ARTIKEL PENELITIAN
161-172 PENGARUH BLOK KEDOKTERAN ADIKSI TERHADAP PERSEPSI TENTANG ADIKSI ZAT PSIKOAKTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
Michael Jaya, Yeremias Jena, Astri Parawita Ayu, Satya Joewana
173-182 PERSEPSI TERHADAP ADIKSI ZAT PSIKOAKTIF PADA MAHASISWA PESERTA PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI DAN DOKTER UMUM PESERTA PROGRAM INTERNSHIP
Mahaputra, Astri Parawita Ayu
183-190 PENGARUH PEMBERIAN DOSIS MINIMAL KAFEIN TERHADAP PENINGKATAN ATENSI MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
Julia Rahadian, Laurensia Scovani
191-198 GIGI KARIES DAN KELAINAN JARINGAN PERIODONTAL PADA PENGGUNA HEROIN YANG MENJALANI TERAPI RUMATAN METADON
Isadora Gracia, Rensa, Minawati, Teguh Sarry Hartono, Surilena
199-207 GAMBARAN MASALAH EMOSI DAN PERILAKU PADA PELAJAR SMA REGINA PACIS JAKARTA DENGAN ADIKSI INTERNET
Adrian, Ana Lucia Ekowati, Eva Suryani
208-217 WHY ADOLESCENT SMOKE? A CASE STUDY OF NORTH JAKARTA, INDONESIA Regina Satya Wiraharja, Charles Surjadi
TINJAUAN PUSTAKA
218-223 EFEKTIVITAS BERBAGAI PRODUK NICOTINE REPLACEMENT THERAPY SEBAGAI TERAPI UNTUK BERHENTI MEROKOK
Bernardus Mario Vito, Irene
LAPORAN KASUS
224-232 KETERGANTUNGAN ALPRAZOLAM PADA LANJUT USIA DENGAN INSOMNIA DAN DEPRESI Surilena
ARTIKEL KHUSUS
233-236 MENGENAL KEDOKTERAN ADIKSI DI NIJMEGEN INSTITUTE FOR SCIENTIST PRACTIONERS IN ADDICTION
Eva Suryani, Isadora Gracia
PUBLISHED SINCE 2002 October 2014
DAMIANUS
Journal of Medicine
PENGARUH BLOK KEDOKTERAN ADIKSI TERHADAP PERSEPSI TENTANG
ADIKSI ZAT PSIKOAKTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
THE EFFECT OF ADDICTION MEDICINE BLOCK ON THE PERCEPTION
TOWARDS PSYCHOACTIVE SUBSTANCE ADDICTION AMONG
MEDICAL STUDENT AT ATMA JAYA CATHOLIC UNIVERSITY OF INDONESIA
Michael Jaya1, Yeremias Jena2, Astri Parawita Ayu3,4, Satya Joewana3
ARTIKEL PENELITIAN
1 Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jl. Pluit Raya 2, Jakarta 14440
2 Unit Etika Fakultas Kedokteran Uni-versitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jl. Pluit Raya 2, Jakarta 14440 3 Kelompok Studi Kedokteran Adiksi (KSKA) Atma Jaya, Jl. Pluit Raya 2, Jakarta 14440
4 Nijmegen Institute for
Scientist-Practitioners in Addiction (NISPA)
Radboud University Nijmegen, Toernooiveld 5, 6525 ED Nijmegen, Netherlands
Korespondensi:
Astri Parawita Ayu, KSKA Atma Jaya/ NISPA. E-mail: parawitayu@gmail. com
ABSTRACT
Background: Addiction is a chronic relapsing brain disease, therefore addicted
patient need medical treatment. In fact, most medical doctors do not feel competence to treat addicted patient and have negative perception towards them. Moreover, medical school is not enough to prepare medical student to be competence in addiction medicine. Since 2009, School of Medicine Atma Jaya Catholic University of Indonesia (AJU) have addiction medicine elective block for their 3rd year medical students. This study is an evaluation of the effect of addiction medicine block toward perception of psychoactive substance addiction among medical student in AJU.
Objectives: To know the effect of addiction medicine block on the perception
towards psychoactive substance addiction among medical students.
Method: This is a quasi experimental study with pre- and post measurement to
measure perception among medical student who attended elective block in AJU. Illness Perception Questionnaire revised version Addiction (IPQ-RA) was used to measure the perception.
Result: There were 83 respondents from addiction medicine block (n=31), health
care entrepreneurship block (n=21), and palliative medicine block (n=31). Post measurement analysis found significant differences about perception towards addiction between respondent from different block. Compare to their collagues from other elective blocks, respondent from addiction medicine block more agree towards the perception that ‘addiction is a chronic disease’ (p=0.005), ‘I can understand addiction’ (p<0.001), and ‘there are risk factors for addiction’ (p=0.018). Among respondent who attended addiction medicine block, there were significance different about their perception before and after the block, they were more believe that they can understand addiction (p=0.005) and there were risk factors for addiction (p=0.008).
Conclusion: Addiction medicine block has significant positive effect towards
medical students perception about psychoactive substance addiction.
