• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEBUTUHAN MOTIVASI KERJA, DUKUNGAN REKAN KERJA, DAN RELIGIUSITAS TERHADAP KEPUASAN

KERJA PADA PEGAWAI MAHKAMAH AGUNG RI Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh : Ridha Ramadhanti

11150700000005

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv MOTTO

“You Can If You Think You Can”

(6)

v ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi (B) Februari 2020 (C) Ridha Ramadhanti

(D) Pengaruh Motivasi Kerja, Dukungan Rekan Kerja, dan Religiusitas terhadap Kepuasan Kerja pada Pegawai Mahkamah Agung RI

(E) xiv + 98 halaman + 3 lampiran

(F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh kebutuhan motivasi kerja, dukungan rekan kerja, dan religiusitas terhadap kepuasan kerja pada pegawai Mahkamah Agung RI. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai yang bekerja di Mahkamah Agung dengan jumlah 30.917 pegawai. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 250 orang, diambil dengan menggunakan teknik non

probability sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

The JDI (TheJob Descriptive Index), skala SWQ (Stott and Walker Questionnaire), skala coworker support, dan skala multimendisional measurement of

religiousness/spirituality for use in health research. Uji alat ukur dilakukan dengan

menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Multiple Regression Analysis melalui IBM SPSS statistics v23. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kebutuhan motivasi kerja, dukungan rekan kerja, dan religiusitas terhadap kepuasan kerja pada pegawai dengan kontribusi sebesar 44,2%. Sedangkan sisanya 55,8% dipengaruhi oleh variabel lain. Berdasarkan hasil uji multiple regresi terhadap dimensi terdapat dua variabel yang berpengaruh secara signifikan yaitu need for affiliation dari kebutuhan motivasi kerja dan dukungan emosionaldari dukungan rekan kerja.

(7)

vi ABSTRACT

(A) Faculty of Psychology (B) February, 2020

(C) Ridha Ramadhanti

(D) The Effect Needs of Work Motivation, Coworker Support, and Religiosity on Job Satisfaction in Staff of the Supreme Court of the Republic of Indonesia

(E) xii + 98 pages + 3 appendix

(F) This study aims to find out whether there is an influence of work motivation, coworker support, and religiosity on job satisfaction among employees of the Supreme Court of the Republic of Indonesia. The population in this study were employees who worked in the Supreme Court with a total of 30.917 employees. The sample in this study amounted to 250 people, taken using non-probability sampling. Measuring instruments used in this study were The JDI (The Job Descriptive Index) scale, SWQ (Stott and Walker Questionnaire) scale, coworker support scale, and multimendisional measurement of religiousness/spirituality for use in health research scale. Measuring instrument testing is done using Confirmatory Factor Analysis (CFA). Testing the hypothesis in this study was done using Multiple Regression Analysis through IBM SPSS statistics v23. The results of this study indicated that there is a significant influence of needs of work motivation, coworker support, and religiosity on the job satisfaction in Staff with a contribution of 44,2%. While the remaining 55,8% is influenced by other variables. Based on the results of the multiple regression test on dimensions there are two variables that significantly influence the need for affiliation of needs work motivation and emotional support of coworker support.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kebutuhan Motivasi Kerja, Dukungan Rekan Kerja, dan Religiusitas terhadap Kepuasan Kerja pada Pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia”. Sholawat juga salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang lebih baik.

Dalam penyusunan skripsi ini tidaklah terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah M.Si., Dekan Psikologi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta Wakil Dekan dan jajarannya.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag,. M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, berbagi ilmu, memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Desi Yustari Muchtar, M.PSi.,selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu, mendukung, dan memberi motivasi selama masa perkuliahan.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan. 5. Staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu dalam memberikan informasi perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(9)

viii

6. Seluruh pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia atas kesediaan dan partisipasinya, maka penelitian ini dapat diselesaikan.

