• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI VII DPR RI DENGAN DIRJEN MINERBA & KOMISARIS PT FREEPORT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI VII DPR RI DENGAN DIRJEN MINERBA & KOMISARIS PT FREEPORT"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI VII DPR RI DENGAN DIRJEN MINERBA & KOMISARIS PT FREEPORT

Tahun Sidang : 2016-2017 Masa Persidangan : III (tiga)

Rapat ke- :

Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Hari, Tanggal : Selasa, 21 Februari 2016 Waktu : 19.07 WIB – 23.04 WIB Tempat : R. Rapat Komisi VII

Ketua Rapat : H. GUS IRAWAN PASARIBU, SE., Ak., MM., CA. (Ketua Komisi VII/F-Gerindra)

Sekretaris Rapat : Dra. Nanik Herry Murti (Kepala Bagian Sekretariat Komisi VII)

Acara : Tindak lanjut RDPU tanggal 9 Februari 2017 dan terkait kejadian Pasca Rapat yang dilakukan oleh Direktur Utama PT Freeport Indonesia kepada Anggota Komisi VII DPR RI

Hadir : 23 Anggota

Dengan rincian:

Fraksi PDI-P 4 orang dari 10 Anggota Fraksi Partai Gerindra 3 orang dari 6 Anggota Fraksi Partai Golkar 4 orang dari 6 Anggota Fraksi PAN 3 orang dari 5 Anggota Fraksi Partai Demokrat 2 orang dari 6 Anggota Fraksi PKB 1 orang dari 4 Anggota Fraksi PKS 2 orang dari 4 Anggota Fraksi PPP 2 orang dari 4 Anggota Fraksi Partai Hanura 1 orang dari 2 Anggota Fraksi Partai Nasdem 1 orang dari 3 Anggota

(2)

JALANNYA RAPAT:

KETUA RAPAT (H. GUS IRAWAN PASARIBU, SE., Ak., MM., CA./F-GERINDRA): Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Selamat malam salam sejahera untuk kita sekalian.

Yang kami hormati teman Pimpinan dan sahabat Anggota Komisi VII DPR RI. Yang kami hormati Dirjen Minerba Kementerian ESDM beserta seluruh jajaran. Yang kami hormati Dewan Komisaris PT Freeport Indonesia beserta jajaran, serta hadirin yang kami hormati, kami muliakan.

Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga pada hari ini kita dapat bertemu guna melaksanakan tugas-tugas konstitusional kita. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas perhatian serta kehadiran Bapak-Ibu Anggota Komisi VII DPR RI serta undangan yang telah hadir dalam acara Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dan Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VII.

Sesuai undangan yang telah disampaikan dan berdasarkan jadwal rapat Komisi VII DPR RI pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2016-2017, pada hari ini Komisi VII DPR RI akan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan dengan agenda tindak lanjut Rapat Dengar Pendapat Umum tanggal 9 Februari 2017 dan terkait kejadian paska rapat yang dilakukan oleh Dirut PT Freeport Indonesia kepada Anggota Komisi VII DPR RI.

Berdasarkan data dari Sekretariat Komisi VII DPR RI yang telah hadir dan menandatangani daftar hadir adalah 17 Anggota dari 8 Fraksi, sehingga sesuai dengan Pasal 251 ayat (1) Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib rapat ini telah memenuhi kuorum dan oleh karenanya dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, izinkan saya membuka rapat Komisi VII.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 14.27 WIB)

Sesuai dengan Pasal 46 ayat (1) Tata Tertib DPR RI menyatakan bahwa setiap rapat DPR RI bersifat terbuka kecuali dinyatakan tertutup, kami mengusulkan agar rapat Komisi VII pada hari ini bersifat terbuka dan terbuka untuk umum, apakah dapat disetujui?.

(RAPAT:SETUJU) Terima kasih.

(3)

Bapak-Ibu yang saya hormati.

Pada tanggal 9 Februari 2017 telah melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan sekitar 12 perusahaan pertambangan, perusahaan pemilik smelter dan perusahaan pertambangan yang belum memiliki smelter dalam rangka untuk mendapatkan masukan terkait PP Nomor 1 Tahun 2017 sebagai perubahan keempat atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

Selain itu Menteri ESDM Republik Indonesia juga menerbitkan 2 Peraturan Menteri Nomor 05 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambang Mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri dan Permen ESDM Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri hasil pengolahan dan pemurnian.

Terbitnya kedia Permen ESDM tersebut memberikan ruang dibukanya ekspor untuk mineral logam dengan kadar tertentu. Kemudian di tanggal yang sama ada kejadian yang tidak kita inginkan bersama yaitu antara Presiden Direktur PT Freeport Indonesia dengan salah seorang Anggota Komisi VII DPR RI. Sehingga pertemuan hari ini untuk mendengarkan penjelasan dari Dirjen Minerba Kementerian ESDM terkait yang mendasari terbitnya PP Nomor 1 Tahun 2017, serta apa manfaat dan dampaknya bagi pelaku usaha. Selain itu kita juga perlu mendengarkan penjelasan dari Dewan Komisaris PT Freeport Indonesia terkait kejadian antara Presiden Direktur PT Freeport Indonesia dengna Anggota Komisi VII DPR RI serta apa langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Dewan Komisaris dalam menyikapi kejadian tersebut.

Selanjutnya untuk efektifnya Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum ini kami memberikan kesempatan pertama-tama kepada Dirjen Minerba Kementerian ESDM Republik Indonesia untuk menyampaikan penjelasan dan pemaparannya yang kemudian nanti dilanjutkan dengan pemaparan dan penjelasan dari Dewan Komisaris PT Freeport Indonesia.

Kepada Pak Dirjen kami persilakan. DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:

Terima kasih Pimpinan.

Yang kami hormati Pimpinan Komisi VII.

Yang kami hormati Bapak-Ibu Anggota DPR RI Komisi VII.

Yang saya hormati para Dewan Komisaris PT Freeport Indonesia, kawan-kawan sekalian.

(4)

Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih atas undangan yang telah disampaikan kepada kami sehubungan dengan tindak lanjut rapat tanggal 9 Februari dan juga kesempatan kami untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan terbitnya Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai kelanjutan kontrak-kontrak serta izin-izin, termasuk izin ekspor yang telah diterbitkan oleh pemerintah. Kami akan menyampaikan secara turut kronologis dari pada kenapa pemerintah menerbitkan PP 1 Tahun 2017.

Atas dasar Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 kita melihat ada beberapa pasal yang harus dilaksanakan oleh pengusaha, baik itu untuk izin usaha pertambangan maupun kontrak karya ataupun PKB2B. Dalam kasus ini kami melihat ada Pasal 103 di mana membunyikan bahwa kewajiban bagi pemegang UP UPK proses produksi untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Kemudian kalau kita lihat lagi di pasal transisi yaitu di Pasal 170 dinyatakan di sana bahwa kewajiban pemegang kontrak karya untuk melakukan pemurnian selambat-lambatnya 5 tahun sejak diundangkan. Artinya sejak 5 tahun berarti terbit tahun, Undang-undang tahun 2009 sehingga batasan waktu untuk kontrak karya melakukan pemurnian adalah di tahun 2014. Selanjutnya untuk Pasal 103 dijabarkan lagi di peraturan yang lebih lanjut yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 khususnya untuk Pasal 112 di mana kewajiban pengolahan dan pengelolaan di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat 5 tahun sejak berlakunya Undang-undang. Ini hampir sama dengan yang diberikan waktu pada Pasal 170.

Selanjutnya kronologisnya adalah pemerintah menerbitkan PP 1 Tahun 2014 di mana sejak 2014 12 Januari penjualan mineral ke luar negeri dapat dilakukan untuk produk hasil pengolahan mineral konsentrat. Ini adalah urutannya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kronologis PP 1. Sehingga atas dasar pengamatan pemerintah, evaluasi pemerintah bahwa hilirisasi yang diinginkan oleh pemerintah, proses yang diundangkan di dalam Undang-undang Nomor 4 ternyata ada beberapa perusahaan dinyatakan belum memenuhi apa yang menjadi target p. Oleh karena itu pemerintah dengan melihat batasan waktu yang diatur di dalam Pasal 103 di mana batasan waktunya itu di dalam peraturan pemerintah, pemerintah tentunya tidak ingin hanya melihat bahwa hasil tambang itu tidak bisa dimurnikan dan tetap tidak bisa tambang karena memang tidak bisa diekspor sehingga mengambil keputusan untuk bisa melakukan tetapi dengan cara yaitu memberikan tambahan waktu untuk perusahaan dapat membangun smelter. Jadi hilirisasi tetap menjadi target ataupun tujuan pemerintah.

Oleh karena itu pemerintah menerbitkan PP 1 Tahun 2014, 2017 di mana di sana diatur antara lain yang penting-penting adalah perubahan dari PP 23,

(5)

perubahan-perubahan dari PP ke-4 yaitu setekah PP 23, PP 24, PP 77, PP1 dan selanjutnya yang keempat adalah PP Nomor 1 Tahun 2017. Di dalam PP tersebut memang diatur bahwa karena tadi kita berpatokan pada 103 bahwa perusahaan kontrak karya apabila ingin melakukan penjualan ke luar negeri dalam bentuk yang belum dimurnikan, ini dapat dilakukan berubah bentuk menjadi UPK ataupun UP yang disebutkan di 103. Oleh karena itu dalam hal ini pemerintah hanya memberikan fasilitas dan kembali lagi keputusan ataupun pilihan itu adalah dilakukan oleh perusahaan kontrak karya. Apabila mereka melakukan pemurnian, mereka tidak perlu perubahan menjadi UPK, tetapi kalau mereka masih mengekspor dan olahan yang dalam hal ini adalah konsentrat ini harus berubah menjadi UPK.

