ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF
BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK
TESIS
Oleh
NAZAYA ZULAIKHA
117009009/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF
BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NAZAYA ZULAIKHA
117009009/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK Nama Mahasiswa : Nazaya Zulaikha
Nomor Pokok : 117009009 Program Studi : Linguistik Konsentrasi : Bahasa Jepang
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Nandang Rahmat, M.A.,Ph.D) (Siti Muharami Malayu, M. Hum)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.) (Prof. Dr. Erman Munir, MSc)
Telah diuji pada
Tanggal : 30 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Nandang Rahmat, M.A., Ph.D
PERNYATAAN
Judul Tesis
“
ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF
BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK
”
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Linguistik Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya
penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Medan, Juli 2013 Penulis,
ABSTRAK
Penelitian ini membahas partikel/joshi bahasa Jepang sebagai pemarkah emotif melalui pendekatan pragmatik. Partikel dalam bahasa Jepang tidak hanya berperan sebagai pemarkah gramatikal, namun juga berperan sebagai pemarkah emotif. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis-jenis partikel yang muncul sebagai pemarkah emotif, makna emotif yang dibawa oleh partikel, dan hubungan makna emotif dengan konteks situasi percakapan. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1 dan data berupa partikel dengan memberi penekanan analisis pada konteks situasi percakapannya. Data yang dianalisis berjumlah 16 data dengan konteks situasi yang beragam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dalam mengkaji partikel yang terdapat dalam kalimat percakapan. Landasan teori yang digunakan adalah studi pragmatik berdasarkan teori Leech dan konteks situasi berdasarkan teori LFS. Teknik analisis substitusi dan teknik delesi digunakan sebagai pembuktian keabsahan makna emotif yang dikaji. Hasil temuan menunjukkan terdapat 17 partikel pemarkah emotif yang kesemuanya berperan sebagai partikel akhir kalimat, 3 buah diantaranya dapat menandai makna emotif yang lebih dari satu. Emosi yang dominan muncul adalah emosi negatif dan medan wacana berperan penting dalam menentukan makna emotif suatu partikel. Semua partikel tidak dapat disubstitusi maupun dilesapkan karena menyebabkan terjadi perubahan makna emotif dan kerancuan dalam penerjemahan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam pembelajaran mata kuliah percakapan bahasa Jepang.
ABSTRACT
This research discuss about Japanese particles/joshi as emotive marker through pragmatic approach. Particles have important role in Japanese, not only do as gramatical marker, but also do as emotive marker. Problems discussed in this research are kinds of emotive marker particles, various kinds of emotive meaning marked by particles, and the relation between emotive meaning and context of conversation
situation. “Gals!” by Mihona Fujii volume has been used as data sources and particles as data of this research with emphasize the analysis on the context of conversation. Sixteen data have been analyzed with considering various of context of situation. Descriptive method has been used in this research in order to examine particles in conversation sentences. Theoretical basis used in this research is pragmatic study based on Leech theory and context of situation based on LSF theory. Substitution and deletion analysis techniques have been used as validity and verification instruments of emotive meaning reviewed. The result shown that there are 17 particles which have emotive meaning and all of them are sentence-final particle, where 3 of them mark more than one emotive meanings and field of discourse has a very important role in reviewing emotive meaning in a particle. All particles can not being substituted or deleted because it make a differenciation of emotive meaning and confusion in translation. This research can be a reference in conversation subject in Japanese literature study.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tak lupa penulis mengucapkan
salawat dan salam pada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW.
Tesis ini berjudul “Analisis Partikel Pemarkah Emotif Bahasa Jepang ;
Satu Kajian Pragmatik”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar magister pada Program Studi Magister (S2) Linguistik, Konsentrasi Bahasa
Jepang, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
Selama proses, pengerjaan tesis ini, penulis memperoleh bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, selayaknya penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Erman Munir, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara beserta Staf Akademik dan Administrasinya.
2. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua
dan Sekretaris Program Studi Manager Linguistik Sekolah Pascasarjana USU
beserta Dosen dan Staf Administrasinya.
3. Bapak Nandang Rahmat, M.A.,PhD selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Siti
Muharami Malayu, M.Hum selaku Pembimbing II yang telah membimbing
penulis dalam penyelesaian tesis ini serta memberikan dorongan dan motivasi.
4. Prof. Hamzon Situmorang, PhD dan Ibu Dr. Mahriyuni, M.Hum selaku dosen
penguji yang telah memberikan masukan dan arahan dalam menyelesaikan
tesis ini.
5. Kedua orang tua penulis, Bapak Zulkarnain, SE dan Ibu Eldina, S.Pd, yang
telah membesarkan dan membimbing dengan penuh kesabaran dan kasih
sayang, dan juga kepada adik penulis, Mizanina Adlini, yang selalu
menghibur penulis dalam kondisi apapun.
6. Angkatan 2011 Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana
USU, terutama kepada Kak Sarma Panggabean dan Kak Mery Silalahi yang
7. Ucapan terima kasih spesial penulis tujukan kepada Rizaldi Restu Pratama
yang telah bersedia meluangkan waktu dan selalu memberikan motivasi
kepada penulis.
Semoga Allah SWT memberikan kemurahan rezeki, membalas segala doa
dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap
semoga tesis ini dapat meberikan kontribusi dalam kajian linguistik, khususnya
yang berhubungan dengan studi pragmatik.
Medan, Juli 2013
Penulis,
Nazaya Zulaikha
RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
Nama : NAZAYA ZULAIKHA
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Lhokseumawe, 08 Januari 1990
Alamat : Jln. Sudirman no. 25A
Lubuk Pakam, Kab. Deli Serdang - 20512
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
HP : 0831 9805 2347 / 0821 6135 3547
E-mail : naya.nazaya@gmail.com
II. Riwayat Pendidikan
Tahun 1995-2001 : SD Negeri No. 101900 Lubuk Pakam
Tahun 2001-2004 : SMP Negeri 1 Lubuk Pakam
Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 1 Lubuk Pakam
Tahun 2007-2011 : Departemen Sastra Jepang, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara
III. Riwayat Pekerjaan
Tahun 2012 – sekarang : Dosen bahasa Jepang di STIKes St. Elisabeth
Medan
Tahun 2013 – sekarang : Dosen bahasa Jepang di Fakultas Pariwisata &
DAFTAR ISI
BAB II : KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA ... 10
2.4.1 Partikel Pemarkah Emotif ... 18
2.5 Emosi ... 19
2.5.1 Bahasa dan Emosi ... 21
2.5.2 Makna Emotif... 22
2.6 Penelitian yang Relevan ... 23
BAB III : METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Pengantar ... 28
3.2 Metode Penelitian ... 28
3.3 Pendekatan Penelitian ... 29
3.4 Teknik Penelitian ... 30
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kogal (kogyaru)
Lampiran 2 : Komik “Gals!”
