• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 1 Juni 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 1 Juni 2020"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

38

INDEKS COPING STRATEGY PANGAN RUMAH TANGGA PETANI

DI KABUPATEN KEEROM

FARMERS' HOUSEHOLD FOOD COPING STRATEGY INDEX IN KEEROM REGENCY

Agatha Wahyu Widati

Universitas Papua, Jl. Gunung Salju Amban Manokwari-Papua Barat, 98314

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji strategi rumah tangga tani dalam mengatasi kekurangan pangan dan mengkaji indeks coping strategy rumah tangga petani di wilayah perbatasan Kabupaten Keerom. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, yaitu berupa penjelasan atau penggambaran mengenai data yang diperoleh di lapangan selama penelitian. Rumah tangga tani terdiri dari rumah tangga tani lokal dan rumah tangga tani transmigrasi. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang dipilih oleh rumah tangga tani lokal maupun transmigrasi untuk mengatasi kekurangan pangan adalah makan makanan yang ada, meminjam makanan dari saudara, membeli makanan secara kredit (hutang), mengumpulkan makanan, tanaman, dan berburu serta mengurangi ukuran porsi saat makan. Hasil perhitungan indeks coping strategy diperoleh bahwa seluruh rumah tangga petani berada pada tingkat kekurangan pangan yang rendah (less severe).

Key words : Coping Strategy, Rumah tangga petani lokal, Transmigrasi, Perbatasan PENDAHULUAN

Konsep tentang pemenuhan pangan sudah banyak berkembang hingga saat ini, salah satunya adalah ketahanan pangan. Menurut FAO (2006) ketahanan pangan mensyaratkan ketersediaan pangan yang cukup, akses terhadap pangan yang memadai dan pemanfatan atau konsumsi pangan yang bergizi, beragam dan berimbang serta kontinu. Kinerja konsumsi pangan sangat tergantung pada kinerja ketersediaan dan akses pangan.

Secara teoritis, pembangunan pertanian dapat meningkatkan ketahanan pangan, melalui peningkatan jumlah ketersediaan pangan dan perbaikan akses atau daya beli terhadap pangan. Pembangunan pertanian yang menjadi basis pembangunan ekonomi hampir di seluruh negara di dunia akan meningkatkan produktivitas tanaman, terutama bahan pangan, melalui intensifikasi penggunaan lahan dan pemanfaatan sumberdaya ekonomi secara optimal (Badan Ketahanan Pangan, 2009).

Wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang sering

dikategorikan sebagai daerah tertinggal, mencakup kawasan sangat luas dengan potensi sumber

daya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal. Upaya pengembangan pertanian di wilayah

perbatasan dan daerah tertinggal menghadapi berbagai kendala yang saling terkait satu sama lain

(Budianta, 2010 dalam Priyanto & Diwyanto, 2014). Provinsi Papua merupakan salah satu

provinsi yang berbatasan langsung dengan Negara Papua New Guinea (PNG). Secara fisik, kondisi

wilayah perbatasan bergunung-gunung dan sulit ditembus dengan sarana perhubungan biasa atau

kendaraan roda empat. Kondisi masyarakat di sepanjang wilayah perbatasan Papua sebagian besar

masih miskin dengan tingkat kesejahteraan rendah (Marwasta, 2016). Berdasarkan peta ketahanan

dan kerawanan pangan Papua tahun 2015, rasio konsumsi normatif terhadap produksi dari 156

distrik di 11 kabupaten, hanya 23,72 persen (37 distrik) di Papua yang mengalami surplus dan

76,28 persen lainnya (119 distrik) mengalami defisit.

Kabupaten Keerom merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua yang berbatasan langsung dengan negara Papua New Guinea. Kondisi masyarakat di sepanjang kawasan perbatasan Papua sebagian besar masih miskin, tingkat kesejahteraan rendah, tertinggal serta kurang mendapat perhatian dari aparat pemerintah daerah maupun pusat. Berdasarkan peta ketahanan dan kerentanan pangan Indonesia tahun 2015 dilihat dari indeks komposit ketahanan pangan, Kabupaten Keerom termasuk pada kabupaten dengan tingkat kerentanan prioritas 2. Mun’im (2012) menyatakan bahwa variable - variabel utama yang mengindikasikan kerawanan pangan pada kelompok kabupaten prioritas kedua adalah tingginya angka kemiskinan, terbatasnya akses terhadap listrik, terbatasnya akses jalan, kendaraan roda 4, dan