7. Orang tua dan keluarga yang selalu mendukung dan mendo’akan selama melaksanakan skripsi.

8. Teman-teman Angkatan 2015 Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang berjuang bersama dan saling memberikan dukungan. 9. Sahabat-sahabat terbaik Usus 12 jari (Vivi, Arin, Ranza, Ipeh, Tisa,

Farida, Syahra, Dita, Anggi, Dina, Adul) dan teman seperbimbingan Lita, Nadyah, dan Rana yang selalu mendo’akan, ada disaat suka maupun duka, memberi motivasi, menghibur, mendukung, menyemangati selama masa perkuliahan.

10. Rekan, teman, dan berbagai pihak yang ikut terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas setiap bantuan dan do’a yang telah diberikan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunanskrpsi ini. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menunjang pembuatan karya yang lebih baik lagi dikemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

(10)

ix Penulis DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN...i LEMBAR PERNYATAAN ... i MOTTO ... ii ABSTRAK ... v ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 6

1.2.1 Pembatasan Masalah ... 6

1.2.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 ... 10

LANDASAN TEORI... 10

2.1Kepuasan Kerja ... 10

2.1.1 Definisi Kepuasan Kerja ... 10

2.1.2 Teori Kepuasan Kerja ... 11

2.1.3 Aspek - aspek Kepuasan Kerja ... 13

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja ... 15

2.1.5 Pengukuran Kepuasan Kerja ... 18

2.2.1 Definisi Kebutuhan Motivasi Kerja ... 20

(11)

x

2.3 Dukungan Rekan Kerja (Coworker Support) ... 23

2.3.1 Definisi Dukungan Rekan Kerja (Coworker Support) ... 23

2.3.2 Aspek – aspek Dukungan Rekan Kerja (Coworker Support)... 24

2.3.3 Pengukuran Dukungan Rekan Kerja (Coworker Support) ... 25

2.4 Religiusitas ... 26

2.4.1 Definisi Religiusitas ... 26

2.4.2 Aspek – aspek Religiusitas ... 27

2.4.4 Pengukuran Religiusitas ... 32

2.5 Kerangka Berpikir ... 33

2.6 HipotesiPenelitian ... 39

BAB 3 ... 48

METODE PENELITIAN ... 48

3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 48

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 49

3.2.1 Variabel Penelitian ... 49

3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 50

3.3 Pengumpulan Data ... 51

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data ... 52

3.4 Uji Validitas Konstruk ... 56

3.4.1 Uji Validitas Konstruk Kepuasan Kerja ... 57

3.4.2 Uji Validitas Konstruk Kebutuhan Motivasi Kerja... 59

3.4.4 Uji Validitas Konstruk Dukungan Rekan Kerja... 62

3.4.5 Uji Validitas Konstruk Religiusitas... 64

3.5 Teknik Analisis Data ... 67

3.6 Prosedur penelitian ... 70

BAB 4 ... 72

HASIL PENELITIAN ... 72

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 72

4.2 Hasil Analisis Deskriptif ... 73

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ... 74

4.4 Uji Hipotesis ... 77

(12)

xi

4.4.2 Pengujian Proporsi Varian Masing-masing Independent Variable

terhadap Dependent Variable ... 84

BAB 5 ... 87

KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN ... 87

5.1 Kesimpulan ... 87 5.2 Diskusi ... 87 5.3 Saran ... 91 5.3.1 Saran Teoritis ... 91 5.3.2 Saran Praktis ... 92 DAFTAR PUSTAKA ... 87

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skala Likert... 51

Tabel 3.2Blue Print Skala Kepuasan Kerja... 51

Tabel 3.3Blue Print Skala Kebutuhan Motivasi Kerja... 52

Tabel 3.4Blue Print Skala Dukungan Rekan Kerja... 54

Tabel 3.5 Blue Print Skala Religiusitas... 47

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Kepuasan Kerja... 57

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Need for Achievement... 58

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Need for Affiliation... 59

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Need for Power... 60

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Dukungan Emosional... 61

Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Dukungan Emosional... 62

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Value... 63

Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Forgiveness... 64

Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Religious/Spiritual Coping………... 65

Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Commitment... 66

Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian... 72

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian... 73

Tabel 4.3 Norma Skor Variabel Penelitian... 75

Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian... 76

Tabel 4.5 R-Square... 79

Tabel 4.6 ANOVA... 80

Tabel 4.7 Koefisien Regresi... 81

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Online... 99

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian... 100

Lampiran 3 Syntax dan Path Diagram... 107

(16)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penelitian. 1.1 Latar belakang masalah

Setiap perusahaan harus mengoptimalkan sumber daya manusia yang ikutserta berperan dalam perusahaan. Pengelolaan sumber daya manusia tidak lepas dari faktor pegawai yang diharapkan dapat berprestasi didalam perusahaan tersebut. Menurut Faysica Magdalena (2016) faktor sumber daya manusia perlu mendapat prioritas utama dalam pengelolaannya agar pemanfaatan sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan tersebut dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam buku Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035 (2010), Mahkamah Agung (MA) sebagai salah satu puncak kekuasaan kehakiman serta peradilan negara tertinggi mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman karena tidak hanya membawahi 4 lingkungan peradilan tetapi juga manajemen di bidang administratif, personil dan finansial serta sarana dan prasarana. Dalam pembahasan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), permasalahan utamanya adalah sistem rekrutmen masih belum berjalan secara transparan dan akuntabel untuk dapat menghasilkan SDM yang sesuai kebutuhan pengadilan.

(17)

Sumber Daya Manusia dalam hal ini adalah pegawai yang merupakan elemen paling penting di dalam sebuah perusahaan untuk menentukan berhasil atau tidaknya perusahaan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang penting dalam suatu perusahaan disamping faktor lain seperti modal. Oleh karena itu SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektifitas dan efiesinsi organisasi (Hariandja Mariot, 2002). Kelangsungan hidup dan pertumbuhan dari suatu perusahaan bukan hanya ditentukan dari keberhasilan dalam mengelola keuangan yang berdasarkan pada kekuatan modal atau uang semata, tetapi juga ditentukan dari keberhasilannya mengelola sumber daya manusia (Brahmasari, Ida, dan Agus, 2008).

Kepuasan kerja cukup banyak memperoleh perhatian dari berbagai kalangan karena kepuasan kerja berhubungan dengan kondisi pegawai dan perusahaan. Kepuasan kerja menjadi hal yang sangat penting untuk mendapatkan suatu hasil yang memuaskan dari pekerjaan yang telah dilakukan. Apabila seorang pegawai mendapatkan kepuasan kerja dari pekerjaan atau perusahaannya, pegawai tersebut akan berusaha meningkatkan kinerjanya dalam pekerjaannya tersebut.

Kepuasan kerja dikaitkan dengan peningkatan produktivitas dan komitmen organisasi; absensi dan perputaran yang lebih rendah; dan akhirnya, dengan peningkatan efektivitas organisasi (Ellickson & Logsdon, 2001). Kurangnya kepuasan kerja telah ditemukan menyebabkan kelesuan dan mengurangi komitmen organisasi. Kurangnya kepuasan kerja telah muncul sebagai prediktor berhenti dari pekerjaan (Alexander et al., 1998).

(18)

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai salah satunya yaitu motivasi kerja. Motivasi kerja dari dalam diri pegawai dapat berasal dari kebutuhan akan uang, penghargaan, kekuasaan, dan pengakuan. Pegawai akan merasakan kepuasan, jika kebutuhannya telah terpenuhi. Motivasi kerja dari luar dapat berasal dari keluarga, teman kerja maupun atasan. Motivasi kerja dapat membangkitkan semangat kerja pegawai untuk bekerja lebih baik, sehingga seorang pegawai yang memiliki motivasi kerja yang tinggi akan mempengaruhi kepuasan kerja menjadi lebih tinggi. Yukl (1992) berpendapat bahwa kinerja sebuah kelompok tergantung pada motivasi kerja dan kemampuan anggota. Kinerja kelompok akan menjadi tinggi apabila para anggotanya dimotivasi dan sangat terampil daripada kelompok yang para anggotanya tidak termotivasi, tidak terampil, atau kedua-duanya. Dengan adanya pegawai yang termotivasi maka dapat lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan dalam organisasi sehingga kepuasan kerja lebih mudah dicapai.

