• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Partikel Pemarkah Emotif Bahasa Jepang ; Satu Kajian Pragmatik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Partikel Pemarkah Emotif Bahasa Jepang ; Satu Kajian Pragmatik"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF

BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK

TESIS

Oleh

NAZAYA ZULAIKHA

117009009/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF

BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NAZAYA ZULAIKHA

117009009/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK Nama Mahasiswa : Nazaya Zulaikha

Nomor Pokok : 117009009 Program Studi : Linguistik Konsentrasi : Bahasa Jepang

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Nandang Rahmat, M.A.,Ph.D) (Siti Muharami Malayu, M. Hum)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.) (Prof. Dr. Erman Munir, MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Nandang Rahmat, M.A., Ph.D

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF

BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Linguistik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya

penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian

tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis

cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika

penulisan karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis

ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian

tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang

penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan

yang berlaku.

Medan, Juli 2013 Penulis,

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas partikel/joshi bahasa Jepang sebagai pemarkah emotif melalui pendekatan pragmatik. Partikel dalam bahasa Jepang tidak hanya berperan sebagai pemarkah gramatikal, namun juga berperan sebagai pemarkah emotif. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis-jenis partikel yang muncul sebagai pemarkah emotif, makna emotif yang dibawa oleh partikel, dan hubungan makna emotif dengan konteks situasi percakapan. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1 dan data berupa partikel dengan memberi penekanan analisis pada konteks situasi percakapannya. Data yang dianalisis berjumlah 16 data dengan konteks situasi yang beragam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dalam mengkaji partikel yang terdapat dalam kalimat percakapan. Landasan teori yang digunakan adalah studi pragmatik berdasarkan teori Leech dan konteks situasi berdasarkan teori LFS. Teknik analisis substitusi dan teknik delesi digunakan sebagai pembuktian keabsahan makna emotif yang dikaji. Hasil temuan menunjukkan terdapat 17 partikel pemarkah emotif yang kesemuanya berperan sebagai partikel akhir kalimat, 3 buah diantaranya dapat menandai makna emotif yang lebih dari satu. Emosi yang dominan muncul adalah emosi negatif dan medan wacana berperan penting dalam menentukan makna emotif suatu partikel. Semua partikel tidak dapat disubstitusi maupun dilesapkan karena menyebabkan terjadi perubahan makna emotif dan kerancuan dalam penerjemahan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam pembelajaran mata kuliah percakapan bahasa Jepang.

(7)

ABSTRACT

This research discuss about Japanese particles/joshi as emotive marker through pragmatic approach. Particles have important role in Japanese, not only do as gramatical marker, but also do as emotive marker. Problems discussed in this research are kinds of emotive marker particles, various kinds of emotive meaning marked by particles, and the relation between emotive meaning and context of conversation

situation. “Gals!” by Mihona Fujii volume has been used as data sources and particles as data of this research with emphasize the analysis on the context of conversation. Sixteen data have been analyzed with considering various of context of situation. Descriptive method has been used in this research in order to examine particles in conversation sentences. Theoretical basis used in this research is pragmatic study based on Leech theory and context of situation based on LSF theory. Substitution and deletion analysis techniques have been used as validity and verification instruments of emotive meaning reviewed. The result shown that there are 17 particles which have emotive meaning and all of them are sentence-final particle, where 3 of them mark more than one emotive meanings and field of discourse has a very important role in reviewing emotive meaning in a particle. All particles can not being substituted or deleted because it make a differenciation of emotive meaning and confusion in translation. This research can be a reference in conversation subject in Japanese literature study.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat

dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tak lupa penulis mengucapkan

salawat dan salam pada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW.

Tesis ini berjudul “Analisis Partikel Pemarkah Emotif Bahasa Jepang ;

Satu Kajian Pragmatik”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan

gelar magister pada Program Studi Magister (S2) Linguistik, Konsentrasi Bahasa

Jepang, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Selama proses, pengerjaan tesis ini, penulis memperoleh bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, selayaknya penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. Erman Munir, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara beserta Staf Akademik dan Administrasinya.

2. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua

dan Sekretaris Program Studi Manager Linguistik Sekolah Pascasarjana USU

beserta Dosen dan Staf Administrasinya.

3. Bapak Nandang Rahmat, M.A.,PhD selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Siti

Muharami Malayu, M.Hum selaku Pembimbing II yang telah membimbing

penulis dalam penyelesaian tesis ini serta memberikan dorongan dan motivasi.

4. Prof. Hamzon Situmorang, PhD dan Ibu Dr. Mahriyuni, M.Hum selaku dosen

penguji yang telah memberikan masukan dan arahan dalam menyelesaikan

tesis ini.

5. Kedua orang tua penulis, Bapak Zulkarnain, SE dan Ibu Eldina, S.Pd, yang

telah membesarkan dan membimbing dengan penuh kesabaran dan kasih

sayang, dan juga kepada adik penulis, Mizanina Adlini, yang selalu

menghibur penulis dalam kondisi apapun.

6. Angkatan 2011 Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana

USU, terutama kepada Kak Sarma Panggabean dan Kak Mery Silalahi yang

(9)

7. Ucapan terima kasih spesial penulis tujukan kepada Rizaldi Restu Pratama

yang telah bersedia meluangkan waktu dan selalu memberikan motivasi

kepada penulis.

Semoga Allah SWT memberikan kemurahan rezeki, membalas segala doa

dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap

semoga tesis ini dapat meberikan kontribusi dalam kajian linguistik, khususnya

yang berhubungan dengan studi pragmatik.

Medan, Juli 2013

Penulis,

Nazaya Zulaikha

(10)

RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : NAZAYA ZULAIKHA

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Lhokseumawe, 08 Januari 1990

Alamat : Jln. Sudirman no. 25A

Lubuk Pakam, Kab. Deli Serdang - 20512

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

HP : 0831 9805 2347 / 0821 6135 3547

E-mail : naya.nazaya@gmail.com

II. Riwayat Pendidikan

Tahun 1995-2001 : SD Negeri No. 101900 Lubuk Pakam

Tahun 2001-2004 : SMP Negeri 1 Lubuk Pakam

Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 1 Lubuk Pakam

Tahun 2007-2011 : Departemen Sastra Jepang, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara

III. Riwayat Pekerjaan

Tahun 2012 – sekarang : Dosen bahasa Jepang di STIKes St. Elisabeth

Medan

Tahun 2013 – sekarang : Dosen bahasa Jepang di Fakultas Pariwisata &

(11)

DAFTAR ISI

BAB II : KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.4.1 Partikel Pemarkah Emotif ... 18

2.5 Emosi ... 19

2.5.1 Bahasa dan Emosi ... 21

2.5.2 Makna Emotif... 22

2.6 Penelitian yang Relevan ... 23

BAB III : METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Pengantar ... 28

3.2 Metode Penelitian ... 28

3.3 Pendekatan Penelitian ... 29

3.4 Teknik Penelitian ... 30

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 31

(12)
(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kogal (kogyaru)

Lampiran 2 : Komik “Gals!”