(2)

39 terbatasnya akses terhadap air bersih. Berdasarakan data BPS (2019) persentase penduduk miskin di Provinsi Papua mencapai 27,74% pada tahun 2018. Angka ini meningkat sebesar 0,004% dibandingkan dengan tahun 2017 yang sebesar 27,62%. Menurut Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Papua pada papua.go.id, pada Maret 2017 persentase penduduk miskin di pedesaan papua sebesar 36,56% meningkat 0,09 % dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut maka diduga kondisi yang sama terjadi pula di Kabupaten Keerom. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2018 persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Keerom sebesar 16,90% yang meningkat sebesar 0,013% dibandingkan dengan tahun 2017.

Berdasarkan kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan masyarakat di Kabupaten Keerom terutama pada wilayah pedesaan yang berbatasan dengan PNG, yang mana sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Oleh karena itu perlu untuk melihat dan mengkaji bagaimana upaya atau strategi rumah tangga khususnya petani dalam mengatasi kekurangan pangan, serta sejauh mana tingkat keparahannya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji strategi rumah tangga petani dalam mengatasi kekurangan pangan dan menganalisis indeks coping strategi pangan rumah tangga petani.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriptif analitis. Menurut Travers (1978) dalam Sevilla et.al (2006), metode diskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sedang berlangsung), dengan tujuan utamanya adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.

Penelitian deskriptif ini dilakukan dengan teknik survei, yaitu mengumpulkan data yang relatif terbatas dari sejumlah kasus yang relatif besar jumlahnya yang lebih menekankan pada penentuan informasi tentang variabel dari pada informasi tentang individu (Sevilla et.al, 2006), dengan mengumpulkan data primer melalui wawancara. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

Penentuan Kabupaten Keerom sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive, karena merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan dengan Papua New Guinea dan juga berdasarkan pertimbangan daerah tersebut dapat dijangkau menggunakan transportasi darat.. Sianipar (2013) menyatakan Kabupaten Keerom adalah salah satu kabupaten yang terdapat pemukiman transmigrasi atau penempatan program transmigrasi pada era pemerintahan Soeharto. Selanjutnya dipilih Distrik Arso Timur sebagai distrik yang mewakili rumah tangga transmigrasi, karena distrik ini merupakan daerah penempatan program transmigrasi, sedangkan Distrik Waris sebagai distrik yang mewakili rumah tangga tani lokal, karena distrik ini bukan pemukiman transmigrasi. Kedua distrik tersebut berbatasan langsung dengan PNG dan letaknya relatif dekat dengan ibu kota kabupaten serta mudah dijangkau.

Sampel rumah tangga tani ditentukan secara purposive, yaitu menentukan rumah tangga tani menjadi kelompok rumah tangga tani lokal dan kelompok rumah tangga tani transmigrasi. Jumlah sampel dari rumah tangga tani lokal dan rumah tangga tani transmigrasi ditentukan secara kuota dengan jumlah masing-masing sebanyak 40 rumah tangga, sehingga total responden adalah 80 rumah tangga.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer melalui observasi penelitian secara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan sebelumnya dan data sekunder yang diperoleh dari lembaga atau instansi terkait. Data Coping Strategy diperoleh dengan menggunakan metode mengingat-ingat (recall method) strategi yang diterpkan rumah (recall 7 hari) hal ini sesuai dengan pengukuran coping strategiy oleh Maxwell dan Caldwell (2008).

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: observasi, wawancara dan pencatatan. Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan melihat atau mengadakan pengamatan langsung terhadap objek penelitian dalam hal ini adalah rumah tangga. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan komunikasi langsung dengan rumah tangga berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Sedangkan pencatatan merupakan teknik pengumpulan data

(3)

40 dengan mencatat data yang diperlukan dalam penelitian ini.

Strategi petani untuk mengatasi kekurangan pangan atau jika tidak ada uang untuk membeli pangan diukur dengan Coping Strategy Index (CSI) menggunakan 12 pertanyaan dalam indikator yang digunakan oleh Maxwell dan Caldwell (2008). Penelitian ini mengadaptasi komponen pertanyaan yang digunakan pada penelitian CSI di Kenya (Maxwell dan Caldwell, 2008). Dimana pertanyaan tersebut akan diberikan bagi rumah tangga tani lokal maupun petani transmigrasi.