ABSTRAK
Latar Belakang: Adiksi zat psikoaktif adalah penyakit otak kronis berulang,
sehingga perlu penanganan medis. Dokter banyak yang mempunyai persepsi negatif dan tidak kompeten menangani adiksi zat psikoaktif akibat minimnya pendidikan kedokteran adiksi. Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (FKUAJ) mempunyai pendidikan kedokteran adiksi dalam bentuk blok kedokteran adiksi sejak tahun 2009. Studi ini adalah evaluasi mengenai pengaruh blok kedokteran adiksi terhadap persepsi tentang adiksi zat psikoaktif pada mahasiswa FKUAJ.
Tujuan: Mengetahui efektivitas blok kedokteran adiksi terhadap persepsi
mahasiswa kedokteran tentang adiksi zat psikoaktif.
Metode: Studi ini berupa kuasi eksperimental dengan evaluasi pre dan post.
Subjek adalah mahasiswa FKUAJ yang menjalani blok elektif pada tahun 2013. Instrumen adalah Illness Perception Questionnaire Revised Version Addiction (IPQ-RA). Pengukuran dilakukan pada hari pertama blok dan satu minggu setelah blok selesai. Analisis one way ANOVA dilakukan terhadap variabel blok elektif, subskala persepsi, dan atribusi.
Hasil: Penelitian ini melibatkan 83 responden dari blok kedokteran adiksi (n=31),
blok health care entrepreneurship (n=21), dan blok kedokteran paliatif (n=31). Hasil yang bermakna didapatkan pada postmeasurement, yaitu mahasiswa blok kedokteran adiksi lebih setuju dengan pernyataan ‘adiksi adalah penyakit kronis’ (p=0,005), ‘saya memahami adiksi’ (p<0,001), dan ‘adanya faktor-faktor risiko yang menyebabkan adiksi’ (p=0,018); dibandingkan dengan mahasiswa lainnya. Didapatkan perbedaan yang bermakna pada mahasiswa yang mengikuti blok kedokteran adiksi sesudah menjalani blok, mereka mempunyai persepsi bahwa mereka lebih memahami adiksi (p=0,005) dan lebih setuju ada faktor-faktor risiko penyebab adiksi (p=0,008).
Kesimpulan: Blok kedokteran adiksi mempunyai pengaruh positif terhadap
perubahan persepsi tentang adiksi zat psikoaktif dari mahasiswa yang mengikuti blok tersebut.
Kata Kunci: adiksi, mahasiswa kedokteran, pendidikan kedokteran adiksi,
persepsi
PENDAHULUAN
Dalam ilmu kedokteran, adiksi zat psikoaktif adalah penyakit kronis berulang yang melibatkan
brain reward sytem (termasuk memori, motivasi,
dan sirkuit otak yang terkait), serta mempunyai karakteristik khusus, yaitu adanya perilaku kompulsif untuk mencari dan menggunakan zat
psikoaktif.1-3 Sebagai sebuah penyakit kronis
yang melibatkan otak, adiksi zat psikoaktif perlu
mendapatkan penanganan secara medis, serta dokter adalah profesional yang mempunyai peran penting dalam penanganan tersebut. Kenyataannya, para dokter banyak yang mem-punyai persepsi negatif seperti yang dipercaya oleh masyarakat umum, yaitu adiksi zat psikoak-tif adalah perilaku kriminal yang terkait dengan masalah moral dan pilihan gaya hidup yang salah, serta bukan suatu penyakit, sehingga tidak
membutuhkan terapi medis.1-7 Persepsi negatif
tersebut salah satunya disebabkan oleh kurang-nya pengetahuan para dokter sebagai akibat dari pendidikan kedokteran adiksi yang sangat
terbatas.7-10 Dampak lain dari kurangnya
pendi-dikan kedokteran adiksi adalah dokter tidak siap dan merasa tidak kompeten dalam menangani
pasien dengan masalah adiksi zat psikoaktif.8, 9
Pada akhirnya, persepsi negatif dan kurangnya kompetensi membuat pasien dengan adiksi zat psikoaktif tidak mendapatkan penanganan medis yang optimal bahkan seringkali dokter menolak
menangani pasien tersebut.9 Penolakan untuk
menangani pasien adalah pelanggaran sumpah dokter terutama pada bagian: “I will practice my
profession with conscience and dignity; The health of my patient will be my first consideration; I will not permit considerations of age, disease or disability, creed, ethnic origin, gender, nationality, political affiliation, race, sexual orientation, social standing or any other factor to intervene between
my duty and my patient”.11
Di Indonesia, adiksi zat psikoaktif khususnya yang menggunakan jarum suntik, merupakan masalah yang mendapat perhatian cukup be-sar terkait penularan Human Immunodeficiency
Virus (HIV). Walaupun kasus HIV di kalangan
pengguna zat psikoaktif suntik semakin menurun dalam 4 tahun terakhir, namun kasusnya masih tetap ada. Kementerian Kesehatan melaporkan sampai dengan Maret 2013, ada 457 kasus HIV
pada pengguna zat psikoaktif suntik.12 Pengguna
zat psikoaktif sendiri masih cukup banyak di In-donesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2008 melakukan estimasi jumlah peng-guna zat psikoaktif di Indonesia yang mencapai 1,99% (3,6 juta jiwa) dari penduduk usia 10-59
tahun dan akan meningkat menjadi 2,8% (5,1-5,6
juta jiwa) pada tahun 2015.13
Dengan kondisi tersebut tentunya masalah adiksi zat psikoaktif di Indonesia juga membutuhkan penanganan secara medis. Faktanya, sejalan dengan studi-studi yang dilakukan di berbagai negara, dokter-dokter di Indonesia juga tidak melihat adiksi sebagai suatu penyakit. Pinxten
et al. melaporkan dari sekitar 200 dokter yang
bekerja di layanan adiksi, hanya 30% yang
ber-anggapan bahwa adiksi adalah penyakit otak.7
Dokter-dokter tersebut sebagian besar hanya mendapatkan pelatihan singkat (beberapa hari) mengenai terapi buphrenorphine dan
metha-done, serta program alat suntik steril; sementara
ada yang tidak pernah mendapatkan pelatihan
apapun di bidang adiksi (17%).7 Pinxten et al.
