TINGKAT KEMATANGAN EMOSI MAHASISWA
(Studi Deskriptif pada Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2013/2014 dan Implikasinya
Terhadap Usulan Topik-topik Program Bimbingan untuk Mengembangkan Kematangan Emosi Mahasiswa)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Prisca Anindya Dewi 101114029
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
TINGKAT KEMATANGAN EMOSI MAHASISWA
(Studi Deskriptif pada Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2013/2014 dan Implikasinya
Terhadap Usulan Topik-topik Program Bimbingan untuk Mengembangkan Kematangan Emosi Mahasiswa)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Prisca Anindya Dewi 101114029
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
T uga s kit a buka nla h un t uk ber ha sil. T uga s kit a a da la h un t uk m en coba , ka r en a di da la m m en coba it ula h kit a m en em uka n da n
bela ja r m em ba n gun kesem pa t a n un t uk ber ha sil (M a r i o T egu h )
Ja n ga n ha n y a m eliha t en a kn y a or a n g y a n g ber ha sil, t a pi t ir u kejujur a n da n ker ja ker a sn y a (M a r i o T egu h )
God kn ow s y our life fr om st a r t t o fin ish, a n d it w on ’t be ov er un t il God sa y it ’s ov er . Y ou ha v e not hin g t o fea r (A n on y m u s)
K u p er sem ba h k a n sk r i p si i n i k ep a d a :
1. T uha n Y esus K r ist us
2. Pr ogr a m St udi Bi m bi n ga n da n K onseli n g
3. K edua or a n gt ua ku t er ci n t a Ba pa k A n t on i us D .I .M .
da n I bu M S. W iga t i M .
4 . K a ka k da n a di kku t er sa y a n g L. D i pt a M . da n
A lex a n der A gr a A .
vii ABSTRAK
TINGKAT KEMATANGAN EMOSI
(Studi Deskriptif pada Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2013/2014 dan Implikasinya
Terhadap Usulan Topik-Topik Program Bimbingan untuk Mengembangkan Kematangan Emosi Mahasiswa)
Prisca Anindya Dewi Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat kematangan emosi mahasiswa baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, mengidentifikasikan item-item instrumen Kematangan Emosi yang terindikasi rendah di kalangan Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan mengetahui usulan topik-topik program bimbingan yang dapat mengembangkan emosi mahasiswa. Masalah pertama yang diteliti adalah “Seberapa baik tingkat kematangan emosi Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konselig Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014?” Masalah yang kedua adalah “Berdasarkan hasil analisis item instrument Kematangan Emosi, dalam item apakah Kematangan Emosi terindikasi rendah?” Masalah yang ketiga adalah “Topik-topik usulan program bimbingan apa sajakah yang dapat mengembangkan kemtangan emosi mahasiswa?”
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Subjek penelitian adalah mahasiswa baru program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014 yang berjumlah 74 mahasiswa. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner tingkat kematangan emosi yang terdiri dari 40 item pernyataan yang dikembangkan berdasarkan teknik penyusunan skala model Likert. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan membuat tabulasi skor dari masing-masing item, meghitung skor total masing-masing responden, menghitung skor total masing-masing item, selanjutnya mengkategorisasikan tingkat kematangan emosi mahasiswa berdasarkan distribusi normal. Kategori ini terdiri dari lima jenjang yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
viii ABSTRACT
EMOTIONAL MATURITY LEVEL
(Descriptive Study Towards Academic Year 2013/2014 Freshmen in the Study Program of Guidance and Counseling, Sanata Dharma University, and Its Implication
to Topics Suggestion in The Guidance Program for Student Emotional Maturity Development) Dharma University; to identify the items of Emotional Maturity instrument, which has been indicated as low among them; and to understand the proposed topics of guidance program that can develop students’ emotion. The first problem to be addressed is “How good is emotional maturity level of the academic year 2013/2014 freshmen in Guidance and Counseling Study Program, Sanata Dharma University?” The second problem is “According to analysis of Emotional Maturity, in which item the Emotional Maturity is indicated as low?” The third problem is “what kind of mentoring program that could develop emotional maturity of the student?”
This research type is descriptive research using the method of survey. Research subjects are 74 freshmen of academic year 2013/2014 in the Study Program of Guidance and Counseling, Sanata Dharma University. The instrument used is emotional maturity level questionnaire, which consists of 40 question items developed using Likert scale. Data analysis was done by score tabulation from each item, calculating the total score of each respondent, calculating the score of each item, and then categorizing emotional maturity level based on normal distribution. Such category consists of five steps, i.e. very high, high, medium, low, and very low.
ix
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
bimbingan-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Adanya tugas
pertanggung jawaban tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar sarjana
pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling ini bagi penulis memberi
banyak manfaat, antara lain penulis diperoleh pengalaman untuk
mengaplikasikan dan mengimplikasikan teori-teori yang telah di dapat saat
menjalani proses perkuliahan di Program Studi Bimbingan dan Konseling
secara langsung.
Skripsi dengan judul Deskripsi Tingkat Kematangan Emosi Mahasiswa
Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
Tahun Akademik 2013/2014 dan Implikasinya Terhadap Usulan Program
Bimbingan untuk Mengembangkan Kematangan Emosi Mahasiswa ini
terselesaikan tidak hanya dengan kerja keras penulis sendiri, namun juga
didukung oleh bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :.
1. Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Kepala Program Studi Bimbingan
dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah
memberikan dukungan dan membantu kelancaran dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
2. A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., Psi., M.A, selaku Wakil Kepala
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata
Dharma yang telah member dukungan dan membantu kelancaran
proses penyelesaian skripsi ini.
3. Ag. Krisna Indah Marheni, S.Pd., M.A, selaku dosen pembimbing
x
memberikan dukungan serta bimbingan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Dra. M.J. Retno Priyani, M.Si.dan Hayu Purbaning Tyas, M.Pd.
selaku dosen penguji yang selalu memberikan masukan positif,
berbagi pengalaman, memberikan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendampingi
penulis selama masa perkuliahan dan membekali penulis dengan
berbagai ilmu pengetahuan yang telah diberikan.
6. Para mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma tahun akademik 2013/2014 yang telah
meluangkan waktu dan bersedia mengisi kuesioner dengan baik.
7. Kedua orangtua penulis Antonius Dwi Indra Maryanton dan MS.
Wigati Murtiarti yang selalu setia dengan cinta dan kasih sayang
memberikan dukungan, perhatian dan selalu mendoakan penulis,
khususnya selama penulis berproses dalam menyusun dan
melaksanakan penelitian ini.
8. Leonardus Dipta Mahardhika kakakku tercinta yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk berbagi pengalaman dan memberikan
dukungan kepada penulis selama proses penyusunan dan
pelaksanaan penelitian ini.
9. Yosef Tri Nugroho Jaya yang telah memberikan dukungan, doa dan
perhatian selama penulis menyusun dan melaksanakan penelitian
ini.
