EKSPRESI EMOSIONAL TOKOH DALAM NOVEL TAKHTA NIRWANA KARYA TASARO
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
SITTI AHRIANA RUKKA NIM 10533 06452 10
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2014
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Beban akan terasa ringan, jika kita selalu berpikir positif dan tenang Jangan jadikan beban sebagai ujian dalam hidupmu
Jadikanlah beban sebagai tolak ukur menguji kesabaranmu Terima keadaanmu
Jalani dengan kesabaran dan doa
Kupersembahkan karya ini buat : Kedua orang tuaku, pembimbingku, saudaraku, dan sahabat dan teman-temanki Atas motivasi dan doanya dalam mendukung penulis dalam Mewujudkan harapan menjadi kenyataan
ABSTRAK
Sitti Ahriana Rukka. Ekspresi Emosional Tokoh dalam Novel Takhta Nirwana Karya Tasaro. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadyah Makassar, dibimbing oleh Ansari dan Haslinda.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk emosional tokoh dalam novel Takhta Nirwana Karya Tasaro. Analisis emosi tokoh novel Takhta Nirwana menggunakan pendekatan psikologi sastra.
Hasil analisis novel Takhta Nirwana Karya Tasaro yakni ekspresi emosi para tokoh. Dari beberapa jenis emosi, tidak semua emosi dialami para tokoh.
Tokoh utamalah yang paling banyak mengalami emosi, sedangkan tokoh tambahan sebanya-banyaknya hanya mengalami tiga jenis emosi dan sekurang- kurangnya mengalami satu jenis emosi. Emosi yang dialami para tokoh dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Faktor luar yang mempengaruhi emosi disebabkan oleh adanya respon balik terhadap sesuatu hal yang dialami para tokoh misalnya marah, takut, khawatir, kecewa, benci, tertawa, sedih dan menangis.
Sedangkan faktor dalam yang menyebabkan terjadinya emosi tidak lain ialah spontan terjadi atau hanya sekedar isi hati yang lahir melalui batinnya misalnya tersenyum dan cinta.
Kata Kunci : Ekpresi Emosi, Psikologi Sastra
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil ‘Alamin, segala puji hanya bagi Allah Swt. Penulis memanjatkan puji dan syukur atas segala limpahan rahmat, hidayah, karunia, kesehatan, dan kekuatan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik walaupun masih terdapat kekurangan. Salam dan salawat senantiasa penulis haturkan kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW, petunjuk jalan kebenaran juga kepada keluarga beliau dan para sahabat-sahabatnya.
. Sebagai awal ungkapan terima kasih penulis haturkan buat orang-orang yang paling teristimewa, paling disayangi, dihormati dan dibanggakan ayahanda Rukka dan ibunda Erni Kawang yang telah membesarkan hingga kini dengan rasa penuh kasih sayang serta cinta yang luar biasa. Tak lupa rasa terima kasih kepada para saudara dan keluarga yang lain, karena telah menjadi bagian terbesar dalam kehidupan penulis. Rasa terima kasih yang tak terhingga untuk orang-orang terkasih karena telah memberikan motivasi, doa serta dukungan yang berarti dalam kehidupan penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, terutama Kepada Prof. Dr. Ansari, M.Hum dan Haslinda, S.Pd.,M.Pd pembimbing I dan pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sejak awal penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini.
Dengan terselesaikannya skripsi ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada; (1) Dr. H. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar,
(2) A. Sukri Syamsuri, M. Hum, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, dan (3) Dr. Munirah, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta seluruh Dosen dan para Staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.
Terlalu banyak orang yang telah berjasa kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar, sehingga tidak akan muat bila dicantumkan dalam ruang yang terbatas ini. Kepada mereka semua penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penulis berharap amal baik semua pihak mendapat pahala dari Allah Swt, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin Ya Robbal Alamin
Makassar, Agustus 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
SURAT PERNYATAAN... v
SURAT PERJANJIAN ... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka ... 6
1. Penelitian yan Relevan ... 6
2. Struktur yang Membangun Karya Sastra ... 6
3. Novel ... 14
4. Jenis-jenis Novel ... 15
5. Pendekatan Psikologi ... 18
B. Kerangka Pikir... 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Fokus Penelitian ... 30
B. Definisi Istilah ... 30
C. Sumber Data dan Data... 31
D. Teknik Pengumpulan Data ... 31
E. Teknik Analisis Data ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penyajian Hasil Analisis Data ... 53
1. Menganalisis Jenis-jenis Emosi yang Diekspresikan oleh Para Tokoh Novel Takhta Nirwana Karya Tasaro ... 34
B. Pembahasan ... 65
BAB V PENUTUP A. Simpulan... 67
B. Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR GAMBAR
Bagan Kerangka Pikir ... .. 46
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan pancaran kehidupan sosial dan gejolak kehidupan yang muncul. Karena adanya interaksi secara langsung atau tidak langsung, secara sadar atau tidak sadar kemudian diwujudkan dalam tulisan yang disusun
sedemikian rupa oleh penulisnya.
Sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita bisa dapat berbicara sastra secara umum. Sastra dipandang sebagai sesuatu yang dihasilkan dan dinikmati (Rahmanto, 1988: 9- 10).
Sastra adalah hasil karya manusia yang diungkapkan lewat pengalaman melalui bahasa yang mengesankan. Karya sastra juga merupakan hasil kegiatan yang kreatif, imajinatif, artistik, dan dapat memberikan pengalaman batin yang sangat berharga kepada pembaca, terutama bagi kaum muda.
Sastra merupakan bagian daripada kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan, kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, yang tidak berubah. Hubungan antara kebudayaan itu amatlah erat. Karena kebudayaan itu sendiri menurut antropolog, adalah cara suatu kumpulan manusia atau masyarakat mengadakan sistem nilai, yaitu berupa aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki dari yang lain (Semi, 1989:
54).
1
Sebuah karya sastra pun tidak terlepas dari unsur yang membangunnya.
Unsur tersebut terbagi atas dua hal yaitu, unsur ekstrinsik dan unsur intrisik.
Unsur ekstrinsik meliputi masalah sosial/kejiwaan, pendidikan, sejarah, agama, dan sebagainya. Sedangkan unsur intrinsik, yaitu unsur yang membangun karya sastra dari dalam yaitu tema, alur, penokohan, gaya bahasa, setting, dan sudut pandang.
Salah satu jenis karya sastra adalah novel, dalam hal ini peneliti meneliti novel sebagai objek kajiannya. Novel merupakan penggambaran kehidupan manusia atau melukiskan kehidupan perilaku secara lengkap dan mendalam. Pada hakikatnya penggambaran tersebut mencakup semua kehidupan pelakunya, bagaimana hubungan masyarakat dengan Tuhan dan lingkungannya, emosi apa yang dirasakan, dan bagaimana prilaku tokoh itu sendiri.
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Rahmawati (2008) dengan judul penelitian “Ekspresi Emosional Tokoh dalam Novel Cinta tak Berkelamin Karya Andi Stevenio” . Adapun persamaan dan perbedaan dalam penelitian sebelumnya, pada penelitian sebelumnya sama-sama mengkaji novel sebagai objek kajiannya, dan menganalisis jenis emosi yang diekspresikan oleh tokoh dalam novel tersebut. Sedangkan perbedaannya, hanya terletak pada judul novelnya saja, pada penelitian sebelumnya menganalisis novel yang berjudul Cinta tak Berkelamin Karya Andi Stevenio, dan pada penelitian ini peneliti mengkaji novel yang berjudul Takhta Nirwana karya Tasaro.
Sehubungan dengan itu, peneliti akan menganalisis jenis emosi yang diekspresikan dalam novel Takhta Nirwana karya Tasaro. Sehubungan dengan itu,
peneliti akan menganalisis jenis emosi yang diekspresikan dalam novel Takhta Nirwana karya Tasaro. Munculnya emosi terkait sikap yang mendorong para
tokoh bertingkah laku atau meluapkan perasaan (positif dan negatif) ketika menyukai atau tidak menyukai sesuatu.