juga melaporkan tentang masih terbatasnya
pendidikan kedokteran adiksi di Indonesia.7
Sejak tahun 2009, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya (FKUAJ) menyelenggarakan pen-didikan kedokteran adiksi dalam bentuk blok kedokteran adiksi. Blok tersebut merupakan bagian dari kurikulum pendidikan kedokteran di tingkat preklinik sebagai blok elektif yang dapat dipilih oleh mahasiswa FKUAJ pada semester
7.14 Berbagai penelitian membuktikan bahwa
pendidikan kedokteran adiksi dapat menjadi sarana yang sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan, kompetensi, dan komitmen dari dokter dalam menangani pasien dengan
ma-salah adiksi zat psikoaktif.15-24 Salah satu yang
diharapkan melalui blok kedokteran adiksi adalah membentuk persepsi mahasiswa menjadi lebih positif terhadap adiksi zat psikoaktif dengan me-mandang adiksi tersebut sebagai suatu penyakit kronis yang perlu mendapatkan penanganan
secara medis. Tujuan dari penelitian adalah melakukan evaluasi untuk menilai apakah blok kedokteran adiksi mempunyai pengaruh terha-dap persepsi tentang adiksi zat psikoaktif pada mahasiswa FKUAJ.
METODE
Partisipan
Studi ini berupa kuasi eksperimental dengan evaluasi pre dan post. Subjek adalah mahasiswa aktif FKUAJ yang terdaftar dan menjalani blok elektif pada tahun 2013 serta bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Partisipan pada penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok, yaitu mahasiswa yang menjalani blok elektif: 1) Ke-dokteran Adiksi, 2) Health Care Entrepreneuship (HCE), dan 3) Perawatan Paliatif. Mahasiswa dari blok HCE dan Perawatan Paliatif adalah kelompok kontrol. Metode yang digunakan un-tuk memilih partisipan adalah total population
sampling, yaitu semua mahasiswa yang
mengi-kuti blok elektif di FKUAJ pada tahun 2013 dan hadir pada saat pengambilan data berlangsung. Jumlah total partisipan yang mengisi kuesioner pada pengambilan data awal (premeasurement) adalah 136 orang dan di akhir blok
(postmea-surement) 146 orang. Dari jumlah tersebut ada
responden yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap (lebih dari 3 pertanyaan tidak terisi) dan tidak ada pasangan data pada pre- atau
post-measurement, sehingga jumlah data yang dapat
dianalisis adalah 83.
Pengukuran
Blok Kedokteran Adiksi
FKUAJ memilih kedokteran adiksi sebagai salah
satu kompetensi tambahan untuk diberikan ke-pada para peserta didiknya. Sejak tahun 2009 dijalankan blok kedokteran adiksi sebagai salah satu blok elektif yang dapat dipilih oleh maha-siswa FKUAJ yang menjalani semester 7. Blok kedokteran adiksi berlangsung selama 5 minggu dan memberikan materi dengan topik-topik ter-kait adiksi yang mencakup: sejarah zat psikoaktif (termasuk terminologi), epidemiologi adiksi, fisi-ologi, farmakfisi-ologi, aspek neurobifisi-ologi, psikologi dan sosiokultural, pencegahan dan deteksi dini, dan diagnosis (termasuk komorbiditas dan diagnosis ganda), sindrom klinis, tata laksana (farmakologi dan nonfarmakologi), pendekatan masalah dan program nasional, serta adiksi
perilaku.25 Metode penyampaian materi adalah
dalam bentuk kuliah, problem-based learning,
case-based learning, skills lab, dan kunjungan
lapangan.25 Mahasiswa juga diberikan berbagai
macam tugas mandiri dan tugas kelompok
seba-gai bentuk evaluasi serta ujian tertulis.25
Illness Perception Questionnaire Revised version Addiction
Penelitian ini melakukan evaluasi terhadap per-sepsi mahasiswa FKUAJ terhadap adiksi zat psikoaktif sebelum dan sesudah menjalani blok kedokteran adiksi. Persepsi sebelum dan sesu-dah menjalani blok kedokteran adiksi merupakan salah satu indikator untuk menilai adanya penga-ruh blok kedokteran adiksi pada mahasiswa yang menjalaninya. Penilaian persepsi terhadap adiksi zat psikoaktif juga dilakukan pada mahasiswa yang menjalani blok elektif lainnya (HCE dan perawatan paliatif) untuk menilai ada atau tidak-nya perbedaan persepsi di antara mahasiswa dari masing-masing blok tersebut. Salah satu alat
ukur yang dapat digunakan untuk menilai per-sepsi adalah Illness Perception Questionnaire.