Langkah pertama dalam pengukuran CSI adalah mengidentifikasi strategi penanggulangan yang relevan secara lokal di daerah penelitian, yang terdiri dari empat kategori dasar: 1). perubahan diet, 2). langkah jangka pendek untuk meningkatkan ketersediaan pangan rumah tangga, 3). langkah-langkah jangka pendek untuk mengurangi jumlah orang untuk memberi makan, dan 4). Penjatahan atau mengelola kekurangan. Empat kategori dasar tersebut dijabarkan dalam 12 pertanyaan seperti disajikan pada tabel 1. Langkah kedua adalah kategorisasi dan pembobotan strategi. Berbeda Strategi akan memiliki bobot yang berbeda, tergantung pada seberapa parah kondisi tersebut dianggap oleh responden. Strategi individu yang terdaftar telah dikelompokkan ke dalam tiga kategori, di mana 1 menunjukan kategori sedikit parah, 2 adalah menengah dan 3 menunjukan yang sangat parah. Pembobotan yang diberikan oleh peserta FGD kemudian di rata-ratakan per pertanyaan, sehingga dihasilkan rata-rata pembobotan masing-masing pertanyaan.

Tabel 1. Instrumen Coping Strategy 1. Perubahan Diet

a. Mengandalkan makanan yang kurang disukai dan lebih murah 2. Meningkatkan Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Jangka Pendek

b. Meminjam makanan dari teman atau saudara c. Membeli makanan secara kredit

d. Mengumpulkan makanan, tanaman, berburu, atau panen sebelum waktunya e. Mengkonsumsi benih diadakan untuk musim depan

3. Pengurangan Jumlah Orang

f. Mengirim anak-anak untuk makan dengan tetangga g. Kirim anggota rumah tangga mengemis

4. Strategi Penjatahan

h. Membatasi ukuran porsi saat saya makan.

i. Membatasi konsumsi orang dewasa agar anak-anak kecil dapat makan

j. Memberi makan anggota rumah tangga yang bekerja dengan mengorbankan anggota non-kerja

k. Mengurangi jumlah makanan dimakan dalam sehari l. Melewatkan seluruh hari tanpa makan

Sumber : Maxwell dan Caldwell 2008

Langkah ketiga adalah menghitung frekuensi strategi diukur dengan melihat atau menanyakan perilaku strategi atas dasar periode recall tujuh hari. Berdasarkan daftar pertanyaan perilaku individu yang dikembangkan pada Tabel 1, maka pertanyaan utamanya adalah “bagaimana sering, dalam tujuh hari terakhir, rumah tangga harus bergantung pada setiap perilaku coping individu. Pada tahap ketiga ini petani diminta untuk menjawab strategi apa yang dilakukan untuk mengatasi kondisi kurang makanan dalam 7 hari terakhir dan selama berapa hari strategi tersebut diterapkan dalam 7 hari terakhir. Jika tidak kurang pangan maka frekuensi diberikan nilai 0, jika strategi tersebut dilakukan pada 1 hari maka diberi frekuensi 1 (1 hari pada 7 hari terakhir), jika 2 hari diberi frekuensi 2 (2 hari pada 7 hari terakhir) dan seterusnya hingga hari ke 7. Langkah keempat adalah skoring yaitu kombinasi frekuensi dan pembobotan tingkat keparahan untuk analisis. Pada langkah ini akan diperoleh total skor untuk rumah tangga, yang diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑇𝑇𝑆𝑆 𝐻𝐻𝐻𝐻 = �(𝐹𝐹𝑆𝑆𝐹𝐹𝑆𝑆𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑥𝑥 𝑃𝑃𝐹𝐹𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝐹𝐹 𝑇𝑇𝐹𝐹𝐹𝐹𝑇𝑇𝑆𝑆𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐾𝐾𝐹𝐹𝐾𝐾𝑇𝑇𝑆𝑆𝑇𝑇ℎ𝑇𝑇𝐹𝐹) 12

(4)