10.Teman-teman yang ada dalam penelitian payung Yulianto Setiawan,
Eva Christy, Marietta L. Gaol dan Wina Carlina yang dengan sabar
membantu penulis untuk belajar bersama menginput dan mengolah
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… I
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. Ii
HALAMAN PENGESAHAN……….. Iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……… Iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. V
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA…... Vi
ABSTRAK……… Vii
A. Hakekat Kematangan Emosi………. 9
1. Pengertian Kematangan Emosi………... 9
2. Ciri-ciri Kematangan Emosi………... 12
3. Faktor-faktor Kematangan Emosi………... 15
4. Aspek-aspek Kematangan Emosi………... 17
xiii
B. Masa Dewasa Awal……….. 19
1. Pengertian Dewasa Awal……… 19
2. Karakteristik Masa Dewasa Awal……….. 20
C. Mahasiswa dan Kematangan Emosi………. 24
1. Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling….. 24
2. Peran Kematangan Emosi pada Mahasiswa……… 26
D. Konsep Dasar Usulan Topik-topik Program Bimbingan………….. 28
1. Pengertian Bimbingan………. 28
2. Bimbingan Pemeliharaan dan Pengembangan Kematangan Emosi……… 30
BAB III METODE PENELITIAN………... 32
A. Jenis Penelitian……….. 32
B. Subjek Penelitian……….. 33
C. Instrumen Pengumpulan Data………... 34
1. Kuesioner Tingkat Kematangan Emosi……….. 34
2. Format Pernyataan Skala……… 35
3. Penentuan Skor………... 36
4. Kisi-kisi item………... 37
D. Uji Coba Alat……… 38
1. Validitas……….. 38
2. Reabilitas………. 41
E. Prosedur Pengumpulan Data………. 43
1. Tahap Persiapan……….. 43
2. Pengumpulan Data……….. 45
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 51
A. Hasil Penelitian……….. 51
1. Tingkat Kematangan Emosi……… 51
2. Hasil skor item tingkat kematangan emosi………... 53
B. Pembahasan Hasil Penelitian………. 57
1. Deskripsi Tingkat Kematangan Emosi Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014……… 57
2. Item-item Tingkat Kematangan Emosi……… 64
C. Topik-topik Bimbingan ……… 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 73 A. Kesimpulan……… 73
B. Keterbatasan Penelitian………. 74
C. Saran……….. 75
DAFTAR PUSTAKA……… 77
xv
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Data Mahasiswa Baru Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014…………... 25
2. Tabel 2 Rincian Populasi Penelitian Mahasiswa Baru Program Studi
Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
tahun akademik 2013/2014……….. 34
3. Tabel 3 Rekapitulasi Butir dan Nomer-nomer Item Kuesioner Tingkat
Kematangan Emosi……….. 36
4. Tabel 4 Norma Skoring Tingkat Kematangan Emosi………... 37
5. Tabel 5 Kisi-kisi kuesioner Tingkat Kematangan Emosi Mahasiswa Baru
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2013/2014……….. 37
6. Tabel 6 Jumlah Item-item yang Valid dan Tidak Valid………... 41
7. Tabel 7 Kriteria Guilford………... 42
8. Tabel 8 Kuesioner Tingkat Kematangan Emosi Mahasiswa Baru Program
Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Tahun
akademik 2013/2014………... 43
9. Tabel 9 Norma Kategorisasi Karakter Subjek Penelitian………... 46
10. Tabel 10 Kategorisasi Kematangan Emosi Mahasiswa Baru Program Studi
Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
tahun akademik 2013/2014………... 48
11. Tabel 11 Norma Kategorisasi Skor Item………... 49
12. Tabel 12 Kategorisasi Skor Item Kematangan Emosi Mahasiswa Baru
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014………. 50
13. Tabel 13 Kategori Tingkat Kematangan Emosi pada Mahasiswa Baru
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata
xvi
14. Tabel 14 Kategorisasi Skor Item Tingkat Kematangan Emosi Mahasiswa
Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014………. 55
15. Tabel 15 Item-item Tingkat Kematangan Emosi Mahasiswa Baru Program
Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta Tahun Akademik 2013/2014……… 56
16 Tabel 16 Topik-topik Bimbingan Pengembangan dan Pemeliharaan
Kematangan Emosi pada Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tahun
xvii
DAFTAR GAMBAR
1 Gambar 1. Diagram Kategorisasi Tingkat Kematangan Emosi…………. 53
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 : Kuesioner Tingkat Kematangan Emosi……… 80
2. Lampiran 2 : Tabulasi Data Penelitian………... 84
3. Lampiran 3 : Hasil Hitung Uji Validitas Item……… 85
4. Lampiran 4 : Hasil Uji Validitas dan Reabilitas……… 89
5. Lampiran 5 : Ijin surat uji coba dan penelitian……….. 90
1 BAB I
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini berisi uraian latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan
tinggi. Memegang status sebagai mahasiswa merupakan suatu kebanggaan
sekaligus tantangan bagi setiap pribadi. Tantangan yang akan dihadapi
mahasiswa antara lain: mengatur kembali pola kehidupan sehari-hari,
menyesuaikan diri dengan corak kehidupan dalam suatu asrama atau tempat
kos, menyesuaikan diri dengan corak kehidupan kampus, mengembangkan
sikap membina ilmu demi kemajuan bangsa, mengatasi pertentangan yang
seolah-olah timbul antara ilmu dan agama, mengintegrasikan tuntutan
belajar akademik di perguruan tinggi dan lain-lain (Winkel, 2006).
Mahasiswa memiliki tugas dan tanggung jawab besar bagi dirinya
sendiri dan lingkungan sekitarnya serta menjadi harapan bangsa yang paling
berharga. Mahasiswa dipersiapkan untuk memiliki pikiran, keahlian,
mental, dan moral yang baik sebagai modal untuk terjun mandiri ke dunia
pada mahasiswa di program studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Mahasiswa Bimbingan dan Konseling diharapkan dapat berprofesi
sebagai pembimbing atau konselor. Seorang pembimbing atau konselor
diharapkan dapat memiliki kualitas kepribadian yang baik sehingga dapat
membantu klien dengan optimal. Menurut Winkel dan Hastuti (2006)
kualitas kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang konselor adalah: (1)
mengenal diri sendiri, (2) memahami orang lain dan (3) memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik dengan orang lain. Di mana apabila
seorang calon konselor tidak matang secara emosi maka ia tidak akan
mampu mengenal dirinya sendiri, tidak mampu memahami orang lain dan
tidak memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.
Kualitas kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang konselor erat
kaitannya dengan kematangan emosi individu. Individu yang tidak matang
emosinya mudah terpengaruh oleh keadaan di sekitarnya, sehingga dapat
dikatakan bahwa individu tersebut masih mengalami ketidakstabilan emosi.
Seseorang yang belum matang secara emosi akan mengalami kesulitan
dalam berproses menuju individu yang memiliki kualitas kepribadian baik.
Kualitas kepribadian yang baik dapat dibentuk dan dikembangkan apabila
seorang mahasiswa mau lebih terbuka dan peka terhadap keadaan di
sekitarnya. Mahasiswa diharapkan mampu peduli dengan keadaan di sekitar
Tuntutan dan tanggung jawab yang sama diharapkan terjadi pada
mahasiswa Bimbingan dan Konseling di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, khususnya mahasiswa baru tahun akademik 2013/2014.