Lampiran 3 : Data

Data 1 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 2) Data 2 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 7-8)

Data 3 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 8) Data 4 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 9-10)

Data 5 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 12) Data 6 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 21) Data 7 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 17) Data 8 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 30-31)

Data 9 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 31-32)

Data 10 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 32-33)

Data 11 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 65)

(14)

DAFTAR SINGKATAN

Ket. Wkt : Keterangan waktu

Ket. Temp : Keterangan tempat

KK : Kata keterangan

Konj : Konjungsi

Kop : Kopula

KS : Kata seru

KSf : Kata sifat

KT : Kata tanya

Mod : Modalitas

N : Nomina

PAK : Partikel akhir kalimat

PKa : Partikel penyambung antar kata

PKl : Partikel penyambung antar kalimat

PN : Pronomina

PO : Partikel penanda objek

PP : Preposisi

PS : Partikel penanda subjek

PW : Partikel penanda waktu

S : Subjek

(15)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas partikel/joshi bahasa Jepang sebagai pemarkah emotif melalui pendekatan pragmatik. Partikel dalam bahasa Jepang tidak hanya berperan sebagai pemarkah gramatikal, namun juga berperan sebagai pemarkah emotif. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis-jenis partikel yang muncul sebagai pemarkah emotif, makna emotif yang dibawa oleh partikel, dan hubungan makna emotif dengan konteks situasi percakapan. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1 dan data berupa partikel dengan memberi penekanan analisis pada konteks situasi percakapannya. Data yang dianalisis berjumlah 16 data dengan konteks situasi yang beragam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dalam mengkaji partikel yang terdapat dalam kalimat percakapan. Landasan teori yang digunakan adalah studi pragmatik berdasarkan teori Leech dan konteks situasi berdasarkan teori LFS. Teknik analisis substitusi dan teknik delesi digunakan sebagai pembuktian keabsahan makna emotif yang dikaji. Hasil temuan menunjukkan terdapat 17 partikel pemarkah emotif yang kesemuanya berperan sebagai partikel akhir kalimat, 3 buah diantaranya dapat menandai makna emotif yang lebih dari satu. Emosi yang dominan muncul adalah emosi negatif dan medan wacana berperan penting dalam menentukan makna emotif suatu partikel. Semua partikel tidak dapat disubstitusi maupun dilesapkan karena menyebabkan terjadi perubahan makna emotif dan kerancuan dalam penerjemahan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam pembelajaran mata kuliah percakapan bahasa Jepang.

(16)

ABSTRACT

This research discuss about Japanese particles/joshi as emotive marker through pragmatic approach. Particles have important role in Japanese, not only do as gramatical marker, but also do as emotive marker. Problems discussed in this research are kinds of emotive marker particles, various kinds of emotive meaning marked by particles, and the relation between emotive meaning and context of conversation

situation. “Gals!” by Mihona Fujii volume has been used as data sources and particles as data of this research with emphasize the analysis on the context of conversation. Sixteen data have been analyzed with considering various of context of situation. Descriptive method has been used in this research in order to examine particles in conversation sentences. Theoretical basis used in this research is pragmatic study based on Leech theory and context of situation based on LSF theory. Substitution and deletion analysis techniques have been used as validity and verification instruments of emotive meaning reviewed. The result shown that there are 17 particles which have emotive meaning and all of them are sentence-final particle, where 3 of them mark more than one emotive meanings and field of discourse has a very important role in reviewing emotive meaning in a particle. All particles can not being substituted or deleted because it make a differenciation of emotive meaning and confusion in translation. This research can be a reference in conversation subject in Japanese literature study.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki daya ekspresi

dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan

bahasa, manusia dapat berkomunikasi antara satu dengan lainnya.

Salah satu fungsi bahasa adalah untuk mengekspresikan emosi. Untuk

memahami emosi dapat dilakukan dengan menganalisis kata emosi yang

didapatkan dari masyarakat pemakai bahasa tersebut. Suzuki (2006 : 6)

menyebutkan bahwa dalam bahasa Jepang, emosi disampaikan secara eksplisit

dimana setiap kalimat ditandai dengan emosi atau informasi personal. Pemarkah

emosi yang kerap muncul dalam ujaran bahasa Jepang berupa partikel atau joshi.

Hal senada disampaikan Ochs dan Schieffelin dalam Suzuki (2006 : 3) bahwa

terdapat berbagai cara dalam mengekspresikan emosi pada berbagai bahasa dan

salah satu cara tersebut adalah melalui penggunaan partikel.

Kawashima (1992 : 1) mengungkapkan bahwa dalam bahasa Jepang, partikel

mengikuti sebuah kata untuk menunjukkan hubungannya dengan kata lain dalam

sebuah kalimat atau memberikan arti dan nuansa tertentu bagi kata tersebut.

Dengan menggunakan partikel dalam percakapan, penutur mengekspesikan emosi

atau tindakannya kepada lawan tutur, sama halnya dengan mengekspresikan

maskulinitas atau feminitasnya. Partikel bahasa Jepang antara lain ne, yo, ka, kara,

(18)

dan sebagainya yang menunjukkan makna emotif seperti kemarahan, keraguan,

kesenangan, keterkejutan, ketidakpuasan, dan sebagainya.

Bahasa yang muncul pada komik atau manga umumnya merupakan bahasa

lisan yang dituliskan, sehingga muncul partikel-partikel pemarkah emotif tertentu

yang dapat dipahami apabila disertai dengan konteks ujaran. Partikel dalam

bahasa Jepang yang mengacu pada emosi dapat diketahui melalui konteks

pembicaraan yang muncul pada komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1 seperti

contoh berikut :

Contoh 1 :

Ran : Atashi ga Kotobuki Ran to shittete batoru

S PS N PKa V V

Saya Kotobuki Ran dan mengetahui berkelahi

tte n nara, uketetatsu ze

PKa Konj V PAK

(yg disebut) kalau, merespon

„Kalau ingin berkelahi dengan Kotobuki Ran ini, ayo maju‟

Ganguro I : Kotobuki Ran!?

N

(19)

Ganguro II : Ge‟! Saikin Shibuya arashiteru yatsu

KS Ket. Wkt Ket. Temp V N

E‟! Belakangan ini Shibuya membuat kacau orang

da yo

Kop PAK

„E‟! Dia orang yang membuat onar di Shibuya akhir-akhir ini‟

Yabai yo

KSf PAK

Bahaya

„Bahaya‟

Nige yo- yo!

V PAK

Kabur ayo

„Ayo pergi!‟

Ganguro I : U .. urareta kenka wa kau no ga kogyaru

V N PS V PKa PKl N

Ditawarkan perkelahian PS membeli PKa PKl kogal

no tessoku!

PKa N

jalan hidup

(20)

Ganguro II : Uso! Sonna tessoku nai tte!!

V Konj N KK PAK

Bohong! yang seperti itu jalan hidup tidak ada

„Bohong! Peinsip seperti itu tidak ada!‟

(“Gals!” Jilid 1, hlm. 9)

Ran merupakan seorang siswa SMA yang tomboy dan suka berkelahi. Di

jalanan Shibuya, seorang pria bernama Satoru menggodanya. Karena tidak

menyukai hal tersebut, Ran memukul Satoru dengan sangat keras hingga pria itu

terjatuh. Kemudian datang wanita ganguro1 yang salah satu diantara mereka

adalah pacar Satoru, yakni ganguro I. Ia melihat Satoru dipukul oleh Ran dan

membentak Ran. Ran menantang mereka untuk berkelahi, akan tetapi ganguro I

dan II terkejut saat Ran menyebut bahwa ia adalah Kotobuki Ran yang ternyata

terkenal sebagai pembuat onar di Shibuya. Ganguro II merasa ketakutan dan

mengajak kabur, akan tetapi ganguro I bersikeras untuk meladeni tantangan Ran

karena menurutnya, menghadapi perkelahian adalah prinsip kogal. Ganguro II

terkejut dan tidak setuju dengan pernyataan ganguro I. Emosi kekesalan ganguro

II terlihat dari adanya penggunaan partikel –tte pada kalimat „Uso! Sonna tessoku

naitte!!‟. Partikel –tte termasuk dalam setsuzokujoshi. Kawashima (1999 : 226)

1

Ganguro merupakan salah satu aliran fashion di kalangan remaja Jepang yang muncul di awal tahun 1990an. Kata ganguro berasal dari gangankuroi (ガンガン黒い) yang berarti „sangat

hitam‟. Aliran ini menentang konsep wanita Jepang tradisional, yakni berkulit pucat, rambut hitam, dan menggunakan make up dengan warna netral sehingga ganguro tampil dengan kulit coklat cenderung hitam, rambut yang diputihkan (di-bleach), dan menggunakan make up dalam

(21)

menyebutkan bahwa partikel –tte yang berada di akhir kalimat menunjukkan

kalimat seru yang mengekspresikan perasaan terkejut, marah, dan bermacam emosi lainnya. Apabila partikel -tte disubstitusikan dengan partikel noni seperti

pada kalimat „Uso! Sonna tessoku nai noni!!‟, maka makna emotif yang muncul

berubah menjadi kekecewaan. Kemudian, apabila partikel –tte dilesapkan, maka

makna emotif terkejut juga menjadi hilang. Dengan demikian, maka pada contoh

1 di atas, partikel –tte membawa makna emotif kekesalan.