41

Coping strategy terdapat 12 item pertanyaan dan frekuensi penerapan strategi nilainya 0 – 7 serta

pembobotan tingkat keparahan nilainya 1 - 3 maka total skor berkisar 0 – 252 yang selanjutnya diklasifikasikan ke tiga kategori yaitu :

a. Jika total skor 0 - 84 maka dikatakan kondisi kekurangan pangan rumah tangga kurang parah b. Jika total skor 84,01 – 168 maka dikatakan kondisi kekurangan pangan rumah tangga moderat

c. Jika total skor 168,01 - 252 maka dikatakan kondisi kekurangan pangan rumah tangga sangat parah Pengukuran coping strategy menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang bersifat kualitatif. Agar kuesioner yang digunakan tersebut tepat untuk pengukuran dan memberikan hasil yang konsisten jika digunakan berulang maka perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Berdasarkan hasil perhitungan dari uji validitas, jika nilai r hitung > r tabel pada taraf signifikansi (α=0,05) maka kuisioner tersebut adalah valid. Jika dari hasil perhitungan uji realibilitas diperoleh nilai α > 0,60 maka hasil pengukuran dengan alat (pertanyaan kuisioner) tersebut adalah reliabel (Sujarweni, 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani

Karakteristik petani dalam penelitian ini terdiri dari tingkat pendidikan, umur, jumlah anggota keluarga, luas lahan yang dimiliki dan luas lahan yang digarap, secara terinci disajikan pada table berikut.

Berdasarkan tabel di atas sebagian besar petani (30%) diwilayah perbatasan Kabupaten Keerom memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA dengan persentase terbesar pada petani transmigrasi. Sekolah lebih banyak terdapat di ibu kota kabupaten, dan jika di distrik akan lebih banyak sekolah yang berada di ibukota distrik. Sebagian besar transmigrasi berada di distrik yang dekat dengan ibu kota kabupaten Keerom, sehingga akses untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik bagi petani transmigrasi lebih mudah.

Petani di wilayah perbatasan Kabupaten Keeromi sebagian besar berada pad umur produktif, yaitu umur 15 -64 tahun menurut klasifikasi Badan Pusat Statistik. Banyaknya petani yang berada pada usia produktif akan memungkinkan petani untuk dapat melakukan kegiatan usahataninya secara lebih baik.

Anggota keluarga dapat menjadi beban tanggungan keluarga, namun dapat juga menjadi sumber tenaga kerja bagi usahatani. Jumlah anggota keluarga yang banyak akan memungkinkan ketersediaan tenaga kerja dari dalam keluarga untuk mengelola usahatani. Sebagian besar petani memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 1- 2 orang, jumlah ini tergolong kecil namun dengan usia yang produktif ini tetap dapat menjadi sumber tenaga kerja bagi usahatani.

Fhadoli Hernanto (1990) menggolongkan luas lahan garapan menjadi 3 kelompok yaitu: lahan garapan sempit yang luasnya kurang dari 0,5 ha, lahan garapan sedang yaitu lahan yang luasnya 0,5 - 2 ha, lahan garapan luas yaitu lahan yang luasnya lebih dari 2 ha. Petani di wilayah perbataasan Kabupaten Keerom, sebagian besar mengusahakan lahan garapan dengan luasan sedang. Tanaman pokok yang diusahakan oleh petani transmigrasi sediit berbeda dengan petani lokal. Petani transmigrasi menanam tanaman pokok seperti padi sedangkan petani lokal menanam ubian selain itu diusahakan pula tanaman perkebunan seperti kakao, palawija dan sayuran, baik petani transmigrasi maupun petani lokal. Sebagian petani transmigrasi juga mengusahakan budidaya ikan air tawar pada lahan yang dimiliki.

Uji Reliabilitas dan Validitas

Strategi rumah tangga tani untuk mengatasi kekurangan pangan diukur dengan menggunakan

Coping Strategy Index (CSI) dimana nilainya diperoleh dari 12 komponen pertanyaan yang diadopsi dari

penelitian CSI di Kenya oleh Maxwell dan Caldwell, 2008. Hasil uji reliabilitas dan validitas menunjukkan bahwa nilai Crombach Alpha 0,906 atau 90,6%. Nilai ini > 0,70 yang berarti bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah reliabel. Selanjutnya nilai korelasi antara masing-masing pertanyaan menunjukkan bahwa hanya 11 pertanyaan yang memiliki nilai signifikan pada α = 0,1 (valid), kesebelas pertanyaan ini yang akan digunkan untuk pengambilan data. Sedangkan 1 pertanyaan yang tidak signifikan yaitu pertanyaan apakah melakukan strategi mengirim anggota rumah tangga untuk mengemis jika rumah tangga petani

(5)

42 mengalami kekurangan pangan? Oleh karena itu pertanyaan tersebut tidak digunakan dalam pengambilan data di lapangan.