Mahasiswa baru Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
mengalami kesulitan dalam menunjukkan kematangan emosi sebagai
seorang calon konselor. Perilaku kesulitan dalam menunjukkan kematangan
emosi nampak pada sikap mahasiswa yang memiliki kecenderungan
menunda waktu untuk masuk ke dalam kelas, berbicara dengan teman saat
dosen menjelaskan materi, menegur teman yang terlambat dengan berteriak
dan berpenampilan kurang sesuai dengan tuntutan yang ada di Program
Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa baru Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta belum dapat
meninggalkan sifat remaja mereka.
Mahasiswa baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta memiliki kesulitan lain yang memicu
permasalahan di sekitar mereka. Kesulitan tersebut berasal dari latar
belakang lingkungan yang berbeda-beda antara mahasiswa satu dengan
mahasiswa lain. Perbedaan lingkungan terkadang membuat individu
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri di lingkungan baru. Setiap
individu memiliki pandangan yang berbeda berkaitan dengan nilai,
interpretasi dan perilaku dalam menanggapi lingkungan baru. Perbedaan
dapat mempengaruhi pola perilaku dan cara berpikir di kalangan mahasiswa
baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Perbedaan yang terjadi seringkali memicu ketidaksesuaian
antara tuntutan dan tahap perkembangan masa dewasa awal, karena pada
masa ini individu menemui kebingungan untuk bertindak dan mengambil
keputusan yang sesuai dengan keadaan sekitarnya.
Ketidaksesuaian antara tuntutan dan harapan dengan tahap
perkembangan mahasiswa dalam masa dewasa awal, dapat menghambat
pembentukan kualitas kepribadian yang optimal. Adanya ketidak sesuaian
antara usia fisik dan usia emosi yang ditunjukkan oleh mahasiswa baru
seringkali juga menimbulkan berbagai macam masalah. Usia emosi sering
disebut sebagai tingkat kematangan atau kedewasaan emosi. Apabila
mahasiswa baru tidak dapat mengembangkan kematangan emosi mereka
dengan optimal, terutama mahasiswa di program studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, maka akan
menyebabkan mahasiswa tidak mampu bertanggung jawab sebagai seorang
calon konselor yang profesional. Hal tersebut menyampaikan bahwa betapa
pentingnya proses memelihara dan mengembangkan kematangan emosi
bagi para mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014.
Kematangan emosi adalah proses menjadi dewasa secara emosional.
Kematangan emosi juga dapat disebut sebagai kondisi atau keadaan dalam
perkembangan emosi mencapai tingkat tertentu, maka kita dapat
mengatakan bahwa seseorang itu matang emosinya. Tidak setiap orang
mempunyai perkembangan yang sama dan tidak setiap orang mencapai
kematangan emosionalnya. Secara umum orang belajar untuk mengontrol
emosinya pada tingkat tertentu. Kematangan emosi memiliki beberapa
aspek. Hurlock (2004) mengatakan bahwa ada empat aspek yang
menunjukan bahwa seseorang telah matang secara emosional. Keempat
aspek tersebut adalah: (1) kontrol diri, (2) bertindak sesuai harapan
masyarakat, (3) memanfaatkan kemampuan mentalnya secara tepat dan (4)
memahami diri sendiri.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa secara tidak
langsung kematangan emosi merupakan hal yang penting terutama erat
kaitannya dengan proses menuju konselor yang profesional. Namun, pada
dasarnya kemampuan individu untuk memiliki kematangan emosi
berbeda-beda satu sama lain. Hal inilah yang menarik perhatian peneliti untuk
melakukan penelitian dengan judul Deskripsi Tingkat Kematangan Emosi
Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Tahun Akademik 2013/2014 dan Implikasinya Terhadap
Usulan topik-topik Program Bimbingan untuk Mengembangkan
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah
yang akan diteliti adalah :
1. Seberapa tinggi tingkat kematangan emosi Mahasiswa Baru Program
Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
tahun akademik 2013/2014?
2. Berdasarkan hasil analisis item instrument Kematangan Emosi, dalam
item apakah Kematangan Emosi terindikasi rendah?
3. Usulan topik-topik program apa sajakah yang data mengembangkan
kematangan emosi Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik
2013/2014?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan tingkat kematangan emosi Mahasiswa Program Studi
Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Mengidentifikasi item-item instrument Kematangan Emosi yang
terindikasi rendah di kalangan Mahasiswa Program Studi Bimbingan
dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Merumuskan usulan topik-topik program bimbingan yang dapat
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini lebih lanjut
diharapkan bisa bermanfaat:
1. Secara Kajian Keilmuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk
menambah wawasan dan pengembangan penelitian dalam bidang ilmu
Bimbingan dan Konseling, khususnya mengenai kematangan emosi.
2. Secara Praktis
a. Program Studi Bimbingan dan Konseling
Diharapkan program studi Bimbingan dan Konseling dapat
membantu mahasiswa baru untuk membuat agenda kegiatan
terstruktur terkait pengembangan kematangan emosi mahasiswa
program Studi Bimbingan Konseling Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
b. Dosen Progra Studi Bimbingan dan Konseling
Diharapkan dosen program studi Bimbingan dan Konseling
dapat membantu mahasiswa baru untuk lebih mengenal Tingkat
Kematangan Emosi Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Tahun Akademik 2013/2014
dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-topik Program Bimbingan
c. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat termotivasi agar bisa berkembang
lebih optimal dan menjadi pribadi yang lebih baik. Disamping itu
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
mahasiswa mengenai manfaat, pengetahuan, dan bimbingan bagi
pengolahan diri mahasiswa khususnya berkaitan dengan kematangan
emosi.
E. Definisi Operasional
1. Kematangan Emosi
Kematangan emosi adalah kondisi atau keadaan dalam mencapai
tingkat kedewasaan dalam perkembangan emosional individu, yang
sesuai dengan tahap perkembangan individu tersebut. Kematangan
Emosi dapat diukur dari cara individu dalam mengontrol emosi,
pemahaman individu mengenai dirinya sendiri serta memiliki
pengetahuan yang jelas terhadap penggunaan kritis mental mereka.
2. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling tahun akademik 2013/2014
Mahasiswa Program studi Bimbingan dan Konseling adalah
peserta didik yang terdaftar dan belajar pada Program Studi Bimbingan
dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik
9 BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab ini dikaji landasan teori yang berkaitan dengan masalah
penelitian. Topik-topik dalam bab ini yaitu kematangan emosi, mahasiswa baru
program studi Bimbingan dan Konseling serta program bimbingan.
A. Hakekat Kematangan Emosi
1. Pengertian Kematangan Emosi
Kematangan dalam kamus psikologi Chaplin (2006) diartikan
sebagai suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dalam
perkembangan emosional. Sementara menurut Hurlock (2004)
kematangan menunjukkan kesiapan yang terbentuk dari pertumbuhan
dan perkembangan. Kematangan dan kemasakan memiliki arti dan
makna yang sama yaitu sudah dipikirkan (dipertimbangkan) baik-baik;
sudah diputuskan (disetujui bersama); sudah sempurna atau sampai pada
tingkatan yang terbaik (terakhir) (Sugono, 2008).