Fenomena yang terjadi adalah masalah motivasi kerja, pada perusahaan dapat terlihat dari kondisi pekerjaan yang terasa membosankan bagi pegawai, pegawai kurang bersemangat dalam menjalankan pekerjaannya, serta dukungan terhadap pegawai dalam menjalankan tugas dirasakan belum maksimal. Peningkatan sumber daya manusia harus didorong dengan adanya motivasi dalam bekerja untuk meningkatkan kepuasan kerja (Springer, 2011).

George, Isaac, Mabel, dan Yaw Boateng (2017) menunjukkan dalam penelitiannya The Effect of Work Environment on Job Satisfaction: Evidence from

(19)

the Banking Sector in Ghana bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kepuasan pegawai. Temuan dari penelitian ini menekankan perlunya manajemen untuk meningkatkan lingkungan kerja karyawan untuk meningkatkan produktivitas. Dalam penelitian Work Environment and Its Effect on Job Satisfaction in Cooperative Sugar Factories in Maharashra, India (Ganesh

Salunke, 2015) juga menemukan bahwa lingkungan kerja secara signifikan mempengaruhi kepuasan kerja pegawai di industri gula.

Dalam penelitian Hasnur Wansyahdio (2015) meneliti tentang Pengaruh Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Pabrik PT. Eka Dura Indonesia (Palm Oil Mill) Rokan Hulu.Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara motivasi kerja dan kepuasan kerja.

Selain itu, terdapat juga beberapa faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai, salah satunya yaitu dukungan sosial. Dengan ketersediaan dukungan sosial, khususnya dukungan emosional, membantu mengurangi ketegangan terkait pekerjaan seperti ketidakpuasan kerja dan ketidakpuasan beban kerja (Kwok, Cheng, & Wong, 2014).

Dukungan rekan kerja memiliki kemampuan untuk membuat lingkungan kerja menyenangkan atau tempat yang tidak menyenangkan untuk menghabiskan waktu (Bateman, 2009). Efek manfaat umum dari dukungan sosial dapat terjadi karena jejaring sosial yang besar memberi orang pengalaman positif yang teratur dan serangkaian peran yang stabil dan dihargai secara sosial di masyarakat. Jenis dukungan ini dapat dikaitkan dengan kesejahteraan secara keseluruhan karena

(20)

memberikan pengaruh positif, perasaan dapat diprediksi dan stabilitas dalam situasi kehidupan seseorang, dan pengakuan harga diri (Cohen, 1985).

Faktor internal lain yang juga mempengaruhi kepuasan kerja pegawai yaitu religiusitas.Fetzer (1999) menjelaskan bahwa religiusitas adalah sesuatu lebih menitikberatkan pada masalah perilaku, sosial dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan. Karena doktrin yang dimiliki setiap agama wajib diikuti oleh setiap pengikutnya.

Penelitian tentang hubungan religiusitas dengan kepuasan kerja dilakukan olehAbdul Mujib (2012) yang mana ditemukan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan religiusitas terhadap kepuasan kerja melalui pada dosen Universitas ’SH’ di Jakarta. Menurut penelitian (Mirsaleh Y, Rezai H, Kivi S, Ghorbani, 2010) memberikan bukti yang meyakinkan untuk korelasi positif yang signifikan antara religiusitas dan kepuasan dengan pengalaman klinis di semua magang rehabilitasi. Dengan kata lain, pegawai dengan keyakinan agama yang mempraktikkan nilai-nilai agama merasa puas dengan pekerjaan mereka.

Menurut (Spilka, Hood, Hunsberger, & Gorsuch, 2003) agama memainkan peran yang sangat penting dalam semua bentuk interaksi manusia. Di negara barat, sebagai agama yang komprehensif, Islam tidak hanya mengatur semua kegiatan dalam kehidupan sipil, tetapi juga menyediakan kerangka etis dan sistem nilai yang mempengaruhi praktik bisnis dan administrasi masyarakat, sehingga memiliki dampak yang signifikan terhadap nilai kerja pegawainyanya. Integrasi agama dan spiritualitas di tempat kerja membantu orang untuk lebih puas dengan pekerjaan mereka (Geh E & Tan G, 2009).