Lampiran 3 : Data
Data 1 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 2) Data 2 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 7-8)
Data 3 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 8) Data 4 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 9-10)
Data 5 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 12) Data 6 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 21) Data 7 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 17) Data 8 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 30-31)
Data 9 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 31-32)
Data 10 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 32-33)
Data 11 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 65)
DAFTAR SINGKATAN
Ket. Wkt : Keterangan waktu
Ket. Temp : Keterangan tempat
KK : Kata keterangan
Konj : Konjungsi
Kop : Kopula
KS : Kata seru
KSf : Kata sifat
KT : Kata tanya
Mod : Modalitas
N : Nomina
PAK : Partikel akhir kalimat
PKa : Partikel penyambung antar kata
PKl : Partikel penyambung antar kalimat
PN : Pronomina
PO : Partikel penanda objek
PP : Preposisi
PS : Partikel penanda subjek
PW : Partikel penanda waktu
S : Subjek
ABSTRAK
Penelitian ini membahas partikel/joshi bahasa Jepang sebagai pemarkah emotif melalui pendekatan pragmatik. Partikel dalam bahasa Jepang tidak hanya berperan sebagai pemarkah gramatikal, namun juga berperan sebagai pemarkah emotif. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis-jenis partikel yang muncul sebagai pemarkah emotif, makna emotif yang dibawa oleh partikel, dan hubungan makna emotif dengan konteks situasi percakapan. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1 dan data berupa partikel dengan memberi penekanan analisis pada konteks situasi percakapannya. Data yang dianalisis berjumlah 16 data dengan konteks situasi yang beragam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dalam mengkaji partikel yang terdapat dalam kalimat percakapan. Landasan teori yang digunakan adalah studi pragmatik berdasarkan teori Leech dan konteks situasi berdasarkan teori LFS. Teknik analisis substitusi dan teknik delesi digunakan sebagai pembuktian keabsahan makna emotif yang dikaji. Hasil temuan menunjukkan terdapat 17 partikel pemarkah emotif yang kesemuanya berperan sebagai partikel akhir kalimat, 3 buah diantaranya dapat menandai makna emotif yang lebih dari satu. Emosi yang dominan muncul adalah emosi negatif dan medan wacana berperan penting dalam menentukan makna emotif suatu partikel. Semua partikel tidak dapat disubstitusi maupun dilesapkan karena menyebabkan terjadi perubahan makna emotif dan kerancuan dalam penerjemahan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam pembelajaran mata kuliah percakapan bahasa Jepang.
ABSTRACT
This research discuss about Japanese particles/joshi as emotive marker through pragmatic approach. Particles have important role in Japanese, not only do as gramatical marker, but also do as emotive marker. Problems discussed in this research are kinds of emotive marker particles, various kinds of emotive meaning marked by particles, and the relation between emotive meaning and context of conversation
situation. “Gals!” by Mihona Fujii volume has been used as data sources and particles as data of this research with emphasize the analysis on the context of conversation. Sixteen data have been analyzed with considering various of context of situation. Descriptive method has been used in this research in order to examine particles in conversation sentences. Theoretical basis used in this research is pragmatic study based on Leech theory and context of situation based on LSF theory. Substitution and deletion analysis techniques have been used as validity and verification instruments of emotive meaning reviewed. The result shown that there are 17 particles which have emotive meaning and all of them are sentence-final particle, where 3 of them mark more than one emotive meanings and field of discourse has a very important role in reviewing emotive meaning in a particle. All particles can not being substituted or deleted because it make a differenciation of emotive meaning and confusion in translation. This research can be a reference in conversation subject in Japanese literature study.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki daya ekspresi
dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan
bahasa, manusia dapat berkomunikasi antara satu dengan lainnya.
Salah satu fungsi bahasa adalah untuk mengekspresikan emosi. Untuk
memahami emosi dapat dilakukan dengan menganalisis kata emosi yang
didapatkan dari masyarakat pemakai bahasa tersebut. Suzuki (2006 : 6)
menyebutkan bahwa dalam bahasa Jepang, emosi disampaikan secara eksplisit
dimana setiap kalimat ditandai dengan emosi atau informasi personal. Pemarkah
emosi yang kerap muncul dalam ujaran bahasa Jepang berupa partikel atau joshi.
Hal senada disampaikan Ochs dan Schieffelin dalam Suzuki (2006 : 3) bahwa
terdapat berbagai cara dalam mengekspresikan emosi pada berbagai bahasa dan
salah satu cara tersebut adalah melalui penggunaan partikel.
Kawashima (1992 : 1) mengungkapkan bahwa dalam bahasa Jepang, partikel
mengikuti sebuah kata untuk menunjukkan hubungannya dengan kata lain dalam
sebuah kalimat atau memberikan arti dan nuansa tertentu bagi kata tersebut.
Dengan menggunakan partikel dalam percakapan, penutur mengekspesikan emosi
atau tindakannya kepada lawan tutur, sama halnya dengan mengekspresikan
maskulinitas atau feminitasnya. Partikel bahasa Jepang antara lain ne, yo, ka, kara,
dan sebagainya yang menunjukkan makna emotif seperti kemarahan, keraguan,
kesenangan, keterkejutan, ketidakpuasan, dan sebagainya.
Bahasa yang muncul pada komik atau manga umumnya merupakan bahasa
lisan yang dituliskan, sehingga muncul partikel-partikel pemarkah emotif tertentu
yang dapat dipahami apabila disertai dengan konteks ujaran. Partikel dalam
bahasa Jepang yang mengacu pada emosi dapat diketahui melalui konteks
pembicaraan yang muncul pada komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1 seperti
contoh berikut :
Contoh 1 :
Ran : Atashi ga Kotobuki Ran to shittete batoru
S PS N PKa V V
Saya Kotobuki Ran dan mengetahui berkelahi
tte n nara, uketetatsu ze
PKa Konj V PAK
(yg disebut) kalau, merespon
„Kalau ingin berkelahi dengan Kotobuki Ran ini, ayo maju‟
Ganguro I : Kotobuki Ran!?
N
Ganguro II : Ge‟! Saikin Shibuya arashiteru yatsu
KS Ket. Wkt Ket. Temp V N
E‟! Belakangan ini Shibuya membuat kacau orang
da yo
Kop PAK
„E‟! Dia orang yang membuat onar di Shibuya akhir-akhir ini‟
Yabai yo
KSf PAK
Bahaya
„Bahaya‟
Nige yo- yo!
V PAK
Kabur ayo
„Ayo pergi!‟
Ganguro I : U .. urareta kenka wa kau no ga kogyaru
V N PS V PKa PKl N
Ditawarkan perkelahian PS membeli PKa PKl kogal
no tessoku!
PKa N
jalan hidup
Ganguro II : Uso! Sonna tessoku nai tte!!
V Konj N KK PAK
Bohong! yang seperti itu jalan hidup tidak ada
„Bohong! Peinsip seperti itu tidak ada!‟
(“Gals!” Jilid 1, hlm. 9)
Ran merupakan seorang siswa SMA yang tomboy dan suka berkelahi. Di
jalanan Shibuya, seorang pria bernama Satoru menggodanya. Karena tidak
menyukai hal tersebut, Ran memukul Satoru dengan sangat keras hingga pria itu
terjatuh. Kemudian datang wanita ganguro1 yang salah satu diantara mereka
adalah pacar Satoru, yakni ganguro I. Ia melihat Satoru dipukul oleh Ran dan
membentak Ran. Ran menantang mereka untuk berkelahi, akan tetapi ganguro I
dan II terkejut saat Ran menyebut bahwa ia adalah Kotobuki Ran yang ternyata
terkenal sebagai pembuat onar di Shibuya. Ganguro II merasa ketakutan dan
mengajak kabur, akan tetapi ganguro I bersikeras untuk meladeni tantangan Ran
karena menurutnya, menghadapi perkelahian adalah prinsip kogal. Ganguro II
terkejut dan tidak setuju dengan pernyataan ganguro I. Emosi kekesalan ganguro
II terlihat dari adanya penggunaan partikel –tte pada kalimat „Uso! Sonna tessoku
naitte!!‟. Partikel –tte termasuk dalam setsuzokujoshi. Kawashima (1999 : 226)
1
Ganguro merupakan salah satu aliran fashion di kalangan remaja Jepang yang muncul di awal tahun 1990an. Kata ganguro berasal dari gangankuroi (ガンガン黒い) yang berarti „sangat
hitam‟. Aliran ini menentang konsep wanita Jepang tradisional, yakni berkulit pucat, rambut hitam, dan menggunakan make up dengan warna netral sehingga ganguro tampil dengan kulit coklat cenderung hitam, rambut yang diputihkan (di-bleach), dan menggunakan make up dalam
menyebutkan bahwa partikel –tte yang berada di akhir kalimat menunjukkan
kalimat seru yang mengekspresikan perasaan terkejut, marah, dan bermacam emosi lainnya. Apabila partikel -tte disubstitusikan dengan partikel noni seperti
pada kalimat „Uso! Sonna tessoku nai noni!!‟, maka makna emotif yang muncul
berubah menjadi kekecewaan. Kemudian, apabila partikel –tte dilesapkan, maka
makna emotif terkejut juga menjadi hilang. Dengan demikian, maka pada contoh
1 di atas, partikel –tte membawa makna emotif kekesalan.