Contoh 2 :

Yamato : Hai soko made

N Konj PP

Ya Disitu sampai

Kimi chotto kouban made kinasai

S N PP V

Kamu sebentar kantor polisi sampai tolong datang

„Ya, cukup sampai disitu. Silahkan kamu datang ke kantor polisi‟

Ran : Na nan da yo! Ima omoshiroku naru

PN Kop PAK Ket. Wkt KSf V

Apa sekarang menyenangkan menjadi

toko datta noni!!)

Kop PAK

baru saja

„A.. apa sih! Padahal sekarang sedang seru-serunya!!‟

(22)

Pada contoh 2, Ran bertengkar dengan tiga gadis ganguro dan menimbulkan

kericuhan di pinggir jalan. Di saat ketiga ganguro ketakutan dan Ran sedang di

atas angin, Yamato yang merupakan seorang polisi dan juga kakak Ran,

menangkap dan meminta Ran untuk datang ke kantor polisi. Hal ini menyebabkan

Ran kecewa dan tidak puas, karena baginya, situasi tersebut sedang seru. Ketidakpuasan Ran tergambar dari penggunaan partikel noni pada kalimat „na, nandayo! Ima omoshirokunaru toko datta noni!!‟. Noni termasuk dalam

setsuzokujoshi. Chino (2008 : 84) menyebutkan bahwa noni pada akhir sebuah

kalimat menunjukkan perasaan tidak puas yang tergolong dalam emosi kekecewaan. Apabila noni disubstitusikan dengan -tte seperti pada kalimat „na, nanda yo! Ima omoshirokunaru toko datta tte!!‟, maka emosi yang muncul adalah

kemarahan. Apabila noni dilesapkan menjadi seperti pada kalimat „na, nanda yo!

Ima omoshirokunaru toko datta!!, maka menjadi kalimat pernyataan dan makna

emotif menjadi hilang. Dengan demikian, noni pada contoh 2 di atas

menunjukkan ketidakpuasan yang tergolong dalam emosi kekecewaan.

Pada cuplikan percakapan contoh 1, terdapat partikel –tte dan pada contoh 2

terdapat partikel noni yang membawa makna emotif masing-masing, yakni

kekesalan pada contoh 1 dan kekecewaan pada contoh 2.

Partikel pemarkah emotif dalam bahasa Jepang sering digunakan dalam

percakapan, dimana lawan tutur akan lebih memahami maksud kalimat yang

dituturkan apabila disertai dengan emosi yang muncul. Akan tetapi, partikel dalam

bahasa Jepang memiliki jumlah yang cukup banyak dan masing-masing memiliki

makna emotif yang berbeda-beda, bahkan suatu partikel dapat memiliki beberapa

(23)

sering mengalami kesalahpahaman dalam suasana dan konteks tuturannya,

termasuk dalam memahami makna yang terkandung dalam sebuah kata yang

mengacu pada emosi. Dengan adanya perbedaan konteks ujaran, makna emotif

yang dihasilkan juga berbeda sehingga diperlukan adanya pemahaman konteks

ujaran. Oleh karena itu, dalam menganalisis partikel pemarkah emotif dalam

bahasa Jepang hendaknya menggunakan pendekatan pragmatik, yaitu dengan

mempertimbangkan konteks situasi ujaran dan makna emotif yang dimaksud

penutur.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

Analisis Partikel Pemarkah Emotif Bahasa Jepang : Satu Kajian

Pragmatik”.

1.2 Batasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar

penelitian lebih fokus, perlu ditentukan batasan masalah yang akan diteliti. Dalam

penelitian ini, penulis hanya akan membatasi ruang lingkup pembahasan pada

partikel yang terdapat dalam kalimat percakapan yang membawa makna emotif

yang dituturkan oleh penutur, baik penutur wanita maupun pria, dalam komik

“Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1.

1.3 Rumusan Masalah

Dalam bahasa Jepang terdapat partikel kalimat yang berfungsi sebagai

pemarkah emotif. Pemarkah emotif ini dapat dipahami melalui konteks ujaran.

(24)

makna pragmatik. Atas dasar pertimbangan seperti ini, rumusan masalah dalam

penelitian ini ditetapkan seperti berikut :

1) Partikel apa sajakah yang muncul sebagai pemarkah emotif dalam

kalimat percakapan bahasa Jepang berdasarkan konteks situasi

percakapan?

2) Makna emotif apa sajakah yang terdapat dalam kalimat percakapan

berdasarkan konteks situasi percakapan?

3) Bagaimanakah hubungan makna emotif dan partikel pemarkah emotif

dalam konteks situasi percakapan bahasa Jepang?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan :

1) Jenis partikel pemarkah emotif yang muncul pada kalimat percakapan

berdasarkan konteks situasi percakapan.

2) Makna emosi yang dibawa oleh partikel yang muncul pada kalimat

percakapan berdasarkan konteks situasi percakapan.

3) Hubungan makna emosi yang muncul dengan konteks situasi percakapan.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1) Sebagai bahan rujukan penelitian dalam kajian pragmatik bahasa

(25)

2) Memberikan penjelasan bahwa partikel bahasa Jepang tidak hanya

berfungsi sebagai pemarkah gramatikal, melainkan juga sebagai

pemarkah emotif.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memperkaya khasanah ilmu linguistik

kejepangan serta membantu dalam meningkatkan kualitas penelitian

bahasa Jepang terutama mengenai keterkaitan partikel dengan bahasa lisan

sehingga berpotensi diterapkan dalam pembelajaran mata kuliah

(26)

BAB II

KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengantar

Pada bagian ini diuraikan konsep, kerangka teori, dan kajian pustaka yang

digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari teori-teori yang mendasari dan

penelitian-penelitian yang relevan.

2.2 Pragmatik

Sistem bahasa dihubungkan dengan alam diluar bahasa oleh apa yang disebut

pragmatik. Dalam hal ini, Sudaryat (2004 : 1) menyatakan bahwa pragmatik

berfungsi untuk menentukan serasi tidaknya sistem bahasa dengan pemakaian

bahasa dalam komunikasi. Hal serupa dinyatakan oleh Leech (1997 : 1) bahwa

upaya untuk menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan

tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu

digunakan dalam komunikasi.

Menurut Leech (1997 : 5-6), pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu

untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan

dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada

siapa, dimana, bila mana, bagaimana. Kemudian, Leech (1997 : 8) mengartikan

pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi

ujar (speech situasions).

Hal senada pun disampaikan oleh Levinson (1983 : 9) yang menyebutkan

bahwa pragmatik sebagai kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang

(27)

mengerti sesuatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar

makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks

pemakaiannya. Lebih lanjut, Levinson menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji

tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan

konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.

Kecenderungan kajian pragmatik, seperti yang dikemukakan oleh Thomas

(1995: 2), terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan sudut

pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker

meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif,

menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation).

Berbeda dengan pemikiran Thomas, Yule (1996 : 3-4) berpendapat bahwa

pragmatik mencakup empat ruang lingkup, yaitu studi tentang maksud penutur,

studi tentang makna kontekstual, studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang

disampaikan daripada yang dituturkan, dan studi tentang ungkapan dari jarak

hubungan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik

adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana suatu konteks mempengaruhi

peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam kaitannya

dengan situasi ujaran.