Tabel 2. Karakteristik Petani di Wilayah Perbatasan Kabupaten Keerom

Uraian Petani Lokal Petani Transmigrasi Total

Jumlah Nisbah (%) Jumlah Nisbah (%) Jumlah Nisbah (%) Tingkat Pendidikan TS 9 22,50 2 5,00 11 13,75 SD 10 25,00 12 30,00 22 27,50 SMP 10 25,00 11 27,50 21 26,25 SMA/STM 11 27,50 13 32,50 24 30,00 Sarjana 0 0 2 5,00 2 2,50 Umur (Tahun) 0 - 14 0 0,00 0 0,00 0 0,00 15 - 64 39 97,50 37 92,50 76 95,00 > 64 1 2,50 3 7,50 4 5,00

Anggota Keluarga (Orang)

1 - 2 16 40,00 17 42,50 33 41,25

3 - 4 16 40,00 15 37,50 29 36,25

5 - 6 8 20,00 6 15,00 14 17,50

> 6 0 0,00 2 5,00 2 2,50

Lahan Dimiliki (Ha)

≤ 0.5 11 27,50 3 45,00 14 17,50

0.5 - 1 18 45,00 14 35,00 32 40,00

> 1 11 27,50 23 57,50 34 42,50

Lahan Digarap (Ha)

< 0.5 8 20,00 1 2,50 9 11,25

0.5 - 2 32 80,00 39 97,50 71 88,75

> 2 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Sumber : data primer, 2017

Coping Strategy Index (CSI)

Hasil penelitian menunjukan bahwa pada 7 hari terakhir terdapat 35 rumah tangga tani (43,75%) yang mengalami kekurangan pangan, dimana persentase terbanyak terjadi pada rumah tangga tani lokal (55%). Frekuensi kekurangan pangan dari rumah tangga tani dalam 7 hari terakhir disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3 menunjukkan bahwa dalam 7 hari terakhir, frekuensi rumah tangga tani yang mengalami kekurangan pangan berkisar antara 1 hingga 4 hari. Sebagian besar rumah tangga tani baik lokal maupun transmigrasi mengalami kekurangan pangan selama 1 hari (35,14%) dan paling sedikit selama 4 hari (18,92%). Walaupun demikian kekurangan pangan ini tidak terjadi secara berturut-turut atau terdapat sela waktu. Kekurangan pangan ini lebih banyak disebabkan karena akses terhadap pangan, baik itu karena

(6)

43 jarak tempat tinggal dengan penyedia pangan (pasar atau warung), dimana petani merasa susah untuk pergi ke pasar yang dikarenakan jarak antara tempat tinggal dan pasar yang relatif jauh dan ongkos transport yang relatif mahal. Biaya transport ke pasar paling dapat mencapai Rp. 200.000,-/orang. Hal tersebut terutama dialami oleh rumah tangga tani lokal. Selain jarak tempat tinggal dan penyedia pangan, terbatasnya akses pangan dari tidak dimilikinya uang untuk membeli pangan. Hal ini terutama terjadi pada rumah tangga tani yang berada jauh dari pusat kota kabupaten ataupun distrik serta yang mempunyai luasan lahan garapan yang relative kecil

Tabel 3. Sebaran Rumah Tangga Petani Di Wilayah Perbatasan Kabupaten Keerom Berdasarkan Frekuensi Kekurangan Pangan

Keterangan Frekuensi Rumah Tangga Lokal Rumah Tangga Transmigrasi Total Rumah Tangga (%) Jumlah (KK) Nisbah (%) Jumlah (KK) Nisbah (%) Rumah Tangga yang Kekurangan Pangan 7 Hari Terakhir 1 2 3 4 5 6 7 5 5 8 4 0 0 0 13,51 13,51 21,62 10,81 0 0 0 8 0 4 3 0 0 0 21,62 0 10,81 8,11 0 0 0 35,14 0 32,43 18,92 0 0 0 Jumlah 22 59,46 15 40,54 100,00