Alasan peneliti tertarik menganalisis jenis emosi tokoh novel Takhta Nirwana karena dari segi ceritanya sangatlah menarik dan banyak konflik yang
terjadi oleh para tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Cerita yang dipaparkan adalah kisah seorang putri kerajaan Sunda yang ingin membalas dendam akan kematian sang guru. Disisi lain, anak kandung dari pembunuh guru sang putri justru malah jatuh cinta terhadap sang putri makhkota kerajaan Sunda.
Apalagi penggambaran emosi yang dialami oleh para tokohnya dipaparkan secara jelas. Jenis emosi yang dipaparkan oleh para tokohnya tersebut sangat bervariasi walaupun tidak semua jenis emosi yang dipaparkan pada tinjauan pustaka dialami oleh para tokohnya tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini peneliti akan melihat secara detail segala emosi yang diekspresikan oleh para tokoh dalam novel Takhta Nirwana karya Tasaro. Untuk mengetahui dan menjawab permasalahan di atas secara faktual maka penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra sebagai bahan kajian dalam penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu, bagaimanakah bentuk ekspresi emosional tokoh dalam novel Takhta Nirwana karya Tasaro ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk ekspresi emosional tokoh dalam novel Takhta Nirwana karya Tasaro.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diambil dari penelitian ini yaitu:
1. Manfaat teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pengembangan ilmu sastra, khususnya kajian novel dalam hal analisis emosi dalam tinjauan psikologi. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan digunakan sebagai usaha pembinaan dan peningkatan apresiasi, serta meningkatkan kemampuan kognitif dan efektif, baik bagi masyarakat pembaca maupun masyarakat pencipta sastra.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pemerhati dan penikmat sastra, hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk menambah khasanah pengetahuan dan pemahaman suatu karya sastra;
b. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan kajian dalam menganalisis suatu karya sastra; dan
c. Bagi peneliti lanjut, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai acuan atau referensi jika meneliti topik yang relevan dengan penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian yang Relevan
Sebuah penelitian agar mempunyai orisinalitas perlu didukung oleh adanya tinjauan pustaka, tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang penelitian dan analisis sebelumnya yang berkaitan dengan menganalisis ekspresi emosi tokoh dalam novel.
Analisis mengenai Ekspresi emosi oleh Rahmawati (2008) dalam skiripsinya yang berjudul ekspresi emosional tokoh dalam novel Cinta tak Berkelamin karya Andi Stevenio. Penelitian lain yang memiliki relevansi
dengan judul penelitian ini oleh Ikhwani Kasim (2012) dalam analisisnya yang berjudul Analisis Struktur Emosi Tokoh Dalam Kumpulan Cerpen Jangan Main-main Dengan Kelaminmu Karya Djenar Maesa Ayu
2. Struktur yang Membangun Karya Sastra
Sebuah karya sastra tidak terlepas dari unsur yang membangunnya, unsur tersebut terbagi atas dua hal, yaitu unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur ekstrinsik meliputi masalah sosial/kejiwaan, pendidikan sejarah, agama dan sebagainya. Sedangkan unsur intrinsik, yaitu unsur yang membangun karya sastra dari dalam, yaitu tema, alur, penokohan, gaya bahasa, setting, dan sudut pandang.
Pembicaraan mengenai struktur karya sastra, tentu masuk dalam wilayah anatomi sastra itu sendiri. Menurut Culler (Rahmawati , 2008: 6), kalau sekiranya
6 6
cerita rekaan merupakan suatu sistem, maka subsistem yang terpenting adalah alur (plot), tokoh (penokohan), dan tema. Menurutnya, ketiga subsistem utama tersebut berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya.
Ketiga unsur yang dikemukakan oleh Culler di atas, tidak dapat disangkal perannya dalam sebuah karya sastra yang merupakan sistem.
Meskipun demikian, tidak dapat pula dipandang bahwa beberapa unsur lain diluar tidak penting dalam jalinan sebuah fiksi.
Sehubungan dengan masalah di atas, Semi (dalam Rahmawati 2008: 6) mengemukakan pandangannya secara lebih lengkap bahwa struktur dalam intrinsik adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra, seperti tokoh dan penokohan, alur, latar, tema dan amanat, sudut pandang, dan gaya bahasa. Kalau kita kembali pada suatu sistem, maka dapat dikatakan bahwa berbagai elemen yang membangun sebuah sistem masing-masing memiliki fungsi yang berbeda dalam jalinan cerita. Sekiranya salah satu elemen yang ada itu dihilangkan fungsinya maka sudah tentu mengganggu berfungsinya sistem tersebut secara sempurna, sehingga kualitas sebuah karya sastra menjadi tidak maksimal.
a) Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin cerita, atau tokoh ialah pelaku dalam karya sastra Tanpa tokoh alur tidak akan pernah sampai pada bagian akhir cerita (Fida Naza, online).Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda, Seseorang tokoh memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang tidak memiliki
peranan penting dan permunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu (Aminuddin , 2013:
79-80).
Menurut Pradoto Kusumo (dalam Rahmawati, 2008: 7-8), dalam sebuah cerita, tokoh datar kadang-kadang disebut „tipe‟ karena dibina seputar gagasan atau sifat tertentu sehingga mudah dipahami sifatnya (misalnya: hitam atau putih/
jahat atau baik), lain halnya dengan tokoh bulat, ia biasanya memperlihatkan segi- segi baru dari wataknya dengan membuat kejutan yang meyakinkan; dalam arti tokoh ini dapat berbuat sesuatu yang diharapkan.
b) Alur (plot)
Di dalam sebuah cerita rekaan, peristiwa-peristiwa disajikan dengan urutan-urutan tertentu yang biasa disebut alur.
Alur adalah rangkaian cerita yang terbentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa, sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 2013: 83)
Jalinan berbagai unsur atau berbagai peristiwa sebaiknya dianalisis fungsinya dalam kerangka keutuhan alur (plot). Kaum formalis berpandangan bahwa plot adalah penyajian motif-motif yang telah disusun secara artistik dengan urutan peristiwa yang terjalin dalam hubungan sebab akibat.
Menurut E.M. Forster (dalam Rahmawati, 2008: 8), alur adalah sebuah cerita sesungguhnya suatu narasi dari peristiwa-peristiwa yang disusun secara kronologis (time-sekuence), dengan kata lain, cerita adalah suatu rantai motif- motif dalam urutan kronologis atau hubungan waktu, sedangkan alur merupakan
suatu narasi dari berbagai peristiwa, akan tetapi dengan penekanan pada penyebabnya.
Untuk memahami alur dengan baik menurut Forster, dibutuhkan intelegesi dan daya ingat/memori yang kuat. Sedangkan Pradotokusumo (dalam Rahmawati, 2008: 8), mengemukakan bahwa alur atau plot juga merupakan sebuah narasi dari berbagai peristiwa, tetapi dengan penekanan pada hubungan kausalitasnya. Alur atau plot dalam sebuah drama atau karya naratif merupakan struktur dari berbagai aksi atau tindakan, dan berbagai aksi disusun dengan maksud untuk membangkitkan emosi serta efek artistik tertentu. Alur dapat dianggap sebagai aspek organik dari bentuk sebuah epik, sedangkan tokoh cerita merupakan suatu fungsi yang diciptakan olehnya.
M. Saleh Saad (dalam Dola, 2006: 17) membagi alur (plot) itu atas 6 bagian, yaitu :
1. Permulaan , yang merupakan perkenalan para tokohnya (pelaku);
2. Pertikaian, sebagai akibat pertentangan para tokoh (pelaku);
3. Perumitan, yaitu pertikaian yang timbul karena manusia berhadapan dengan manusia lainnya, yaitu dengan alam;
4. Klimaks (puncak peristiwa);
5. Peleraian;
6. Akhir
Namun, unsur alur yang terpenting adalah konflik dan klimaks. Konflik dalam fiksi terdiri dari : konflik internal, yaitu pertentangan dua keinginan di dalam diri seorang tokoh, dan konfliks eksternal, yaitu konflik antara tokoh
dengan lingkungannya. Menurut Semi (dalam Rahmawati, 2008: 9), bahwa diantara konflik kecil terdapat dalam alur cerita, terdapat pula satu konflik sentral.