2.3 Konteks

Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Konteks

bahasa menurut Halliday dan Hasan (1992: 14) adalah sebagai konteks internal

(28)

wacana, baik konteks situasi maupun konteks budaya sebagai konteks eksternal

wacana(external discourse contex). Hal senada dikemukakan oleh Saragih (2003 :

4) bahwa aspek-aspek internal teks dan segala sesuatu yang secara internal

melingkupi teks. Dengan demikian, secara garis besar, konteks dapat dibedakan

atas (1) konteks bahasa dan (2) konteks luar bahasa (extralinguistic context), yang

disebut „konteks stuasi‟ dan „konteks budaya‟. Lebih lanjut, Saragih (2003: 4)

juga memaparkan bahwa konteks merupakan wahana terbentuknya teks. Tidak

ada teks tanpa konteks. Konteks mengacu pada segala sesuatu yang mendampingi

teks.

Dalam kaitannya dengan studi pragmatik, Cruse (2006 : 136) menyebutkan

bahwa bidang makna yang dikaji dalam studi pragmatik adalah makna eksternal,

yaitu makna yang terikat konteks (context dependent), yaitu satuan-satuan bahasa

dalam suatu tuturan tersebut dapat dijelaskan apabila ada suatu konteks, yaitu

konteks siapa yang berbicara, kepada siapa orang itu berbicara, bagaimana

keadaan si pembicara, kapan, dimana, dan apa tujuannya sehingga maksud si

pembicara dapat dimengerti oleh orang-orang di sekitarnya. Tanpa memahami

konteks, lawan tutur bahasa akan kesulitan memahami maksud penutur. Konteks

di sini meliputi tuturan sebelumnya, penutur dalam peristiwa tutur, hubungan

antar penutur, pengetahuan, tujuan, setting sosial dan fisik peristiwa tutur.

Singkatnya, makna dalam pragmatik merupakan suatu hubungan yang melibatkan

tiga sisi (triadic relation) atau hubungan tiga arah, yaitu bentuk, makna, dan

(29)

2.3.1 Konteks Situasi

Apabila menelaah dari segi konteks, konteks situasi memiliki peran yang

sangat besar untuk memahami teks. Hal senada dikemukakan oleh Halliday dan

Hasan (1992 : 62) yang mengemukakan bahwa konteks yang paling konkret

adalah konteks situasi karena konteks ini langsung berhubungan dengan teks atau

bahasa, dengan kata lain konteks situasi adalah pintu konteks sosial kepada bahasa.

Lebih lanjut lagi, Halliday (1985:9-10) mengemukakan bahwa terdapat

prinsip-prinsip tertentu yang bisa digunakan untuk memilih cara yang memadai

untuk mendeskripsikan konteks situasi di balik kegagalan yang bisa muncul dalam

mengertikan peristiwa komunikasi. Prinsip sederhana yang memungkinkan

berhasilnya suatu komunikasi tersebut adalah berupa kemampuan kita untuk

mengetahui apa yang akan dikatakan seseorang. Kita membuat perediksi secara

tidak sadar dan prosesnya secara umum di bawah tingkat kesadaran. Prediksi ini

bisa dimungkinkan melalui konteks situasi.

Pada bagian lain, Halliday (1985:45) menyatakan bahwa semua penggunaan

bahasa memiliki suatu konteks. Ciri-ciri tektual memungkinkan siatuasi wacana

menjadi koheren tidak saja dengan dirinya sendiri tetapi juga dengan konteks

situasinya. Teks merupakan suatu contoh proses dan produk dari makna sosial

dalam kontekssituasi tertentu dan konteks situasi terbungkus dalam teks melalui

hubungan sistematik antara lingkungan sosial di satu pihak dan pengorganisasian

fungsi bahasa di pihak lain.

Disamping itu, analisis konteks situasi dapat memberikan makna yang

(30)

Apabila konteks budaya merupakan dasar bagi pemahaman makna teks, maka

konteks situasi dapat dipandang sebagai pembatas makna.

Konsep konteks situasi Halliday mencakup tiga aspek, yakni medan wacana

(field of discourse); pelibat wacana (tenor of discourse) ; dan sarana wacana

(mode of discourse).

Medan wacana (field of discourse) mengacu pada apa yang terjadi pada

hakikat tidak sosial yang terjadi, dalam masalah apa partisipan terlibat dan bahasa

menjadi komponen yang esensial. Dapat dikatakan bahwa medan wacana merujuk

kepada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusi tempat

satuan-satuan bahasa itu muncul, yakni apa yang terjadi dengan seluruh proses, partisipan,

dan keadaan.

Pelibat wacana (tenor of discourse) mengacu pada siapa yang terlibat, yakni

partisipan, status, dan perannya, termasuk jenis hubungan peran yang dimiliki satu

sama lainnya, baik yang bersifat permanen atau temporer, status terkait dengan

tempat individu dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain. Dapat

dikatakan bahwa pelibat wacana merujuk pada hakikat relasi antarpartisipan,

termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan lingual. Jarak

sosial terkait dengantingkat pengenalan partisipan terhadap partisipan lainnya,

akrab atau memiliki jarak.

Sarana wacana (mode of discourse) mengacu pada peran yang dimainkan

oleh bahasa, yakni apa yang diharapkan oleh pelibat dari penggunaan bahasa pada

situasi tertent, termasuk saluran yang dipilih, apakah lisan atau lisan.

Penelitian ini memfokuskan pada penelaahan partikel pemarkah emotif

(31)

dengan medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. Dengan analisis

konteks melalui medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana, dapat

diketahui hubungan antara makna emotif yang ditandai oleh suatu partikel dengan

konteks situasi percakapannya. Adapun keseluruhan sarana wacana dalam

penelitian ini berupa bahasa lisan dalam bentuk dialog yang dituliskan.

2.4 Partikel

Partikel merupakan salah satu komponen penting dalam bahasa Jepang.

Dengan adanya partikel pada suatu kalimat, maka dapat diketahui makna kalimat

tersebut. Sutedi Partikel (joshi) menurut Sutedi (2008 : 44) yaitu kata bantu

(partikel), tidak bisa berdiri sendiri, dan tidak mengalami perubahan bentuk.

Partikel atau joshi dalam bahasa Jepang menunjukkan hubungan kata dengan

kata lain dalam keseluruhan kalimat dan memberikan makna atau nuansa tertentu.

Beberapa partikel memiliki padanan dalam bahasa lain seperti bahasa Inggris, ada

yang memiliki fungsi yang sama dengan preposisi dalam bahasa Inggris, tetapi

partikel juga dapat berfungsi sebagai post-position karena partikel tersebut selalu

mengikuti kata yang dilekatinya. Ada juga partikel yang memiliki fungsi

khusus/tertentu yang tidak terdapat dalam bahasa Inggris (Japanese.about.com).

Karena banyaknya jumlah partikel dan masing-masing partikel dapat memiliki

fungsi dan makna yang lebih dari satu macam, sehingga sulit untuk memahami

partikel dalam bahasa Jepang.

Partikel tidak memiliki makna secara leksikal, namun memiliki makna secara

gramatikal. Hal senada dikemukakan oleh Chino (2008 : vii) yang menyebutkan

(32)

dapat ditafsirkan dalam sebuah percakapan yang memiliki kemutlakan arti

tersendiri yang bebas ikatan dan melengkapi dirinya sendiri dalam bagian-bagian

pembicaraan. Kaidah bahasa yang disepakati dalam bahasa Jepang mungkin sekali

bahwa partikel sesungguhnya tidak memiliki arti, kecuali arti yang berhubungan

dengan konteksnya. Oleh karena itu, suatu kata yang hanya terdiri dari partikel

saja tidak memiliki arti apapun, namun dengan ditambahkan kata lain, maka akan

membawa perbedaan yang signifikan.