Illness Perception Questionnaire adalah
kuesioner yang dikembangkan untuk menilai persepsi individu terhadap suatu penyakit. Kuesioner ini dikembangkan berdasarkan teori self regulatory dari Leventhal yang menggambarkan 5 komponen dari illness
representation, yaitu identity, consequences,
timeline, control/cure, dan cause.26-27 IPQ
mengalami perkembangan menjadi the Revised
Illness Perception (IPQ-R) yang juga mengalami
adaptasi untuk beberapa penyakit.27 IPQ-R juga
dikembangkan untuk evaluasi persepsi individu sehat (IPQ-RH) terhadap penyakit-penyakit
tertentu (AIDS, tuberkulosis, dan kanker kulit).28
IPQ-R maupun IPQ-RH menunjukkan internal
reliability yang baik, yaitu nilai Cronbach α
untuk setiap subskala berkisar antara 0,79-0,89
(IPQ-R) dan 0,64-0,81 (IPQ-RH).27, 28
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah versi bahasa Indonesia dari Illness
Perception Questionnaire-revised version Addic-tion (IPQ-RA) untuk menilai persepsi terhadap
adiksi zat psikoaktif. Versi bahasa Indonesia ini telah menjalani proses penerjemahan (forward
and back translation). Pada penelitian ini kami
mendapatkan Cronbach α = 0,665.
IPQ-RA merupakan kuesioner yang harus diisi sendiri oleh responden. Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian, yaitu: persepsi responden tentang gejala yang berhubungan dengan adiksi zat psikoaktif, persepsi terhadap adiksi zat psikoak-tif, dan persepsi tentang penyebab dari adiksi zat psikoaktif. Untuk bagian pertama, responden memilih setuju atau tidak setuju terhadap
gejala-gejala yang dicantumkan, apakah gejala-gejala-gejala-gejala tersebut berhubungan dengan atau dimiliki oleh seorang yang mengalami adiksi zat psikoaktif. Pada bagian kedua dan bagian ketiga, respon-den memberikan tingkat persetujuannya respon-dengan 5 skala Likert (1=sangat tidak setuju; 2=tidak setuju; 3=netral; 4=setuju; 5=sangat setuju) ter-hadap pernyataan-pernyataan tentang adiksi zat psikoaktif dan penyebab seseorang mengalami adiksi zat psikoaktif. Luaran dari kuesioner terse-but adalah 7 subskala persepsi, yaitu timeline (adiksi adalah penyakit kronis), consequences (adiksi mempunyai konsekuensi yang buruk),
personal control (pasien dapat mengendalikan
adiksinya), treatment control (terapi dapat mengendalikan adiksi), illness coherence (saya bisa memahami adiksi), timeline cyclical (adiksi adalah kondisi yang mempunyai siklus berulang), serta emotional representative (adiksi adalah kondisi yang menyebabkan stres emosional). Luaran lain adalah 4 subskala atribusi yang menggambarkan persepsi terhadap penyebab dari adiksi, yaitu psychological attribution (adiksi disebabkan oleh faktor-faktor psikologis); risk
factor (ada faktor-faktor risiko yang
menyebab-kan adiksi); immunity (adiksi disebabmenyebab-kan oleh gangguan sistem imun); accident and chance (adiksi terjadi dalam kondisi yang tidak disengaja dan adanya kesempatan).
Prosedur
Distribusi kuesioner dilakukan di dalam kelas kepada seluruh responden. Evaluasi awal dilaku-kan pada hari pertama blok elektif berjalan dan evaluasi terakhir dilakukan satu minggu setelah blok selesai. Kuesioner yang tidak terisi dengan lengkap (lebih dari 3 pertanyaan tidak terjawab) akan dieksklusi dan tidak diikutsertakan dalam
Adiksi Entrepreneurship Paliatif
(n=31) (n=21) (n=31) Nilai p Rerata SB Rerata SB Rerata SB
Persepsi
Adiksi adalah penyakit kronis 3,7 0,4 3,6 0,4 3,6 0,4 0,811 Adiksi mempunyai konsekuensi yang buruk 4,4 0,4 4,4 0,3 4,3 0,4 0,579 Pasien dapat mengendalikan adiksinya 3,9 0,4 4,0 0,5 3,9 0,5 0,918 Terapi dapat mengendalikan adiksi 3,7 0,4 3,8 0,4 3,7 0,5 0,549 Saya bisa memahami adiksi 3,2 0,6 3,1 0,5 2,9 0,5 0,089 Adiksi adalah kondisi yang mempunyai siklus berulang 3,5 0,4 3,6 0,6 3,3 0,5 0,181 Adiksi adalah kondisi yang menyebabkan stres emosional 4,0 0,6 4,1 0,6 4,0 0,7 0,699
Atribusi
Adiksi disebabkan oleh faktor-faktor psikologis 4,3 0,4 4,3 0,4 4,2 0,4 0,901 Ada faktor-faktor risiko yang menyebabkan adiksi 3,4 0,5 3,3 0,4 3,4 0,3 0,890 Adiksi disebabkan oleh gangguan sistem imun 2,4 0,5 2,2 0,8 2,4 0,7 0,679 Adiksi terjadi dalam kondisi yang tidak disengaja 3,0 0,8 3,0 0,6 3,0 0,8 0,996 dan adanya kesempatan
Tabel 1. Persepsi Mahasiswa terhadap Adiksi (Premeasurement)
Data yang dianalisis secara deskriptif mendapat-kan 31 responden (37,3%) mengikuti blok ke-dokteran adiksi, 21 responden (25,3%) mengi-kuti blok health care entrepreneurship, dan 31 responden (37,3%) mengikuti blok kedokteran paliatif. Responden perempuan (n=60) lebih banyak dibandingkan laki-laki (n=23). Rentang usia responden adalah 20-22 tahun dengan usia terbanyak adalah 21 tahun (n=53).