Konflik sentral mungkin merupakan konflik internal ataukah konflik eksternal yang kuat, mungkin pula gabungan dari keduanya. Konflik sentral inilah yang merupakan inti dari struktur cerita dan secara umum merupakan pusat pertumbuhan alur.
c) Latar (setting)
Menurut Robert Stanton (dalam Sukada, 1993: 61), latar dalam sebuah cerita, merupakan lingkungan tentang kejadian, dunia dekat dengan tempat kejadian itu terjadi. Bagian-bagiannya merupakan latar belakang (background) yang bisa kelihatan, tetapi juga bisa faktor waktu, musim, atau periode kesejarahan.
Meskipun latar tidak dinyatakan sebagai bagian yang bersifat prinsipal untuk perwatakan, namun ia bisa menyatakan adanya manusia di dalam latar belakang tersebut. Kadang-kadang latar langsung menjadi bagian perwatakan, kadang-kadang menunjukkan tema. Dalam kebanyakan cerita, latar juga menimbulkan suasana emosional atau mood, yang mengitari perwatakan.
Pendapat Wellek & Warren (dalam Sukada, 1993: 61) juga senada dengan pendapat di atas, yang menyatakan bahwa latar berfungsi untuk mengekspresikan perwatakan dan kemauan, memiliki hubungan erat dengan alam dan manusia.
d) Tema dan Amanat
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Sehingga, peranannya juga seebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya (Aminuddin, 2013: 91).
Cerita yang tergolong karya fiksi biasanya mengandung tema yang ingin disampaikan pengarang atau pencerita atau kepada pembaca. Dalam pembahasan mengenai novel, Pradotokusumo (dalam Rahmawati, 2008: 11) mengemukakan dua pengertian tema dalam dua makna yaitu :
1). Tema adalah gagasan sentral atau gagasan yand dominan dalam karya sastra;
2). Pesan atau nilai moral yang terdapat secara implisit di dalam karya seni.
Thomashevsky (dalam Sukada, 1993: 70) membuktikan bahwa prinsip pemersatu dalam struktur fiksional, merupakan suatu pemikiran umum, yang disebut tema.
Tema menjadi salah satu unsur cerita rekaan yang memberikan kekuatan, dan sekaligus sebagai unsur pemersatu semua fakta, dan sarana cerita yang mengungkapkan permasalahan kehidupan. Dengan demikian, tema dapat dipandang sebagai dasar cerita atau gagasan dasar umum sebuah karya sastra yaitu novel (Sugihastuti, 2002: 45).
Dalam karya sastra yang bermutu, tema mengandung gagasan sentral yang biasa mendominasi atau mewarnai seluruh bagian cerita. Selain itu, adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral, atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang itulah yang disebut amanat.
Amanat dapat dilihat secara implisit apabila ajaran moral itu disiratkan di dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Sedangkan, amanat menjadi cerita eksplisit bila pengarang pada akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya.
e) Sudut Pandang (point of view)
Sudut pandang (point of view) digunakan untuk menyatakan gagasan, atau sikap batin pengarang yang dijelmakan di dalam karya sastranya. Point of view memang hanya mempermasalahkan siapa yang bercerita. Tapi, ketentuan yang dipilih oleh pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita.
Menurut Aminuddin (2013: 90-91) titik pandang (sudut pandang) meliputi:
a. Narrator omniscient
Narrator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku cerita. Karena
pelaku juga adalah pengisah, maka akhirnya pengisah juga merupakan penutur yang serba tahu tentang apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologis. Dalam narrator omniscient pengarang menyebut pengarang atau pelaku utama dengan nama
sendiri saya, atau aku.
b. Narrator observer
Bila pengisah hanya berfungsi sebagai pengamat terhadap permunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu tentang prilaku batiniah para
pelaku. Dalam narrator observer pengarang menyebutkan nama pelakunya dengan, ia, dia, nama-nama lain maupun mereka.
c. Narrator observer omniscient
Berkebalikan dengan narrator observer, dalam narrator omniscient pengarang, meskipun pengisah juga masih menyebut nama pelaku dengan ia, mereka, maupun dia. Hal itu memang mungkin terjadi Karena pengarang prosa fiksi adalah juga pencipta dari para pelaku dalam prosa fiksi yang dipaparkannya.
d. Narrator the third person omniscient
Dalam cerita fiksi, mungkin saja pengarang hadir di dalam cerita yang diciptakannya sebagai pelaku ketiga yang serba tahu. Dalam hal ini sebagai pelaku ketiga, pengarang masih mungkin menyebutkan namanya sendiri, saya atau aku.
f) Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah alat teretentu yang menggunakan bahasa untuk mengekspresikan pikiran, dan perasaan pengarang, sehingga pembaca dan penikmat dapat tertarik atau terpukau atas karya yang dihasilkan (Dola, 2006: 7).
Bahasa sastra menurut kaum formalis Rusia, adalah bahasa yang mempunyai ciri deotomatisasi, penyimpangan dari cara penuturan yang telah bersifat otomatis, rutin,biasa dan wajar (Nurgiyantoro, 2005: 274).
Dalam mengungkapkan atau melukiskan sesuatu, pengarang menyampaikan dengan cara yang berbeda-beda, dalam menyampaikan pikiran dan perasaan. Dengan demikian, pengungkapan pikiran dan perasaan bervariasi.
Variasi dalam menggunakan kata, susunan kata lain, atau bahasa (berupa kalimat) dengan kata lain pengungkapan pikiran dan perasaan adanya gaya dalam berbahasa yang disebut gaya bahasa (Zainuddin , 1992: 51)
Gaya bahasa adalah pemakaian ragam bahasa dalam mewakili atau melukiskan sesuatu., sesuai dengan pemilihan dan penyusunan kata dalam kalimat unutk memperoleh efek tertentu (Zainuddin, 1992: 51).
Penuturan dalam karya sastra selalu diusahakan dengan cara lain, dan cara baru. Cara yang mungkin belum pernah digunakan orang lain. Menurut Abrams (dalam Dola, 2006: 22), gaya bahasa adalah cara pengungkapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Gaya bahasa ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pemilihan kata (diksi), struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi , dan lain-lain.
Gaya bahasa yang baik tumbuh dari pengertian, pengenalan, dan ketelitian (sensing, knowing, and caring), bukan karena tersedianya kesempatan Irmcher
(dalam Sukada, 1993: 85). Hollis Summer dan Edgar Whan (dalam Sukada, 1993:85) menyatakan pendapat yang bersamaan yaitu bahwa tulisan yang baik, seperti bacaan yang baik, dan pikiran yang baik, semua itu merupakan bagian dari penulis dan tindakan-tindakannya.
3. Novel
Novel berasal dari kata latin novelis yang diturunkan pula dari kata
“novles” yang berarti baru, dan dalam bahasa inggris disebut novel, dan kata
inilah yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman disebut novelle), secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita, cerita pendek dalam bentuk prosa (Nurgiyantoro, 2005: 9).
Dewasa ini, istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette (Inggris “Novelette”), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2005: 9-10).
Novel merupakan bentuk karya sastra yang sering disebut dengan fiksi.Novel menawarkan sebuah dunia, yang berisi model kehidupan ideal, dunia imajiner. Sebagai karya imajinatif, fiksi menawarkan berbagai persoalan manusia dan kemanusiaan. Hidup dan kehidupan, cinta dan pencintaan, alam dan kenyataan. Altenbernd dan Lewis (dalam Rimang, 2011: 20) mendefinisikan fiksi sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner tetapi kadang dapat masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasi hubungan-hubungan antar manusia.
Tarigan (dalam Azis, 2012: 11) bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta dengan adegan nyata representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang kacau atau kusut. H.B Jasin menyatakan novel sama dengan roman, kata novel berasal dari bahasa Italia dan berkembang di Inggris dan Amerika Serikat.
Novel memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Novel dapat mengemukakan sesuatu secara menyajikan sesuatu lebih banyak, lebih merinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang kompleks.
2. Kelebihan novel yang khas adalah kemampuannya menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh mengkreasikan sebuah dunia yang “jadi”.
3. Novel memiliki unsur pembangun intrinsik dan ekstrinsik, memiliki lebih dari satu plot. Plot utama berisi konflik utama karya itu, sedangkan sub- subplot berisi konflik tambahan yang bersifat menopang, menegaskan, pengintefsikan konflik utama untuk sampai ke klimaks.