Atas dasar hal tersebut pemerintah kemudian menerbitkan PP 1, mengapa PP 1 tetap diterbitkan, antara lain tujuannya adalah yang tadi kami sampaikan Bapak Pimpinan adalah hilirisasi, dengan tujuan tentunya peningkatan pendapatan negara, terciptanya lapangan kerja bagi rakyat Indonesia, manfaat bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional, iklim investasi yang kondusif dan ini dicantumkan semua di dalam PP 1 Tahun 2017. Kemudian manfaatnya tentunya dapat menjamin kepastian usaha terjamin sesuai masa operasi, mendorong percepatan pembangunan smelter, ini yang menjadi target utama kami, kemudian peningkatan harga jual karena nanti di PP 7, di Permen 7 kita juga mengatur harga domestik maupun harga jual yang keluar. Kemudian menambah lapangan kerja dan meningkatkan peran negara nasional dalam pengusahaan pertambangan.

Itulah yang menjadi dasar dari pada pemerintah menetapkan PP 1 Tahun 2017. Di dalam PP 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas PP 23 Tahun 2010 pada 112 C ayat (4) dinyatakan di sana pemegang UP operasi ...yang melakukan penambangan logam yang telah melakukan kegiatan pengolahan dapat melakukan penjualan ke luar negeri. Atas dasar inilah bagi perusahaan-perusahaan yang mengekspor bahan olahan yang belum dimurnikan dapat melakukan ekspor ke luar negeri. Sedangkan di 112 C kemudian dinyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksana pengolahan pemurnian diatur dengan peraturan menteri. Oleh karena berdasarkan Pasal 112 C tersebutlah kemudian Kementerian ESDM menerbitkan Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017 mengenai nilai tambah yag mana diatur di situ dinyatakan UP UPK yang telah sedang membangun smelter dapat melakukan ekspor produk hasil pengolahan dalam jangka waktu 5 tahun sejak terbitnya Permen ESDM.

Kemudian bagaimana dengan pemegang kontrak karya yaitu dapat melakukan ekspor produk hasil pengolahan dalam jangka 5 tahun setelah mengubah bentuk perusahaannya dari kontrak karya menjadi UPK haisl produksi. Kemudian di dalam Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017 tentang ekspor, pemberian rekomendasi ekspor produk hasil pengolahan mineral dengan persyaratan yang ketat, yang tadi dapat disampaikan bahwa persyaratan-persyaratan tersebut ada 11 syarat, kemudian pengaturan tentang evaluasi dan pengawasan yang ketat terdapat

(6)

terhadap kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri juga disebutkan.

Oleh karena itu kita juga dalam di Permen Nomor 6 di dalam ketentuan bagaimana cara ekspor atau tata cara ekspor. Ketentuan ekspor diatur sebagai berikut yaitu ekspor diberikan dalam jangka waktu tertentu yakni 5 tahun sampai 12 Januari 2022 dan yang perlu digarisbawahi adalah telah sedang membangun fasilitas pemyrnian di dalam negeri. Kemudian yang ketiga membayar pihak luar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan pihak luar ini dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Kemudian yang keempat adalah perubahan bentuk pengusahaan dari kontrak karya menjadi UPK operasi produksi khusus bagi pemegang kontrak karya. Syaratnya cukup banyak, rekomendasi ekpsor tersebut antara lain surat keabsahan, dokumen perizinan yang dimaksud di sini, pakta integritas untuk membangun smelter, kemudian tentunya kalau izin UP itu mendapatkan sertifikat CNC, ada laporan uji lab ini khususnya untuk yang lain selain konsentrat. Kemudian pelunasan penerimaan negara non pajak, salinan perjanjian kerja sama, kemudian studi kelayakan smelter yang diverifikasi oleh verifikator independent, kemudian yang kedelapan adalah rencana kerja dan anggaran biaya. Yang sembilan laporan verifikasi fisik verifikator independent, laporan mutakhir, estimasi cadangan yang disahkan oleh itu baik lembaga yang kompeten yaitu GRC atau KJMI. Jadi ini cadangan betul-betul tepat dan dapat diketahui dengan baik.

Kemudian yang terakhir rencana penjualan ke luar negeri, bagaimana instrumen pengawasannya. Pengawasan dilakukan terhadap pelaksanaan ekspor konsentrat dan kemajuan fisik pembangunan smelter. Pengnawasan dilakukan secara berkala setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Kemudian yang ketiga pengujian fisik pembangunan smelter dalam rangka mendapatkan perpanjangan rekomendasi ekspor harus mencapai paling sedikit 90% dari rencana kemajuan fisik smelter yang dihitung secara kumulatif sampai 1 bulan terakhir sebelum perpanjangan dilakukan. Jadi kalau ekspor diberikan 1 tahun, 1 bulan sebelum selesai mereka akan dicek dengan verifikator independent apa betul kemajuan progres dari pada pembangunan yang ada mencapai target minimum 90%, kalau tidak ekspor akna dicabut. Kemudian dalam hal capaian kemajuan fisik smelter kurang dari 90%, Direktorat Jenderal memberikan rekomendasi pencabutan surat persetujuan ekspor kepada Kementerian Perdagangan.

Kemudian perubahan KK menjadi UPK yang diatur di Permen ESDM Nomor 5 dipersyaratkan adalah memang persyaratan itu administrasi teknis dan keuangan di mana itu biasanya sama dengan persyaratan-persyaratan aplikasi yang baru, antara lain yaitu peta dan batas koordinat wilayah, bukti pelunasan PNBP, laporan akhir kegiatan, laporan pelaksana pengolahan lingkungan, rencana kerja anggaran dan neraca sumber cadangan yang di. Kemudian dari dasar itulah kemudian Kementerian ESDM atas dasar surat PT Freeport tanggal 26 Januari mengajukan

(7)

kontrak karya menjadi UPK. Kemudian pemerintah menerbitkan UPK tersebut pada tanggal 10 Februari 2017 melalui SK UPK Nomor 413K/30/MEM/2017.

Selanjutnya PT Freeport juga mengajukan permohonan ekspor pada tanggal 16 Februari 2017 melalui surat 571 tahun 2017 dan atas dasar evaluasi kami di mana pada permohonan tersebut disampaikan pula pakta integritas dan dokumen-dokumen yang melengkapi dari permohonan untuk ekspor pemerintah menerbitkan surat persetujuan tanggal 17 Februari 2017. Atas dasar tersebutkah, surat-surat tersebutlah seharusnya Freeport sudah bisa melakukan ekspor konsentrat. Selanjutnya kami dari kementerian melakukan evaluasi sampai nanti dalam 6 bulan bagaimana terhadap progres kemajuan pembangunan smelter. Tentunya pada saat ini statusnya kita nyatakan nol ke progresnya dan nanti tentunya itu mencerminkan dari pada bea keluar yang akan ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan yang harus dibayar oleh PT Freeport.

Saya kira demikian Bapak Pimpinan hal-hal yang dapat kami sampaikan terhadap kronologis dari pada terbitnya PP 1 Tahun 2017, serta Permen 5, 6, 7 dan 9 terhadap ketentuan-ketentuan yang harus dijabarkan dari PP 1 Nomor 1 Tahun 2017.

Demikian Pak Pimpinan, terima kasih. KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Dirjen.

Bapak-Ibu Anggota Dewan yang terhormat, Bapak-Ibu hadirin sekalian.

Saya kira bisa kita lanjut ya paparan Dewan Komisaris, sebelumnya kami mohon maaf ini rapat kita ter-delay, tertunda untuk kita mulai karena rapat tadi siang sampai menjelang maghrib itu begitu panjang yang untuk isu-isu strategis dengan seluruh BUMN sektor tambang.

Bapak-Ibu sekalian yang kami hormati.

Saya kira kita lanjut dulu paparan dari Dewan Komisaris sebagaimana kita ketahui Bapak-bapak, Ibu-ibu sekalian bahwa pada waktu kita rapat dengan Direktur Utama atau Presdir PT Freeport Indonesia ada preseden yang tidak baik terjadi. Tentu Dewan Komisaris sebagai fungsi utamanya adalah melakukan pengawasan pembinaan, kami inghin tahu langkah-langkah yang sudah diambil oleh Dewan Komisaris dan tentu kami berharap ini adalah kejadian yang tidak boleh terulang kembali.

(8)

KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA: Terima kasih Saudara Pimpinan. Salam sejahtera bagi kita semmua.

Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):

Maaf Ketua, boleh interupsi sedikit. KETUA RAPAT:

Sebentar Pak. Pak Totok silakan.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.): Lanjutkan Dewan Komisaris.

Jadi tadi disampaikan agenda Dewan Komisaris hanya menyampaikan tindak lanjut dari rapat itu, rapat itu atau kasus itu maksudnya, karena yang mudah-mudahan nanti ada atau kita minta supaya ada juga beberapa isu penting yang sekarang menjadi perhatian dari masyarakat terkait dengan divestasi dan lain sebagainya, terus pembangunan smelter dan sebagainya.

KETUA RAPAT:

Saya kira Pak, kita boleh masuk lebih jauh ya karena Dewan Komisaris kan tadi secara umum fungsinya adalah melakukan pengawasan pembinaan, harapan-harapan rakyat yang sudah kita tampung saya kira nanti bisa kita diskusikan Pak Totok.

Pak Marzuki Darusman kami persilakan Pak. KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:

Baik, terima kasih.

Pimpinan yang kami hormati dan para Anggota Komisi yang kami hormati. Saudara Dirjen Minerba Bapak Bambang Gatot dan para hadirin sekalian.