Partikel / joshi menurut Sudjianto (2000 : 80-81) terbagi dalam empat

kategori, yaitu :

1) Fukujoshi, yaitu partikel yang digunakan untuk menghubungkan

kata-kata yang ada sebelumnya dengan kata-kata-kata-kata yang ada pada bagian

berikutnya. Partikel yang termasuk dalam fukujoshi antara lain : bakari,

dake, demo, hodo, ka, kiri, koso, kurai/gurai, made, mo, nado, nari, noni,

sae, shika, wa, dan yara

2) Kakujoshi, yaitu partikel yang digunakan setelah taigen (nomina) untuk

menyatakan hubungan satu bunsetsu (suku kata) dengan bunsetsu lainnya.

Partikel yang termasuk dalam kakujoshi antara lain : de, e, ga, kara, ni,

no, to, ya, dan yori.

3) Setsuzokujoshi, yaitu partikel yang berfungsi untuk menghubungkan

bagian-bagian kalimat (penyambung kalimat). Partikel yang termasuk

dalam setsuzokujoshi antara lain : ba, ga, kara, keredomo, nagara, node,

noni, shi, tari, te, temo, dan to.

4) Shuujoshi, yaitu partikel yang digunakan di bagian akhir kalimat untuk

(33)

haru pembicara. Partikel yang termasuk dalam shuujoshi antara lain : ka,

kashira, kke, na/naa, ne, sa, tomo, wa, ya, yo, ze, dan zo.

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Masuoka dan Takubo (1993:

49-53) yang mengelompokkan jenis-jenis joshi dalam lima kelompok

berdasarkan fungsinya, yakni :

1) Kakujoshi

Kakujoshi merupakan partikel yang menunjukkan hubungan terhadap

predikat dengan kata pelengkap. Joshi yang termasuk dalam kelompok

ini adalah: ga, o, ni, kara, to, de, e, made, yori.

2) Teidaijoshi

Teidaijoshi merupakan partikel yang berfungsi untuk menunjukkan

subjek kalimat. Joshi yang termasuk dalam kelompok ini misalnya: wa,

nara, tte, ttara.

3) Toritatejoshi

Toritatejoshi merupakan partikel yang berfungsi untuk

memberikan sebuah contoh yang mewakili suatu hal yang sifat atau

jenisnya sama. Joshi yang termasuk dalam kelompok ini misalnya: wa,

mo, sae, demo, sura, datte, made, dake, bakari, nomi, shika, koso,

nado, nanka, nante, kurai.

4) Setsuzokujoshi

Setsuzokujoshi merupakan partikel yang berfungsi untuk

menghubungkan klausa dengan klausa dan kata dengan kata. Joshi

yang termasuk dalam kelompok ini misalnya : no, made, nari, kiri,

(34)

5) Shuujoshi

Shuujoshi merupakan partikel yang muncul di akhir kalimat. Partikel

yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang menyatakan kepastian

atau kesimpulan (seperti sa), pertanyaan (seperti ka, kai, kana,

kashira), penegasan atau persetujuan konfirmasi (seperti ne, na),

pemberitahuan atau informasi (seperti yo, zo, ze), perasaan kagum

(seperti naa, wa), ingatan atau konfirmasi (seperti kke), dan larangan

(seperti na).

Dalam penelitian ini merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh

Sudjianto yang membagi partikel / joshi dalam empat kategori, yakni kakujoshi,

fukujoshi, setsuzokujoshi, dan shuujoshi. Dengan adanya klasifikasi kelompok

partikel / joshi dalam bahasa Jepang, maka dapat diketahui kelompok partikel

yang dominan muncul dalam komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1.

2.4.1 Partikel Pemarkah Emotif

Partikel atau joshi dalam bahasa Jepang menurut Sugihartono (2001 : viii)

adalah jenis kata yang tidak mengalami perubahan dan tidak bisa berdiri sendiri

yang berfungsi membantu dan menentukan arti, hubungan penekanan, pernyataan,

keraguan, dalam suatu kalimat bahasa Jepang baik dalam ragam lisan maupun

ragam tulisan. Hal senada dikemukakan oleh Kitahara (1972 : 214) yang

menyebutkan bahwa sebagai fungsinya, partikel menempel pada kata lain dan

menyatakan hubungan kata itu dengan kata lain, serta memberikan arti tertentu

(35)

Partikel dalam kaitannya sebagai pemarkah emotif, Makino dan Tsutsui

(1997 : 49) menyebutkan bahwa partikel, terutama partikel akhir kalimat,

memiliki peran penting dalam menentukan fungsi sebuah kalimat. Selain itu,

dengan menggunakan partikel dalam percakapan, penutur mengekspesikan emosi

atau tindakannya kepada lawan tutur, sama halnya dengan mengekspresikan

maskulinitas atau feminitasnya. Selain itu, Sakakura (1989 : 314) mengungkapkan

bahwa shuujoshi merupakan golongan partikel yang berfungsi untuk

mengungkapkan pertanyaan, perasaan, seruan, larangan, perintah, penekanan, dan

harapan dari pembicaranya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partikel dapat

memberikan arti dan fungsi tertentu pada kata yang dilekatinya, dan salah satu

fungsi partikel adalah mengungkapkan emosi penutur. Dengan demikian, salah

satu fungsi partikel adalah sebagai pemarkah emotif.

2.5 Emosi

Emosi adalah kata serapan dari bahasa Inggris, yakni emotion. Emosi

digunakan untuk menggambarkan perasaan yang kuat akan sesuatu dan perasaan

yang sangat menyenangkan atau sangat mengganggu. Menurut Safaria dan

Saputra dalam Hikmah (2011 : 25), emosi dalam makna paling harfiah

didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu dari

setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap.

Menurut Daniel Goleman (2002 : 411), emosi merujuk pada suatu perasaan

dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian

(36)

bertindak. Sebagai contoh, emosi gembira mendorong seseorang berperilaku

tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis, dan sebagainya.

Lebih lanjut lagi, Wierzbicka dalam Hikmah (2011 : 26), emosi diekspresikan

dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Misalnya menulis dalam kata-kata, dan

perubahan ekspresi wajah. Ekspresi dari kedua bentuk tersebut dapat berupa sedih,

marah, takut, senang, bahagia, ceria, atau cinta. Pengkategorian emosi yang cukup

bermanfaat adalah dengan membedakan emosi berdasarkan skenario kognitif yang

dimiliki seseorang terhadap emosi yang dialami, berdasarkan nilai positif dan

negatif, dan kedekatan makna antara kata-kata emosi, dan lainnya.

Dalam memahami emosi, Rintell dalam Hong (2007 : 114) menyebutkan

bahwa ekspresi emosi tidak hanya menarik dari sisi studi mengenai tindakan

manusia, tetapi juga sebagai praktik pragmatik.

Emosi dasar menurut Fehr dan Russell dalam Hong (2007 : 116) terbagi atas

tujuh, yakni kebahagiaan, kemarahan, kesedihan, cinta, ketakutan, kebencian, dan

keterkejutan. Berbeda dengan pendapat di atas, Daniel Goleman (2002 : 411)

mengemukakan emosi dasar menjadi delapan, yaitu : amarah (seperti beringas,

mengamuk, benci, jengkel, kesal hati), kesedihan (seperti sedih, muram,

melankolis, putus asa), takut (seperti cemas, gugup, khawatir), kenikmatan

(seperti bahagia, riang, senang), cinta (seperti penerimaan, persahabatan,

kepercayaan, hormat), terkejut (seperti terkesiap, terkejut), jengkel (seperti hina,

jijik, muak, tidak suka), malu (seperti malu hati, kesal).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan

(37)

dan nonverbal dan terdiri dari beberapa emosi dasar seperti

kesenangan/kebahagiaan, kemarahan, kesedihan, keterkejutan, dan sebagainya.

2.5.1 Bahasa dan Emosi

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengungkapkan emosi, baik dalam

bentuk kata, kelompok kata, maupun kalimat. Ungkapan emosi ini diucapkan di

mana saja. Semua ungkapan tersebut merupakan pesan dalam bentuk bahasa.