4. Penokohan ditampilkan secara lebih lengkap.
5. Keutuhan cerita sebuah novel meliputi keseluruhan bab.
4. Jenis- jenis Novel
Jenis novel berdasarkan nyata atau tidaknya suatu cerita, novel terbagi dua jenis yaitu :
a. Novel Fiksi
Sesuai namanya, novel berkisah tentang hal yang fiktif dan tidak pernah terjadi, tokoh, alur, maupun latar belakangnya hanya rekaan penulis saja.
b. Novel non Fiksi
Novel ini kebalikan dari novel fiksi yaitu novel yang bercerita tentang hal nyata, sudah pernah terjadi, berdasarkan pengalaman seseorang, kisah nyata atau berdasarkan sejarah.
Jenis novel berdasarkan genre cerita, yaitu : a. Novel Romantis
Cerita novel ini berkisah seputar percintaan dan kasih sayang dari awal hingga akhir
b. Novel Horor
Jenis novel ini memiliki cerita yang menegangkan, dan menyeramkan serta umumnya bercerita tentang hal-hal yang mistis atau seputar dunia gaib.
c. Novel Misteri
Cerita dan jenis novel ini lebih rumit karena akan menimbulkan rasa penasaran hingga akhir cerita.
d. Novel Komedi
Jenis novel ini mengandung unsur kelucuan atau membuat orang benar- benar tertawa.
e. Novel Inspiratif
Jenis novel yang mampu menginspirasi banyak orang, umumnya novel ini sarat akan pesan moral atau hikmah tertentu yang bisa diambil oleh para pembaca sehingga pembaca merasa mendapat suatu dorongan dan motivasi untuk melakukan hal yang lebih baik.
5. Pendekatan Psikologi
Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata-kata Yunani: psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa (Sarwono, 2013:1).
Dalam bahasa Indonesia diartikan ilmu jiwa, arti jiwa dalam ilmu jiwa tidak sama dengan arti roh, istilah roh lebih berhubungan dengan istilah bidang agama. Psikologi adalah keseluruhan sifat-sifat dan prilaku manusia dan juga makhluk yang lain.
Pada dasarnya, psikologi sastra akan ditopang oleh tiga pendekatan sekaligus. Pertama, pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek psikologi tokoh dalam karya sastra. Kedua, pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra. Ketiga, pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi oleh karyanya, baik penulis sebagai pribadi maupun wakil masyarakatnya, Roekhan (dalam Endraswara, 2013: 97-98).
Menurut Endraswara (2013: 96) mengemukakan, kajian psikologi sastra disamping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis juga aspek-aspek pemikiran dan pengarang ketika menciptakan karya tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga karya menjadi semakin hidup. Sentuhan-sentuhan emosi melalui dialog ataupun pemilihan kata,
sebenarnya merupakan gambar kekalutan dan kejernihan batin pencipta.
Kejujuran batin itulah yang menyebabkan orisinalitas karya.
Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis, akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa drama maupun prosa.
Karya sastra mengandung aspek-aspek kejiwaan yang sangat kaya, maka analisis psikologi sastra perlu dimodifikasikan dan dikembangkan secara serius dan definitif. Tujuan psikolgi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa sesuai dengan hakikatnya, karya satra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung.
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan psikologi dengan sastra, yaitu : 1) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis; 2) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra; 3) memahami unsur-unsur kejiwaan. Pembicraan pertama berhubungan dengan proses kreatif. Oleh karena itu, Wellek dan Waren (dalam Ratna,2013:
343), membedakan analisis psikologis pertama itu menjadi dua macam, yaitu studi psikologis yang semata-mata berkaitan dengan pengarang, seperti kejiwaan sebagai jenis neurosis yang semata-mata berkaitan dengan pengarang seperti kelainan kejiwaan sebagai sejenis gejala neurosis, sedangkan studi yang kedua berhubungan dengan inspirasi , ilham, dan kekuatan-kekuatan supernatural lainnya.
Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah kedua yaitu, pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra. Sebagai dunia dalam kata karya sastra yang memasukkan aspek kehidupan kedalamnya, khususnya manusia. Pada umumnya, aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra.
Sebab, semata-mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh-tokoh, aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan. Dalam analisis pada umumnya, yang menjadi tujuan adalah tokoh utama, tokoh kedua, dan seterusnya.
Pendekatan psikologi sastra adalah pendekatan pelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi kejiwaan tingkah laku yang terdapat pada suatu karya sastra (Wahid, 2004: 134). Jadi, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang semua tingkah laku individu dan segala perbuatannya baik dalam masyarakat, terhadap lingkungan dan terhadap kerabatnya.
6. Emosi dan Emosional
a. Pengertian Emosi dan Emosional
Emosi merupakan bagian dari kehidupan yang selalu muncul pada saat seseorang menghadapi berbagai peristiwa.Hal ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Burnham (dalam Wahid, 2004: 136) :
“Emosi adalah tanggapan batiniah yang dirasakan atas peristiwa-peristiwa kehidupan yang terjadi. Seperti anggota keluarga, emosi adalah bagian dari diri
kita dan tidak dapat diingkari atau diabaikan. Perasaan adalah kepunyaan kita, dapat dirasakan dan aktif betapa pun dalamnya kita menguburkan perasaan itu”.
Tidak seorang pun yang dapa\
t menguasai sepenuhnya apa yang dirasakan. Akan tetapi, seseorang dapat memutuskan apa yang akan diperbuat dengan perasaan itu. Perbedaan antara perasaan dan emosi tidak dapat dinyatakan secara tegas karena keduanya merupakan suatu kelangsungan kualitatif, yaitu tidak jelas batasnya.
Sarwono (2013: 124) mendefinisikan emosi sebagai reaksi penilaian (positif dan negatif) yang kompleks dari sistem syaraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam dirinya sendiri. Definisi itu menggambarkan bahwa emosi diawali dengan adanya suatu rangsangan, baik dari luar (benda, manusia, situasi, cuaca), maupun dari dalam diri kita (tekanan darah, kadar gula, ngantuk, segar, dan lain-lain), pada indera-indera kita.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah luapan perasaan yang dimiliki oleh setiap orang yang dipicu dari respon yang berasal dari dalam maupun dari luar. Definisi emosional (Depdikbud, 2003:
261) adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon yang datang dari luar.
Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada. Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada. Reaksi emosional itu mungkin akan muncul dikemudian hari, dengan adanya kematangan dan sistem indokrin. Kematangan dan indokrin akan berperan
penting untuk mematangkan perilaku yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologi terhadap segala jenis-jenis emosi (Daruma, 2004: 166-167).
Pada dasarnya, emosional merupakan suatu dorongan-dorongan dan minat yang terpenuhi dan merupakan dasar dari pengalaman emosional seseorang (Daruma, 2004: 157). Apalagi, disaat dorongan-dorongan atau keinginan terpenuhi dan tercapai dengan berhasil, maka cenderung emosinya stabil. Tetapi , jika dorongan dan keinginannya tidak terpenuhi karena kurangnya kemampuan untuk memenuhinya atau karena kondisi lingkungan yang kurang menunjang.
Sehingga, emosionalnya kemungkinan mengalami gangguan.
Emosionalnya juga berkaitan dengan banyak respon individu yang diarahkan oleh penalaran dan pertimbangan objektif . Namun, ada saatnya di dalam kehidupan dorongan-dorongan emosional hampir sepenuhnya mempengaruhi pikiran dan tingkah laku. Sikap berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang. Dapat diramalkan bahwa tingkah laku apa yang dapat terjadi dan akan diperbuat jika telah diketahui atas sikapnya yang merupakan suatu tindakan atau aktivitas. Akan tetapi, berupa kecenderungan tingkah laku.