Istilah kematangan atau kedewasaan emosional seringkali
membawa implikasi adanya kontrol emosional, artinya kematangan
emosi membantu individu dalam mengendalikan pola sikap dan perilaku
yang akan memicu individu untuk membuat suatu tindakan yang
menyesuaikan diri, menempatkan diri, dan menghadapi berbagai kondisi
dengan suatu cara tertentu (Rahmawati, 2008). Pernyataan tersebut
diperkuat juga dengan pendapat Goleman (2003) yang mengungkapkan
bahwa kematangan emosi memuat keterampilan emosi yang mencakup
kesadaran diri, mengidentifikasi, mengungkap dan mengelola perasaan,
mengendalikan dorongan hati dan menunda pemuasan serta menangani
kecemasan. Individu yang mempunyai kemampuan mengendalikan
dorongan hati mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan,
sehingga individu tersebut mampu membuat keputusan emosi yang
lebih baik dengan mengendalikan dorongan terlebih dahulu kemudian
bertindak dan mengidentifikasikan tindakan alternatif serta konsekuensi
dari tindakannya.
Young (dalam Powel, 1963) mengungkapkan bahwa
kematangan emosi adalah kemampuan individu dalam mengontrol dan
mengendalikan emosinya. Merchan (dalam Mayasari, 2009)
menambahkan bahwa seseorang yang mempunyai ciri emosi yang sudah
matang tidak cepat terpengaruh oleh rangsang (stimulus), baik dari
dalam maupun dari luar dirinya. Individu yang memiliki emosi yang
sudah matang, akan selalu belajar menerima kritik, mampu
menangguhkan respon-respon dan memiliki saluran sosial bagi energi
emosinya, misalnya bermain, menyalurkan hobi, mengikuti kegiatan
Saat perkembangan emosi individu mencapai tingkat tertentu,
maka kita dapat mengatakan bahwa seseorang itu matang emosinya.
Tidak setiap orang mempunyai perkembangan yang sama, tidak setiap
orang mencapai kematangan emosionalnya. Secara umum orang belajar
untuk mengontrol emosinya pada tingkat tertentu. Menurut Murray
(1992) individu yang memiliki banyak pengalaman atau usia yang
dewasa belum tentu memiliki kematangan emosi.
Emosi yang matang penting bagi individu dalam menciptakan
hidup yang penuh arti serta membentuk pribadi yang kuat dalam
menjalin hubungan penuh kasih sayang dengan sesama. Hal ini terjadi
bila individu mau mengenal dan merasakan emosinya, sehingga
individu dapat bertindak menurut naluri dan berempati berdasarkan
perasaannya. Apabila individu dapat bertindak menurut naluri dan
berempati sesuai dengan tempat dan waktu yang tepat maka individu
akan mampu menjalin relasi yang baik dengan orang lain.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli dapat disimpulkan
bahwa kematangan emosi adalah kemampuan individu dalam
mengontrol dan mengendalikan emosi, serta mewujudkannya dalam
bentuk ekspresi perasaan yang tepat pada waktu dan tempat yang sesuai.
Kematangan emosi juga ditandai dengan adanya pengambilan keputusan
2. Ciri-Ciri Kematangan Emosi
Menurut Mahmud (1989) ciri-ciri kematangan emosi yaitu: (1) tidak
meledakkan emosi di hadapan orang lain tetapi mampu
mengekspresikan emosi secara tepat dan wajar; (2) mampu melihat
situasi secara kritis sebelum meledakkan emosinya, (3) mengabaikan
rangsangan yang dapat menimbulkan ledakan emosi dan (4) mampu
memberikan reaksi emosi secara stabil, tidak berubah-ubah dari suatu
emosi atau suasana hati ke emosi atau suasana hati lain. Hal senada juga
disampaikan oleh Hasbiansyah (1989) yang menyatakan bahwa individu
yang memiliki kematangan emosi akan menampakkan sikap sebagai
berikut: (1) tahu cara dan dalam situasi yang bagaimana individu
tersebut harus mengungkapkan ledakan emosi seperti kemarahan,
kesedihan maupun kebahagiaan; (2) mampu mengontrol luapan emosi;
(3) mampu menerima kritikan dari orang lain dan tidak mudah
tersinggung; (4) tidak malu mengakui kesalahan dan berani membela
kebenaran; (5) mampu menghindarkan segala prasangka buruk dan
tidak berpikir benar salah sebelum ada bukti yang pasti dan (6) memiliki
keadaan emosi yang stabil.
Menurut Finkelor (2004) ciri-ciri individu yang memiliki
kematangan emosi ditunjukkan dengan: (1) mampu mengambil
keputusan yang penting; (2) mampu mengambil keputusan berdasarkan
fakta yang dihadapi dan kemudian dipertimbangkan; (3) mampu
kembali keputusannya dan apabila perlu mengubah atau
memperbaikinya; (5) mampu menerima keputusan-keputusan yang telah
diambilnya.
Menurut Sanford (1974) ciri-ciri kematangan emosi adalah sebagai
berikut:
a. Ketepatan Emosi
Memiliki respon-respon emosional yang sesuai dengan stimulusnya
dan ekspresi perasaan-perasaannya, yang berarti menunjukkan
kesadaran dan kesesuaian sosial.
b. Kontrol Emosi
Setiap individu mempunyai kontrol dalam hal penundaan pemuasan
terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan saat itu. Kontrol
terhadap impuls-impuls yang pada masa anak-anak segera terwujud
dalam bentuk tindakan yang nyata. Kontrol yang menekan atau yang
mengecilkan ledakan emosi, akan berdampak pada ekspresi emosi
yang sesuai dengan cara-cara kehidupan sosialnya serta sesuai
dengan tuntutan dan situasi tertentu.
Individu yang matang secara emosional mampu memahami
lingkungan, serta menerima dirinya dan orang lain secara objektif.
Menurut Pikunas (1976), kematangan emosi seseorang ditandai dengan
a. Kemampuan merespon secara berbeda-beda dalam kaitannya dengan
kebutuhan dan faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang terlibat
dalam kaitannya dengan situasi-situasi tertentu.
b. Kemampuan menyalurkan tekanan, impuls dan emosi dalam bentuk
perilaku yang konstruktif dan mengarahkannya ke arah tujuan yang
positif .
c. Kemampuan membangun pola hubungan dengan sesama dan
mampu memelihara peran-perannya secara fleksibel.
d. Kemampuan memperkaya keterampilan dalam memahami
potensi-potensi keterbatasan dirinya, serta mencari penyelesaian atas
problem-problemnya secara kreatif dan mendapat persetujuan dari
orang lain.
e. Kemampuan untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain
dan mampu memandang dirinya dan orang lain secara obyektif.
Tanda- tanda kematangan emosi menurut Walgito (2004), yaitu :
a. Orang yang telah matang emosinya dapat menerima baik
keadaan orang lain seperti apa adanya, sesuai dengan keadaan
obyektifnya.
b. Orang yang telah matang emosinya pada umumnya tidak bersifat
impulsif.
c. Orang yang telah matang emosinya dapat mengontrol emosinya
d. Karena orang yang telah matang emosinya dapat berfikir secara
objektif, maka ia akan bersifat sabar, penuh pengertian dan pada
umumnya matang emosinya mempunyai toleransi yang baik.
e. Orang yang telah matang emosinya akan mempunyai tanggung
jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami
frustasi, dan dapat menghadapi masalah dengan penuh
pengertian.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kematangan Emosi
Menurut Hurlock (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi
kematangan emosi adalah :
a. Memperoleh gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan
reaksi emosional. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan
membicarakan masalah pribadi kepada orang lain, keterbukaan
karena perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh
rasa aman dalam hubungan sosial.
b. Katarsis emosi yaitu menyalurkan emosi dengan cara latihan
fisik, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis.