(9)

Kami saya juga menyambut seruan Pimpinan dalam mengucapkan syukur bahwa pada hari kita bisa berkumpul dalam keadaan yang sehat, baik jasmani maupun mental dan kamipun di sini berhasil sampai ke gedung ini lepas dari pada tantangan-tantangan yang ada di luar gedung, maksud saya hujan lebat bukan yang lain. Dan dengan demikian kami pun juga menyampaikan terima kasih atas undangan yang telah disampaikan ke Dewan Komisaris untuk menghadiri rapat ini dengan judul yang sebagaimana tadi disampaikan oleh Pimpinan khusus, Bapak-Ibu sekalian dengan barangkali kejadian yang dalam tanda kutip yang diamati oleh kita berlangsung beberapa waktu yang lalu. Saya, kami diminta oleh Rekan-rekan Anggota Dewan Komisaris untuk bertanggung jawab memulai mengantar masalah yang ingin kita bahas pada sore hari ini dan ingin tentunya kami mulai dengan memperkenalkan kehadiran dari Anggota Dewan Komisaris yang ada pada sore hari ini yaitu Bapak Andi Mattalatta yang sudah, kiri kami. Bapak Nabiel Makarim, kemudian kami ingin menyampaikan pengertian kehadiran dari jajaran direksi dalam ruangan ini dalam jarak tanya sebetulnya pada hari ini bagi Dewan Komisaris yaitu Bapak ... Lamuri Direktur ECP. Kemudian Bapak Silas Natsime Vice President untuk Papuan Affairs. Bapak Napolean Saway Vice President untuk Common Confederation dan Bapak Simon Maureen advisor dari PT FI.

Pimpinan yang kami hormati.

Seraya menerima undangan yang disampaikan kepada PT FI, kami mengambil langkah-langkah persiapan untuk menghadiri pertemuan pada malam hari ini, pada sore hari ini dan juga melakukan rangkaian konsultasi dengan semua pihak yang bersangkutan dengan masalah-masalah yang bertalian dengan masalah yang dibicarakan ini. Maupun barangkali kalau tadi disinggung bahwa kehadiran kami pun dihubungkanlah dengan perkembangan-perkembangan yang kita ikuti mengenai PT Freeport nih. Sesungguhnya tidak direncanakan untuk menyampaikan suatu paparan yang sebagaimana tadi yang disampaikan oleh Pak Dirjen dalam mengurai duduk masalah dari sudut pandang yang ada pada PT Freeport, kecuali tentu menyampaikan perkembangan mutakhir yaitu menegaskan secara resmi dalam komisi ini tentang perubahan-perubahan yang telah terjadi di dalam jajaran manajemen PT Freeport yang tentu tidak terlepas dari yang telah terjadi sebelumnya. Dan dengan demikian kita pada hari ini dapatlah disampaikan terlebih dahulu bahwa Bapak Chepi Hakim ini telah mengundurkan diri sebagai Direktur Utama PT FI dan kembali di dalam jajaran management PT FI sebagai senior advisor PT Freeport Indonesia.

Hal ihwal yang bertalian dengan kejadian-kejadian yang tentu kita semua sesalkan bahwa itu mestinya tidak terjadi. Kedatangan kami di sini sesungguhnya lebih banyak ingin mendapatkan pandangan dari Komisi VII, bagaimanakah kiranya kita semua bisa mendudukkan masalah ini sebaik-baiknya. Sehingga sebagaimana yang juga menjadi harapan dari Pimpinan bahwa ini tidak perlu terjadi lagi dan dengan demikian kita anggap ini sebagai sesuatu yang disayangkan telah terjadi.

(10)

Dalam posisi sekarang Pak Chepi sebagai senior advisor, maka kami melihat sudah dilakukan pemisahan antara permasalahan yang masih berkelanjutan barangkali dengan hal ihwal yang bertalian dengan PT FI sebagai perusahaan yang demikian menerima baik permintaan pengunduran diri dari Pak Chepy dengan alasan bahwa Beliau ingin agar supaya proses yang dihadapi oleh PT FI di hari-hari yang mendatang ini tidaklah terganggu atau tidaklah terkait dengan apa yang menjadi masalah yang perlu ditangani oleh Pak Chepy secara tersendiri.

Dengan demikian kami sampaikan ini bahwa tentu kalau kesempatan ini dimungkinkan bahwa kita menyerukan agar masalah ini dapat disesuaikan dengan cara yang sebaik-baiknya, sehingga tidak berkepanjangan masalah yang kita semua sesalkan terjadi. Kami semua secara lengkap memperoleh gambaran dari pihak manajemen selaku Dewan Komisaris mengenai duduk masalah dan bisa menerima keterangan-keterangan yang telah disampaikan oleh management yang hadir pada hari itu, pada saat itu dan dikuatkan juga dengan berbagai siaran yang disampaikan melalui mass media. Termasuk juga siaran yang disampaikan atau keterangan-keterangan yang disampaikan oleh pihak yang bersangkutan terhadap Pak Chepy. Yang sesungguhnya pada saat tidak jauh dari kejadian itu membesarkan hati kita bahwa nampaknya ada pengertian yang baik, ada keterangan yang sudah disampaikan bahwa sesungguhnya tidak lah kejadian itu lebih dari pada apa yang disampaikan oleh pihak manajemen kepada kami sebagai Dewan Komisaris, yaitu adanya barangkali salah pengertian yang titik beratnya lebih pada saat-saat di mana, barangkali pada waktu itu setelah rapat panjang seharian, kemudian kondisi mental dan fisik dan lain sebagainya dapat dimengerti mengapa kejadian itu terjadi sekilas. Dan demikian sebetulnya bisa diselesaikan dengan cara yang langsung diselesaikan dengan sebaik-baiknya tanpa semestinya ini dilanjutkan lebih jauh. Tentu dengan mengantisipasi bahwa dalam hari-hari yang mendatang ini masih terbuka untuk melakukan penyelesaian antara kedua belah pihak, sementara itu tentu dari pihak PT Freeport sebagai kewajibannya untuk mendukung dan membantu penyelesaian masalah ini, sekiranya ini kemudian berkembang lebih jauh sebagai satu permasalahan hukum. Maka PT FI tentu berkewajiban untuk memberi bantuan-bantuan kepada Pak Chepy selaku mantan Direktur Utama PT FI.

Kami ingin sebetulnya menyampaikan hal ini sampai titik ini Saudara Pimpinan. Kita menegaskan kembali, pertama keterangan yang sudah disampaikan kepada kami selaku Dewan Komisaris oleh pihak management kami pandang menggambarkan keseluruhan apa yang telah terjadi. Kami menerima baik keterangan-keterangan dari management dan kami juga menerima baik pengunduran diri dari pak Chepy dalam rangka pertimbangan Beliau untuk dapat memisahkan masalah ini dari persoalan perusahaan ini secara keseluruhan. Dan dengan demikian melancarkan atau mempermudah penanganan masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan di hari-hari mendatang. Pertimbangan Pak Chepy untuk mengundurkan diri sepenuhnya pertimbangan Beliau sendiri demi ketentraman diri maupun keluarganya dan perusahaan dapat mengerti sepenuhnya

(11)

langkah-langkah yang telah diambil oleh Pak Chepy dan kami menerimanya sebagai permintaan yang terhormat. Dan kami juga menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Pak Chepy atas segala upaya yang telah dilakukannya mengikuti perkembangan dari kehadiran Direktur Utama dalam berbagai dengar pendapat di komisi ini. Kami bergembira bahwa Pak Chepy bisa membina komunikasi yang baik, yang cukup akrab, yang bersifat terus terang, sejalan dengan kepribadian Beliau dan dengan demikian lebih-lebih lah mennyesali bahwa kejadian ini sampai terjadi. Dan karena itu kami mohon perhatian dari Pimpinan bahwa sekiranya terbuka jalan bagi kita untuk membantu penyelesaian di antara kedua belah pihak ini, kami tentunya akan menyambut dengan tangan terbuka.

Terima kasih,

Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih.

Pak Marzuki saya kira kesempatan berikutnya adalah untuk pendalaman dari teman-teman. Kami persilakan di meja pimpinan sudah daftar untuk yang pertama kesempatan ini kepada Pak Totok dan nanti setelahnya siap-siap Ibu Andi Yuliani Paris.

Pak Totok silakan Pak.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.): Terima kasih Ketua.

Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat malam.

Pak Dirjen dan Dewan Komisaris Freeport semuanya, hadirin semua yang saya hormati.

Tadi penjelasan dari Pak Dirjen saya kira cukup sistematis dan memberi gambaran yang utuh terhadap perkembangan Freeport di Indonesia. Kemudian tadi kita mendengarkan penjelasan dari Dewan Komisaris, yang sebetulnya itu tadi yang saya interupsi Ketua. Jadi tapi tidak apa-apa ternyata itu yang mau disampaikan karena kalau itu sebenarnya saya barusan tanya kepada sahabat saya, apakah itu masih ada proses hukum, katanya sedang ada proses selanjutnya, oh begitu. Makanya itu yang dimasalahkan padahal sebetulnya menurut saya dengan sudah mengundurkan diri itu mestinya sudah selesai urusannya. Itu sudah sanksi terberat

(12)

sebetulnya, sanksi moril, sanksi dan ada pengakuan juga kesalahan, walaupun mungkin tidak pernah mengakui salah gitu. Itu bagi saya tapi tentu Saudara Muchtar Tompo silakan untuk mengambil, mengambil sikap sendiri, tapi sebagai Anggota Komisi VII saya sebetulnya sudah bisa memahami bahwa itu adalah bentuk penyesalan dan ini kita anggap selesai karena ada persoalan yang lebih besar sebetulnya hubungan antara Freeport dan Indonesia. Nah itu yang mesti menjadi bahan diskusi kita dan sebenarnya harapan kita, Dewan Komisaris pada malam hari Indonesia bisa memberikan penjelasan-penjelasan lebih jauh tentang berbagai latar belakang terhadap persoalan Freeport di Indonesia.