Analisis lebih lanjut dilakukan dengan menggu-nakan one way ANOVA untuk menilai perbedaan persepsi tentang adiksi zat psikoaktif di antara mahasiswa yang mengambil blok elektif (blok kedokteran adiksi, blok health care
entrepre-neurship, dan blok paliatif). Dari hasil analisis
data yang diambil sebelum blok elektif berjalan (premeasurement), didapatkan tidak ada perbe-daan yang bermakna mengenai persepsi tentang adiksi pada mahasiswa dari ketiga blok elektif tersebut, baik dari subskala persepsi maupun analisis.
Analisis Statistik
Data dari kuesioner yang terisi lengkap kemudian diinput ke dalam program SPSS versi 20 dengan menggunakan sistem coding. Analisis dilakukan menggunakan teknik one way ANOVA dengan 7 subskala persepsi dan 4 subskala atribusi sebagai variabel terikat dan blok elektif sebagai variabel bebas.
HASIL
Dari seluruh mahasiswa yang mengikuti blok elektif pada tahun 2013 dan memenuhi kriteria inklusi (146 mahasiswa), didapatkan 63 res-ponden memenuhi kriteria eksklusi (lebih dari 3 pertanyaan tidak terjawab), sehingga hanya data dari 83 responden yang dapat dianalisis lebih lanjut.
atribusi. (Tabel 1)
Hasil yang bermakna didapatkan pada analisis dari data postmeasurement (sesudah blok elek-tif berjalan) pada 2 subskala persepsi tentang adiksi zat psikoaktif, yaitu: timeline (adiksi adalah penyakit kronis, p=0,005) dan illness
coher-ence (saya memahami adiksi, p<0,001). Nilai
rerata (mean) pada setiap kelompok menun-jukkan bahwa mahasiswa yang menjalani blok kedokteran adiksi mempunyai persepsi, yaitu lebih setuju dengan pernyataan‘adiksi adalah penyakit kronis’ dan ‘saya bisa memahami adiksi’ dibandingkan dengan mahasiswa dari blok elek-tif lainnya. Pada subskala atribusi, risk factor (p=0,018) merupakan subskala yang menunjuk-kan perbedaan bermakna. Perbedaan ini adalah mahasiswa yang menjalani blok kedokteran adiksi lebih setuju terhadap pernyataan ‘ada faktor-faktor risiko yang menyebabkan adiksi’ jika dibandingkan dengan mahasiswa dari blok elektif lainnya. (Tabel 2)
Analisis yang dilakukan khusus pada mahasiswa yang mengikuti blok kedokteran adiksi (pre-dan
postmeasurement) didapatkan perbedaan yang
bermakna pada subskala illness coherence (p=0,005) dan risk factor (p=0,008) sebelum dan sesudah mengikuti blok kedokteran adiksi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi perubahan persepsi tentang adiksi yang bermakna pada mahasiswa sebelum dan sesudah menjalani blok kedokteran adiksi, yaitu sesudah menjalani blok kedokteran adiksi, mereka mempersepsikan diri mereka lebih memahami adiksi dan lebih setuju bahwa ada faktor-faktor risiko yang menyebab-kan adiksi.
PEMBAHASAN
Penelitian ini mendapatkan hasil adanya perubah-an yperubah-ang bermakna dari persepsi tentperubah-ang adiksi zat psikoaktif pada mahasiswa yang menjalani blok kedokteran adiksi di Fakultas Kedokteran
Adiksi Entrepreneurship Paliatif
(n=31) (n=21) (n=31) Nilai p
Rerata SB Rerata SB Rerata SB
Persepsi
Adiksi adalah penyakit kronis 3,8 0,7 3,5 0,3 3,4 0,3 0,005* Adiksi mempunyai konsekuensi yang buruk 4,4 0,6 4,2 0,6 4,2 0,5 0,307 Pasien dapat mengendalikan adiksinya 3,9 0,6 3,9 0,5 3,8 0,5 0,704 Terapi dapat mengendalikan adiksi 3,5 0,6 3,6 0,5 3,6 0,5 0,811 Saya bisa memahami adiksi 3,7 0,6 3,1 0,6 2,9 0,6 <0,001* Adiksi adalah kondisi yang mempunyai siklus berulang 3,3 0,6 3,4 0,4 3,2 0,5 0,359 Adiksi adalah kondisi yang menyebabkan stres emosional 4,0 1,0 4,0 0,6 4,1 0,6 0,740
Atribusi
Adiksi disebabkan oleh faktor-faktor psikologis 4,3 0,4 4,3 0,4 4,1 0,5 0,100 Ada faktor-faktor risiko yang menyebabkan adiksi 3,7 0,6 3,5 0,4 3,4 0,5 0,018* Adiksi disebabkan oleh gangguan sistem imun 2,4 0,6 2,5 0,7 2,4 0,6 0,703 Adiksi terjadi dalam kondisi yang tidak disengaja 3,1 1,0 3,0 0,8 3,1 0,8 0,826 dan adanya kesempatan
