ingkon pantun jala hormat ho marsimatua, asa las
ni roha simatuam jala ganjang umurna.
Mangula ma pangula
Mangulahon ma di gadu-gadu
Hormat jala pantun ho marsimatua
Jala ingkon unduk mardongan sajabu
Luat ni purba tua
Panopaan ni pinggan pasu
Nasan sangap na tua-tua
Ido na dapotan pasu-pasu
Asai tung denggan ma mar siadopan (marsuami) suang songoni nang
marsimatua, tagamon mu ma pasu-pasu sian amanta Debata, jala hatop ma ho
di liliti andormu (hamil).
Tubuan lak-lak ma ho tubuan singkoru
Di dolok ni purba tua
Tubuan anak ma ho tubuan boru
Dongan mu mai saur matua
Habang ma si ruba-ruba
Songgop tu ranggas na dua
Tubu anak buha baju muna
Bintang narumiris ombun na sumorop
Toho mai di rondang bulan
Maranak hamu riris marboru torop
Sude nai angka si oloi tuhan
Dangka ni antajau
Pajangkit-jangkiton
Tubu dohot anak boru mu
Sai tongka ma panahit-nahiton
Dung dipasu-pasu Debata hamu di hagabeon pinta dohot tangiang ta tu
tuhan i, di lehon ma di hamu nang panamotan asa adong jalo on mu laho
pature-ture angka ianakhon mu di haringkotan na.
Asa lomak ma si linjuang
Lomak mai so binaboan
Tudia hamu mangalangka
Disima dapotan pansamotan
Andor has ma tu andor his
Uram-uram ni pora-pora
Horas ma hamu jala torhis
Ihut ma dohot na mamora
Jadi di hamu amang hela nang diho boru hasian nuaeng pasahathon ma
ulos tu hamu, ulos na ganjang jala sitorop rambu. Parhitean ni tangiang do on
Ganjang ma barita gabe barita horas tu joloan on
Songon torop ni rambu ni ulos on ma torop ni pinomparanmu
Ulos si torop rambu ulos ragi hotang
Mangulosi anak dohot boru di ramoti debata marumaenna ganjang
Ima hela dohot ho boru. Di pasahat hami ma ulos hela on, sihapal sisi
dohot si torop rambu. Sai marsiaminan-aminan ma hamu songon lampak ni
gaol, marsitukol-tukolan songon surat di robean. Satahi saoloan ma ho, udur
tu dolok tu toruan, songon torop ni ulos on ma torop ni pinomparanmu.
Tung na hurang pe ulos na hupasahat hami on tu hamu amanta debata
ma na manggohi mardongan pasu-pasu didia pe hamu maringanan mu didesa
na walu, na uli nadengan nang dohot ragam ni hata pasu-pasu tangkas mai
gonggom hamu di tonga ni jabu.
Asa tingko ma inggir-inggir
Bulung nai rata-rata
Angka hata pasu-pasu
Pasauthon ma amanta debata
Nuaeng pe pasahaton ma ulos on tu hamu sahat ma nauli na denggan di
pasu-pasu amanta debata.
Asa sahat ma solu tu bontenan
Bortean ni tiragas
Asa hu pasahat hami ma ulos on (sambil di ulos hon)
Dung di pasahat ulos hela i, di pasahat ma muse mandar hela, jala di
adat hon (ditekankan) asa di pangkei molo laho tu adat (pesta). Jala sude
ulaon adat na ikon hadangon na (di abarai di hadang) asa tanda naung
marruma tangga jala asa adong sakehononna ( dililithon di gonting tu toru)
molo di parhobasan asa tarida, songon (terkesan) sopan.
Di dok ma tu helana asa ingkon pahe onnai di tingki ulaon, asa tanda
hamu naung marhasohotan. Unang boan on tu parlungkoan alai boanonmu ma
on tu ulaon ( sulu-suda). Dung i di ampehon ma mandar i di ibara na (
siamun).
Terjemahan pemberian Ulos Hela :
Pada saat pemberian ulos hela, pertama dilakukan dengan berbagai
bentuk :
1. Sambutan dan nasihat
2. Sambutan ucapan selamat
3. Sambutan ucapan selamat dan kejayaan
4. Sambutan menyemangati
5. Sambutan penutup
Pada bagian ini penulis menuliskan semua ucapan pada pemberian ulos
hela.