Jadi berita terakhir kan bahwa seolah-olah sudah tidak sepakat, seolah-olah sudah deadlock komunikasi atau proses negosiasi antara pemerintah dengan Freeport dan bahkan pihak Freeport sudah menyerahkan ke Arbitrase internasional. Nah itu yang ingin kita dengar sebetulnya apakah betul seperti itu, karena dari rapat Rapat Dengar Pendapat ini sebenarnya kita bisa mendengar seluruh alasan-alasan penjelasan dari Freeport kalau memang itu, apalagi ini terbuka karena tentu bukan hanya Komisi VII. Saya nggak tahu ini terbuka apa tertutup, sebetulnya kalau mau buka-bukaan itu mestinya tertutup karena nanti penjelasan resminya adalah konferensi pers dari apakah pihak Freeport, apakah pihak Komisi VII kalau diperlukan atau pemerintah kepada masyarakat karena kalau kita bicara terbuka di sini untuk melihat latar belakang dan berbagai posisi masing-masing secara terbuka. Dan itu pasti penuh dengan kepentingan yang berbeda kalau tidak disebut konflik kepentingan. Jadi di satu pihak akan berpijak pada posisinya, di lain pihak juga ingin melakukan perubahan perbaikan dalam hubungan Freeport dengan Indonesia, dan Komisi VII pasti pendapatnya adalah selalu yang terbaik untuk bangsa dan negara Indonesia. Jadi kalau seperti itu sebetulnya memang tidak bisa terbuka sebetulnya Ketua, tapi kalau sekedar bahwa di sini Dewan Komisaris menyatakan bahwa persoalan mantan Dirut Freeport lalu sudah mengundurkan diri dan ini kalau cuma itu bisa-bisa saja itu terbuka, tapi kalau apa yang jadi harapan saya tadi yang saya sampaikan tadi itu mestinya jangan terbuka karena itu sesuatu yang belum final, kalau terbuka itu kan mesti informasi yang sudah final di masyarakat dan itu bisa menjadi pijakan dari masyarakat, tapi kalau ini belum final masih negosiasi, saya kira tidak perlu terbuka maka pertanyaan saya berikutnya adalah apakah pihak Freeport yang diwakili oleh Dewan Komisaris punya kapasitas untuk menjelaskan seluruh persoalan yang menjadi pertanyaan besar di masyarakat kita, bahwa Freeport dan Indonesia pada sekarang ini dalam posisi tanda kutip deadlock dalam negosiasi karena Freeport tidak bisa menerima tawaran dari pemerintah Indonesia dan pihak Indonesia sendiri juga nampaknya dari kabar-kabar di media juga tidak mau menerima apa yang diinginkan oleh Freeport. Sehingga akhirnya pihak Freeport memilih jalan arbitrase, maka nanti sebetulnya Pak Dirjen juga saya minta menjelaskan itu juga sebetulnya karena mesti informasi ini tidak hanya didapat dari Freeport, tapi juga dari pemerintah yang inten melakukan negosiasi itu pasti punya informasinya.

(13)

Maka saya minta kalau ini dibuka dan saya minta ini dibuka aja, kalau enggak, nggak ada gunanya kita rapat di sini. Kalau nggak dibuka enggak ada gunanya segera di selesai, dianggap selesai aja rapatnya gitu atau rapat dengan pemerintah saja, kalau Freeport tidak punya informasi apa-apa dan tidak punya kapasitas, Freeport selesai karena nanti apa gunanya Freport dengar informasi yang mau ditanyakan pemerintah dengan DPR ini biasanya satu sikap Pak untuk urusan bela negara satu sikap, biasanya gitu Pak. Jadi kalau ini mau bicara itu ya seperti itu tapi kalau ini mau pihak Freeport juga ingin menyampaikan pada DPR ya tentang posisinya, nanti pemerintah juga menyampaikan justru di DPR RI inilah tempat untuk nanti mencari solusi bagaimana, karena Undang-Undang juga sedang dibahas. Jadi itulah kira-kira yang bisa kita tawarkan kepada Freeport dan kepada Pemerintah tapi saya berharap rapat ini ada penjelasan-penjelasan terkait berbagai masalah yang tadi saya sampaikan gitu karena DPR RI biasanya enggak tahu persisnya gimana Pak, padahal kita ini selalu ditanya orang, bagaimana soal Freeport, mau jawab apa Pak. Akhirnya ya kalau di medsos seperti itu, tapi kan enggak tidak lucu DPR kok informasinya dari media sosial, media sosial seharusnya informasi dari DPR kan begitu.

Jadi itu usulnya Ketua, kalau bisa ini tertutup aja supaya berani terbuka, ngomongnya di dalami ini supaya terbuka, kita tertutup saja.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih Pak Totok.

Saya kira kita lihat nanti kalau ada hal-hal yang memang sangat apa namanya krusial, saya kira usul Pak Totok kita pertimbangkan, sementara kita dengar dulu dari teman-teman yang lain.

Ibu Andi kami persilakan. F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Interupsi Pak Ketua.

Soal rapat terbuka, tertutup kita terbuka aja, apa yang kita tutup-tutupi dan waktu ada masalah itupun terbuka dan yang terhormat Anggota Dewan Saudara Tompo juga kan konferensi pers terbuka kalau soal itu. Terus masalah terjadi sekarang perbedaan pendapat antara Freeport dengan pemerintah juga terbuka, jadi kita juga terbuka Pak, jangan tertutup saya usulkan.

(14)

KETUA RAPAT:

Tapi saya kira nanti tolong dijelaskan juga pertannyaan Pak Totok, apa sudah deadlock gitu ya, kalau penjelasan Pak Menteri kemarin itu kan masih terus apa namanya, masih ada komunikasi cari, mau terus berunding negosiasi untuk menemukan titik temu.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):

Pak Ketua, saya sedikit menanggapi rekan saya Pak Ramson.

Sebenarnya kalau mau terbuka saya juga tetap setuju gitu, cuma pasti kualitasnya akan berbeda informasinya kalau itu tertutup. Gitu aja tapi mau terbuka ya enggak ada masalah saya nggak punya kepentingan mau terbuka tertutup, mau tertutup ya boleh, tapi yang jelas kalau tertutup pasti semua hal bisa dibuka. Tapi kalau terbuka pasti banyak hal yang tidak diinformasikan itu saja. Jadi silakan Ketua mengambil keputusan.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih Pak Totok.

Ibu Andi Yuliani Paris dan nanti setelahnya baru Pak Ramson ya. Silakan Bu Andi.

F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc): Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Saya mau ingteraktif saja, apakah memang Freeport sudah akan membawa ke Mahkamah Arbitrase Internasional, iya atau tidak. Itu dulu dijawab iya atau tidak, akan membawanya atau masih sedang negosiasi atau sudah. Kalau di sini saya baca menurut Presiden Seword Freeport, Saudara Richard itu dia sudah bersikukuh akan membawa, iya atau tidak Pak. Ini supaya saya ingin mendengarnya, dijawab Pak.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak, Beliau minta interaktif. Silakan.

(15)

KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA: Ini interupsi atau langsung dijawab. KETUA RAPAT:

Beliau minta interaktif Pak, biar supaya ini. Silakan Pak.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):

Bapak waktu jadi DPR RI dulu Tata Tertib itu belum ada Pak, sekarang bolehj interaktif. Jawam Bapak DPR RI belum ada itu, aturan itu.

KETUA RAPAT:

Interaktif langsung Pak, sekarang sudah lebih maju boleh langsung interaktif. Silakan Pak.

KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:

Baik, saya ingin mulai lagi dengan menyampaikan penghargaan tinggi atas undangan pada sore hari ini. seingat kami di Dewan Komisaris maupun di jajaran Freeport, selama 48 tahun Freeport beroperasi di Indonesia belum pernah undangan disampaikan kepada Dewan Komisaris. Ini hari yang bersejarah bahwa pada sore hari ini untuk pertama kali Dewan Komisaris dihadirkan atas undangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Oleh karena itu berikan kami kesempatan untuk juga sekali lagi menyampaikan penghargaan atas hal demikian.

Yang kedua tentu kami sepenuhnya mengerti selaku Dewan Komisaris berbagai kehendak yang ada untuk mengetahui lebih jauh, lebih jernih, lebih jelas mengenai duduk masalah yang kita sama-sama menghadapi ini. wajar sekali dan karena itu memang terpulang pada kita semua untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian yang sebaik-baiknya mengenai masalah ini. Seraya mengatakan itu tentu ada satu hal yang perlu didudukkan.

F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):

Pertanyaan saya, apakah serius akan dibawa ke Mahkamah Internasional iya atau tidak, ini ada media supaya kita dengar, iya atau tidak serious akan dibawa ke Mahkamah Arbitrase Internasional. Itu saja Pak, apakah sudah didaftarkan.

(16)

KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:

Kami dalam perjalanan untuk menjawab pertanyaan Ibu. F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):

Muter-muter juga, langsung saja Pak. KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:

Kami ingin supaya agar dipahami bahwa tentu ada yang dapat disampaikan oleh Dewan Komisaris, ada pula yang semestinya disampaikan oleh jajaran managemen PT Freeport. Dan hal-hal yang bertalian dengan persoalan-persoalan yang detail mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh Freeport dalam kaitan dengan permasalahan yang berkembang ini mempunyai tentu aspek Dewan Komisaris, tapi terutama memiliki basis di dalam kebijakan yang dilaksanakan oleh pihak management. Oleh karena itu kami dimungkinkan tentunya memperoleh hal-hal yang perlu mendapatkan keterangan yang nantinya akan dapat disampaikan oleh pihak managemen dan dengan demikian berbagai masalah yang menjadi keprihatinan dan kepedulian dari pada jajaran Dewan ini bisa dijawab secara sistematis oleh pihak manajemen.