Sementara Meichati (1987) menyatakan bahwa terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kematangan emosi
seseorang diantaranya:
a. Faktor Usia
Semakin bertambahnya usia seseorang maka dominasi
pikiran. Pendapat tersebut diperkuat oleh Walgito (2004) yang
menyatakan bahwa kematangan emosi individu terkait erat
dengan usia individu. Semakin bertambah usia individu maka
emosinya akan bertambah matang, sehingga individu dapat
menguasai dan mengendalikan emosinya.
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan di sekitar individu yang selalu menghargai
orang lain, bisa menerima setiap perbedaan dengan tangan
terbuka serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya
akan membuat individu tidak mudah frustasi dan akan mampu
menghadapi masalah dengan penuh pengertian. Hal ini akan
membuat individu semakin matang emosinya.
c. Faktor Pengalaman
Faktor pengalaman ini meliputi pengalaman hidup
individu yang telah memberikan masukan nilai-nilai dalam
kehidupannya. Nilai yang baik dikembangkan untuk mengontrol
emosi, yang buruk dijadikan pelajaran agar tidak mengulangi
lagi. Semakin bertambahnya pengalaman, baik yang dialami
oleh diri sendiri maupun orang lain akan membuat emosi
seseorang menjadi semakin matang.
d. Faktor individu
Faktor individu merupakan faktor yang terdapat di dalam
apa adanya dengan baik, sejauh mana individu mampu
menerima kelebihan dan kekurangan dirinya, begitu juga
sebaliknya individu dapat menerima orang lain seperti apa
adanya dan bersifat objektif.
4. Aspek-aspek Kematangan Emosi
Hurlock (2004) mengemukakan bahwa ada tiga aspek dari
kematangan emosi yang dapat dikembangkan menjadi indikator
tertentu. Indikator tersebut dapat diukur dan diamati melalui ciri-ciri
yang ada dalam setiap aspek. Tiga aspek kematangan emosi yang
dimaksud yaitu :
a. Kontrol emosi
Individu tidak meledakkan emosinya dihadapan orang
lain dan mampu menunggu saat yang tepat untuk
mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang dapat
diterima. Individu dapat melakukan kontrol diri yang bisa
diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu
mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara
sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang
tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.
b. Pemahaman diri
Memiliki reaksi emosional yang lebih stabil, tidak
yang lain. Individu mampu memahami emosi diri sendiri,
memahami hal yang sedang dirasakan, dan mengetahui
penyebab dari emosi yang dihadapi individu tersebut.
c. Penggunaan fungsi kritis mental
Individu mampu menilai situasi secara kritis terlebih
dahulu sebelum bereaksi secara emosional, kemudian
memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut,
dan individu juga tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya
seperti anak-anak atau individu yang tidak matang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek
individu yang telah mencapai kematangan emosi adalah individu
yang memiliki kemampuan dalam mengendalikan diri dengan cara
yang dapat diterima; individu dapat memahami apa yang sedang
dirasakan serta mengetahui sebab dari emosi yang sedang dihadapi
dan individu mampu menggunakan pemikiran terlebih dahulu
sebebelum membuat keputusan dengan mempertimbangkan
pendapat orang lain dan dampaknya.
5. Dampak Kematangan Emosi
Menurut Hurlock (1997) individu yang sudah matang dalam
a. Penerimaan secara sosial
Individu yang matang secara emosi akan diterima oleh
masyarakat karena individu mudah untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar.
b. Mempunyai pikiran yang rasional
Individu yang matang secara emosi akan berpikir secara rasional
tidak hanya berdasarkan pemikiran emosional dan bersifat
terburu-buru dalam mengambil keputusan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa individu
yang telah memiliki kematangan emosi menjadi lebih mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dan lebih mampu
mengambil keputusan dengan baik dan tepat sesuai dengan pemikiran
yang rasional.
B . Masa Dewasa Awal
1. Pengertian Dewasa Awal
Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap
pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu
yang berada dalam masa dewasa awal mulai diharapkan untuk
memainkan peran-peran baru, seperti pencari nafkah dan mulai
mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan dan nilai-nilai baru
ini menjadikan masa periode baru sebagai suatu periode yang
khusus dan sulit dari rentang kehidupan seseorang (Hurlock, 1997).
Hurlock menambahkan bahwa masa dewasa merupakan masa
pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang
penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi
sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan
nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.
Masa dewasa awal terjadi sesudah usia 18 tahun dengan rentang usia
antara 18 sampai 40 tahun (Papalia, 2009).
Individu yang berada dalam masa dewasa awal umumnya telah
mampu memecahkan masalah-masalah mereka dengan cukup baik
sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional. Namun,
apabila emosi pada individu dewasa awal ini masih menggelora
dengan kuat maka dapat merupakan tanda bahwa penyesuaian diri
pada kehidupan individu-individu dewasa awal belum terlaksana
secara memuaskan (Hurlock, 1997). Hal tersebut dapat terlihat pada
sikap mahasiswa baru yang masih sering terbawa arus lingkungan
sekitarnya dan berdampak pada ketidaktegasan individu dalam
mengambil keputusan atau bertindak.
2. Karakteristik Masa Dewasa Awal
Menurut Havinghurts (dalam Hurlock, 1997), terdapat tujuh
a. Usia Banyak Masalah
Individu yang berada pada masa dewasa awal akan
mengalami banyak permasalahan. Pada masa dewasa banyak
persoalan yang baru dialami. Permasalahan-permasalahan yang
terjadi berbeda dengan permasalahan yang pernah dialami pada
masa kanak-kanak mereka. Beberapa diantara persoalan tersebut
merupakan kelanjutan atau pengembangan persoalan yang
dialami dalam masa remaja akhir.
Setelah individu yang berada pada masa dewasa awal
menyelesaikan pendidikan sekolah mereka, maka menghadang
pula persoalan yang berhubungan dengan pekerjaan dan jabatan.