Kepada hela, sekarang kami menyampaika ulos hela, dari kami
mertuamu. Pertama kali kami sampaikan kepada kalian berdua: sudah kalian
terima berkat dari pada tuhan, melalui pendeta. Yang menyebutkan bahwa
Seperti jahe yang berkeping dua
Seperti kunyit satu kepal
Semua naik ke atas, dan
Kebawah sama-sama melangkah
Saling berpegangan seperti batang pisang
Saling menopang seperti talas
Saling bekerja sama, dan saling mencari kedamaian
Sebagai tanda kebahagiaan
Bagimu lae terimah lah anak perempuanku ini, satuh lah kalian berdua
seperti batang pisang, seperti talas di tepi jurang. Dan bagimu boru yang
kusayang, hendaklah kamu menuruti suamimu dan kepada mertua.
Diambil bane-bane
Dijadikan pengikat kayu
Bersatulah dalam damai
Biar di berkati tuhan
Bekerjalah pekerja
Bekerja di pematang jawa
Hormatilah kepada mertua
Tunduk kepada suamimu
Semogalah engkau berdua, tetap hormat kepada mertua, biar suka cita selalu
dan panjang umur.
Kampung purba tua
Yang hormat kepada orang tua
Itulah yang mendapat berkat
Biar lebih baik lagi kepada suami dan juga kepada mertua, berpeganglah
kepada berkat dari tuhan. Dan ucapkanlah engkau memiliki anak.
Bertumbuhlah lak-lak
Di desa purba tua
Bertumbuhlah sikkoru
teman hidup sampai tua
Terbanglah si ruba-ruba
Hinggap pada rantung tua
Lahirlah anak laki-laki dan anak perempuan
Bintang yang bertaburan
Embun yang mulai turun
Memiliki anak banyak
Boru pun banyak
Setelah tuhan memberikan berkat kepada kalian, di berikan juga pada
kalian keselamatan dan umur panjang untuk mendidik anak-anak kalian, untuk
mendapatkan cita-citanya.
Biar rimbun silinjuang
Rimbun tida di rumputi
Kemana pun kalian melangkah
Disitu mendapatkan
Ramuan ikan pora-pora
Panjang umur selalu
Dan jadilah kaya
Dan kepada kalian hela, dan kepadamu boru, aku menyampaiakn ulos
kepada kalian, ulos yang panjang dan mempunyai corak, inilah yang menjadi
penghubung dari doa kepada tuhan supaya: berkepanjangan berita damai dan
panjang umur kehari-hari yang akan datang, seperti corak ulos ini.
Ulos yang banyak corak
Ulos ragi hotang
Memberi ulos anak dan boru,
Dijagai tuhan lah selalu kalian berdua
Kami berikan lah ulos ini yang tebal dan banyak makna, bersatu selalu,
saling menolong sepertu umpana yang di sampaiakan sebelumya. Seia
sekatalah selalu bersama-sama ke hilir, bersama kehulu, dan seperti banyaknya
corak ulos ini jugalah banyak corak anak dan cucumu.
Jika ulos ini masih kurang, semnoga tuhan dan memenuhi segala
permintaan kalian dimana pun berada. Dibagian seluruh penjuru semuanya baik
melalui ucapan selamat dan berkat dari tuhan di tengah keluarga dan rumah
kalian.
Bulat seperti inggir-inggir
Daunnya berwarna hijau
Semua ucapan selamat
Pada kesempatan ini juga ulos ini kepada kalian biar sampai segala yang
baik diberkati tuhan.
Sampai perahu
Sampai pada tujuan
Akan kami sampaikan ulos ini
Sampailah kepada kejayaan
Setelah ulos hela diberikan, diberikan juga mandar hela, dan ditekankan
agar mandar hela tidak dipakai pada kegiatan pesta. Dari segala kegiatan pesta
harus diikuti dan dijalankan, dan itu menandakan bahwa sudah berumah
tangga.
Diucapkanlah mandar hela tersebut : jangan bawa ini kepada kegiatan
yang tidak acara adat, tetapi engkau harus membawa ini pada upacara adat.
Setelah itu diletakkan ada bahu pada sebelah kanan laki-laki.