Hal-hal yang lain yang bersangkutan dengan pertanyaan Ibu yang terhormat ini, tentu kami rujukan kembali kepada keterangan-keterangan resmi yang sudah disampaikan oleh pihak manajemen beberapa hari yang lalu, yang diwakili oleh Bapak Richard Atkison yang telah menyampaikan secara terbuka mengenai posisi dari Freeport dalam kaitan dengan apa yang ibu tanyakan tadi. Dan keterangan itu sudah lengkap di dalam yang disampaikan oleh yang bersangkutan, oleh Pak Atkison pada hari Senin kemarin. Dari situ dapat disimpulkan dengan sendirinya bahwa apa yang disampaikan oleh Pak Richard Atkison itu adalah langkah-langkah yang telah diambil oleh Freeport dalam kaitan dengan Arbitrase sebagai langkah yang mencerminkan apa yang ada di dalam kontrak karya, yang ada antara pemerintah dengan pihak PT Freepor, yang keseluruhan prosedurnya itu diatur di dalam kontrak karya itu. Sehingga kalau sekarang pihak Freeport menyampaikan nota kepada pemerintah maka itu semua mengacu kepada ketentuan di dalam kontrak karya. Secara teknis, iya atau tidak, pada saat ini kalau mengacu kepada ketentuan di dalam kontrak karya ini, ini belum merupakan arbitrase. Ini baru merupakan nota notifikasi kepada pemerintah untuk melakukan arbitrase dan ini tidak melakukan penafsiran, ini sepenuhnya merujuk kepada apa yang tertulis di dalam kontrak karya itu. Dan Freeport juga tidak bisa melangkahi ini karena seluruh prosedur itu sudah ada di dalam kontrak karya.

Jadi kami sekedar ingin mengundang ibu untuk merujuk kepada kontrak karya ini, di mana keterangan dari Pak Richard Atkison pada hari Senin itu menyampaikan

(17)

kepada publik hal ihwal tentang arbitrase, tapi mengacu kepada klausul yang ada di dalam kontrak karya. Secara teknis itu baru merupakan langkah awal menuju kepada arbitrase.

F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):

Izin Pimpinan, di sini kan ada management, coba manajemen menjelaskan bagaimana posisinya, apakah, direksi ya, di sini ada direksi managemen. Coba bagaimana bentuk konferensi persnya, langkah-langkah tentang Mahkamah Arbitrase Internasional tersebut, supaya sekaligus kementerian dengar jadi kita juga apa menyiapkan langkah-langkah, apabila memang betul dibawa ke Mahkamah arbitrase internasional.

DIREKSI PT FREEPORT INDONESIA: Baik Ibu, terima kasih.

Mohon izin Dewan Komisaris.

Bapak-bapak Pimpinan, Bapak-Ibu Anggota Dewan.

Sebagaimana disampaikan sebagai urusan yang sudah hampir berulang tahun kelima puluh beroperasi di Indonesia, tentunya perusahaan ingin mencarikan solusi terbaik dari perbedaan atau pendapat mengenai aturan yang keluar. Dan dalam konteks itu, dalam kerangka itu juga memang di dalam aturan kontrak yang tinggi atau memang ada satu mekanisme yang, mekanisme pencarian penyelesaian atas suatu potensi sengketa dalam 120 hari Ibu dan itu memang diatur dan itu yang yang kemudian dipakai, belum sampai ke tahap, ke dalam tahap yang notifikasi arbitrase tapi istilahnya kita bilang itu ada mekanisme semacam 120 hari digunakan untuk kemudian mari kita bersama-sama duduk untuk mencarikan jalan keluar dari perbedaan persepsi yang ada terhadap ketentuan peraturan, maupun ketentuan di dalam kontrak. Itu yang sekarang sedang dilakukan.

KETUA RAPAT:

Tapi begini saya perlu ingatkan, ini konfirmasi sekaligus Pak Dirjen. Tadi kan di paparannya sesungguhnya kan sudah terbit UPK kepada Freeport, itu kan atas keinginan Freeport. Bukankah setelah itu terbit, KK itu udah tinggal, orang diajukan permohonan UPK oleh pemerintah, UPK sudah diterbitkan. Mestinya semua proses ke depan, proses sesuatu yang sudah dimohonkan dan disetujui pemerintah, bukan begitu kedudukannya sekarang, Pak Dirjen. UPK kan sudah terbit atas pengaduan PT Freeport, pemerintah menerbitkan UPK, kalau ada sesuatu ke depan mestinya rujukannya adalah UPK. Pada saatnya UPK terbit....menurut saya sih sudah tinggal.

(18)

F-PDIP (TONY WARDOYO):

Pimpinan, sebelah kanan Pimpinan. Terima kasih Pimpinan.

Sebagai tambahan sumbang saran Pimpinan, apa yang Pimpinan telah katakan tadi seyogyanya harus begitu Pimpinan. Otomatis, apa yang tertera dalam kontrak karya, yang proses awal itu sudah otomatis gugur, sudah harus mengikuti UPK yang mereka telah miliki per Februari tahun 2017, itu yang kita inginkan. Jadi seyogyanya mengacu kepada UPK yang mereka miliki 10 tahun ke depan, 2011 ke ’31 dan ’31 ke ’41. Itu yang saya rasa lebih relevan dan perlu dipakai sebagai acuan yang ke depan supaya bisa sama-sama bersinergi antara pemerintah pusat, apakah pemerintah daerah Provinsi Papua dengan PT Freeport yang ada di tambang di Timika.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Tony.

Pak Dirjen Pak, sekali lagi ingin konfirmasi inikan UPK terbit atas permohonan PT Freeport Pak, betul? Betul, selesai KK. Iya kan, kita bermohon mengkonversi karena begitu bunyi ketentuan peraturan, KK dikonversi menjadi UPK. Lalu atas permohonan itu ya pemerintah proses seluruh persyaratan dipenuhi, maka terbitlah tanggal 10 Februari UPK atas nama PT Freeport Indonesia. Sejak saat itu, menurut saya KK selesai. Begitu Pak Dirjen ya pak atas permohonan PT Freeport pak ya. DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:

Memang seperti kami sampaikan tadi, Freeport memohon ada UPK itu tanggal 26 Januari berdasarkan surat 564 2017. Ini sudah dimohon dan memang di dalam SK itu juga dijelaskan dengan hal-hal yang menyangkut apa itu yang berhubungan dengan investasi mereka dapat dibicarakan dapat diberikan waktu selama 6 bulan begitu Pak.

KETUA RAPAT:

Baik, saya kira itu Bapak-bapak Dewan Komisaris saya kira kita berharap lah pak, di pikiran yang sama untuk sama kemudian meletakkan kepentingan bangsa negara di depan, saya kira.

(19)

F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):

Sebenarnya saya melihat keberatan dari Freeport itu 3, tapi yang pertama keberatannya UPK. Tapi UPK mereka sendiri yang memohon, Freeport. Kedua tentang divestasi 51%, kemudian yang ketiga tentang smelter ya karena memang intinya adalah seperti kesimpulan rapat kita tadi dengan 4 BUMN tambang, kita mendorong meningkatkan hilirisasi. Meningkatkan kemudian kita minta mereka memberikan data apa produk-produk hilirisasi mereka. Nah semangat itu sebenarnya PP Nomor 1 itu adalah semangatnya itu.

KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA: Pimpinan, dari kami boleh interupsi nggak. KETUA RAPAT:

Biar diselesaikan dulu.

F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):

Karena mungkin tadi dari komisaris mengatakan bahwa ini bagian dari management ya kita enggak dijawab, kalau management bisa jawab ya silakan. KETUA RAPAT:

Baik, silakan Pak.

KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA: Terima kasih Pimpinan.

Tadi kami sudah sampaikan betapa kita sensitif mengenai apa yang sangat perlu dan ingin diketahui secara cermat oleh Anggota yang terhormat di Komisi VII ini. selintas tadi saja sudah timbul berbagai masalah yang bisa atau berpotensi diperdebatkan, bisa bicara panjang. Kami pun dalam posisi untuk melakukan klarifikasi terhadap apa yang disampaikan oleh Pak Dirjen mengenai UPK yang telah disampaikan kepada Freeport. Tetapi barangkali kedatangan kami di sini ingin memisahkan antara 2 domain yang besar, satu adalah mengisikan atau meletakkan masalah-masalah aktual yang perlu dibicarakan dalam satu ruang lingkup, tetapi yang lebih utama adalah bagaimana kita dapat memasuki satu ruang lingkup yang lain yaitu mencari jalan atau tata cara untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi bersama ini.

(20)

Pengumuman arbitrase itu adalah sekedar tata cara untuk menyelesaikan masalah ini, dengan tidak menafikan apa yang menjadi masalah yang harus diperdebatkan dan ditegakkan. Karena itu kami mohon pengertian bahwa arbitrase tidak ditanggapi sebagai hal yang di luar proses atau ketentuan yang ada, tetapi sekedar menawarkan satu tata cara untuk menyelesaikan masalah dalan kerangka perjanjian yang ada di antara pemerintah dengan pihak Indonesia. Jadi tidak sama sekali mengecilkan apa pun masalah yang di angkat pada malam hari ini, baik itu bersangkutan dengan masalah smelter dan lain sebagainya, tetapi barangkali kesempatan ini baik untuk kita mencoba untuk mencari jalan bagaimana berbagai masalah yang belum dipertemukan atau diperoleh kesepahaman mendapatkan suatu bentuk cara kita menyelesaikannya. Ini masalah yang kita hadapi sebetulnya pada saat ini.

Terima kasih Pak Ketua. KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih.

Pak Ramson tadi Pak, nanti setelah Pak Ramson Ibu Eni. F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Sudah giliran saya Pak Ketua, terima kasih. Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semuanya.

Pak Ketua dan Rekan-rekan Anggota Dewan yang terhormat. Bapak-bapak Dewan Komisaris.

Tapi pertama ke Pak Dirjen dulu nih sebagai pejabat nih dan Bapak-bapak Dewan Komisaris dan semua jajaran Freeport yang saya hormati.