Pada dasarnya, tingkah laku, sikap, dan emosional seseorang dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar. Dari pemamparan diatas dapat dismpulkan bahwa, emosional adalah suatu luapan perasaan yang diekspresikan oleh seseorang yang dipengaruhi karena adanya faktor luar maupun dari dalam yang membentuk karakteristik orang itu sendiri.
b. Jenis-jenis Emosi
Menggolongkan antara emosi yang satu dengan emosi yang lainnya dan menggolongkannya ke dalam satu tipe bukanlah pekerjaan yang mudah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah karena emosi yang sangat mendalam menyebabkan aktivitas badan sangat tinggi, sehingga seluruh tubuh aktif, dan dalam keadaan sperti ini sukar menentukan apakah seseorang sedang takut atau sedang marah. Kedua adalah setiap orang dapat menghayati satu macam emosi dengan berbagai cara. Ketiga adalah nama yang pada umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi, biasanya didasarkan pada sifat respon, bukan pada keadaan emosinya sendiri. Faktor yang keempat adalah pengenalan emosi secara subjektif dan introspektif, sukar dilakukan karena selalu saja ada pengaruh dari lingkungan.
Meskipun tidak mudah menggolong-golongkan emosi, ada beberapa pertimbangan yang kemudian disimpulkan untuk mengetahui jenis-jenis emosi adalah :
1) Marah
Marah adalah bentuk ekspresi manusia melampiaskan ketidak-puasan, atau kekecewaan, atau kekesalannya ketika terjadi gejolak emosional yang tidak
terkendalikan (Wetrimudrison, 2005: 3).
Kemarahan boleh disebut sebagai “naik pitam”, “jengkel”, “sikap bermusuhan”, “kesal”, atau “sengit”. Tidak seorang pun luput dari rasa marah.
Menurut Burnham (dalam Wahid, 2004: 139), kemarahan adalah tanggapan fisik dan emosional atas pengalaman atau situasi. Ada beberapa
tingkatan dari kemarahan, dari jengkel biasa hingga naik pitam atau mengamuk.
Pada waktu marah, tubuh terus bekerja, melalui reaksi fisiologis yang terjadi dengan sendirinya, tubuh mengubah emosi menjadi energi. Bagi amarah mencapai puncaknya, seluruh tubuh dipompa, dipersiapkan untuk bertindak.
Kemarahan, lebih dari jenis emosi lain, berpusat pada diri dan egois.
Kemarahan terjadi bila orang tidak dapat memperoleh apa yang diinginkan. Emosi masih mungkin pula berkembang bila orang merasa ada ancaman bahwa mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka kehendaki. Oleh karena itu, kemarahan sangat berkaitan dengan ego seseorang.
Menurut Peace (dalam Wahid, 2004: 139), kemarahan adalah respon terhadap sesuatu yang dirasakan tidak dapat diterima oleh kebanyakan orang. Hal ini berarti kemarahan yang terjadi pada diri seseorang dipengaruhi oleh faktor luar.
Dibandingkan dengan kebanyakan emosi lain, kemarahan adalah perasaan yang sederhana dan langsung, tetapi dapat bergabung dengan suasana hati, untuk membentuk emosi yang lebih rumit seperti kecemburuan atas kesedihan.
2) Takut, Khawatir, dan Cemas
Takut, khawatir, dan cemas adalah tiga jenis emosi yang pengungkapannya hampir sama, bahkan ada kcenderungan untuk tidak memisahkan ketiga emosi ini. Takut adalah salah satu jenis emosi yang mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin dan menghindari kontak dengan sesuatu hal (Sarwono, 2013: 134)
Khawatir adalah perasaan yang dialami seseorang karena ketidakmampuannya mengontrol emosi. Kekhawatiran muncul pada saat orang berpikir bahwa sesuatu akan berakhir dengan dampak negatif. Jenis emosi ini biasanya cepat berlalu dan tidak sampai mempengaruhi keputusan yang telah direncanakan. Dari emosi diatas, kecemasanlah yang paling lazim dialami.
Kecemasan bahkan lebih lazim dibanding kemarahan. Kecemasan yaitu rasa takut yang tidak jelas sasarannya dan tidak jelas alasannya (Sarwono, 2013: 134)
3) Frustasi, Depresi, dan Stres
Ketiga jenis emosi ini hampir sama, seperti halnya pengungkapan takut, cemas, dan khwatir. Frustasi adalah luapan perasaan yang menjadi negatif, dan tidak seimbang karena peristiwa peristiwa yang dialami seseorang. Bentuk emosi ini biasanya berupa keputusasaan, dan tidak adanya gairah untuk memperbaiki keadaan. Pada situasi yang lain, depresi timbul karena kekecewaan yang dialami oleh seseorang. Sedangkan menurut Freud (dalam Sujanto, 2006: 137) mengemukakan bahwa frustasi adalah pelahiran dari hasrat-hasrat yang sangat meluap dan berlebih-lebihan karena mendapat rintangan dari dunia sekitarnya.
Priest (dalam Wahid, 2004:141), mengemukakan bahwa depresi adalah suatu keadaan yang dialami oleh seseorang sesudah mengalami periode kekecewaan yang panjang.
Stres adalah keadaan menegangnya tubuh seseorang karena suatu hal.
Menurut Swart (dalam Wahid, 2004, 141), stres adalah suatu kekuatan yang memaksa seseorang untuk berubah, bertumbuh, berjuang, beradaptasi, atau mendapatkan keberuntungan.
4) Bahagia, Gembira, Tertawa, dan Tersenyum
Kebahagiaan dan kegembiraan tidak dapat dipisahkan. Kegembiraan yang ada pada diri seseorang akan diikuti pula oleh kebahagiaan. Sama halnya dengan tersenyum dan tertawa, kedua ekspresi ini dapat menandakan rasa kebahagiaan maupun rasa senang akan sesuatu hal. Bahagia dan gembira adalah emosi positif yang terpancar dari mimik wajah dan gerak-gerik seseorang.
Menurut Jones (dalam Wahid, 2004:142), kebahagiaan adalah menginginkan apa yang anda inginkan, mendapatkan apa yang anda dapatkan, dan berharap agar kedua hal tersebut dapat dipersatukan. Seseorang mengalami kebahagiaan karena telah mendapat apa yang telah diharapkannya,. Menurut Sarwono (2013: 135), gembira adalah ekspresi dari kelegaan, yaitu perasaan tebebas dari ketenangan. Biasanya kgembiraan disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tiba-tiba (surprise) dan kegembiraan biasanya bersifat sosial yaitu melibatkan orang-orang lain disekitar orang yang sedang gembira tersebut.
Kesimpulannya, kebahagiaan dan kegembiraan adalah dua jenis emosi yang menimbulkan efek positif bagi yang mengalaminya, dan kelanjutan dari kebahagiaan adalah kegembiraan yang mutlak terjadi pada setiap individu.
Tertawa dan tersenyum bukan kelakuan tubuh saja atau kelakuan jiwa, melainkan kelakuan yang netral dari jiwa dan raga. Sebab, tertawa dan tersenyum adalah perbuatan personal.
5) Kecewa
Kekecewaan yang dialami seseorang karena tidak terpenuhinya apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Pada tahap ini, orang bisa saja melakukan hal-hal diluar kesadarannya dan membahayakan dirinya. Untuk menghilangkan kekecewaan ini, orang harus melakukan usaha kearah pemenuhan kebutuhan. Jika kebutuhan telah terpenuhi, maka kekecewaan akan terobati dan orang akan melakukan hal-hal yang bermanfaat (Rahmawati, 2008: 25).
6) Sedih dan Menangis
Kesedihan umumnya dianggap suatu ketidakbahagiaan yang tidak kepalang tanggung. Menurut Lake (dalam Wahid, 2004, 144), kesedihan bisa merupakan pengalaman yang menguatkan orang lain, dan bukan semata-mata masalah tidak merasa bahagia. Sedangkan, menangis adalah salah satu wujud dari kesedihan. Tangisan berupa keluarnya air mata dan keluarnya suara menghiba.
Setiap orang mempunyai cara tersendiri mengekspresikan kesedihannya.
7) Cemburu, Iri, dan Benci
Secara harfiah, cemburu, iri, dan benci mempunyai pengertian dan batasan yang berbeda. Namun, dalam kajian psikologis, ketiga emosi tersebut mempunyai peranan yang sama, yakni menimbulkan ketidaksenangan. Kecemburuan adalah bentuk khusus dari kekhawatiran yang didasari oleh kurang adanya keyakinan terhadap sesuatu, yang cemburu selalu mempunyai sikap benci terhadap saingannya. Sikap benci ini akan berdampak pada rasa iri seseorang. Jadi
cemburu, iri, dan benci adalah emosi yang timbul karena ketidakinginan sesorang kehilangan kasih sayang (Rahmawati, 2008: 26).