4.1.4. Wacana Ulos Tulang tu Bere ( Tulang Lak-laki )
Acara pemberian Ulos Tulang kapada Bere adalah acara yang
dilakukan pada acara perkawinan masyarakat Batak Toba. Acara ini dilakukan
adalah menunjukkan bahwa pihak tulang laki-laki ikut merestui dan
memberikan berkat melalui pemberian ulos. Penyampaian ulos tulang kepada
bere juga diartikan sebagai adat yang mutlak dan sangat sah sebagai ungkapan
perasaan kegembiraan dari pihak tulang kepada berenya. Pada pernyatan ini,
pihak tulang laki-laki menganggap pengantin perempuan adalah anaknya
Jika dilihat dari pernyataan diatas bahwa si sada boru dapat memberikan
makna yang cukup luas, sehingga tugas dan tanggung jawab dapat disama
ratakan mulai dari pihak hula-hula ( tulang ) laki-laki dengan hula-hula ( pihak
mertua ) laki-laki. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ulos
ulos tulang kepada bere merupakan salah satu adat yang memiliki arti dan
makna yang cukup universal pada masyarakat Batak Toba. Ulos tulang kepada
Bere ini dapat dijadikan sebagi garis penghubung antara pihak tulang dari pihak
laki-laki adalah sama dengan pihak mertua laki-laki melalui pemberian ulos
tulang kepada bere tersebut ( orang tua dari isteri ).
Acara pemberian Ulos Tulang kepada Bere ini dapat dilihat pada
wacana sebagai berikut :
(Hatana ( penyampaian ):
Ditingki na pasahat ulos tulang tu berena, sai tong do jumolo dilehon
hata poda tu berenai huhut di patorang partuturon na tu boruna (pengantin
wanita).
Di na mandok hata i tar jot-jot do songon na di panginjang (diangkat)
di tingki na manghatahon i jala laos di patorang pardalan ni partuturon, sian
ibana tu natua-tua ni borunai (pengantin wanita).
Tarsongonon ma hatana tar jot-jot tarbege di angka ulaon:
Diho boru hasian boru (didok marga ni ibana) di naung sahat ho tu berengku
si (didok goar ni berenai) nungnga di jalo bapa (orang tuam) sinamot mu jala
sian sinamot na jinalo nai nungnga di pasahat be godang tu hami, jadi ina
mulai sian ombas i, jadi sisada boru ma au/hami bapa (didok margana) dohot
marga (didok marga ni boru-boru i/pengantin) jadi ito molo di jolo nami ho,
molo di jabungku ho boru nami ma ho boru (didok margana) jadi mangihuthon
poda nang tona ni ompunta angka na parjolo i:
Sisada lulu ma hami sisada luat
Sisada boru ma hami sisada anak
Nangpe pulik/ asing marga, bapam ma sipangintubu hami ma
marga/masipunulelun.
Ndang tarida lubang
Molo di hungkupi rere
Tong-tong doi boru ni tulang
Manang boru dia pe di alap bere
Di ho ito ! molo jumpang ho dohot marga nami dok maho na boruna
(borum do ahu) alani aha? Ala ibotomu/boru muna do simatuangku ima dok
inang da!. Napaduahon! Molo adong angka na hurang lobi di tonga-tonga ni
ruma tanggam, jumolo ma paboa tu hami ipe asa tupa molo angka parsaulian
doi jumolo pe tu bapam! Na uli mai alai molo adong na hurang, sai jumolo ma
alu-aluhon (paboa) tuhami. Asa boa? Asa boi hu pature hami angka na
humurang jala naeng ma angka na uli sahat tu bapam, asa sai las rohana jala
ganjang umurna. Ido ito? Didok muse ma hatana tu beberenai, di ho anu!(
didok goarna) di naung marbagas ho di ari na uli di bulan na denggan on.
jagar (pesta unjuk). Sudenai ndang alani ni gogonta, alai i sude holan ala asi
dohot holong nang basa-basa na sian tuhan i do.
Nian ianggo roha nami angka tulangmu, ingkon hela nami doho
manang borungku do alapon mu, jala tarpaima-ima do hami di harorom ja
ndang manjua hami nang angka paribanmu, dipaima do ho alai hot pe jabu i
tong-tong doi marbulang-bulang.
Siari dia pe ho mangoli, tong doi boru ni tulang jadi naboru (didok
marga ni boru i), tong do boru nami do on pe nuaeng bere.
Sapala ni luhuk unang ma disi hagalanggan
Sapala naung ni hongkop unang ma di paralangan.
Namarlapatan : molo naung marsihaholongan, ni haholongan ma torus.
Haholongi ma boru nami on sian asi roham dohot sian asi gogom. Molo
humurang ho, dohot do hami na maila/pinailam jadi pos roha nami na oloan
mu do poda dohot tona nauli, asa dapotan pasu-pasu hamu jala gabe hatuaon
las ni roha hamu di tonga-tonga nami jala naeng ma manghorhon sangap nang
di tuhan i.