Ini Pak Adian ini sudah langsung emosi, langsung fokus katanya. Inikan suasana agak apa namanya, bukan, hujan jadi mempengaruhi juga agak tenang dikit gitu. Cuma tadi, kebetulan teman-teman lama juga Pak Adian. Pak Andi dulu Ketua Fraksi Partai Golkar, saya waktu di partai Anda fight terus kami begini, adu argumentasi tanya Beliau, kalau Beliau sudah turun, saya turun, Beliau turun saya fight. Jadi tapi pas ulang tahun saya yang diminta sebagai pembicara waktu Beliau sebagai ketua fraksi, jadi saya hargai juga.

Kalau ini pertama saya mau tanya ke Dirjen ini saya interaktif, ini Pak Dirjen ini PP Nomor 1 Tahun 2017 keluar. Ini saya ingin penjelasan yang detail apakah ini

(21)

tepat sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Ini yang dulu seharusnya mau kita dalami mengenai PP ini, tetapi kesimpulan waktu itu mau mendalami implementasinya padahal PP ini masih perlu kita dalami. Terus Permen ini tepat enggak sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, ada enggak di Undang-undang Nomor 4 Tahun 9 pergeseran dari KK ke UPK diatur. Jadi saya sudah pernah mengusulkan ke Menteri ESDM agar solusi terhadap suatu persoalan itu mendasar dan itu ada diatur konstitusi. Ada hak konsesional Presiden untuk mengeluarkan Perpu dan semangat political will di Komisi VII DPR RI ini kalau ada solusi yang mendasar cenderung mendukung, jadi tidak ada masalah, tetapi itu tidak dijalankan. Kalau seperti ini saya sudah analisis ini Pak, abu-abu Pak, jadi di situ diikin move dikit sama bosnya Freeport, begini keadaan.

Jadi makanya demokrasi politik kita yang dalam Pancasila dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Jadi kalau sudah membuat keputusan-keputusan mendasar itu referensinya, artinya harus punya hikmat kebijaksanaan. Jadi ini justru memberikan ruang dari sisi hukum kita saja sudah memberikan ruang. Ini Pak Dirjen, tolong di interaktif tadi, bisa enggak dijawab ini.

DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM: Baik Pak Ramson, terima kasih.

Jadi seperti kami sampaikan pada paparan tadi bahwa kita melihat di dalam aspek perundang-undangan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dari Pasal 170 dan 103. Untuk Pasal 103 dinyatakan di situ bahwa “UP dan UPK wajib melakukan pengolahan dan pemurnian”, tetapi dari sisi waktu itu tidak diatur di undang-undang. Apa artinya? Bahwa pemerintah melihat belum tentu pada saat 5 tahun ke depan itu akan berhasil karena memang tingkat kesulitannya berbeda-beda. Oleh karena itu atas dasar itu, tentunya ada berbeda karena yang 170 itu diatur di dalam Undang-Undang 5 tahun, tetapi yang 103 tidak di dalam Undang-Undang-Undang-Undang tersebut tetapi hanya diatur di dalam PP.

Atas dasar itulah bahwa pemerintah melihat kita ingin mengembangkan smelter, kita ingin melakukan hilirisasi ternyata belum berhasil. Sehingga pemerintah ingin memberikan ruang kembali untuk bisa smelter itu ada di Indonesia. Dengan demikian PP lah yang harus kita lakukan perubahan. Itulah atas dasar itulah keluar PP 1 Pak dengan mengalokasikan 5 tahun kembali sampai 2022. Itu Pak, jawabannya Pak.

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):

Pak Ketua, saya ikut memproses Undang-Undang ini sekitar 70% sesudah itu saya pindah ke komisi keuangan. Jadi itu wajib itu dilaksanakan, bukan abu-abu, memang kadang-kadang membuat Undang-undang, saya juga otokritik juga

(22)

termasuk kepada saya dan teman-teman saya dalam memproses 1 Undang-Undang itu memang butuh keseriusan pada saat Panja dan juga Timsus. Sebenarnya semangatnya hilirisasi, tetapi kalau ini kan tetap hukum adalah hukum, di sini masih abu-abu, PP-nya juga begitu. Makanya saya usulkan Perpou jadi bisa detail di situ, kalau di sini terus terang saja punya ruang kok. Jadi kita enggak bisa, artinya menghadapi seperti ini tidak bisa sok-sok berkuasa lagi Pak, sekarang eranya sudah beda, sama masing-masing punya kekuatan, tapi kita harus siapkan dong hukum yang pas untuk itu dan ada ruang oleh para pendiri bangsa ini sudah disiapkan untuk itu. Ada hak konstitusional, ada bisa Perpu, di Perpu itu detail Undang-undang nanti kalau nanti Pak Marzuki ini, Pak Andi jago hukum di cek di sini bagaimana ini, benar enggak di penjabaran dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Itu yang saya bicara di sini, tapi waktu itu terus membuat kesimpulan Pak Menteri langsung mau membahas implementasi bukan PP-nya yang mau kita bahas karena memang merasa hebat, menteri ini ngomong saja kasih tahu ke Pak Menteri.

Kita kan untuk, makanya Bapak pendiri bangsa ini untuk yang mengelola negara ini butuh khidmat kebijaksanaan. Memang di Pasal 103 kan disebut ini, pemegang UP dan UPK operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Tetapi masih ada di sini yang belum diatur pergeseran dari KK ke UPK. Kalau tadinya itu di Perpu kan itu jelas, bisa diatur di undang-undang. Kalau Undang-Undang itu kontrak kerja itu pasti di bawah undang-undang, tapi nanti kalau Dewan Komisaris yang ahli menganalisis ini. Itulah kalau abu-abu Pak, sampaikan ke Pak Menteri. Ini juga didengar pers, jadi kita harus memberikan solusi yang mendasar soal ini, kalau ini kan nanti akan merasa Freeport mentang-mentang berkuasa seenaknya saja kan enggak enak juga. Kita ingin solusi yang bagus, tapi kalau ini kan nanti jadi, ini dari Dewan Komisaris Freeport pemiliknya merasa tersinggung lagi dengan gaya-gaya seperti itu. Itu Pak Ketua, jadi waktu rapat itu saya mengusulkan kesimpulan rapat kita untuk mendalami PP, bukan mendalami implementasinya karena memang butuh kita dalami. PP itu masih bisa dikoreksi anytime oleh Presiden, baru pelaksanaan lagi Permen. Jadi itu Pak Ketua, jadi saya berpikir soal kepentingan bangsa saja. Tapi musti yang bijak ada ekuilibrium, ada keseimbangannya seperti saya sering kalau nonton wayang kulit di Dapil saya Pak Ketua, di Pemalang dan Pekalongan. Filosofinya wayang itu keseimbangan, kalau begini kan sama-sama ini kan repot ini. Datang lagi saya baca Menteri ESDM kita juga mau mengajukan tuntutan katanya coba. Inikan nanti mereka, Beliau-beliau ini masuk dari hukum Indonesia saja nanti itu Pak, sudah repot.

Jadi itu Pak Ketua, mengatur negara ini tidak mudah, kalau hanya untuk jabatan ada sih ya enak memang. Kalau di DPR memang ini, kalau di DPR RI kita adu argumentasi, kalau di eksekutif Beliau Pak Menteri, waktu Pak Andi menteri kalau udah bicarakan Dirjen, Direkturnya kan iya-iya saja Pak, tapi waktu kita sama-sama di DPR, di situ Bapak bicara, saya juga fight kan. Itu di DPR, tapi waktu Beliau sudah jadi menteri, saya lihat di situ pidato semua yang di Dirjen sama Direktur

(23)

siap-siap semua.

Itu Pak Ketua, jadi karena ini di DPR makanya saya kemukakan apa adanya dan saya argumentasi saya kuat dan saya siap berargumentasi, bagaimana supaya ada solusi yang terbaik. Jadi jangan mentang-mentang, biarpun ke siapa pun ada solusi yang terbaik, harus dibuat solusi yang terbaik, tapi kalau udah Undang-Undang itu kuat, tidak bisa lagi bergerak, harus ngikut maksud saya.

Demikian sementara Pak Ketua. Pak Dirjen, itu saya pikir mungkin ada ini interaktif lagi, Pak Dirjen, penjelasan.

KETUA RAPAT: Masih ada Pak.

DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM: Baik, terima kasih.

Begini Pak Ramson, jadi itulah yang saya katakan tadi kenapa di undang-undang dinyatakan bahwa di 103 itu diatur waktunya, beda dengan 1700 karena apa? begitu dikatakan wajib sejak Undang-Undang diterbitkan itu yang enggak mungkin Pak, pada saat itu enggak mungkin. Timbulnya UPK dari mana? Dari pada yang dinyatakan adalah bahwa BBM dan perpanjang diatur dalam PP 77 sebelumnya itu bahwa perpanjangan kontrak itu dalam bentuk UPK. Itu sudah ada muncul dari sebelum PP, mungkin perubahan PP yang sebelumnya Pak. Jadi itu sebetulnya sudah ada dan setiap bekas wilayah kontrak karya, itu tidak ada yang menyatakan wajib jadi WPN, tidak ada yang mengatakan wajib. Jadi itu di sana di pasal Undang-Undang hanya disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah dapat mengusulkan menjadi WPN dan itu diterapkan oleh DPR RI. Dan apabila akan diusahakan kembali itu harus mendapat persetujuan DPR, itulah penjelasannya. Sehingga mesti ada artinya Pak Ramson mohon maaf bahwa kenapa kok yang 5 tahun itu tidak...karena tidak mungkin pada saat diterapkan Undang-Undang di Pasal 103 itu wajib itu langsung dilaksanakan Pak, karena membangun smelter itu kan butuh waktu pak. Nah oleh karena itulah diatur di PP 23 Pak, sehingga waktu waktu itulah yang dengan evaluasi, apabila itu tidak berhasil tentu tingkat kesulitannya masing-masing berbeda. Sebagai contoh misalnya smelter untuk nikel, dengan untuk yang bauksit itu berbeda Pak.