Contoh 2 :
Yamato : Hai soko made
N Konj PP
Ya Disitu sampai
Kimi chotto kouban made kinasai
S N PP V
Kamu sebentar kantor polisi sampai tolong datang
„Ya, cukup sampai disitu. Silahkan kamu datang ke kantor polisi‟
Ran : Na nan da yo! Ima omoshiroku naru
PN Kop PAK Ket. Wkt KSf V
Apa sekarang menyenangkan menjadi
toko datta noni!!)
Kop PAK
baru saja
„A.. apa sih! Padahal sekarang sedang seru-serunya!!‟
Pada contoh 2, Ran bertengkar dengan tiga gadis ganguro dan menimbulkan
kericuhan di pinggir jalan. Di saat ketiga ganguro ketakutan dan Ran sedang di
atas angin, Yamato yang merupakan seorang polisi dan juga kakak Ran,
menangkap dan meminta Ran untuk datang ke kantor polisi. Hal ini menyebabkan
Ran kecewa dan tidak puas, karena baginya, situasi tersebut sedang seru. Ketidakpuasan Ran tergambar dari penggunaan partikel noni pada kalimat „na, nandayo! Ima omoshirokunaru toko datta noni!!‟. Noni termasuk dalam
setsuzokujoshi. Chino (2008 : 84) menyebutkan bahwa noni pada akhir sebuah
kalimat menunjukkan perasaan tidak puas yang tergolong dalam emosi kekecewaan. Apabila noni disubstitusikan dengan -tte seperti pada kalimat „na, nanda yo! Ima omoshirokunaru toko datta tte!!‟, maka emosi yang muncul adalah
kemarahan. Apabila noni dilesapkan menjadi seperti pada kalimat „na, nanda yo!
Ima omoshirokunaru toko datta!!‟, maka menjadi kalimat pernyataan dan makna
emotif menjadi hilang. Dengan demikian, noni pada contoh 2 di atas
menunjukkan ketidakpuasan yang tergolong dalam emosi kekecewaan.
Pada cuplikan percakapan contoh 1, terdapat partikel –tte dan pada contoh 2
terdapat partikel noni yang membawa makna emotif masing-masing, yakni
kekesalan pada contoh 1 dan kekecewaan pada contoh 2.
Partikel pemarkah emotif dalam bahasa Jepang sering digunakan dalam
percakapan, dimana lawan tutur akan lebih memahami maksud kalimat yang
dituturkan apabila disertai dengan emosi yang muncul. Akan tetapi, partikel dalam
bahasa Jepang memiliki jumlah yang cukup banyak dan masing-masing memiliki
makna emotif yang berbeda-beda, bahkan suatu partikel dapat memiliki beberapa
sering mengalami kesalahpahaman dalam suasana dan konteks tuturannya,
termasuk dalam memahami makna yang terkandung dalam sebuah kata yang
mengacu pada emosi. Dengan adanya perbedaan konteks ujaran, makna emotif
yang dihasilkan juga berbeda sehingga diperlukan adanya pemahaman konteks
ujaran. Oleh karena itu, dalam menganalisis partikel pemarkah emotif dalam
bahasa Jepang hendaknya menggunakan pendekatan pragmatik, yaitu dengan
mempertimbangkan konteks situasi ujaran dan makna emotif yang dimaksud
penutur.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Analisis Partikel Pemarkah Emotif Bahasa Jepang : Satu Kajian
Pragmatik”.
1.2 Batasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar
penelitian lebih fokus, perlu ditentukan batasan masalah yang akan diteliti. Dalam
penelitian ini, penulis hanya akan membatasi ruang lingkup pembahasan pada
partikel yang terdapat dalam kalimat percakapan yang membawa makna emotif
yang dituturkan oleh penutur, baik penutur wanita maupun pria, dalam komik
“Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1.
1.3 Rumusan Masalah
Dalam bahasa Jepang terdapat partikel kalimat yang berfungsi sebagai
pemarkah emotif. Pemarkah emotif ini dapat dipahami melalui konteks ujaran.
makna pragmatik. Atas dasar pertimbangan seperti ini, rumusan masalah dalam
penelitian ini ditetapkan seperti berikut :
1) Partikel apa sajakah yang muncul sebagai pemarkah emotif dalam
kalimat percakapan bahasa Jepang berdasarkan konteks situasi
percakapan?
2) Makna emotif apa sajakah yang terdapat dalam kalimat percakapan
berdasarkan konteks situasi percakapan?
3) Bagaimanakah hubungan makna emotif dan partikel pemarkah emotif
dalam konteks situasi percakapan bahasa Jepang?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan :
1) Jenis partikel pemarkah emotif yang muncul pada kalimat percakapan
berdasarkan konteks situasi percakapan.
2) Makna emosi yang dibawa oleh partikel yang muncul pada kalimat
percakapan berdasarkan konteks situasi percakapan.
3) Hubungan makna emosi yang muncul dengan konteks situasi percakapan.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
1) Sebagai bahan rujukan penelitian dalam kajian pragmatik bahasa
2) Memberikan penjelasan bahwa partikel bahasa Jepang tidak hanya
berfungsi sebagai pemarkah gramatikal, melainkan juga sebagai
pemarkah emotif.
1.5.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memperkaya khasanah ilmu linguistik
kejepangan serta membantu dalam meningkatkan kualitas penelitian
bahasa Jepang terutama mengenai keterkaitan partikel dengan bahasa lisan
sehingga berpotensi diterapkan dalam pembelajaran mata kuliah
BAB II
KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengantar
Pada bagian ini diuraikan konsep, kerangka teori, dan kajian pustaka yang
digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari teori-teori yang mendasari dan
penelitian-penelitian yang relevan.
2.2 Pragmatik
Sistem bahasa dihubungkan dengan alam diluar bahasa oleh apa yang disebut
pragmatik. Dalam hal ini, Sudaryat (2004 : 1) menyatakan bahwa pragmatik
berfungsi untuk menentukan serasi tidaknya sistem bahasa dengan pemakaian
bahasa dalam komunikasi. Hal serupa dinyatakan oleh Leech (1997 : 1) bahwa
upaya untuk menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan
tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu
digunakan dalam komunikasi.
Menurut Leech (1997 : 5-6), pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu
untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan
dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada
siapa, dimana, bila mana, bagaimana. Kemudian, Leech (1997 : 8) mengartikan
pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi
ujar (speech situasions).
Hal senada pun disampaikan oleh Levinson (1983 : 9) yang menyebutkan
bahwa pragmatik sebagai kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang
mengerti sesuatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar
makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks
pemakaiannya. Lebih lanjut, Levinson menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji
tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan
konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.
Kecenderungan kajian pragmatik, seperti yang dikemukakan oleh Thomas
(1995: 2), terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan sudut
pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker
meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif,
menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation).