Ido bere dohot ho boru, hami ro tulangmu, tung pe soboru tinubuhon
nami ho, naung boru pasu-pasu ni tuhanta ma ho, ho pe boru molo adong na
hurang diho, paboa tu hami, hami na ma anggaponmu sipangintubu di ho, jala
unang songon na paboaon na hurang di ho tu hami akka na toras mon. Asa
dapot songon hata ni natua-tua :
Hot pe jabui hot marbulang-bulang
Nuaeng pe pasahaton nami tulang mu ma ulos tuho, songon simbol
pinta jala tangiang doi tu amanta pardenggan basa i. Asa di lehon di hamu
parhorason di pamatang jala pir manang tondi muna.
Asa pir ma pokki bahul-bahul pansamotan
Pir ma tondi muna luju-luju nang pangomoan
Nisuan hau toras bahen panisioan di balian
Burju hamu marnatoras asa dapot persaulian
Ulos mangiring si torop rambu
Denggan doi bahen parompa
Mangiring anak ma hamu dohot boru
Dongan munai sahat saurmatua
Sahat-sahat ni solu
Sai sahat ma tu bontean
Lelengma hamu/hita mangolu
Sahat horas jala gabean(di ulos hon ulos i)
Terjemahan pemberian UlosTulang kepada Bere :
Pada saat pemberian ulos tulang kepada bere, biasanya diawali dengan
sambutan sebagai tanda garis hubungan kekerabatan kepaa pengantin wanita.
Pada saat penyampaian sambutann tersebut biasanya diperpanjang
pengucapannya. Dan diterangkan tentang silsilah dari orangtua dari si
perempuan.
Bagai engkau boru yang kusayangi, setelah engkau menikah kepada
boruku sudah diterima orangtuamu ulahan. Dan dari mahar tersebut sudah
banyak diberikan kepada kami. Itulah yang dinamai dengan Titin marakkup
mulai dari sekarang, kami sudah satu keluarga, kami (marga penutur) dengan
marga (petutur). Jadi jika di depan kami, jika dirumahkan engkau boru (marga
tulang) seperti petunjuk dari nenek moyang kita :
Satu undangan satu kelompok
Satu anak dan satu boru
Walaupun bebeda marga, orangtuamulah yang melahirkan, kamilah sebagai
wakilnya.
Tidak akan nampak lubang
Jika ditutupi tikar
Tetap itu anak dari tulang
Boru apapun yang dipinang bere
Bagimu boru, jika engkau berjumpa dengan marga kami, katakanlah
engkau anaknya sebab, saudara kalianlah yamg menjadi mertuaku yang kedua,
jika ada di tengah-tengah keluargamu, terlebih dahulu engkau
memberitakannya kepada kami, itulah yang menjadi sumber kebaikan, baru
kepada orangtuamu. Tetapi jika masih ada yang kurang, terlebih ahulu
sampaikan kepada kami. Alasannya, supaya kami dapat meneruskannya, sebab
haruslah kedamaian itu sampai kepada orangtuamu. Biar mereka yang tetap
berbahagia dan panjang umur. Dan kepada berenya juga disampaikan, dan
isterimu pada saat ini. Kami yang merasa bahagia dan berbangga hati karena
kami dapat mengadakan adat ini. Semua itu bukan karena kekuatan kita, tetapi
itu semua karena berkat dari Tuhan.
Walaupun bagi kami semua tulangmu, englau harus menjadi menantu
dan anak kami menjadi isterimu. Dan kami telah menunggu kedatanganmu,
kami tidak keberatan, demikian juga dengan paribanmu, engkau ditunggu
walaupun tidak memiliki.
Dari mana pun engkau mengawini boru tetap juga itu dari boru tulang,
tetap juga inilah anak kami.
Jika sudah dipilih jangan diabaikan
Jika sudah cinta jangan diabaikan
Yang artinya : jika sudah saling mengasihi, selamanya dikasihi. Kasihilah anak
kami ini dari hati yang tulus sekuat kemampuanmu, jika engkau kurang, kami
juga merasa malu, jadi kami sangat yakin engkau dapat melakukan itu dengan
baik, biar kalian mendapat berkat dari Tuhan.
Jadi kepadamu bere, dan boru, kami datang tulangmu walaupun engkau
bukan anak kandungku, tetapi engkau adalah anak yang telah diberkati Tuhan,
jika engkau kurang, katakan kepada kami yang kau anggap menjadi
orangtuamu. Dan jangan seperti menandakan kekurangan