Atas dasar itulah pemerintah mengevaluasi Pak, kalau di itu dinyatakan memang belum berhasil seperti katakanlah bauksit itu baru ada 2, yang satu belum berhasil. Oleh karena itu, itulah tambahan waktu untuk membangun smelter melalui proses hilirisasi 5 tahun ke depan, itu Pak.

(24)

F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN): Iya Pak Dirjen, ini seizin Pak Ketua.

Itu operasional iya, makanya saya usulkan solusi yang mendasar Perpu karena ini abu-abu, nanti ini keluar juga abu-abu Pak. Makanya saya bilang ruang itu ada di sana, apalagi kalau mentang-mentang lagi waduh dipake lagi analisisnya. Jadi saya sudah sampaikan, tetapi waktu mau membahas PP ini saja, tidak ada lagi ruang diberikan oleh ngotot Pak Menteri di sini, minta ke Pimpinan. Padahal nuansa suasana waktu itu atmosfer untuk mendalami PP, tetapi ini langsung mau mendalami implementasi. Kan bisa lebih detail karena memang ini sudah mau dibahas di DPR kan tapi lama, iya Perpu tadinya pas ada persoalan seperti ini. Jadi hukumnya mesti tegas, jelas, konkrit, detail gitu, tapi ini belum, ini mau ditekan-tekan lagi waduh repot ini bakal terus begini.

Itu Pak Ketua, jadi kalau saya sih apa namanya kita kan yang objektif, seperti tadi yang mengelola negara ini perlu khidmat kebijaksanaan, jadi tidak mentang-mentang gitu.

Demikian Pak Ketua, terima kasih.

Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Ramson. Berikut PakBara Hasibuan. F-PAN (BARA K. HASIBUAN, MA):

Terima kasih Ketua. Selamat malam semua.

Dirjen, jajaran Komisaris PT Freeport Indonesia.

Saya ingin mendengar dari wakil dari Papua yang duduk di perusahaan Freeport di jajaran manajemen maupun Pak Simon Morin sebagai advisor. Ini sebetulnya kalau dari perspektif Papua, bagaimana melihat persoalan ini semua, ada semacam kemungkinan besar terjadi deadlock antara pemerintah Indonesia dengan pihak Freeport Indonesia dan sekarang kita lihat perkembangan yang sangat menyedihkan di mana sudah terjadi pemutusan hubungan kerja, karyawan di Timika terutama. Tentu kalau ini berlangsung terus, keadaan ini berlangsung terus tentu

(25)

pada akhirnya juga merasakan kerugian adalah rakyat Papua.

Tentu kita di DPR ini memang justru juga melihat perspektif pemerintah pusat dan negara, tapi juga kepentingan rakyat Papua harus juga kita jadikan prioritas karena bagaimana pun kegiatan tambang Freeport ini berada di tanah Papua. Jadi kita juga punya kewajiban untuk mendengar dan juga menyuarakan aspirasi rakyat Papua dan tentu sebagai wakil rakyat Papua, walaupun duduk di perusahaan tentu kami yakin bahwa para tokoh ini Pak Silas dan Pak Simon Patrice Morin juga bisa mempunyai perspektif yang jernih dalam persoalan ini dan tentu kami ingin bahwa pada akhirnya tentu bapak berdua ini mempunyai loyalitas terhadap perusahaan, tapi loyalitas terhadap rakyat Papua itu juga harus diutamakan begitu.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

Baik, sebelum kita lempar ke sana mungkin masih ada Pak Adian Napitupulu. F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):

Ada beberapa hal yang saya pikir menjadi penting kita bahas di sini Pimpinan, pertama persoalan apa yang dilakukan oleh Dirut PT Freeport dalam beberapa waktu yang lalu yang secara pribadi itu menjadi persoalan bagi Saudara Muchtar Tompo. Tapi dalam pembicaraan kita dalam Rapat Internal kita bersepakat bahwa tindakan itu sudah kita sepakati menjadi contempt of parlemen. Sehingga dengan demikian dia menjadi persoalan DPR, tidak semata-mata menjadi persoalan bagi Pak Muchtar Tompo. Itu mungkin pertama yang juga harus kita perjelas posisinya seperti apa, jangan kemudian disederhanakan seolah-olah ketika Pak Chepy Hakim sudah mundur, lalu persoalan selesai. Tidak, kalau itu kita setujui berikutnya siapapun bisa membuat persoalan lalu mundur dan dia dianggap selesai. Saya pikir itu tidak benar, ada persoalan pribadi, perorangan antara Pak Chepy Hakim dengan Pak Mukhtar Tompo. Ada persoalan antara Freeport dengan Pak Mukhtar Tompo karena saat peristiwa itu terjadi, Pak Chepy Hakim sedang dalam kapasitas sebagai Dirut Freeport. Persoalan yang ketiga, ada masalah yang terjadi antara Freeport dengan parlemen dalam peristiwa yang sama. Itu sudah kita setujui sebagai bentuk penghinaan terhadap parlemen, dari tadi itu belum ada pembahasan, yang saya lihat seolah-olah disederhanakan dan mungkin saja coba dilupakan dengan menyederhanakan persoalan seolah-olah kalau dia sudah berhenti, sudah dapat sanksi sendiri. Ini bukan persoalan sanksi sosial, ini ada unsur hukum yang ada unsur contempt of parlemennya dan sebagainya. Itu masalah pertama.

Masalah kedua adalah tentang ancaman-ancaman Freeport Pimpinan. Bagaimanapun juga berhentilah mengancam Indonesia, apa bentuk ancamannya? Pertama misalnya apa sih urgensinya CEO Freeport Richard itu berbicara tentang

(26)

siapa pemegang saham dan komposisi pemegang saham di Freeport. Memangnya kalau kemudian komposisi pemegang sahamnya salah satu stafnya Donald Trump lalu kita menjadi takut. Kalau memang kita punya niat baik untuk menyelesaikan persoalan-persoalan seperti ini, kalau memang masih kita berharap titik temu jangan ada ancaman seperti itu. Saya akan melihat itu sebagai intimidasi terhadap bangsa ini, 7% saham Freeport dimiliki oleh, ngapain diumumkan, orang persoalan kita tidak untuk mengetahui berapa komposisi sahamnya rokok. Tapi ketika kita tidak merasa penting untuk tahu komposisi sahamnya, lalu itu dibeberkan, ditambah embel-embel di belakangnya itu dimiliki oleh staf khusus Donald Trump, saya melihat ini intimidasi terhadap negara dan tidak bisa dibiarkan. Itu pertama.

Terus kedua, hentikan intimidasi dengan mengatakan ada PHK massal dan sebagainya. Lalu yang ketiga, kalau memang kita masih berupaya untuk menyelesaikan di mana-mana perjanjian dan kontrak, saya membuka diri untuk ruang pembicaraan di luar mekanisme hukum, arbitrase, pengadilan dan sebagainya itu ketika mekanisme di luar hukum itu sudah buntu. Artinya bagi saya tidak bijaksana kalau kemudian belum selesai pembicaraan-pembicaraan yang mampu menyelesaikan dalam mekanisme hukum, tiba-tiba sudah terlontar langkah-langkah hukum. Ada 3 intimidasi yang dilakukan dalam hal ini, ini yang saya pikir saya meragukan sikap baik Freeport.

Nah yang berikutnya kalau memang benar apa yang disampaikan oleh Dirjen Minerba bahwa permohonan UPK itu adalah permohonan untuk Freeport lalu apa masalahnya. Kalian bermohon untuk meminta UPK, lalu negara berikan, lalu kalian persoalkan, inikan lucu-lucuan. Nah itu mohon di catat Pimpinan, saya akan minta jawabannya. Di luar itu saya mengomentari apa disampaikan oleh Saudara, kawan kita di sini Pak Ramson. Apa yang disampaikan dalam Undang-Undang Nomor 4/2009 menurut saya sudah jelas karena Pasal 170 itu rujukannya kembali pada Pasal 103. Artinya bahwa tidak ada usaha-usaha produksi yang bisa dilakukan oleh kontrak karya kalau dia tidak tunduk pada Pasal 103. Pasal 103 itu isinya apa tentang IUP dan UPK, artinya bahwa pengolahan, pemurnian dan sebagainya itu tidak bisa dilakukan kalau dia tidak dalam bentuk IUP dan UPK. Lalu apa persoalannya yang disampaikan oleh Pak Ramson, tidak ada. Secara mekanisme ketatanegaraan, secara hukum peraturan dan hierarki perundang-undangan clear bahwa kemudian tugas peraturan pemerintah untuk menggambarkan itu yang dianggap perlu dijelaskan sebagai peraturan pelaksana di bawah undang-undang clear. Maksud saya jangan kita geser persoalannya bahwa masalah kita bukan bagaimana materi undang-undangnya, masalah kita bukan bagaimana hubungan antara Undang-Undang dengan peraturan pemerintah, masalah kita adalah bagaimana Freeport belajar menghargai Indonesia sebagai sebuah bangsa yang berdaulat. Tidak ada negosiasi yang berjalan dengan baik tanpa kesetaraan, tidak ada kesetaraan ketika didalamnya selalu ada ancaman demi ancaman. Sebagai bagian dari warga negara Republik Indonesia saya marah terhadap ini. Kalau kemudian saya sedang ada masalah dengan orang, lalu saya sampaikan di rumah

(27)

saya ada si anu, si anu yang hebat-hebat dan sebagainya. Itu kan sama seperti yang disampaikan oleh Freeport ketika membeberkan soal komposisi sahamnya, yang sebenarnya kita tidak pernah persoalkan komposisi sahamnya. Coba kita lihat seluruh polemik peristiwa ini, ada tidak pertanyaan tentang komposisi saham Freeport, ada tidak negara bertanaya soal itu, tidak, ngapain dijelaskan, mengancam Indonesia.

Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih Pak Adian.

Pak Mukhtar Tompo ya, silakan Pak Mukhtar. F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):

Terima kasih banyak Pak Ketua.

Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Saya mungkin akan memberikan sedikit penjelasan Pak biar Bapak-bapak jajaran Dewan Direksi, Dewan Komisaris PT Freeport yang dengan dari peristiwa itu sesungguhnya akhirnya terjadilah rapat pada malam ini dan ternyata menjadi sejarah bagi perjalanan PT Freeport di Indonesia, sudah 48 tahun sejak tahun ‘67. Supaya bisa terang-benderang Pak karena selama ini kan yang didengarkan oleh Bapak dari Pak Chepy dan Pak Chepy juga betul, apa yang disampaikan Pak Adian tadi tidak bisa menyederhanakan persoalan ini karena kejadian itu terjadi tanggal 9 Februari di ruangan ini dalam posisi saya sebagai mitra, saya sebagai Anggota DPR RI. Kemudian Beliau adalah Presiden Direktur dan saya jadi ragu Pak, dari pernyataan-pernyataan dari Bapak-bapak semua ini karena ketika saya memberikan komentar itu dulu, ya sesungguhnya saya minta jawaban, saya hanya memberikan komentar saya karena itu cara saya sebenarnya itu untuk membantu pemerintah, untuk membantu Freeport karena dalam pikiran saya ketika itu Pak Ketua, Freeport ini sama dengan pemerintah, itu dalam pikiran saya. Sehingga saya menyebutkan bahwa saya dalam posisi partai pengusung pemerintah, itu sinyal sebenarnya yang saya berikan kepada Freeport, untuk mengakhiri rapat karena kalau tidak selesai rapat itu pada waktu itu kalau saya tidak mendapat stressing, melakukan interupsi dan lain-lain karena kalau Pak Ramson sudah bicara kan, untung-untung kalau Beliau sadar, kalau tidak sadar sampai malam tidak selesai dan argumentasinya benar. Sehingga pada waktu itu saya mengatakan bahwa Pimpinan, jika memang sudah terjawab maka seharusnya dihentikan saja rapat ini, kalau ada yang lebih teknis seharusnya kita nanti undang khusus PT Freeport bersama dengan Menteri ESDM, karena banyak pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman yang tidak dalam

(28)

kapasitas PT Freeport menjawabnya. Seperti PP Nomor 1 Tahun 2017 yang tiba-tiba lahir setelah Komisi VII melakukan rapat berkali-kali yang kemudian menyimpulkan, kita waktu itu dengan Dirjen Minerba tanggal 7 Desember 2016, ada kesimpulan rapat Komisi VII meminta karena 5 hari lagi akan berakhir izin Freeport. Sehingga kesimpulan Rapat Kerja pada waktu itu meminta kepada pemerintah lewat Dirjen Minerba untuk tidak lagi memperpanjang izin ekspor karena tidak bisa memenuhi kewajibannya untuk membangun smelter mengacu pada Undang-Undang Minerba Tahun 2004.

Sehingga setelah itu berbagai kejadian-kejadian dilakukan sehingga saya meminta pada waktu itu supaya diundang tersendiri dan kemudian diterima, kemudian saya menyampaikan Pak, tolong kepada Freeport saya tidak mengatakan kepada Pak Chepy secara pribadi karena yang kita bahas ini adalah persoalan klasik. Selain itu kalaupun menjadi masalah maka itu bukan persoalan Pak Chepy secara personal. Sehingga saya mengatakan pada waktu, saya minta kepada Freeport untuk apa, kalau memberikan jawaban kiranya bisa konsisten saja jangan bias. Yang ada dalam kepala saya pada waktu itu cukup Freeport mengatakan bahwa kami akan commit membangun smelter, sudah jangan dikembangkan, apalagi memberikan pernyataan deadline waktu, segala macam. Saya mengatakan bahwa ini kan sudah terlalu panjang rapat kita dari beberapa bulan yang lalu, minggu yang lalu, sudah banyak jawaban-jawaban, jadi jangan bias gitu. Itu yang saya dan saya itu pernyataan saya tidak harus dijawab. Dan sudah rapat ditutup, setelah itu Pak, walaupun berbagai pimpinan perusahaan tambang, ada 12 perusahaan termasuk PT FI dan lain-lain pada waktu itu. Walaupun mau jabat tangan dengan saya, saya dari jauh begini Pak dan saya langsung mendatangi Pak Chepy. Saya dari sini duduk Pak, saya langsung datang, Assalammu'alaikum Pak Jenderal, langsung ditangkis saya punya tangan, ditunjuk-tunjuk kaya gitu. makanya sampai sekarang terus terang kalau media bertanya termasuk Metro kemarin, CNN wawancara dengan saya, apa kira-kira tidak ada yang bisa saya jawab Pak, kecuali mungkin pada waktu itu Pak Chepy memiliki masalah psikologis itu karena bukannya saya diberikan apresiasi, terima kasih banyak Pak gitu karena tidak berhenti rapat pada waktu itu dan pimpinan perusahana yang lain pun PT PAL dan lain-lain, PT Mineral Batubara dan lain-lain mengucapkan terima kasih gitu Pak.

Saya tidak pernah Pak memiliki hubungan personal dengan Pak Chepy, mungkin Beliau juga belum tahu saya, saya juga belum tahu Beliau. Sehingga yang saya tahu adalah Beliau Presdir pada waktu itu dan saya adalah Anggota DPR RI. Dan jujur tidak berlebihan kalau saya sampaikan Pak pada rapat ini, kesalahan kedua yang dilakukan Pak Chepy ini supaya Bapak Dewan Komisaris tahu bahwa ada waktu rentang 3 hari yang dipergunakan oleh Pak Chepy untuk lobby kiri-kanan di kalangan istana dan lain-lain dan saya anggap itu adalah upaya untuk memberikan saya secara psikologis. Itu yang membuat saya semakin tersinggung Pak, bukannya saya takut, malah saya tambah muncul loh ini apa-apaan ini, di telepon kiri-kanan sampai Kapolda segala macam, ini ada apa gitu. Sehingga saya

(29)

menjelaskan ke partai, saya menjelaskan termasuk ke Pak Wiranto segala macam dan posisi saya sangat dipahami Pak. Apalagi ketika peristiwa itu terjadi kalau saya tidak bisa menahan diri Pak, saya tidak tahu. Teman-teman saya mengatakan bahwa kayanya Pak Mukhtar Tompo ini walaupun kelahiran ’81 tapi kelihatannya lebih negarawan dari pada Pak Chepy. Saya bisa menahan diri Pak, dalam posisi sebagai korban. Saya orang Bugis, Makassar, saya kelahiran tahun ’81 Pak. Saya bisa menahan diri dan pada kesempatan ini juga saya baru memperkenalkan diri, mungkin selama ini Beliau tahu Pak Andi Mattalatta ada kemenakannya di sini yang belum pernah datang ke rumahnya melapor. Saya adalah keponakan dari Andi Manggong ... istri saya kemenakan langsung dari Beliau. Sebelumnya saya di DPR RI provinsi Pak gitu.

Jadi saya sungguh tidak mengerti Pak, secara kepribadian bisa teman-teman saya, semua sikap saya insya Allah. Saya jadi diri saya, saya adalah aset bangsa ini. Saya nggak mungkin membuat masalah-masalah secara personal ke orang, tapi kalau orang membuatkan saya masalah, terus terang bukan berlebihan kalau saya mengatakan di forum ini Pak, orang yang membuatkan saya masalah, saya lihat dengan mata kepala saya orang itu sangat kecil di hadapan saya. Mungkin itulah tetesan ilmu dari nenek saya Pak, yang dulu turun-temurun begitu, saya tidak berhenti mengatakannya sehingga ketika terjadi ini tidak ada lain kecuali saya harus bersikap ini bagian dari prinsip siri bagi orang Bugis Makassar, gitu Pak dan sampai sekarang Pak Chepy tidak melakukan itu, kecuali menghubungi para petinggi-petinggi untuk lobbby kiri-kanan. Itu pak dan ini tidak selesai saya kalau yang jangan ditampik para petinggi-petinggi ini, termasuk Pimpinan, Pimpinan DPR, terus polisi dan lain-lain, Pimpinan partai itu salah satunya yang bisa mengubah sikap saya ini adalah menyentuh batin saya, itu pak.

Saya kira itu Pak dari saya dan atas nama saya...Freeport banyak sekali yang saya mau sampaikan tapi tidak dalam kesempatan ini.

Terima kasih Pak. KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih Pak Mukhtar Tompo.

Pak Andi Matalatta, kami punya 3 Andi Pak di sini, eh 4, Andi Yuliani Paris, ini Andi Jamaro, Andi Ridwan sama Andi Gus Irawan Pasaribu, Pak Mukhtar Tompo karaeng. Ini dipancing Andi, terus Andinya kepancing nih Pak.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) model TAI memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan model Problem Solving berbantuan tutor

Memperoleh bahan informasi ilmiah yang dapat dipublikasikan berkaitan dengan hasil pengukuran kandungan logam Pb, residu pestisida, dan hubungannya dengan perubahan

Bapak ini kan karena baru sebentar, nanti Bapak sudah 6 (enam) bulan Bapak stress ini teman-teman ini gila saja nggak Pak kenapa dia disuruh kerja duitnya nggak ada

Gubernur dan Hadirin yang kami hormati; Sebagaimana yang kita ketahui bersama, sebagai tindak lanjut dari penetapan KUPA-PPAS Perubahan Tahun 2021, pada Rapat Paripurna

Pada peta jarak dari garis pantai, kelas yang sangat rentan itu mempunyai jarak dari garis pantai yang sangat dekat yaitu kurang dari 500 meter, itu

dan Adriana Parera yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moral dan materi, serta selalu mendoakan dan mengingatkan penulis agar menyelesaikan karya tulis

Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder yaitu bandar udara sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang melayani penumpang

Pada sistem independent demand inventory, maka model yang tepat adalah pengisian kembali persediaan disesuaikan dengan jumlah yang dibutuhkan atau merupakan penggantian