Sumber : Data Primer 2017

Strategi yang dilakukan oleh rumah tangga tani di wilayah perbatasan Kabupaten Keerom dalam mengatasi kekurangan pangan adalah makan apa adanya (makan makanan yang kurang disukai dan lebih murah), meminjam makanan dari saudara, membeli makanan secara kredit (hutang), mengumpulkan makanan, tanaman, dan berburu, serta mengurangi ukuran porsi makan. Sebaran rumah tangga tani dalam penerapan strategi mengatasi kekurangan pangan disajikan pada tabel berikut.

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa terdapat 5 strategi yang digunakan oleh rumah tangga tani di wilayah perbatasan. Sebagian besar rumah tangga tani (45,95%) mengumpulkan makanan, tanaman dan atau berburu di kebun yang sudah ditinggalkan atau di hutan dalam mengatasi kekurangan pangannya. Makanan atau tanaman tersebut antara lain sagu, jamur, daun ubi jalar, dan daun singkong (berasal dari patahan-patahan batang singkong yang tumbuh setelah ditinggalkan). Kegiatan berburu lebih banyak dilakukan oleh petani lokal. Hasil buruan yang dapat diperoleh berupa rusa, babi hutan dan tikus tanah. Seperti yang dikemukakan oleh Turua, et al (2014) yang menyatakan bahwa potensi pangan (SDA) lokal yang secara alami tersedia pada lahan alluvial di Kabupaten Keerom antara lain: sagu, ikan air tawar, sayuran, buah-buahan, dan hewan (babi, rusa, kasuari, kanguru, kuskus, dan berbagai jenis burung). Berbagai jenis buah-buahan lokal yang tumbuh secara liar di hutan merupakan sumber bahan pangan bagi penduduk di Wilayah Keerom.

Strategi berikutnya yang cukup banyak dilakukan oleh rumah tangga tani adalah mengkonsumsi makanan apa adanya. Misalnya hanya makan nasi atau ubi atau bahan pangan sumber karbohidrat lainnya dan sayur saja tanpa lauk, ini lebih banyak dilakukan oleh petani lokal. Sementara untuk rumah tangga tani transmigrasi mengkonsumsi nasi dengan lauk saja tanpa sayur, dimana lauk yang dikonsumsi adalah tempe dan tahu yang harganya relative murah.

Rumah tangga tani transmigrasi lebih banyak yang menerapkan strategi mengurangi porsi saat makan. Cara lain mengurangi porsi makan adalah dengan mengurangi konsumsi makanan jajanan, lebih mengutamakan konsumsi pangan olahan sendiri. Strategi lain yang diterapkan dalam mengatasi kekurangan

(7)

44 pangan adalah berhutang dan meminjam makanan pada keluarga atau kerabat. Petani berhutang untuk memperoleh bahan pangan seperti beras, mie, tepung dan minyak goreng.

Tabel 4. Sebaran Rumah Tangga Tani di Wilayah Perbatasan Papua Berdasarkan Strategi Dominan Dalam Mengatasi Kekurangan Pangan

Strategi

Rumah Tangga Lokal Rumah Tangga Transmigrasi Total Rumah Tangga (%) Jumlah (KK) Nisbah (%) Jumlah (KK) Nisbah (%) 1. Makan makanan yang ada

2. Meminjam makanan dari saudara

3. Membeli makanan secara kredit (hutang)

4. Mengumpulkan makanan, tanaman, dan berburu 5. Mengurangi ukuran porsi

saat makan. 2 2 2 10 6 5,41 5,41 5,41 27,03 16,22 4 1 2 7 1 10,81 2,70 5,41 18,92 2,70 16,22 8,11 10,82 45,95 18,92 Jumlah 22 59,46 15 40,54 100,00

Sumber : Data Primer, 2017

Rumah tangga tani dalam mengatasai kekurangan pangan tidak hanya menerapkan satu strategi tetapi juga melakukan kombinasi strategi. Kombinasi strategi yang diterapkan adalah makan apa adanya dan mengurangi porsi makan, atau makan apa adanya dan mengambil makanan di kebun atau hasil hutan, atau mengambil hasil dari kebun dan berhutang. Kombinasi strategi dilakukan jika rumah tangga mengalami kekurangan pangan 3 hari atau lebih. Sama halnya dengan rumah tangga di Bangladesh juga melakukan kombinasi strategi untuk mengatasi kekurangan pangan, hasil penelitian Farzana F.D., et al (2017) dimana sebagian besar rumah tangga lebih cenderung mengadopsi dua coping strategy yaitu keuangan ganda dan strategi penanganan kompromi makanan.