Persoalan yang berhubungan dengan pemilihan teman hidup,
merupakan satu diantara persoalan sangan penting dalam masa
dewasa awal ini. Persoalan lain yang menonjol dirasakan dalam
masa dewasa awal ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan
keuangan. Persoalan ini mencakup aspek usaha mendapatkannya
dan aspek pengelolaan dalam pembelanjaan.
b. Usia Tegang dalam Hal Emosi
Usia dewasa awal merupakan usia dimana individu akan
banyak mengalami ketegangan emosi. Ketegangan emosi yang
dialami pada masa dewasa awal berhubungan dengan
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan jabatan, perkawinan, keuangan
masa dewasa awal merupakan tuntutan sekaligus tanggung
jawab sebagai pemenuhan tugas perkembangan optimal dalam
tahap dewasa awal.
c. Usia Keterasingan Sosial
Masa dewasa awal memunculkan adanya keterasingan yang
berasal dari adanya semangat bersaing dengan hasrat kuat untuk
maju dalam karier. Individu pada masa dewasa awal harus
mencurahkan sebagian besar tenaga mereka untuk suatu
pekerjaan, sehingga mereka hanya dapat menyisihkan waktu
sedikit untuk bersosialisasi. Sosialisasi diperlukan untuk
membina hubungan-hubungan yang akrab. Kesibukan akan
pekerjaan yang menimbulkan kurangnya waktu untuk
bersosialisasi mengakibatkan individu menjadi egosentris dan
hal ini menambah perasaan akan masa sepi di kalangan individu
dewasa awal.
d. Usia Perubahan Nilai
Banyak nilai masa kanak-kanak dan remaja yang berubah
karena adanya pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas
dengan orang-orang yang berbeda usia.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan perubahan nilai
pada masa dewasa dini, diantaranya yang sangat umum adalah:
pertama, jika orang muda dewasa ingin diterima oleh anggota
nilai-nilai kelompok ini. Kedua, orang-orang muda itu segera
menyadari bahwa kebanyakan kelompok sosial berpedoman
pada nilai-nilai konvensional dalam hal keyakinan-keyakinan
dan perilaku seperti juga halnya dalam penampilan.
e. Usia penyesuaian diri dengan cara hidup baru
Masa dewasa dini merupakan periode yang paling banyak
menghadapi perubahan. Perubahan yang paling umum terjadi
pada masa dewasa awal adalah perubahan yang berkaitan dengan
penyesuaian diri terhadap gaya hidup. Menyesuaikan diri pada
suatu gaya hidup yang baru memang selalu sulit, terlebih bagi
kaum muda zaman sekarang karena persiapan yang mereka
terima sewaktu masih anak-anak dan di masa remaja biasanya
tidak berkaitan atau bahkan tidak cocok dengan gaya-gaya hidup
baru masa kini. Sebagai contoh, persiapan yang diterima di
rumah dan di sekolah untuk kehidupan perkawinan sangat
berbeda dari yang sebenarnya dibutuhkan bagi kehidupan suami
istri. Demikian pula orang-orang muda masa kini jarang sekali
dipersiapkan agar mampu memikul tanggung jawab sebagai
orang tua tunggal atau tugas ganda sebagai orang tua pencari
nafkah di luar rumah.
f. Usia Komitmen
Sewaktu menjadi dewasa orang-orang muda mengalami
tergantung pada orang tua menjadi orang dewasa mandiri, maka
mereka menentukan pola hidup baru, memikul tanggung jawab
baru dan membuat komitmen-komitmen baru.
g. Usia Kreatif
Orang muda banyak yang bangga karena lain dari yang
umum dan tidak menganggap hal ini sebagai suatu tanda
kekurangan. Bentuk kreatifitas yang akan terlihat sesudah ia
dewasa akan tergantung pada minat dan kemampuan individual.
C. Mahasiswa dan Kematangan Emosi
1. Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling adalah
peserta didik yang terdaftar dan belajar pada Program Studi
Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Mahasiswa tahun akademik 2013/2014 pada Program
Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma berasal
dari berbagai daerah yang memiliki kebudayaan yang berbeda.
mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma tahun akademik 2013/2014 terdapat pada tabel 1.
Tabel 1
Data Mahasiswa baru Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014
NIM UMUR JK NIM UMUR JK NIM UMUR JK
Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, para
Bimbingan dan Konseling yang berkompeten di lembaga
pendidikan, khususnya sekolah; sekaligus memiliki bekal yang
dapat dikembangkan untuk menjadi tenaga profesional dalam bidang
pendidikan, pelatihan, pengembangan sumber daya manusia serta
pemberian berbagai macam layanan bimbingan termasuk konseling
di luar sekolah seperti rumah sakit, panti sosial, asrama dan industri.
2. Peran Kematangan Emosi pada Mahasiswa
Perilaku yang ditunjukkan oleh mahasiswa bisa disebabkan
karena mahasiswa berhadapan dengan situasi-situasi atau keadaan
tertentu dalam lingkungannya (Mundy dalam Aryani, 2006).
Perilaku pada mahasiswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah kematangan emosi. Mahasiswa yang belum stabil
dan kurang matang emosinya dapat lebih mudah memunculkan
perilaku negatif dibandingakan dengan individu yang telah matang
emosinya (Rahayu, 2008). Individu dengan tingkat kematangan
emosi tinggi lebih mampu meredam dorongan timbulnya perilaku
negatif dan mengendalikan emosinya, pandai membaca perasaan
orang lain, serta dapat memelihara hubungan baik dengan
lingkungannya. Apabila individu memiliki kematangan emosi yang
baik, maka individu tersebut akan mampu mengendalikan
Individu yang telah mencapai kematangan emosi dapat
diidentifikasikan sebagai individu yang dapat menilai situasi secara
kritis terlebih dahulu sebelum bertindak, tidak lagi bereaksi tanpa
berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang
emosinya (Hurlock, 1997). Kemampuan individu untuk merespon
stimulus yang berpengaruh terhadap lingkungannya dapat
ditunjukkan dengan pribadi yang sehat, terarah dan jelas sesuai
dengan stimulus serta tanggung jawab atas segala keputusan dan
perbuatannya terhadap lingkungannya. Jika hal tersebut terpenuhi,
maka individu tersebut dikatakan matang emosinya (Cole dalam
Khotimah, 2006).
Berdasarkan pernyataan beberapa ahli, dapat dikatakan bahwa
peranan kematangan emosi pada Mahasiswa adalah mempengaruhi
segala tingkah laku, pikiran serta perasaan mahasiswa dalam
menjalani aktifitasnya sehari-hari. Individu yang telah matang
emosinya mampu menerima keadaan dirinya maupun orang lain apa
adanya, tidak impulsif, akan memberikan tanggapan terhadap
stimulus adekuat, dapat mengontrol emosi dan ekspresi emosinya
dengan baik, dapat berfikir secara obyektif dan realistis sehingga
bersifat sabar, penuh pengertian dan memiliki toleransi yang baik,
mudah mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah dengan
penuh pengertian.
D. Konsep Dasar Usulan Topik-topik Program Bimbingan
1. Pengertian Bimbingan
Yusuf dan Nurihsan (2010) mengungkapkan bahwa bimbingan
merupakan terjemahan dari kata guidance. Secara harafiah,
guidance berasal dari kata guide yang berarti mengarahkan,
memandu, mengelola dan menyetir. Banyak pengertian mengenai
bimbingan yang dikemukankan oleh para ahli, diantaranya sebagai
berikut:
Yusuf dan Nurihsan (2010) mendefinisikan bimbingan sebagai
proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami
diri dan lingkungannya. Rochman Natawidjaja (dalam Winkel dan
Hastuti, 2006) mendefinisikan bimbingan sebagai proses pemberian
bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan,
dengan tujuan agar individu tersebut dapat memahami dirinya.
Apabila individu berhasil memahami dirinya, maka individu
tersebut akan sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar,
sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.
keluarga serta masyarakat, dapat menemukan titik kebahagiaan
dalam hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti
bagi kehidupan sosialnya.