* berhubungan bermakna
Unika Atma Jaya. Hasil yang bermakna terse-but tampak pada subskala timeline (p=0,005). Subskala ini menggambarkan persepsi bahwa adiksi adalah penyakit kronis. Mahasiswa pada blok adiksi menunjukkan skor yang lebih tinggi pada subskala ini (3,8) dibandingkan dengan mahasiswa yang menjalani blok elektif lainnya (HCE=3,5 dan paliatif=3,4). Adiksi sebagai se-buah penyakit otak kronis yang berulang belum menjadi persepsi yang berlaku luas bahkan di kalangan medis dan salah satu tujuan pendidikan kedokteran adiksi adalah membentuk persepsi
tersebut.1,2 Dengan mempunyai persepsi bahwa
adiksi adalah sebuah penyakit diharapkan saat menjadi dokter nantinya, para mahasiswa mau memberikan layanan kesehatan bagi orang dengan adiksi zat psikoaktif. Penelitian yang dilakukan oleh Barron et al. menunjukkan hal
yang sama.20 Penelitian tersebut dilakukan pada
para dokter yang pernah menjalani satu minggu program summer school in addiction medicine selama satu minggu. Para dokter yang pernah menjalani program summer school in addiction
medicine mempunyai persepsi bahwa adiksi
adalah sebuah penyakit, sementara pada
kelom-pok kontrol tidak mempunyai persepsi tersebut.20
Penelitian ini juga mendapatkan bahwa maha-siswa dari blok kedokteran adiksi lebih mema-hami tentang adiksi dibandingkan mahasiswa yang menjalani blok elektif lainnya. Pada IPQ-RA, pemahaman tentang adiksi tergambar pada subskala illness coherence. Mahasiswa dari blok kedokteran adiksi mempunyai skor yang lebih tinggi (3,2) pada subskala tersebut diban-dingkan mahasiswa dari blok lainnya (HCE=3,1 dan paliatif=2,9). Persepsi bahwa mereka lebih memahami adiksi juga dilaporkan pada maha-siswa sesudah menjalani blok kedokteran adiksi dibandingkan sebelumnya. Namun demikian, subskala illness coherence tidak dapat meng-gambarkan secara spesifik mengenai pada aspek apa saja seseorang memahami adiksi. Pemahaman tentang adiksi ini tergambar dari pernyataan-pernyataan: 1) Gejala-gejala kondisi
ini membingungkan bagi saya; 2) Kondisi ini Sebelum Sesudah
(n=31) (n=31) Nilai p
Rerata SB Rerata SB
Persepsi
Adiksi adalah penyakit kronis 3,7 0,4 3,8 0,7 0,185 Adiksi mempunyai konsekuensi yang buruk 4,4 0,4 4,4 0,6 1,000 Pasien dapat mengendalikan adiksinya 3,9 0,4 3,9 0,6 0,844 Terapi dapat mengendalikan adiksi 3,7 0,4 3,5 0,6 0,173 Saya bisa memahami adiksi 3,2 0,6 3,7 0,6 0,005* Adiksi adalah kondisi yang mempunyai siklus berulang 3,5 0,4 3,3 0,6 0,278 Adiksi adalah kondisi yang stres secara emosi 4,0 0,6 4,0 1 0,938
Atribusi
Adiksi disebabkan oleh faktor-faktor psikologis 4,3 0,4 4,3 0,4 0,565 Adiksi disebabkan oleh faktor-faktor risiko 3,4 0,5 3,7 0,6 0,008* Adiksi disebabkan oleh gangguan sistem imun 2,4 0,5 2,4 0,6 1,000 Adiksi terjadi dalam kondisi yang tidak disengaja 3,0 0,8 3,1 1,0 0,577 dan adanya kesempatan
* berhubungan bermakna
adalah satu hal yang misterius bagi saya; 3) Saya tidak paham kondisi ini; 4) Kondisi ini tidak masuk akal bagi saya; 5) Saya memiliki pemahaman yang jelas terhadap kondisi ini.
Kelompok yang menjalani blok kedokteran adiksi juga lebih mempunyai persepsi bahwa ada faktor-faktor risiko yang memengaruhi adiksi (subskala
risk factor) dibandingkan dengan mahasiswa
dari blok elektif lainnya (p<0,001). Pengaruh blok kedokteran adiksi pada subskala risk factor juga diperkuat dengan adanya peningkatan skor yang bermakna pada subskala ini saat sebelum (mean=3,4) dan sesudah (mean=3,7) menjalani blok tersebut. Subskala risk factor berdasarkan pada pernyataan-pernyataan di bagian ketiga dari instrumen IPQ-RA, yaitu kemungkinan pe-nyebab adiksi: 1) Faktor keturunan-diturunkan dalam keluarga; 2) Pola atau kebiasan makan; 3) Perawatan medis yang buruk di masa lalu; 4) Perilaku pasien sendiri; 5) Penuaan; 6) Peng-gunaan alkohol; 7) Merokok.