Selanjutnya untuk menentukan apakah rumah tangga mengalami kekurangan pangan parah atau tidak dilihat dari strategi yang diterapkan maka dihitung nilai coping strategy index. Pemberian nilai bobot pada strategi yang diterapkan diperoleh dari rata-rata skor yang diperoleh dari hasil FGD dengan kelompok tani. Nilai bobot strategi terendah terdapat pada strategi mengkonsumsi makanan yang ada yaitu 1,79 untuk nilai bobot rumah tangga tani lokal dan 1,93 untuk nilai bobot rumah tangga tani transmigrasi. Sedangkan nilai bobot tertinggi adalah strategi dimana seluruh rumah tangga melewatkan hari tanpa makan, dengan bobot untuk rumah tangga tani lokal sebesar 3,84 dan rumah tangga tani transmigrasi sebesar 3,88.

Nilai indeks coping strategy dihitung dengan mengalikan bobot strategi dan frekuensi rumah tangga menerapkan strategi tersebut. Sebaran rumah tangga tani di wilayah perbatasan Kabupaten Keerom berdasarkan coping strategy index disajikan pada tabel berikut.

Hasil perhitungan CSI menunjukkan bahwa seluruh rumah tangga tani di wilayah perbatasan Kabupaten Keerom yang mengalami kekurangan pangan dalam 7 hari terakhir dan berada pada kategori

less severe, atau dapat disimpulkan bahwa walaupun terdapat rumah tangga tani yang kekurangan pangan

dalam 7 hari terakhir, namun rumah tangga tani tersebut masih berada pada tingkat keparahan yang rendah (less severe). Total nilai CSI rumah tangga tani transmigrasi sebesar 118,22 dengan rata-rata sebesar 7,88. Sedangkan untuk rumah tangga tani lokal, total nilai CSI sebesar 174,08 dengan rata-rata sebesar 7,91.

Rumah tangga tani lokal dan transmigrasi memiliki skor tertinggi sebesar 11,51 karena melakukan kombinasi strategi dengan frekuensi tertinggi sebanyak 4 kali dalam 7 hari terakhi. Kombinasi strategi yang dilakukan adalah mengambil hasil dari hutan dan makan apa adanya. Skor CSI terendah antara rumah

(8)

45 tangga tani lokal dan transmigrasi sebesar 2,8 dengan frekuensi kekurangan sebanyak 1 kali dalam 7 hari terakhir. Strategi yang dilakukan adalah meminjam pangan ke keluarga.

Tabel 5. Sebaran Rumah tangga tani Di Wilayah Perbatasan Kabupaten Keerom Berdasarkan

Coping Strategy Index (CSI)

CSI Kategori CSI Rumah Tangga Lokal Rumah Tangga Transmigrasi

Jumlah % Jumlah % 0 - 84 84,01 - 168 168,01 - 252 Less Severe Moderate More Severe 22 0 0 59,46 0 0 15 0 0 40,54 0 0 Sumber : Data Primer 2017

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa di wilayah perbatasan Kabupaten Keerom :

1. Rumah tangga petani yang mengalami kekurangan pangan akan melakukan upaya atau strategi makan makanan yang ada, meminjam makanan dari saudara, membeli makanan secara kredit (hutang), mengumpulkan makanan, tanaman, dan berburu, serta mengurangi ukuran porsi saat makan.

2. Rumah tangga petani sebagian besar memiliki nilai coping strategy index (CSI) berada pada kategori less severe atau dapat dikatakan walaupun terdapat rumah tangga tani yang kekurangan pangan dalam 7 hari terakhir, namun rumah tangga tani tersebut masih berada pada tingkat keparahan yang rendah.