Berbeda dengan pemikiran Thomas, Yule (1996 : 3-4) berpendapat bahwa
pragmatik mencakup empat ruang lingkup, yaitu studi tentang maksud penutur,
studi tentang makna kontekstual, studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang
disampaikan daripada yang dituturkan, dan studi tentang ungkapan dari jarak
hubungan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik
adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana suatu konteks mempengaruhi
peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam kaitannya
dengan situasi ujaran.
2.3 Konteks
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Konteks
bahasa menurut Halliday dan Hasan (1992: 14) adalah sebagai konteks internal
wacana, baik konteks situasi maupun konteks budaya sebagai konteks eksternal
wacana(external discourse contex). Hal senada dikemukakan oleh Saragih (2003 :
4) bahwa aspek-aspek internal teks dan segala sesuatu yang secara internal
melingkupi teks. Dengan demikian, secara garis besar, konteks dapat dibedakan
atas (1) konteks bahasa dan (2) konteks luar bahasa (extralinguistic context), yang
disebut „konteks stuasi‟ dan „konteks budaya‟. Lebih lanjut, Saragih (2003: 4)
juga memaparkan bahwa konteks merupakan wahana terbentuknya teks. Tidak
ada teks tanpa konteks. Konteks mengacu pada segala sesuatu yang mendampingi
teks.
Dalam kaitannya dengan studi pragmatik, Cruse (2006 : 136) menyebutkan
bahwa bidang makna yang dikaji dalam studi pragmatik adalah makna eksternal,
yaitu makna yang terikat konteks (context dependent), yaitu satuan-satuan bahasa
dalam suatu tuturan tersebut dapat dijelaskan apabila ada suatu konteks, yaitu
konteks siapa yang berbicara, kepada siapa orang itu berbicara, bagaimana
keadaan si pembicara, kapan, dimana, dan apa tujuannya sehingga maksud si
pembicara dapat dimengerti oleh orang-orang di sekitarnya. Tanpa memahami
konteks, lawan tutur bahasa akan kesulitan memahami maksud penutur. Konteks
di sini meliputi tuturan sebelumnya, penutur dalam peristiwa tutur, hubungan
antar penutur, pengetahuan, tujuan, setting sosial dan fisik peristiwa tutur.
Singkatnya, makna dalam pragmatik merupakan suatu hubungan yang melibatkan
tiga sisi (triadic relation) atau hubungan tiga arah, yaitu bentuk, makna, dan
2.3.1 Konteks Situasi
Apabila menelaah dari segi konteks, konteks situasi memiliki peran yang
sangat besar untuk memahami teks. Hal senada dikemukakan oleh Halliday dan
Hasan (1992 : 62) yang mengemukakan bahwa konteks yang paling konkret
adalah konteks situasi karena konteks ini langsung berhubungan dengan teks atau
bahasa, dengan kata lain konteks situasi adalah pintu konteks sosial kepada bahasa.
Lebih lanjut lagi, Halliday (1985:9-10) mengemukakan bahwa terdapat
prinsip-prinsip tertentu yang bisa digunakan untuk memilih cara yang memadai
untuk mendeskripsikan konteks situasi di balik kegagalan yang bisa muncul dalam
mengertikan peristiwa komunikasi. Prinsip sederhana yang memungkinkan
berhasilnya suatu komunikasi tersebut adalah berupa kemampuan kita untuk
mengetahui apa yang akan dikatakan seseorang. Kita membuat perediksi secara
tidak sadar dan prosesnya secara umum di bawah tingkat kesadaran. Prediksi ini
bisa dimungkinkan melalui konteks situasi.
Pada bagian lain, Halliday (1985:45) menyatakan bahwa semua penggunaan
bahasa memiliki suatu konteks. Ciri-ciri tektual memungkinkan siatuasi wacana
menjadi koheren tidak saja dengan dirinya sendiri tetapi juga dengan konteks
situasinya. Teks merupakan suatu contoh proses dan produk dari makna sosial
dalam kontekssituasi tertentu dan konteks situasi terbungkus dalam teks melalui
hubungan sistematik antara lingkungan sosial di satu pihak dan pengorganisasian
fungsi bahasa di pihak lain.
Disamping itu, analisis konteks situasi dapat memberikan makna yang
Apabila konteks budaya merupakan dasar bagi pemahaman makna teks, maka
konteks situasi dapat dipandang sebagai pembatas makna.
Konsep konteks situasi Halliday mencakup tiga aspek, yakni medan wacana
(field of discourse); pelibat wacana (tenor of discourse) ; dan sarana wacana
(mode of discourse).
Medan wacana (field of discourse) mengacu pada apa yang terjadi pada
hakikat tidak sosial yang terjadi, dalam masalah apa partisipan terlibat dan bahasa
menjadi komponen yang esensial. Dapat dikatakan bahwa medan wacana merujuk
kepada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusi tempat
satuan-satuan bahasa itu muncul, yakni apa yang terjadi dengan seluruh proses, partisipan,
dan keadaan.
Pelibat wacana (tenor of discourse) mengacu pada siapa yang terlibat, yakni
partisipan, status, dan perannya, termasuk jenis hubungan peran yang dimiliki satu
sama lainnya, baik yang bersifat permanen atau temporer, status terkait dengan
tempat individu dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain. Dapat
dikatakan bahwa pelibat wacana merujuk pada hakikat relasi antarpartisipan,
termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan lingual. Jarak
sosial terkait dengantingkat pengenalan partisipan terhadap partisipan lainnya,
akrab atau memiliki jarak.
Sarana wacana (mode of discourse) mengacu pada peran yang dimainkan
oleh bahasa, yakni apa yang diharapkan oleh pelibat dari penggunaan bahasa pada
situasi tertent, termasuk saluran yang dipilih, apakah lisan atau lisan.
Penelitian ini memfokuskan pada penelaahan partikel pemarkah emotif
dengan medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. Dengan analisis
konteks melalui medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana, dapat
diketahui hubungan antara makna emotif yang ditandai oleh suatu partikel dengan
konteks situasi percakapannya. Adapun keseluruhan sarana wacana dalam
penelitian ini berupa bahasa lisan dalam bentuk dialog yang dituliskan.
2.4 Partikel
Partikel merupakan salah satu komponen penting dalam bahasa Jepang.
Dengan adanya partikel pada suatu kalimat, maka dapat diketahui makna kalimat
tersebut. Sutedi Partikel (joshi) menurut Sutedi (2008 : 44) yaitu kata bantu
(partikel), tidak bisa berdiri sendiri, dan tidak mengalami perubahan bentuk.
Partikel atau joshi dalam bahasa Jepang menunjukkan hubungan kata dengan
kata lain dalam keseluruhan kalimat dan memberikan makna atau nuansa tertentu.
Beberapa partikel memiliki padanan dalam bahasa lain seperti bahasa Inggris, ada
yang memiliki fungsi yang sama dengan preposisi dalam bahasa Inggris, tetapi
partikel juga dapat berfungsi sebagai post-position karena partikel tersebut selalu
mengikuti kata yang dilekatinya. Ada juga partikel yang memiliki fungsi
khusus/tertentu yang tidak terdapat dalam bahasa Inggris (Japanese.about.com).
Karena banyaknya jumlah partikel dan masing-masing partikel dapat memiliki
fungsi dan makna yang lebih dari satu macam, sehingga sulit untuk memahami
partikel dalam bahasa Jepang.