Adanya pengaruh positif dari pendidikan kedok-teran adiksi (dengan berbagai macam metode pendidikan) pada mahasiswa kedokteran juga dilaporkan dari beberapa studi sebelumnya walaupun studi-studi tersebut menggunakan metode penelitian dan instrumen yang berbeda dengan studi di FKUAJ ini. Matthews et al. melakukan penelitian untuk menilai efektivitas dari substance abuse interclerkship yang berupa 1-2 hari pendidikan kedokteran adiksi untuk ma-hasiswa kedokteran tahun ketiga di University
of Massachusetts Medical School.24 Penelitian
tersebut mendapatkan adanya peningkatan yang bermakna pada knowledge dan attitude
score dari para mahasiswa sesudah menjalani
substance abuse interclerkship dibandingkan
sebelumnya (p<0,001 dan p=0,006).24
Pening-katan attitude score menunjukkan perubahan
sikap yang lebih positif terhadap adiksi.24
Hasil positif juga dilaporkan oleh Christison dan Haviland pada penelitiannya yang melibatkan 134 mahasiswa kedokteran tahun ketiga di Loma
Linda University School of Medicine. Para
ma-hasiswa tersebut menjalani 1 minggu rotasi di tempat layanan terapi adiksi sebagai bagian dari rotasi di kepaniteraan klinik psikiatri. Christison dan Haviland menggunakan Medical Condition
Regards Scale dalam studi mereka. Hasil
pene-litian menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna pada regard score terhadap pasien dengan adiksi alkohol sesudah menjalani 1
minggu rotasi adiksi dibandingkan sebelumnya.23
Peningkatan regard score ini menggambarkan sikap yang lebih positif terhadap pasien dengan
adiksi alkohol.23
Evaluasi jangka panjang terhadap efektivitas dari pendidikan adiksi dilakukan oleh Barron
et al. terhadap Betty Ford Institute’s Summer Institute for Medical Students (SIMS) yang
meru-pakan program 1 minggu pendidikan adiksi bagi
mahasiswa kedokteran.20 Penelitian tersebut
dilakukan setelah para peserta program SIMS lulus fakultas kedokteran dan telah menjalani praktik sebagai dokter. Sebagian besar peserta program menyatakan lebih berminat untuk melakukan praktik di bidang adiksi setelah
men-jalani program tersebut.20 Dibandingkan dengan
kolega mereka yang tidak menjalani program SIMS, para peserta program lebih percaya diri dalam menangani pasien dengan adiksi (mereka yakin bahwa mereka mampu menolong pasien
dengan masalah adiksi), serta merasa bahwa bekerja dengan pasien adiksi adalah hal yang
memuaskan.20
Hasil dari penelitian ini dan penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan adanya pengaruh positif dari pendidikan kedokteran adiksi walau-pun dalam aspek yang berbeda-beda. Pendidi-kan yang diberiPendidi-kan bervariasi mulai dari 1-2 hari
interclerkship, 1 minggu rotasi di pusat layanan
adiksi, 1 minggu summer school, sampai 5 ming-gu blok kedokteran adiksi. Aspek yang dipenga-ruhi pun bervariasi (pengetahuan tentang adiksi, sikap dan persepsi terhadap adiksi/pasien adiksi, serta kepercayaan diri dalam menangani pasien adiksi), namun kesemuanya menunjukkan pe-rubahan yang lebih positif sesudah menjalani pendidikan dibandingkan sebelumnya.
Pada penelitian ini yang dievaluasi adalah pe-ngaruh blok kedokteran adiksi terhadap persepsi tentang adiksi zat psikoaktif pada mahasiswa yang menjalani blok tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa blok kedokteran adiksi mempunyai pengaruh terhadap persepsi tentang adiksi zat psikoaktif pada mahasiswa FKUAJ yang menjalani blok tersebut, khususnya pada persepsi bahwa dirinya lebih memahami adiksi, ada faktor-faktor risiko yang menyebabkan adiksi, dan adiksi adalah penyakit kronis.
KESIMPULAN
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menun-jukkan adanya pengaruh positif dari pendidikan kedokteran adiksi dalam bentuk blok kedokteran adiksi terhadap perubahan persepsi dari
maha-siswa yang mengikuti blok tersebut. Perubahan persepsi tersebut khususnya pada persepsi bahwa adiksi adalah penyakit kronis dan lebih memahami adiksi, serta adanya faktor-faktor risiko yang menyebabkan adiksi.
Di samping hasil positif, penelitian yang meru-pakan bagian dari evaluasi blok kedokteran adiksi di FKUAJ ini tentunya tidak lepas dari keterbatasan, yaitu pada variabel yang dinilai. Evaluasi sebuah metode pendidikan sebaiknya menilai beberapa macam variabel, seperti pe-ngetahuan, sikap, dan persepsi, sehingga efek-tivitas dari metode pendidikan tersebut bisa lebih tergambarkan. Studi ini hanya menilai persepsi, sehingga tidak bisa menggambarkan efektivitas dari materi yang diberikan terhadap peningkatan pengetahuan mahasiswa tentang adiksi. Studi ini juga tidak menggambarkan sikap mahasiswa terhadap pasien dengan masalah adiksi sebelum dan sesudah mengikuti blok kedokteran adiksi. Berdasarkan hasil positif yang didapatkan dari penelitian ini dan keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka ada beberapa hal yang diajukan oleh peneliti sebagai saran:
1. Dilakukan studi lanjutan secara berkala untuk evaluasi efektivitas blok kedokteran adiksi dalam jangka panjang (6 bulan sampai beberapa tahun).
2. Dilakukan studi yang sama pada kelompok mahasiswa yang menjalani blok elektif di tahun-tahun berikutnya dengan menambah variabel lain untuk menilai pengaruh blok kedokteran adiksi terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap adiksi zat psikoaktif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Leshner AI. Addiction is a brain disease, and it matters. Science. 1997;278:45-7.