8) Cinta
Perasaan cinta merupakan jenis emosi yang datang dengan penuh teka- teki, kadang-kadang perasaan cinta itu datang saat seseorang membutuhkan perhatian. Namun, kadang pula, perasaan cinta datang pada saat sesorang tidak membutuhkan perhatian. Timbulnya perasaan cinta kadang bersifat sementara, dan bisa pula bersifat permanen. Perasaan cinta bisa muncul saat seseorang merasa diperhatikan.
Cinta merupakan salah satu bentuk emosi dan perasaan yang dimilik individu, dan sifatnya pun subyektif sehingga setiap individu akan mempunyai makna yang berbeda tergantung pada penghayatan serta pengalamannya (Haryanto, online, diakses 18 April 2014).
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan pembahasan teoretis yang ditemukan pada tinjauan pustaka berikut ini ditemukan kerangka pikir.
Karya sastra dibagi atas tiga yaitu, puisi, prosa, dan drama. Prosa fiksi terdiri atas cerpen dan novel. Dalam hal ini peneliti mengkaji novel sebagai objek penelitiannya yang berjudul Takhta Nirwana karya Tasaro dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra. Adapun yang akan dianalisis yaitu jenis-jenis emosi
yang diekspresikan oleh para tokoh dalam novel tersebut, setelah didapatkan suatu temuan atau hasil.
Secara skematis kerangka penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Bagan Kerangka Pikir
KaryaSastra
Drama Prosa Fiksi
Puisi
Novel
Novel Takhkta Nirwana Karya Tasaro
PendekatanPsikologiSastra
Emosi
Temuan
Analisis
BAB III
METODE PENELITIAN A. Fokus Penelitian
1. Fokus Penelitian
Fokus yang diamati dalam penelitian ini yaitu, jenis-jenis emosi yang diekspresikan oleh para tokoh dalam novel Takhta Nirwana karya Tasaro dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra.
2. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kualitatif.
Dalam penyusunan desain pun harus dirancang berdasarkan prinsip metode deskripitif kualitatif, yakni mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan mengkaji data secara objektif atau apa adanya sesuai dengan kenyataan yang ada.
Setelah itu melaporkan hasil penelitian dan langkah terakhir menarik suatu kesimpulan.
B. Definisi Istilah
Definisi istilah atau definisi operasional mengandung konsep pokok yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, guna menghindari perbedaan pengertian atau kekurang jelasan makna. Berikut ini beberapa istilah dan pengertian tekait dalam penelitian ini :
1. Ekspresi adalah pengungkapan atau proses menyatakan (yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dsb).
30
2. Emosi adalah luapan perasaan yang dialami seseorang ketika terjadi sesuatu hal.
3. Tokoh adalah pelaku adegan atau sosok yang benar-benar terlibat dalam sebuah adegan cerita
4. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan
5. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya dalam bentuk cerita.
C. Data dan Sumber Data 1. Data
Data dalam penelitian ini adalah kutipan, kalimat atau pernyataan yang mengungkapkan jenis-jenis emosi yang diekspresikan oleh para tokoh dalam novel tersebut.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul Takhta Nirwana karya Tasaro, yang diterbitkan oleh Qanita pada tahun 2009 (cetakan pertama) dengan tebal 364 halaman.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik baca-simak, dan teknik catat. Teknik baca-simak digunakan untuk membaca pehamahaman, mencermati dengan seksama, dan menangkap makna
yang tersirat dalam sumber data. Teknik catat digunakan untuk mencatat data yang ditemukan atau diperoleh melalui teknik baca-simak ke dalam catatan yang telah disiapkan
E. Teknik Analisis Data
Data yang dianalisis adalah dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra yaitu penjabarannya menguatkan pada kajian pustaka, sedangkan untuk menguatkan hasil analisis senantiasa penulis mengutip bagian-bagian isi cerita yang menunjukkan kebenaran analisis yang selalu dilengkapi atau disertai dengan kutipan isi cerita.
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini ditempuh beberapa langkah yaitu :
1. Mengidentifikasi jenis-jenis emosi yang diekspresikan oleh para tokoh dalam novel tersebut dengan membaca dan mencatat;
2. Mengklasifikasi jenis-jenis emosi yang diekspresikan oleh para tokoh dalam novel tersebut;
3. Menganalisis jenis-jenis yang diekspresikan oleh para tokoh dalam novel tersebut dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra;
4. Menguraikan dan menarik kesimpulan dari hasil analisis novel tersebut.
F. Pemeriksaan Keabsahan data
Untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini ditempuh beberapa langkah yaitu :
1. Triangulasi data yakni pengecekan data dengan melibatkan pengamat lain untuk berperan serta dalam pengecekan kembali;
2. Diskusi dengan teman sejawat (Dian Hasriani dan Yulfiani).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Hasil Analisis Data
Bagian ini dikemukakan hasil analisis data terhadap ekspresi emosional tokoh dalam novel Takhta Nirwana karya Tasaro.
1. Menganalisis jenis-jenis emosi yang diekspresikan oleh para tokoh novel Takhta Nirwana karya Tasaro
Setelah diidentifikasi dan diklasifikasi semua jenis-jenis emosi yang diekspresikan oleh para tokoh dalam novel Takhta Nirwana karya Tasaro. Maka, peneliti akan menganalisis jenis-jenis emosi tersebut dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra. Berikut ini analisis lengkapnya :
a. Ekspresi Emosional Tokoh Utama Sannaha (Pitaloka) dalam Novel Takhta Nirwana karya Tasaro
1) Marah
Kemarahan adalah adalah respon terhadap sesuatu yang dirasakan dan tidak dapat diterima oleh kebanyakan maupun secara personal. Begitu pun emosi marah yang diekspresikan oleh Sannaha akibat dari perlakuan seseorang yang tidak pantas pada dirinya menurutnya tidak lazim dilakukan. Berikut kutipannya :
34
a) Data 1
Napas Sannaha memburu, menahan amarah yang menggebu. Amarahnya semakin menjadi ketika rasa penasarannya diabaikan begitu saja oleh Geng Jedhag. (Tasaro, 2008: 40)
Kutipan data 1 menggambarkan emosi marah yang terjadi dalam diri Sannaha dikarenakan perbuatan Geng Jedhag mengabaikan pertanyaan Sannaha.
Emosi marah dapat terjadi apabila seseorang merasa diabaikan oleh orang lain, dan kutipan dalam novel tersebut pertanyaan yang diajukan Sannaha tentang alasan mengapa dirinya diperlakukan dengan buruk.
Kemarahan tersebut beralasan bagi Sannaha. pada dasarnya seseorang yang merasa diperlakukan tidak sewajarnya, akan mengalami hal yang sama seperti Sannaha. karena pada dasarnya setiap orang akan mengalami kemarahan jika ia merasakan hal yang tidak menyenangkan bagi dirinya.
b) Data 2
Mata Sannaha membelalak. Kemarahan tergambar pada garis wajah dan alisnya menaik. “Berani sekali kau mempermainkan aku, Nenek tua!”
(Tasaro, 2008: 55)
Kutipan data 2 menggambarkan emosi marah yang diekspresikan Sannaha adalah karena pernyataan Geng Jedhag yang membuat dirinya sendiri tidak menyangka kalau Geng Jedhag telah mengeluarkan kata-kata yang seolah membuat Sannaha merasa dipermainkan dengan membuat jebakan untuk dirinya.
Kemarahan pada kutipan data 2, akibat dari pernyataan yang telah di dengarkan oleh Sannaha. sebuah pernyataan yang mengejutkan bagi dirinya.
pernyataan tersebut juga seakan mebuat hati Sannaha terpukul sehingga membuat kemarahan besar bagi dirinya.
c) Data 3
Gadis itu, dengan sinar kemarahan masih mencolok di kedua matanya, mau tak mau mengikuti langkah Purandara meskipun hatinya dijubeli sumpah serapah. (Tasaro, 2008: 109-110)
Kutipan data 3 dalam novel tersebut adalah bentuk kemarahan yang diekspresikan oleh Sannaha yang dikarenakan kelakuan Purandara yang seolah membiarkan Sannaha terjebak oleh orang-orang thabug lalu tiba-tiba datang menolongnya. Kemarahan itulah yang membuat hati Saannaha dijubeli sumpah serapah terhadap Purandara.