Partikel tidak memiliki makna secara leksikal, namun memiliki makna secara
gramatikal. Hal senada dikemukakan oleh Chino (2008 : vii) yang menyebutkan
dapat ditafsirkan dalam sebuah percakapan yang memiliki kemutlakan arti
tersendiri yang bebas ikatan dan melengkapi dirinya sendiri dalam bagian-bagian
pembicaraan. Kaidah bahasa yang disepakati dalam bahasa Jepang mungkin sekali
bahwa partikel sesungguhnya tidak memiliki arti, kecuali arti yang berhubungan
dengan konteksnya. Oleh karena itu, suatu kata yang hanya terdiri dari partikel
saja tidak memiliki arti apapun, namun dengan ditambahkan kata lain, maka akan
membawa perbedaan yang signifikan.
Partikel / joshi menurut Sudjianto (2000 : 80-81) terbagi dalam empat
kategori, yaitu :
1) Fukujoshi, yaitu partikel yang digunakan untuk menghubungkan
kata-kata yang ada sebelumnya dengan kata-kata-kata-kata yang ada pada bagian
berikutnya. Partikel yang termasuk dalam fukujoshi antara lain : bakari,
dake, demo, hodo, ka, kiri, koso, kurai/gurai, made, mo, nado, nari, noni,
sae, shika, wa, dan yara
2) Kakujoshi, yaitu partikel yang digunakan setelah taigen (nomina) untuk
menyatakan hubungan satu bunsetsu (suku kata) dengan bunsetsu lainnya.
Partikel yang termasuk dalam kakujoshi antara lain : de, e, ga, kara, ni,
no, to, ya, dan yori.
3) Setsuzokujoshi, yaitu partikel yang berfungsi untuk menghubungkan
bagian-bagian kalimat (penyambung kalimat). Partikel yang termasuk
dalam setsuzokujoshi antara lain : ba, ga, kara, keredomo, nagara, node,
noni, shi, tari, te, temo, dan to.
4) Shuujoshi, yaitu partikel yang digunakan di bagian akhir kalimat untuk
haru pembicara. Partikel yang termasuk dalam shuujoshi antara lain : ka,
kashira, kke, na/naa, ne, sa, tomo, wa, ya, yo, ze, dan zo.
Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Masuoka dan Takubo (1993:
49-53) yang mengelompokkan jenis-jenis joshi dalam lima kelompok
berdasarkan fungsinya, yakni :
1) Kakujoshi
Kakujoshi merupakan partikel yang menunjukkan hubungan terhadap
predikat dengan kata pelengkap. Joshi yang termasuk dalam kelompok
ini adalah: ga, o, ni, kara, to, de, e, made, yori.
2) Teidaijoshi
Teidaijoshi merupakan partikel yang berfungsi untuk menunjukkan
subjek kalimat. Joshi yang termasuk dalam kelompok ini misalnya: wa,
nara, tte, ttara.
3) Toritatejoshi
Toritatejoshi merupakan partikel yang berfungsi untuk
memberikan sebuah contoh yang mewakili suatu hal yang sifat atau
jenisnya sama. Joshi yang termasuk dalam kelompok ini misalnya: wa,
mo, sae, demo, sura, datte, made, dake, bakari, nomi, shika, koso,
nado, nanka, nante, kurai.
4) Setsuzokujoshi
Setsuzokujoshi merupakan partikel yang berfungsi untuk
menghubungkan klausa dengan klausa dan kata dengan kata. Joshi
yang termasuk dalam kelompok ini misalnya : no, made, nari, kiri,
5) Shuujoshi
Shuujoshi merupakan partikel yang muncul di akhir kalimat. Partikel
yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang menyatakan kepastian
atau kesimpulan (seperti sa), pertanyaan (seperti ka, kai, kana,
kashira), penegasan atau persetujuan konfirmasi (seperti ne, na),
pemberitahuan atau informasi (seperti yo, zo, ze), perasaan kagum
(seperti naa, wa), ingatan atau konfirmasi (seperti kke), dan larangan
(seperti na).
Dalam penelitian ini merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh
Sudjianto yang membagi partikel / joshi dalam empat kategori, yakni kakujoshi,
fukujoshi, setsuzokujoshi, dan shuujoshi. Dengan adanya klasifikasi kelompok
partikel / joshi dalam bahasa Jepang, maka dapat diketahui kelompok partikel
yang dominan muncul dalam komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1.
2.4.1 Partikel Pemarkah Emotif
Partikel atau joshi dalam bahasa Jepang menurut Sugihartono (2001 : viii)
adalah jenis kata yang tidak mengalami perubahan dan tidak bisa berdiri sendiri
yang berfungsi membantu dan menentukan arti, hubungan penekanan, pernyataan,
keraguan, dalam suatu kalimat bahasa Jepang baik dalam ragam lisan maupun
ragam tulisan. Hal senada dikemukakan oleh Kitahara (1972 : 214) yang
menyebutkan bahwa sebagai fungsinya, partikel menempel pada kata lain dan
menyatakan hubungan kata itu dengan kata lain, serta memberikan arti tertentu
Partikel dalam kaitannya sebagai pemarkah emotif, Makino dan Tsutsui
(1997 : 49) menyebutkan bahwa partikel, terutama partikel akhir kalimat,
memiliki peran penting dalam menentukan fungsi sebuah kalimat. Selain itu,
dengan menggunakan partikel dalam percakapan, penutur mengekspesikan emosi
atau tindakannya kepada lawan tutur, sama halnya dengan mengekspresikan
maskulinitas atau feminitasnya. Selain itu, Sakakura (1989 : 314) mengungkapkan
bahwa shuujoshi merupakan golongan partikel yang berfungsi untuk
mengungkapkan pertanyaan, perasaan, seruan, larangan, perintah, penekanan, dan
harapan dari pembicaranya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partikel dapat
memberikan arti dan fungsi tertentu pada kata yang dilekatinya, dan salah satu
fungsi partikel adalah mengungkapkan emosi penutur. Dengan demikian, salah
satu fungsi partikel adalah sebagai pemarkah emotif.
2.5 Emosi
Emosi adalah kata serapan dari bahasa Inggris, yakni emotion. Emosi
digunakan untuk menggambarkan perasaan yang kuat akan sesuatu dan perasaan
yang sangat menyenangkan atau sangat mengganggu. Menurut Safaria dan
Saputra dalam Hikmah (2011 : 25), emosi dalam makna paling harfiah
didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu dari
setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap.
Menurut Daniel Goleman (2002 : 411), emosi merujuk pada suatu perasaan
dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
bertindak. Sebagai contoh, emosi gembira mendorong seseorang berperilaku
tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis, dan sebagainya.
Lebih lanjut lagi, Wierzbicka dalam Hikmah (2011 : 26), emosi diekspresikan
dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Misalnya menulis dalam kata-kata, dan
perubahan ekspresi wajah. Ekspresi dari kedua bentuk tersebut dapat berupa sedih,
marah, takut, senang, bahagia, ceria, atau cinta. Pengkategorian emosi yang cukup
bermanfaat adalah dengan membedakan emosi berdasarkan skenario kognitif yang
dimiliki seseorang terhadap emosi yang dialami, berdasarkan nilai positif dan
negatif, dan kedekatan makna antara kata-kata emosi, dan lainnya.
Dalam memahami emosi, Rintell dalam Hong (2007 : 114) menyebutkan
bahwa ekspresi emosi tidak hanya menarik dari sisi studi mengenai tindakan
manusia, tetapi juga sebagai praktik pragmatik.