Moegandi (dalam Winkel dan Hastuti, 2006) menjelaskan bahwa
bimbingan dapat berarti (1) suatu usaha untuk melengkapi individu
dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya
sendiri; (2) suatu cara pemberian pertolongan atau bantuan kepada
individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan
efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan
pribadinya; (3) sejenis pelayanan kepada individu-individu, agar
individu dapat menentukan pilihan; menetapkan tujuan dengan tepat
dan menyusun rencana yang realistis; sehingga individu dapat
menyesuaikan diri dengan memuaskan di dalam lingkungan dimana
individu tersebut hidup; (4) suatu proses pemberian bantuan atau
pertolongan kepada individu dalam hal: memahami diri sendiri;
menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan
lingkungan; memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai
dengan konsep dirinya dan tuntutan dari lingkungan.
Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian mengenai
bimbingan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa bimbingan
adalah proses pemberian bantuan kepada individu dengan
sendiri yang dilakukan secara berkesinambungan. Hal tersebut
bertujuan agar individu dapat memahami dirinya sendiri sehingga ia
sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan
tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.
2. Bimbingan Pemeliharaan dan Pengembangan Kematangan
Emosi
Upaya pemeliharaan dan pengembangan kematangan emosi
melalui program bimbingan yang diberikan oleh seorang profesional
yang ahli di bidang Bimbingan dan Konseling sungguh dibutuhkan
oleh individu yang berada dalam tahap dewasa awal, khususnya para
mahasiswa baru Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014. Hal tersebut
sejalan dengan makna bimbingan sebagai proses pemberian bantuan
kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, agar
individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup
mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan
dan keadaan keluarga serta masyarakat.
Program bimbingan yang terfokus pada pelayanan program
bimbingan pemeliharaan dan pengembangan kematangan emosi
diharapkan mampu membantu memelihara dan mengembangkan
kematangan emosi yang dimiliki oleh para mahasiswa Bimbingan
pemeliharaan dan pengembangan, mahasiswa baru program studi
Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
tahun akademik 2013/2014 dilatih untuk memantapkan kepribadian
agar mampu memberikan bantuan ataupun manfaat bagi orang lain
di sekitarnya. Desain program yang mendukung pemeliharaan dan
pengembangan kematangan emosi tersebut dapat dilakukan dengan
cara menciptakan lingkungan yang kondusif, mengembangkan
pengetahuan mengenai kematangan emosi dan membangun
32 BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini, memuat beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi
penelitian, antara lain Jenis Penelitian, Subjek Penelitian, Instrumen Penelitian,
Validitas dan Reabilitas, Prosedur Penyusunan Alat dan Teknik Analisis Data.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono
(2010), penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa dan kejadian yang terjadi saat
sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian pada masalah aktual
sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian
deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang
menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap
peristiwa tersebut.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan survei. Menurut Furchan (1982), penelitian
deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada
saat penelitian dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan agar penelitian yang
dilakukan menjadi lebih jelas dan terarah.
Peneliti menggunakan penelitian deskriptif karena peneliti ingin
Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta Tahun Akademik 2013/2014.
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian populasi karena semua anggota
populasi menjadi subjek penelitian. Populasi penelitian ini adalah
mahasiswa baru program studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014. Peneliti memilih
Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta sebagai subjek penelitian dengan alasan subjek
penelitian terlihat tidak memiliki kematangan emosi sebagai modal untuk
mempersiapkan diri layaknya seorang calon konselor profesional.
Alasan peneliti memilih mahasiswa baru program studi Bimbingan dan
Konseling tahun akademik 2013/2014 karena mahasiswa baru masih
menjalani proses adaptasi lingkungan baru termasuk di dalamnya
lingkungan sekitar, cara mengajar dosen, tuntutan tugas, tuntutan
penampilan, dan lain sebagainya. Peneliti menggunakan subjek kesuluruhan
mahasiswa baru program studi karena karakteristik yang jelas memiliki
kesamaan dan pengalaman dalam mengikuti uji coba dapat mempermudah
mahasiswa baru dalam memahami item-item kuesioner. Rincian populasi
disajikan dalam Tabel 2 pada halaman berikutnya.
Tabel 2
Rincian Populasi Subyek Penelitian
Kelas Jumlah
A 40
B 39
TOTAL 79
C. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang
disusun sendiri oleh peneliti atas arahan dosen pembimbing. Peneliti
terlebih dahulu membuat kisi-kisi dengan menentukan aspek kematangan
emosi dan indikator. Kemudian peneliti membuat sejumlah item pernyataan
berdasarkan indikator setiap aspek.
Berikut ini dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan kuesioner :
1. Kuesioner Tingkat Kematangan Emosi
Kuesioner pada penelitian ini memuat pernyataan-pernyataan
yang mengungkapkan tingkat kematangan emosi. Kuesioner ini bersifat
tertutup, artinya alternatif jawaban sudah disediakan sehingga
mahasiswa tinggal memilih alternatif jawaban yang sesuai (Arikunto,
2002). Kuesioner yang disusun oleh peneliti memuat aspek-aspek
deskripsi tingkat kematangan emosi menurut Hurlock (2004) yaitu:
memiliki kontrol diri, memiliki pemahaman diri dan mampu berpikir
kritis. Indikator dan item yang terkandung dalam aspek-aspek tersebut
program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Format pernyataan skala
Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan skala Likert
dalam bentuk angket. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, persepsi sekelompok orang tentang fenomena sosial. Pada
skala Likert variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel, kemudian indikator variabel tersebut dijadikan sebagai dasar
untuk menyusun item-item instrument yang berupa pernyataan atau
pertanyaan (Sugiyono, 2011). Pernyataan-pernyataan dalam skala
memuat item-item pernyataan yang bersifat positif (favorable) dan yang
bersifat negatif (unfavorable).
Skala ini dilengkapi dengan 4 alternatif jawaban, yaitu: Sangat
Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai
(STS). Alternatif jawaban dibuat hanya empat dengan maksud untuk
menghilangkan kelemahan yang ada dalam skala lima tingkat, yaitu
alternatif jawaban yang bersifat netral (alternatif ketiga) karena
jawaban netral akan memiliki arti ganda, dengan pengertian belum dapat
memutuskan atau ragu-ragu. Tersedianya jawaban netral menimbulkan
kecenderungan responden untuk memilih (central tendency effect),
terutama bagi responden yang ragu-ragu atas kecenderungan
Pernyataan-pernyataan yang digunakan adalah pernyataan yang
diharapkan dapat mengungkapkan perubahan-perubahan positif dalam
diri mahasiswa yang erat kaitannya dengan kematangan emosi. Aspek
kuesioner yang dibuat oleh peneliti didasarkan pada aspek kematangan
emosi menurut Hurlock (2004). Rekapitulasi aspek-aspek dan nomor
item kuesioner tentang tingkat kematangan emosi disajikan dalam Tabel
3 di bawah ini.