Semua bahasa memiliki ekspresi-ekspresi afektif yang membantu memperkaya

komunikasi dengan menyatakan secara tidak langsung perbedaan-perbedaan yang

halus, seperti memvariasikan tingkat kejengkelan atau kepasrahan, keraguan, atau

humor. Seperti yang dikemukakan oleh Suleski dan Masada (2012 : 1) bahwa

penutur bahasa asli atau native speaker dari suatu bahasa menggunakan

ekspresi-ekspresi ini di setiap waktu untuk memberikan bumbu pada percakapan mereka.

Hal senada juga dinyatakan oleh Fujimura (2008 : 545) yang menyatakan bahwa

dalam interaksi sehari-hari, orang-orang mengekspresikan tindakan, mood, dan

perasaan mereka dan bahasa memiliki lingkup yang luas dalam pemarkah wacana

dan ekspresi yang mengartikulasikan sikap afektif pembicara.

Pemahaman emosi sangat terkait dengan struktur bahasa melalui unsur-unsur

makna yang tercermin dalam kata yang menggambarkan pengalaman emosi. Oleh

karena itu, pemahaman mengenai emosi dapat dilakukan dengan menganalisis

kata emosi yang didapatkan dari masyarakat pengguna bahasa tersebut. Emosi

mewadahi individu untuk berhubungan dengan dunia, tetapi hubungan ini tidak

lengkap sampai emosi dikaitkan dengan status kognitif individu yang memberikan

(38)

sendirinya tanpa didahului adanya sebuah realitas berupa status emosi yang

dilambangkan dengan kata tersebut. Kata emosi menurut Wijokongko dalam

Widhiarso (2004 : 21) secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,

yaitu emosi yang berhubungan dengan peristiwa yang baik (emosi positif) dan

emosi yang berhubungan dengan peristiwa yang buruk (emosi negatif). Emosi

dalam kelompok pertama meliputi kata-kata seperti gembira, senang, riang, dan

bangga. Emosi dalam kelompok kedua yang disebut juga sebagai emosi negatif

mencakup kata-kata seperti sedih, marah, malu, takut, dan kecewa. Lebih lanjut

lagi, Morgan dalam Widhiarso dan Hadiyono (2010 : 153) mengemukakan, kosa

kata emosi adalah label verbal yang digunakan untuk menggambarkan dan

mengekspresikan status emosi yang dialami individu. Label ini dapat berupa: 1)

kosa kata yang menggambarkan emosi murni (marah, sedih); 2) kosa kata yang

menggambarkan perilaku ketika emosi muncul (menangis, tertawa); 3) kosa kata

sebagai metafora suasana hati (tercabik,berbunga).

Berdasarkan pendapat di atas, bahasa sebagai media yang berperan dalam

pengungkapan emosi manusia yang didalamnya terdapat kata-kata yang merujuk

pada emosi yang berbeda-beda di setiap bahasa. Dengan memahami kata

bermuatan emosi dalam bahasa Jepang yang dalam hal ini merupakan partikel

pemarkah emotif, maka komunikasi yang terjadi menjadi lebih lancar tanpa

adanya kesalahpahaman dalam memaknai emosi dalam percakapan tersebut.

2.5.2 Makna Emotif

Makna emotif (emotive meaning) menurut Suwandi (2008 : 94) adalah makna

(39)

penilaian terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan. Hal senada dikemukakan

oleh Sudaryat (2004 :26) yang menyebutkan bahwa makna emotif merupakan

makna yang timbul sebagai akibat reaksi penutur terhadap penggunaan bahasa

dalam dimensi rasa yang berhubungan dengan perasaan yang timbul setelah

pesapa mendengar atau membaca sesuatu kata sehingga menunjukkan adanya

nilai emosional. Karena itu, makna afektif atau makna emotif berhubungan

dengan perasaan pribadi penutur, baik terhadap penutur maupun objek

pembicaraan. Makna ini lebih terasa dalam bahasa lisan daripada bahasa tulisan.

Secara semantis, orang yang mengalami emosi dikatakan pengalam

(experiencer). Ada dua cara yang digunakan pengalam untuk mengungkap emosi:

secara verbal dan nonverbal. Ungkapan emosi verbal melalui kata-kata atau ujaran

emosi, sedangkan ungkapan emosi nonverbal melalui ekspresi wajah (mimik),

gerakan tangan, gerakan kata, mengangkat bahu, dan sebagainya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa makna emotif merupakan makna

yang timbul akibat adanya reaksi dari penutur mengenai apa yang dipikirkan atau

dirasakan yang dalam penelitian ini digambarkan melalui adanya penggunaan

partikel pemarkah emotif. Partikel sebagai pemarkah emotif memegang peranan

untuk menyampaikan makna emotif penutur kepada lawan tutur dalam suatu

percakapan bahasa Jepang.

2.6. Penelitian yang Relevan

Mia (2007) dalam tesisnya “Analisis Fungsi Shuujoshi Kana dan Kashira

dalam Manga Berjudul Asari Chan 1,5, dan 9” menganalisis tentang perbedaan

(40)

ragam bahasa pria dan kashira dalam ragam bahasa wanita. Namun, seiring

dengan perkembangan zaman, kedua partikel tersebut mulai digunakan baik pada

pria maupun wanita.

Penelitian di atas memberikan pandangan mengenai penggunaan kana dan

kashira dalam ragam percakapan pria dan wanita. Kana dan kashira sebagai salah

satu partikel akhir kalimat cenderung pada pengungkapan keragu-raguan,

pengandaian, dan pengungkapan saran kepada diri sendiri. Hal ini membantu

dalam menganalisis partikel sebagai pemarkah emotif dalam percakapan.

Manurung (2010) dalam jurnal “Analisis Penggunaan Partikel Akhiran

Shuujoshi „Ne‟ dan „Yo‟ pada Novel “Sabiru Kokoro” menganalisis tentang

perbedaan makna sebagai pembeda fungsi pada shuujoshi ne dan yo. Dalam jurnal

tersebut, dinyatakan bahwa shuujoshi ne, digunakan oleh penutur saat ia

mempunyai kesamaan persepsi dengan pendengarnya, sedangkan penggunaan

shuujoshi yo terjadi apabila pernyataan penutur berbeda dengan persepsi si

pendengarnya. Selain itu juga terdapat perbedaan makna yang besar diantara

sesama shuujoshine dan sesama shuujoshiyo.

Ne dan yo sebagai salah satu partikel akhir kalimat merupakan partikel yang

cukup sering digunakan dalam percakapan yang berfungsi untuk menyetujui

maupun tidak menyetujui pendapat lawan bicara. Melalui penelitian di atas

memberikan pandangan mengenai fungsi yang berbeda antara partikel ne dan yo

sehingga penelitian di atas dapat mempermudah dalam menganalisis makna

emotif partikel ne dan yo dalam penelitian ini.

Nurhayati (2010) dalam tesisnya “Analisis Penggunaan Josei Senyou no

(41)

menganalisis mengenai bunmatsushi (shuujoshi), yakni partikel di akhir kalimat

yang biasa digunakan oleh wanita untuk menunjukkan perasaan pembicara

terhadap lawan bicara, seperti kashira, mono, no, yo, dan wa, serta bentuk kalimat

yang menyertainya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa josei

senyou no bunmatsushi berfungsi untuk menghindari pernyataan langsung, tidak

bersifat memerintah, dan tidak memaksakan pendapat terhadap lawan bicara, yang

umumnya digunakan pada lawan bicara yang dekat atau berusia yang lebih muda

dalam situasi tidak formal. Bentuk kalimat yang disertai josei senyou no

bunmatsushi sebagian besar dalam bentuk biasa (futsutai).