Emosi dasar menurut Fehr dan Russell dalam Hong (2007 : 116) terbagi atas
tujuh, yakni kebahagiaan, kemarahan, kesedihan, cinta, ketakutan, kebencian, dan
keterkejutan. Berbeda dengan pendapat di atas, Daniel Goleman (2002 : 411)
mengemukakan emosi dasar menjadi delapan, yaitu : amarah (seperti beringas,
mengamuk, benci, jengkel, kesal hati), kesedihan (seperti sedih, muram,
melankolis, putus asa), takut (seperti cemas, gugup, khawatir), kenikmatan
(seperti bahagia, riang, senang), cinta (seperti penerimaan, persahabatan,
kepercayaan, hormat), terkejut (seperti terkesiap, terkejut), jengkel (seperti hina,
jijik, muak, tidak suka), malu (seperti malu hati, kesal).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan
dan nonverbal dan terdiri dari beberapa emosi dasar seperti
kesenangan/kebahagiaan, kemarahan, kesedihan, keterkejutan, dan sebagainya.
2.5.1 Bahasa dan Emosi
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengungkapkan emosi, baik dalam
bentuk kata, kelompok kata, maupun kalimat. Ungkapan emosi ini diucapkan di
mana saja. Semua ungkapan tersebut merupakan pesan dalam bentuk bahasa.
Semua bahasa memiliki ekspresi-ekspresi afektif yang membantu memperkaya
komunikasi dengan menyatakan secara tidak langsung perbedaan-perbedaan yang
halus, seperti memvariasikan tingkat kejengkelan atau kepasrahan, keraguan, atau
humor. Seperti yang dikemukakan oleh Suleski dan Masada (2012 : 1) bahwa
penutur bahasa asli atau native speaker dari suatu bahasa menggunakan
ekspresi-ekspresi ini di setiap waktu untuk memberikan bumbu pada percakapan mereka.
Hal senada juga dinyatakan oleh Fujimura (2008 : 545) yang menyatakan bahwa
dalam interaksi sehari-hari, orang-orang mengekspresikan tindakan, mood, dan
perasaan mereka dan bahasa memiliki lingkup yang luas dalam pemarkah wacana
dan ekspresi yang mengartikulasikan sikap afektif pembicara.
Pemahaman emosi sangat terkait dengan struktur bahasa melalui unsur-unsur
makna yang tercermin dalam kata yang menggambarkan pengalaman emosi. Oleh
karena itu, pemahaman mengenai emosi dapat dilakukan dengan menganalisis
kata emosi yang didapatkan dari masyarakat pengguna bahasa tersebut. Emosi
mewadahi individu untuk berhubungan dengan dunia, tetapi hubungan ini tidak
lengkap sampai emosi dikaitkan dengan status kognitif individu yang memberikan
sendirinya tanpa didahului adanya sebuah realitas berupa status emosi yang
dilambangkan dengan kata tersebut. Kata emosi menurut Wijokongko dalam
Widhiarso (2004 : 21) secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu emosi yang berhubungan dengan peristiwa yang baik (emosi positif) dan
emosi yang berhubungan dengan peristiwa yang buruk (emosi negatif). Emosi
dalam kelompok pertama meliputi kata-kata seperti gembira, senang, riang, dan
bangga. Emosi dalam kelompok kedua yang disebut juga sebagai emosi negatif
mencakup kata-kata seperti sedih, marah, malu, takut, dan kecewa. Lebih lanjut
lagi, Morgan dalam Widhiarso dan Hadiyono (2010 : 153) mengemukakan, kosa
kata emosi adalah label verbal yang digunakan untuk menggambarkan dan
mengekspresikan status emosi yang dialami individu. Label ini dapat berupa: 1)
kosa kata yang menggambarkan emosi murni (marah, sedih); 2) kosa kata yang
menggambarkan perilaku ketika emosi muncul (menangis, tertawa); 3) kosa kata
sebagai metafora suasana hati (tercabik,berbunga).
Berdasarkan pendapat di atas, bahasa sebagai media yang berperan dalam
pengungkapan emosi manusia yang didalamnya terdapat kata-kata yang merujuk
pada emosi yang berbeda-beda di setiap bahasa. Dengan memahami kata
bermuatan emosi dalam bahasa Jepang yang dalam hal ini merupakan partikel
pemarkah emotif, maka komunikasi yang terjadi menjadi lebih lancar tanpa
adanya kesalahpahaman dalam memaknai emosi dalam percakapan tersebut.
2.5.2 Makna Emotif
Makna emotif (emotive meaning) menurut Suwandi (2008 : 94) adalah makna
penilaian terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan. Hal senada dikemukakan
oleh Sudaryat (2004 :26) yang menyebutkan bahwa makna emotif merupakan
makna yang timbul sebagai akibat reaksi penutur terhadap penggunaan bahasa
dalam dimensi rasa yang berhubungan dengan perasaan yang timbul setelah
pesapa mendengar atau membaca sesuatu kata sehingga menunjukkan adanya
nilai emosional. Karena itu, makna afektif atau makna emotif berhubungan
dengan perasaan pribadi penutur, baik terhadap penutur maupun objek
pembicaraan. Makna ini lebih terasa dalam bahasa lisan daripada bahasa tulisan.
Secara semantis, orang yang mengalami emosi dikatakan pengalam
(experiencer). Ada dua cara yang digunakan pengalam untuk mengungkap emosi:
secara verbal dan nonverbal. Ungkapan emosi verbal melalui kata-kata atau ujaran
emosi, sedangkan ungkapan emosi nonverbal melalui ekspresi wajah (mimik),
gerakan tangan, gerakan kata, mengangkat bahu, dan sebagainya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa makna emotif merupakan makna
yang timbul akibat adanya reaksi dari penutur mengenai apa yang dipikirkan atau
dirasakan yang dalam penelitian ini digambarkan melalui adanya penggunaan
partikel pemarkah emotif. Partikel sebagai pemarkah emotif memegang peranan
untuk menyampaikan makna emotif penutur kepada lawan tutur dalam suatu
percakapan bahasa Jepang.
2.6. Penelitian yang Relevan
Mia (2007) dalam tesisnya “Analisis Fungsi Shuujoshi Kana dan Kashira
dalam Manga Berjudul Asari Chan 1,5, dan 9” menganalisis tentang perbedaan
ragam bahasa pria dan kashira dalam ragam bahasa wanita. Namun, seiring
dengan perkembangan zaman, kedua partikel tersebut mulai digunakan baik pada
pria maupun wanita.
Penelitian di atas memberikan pandangan mengenai penggunaan kana dan
kashira dalam ragam percakapan pria dan wanita. Kana dan kashira sebagai salah
satu partikel akhir kalimat cenderung pada pengungkapan keragu-raguan,
pengandaian, dan pengungkapan saran kepada diri sendiri. Hal ini membantu
dalam menganalisis partikel sebagai pemarkah emotif dalam percakapan.
Manurung (2010) dalam jurnal “Analisis Penggunaan Partikel Akhiran
Shuujoshi „Ne‟ dan „Yo‟ pada Novel “Sabiru Kokoro” menganalisis tentang
perbedaan makna sebagai pembeda fungsi pada shuujoshi ne dan yo. Dalam jurnal
tersebut, dinyatakan bahwa shuujoshi ne, digunakan oleh penutur saat ia
mempunyai kesamaan persepsi dengan pendengarnya, sedangkan penggunaan
shuujoshi yo terjadi apabila pernyataan penutur berbeda dengan persepsi si
pendengarnya. Selain itu juga terdapat perbedaan makna yang besar diantara
sesama shuujoshine dan sesama shuujoshiyo.
Ne dan yo sebagai salah satu partikel akhir kalimat merupakan partikel yang
cukup sering digunakan dalam percakapan yang berfungsi untuk menyetujui
maupun tidak menyetujui pendapat lawan bicara. Melalui penelitian di atas
memberikan pandangan mengenai fungsi yang berbeda antara partikel ne dan yo
sehingga penelitian di atas dapat mempermudah dalam menganalisis makna
emotif partikel ne dan yo dalam penelitian ini.