2. Stanbrook MB. Addiction is a disease: We must change our attitudes towards addicts. CMAJ. 2012;184(2):155.
3. Smith DE. The process addictions and the new ASAM definition of addiction. J Psycho-active Drugs. 2012;44:1-4.
4. Medina-Mora ME. A Shortage of medical doctors to meet the challenges of a growing addiction problem in low and middle income countries: The case in Mexico. Addiction. 2009;104:176-7.
5. Tang Y-L, Wiste A, Mao P-x, Hou Y-z. At-titudes, knowledge, and perceptions of Chinese doctors toward drug abuse. J Subst Abuse Treat. 2005;29:215-20.
6. Fernando SM, Deane FP, McLeod HJ. Sri Lankan doctors’ and medical undergradu-ates’ attitudes towards mental illness. Soc Psychiat Epidemiol. 2010;45(7):733-9. 7. Pinxten WJ, De Jong C, Hidayat T, Istiqomah
AN, Achmad YM, Raya RP, Norviatin D, Siregar IM. Developing a competence-based addiction medicine curriculum in Indonesia: The training needs assessment. Subst Abus. 2011;32(2):101-7.
8. Rasyidi E, Wilkins JN, Danovitch I. Training the next generation of providers in addic-tion medicine. Psychiatr Clin North Am. 2012;35:461-80.
9. Miller NS, Sheppard LM, Colenda CC, Ma-gen J. Why physicians are unprepared to
treat patients who have alcohol- and drug-related disorders. Acad Med. 2001;7:410-8. 10. James BO, Omoaregba JO. Nigerian medi-cal students’ opinions about individuals who use and abuse psychoactive substances. Subst Abuse. 2013;7:109-16.
11. WIlliams JR. Medical Ethics Manual. Ferney-Voltaire Cedex, France: World Medical As-sociation; 2009.
12. Ditjen PP&PL Kemenkes RI. Laporan situ-asi perkembangan HIV&AIDS di Indonesia tahun 2013. Jakarta: Direktorat Jendral PP&PL Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013. Available from: http:// pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Lapo-ran%20HIV%20AIDS%20TW%204%20 2013.pdf.
13. Badan Narkotika Nasional. Kebijakan dan peran BNN untuk HIV & AIDS [Internet]. Ja-karta: Badan Narkotika Nasional; 2011. Avail-able from: pernasaids.org/userfiles/4102011/ Pleno%202/Pleno%202.zip.
14. Joewana S. Buku blok kedokteran adiksi: dokumen fakultas. Jakarta: Fakultas Kedok-teran Unika Atma Jaya; 2012.
15. De Jong C, Luycks L, Delicat JW. The Master in Addiction Medicine Program in The Neth-erlands. Subst Abus. 2011;32(2):108-14. 16. Strang J, Hunt C, Gerada C, Marsden J.
What difference does training make? A ran-domized trial with waiting-list control of gen-eral practitioners seeking advanced training in drug misuse. Addiction. 2007;102:1637-47.
17. Wakeman SE, Baggett MV, Pham-Kanter G, Campbell EG. Internal medicine resi-dents’ training in substance use disorders: A survey of the quality of instruction and residents’ self-perceived preparedness to diagnose and treat addiction. Subst Abus. 2013;34(4):363-370.
18. Srivastava A, Kahan M, Jiwa A. Prescription opioid use and misuse: Piloting an educa-tional strategy for rural primary care physi-cians. Can Fam Physician. 2012;58:e210-e6. 19. Herie M, Connolly H, Voci S, Dragonetti
R, Selby P. Changing practitioner behavior and building capacity in tobacco cessation treatment: The TEACH project. Patient Educ Couns. 2012;86:49-56.
20. Barron R, Frank E, Gitlow S. Evaluation of an experiential curriculum for addiction educa-tion among medical students. J Addict Med. 2012;6(2):131-6.
21. Iannucci R, Sanders K, Greenfield SF. A 4-year curriculum on substance use disor-ders for psychiatry residents. Acad Psychia-try. 2009;33:60-6.
22. Ballon BC, Skinner W. Attitude is a little thing that makes a big difference: Reflection techniques for addiction psychiatry training. Acad Psychiatry. 2008;32(3):218-24.
23. Christison GW, Haviland MG. Requiring a one-week addiction treatment experience in a six-week psychiatry clerkship: Effects on attitudes toward substance-abusing patients. Teach Learn Med. 2003;15(2):93-7.
24. Matthews J, Kadish W, Barrett SV, Mazor K, Field D, Jonassen J. The impact of a brief interclerkship about substance abuse on medical students’ skills. Acad Med. 2002;77:419-26.
25. Joewana S. Blok elektif kedokteran adiksi: Buku blok dokumen fakultas. Jakarta: Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya; 2013.
26. Weinman J, Petrie KJ, Moss-morris R, Horne R. The illness perception questionnaire: A new method for assessing the cognitive representation of illness. Psychol Health. 1996;11(3):431-55.
27. Moss-Morris R, Weinman J, Petrie K, Horne R, Cameron L, Buick D. The revised illness perception questionnaire (IPQ-R). Psychol Health. 2002;17(1):1-16.
28. Figueiras MJ, Alves NC. Lay perception of serious illnesses: An adapted version of the Revised Illness Perception Questionnaire (IPQ-R) for healthy people. Psychol Health. 2007;22(2):143-158.