SARAN

Untuk mengatasi kekurangan pangan maka petani dapat melakukan kombinasi strategi pemenuhan pangan antara lain dengan makan makanan yang tersedia walaupun kurang disukai, membeli makanan yang harganya lebih murah, mengambil pangan dari kebun yang sudah ditinggalkan ataupun hutan disekitar tempat tinggal mengingat sumber daya alam di lingkuangan sekitar masih tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Ketahanan Pangan. 2009. Kebijakan dan Strategi Cadangan Pangan Pokok Strategis. Makalah disampaikan pada Diskusi Kajian Cadangan Pangan Nasional. Diselenggarakan oleh Badan Ketahanan Pangan 24 Maret 2009. Yogyakarta.

BPS, 2019. Kabupaten Keerom dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Keerom.

FAO. 2006. Food Security. Policy Brief. June 2006. Issue 2. http://www.fao.org/fileadmin/templates/faoitaly/documents/pdf/pdf_Food_Security_Cocept_Not e.pdf. (diakses 21 Januari 2019).

Fhadoli H. 1990. Pembangunan Pertanian di Pedesaan. LP3ES. Jakarta.

Farzana, F.D., A.S. Rahman., S. Sultana, M.J. Raihan, M.A. Haque, J.L. Waid, N. Choudhury.,and T. Ahmed. 2017. Coping Strategies Related to Food Insecurity at the Household Level in Bangladesh. PLoS ONE 12(4): e0171411. https://doi.org/10.1371/journal. (diakses 24 September 2018).

Marwasta, D. 2016. Pendampingan Pengelolaan Wilayah Perbatasan di Indonesia: Lesson Learned Dari KKN-PPM UGM di Kawasan Perbatasan. Indonesian Journal of Community Engagement 01 (02): 204-216.

(9)

46 Mun’im A., 2012. Analisis Pengaruh Faktor Ketersediaan, Akses dan Penyerapan Pangan Terhadap

Ketahanan Pangan di Kbupaten Surplus Pangan: Pendekatan Partial Least Square Path Modeling. Jurnal Agro Ekonomi 30 (1) : 41 – 58.

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Provinsi Papua, 2015. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Papua dan World Food Programme (WFP).

Priyanto, D. & K. Diwyanto. 2014. Pengembangan Pertanian Wilayah Perbatasan Nusa Tenggara Timur dan Republik Demokrasi Timor Leste. Pengembangan Inovasi Pertanian 7 (4 ) : 207-220.

Sevilla, C.G., J. A. Ochave, T. G. Punsalan, B. P. Regala & G. G. Uriarte. 2006. Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia. Jakarta.

Sianipar, J. 2013. Peluang Teknologi dan Pengembangan Kelembagaan Sektor Pertanian Wilayah Perbatasan Papua dan Papua Nugini. Membangun Kemandirian Pangan Pulau-pulau Kecil dan Wlayah Perbatasan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Jakarta. Sujarweni V. W., 2014. SPSS Untuk Penelitian. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Turua, U., S. Hadi, B. Juanda & E. Muminingtyas. 2014. Ekologi Dan Budaya Petani Asli Papua Dalam Usahatani Di Kabupaten Keerom. Sosiohumaniora, 16 (3) : 234 – 241.

Referensi

Dokumen terkait

84 melakukan urbanisasi ke Kota Nabire, dengan demikian terdapat hubungan antara urbanisasi (permanen/non permanen) terhadap faktor pendorong ketersediaan fasilitas di daerah,

Kontribusi pendapatan usahatani tanaman pangan di Kampung Buk Distrik Buk Kabupaten Sorong 2020 dari total keseluruhan pendapatan rumah tangga yang diperoleh masyarakat petani

Beberapa potensi yang dimiliki oleh STMIK MUSIRAWAS untuk mendapatkan pengakuan secara nasional salah satunya dapat dilihat dari kerjasama-kerjasama yang selama ini telah

Selain itu, berdasarkan dengan data 34% tersebut siswa yang tidak berminat untuk berwirausaha memiliki beberapa alas an dalam diri sendiri yakni terdapat 17 siswa yang

Makalah ini bertujuan untuk mendokumentasikan toponimi yang dimunculkan pada sejumlah lagu populer sehingga dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah daerah terkait,

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan

Untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan tersebut diadakan penelitian Peran Usahatani Padi Dalam Ekonomi Rumah Tangga Tani Dan Konsumsi Pangan Rumah Tangga Tani