Penelitian di atas memiliki kajian yang mendekati penelitian ini, yakni

membahas mengenai fungsi partikel akhir kalimat yang umum digunakan oleh

wanita. Dalam fungsi partikel yang dibahas pada penelitian di atas terdapat hasil

penelitian yang menunjukkan adanya makna emotif pada beberapa partikel akhir

kalimat dalam percakapan wanita, sehingga penelitian ini membantu proses

analisis data dalam penelitian ini

Laili (2010) dalam artikel jurnalnya berjudul “Penggunaan Bahasa Ragam

Pria Danseigo oleh Tokoh-Tokoh Utama Wanita dalam Komik Chibi Maruko

Chan Karya Momoko Sakura” yang menganalisis fungsi shuujoshii (partikel akhir

kalimat) dan pronomina dalam ragam bahasa pria bahasa Jepang yang digunakan

oleh tokoh wanita dalam komik Chibi Maruko Chan 3. Analisis dilakukan

terhadap 188 data kalimat dengan menyertakan konteks percakapan melalui

pendekatan sosiolinguistik. Hasil penelitian menunjukkan fungsi-fungsi shuujoshi

(42)

berjumlah 11 data dan fungsi pronomina dalam ragam bahasa pria yang berjumlah

4 kalimat dan yang dianalisis berjumlah 3 data.

Penelitian di atas melakukan analisis terhadap partikel dan bahasa Jepang,

yakni shuujoshi (partikel akhir kalimat) yang didalamnya menyinggung fungsi

shuujoshi yang berkaitan dengan makna emotif. Penelitian di atas memberikan

pandangan mengenai fungsi shuujoshi dalam kaitannya dengan makna emotif

yang juga merupakan salah satu objek kajian dalam penelitian ini

Aderyn (2011) dalam tesisnya “Analisis Fungsi Partikel Ka (Shuujoshi)

dalam Novel Rough Karya Aoki Hikaru” yang menganalisis mengenai berbagai

macam fungsi partikel ka. Dari penelitian tersebut, ditemukan fungsi yang paling

banyak ditemukan dalam novel tersebut adalah fungsi yang menunjukkan suatu

hal yang tidak pasti, didahului kata tanya yang mengekspresikan keraguan.

Penelitian di atas secara tidak langsung mengungkapkan bahwa adanya

makna emotif dalam partikel ka, yakni keraguan, sehingga mendekati kajian

penelitian ini, yakni memberikan pandangan mengenai fungsi partikel ka yang

dalam hal ini berkaitan dengan makna emotif.

Arvianti (2011) dalam artikel jurnalnya yang berjudul “Kajian Konteks dalam

Tindak Tutur Tidak Langsung” yang menganalisis kalimat-kalimat tidak langsung

melalui konteks yang berkaitan dengan waktu dan tempat, interaksi antara penutur

dan lawan tutur, serta hubungan penutur dan lawan tutur dengan menggunakan

pendekatan pragmatik. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa

keterkaitan konteks sangat berpengaruh dalam memahami tuturan yang

melibatkan setting tempat dan waktu tuturan, kegiatan interaksi berbahasa antara

(43)

Penelitian di atas menekankan pada analisis konteks situasi percakapan yang

merupakan bidang kajian yang sama dengan penelitian ini, serta memberikan

pandangan peranan konteks dalam percakapan pada tindak tutur tidak langsung.

Penelitian-penelitian di atas kesemuanya membahas mengenai partikel bahasa

Jepang, terutama partikel akhir kalimat (shuujoshi). Melalui temuan dari

penelitian-penelitian yang relevan di atas, memberikan pandangan mengenai

fungsi-fungsi partikel yang menjadi dasar dari penelitian ini. Namun, penelitian

yang telah dilakukan hanya sebatas mengenai fungsi suatu partikel dan belum ada

penelitian yang memfokuskan pada pembahasan mengenai makna emotif yang

terkandung dalam suatu partikel dalam kalimat percakapan.

Partikel bahasa Jepang memiliki jumlah yang banyak dan masing-masing

memiliki makna emotif yang berbeda-beda, bahkan suatu partikel dapat memiliki

beberapa makna emotif dan makna yang muncul berbeda-beda sesuai dengan

konteks ujaran, sehingga dapat terjadi kesalahan dalam memaknai emosi yang

muncul. Oleh karena itu, penelitian ini membahas mengenai partikel yang

difokuskan pada kajian makna emotif yang dibawa oleh partikel dalam bahasa

Jepang dengan mengambil sumber data dari komik “Gals!” karya Mihona Fujii

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pengantar

Pada bagian ini diuraikan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Selain

itu diuraikan pula pendekatan penelitian, teknik pengumpulan dan teknik analisis

data, serta sumber data dan data.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian menurut Hasan (2002 : 21) adalah tata cara bagaimana

suatu penelitian dilaksanakan. Metode penelitian membicarakan mengenai tata

cara pelaksanaan penelitian yang melingkupi prosedur dan teknik penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif analisis, yaitu metode yang

menganalisis data berdasarkan data yang diperoleh tanpa menambahi atau

mengurangi, kemudian menganalisisnya, sesuai dengan pendapat Sevilla (1993 :

71). Lebih lanjut, Sumantri (1998 : 41) menambahkan, metode deskriptif analitis

yaitu metode yang dipergunakan untuk meneliti gagasan atau produk pemikiran

manusia yang telah tertuang dalam bentuk media cetak, baik yang berbentuk

naskah primer maupun naskah sekunder dengan melakukan studi kritis

terhadapnya. Fokus penelitian deskriptif analitis adalah berusaha mendeskripsikan,

membahas, dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontasikan

dengan gagasan primer yang lain dalam upaya melakukan studi yang berupa

(45)

Hal senada disampaikan oleh Djajasudarma (1993 : 8) yang berpendapat

bahwa dengan metode deskriptif mampu memberikan penjelasan secara

sistematis, akurat, dan faktual mengenai data, sifat-sifat, serta hubungan

fenomena-fenomena yang diteliti dan akhirnya menghasilkan gambaran data yang

ilmiah. Dengan demikian, diharapkan mendapat gambaran sifat keadaan ataupun

fenomena-fenomena kebahasaan secara alami yang ada dalam bahasa Jepang.

Adapun tujuan metode deskriptif menurut Nazir (2003 : 16) adalah untuk

membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang terjadi.

3.3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

pragmatik, yakni pengkajian data melalui sudut pandang pragmatik dengan

mempertimbangkan konteks situasi percakapan. Melalui pendekatan pragmatik

seperti yang dikemukakan oleh Mey (2001 : 11), diperhitungkan dalam

menganalisis data karena adanya kesadaran bahwa pengungkapan hakikat bahasa

sulit untuk dicapai jika tidak mempertimbangkan pragmatik, yaitu mempelajari

bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. Melalui pragmatik,

masalah-masalah dalam penelitian linguistik telah dikaji dari sudut pandang yang berbeda

dan bahkan mempertimbangkan disiplin ilmu lain. Lebih lanjut Richards et al

dalam Paltridge (2000 : 5) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mengkaji

interpretasi bahasa yang bergantung pada pengetahuan akan dunia, bagaimana

penutur menggunakan dan memahami ujaran, dan bagaimana struktur kalimat

(46)

pragmatik mengkaji pada apa yang penutur maksud dengan tuturan mereka

daripada kata-kata atau frasa berdasarkan makna literalnya.

Dalam kaitannya dengan kajian dalam penelitian ini, penulis berpendapat

bahwa dalam menganalisis percakapan, tidak dapat terlepas dari kajian pragmatik.

Hal ini dipertegas oleh adanya pendapat Levinson (1983: 284-285) yang

mengemukakan bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang sangat mendasar

tentang fenomena pragmatik, seseorang dapat mengkaji percakapan karena

percakapan merupakan inti atau jenis prototipe penggunaan bahasa yang paling

mendasar. Berbagai aspek pragmatik ditunjukkan dengan jelas di dalam

percakapan.