Tabel 3
Rekapitulasi Butir dan Nomer-Nomer Item Kuesioner Tingkat Kematangan Emosi
Aspek No Item Jumlah
Favourabel Unfavourable 1. Kontrol
Diri 1,2,5,8,9,11,14,15,17 3,4,6, 7,10, 12,13,16,18 18 2. Pemahaman
Diri 20,23,25,26,29,30,33,34 19,21,22,24,27,28,31,32 16 3. Berpikir
Kritis 37,38,40,41,43,45,47,48,51 35,36,39,42,44,46,49,50,52 18
TOTAL 52
3. Penentuan Skor
Skor untuk alternatif jawaban tersedia dalam bentuk norma
skoring. Norma skoring dikenakan terhadap pengolahan data yang
dihasilkan dari instrumen kuesioner Tingkat Kematangan Emosi.
Total skor setiap responden adalah hasil penjumlahan skor dari
seluruh item yang tersedia dan dijadikan sebagai data olahan untuk
analisis penelitian ini (Masidjo, 1995). Norma skoring Tingkat
Tabel 4
Kuesioner dikonstruk berdasarkan aspek-aspek Kematangan
Emosi menurut Hurlock (1997). Operasionalisasi obyek penelitian
ini dijabarkan lebih jauh dalam konstruk instrument pada Tabel 5 di
bawah ini.
Tabel 5
Kisi-kisi Kuesioner Tingkat Kematangan Emosi Mahasiswa Baru Program Studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2013/2014
No Aspek Indikator F UF
No Aspek Indikator F UF
2. Pemahaman Diri
a. Memperlihatkan kepekaan
terhadap emosi yang dirasakan 20,23,25,26 19,21,22,24
b. Mengetahui cara yang tepat
untuk mengatasi emosi yang dialami
29,30,33,34 17,28,31,32
3 Berpikir kritis a. Tidak tergesa-gesa dalam
mengambil keputusan 37,38,40 35.36.39
b. Menerima pendapat orang lain 41,43,45 42,44,46
c. Membuat keputusan dengan
mempertimbang-kan dampaknya 47,48,51 49,50,52
Total Item 26 Item 26 Item
D. Uji Coba Alat
1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Suatu tes atau instrument pengukur dikatakan mempunyai
validitas yang tinggi apabila alat yang bersangkutan menjalankan
fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan
maksud pengukuran. Suatu alat ukur yang valid, tidak sekedar
mampu mengungkapkan data yang tepat akan tetapi juga harus
memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut (Azwar,
2005). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi.
Validitas isi tidak dapat dinyatakan dengan angka, namun
dengan kesepakatan penilaian dari beberapa penilai yang kompeten
(expert judgement) (Azwar, 2012). Instrument dalam penelitian
dikonstruksi berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur dan
selanjutnya dikonsultasikan pada dosen pembimbing. Pemeriksaan
ini dilakukan guna menelaah kualitas konstruk secara logis dari
setiap butir item pernyataan kuesioner Tingkat Kematangan Emosi
yang disusun oleh peneliti. Pemeriksaan ini juga bertujuan agar
setiap item pernyataan yang dibuat secara logis tepat atau sesuai
dengan konstruk kisi-kisinya (Nurgiyantoro, 2009).
Setelah melakukan uji ahli, kemudian kuesioner tersebut
diujicobakan pada mahasiswa baru program studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pada tanggal 6
Desember 2013. Jumlah mahasiswa yang mengisi kuesioner adalah
74 mahasiswa yang terdiri dari 2 kelas.
Hasil konsultasi dan telaah yang telah dilakukan oleh para ahli
diolah dengan menggunakan bantuan program komputer Statistical
Product and Service Solutions (SPSS) 16.0 for Window untuk
pemeriksaan nilai validitas. Perhitungan statistika yang digunakan
adalah dengan cara mengkorelasikan skor item terhadap
skor-skor aspek melalui pendekatan analisis korelasi Pearson Product
Moment (Masidjo, 1995).
Keterangan :
= korelasi skor-skor total kuesioner dan total butir-butir
N = jumlah subjek
X = skor sub total kuesioner
Y = skor total butir-butir kuesioner
XY = hasil perkalian antara skor X dan skor Y
Nurgiyantoro (2009) menjelaskan bahwa item-item ujicoba
dapat dinyatakan valid jika koefisien korelasi (r) yang diperoleh ≥
daripada koefisien di tabel nilai-nilai kritis r yaitu pada taraf
signifikasi 5% atau 1%. Peneliti menggunakan perhitungan tersebut
didasarkan pada asumsi dari Azwar (2011) yaitu perhitungan
koefisien bersifat relatif yang artinya tidak ada batasan universal
yang menunjukkan kepada angka minimal yang harus dipenuhi agar
suatu skala psikologis dikatakan valid.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan taraf signifikasi 1%
dengan jumlah responden 74 sehingga item dinyatakan valid jika
koefisien korelasi ≥ 0,25 sedangkan jika koefisien korelasinya ≤
0,25 maka item yang bersangkutan tidak valid. Berdasarkan
item yang valid dan 14 item yang tidak valid. Jumlah item-item
yang valid dan tidak valid terdapat pada tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6
Jumlah Item-item yang Valid dan Tidak Valid
No Aspek Indikator F UF
1 Kontrol Diri a. Mengendalikan diri saat emosi 2*,5*,11* 3,4,18
b. Mengekspresikan emosi sesuai dengan
situasi dan waktu yang tepat 1,8,9* 7,12,16
c. Mengekspresikan emosi dengan cara yang
dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya 14,15,17 6,10,13
2. Pemahaman
Diri
a. Memperlihatkan kepekaan terhadap emosi
yang dirasakan 20,23,25, 26
3 Berpikir kritis a. Tidak tergesa-gesa dalam mengambil
keputusan 37,38,40 35*,36*,39
b. Menerima pendapat orang lain 41,43,45* 42,44,46*
c. Membuat keputusan dengan
mempertimbang-kan dampaknya 47,48*,51 49,50,52
Total Item 26 Item 26 item
Catatan : kode *) adalah item yang tidak valid
2. Reabilitas
Reliabilitas artinya tingkat kepercayaan hasil pengukuran.
Menurut Azwar (2011) pengukuran yang mempunyai reliabilitas
tinggi yaitu yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya,
disebut reliable. Pengukuran yang menggunakan instrumen
penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi,
apabila alat ukur yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten
dalam mengukur apa yang hendak diukur.
Perhitungan indeks reabilitas kuesioner penelitian ini
Penggunaan teknik analisis Alpha Cronbach didasarkan atas
pertimbangan perhitungan reliabilitas skala. Perhitungan reliabilitas
skala tersebut diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang
dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok responden atau single
trial administration (Azwar 2011). Adapun rumus koefisien
reliabilitas Alpha Cronbach ( ) adalah sebagai berikut:
Keterangan rumus:
² dan ² = varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
² = varians skor skala
Berdasarkan hasil data uji coba yang telah dihitung melalui
program komputer Statistical Product and Service Solutions (SPSS)
16.0 for Window, diperoleh perhitungan reliabilitas seluruh
instrumen dengan menggunakan rumus koefisisen alpha (α), yaitu
0,70. Hasil perhitungan indeks reliabilitas dikonsultasikan dengan
kriteria Guilford (Masidjo, 1995) dan tersaji dalam Tabel 7 di bawah
ini.
Tabel 7 Kriteria Guilford
No Koefisien Korelasi Kualifikasi
1 0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
2 0,71 – 0,90 Tinggi
3 0,41 – 0,70 Cukup
4 0,21 – 0,40 Rendah