Nurhayati (2010) dalam tesisnya “Analisis Penggunaan Josei Senyou no
menganalisis mengenai bunmatsushi (shuujoshi), yakni partikel di akhir kalimat
yang biasa digunakan oleh wanita untuk menunjukkan perasaan pembicara
terhadap lawan bicara, seperti kashira, mono, no, yo, dan wa, serta bentuk kalimat
yang menyertainya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa josei
senyou no bunmatsushi berfungsi untuk menghindari pernyataan langsung, tidak
bersifat memerintah, dan tidak memaksakan pendapat terhadap lawan bicara, yang
umumnya digunakan pada lawan bicara yang dekat atau berusia yang lebih muda
dalam situasi tidak formal. Bentuk kalimat yang disertai josei senyou no
bunmatsushi sebagian besar dalam bentuk biasa (futsutai).
Penelitian di atas memiliki kajian yang mendekati penelitian ini, yakni
membahas mengenai fungsi partikel akhir kalimat yang umum digunakan oleh
wanita. Dalam fungsi partikel yang dibahas pada penelitian di atas terdapat hasil
penelitian yang menunjukkan adanya makna emotif pada beberapa partikel akhir
kalimat dalam percakapan wanita, sehingga penelitian ini membantu proses
analisis data dalam penelitian ini
Laili (2010) dalam artikel jurnalnya berjudul “Penggunaan Bahasa Ragam
Pria Danseigo oleh Tokoh-Tokoh Utama Wanita dalam Komik Chibi Maruko
Chan Karya Momoko Sakura” yang menganalisis fungsi shuujoshii (partikel akhir
kalimat) dan pronomina dalam ragam bahasa pria bahasa Jepang yang digunakan
oleh tokoh wanita dalam komik Chibi Maruko Chan 3. Analisis dilakukan
terhadap 188 data kalimat dengan menyertakan konteks percakapan melalui
pendekatan sosiolinguistik. Hasil penelitian menunjukkan fungsi-fungsi shuujoshi
berjumlah 11 data dan fungsi pronomina dalam ragam bahasa pria yang berjumlah
4 kalimat dan yang dianalisis berjumlah 3 data.
Penelitian di atas melakukan analisis terhadap partikel dan bahasa Jepang,
yakni shuujoshi (partikel akhir kalimat) yang didalamnya menyinggung fungsi
shuujoshi yang berkaitan dengan makna emotif. Penelitian di atas memberikan
pandangan mengenai fungsi shuujoshi dalam kaitannya dengan makna emotif
yang juga merupakan salah satu objek kajian dalam penelitian ini
Aderyn (2011) dalam tesisnya “Analisis Fungsi Partikel Ka (Shuujoshi)
dalam Novel Rough Karya Aoki Hikaru” yang menganalisis mengenai berbagai
macam fungsi partikel ka. Dari penelitian tersebut, ditemukan fungsi yang paling
banyak ditemukan dalam novel tersebut adalah fungsi yang menunjukkan suatu
hal yang tidak pasti, didahului kata tanya yang mengekspresikan keraguan.
Penelitian di atas secara tidak langsung mengungkapkan bahwa adanya
makna emotif dalam partikel ka, yakni keraguan, sehingga mendekati kajian
penelitian ini, yakni memberikan pandangan mengenai fungsi partikel ka yang
dalam hal ini berkaitan dengan makna emotif.
Arvianti (2011) dalam artikel jurnalnya yang berjudul “Kajian Konteks dalam
Tindak Tutur Tidak Langsung” yang menganalisis kalimat-kalimat tidak langsung
melalui konteks yang berkaitan dengan waktu dan tempat, interaksi antara penutur
dan lawan tutur, serta hubungan penutur dan lawan tutur dengan menggunakan
pendekatan pragmatik. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa
keterkaitan konteks sangat berpengaruh dalam memahami tuturan yang
melibatkan setting tempat dan waktu tuturan, kegiatan interaksi berbahasa antara
Penelitian di atas menekankan pada analisis konteks situasi percakapan yang
merupakan bidang kajian yang sama dengan penelitian ini, serta memberikan
pandangan peranan konteks dalam percakapan pada tindak tutur tidak langsung.
Penelitian-penelitian di atas kesemuanya membahas mengenai partikel bahasa
Jepang, terutama partikel akhir kalimat (shuujoshi). Melalui temuan dari
penelitian-penelitian yang relevan di atas, memberikan pandangan mengenai
fungsi-fungsi partikel yang menjadi dasar dari penelitian ini. Namun, penelitian
yang telah dilakukan hanya sebatas mengenai fungsi suatu partikel dan belum ada
penelitian yang memfokuskan pada pembahasan mengenai makna emotif yang
terkandung dalam suatu partikel dalam kalimat percakapan.
Partikel bahasa Jepang memiliki jumlah yang banyak dan masing-masing
memiliki makna emotif yang berbeda-beda, bahkan suatu partikel dapat memiliki
beberapa makna emotif dan makna yang muncul berbeda-beda sesuai dengan
konteks ujaran, sehingga dapat terjadi kesalahan dalam memaknai emosi yang
muncul. Oleh karena itu, penelitian ini membahas mengenai partikel yang
difokuskan pada kajian makna emotif yang dibawa oleh partikel dalam bahasa
Jepang dengan mengambil sumber data dari komik “Gals!” karya Mihona Fujii
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pengantar
Pada bagian ini diuraikan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Selain
itu diuraikan pula pendekatan penelitian, teknik pengumpulan dan teknik analisis
data, serta sumber data dan data.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian menurut Hasan (2002 : 21) adalah tata cara bagaimana
suatu penelitian dilaksanakan. Metode penelitian membicarakan mengenai tata
cara pelaksanaan penelitian yang melingkupi prosedur dan teknik penelitian.
Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif analisis, yaitu metode yang
menganalisis data berdasarkan data yang diperoleh tanpa menambahi atau
mengurangi, kemudian menganalisisnya, sesuai dengan pendapat Sevilla (1993 :
71). Lebih lanjut, Sumantri (1998 : 41) menambahkan, metode deskriptif analitis
yaitu metode yang dipergunakan untuk meneliti gagasan atau produk pemikiran
manusia yang telah tertuang dalam bentuk media cetak, baik yang berbentuk
naskah primer maupun naskah sekunder dengan melakukan studi kritis
terhadapnya. Fokus penelitian deskriptif analitis adalah berusaha mendeskripsikan,
membahas, dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontasikan
dengan gagasan primer yang lain dalam upaya melakukan studi yang berupa
Hal senada disampaikan oleh Djajasudarma (1993 : 8) yang berpendapat
bahwa dengan metode deskriptif mampu memberikan penjelasan secara
sistematis, akurat, dan faktual mengenai data, sifat-sifat, serta hubungan
fenomena-fenomena yang diteliti dan akhirnya menghasilkan gambaran data yang
ilmiah. Dengan demikian, diharapkan mendapat gambaran sifat keadaan ataupun
fenomena-fenomena kebahasaan secara alami yang ada dalam bahasa Jepang.
Adapun tujuan metode deskriptif menurut Nazir (2003 : 16) adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang terjadi.
3.3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
pragmatik, yakni pengkajian data melalui sudut pandang pragmatik dengan
mempertimbangkan konteks situasi percakapan. Melalui pendekatan pragmatik
seperti yang dikemukakan oleh Mey (2001 : 11), diperhitungkan dalam
menganalisis data karena adanya kesadaran bahwa pengungkapan hakikat bahasa
sulit untuk dicapai jika tidak mempertimbangkan pragmatik, yaitu mempelajari
bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. Melalui pragmatik,
masalah-masalah dalam penelitian linguistik telah dikaji dari sudut pandang yang berbeda
dan bahkan mempertimbangkan disiplin ilmu lain. Lebih lanjut Richards et al
dalam Paltridge (2000 : 5) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mengkaji
interpretasi bahasa yang bergantung pada pengetahuan akan dunia, bagaimana
penutur menggunakan dan memahami ujaran, dan bagaimana struktur kalimat
pragmatik mengkaji pada apa yang penutur maksud dengan tuturan mereka
daripada kata-kata atau frasa berdasarkan makna literalnya.