Kemarahan Sannaha dalam pada kutipan data 3, adalah salah satu kemarahan yang masih dalam taraf biasa-biasa saja. Karena dalam kutipan tersebut , kemarahan Sannaha hanya ada pada dalam batinnya saja, tanpa mengelurkan kata-kata kasar, yang layak pada umumnya ketika seseorang marah.
d) Data 4
Gadis itu membungkuk dalam gerakan yang sigap, bersamaan dengan melayangnya telapak kirinya menghajar wajah Purandara. Bunyi tamparan yang cukup menghenyakkan. (Tasaro, 2008: 119)
Kutipan data 4 dalam novel tersebut menggambarkan bentuk kemarahan Sannaha yang besar terhadap Purandara sehingga Sannaha tak segan-segan untuk menampar Purandara. Kemarahan yang dialami Sannaha dikarenakan pernyataan Purandara yang membuat Sannaha tidak nyaman dan membuat dirinya tersinggung.
Kemarahan ini adalah bentuk kemarahan yang sudah tidak dapat lagi ditoleransi oleh Sannaha, sehingga dengan kemarahannya itu, ia melakukan
reaksi yang berlebihan atau menyakiti secara fisik seseorang yang telah membuat dirinya marah. Kemarahan ini adalah bentuk kemarahan yang besar.
e) Data 5
Kepala gadis mungil itu tersentak. Kepalanya perlahan terangkat hingga tegak dan matanya menyorot kearah Purandara. Sinar putus asa segera berubah menjadi kemurkaan. “Kau! Apakah kau akan diam saja jika ayahmu direndahkan di depan matamu?” (Tasaro, 2008: 125)
Kutipan data 5 menggambarkan ekspresi emosi kemarahan terhadap Purandara dikarenakan Purandara yang seakan merendahkan Sannaha terhadap apa yang dilakukannya terhadap musuhnya. Sedangkan Sannaha merasa tidak akan tinggal diam jika ayahnya direndahkan oleh orang lain.
Kemarahan ini adalah bentuk kemarahan sewajarnya, yang dialami oleh Sannaha. kemarahan ini adalah sebuah kemarahan anak perempuan yang secara tidak langsung membela ayahnya. Dirinya merasa pantas membela sang ayah.
f) Data 6
Sannaha kecil rupanya tidak lagi sanggup menahan emosinya. Kepalan tangan-nya bergerak cepat menghajar pipi lawan adu mulutnya dengan telak. (Tasaro, 2008: 302)
Kutipan data 6 menggambarkan bentuk kemarahan Sannaha yang sudah tidak tertahankan lagi, sehingga terlibat perkelahian dengan Harakalpa. Emosi yang dialami Sannaha adalah akibat dari perbuatan Harakalpa yang selalu saja menghina Sannaha tanpa alasan.
Beberapa ekspresi emosi marah tokoh Sannaha diatas tergambar jelas bahwa kemarahan yang yang diekspresikan oleh Sannaha adalah suatu respon dari
perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh lain terhadap dirinya.
Jadi, ekspresi marah pada kutipan di atas merupakan suatu pengekspresian atas apa yang dirasakan dan dialami terhadap sesuatu hal yang bersinggungan dengan kata hatinya. Kemarahan yang dialami ada yang dalam taraf biasa-biasa saja dan ada pula yang tidak dapat lagi ditoleransi oleh Sannaha.
Marah pada dasarnya berkaitan dengan ego seseorang dan biasa terjadi karena adanya faktor dari luar yang tidak dapat diterima oleh kebanyakan orang.
2) Khawatir
Khawatir adalah salah satu bentuk emosi yang dialami seseorang ketika memiki perasaan tentang hal-hal yang tidak diinginkan akan terjadi atau akan berdampak buruk bagi dirinya, orang-orang sekitarnya maupun lingkungannya.
a) Data 7
Gadis itu duduk berselonjor kaki, membuktikan bahwa belum sadar dan terhenyak oleh mimpi buruknya tadi, dia tidur terlentang. Sannaha meneliti tubuhnya, seolah-olah khawatir jika ada diantara organ tubuhnya direnggut oleh mimpi buruknya tadi. (Tasaro, 2008: 9)
Kutipan data 7 adalah bentuk kekhawatiran yang dialami Sannaha akibat dari mimpi buruknya, Sehingga Sannaha khawatir jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada organ tubuhnya.
Kekhawatiran kutipan data 7 adalah bentuk kekhawatiran Sannaha atas apa yang ia rasakan, seolah menganggap hal-hal yang terjadi dalam mimpinya itu akan berakibat buruk pada dirinya dalam kenyataannya.
b) Data 8
Jantung Sannaha berdetak dua kali lebih kencang dari biasa dan jauh dari keteraturan. Yaksapurusa seorang Thabhug, dan sekarang aku berada diantara orang-orang Thabhug?! (Tasaro, 2008: 37)
Kutipan data 8 menggambarkan kekhawatiran dalam batin Sannaha yang telah mengetahui sebuah kenyataan bahwa pembunuh gurunya, Yaksapurusa adalah seorang thabhug dan kini dirinya terjebak dalam lingkungan thabhug.
Kekhawatiran Sannaha cukup beralasan. Sebab, Sebuah kenyataan yang sudah diketahui Sannaha, terasa mengejutkan bagi dirinya. dirinya mengaitkan keadaannya pada saat itu dengan peristiwa yang telah merenggut nyawa gurunya.
Entah hal apa yang akan terjadi bagi diri Sannaha karena berada diantara oarng- orang thabug, sedangkan kenyataan sebenarnya pembunuh sang guru adalah orang thabug.
c) Data 9
Berkali-kali kepalanya menoleh kebelakang penuh khawatir. Melihat kesungguhan gadis itu meskipun masih tak bisa mengusir keraguan di benaknya. (Tasaro, 2008: 94 -95)
Kutipan data 9 menggambarkan kekhawatiran Sannaha terhadap seorang gadis yang telah menyelamatkan nyawanya. Rasa khawatir itu timbul Karena ia merasa akan terjadi sesuatu buruk yang akan dialami gadis itu karena telah nekat menolong dirinya.
Pada kutipan data 9 tersirat suatu kekhawatiran yang dialami oleh Sannaha. Bentuk kekhawatiran Sannaha seolah menyiratkan bahwa akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, akan terjadi pada dirinya serta kekhawatiran terhadap apa yang akan di alami oleh tokoh lainnya.
Terjadinya kekhawatiran juga bisa bermakna bahwa adanya ancaman yang akan dialami oleh seseorang dan ancaman tersebut dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.
3) Gembira dan Tersenyum
Gembira dan tersenyum adalah jenis emosi yang tidak dapat dipisahkan antar satu dengan yang lainnya, pada dasarnya emosi tersebut memiliki keterkaitan, yaitu apabila seseorang mengalami rasa gembira maka otomatis meluapkan ekspresi kegembiraannya dengan tersenyum. Emosi yang diekspresikan tokoh Sannaha pada novel tersebut adalah respon atas keadaan yang menyenangkan bagi dirinya.
a) Data 10
Bunga warna warni dan kicau burung bersuara riuh dan merdu menyambut langkah Sannaha yang tampak sedang diliputi kegembiraan. (Tasaro, 2008:
259)
Kutipan data 10 menggambarkan suasana hati Sannaha yang sedang diliputi kegembiraan. Kegembiraan yang tiba-tiba saja dirasakannya karena suasana alam yang menyenangkan baginya dan pikirannya saat itu sedang mempunyai rencana yang menurutnya baik. Kedua hal itu menyatu dalam hati Sannaha.
Kegembiraan dapat dikatakan kesenangan yang ada dalam hati. Orang yang merasakan kegembiraan, memiliki ekspresi wajah yang sedang ceria.
b) Data 11
Sannaha menoleh sambil mengembangkan senyumnya, “Ini hanya awal, Paman. Aku masih memiliki kejutan-kejutan lain. Paman akan
mengetahuinya nanti. Sekembali kita dari barat, aka nada perubahan besar di Kawali.” (Tasaro, 2008: 360)
Kutipan data 11 menggambarkan kalau ekspresi tersenyum yang dilakukan oleh tokoh Sannaha didasari pada keadaan menyenangkan yang ia ketahui akan datang kepada dirinya.