3.4. Teknik Penelitian

Tahap–tahap penelitian yang dilakukan yakni pertama-tama mencari,

mengumpulkan partikel yang mungkin membawa makna emotif yang terdapat

dalam kalimat percakapan bahasa Jepang dalam komik sebagai sumber data,

kemudian data yang telah dikumpulkan tersebut diidentifikasi apakah benar

membawa makna emotif, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Tahap berikutnya adalah menganalisis data yang telah diidentifikasi dan

diterjemahkan tersebut dengan mempertimbangkan konteks situasi percakapan

dengan menggunakan analisis deskriptif-kualitatif, yakni suatu teknik yang

menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul

dengan memberikan perhatian pada aspek situasi, dengan menggunakan teknik

(47)

Data-data tersebut kemudian dirangkum, disusun, dan dilakukan penarikan

kesimpulan berdasarkan data yang telah diteliti. Dari kesimpulan yang ada, dapat

diberikan saran yang dinilai bermanfaat bagi perkembangan ilmu bahasa Jepang.

Dengan demikian, tahapan dalam penelitian ini meliputi kegiatan mengumpulkan,

mengidentifikasi, menerjemahkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data.

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (library research),

yaitu suatu teknik penelitian yang dilakukan dengan cara mencari, mengumpulkan,

mempelajari, dan meneliti data dari sumber yang berhubungan dengan objek

penelitian.

Sumber data dalam penelitian ini adalah komik “Gals!” karya Mihona Fujii

jilid 1, 2, dan 3. Teknik pengumpulan data ditempuh dengan cara :

1. Memfokuskan pada pemecahan masalah yang akan diteliti dengan

mengumpulkan data-data yang relevan dengan objek penelitian.

2. Mengidentifikasi kalimat-kalimat yang didalamnya terdapat partikel

pemarkah emotif.

3. Mengumpulkan cuplikan kalimat yang mengandung partikel pemarkah

emotif.

4. Cuplikan kalimat yang telah dikumpulkan kemudian diterjemahkan

secara gloss, yakni dengan menerjemahkan kata per kata dalam kalimat

percakapan, kemudian penerjemahan tersebut disesuaikan dengan

(48)

3.4.2 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

identifikasi pada semua data yang diperoleh. Data yang dikumpulkan kemudian

diolah dan dianalisis untuk menemukan makna emotif yang dibawa oleh partikel

dalam kalimat percakapan bahasa Jepang dan hubungannya dengan konteks

percakapan berdasarkan pendekatan pragmatik.

Adapun teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik

substitusi dan delesi (pelesapan). Teknik substitusi dilakukan dengan

menggantikan suatu partikel dalam suatu kalimat dalam data dengan partikel lain

sehingga dapat diketahui apakah dengan berubahnya partikel tersebut, makna

emotif dari suatu kalimat berubah atau tidak. Teknik delesi dilakukan dengan

melesapkan partikel dari suatu kalimat dalam data sehingga dapat diketahui

apakah makna emotif ikut hilang atau tidak.

Langkah-langkah yang diambil adalah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi makna emotif yang muncul pada kalimat percakapan

2) Mengidentifikasi jenis partikel yang muncul sebagai penanda emotif

dalam kalimat percakapan

3) Mengidentifikasi hubungan makna emotif yang muncul dengan konteks

situasi percakapan

4) Melakukan analisis berdasarkan teori yang berkaitan dengan emosi dan

konteks situasi.

5) Menguji keabsahan hasil temuan makna emotif pada partikel berdasarkan

hasil analisis dengan teknik substitusi dan teknik delesi untuk

(49)

3.5. Sumber Data dan Data 3.5.1 Sumber Data

Sumber data penelitian ini diperoleh dari komik “Gals!” karya Mihona Fujii

yang merupakan komik bergambar. Komik “Gals!” menceritakan tentang

kehidupan remaja siswa SMA Hounan dengan tokoh utama Kotobuki Ran yang

memiliki sahabat dekat bernama Yamazaki Miyu dan Hoshino Aya. Ketiga tokoh

dalam komik ini merupakan kogal (kogyaru). Karena tokoh dalam komik ini

adalah para remaja, maka di dalamnya terdapat bentuk-bentuk emosi yang

tergambarkan melalui partikel-partikel pemarkah emotif dalam dialog informal

dan konteks situasi yang beragam sehingga menarik untuk diteliti. Oleh karena itu,

komik “Gals!” dipilih sebagai sumber data dalam penelitian ini.

Komik “Gals!” diterbitkan oleh Penerbit Shueisha, Tokyo, pada tahun 1991

yang terdiri dari 197 halaman. Di dalamnya terdapat lima cerita yang

masing-masing memiliki cerita yang berbeda, namun dengan tokoh yang sama2.

3.5.2 Data

Data dalam penelitian ini adalah partikel bermakna emotif yang terdapat

dalam 16 cuplikan kalimat percakapan pada komik “Gals!” yang menurut

Sudjianto (2000 : 80-81) terdiri dari empat kategori yaitu fukujoshi (partikel yang

digunakan untuk menghubungkan kata yang ada sebelumnya dengan

kata-kata yang ada pada bagian berikutnya), kakujoshi (partikel yang digunakan setelah

nomina untuk menyatakan hubungan satu suku kata dengan suku kata lainnya),

setsuzokujoshi (partikel yag digunakan untuk menghubungkan bagian-bagian

(50)

dalam kalimat atau sebagai penyambung kalimat), dan shuujoshi (partikel yang

berada di bagian akhir kalimat untuk menyatakan pertanyaan, rasa heran,

keragu-raguan, harapan, atau rasa haru pembicara). Berdasarkan cuplikan percakapan

yang dikumpulkan, terdapat 12 data partikel yang dianalisis dan diidentifikasi

(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Pengantar

Pada bagian ini diuraikan 16 data percakapan yang mengandung partikel

pemarkah emotif dalam komik “Gals!” karya Mihona Fujii yang dipaparkan

dengan disertai konteks situasi percakapan. Data disampaikan dengan

menyertakan bahasa Jepang yang kemudian diterjemahkan secara gloss, kemudian

diterjemahkan sesuai dengan konteksnya.

4.2. Hasil Penelitian Data 1

Ran merupakan siswa kelas 2 SMA Hounan dan juga seorang kogal3 yang sering

hang-out di Shibuya. Suatu saat, seorang pria bernama Satoru menggoda Ran di

jalan Shibuya dan menganggap Ran menyukai dirinya.

Satoru : Ore4 no koto suki nan daro?

highschool girl) yang pertama kali muncul di Jepang pada tahun 1990an. Gyaru merupakan cara pengucapan bahasa Jepang untuk menyebutkan „girl‟. Kogal dapat dikenali dengan wanita muda

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, makna yabai yang pada mulanya hanya dipakai dalam suatu keadaan yang tidak menguntungkan atau pada keadaan yang memang memiliki

Makna emotif senang terdapat pada kata elok emak, baik bapak, bahasa figuratif (eksplisit) membandingkan arti yaitu emak dan bapak adalah sepasang manusia yang ideal dan

Makna yang dihasilkan oleh partikel kasus to dan ni dalam kalimat bahasa Jepang antara lain; partikel kasus to menghasilkan kalimat dengan makna pasangan kebersamaan

Sedangkan kepaduan hubungan antara makna atau informasi yang satu dengan yang lain dalam paragraf disebut koherensi. Paragraf yang memiliki kepaduan hubungan

Analisis semantik dan emotif dengan judul ”Analisis Makna Emotif dalam Pepatah Nasihat Bahasa Melayu Serdang” merupakan penelitian yang menganalisis makna emotif melalui

Makna houkou ni kansuru mono untuk memberikan informasi secara sopan, penggunaan partikel ni dan e terhadap kata tunjuk berdasarkan kalimat nya menunjukkan tidak

Nomina disini bertindak sebagai predikat. Ketika partikel mo melekat pada nomina tersebut, polanya akan berbentuk ‘nomina + de + mo’ kemudian di belakang partikel mo

nukedashite !dla kara, oya ni milsukattara taihen da mon '(karena) aIm keluar mmah diam-diam, akan sangat berbahaya kalau orang tuaku menemukanku'. Pada kalimat tersebut,