Dalam kaitannya dengan kajian dalam penelitian ini, penulis berpendapat
bahwa dalam menganalisis percakapan, tidak dapat terlepas dari kajian pragmatik.
Hal ini dipertegas oleh adanya pendapat Levinson (1983: 284-285) yang
mengemukakan bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang sangat mendasar
tentang fenomena pragmatik, seseorang dapat mengkaji percakapan karena
percakapan merupakan inti atau jenis prototipe penggunaan bahasa yang paling
mendasar. Berbagai aspek pragmatik ditunjukkan dengan jelas di dalam
percakapan.
3.4. Teknik Penelitian
Tahap–tahap penelitian yang dilakukan yakni pertama-tama mencari,
mengumpulkan partikel yang mungkin membawa makna emotif yang terdapat
dalam kalimat percakapan bahasa Jepang dalam komik sebagai sumber data,
kemudian data yang telah dikumpulkan tersebut diidentifikasi apakah benar
membawa makna emotif, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Tahap berikutnya adalah menganalisis data yang telah diidentifikasi dan
diterjemahkan tersebut dengan mempertimbangkan konteks situasi percakapan
dengan menggunakan analisis deskriptif-kualitatif, yakni suatu teknik yang
menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul
dengan memberikan perhatian pada aspek situasi, dengan menggunakan teknik
Data-data tersebut kemudian dirangkum, disusun, dan dilakukan penarikan
kesimpulan berdasarkan data yang telah diteliti. Dari kesimpulan yang ada, dapat
diberikan saran yang dinilai bermanfaat bagi perkembangan ilmu bahasa Jepang.
Dengan demikian, tahapan dalam penelitian ini meliputi kegiatan mengumpulkan,
mengidentifikasi, menerjemahkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data.
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (library research),
yaitu suatu teknik penelitian yang dilakukan dengan cara mencari, mengumpulkan,
mempelajari, dan meneliti data dari sumber yang berhubungan dengan objek
penelitian.
Sumber data dalam penelitian ini adalah komik “Gals!” karya Mihona Fujii
jilid 1, 2, dan 3. Teknik pengumpulan data ditempuh dengan cara :
1. Memfokuskan pada pemecahan masalah yang akan diteliti dengan
mengumpulkan data-data yang relevan dengan objek penelitian.
2. Mengidentifikasi kalimat-kalimat yang didalamnya terdapat partikel
pemarkah emotif.
3. Mengumpulkan cuplikan kalimat yang mengandung partikel pemarkah
emotif.
4. Cuplikan kalimat yang telah dikumpulkan kemudian diterjemahkan
secara gloss, yakni dengan menerjemahkan kata per kata dalam kalimat
percakapan, kemudian penerjemahan tersebut disesuaikan dengan
3.4.2 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
identifikasi pada semua data yang diperoleh. Data yang dikumpulkan kemudian
diolah dan dianalisis untuk menemukan makna emotif yang dibawa oleh partikel
dalam kalimat percakapan bahasa Jepang dan hubungannya dengan konteks
percakapan berdasarkan pendekatan pragmatik.
Adapun teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik
substitusi dan delesi (pelesapan). Teknik substitusi dilakukan dengan
menggantikan suatu partikel dalam suatu kalimat dalam data dengan partikel lain
sehingga dapat diketahui apakah dengan berubahnya partikel tersebut, makna
emotif dari suatu kalimat berubah atau tidak. Teknik delesi dilakukan dengan
melesapkan partikel dari suatu kalimat dalam data sehingga dapat diketahui
apakah makna emotif ikut hilang atau tidak.
Langkah-langkah yang diambil adalah sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi makna emotif yang muncul pada kalimat percakapan
2) Mengidentifikasi jenis partikel yang muncul sebagai penanda emotif
dalam kalimat percakapan
3) Mengidentifikasi hubungan makna emotif yang muncul dengan konteks
situasi percakapan
4) Melakukan analisis berdasarkan teori yang berkaitan dengan emosi dan
konteks situasi.
5) Menguji keabsahan hasil temuan makna emotif pada partikel berdasarkan
hasil analisis dengan teknik substitusi dan teknik delesi untuk
3.5. Sumber Data dan Data 3.5.1 Sumber Data
Sumber data penelitian ini diperoleh dari komik “Gals!” karya Mihona Fujii
yang merupakan komik bergambar. Komik “Gals!” menceritakan tentang
kehidupan remaja siswa SMA Hounan dengan tokoh utama Kotobuki Ran yang
memiliki sahabat dekat bernama Yamazaki Miyu dan Hoshino Aya. Ketiga tokoh
dalam komik ini merupakan kogal (kogyaru). Karena tokoh dalam komik ini
adalah para remaja, maka di dalamnya terdapat bentuk-bentuk emosi yang
tergambarkan melalui partikel-partikel pemarkah emotif dalam dialog informal
dan konteks situasi yang beragam sehingga menarik untuk diteliti. Oleh karena itu,
komik “Gals!” dipilih sebagai sumber data dalam penelitian ini.
Komik “Gals!” diterbitkan oleh Penerbit Shueisha, Tokyo, pada tahun 1991
yang terdiri dari 197 halaman. Di dalamnya terdapat lima cerita yang
masing-masing memiliki cerita yang berbeda, namun dengan tokoh yang sama2.
3.5.2 Data
Data dalam penelitian ini adalah partikel bermakna emotif yang terdapat
dalam 16 cuplikan kalimat percakapan pada komik “Gals!” yang menurut
Sudjianto (2000 : 80-81) terdiri dari empat kategori yaitu fukujoshi (partikel yang
digunakan untuk menghubungkan kata yang ada sebelumnya dengan
kata-kata yang ada pada bagian berikutnya), kakujoshi (partikel yang digunakan setelah
nomina untuk menyatakan hubungan satu suku kata dengan suku kata lainnya),
setsuzokujoshi (partikel yag digunakan untuk menghubungkan bagian-bagian
dalam kalimat atau sebagai penyambung kalimat), dan shuujoshi (partikel yang
berada di bagian akhir kalimat untuk menyatakan pertanyaan, rasa heran,
keragu-raguan, harapan, atau rasa haru pembicara). Berdasarkan cuplikan percakapan
yang dikumpulkan, terdapat 12 data partikel yang dianalisis dan diidentifikasi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Pengantar
Pada bagian ini diuraikan 16 data percakapan yang mengandung partikel
pemarkah emotif dalam komik “Gals!” karya Mihona Fujii yang dipaparkan
dengan disertai konteks situasi percakapan. Data disampaikan dengan
menyertakan bahasa Jepang yang kemudian diterjemahkan secara gloss, kemudian
diterjemahkan sesuai dengan konteksnya.
4.2. Hasil Penelitian Data 1
Ran merupakan siswa kelas 2 SMA Hounan dan juga seorang kogal3 yang sering
hang-out di Shibuya. Suatu saat, seorang pria bernama Satoru menggoda Ran di
jalan Shibuya dan menganggap Ran menyukai dirinya.
Satoru : Ore4 no koto suki nan daro?
highschool girl) yang pertama kali muncul di Jepang pada tahun 1990an. Gyaru merupakan cara pengucapan bahasa Jepang untuk menyebutkan „girl‟. Kogal dapat dikenali dengan wanita muda