Dapat disimpulkan bahwa gembira dan tersenyum merupakan ekspresi yang saling berkaitan antar satu sama lainnya. Ketika terjadi sesuatu hal yang menggembirakan terhadap seseorang, seseorang akan dengan spontan tersenyum.
Ekspresi gembira dan tersenyum adalah perilaku positif yang terpancar dari raut wajah seseorang yang mengalaminya.
4) Kecewa
Kekecewaan yang dialami oleh seseorang akibat dari apa yang diinginkan atau apa yang dilakukan tidak sesuai dengan pemenuhan atas apa yang diharapkan. Sebaliknya, kekecewaan akan hilang jika apa yang diharapkan sesuai dengan pemenuhan hati. Adapun kekecewaan yang diekspresikan oleh tokoh Sannaha.
a) Data 12
Kata-kata Purandara barusan disadarinya telah membuat luka menganga di batin Sannaha. Tanpa mampu dikendalikan, Sannaha merasa ada rasa kecewa yang merembet dengan cepat, memeras emosi di dadanya. (Tasaro, 2008: 120)
Kutipan data 12 menggambarkan kekecewaan Sannaha terhadap Purandara.
Purandara dengan sengaja membiarkan Sannaha terjebak diantara orang-orang
thabug. Meskipun pada akhirnya Purandara tetap saja menolong Sannaha, tetapi Sannaha nyaris saja kehilangan nyawanya.
Kekecewaan yang daialami adalah hal yang wajar, jika saja bukan hanya Sannaha yang mengalaminya. Dalam kutipan data 12, kekecewaan Sannaha sangat beralasan. Siapapun itu tentu saja akan merasakan kekecewaan jika dirinya seakan dibiarkan menantang maut sendirian, padahal saat itu, orang lain mampu untuk menolongnya.
b) Data 13
Sannaha berbalik kilat, “Apa pedulimu?! Kau sama sekali tidak mempedulikan seorang pun kecuali dirimu sendiri!” Sannaha tampak benar telah mencapai titk emosi tertingginya. Matanya memerah dan berair.
Tubunhya bergetar, garis wajahnya mempertontonkan kekecewaan yang luar biasa. (Tasaro, 2008: 254)
Kekecewaan yang dialami tokoh Sannaha pada kutipan data 13 ialah kekecewaan terhadap adik kembarnya, Tejakancana. Tejakancana menolak untuk ikut dengan dirinya dan berjuang bersama mempertahankan kerajaannya. Akan tetapi Tejakancana mempunyai alasan mengapa dirinya tidak ingin ikut dengan Sannaha.
Dapat disimpulkan bahwa, kekecewaan terjadi pada dasarnya muncul akibat tidak terpenuhinya apa yang dicita-citakan, yang tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan atau hal yang terjadi tidak sesuai keinginan.
5) Sedih dan Menangis
Pada dasarnya, sedih dan menangis merupakan emosi yang saling bertautan antara satu sama lain. Kesedihan umumnya dianggap ketidakbahagiaan dan menangis adalah salah satu wujud dari kesedihan itu sendiri. kesedihan dan
Tangisan yang diekspresikan Sannaha terhadap tokoh Chandrabhaga dapat dilihat pada kutipan – kutipan berikut ini :
a) Data 14
Sannaha membiarkan benaknya menayangkan kenangan kuat antara dia dan gurunya meskipun itu memunculkan rasa perih yang sangat menyiksa.
(Tasaro, 2008: 231)
Kutipan data 14 menggambarkan ekspresi kesedihan Sannaha terhadap kenangan bersama gurunya, Chandrabhaga. Betapa tidak, sosok sang guru sudah dianggap sebagai ayahnya sendiri, tetapi Sannaha harus kehilangan gurunya secara tragis.
Kesedihan Sannaha merupakan kesedihan akan kehilangan sang guru yang amat di cintainya. Kesedihan yang dialami juga adalah salah satu bentuk rasa kecintaan Sannaha terhadap gurunya,. Betapa tidak, sang guru seperti dianggapnya sosok ayahnya sendiri, tetapi telah pergi meninggal
b) Data 15
Sekarang, tiba-tiba saja Sannaha memberikan kejutan dengan bersikap di luar kebiasaan. Dia bahkan menangis setelah sedikit menyingkap arti penting Candrabhaga bagi hidupnya. Sedikit saja, dan itu berakhir dengan tangis tertahan. Benar-benar di luar kebiasaan! (Tasaro, 2008: 309)
Kutipan data 15 menggambarkan bahwa Sannaha sangat kehilangan Chndrabhaga, sosok sang guru yang sangat menyayangi dirinya, sedangkan pada kutipan berikutnya, sosok Sannaha tiba-tiba menangis dan bersikap tidak seperti biasanya. Sannaha menyadari betapa pentingnya sang guru bagi kehidupannya.
Banyak hal yang membuat seseorang mengalami kesedihan, salah satunya ialah ketika seseorang kehilangan orang yang disayanginya, seperti halnya yang
kesedihan yang dirasakan oleh Sannaha, yang kehilangan guru Chandr4abhaga untuk selama-lamanya.
c) Data 16
Sannaha merasa ada yang mengentak dadanya. Kepalanya berdenyar mendengar kalimat Purandara. Jantungnya memburu. Matanya seperti ditaburi kaca. “Aku bisa menjaga diri. Kumohon…pergilah.” (Tasaro, 2008:
322)
Kutipan data 16 menggambarkan suasana hati Sannaha yang membuat dirinya tidak dapat menahan tangisnya. Ekspresi tangis Sannaha seolah-olah membuat dirinya tidak yakin dengan kata-kata yang sudah diucapkannya kepada Purandara. Sannaha hanya ingin menyelamatkan Purandara sehingga seolah kepergian Purandara adalah yang terbaik. Tetapi dibalik itu semua, Sannaha tidak ingin Purandara meninggalkannya.
Dapat disimpulkan bahwa ekspresi sedih dan menangis biasanya terjadi karena suatu peristiwa yang tidak dapat diterima oleh hati. Kesedihan dan tangisan saling berkaitan antar satu sama lainnya. Menangis merupakan luapan perasaan yang diekspresikan melalui keluarnya air mata akibat ketidakmampuan seseorang menahan gejolak bathin dan kesedihan itu sendiri merupakan bagian dari tangisan itu sendiri.
b. Ekspresi Emosional Tokoh Utama Purandara dalam Novel Takhta Nirwana karya Tasaro
1) Marah
Marah adalah respon terhadap sesuatu yang dirasakan dan tidak dapat diterima oleh kebanyakan orang. Marah biasanya terjadi pada diri seseorang dan dipengaruhi oleh faktor luar.
a) Data 17
Ini sudah cukup untuk membuat darah barbar Purandara bergejolak.
Keinginan untuk membunuh muncul kembali lewat gelombang kemarahan yang tak tertahankan. (Tasaro, 2008: 178)
Kutipan data 17 adalah bentuk kemarahan besar Purandara. Purandara pada dasarnya seorang pembunuh berdarah dingin yang ingin berubah menjadi orang yang baik. Tetapi karena dirinya ingin mengikuti sebuah tes untuk menjadi prajurit Sannaha, dia harus kembali membunuh lawannya untuk membuktikan bahwa dirinya layak menjadi prajurit guna melindungi Sannaha.
Marah pada dasarnya merupakan reaksi yang diungkapkan oleh seseorang melalui perbuatan dan untuk memeperoleh kepuasan. Seperti halnya yang dirasakan oleh Purandara, mempunyai tabiat seorang pembunuh. Dirinya yang sudah lama tidak membunuh, berada dalam posisi yang memungkinkan dirinya untuk membunuh, sehingga kepuasan akan dirasakan kembali oleh Purandara.
b) Data 18
“Kau mengancamku?” nada suara Purandara meninggi. Dia serta merta membanting sabut kelapa yang digunakan untuk membersihkan badan kuda tunggannya. Purandara lantas menghampiri Sopa yang masih berdiri kaku,
“Katakan lebih jelas, Sopa. Apa kau mengancamku?” (Tasaro, 2008: 272)