(21)

Berdasarkan hasil obervasi dan wawancara singkat yang dilakukan oleh peneliti dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan di Biro Kepegawaian Mahkahmah Agung Republik Indonesia, fenomena yang terjadi pada pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia di mana ada beberapa pegawai yang tidak merasakan kepuasan kerja yang disebabkan oleh faktor gaji, pekerjaan itu sendiri, dan penghargaan. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti Biro Perencanaan dan Biro Keuangan yang mempunyai tugas untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan penyusunan program dan anggaran, evaluasi dan pelaporan kinerja, serta pengelolaan verifikasi, perbendaharaan, akuntansi, dan pelaporan keuangan.

Dari penelitian terdahulu dan fenomena yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh motivasi kerja, dukungan rekan kerja, dan religiusitas terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, peneliti akan mengambil judul: “Pengaruh Kebutuhan Motivasi Kerja, Dukungan Rekan Kerja, dan Religiusitas terhadap Kepuasan Kerja pada Pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia”.

1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas, maka masalah yang akan diteliti hanya mengenai kebutuhan motivasi kerja, dukungan rekan kerja, dan religiusitas terhadap kepuasan kerja. Pembatasan mengenai konsep variabel dalam penelitian ini adalah:

(22)

1. Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang dimiliki pegawai tentang pekerjaannya (Smith 1969, dalam Filipa, 2014).

2. Kebutuhan motivasi kerja adalah dorongan yang kuat dalam diri seseorang untuk mencapai keunggulan di dalam atau di luar standar kerja McClelend (dalam Magallanes, 2019).

3. Dukungan rekan kerja adalah sejauh mana pegawai percaya rekan kerja mereka bersedia memberi mereka bantuan terkait pekerjaan untuk membantu dalam pelaksanaan tugas berbasis layanan mereka (Susskind et al., 2007).

4. Religiusitas adalah sesuatu lebih menitikberatkan pada masalah perilaku, sosial dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan (Fetzer, 1999).

1.2.2 Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan variabel kebutuhan motivasi kerja, rekan kerja, dan religiusitas terhadap kepuasan kerja pada pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi need achievement terhadap kepuasan kerja pada pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi need affiliation terhadap kepuasan kerja pada pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

(23)

4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi need power terhadap kepuasan kerja pada pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia? 5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi dukungan emosional

terhadap kepuasan kerja pada pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi dukungan instrumental kepuasan kerja pada pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia? 7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi value kepuasan kerja

pada pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

8. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi forgiveness kepuasan kerja pada pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

9. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religious/spiritual coping kepuasan kerja pada pegawai Mahkamah Agung Republik

Indonesia?

10. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi commitment kepuasan kerja pada pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kebutuhan motivasi kerja (need for achievement, need for affiliation,dan need for power), dukungan rekan kerja (dukungan emosional dan dukungan

(24)

commitment) terhadap kepuasan kerja pada pegawai Mahkamah Agung Republik

Indonesia.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu untuk menjadi bahan informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi industri dan organisasi terkait dengan kepuasan kerja.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi, gambaran, dan pengetahuan bagi pembaca maupun manajemen sumber daya manusia terkait dengan kepuasan kerja yang berhubungan dengan kebutuhan motivasi kerja, rekan kerja, dan religiusitas sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja pada pegawai. Selain itu untuk dijadikan referensi bagi perusahaan dalam menciptakan kepuasan kerja pegawai yang dapat menunjang aktivitas perusahaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

(25)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Dalam bab dua ini akan dipaparkan mengenai definisi kepuasan kerja, teori kepuasan kerja, aspek-aspek kepuasan kerja, pengukuran kepuasan kerja, definisi kebutuhanmotivasi kerja, aspek-aspek kebutuhan motivasi kerja, pengukuran kebutuhanmotivasi kerja, definisi dukungan rekan kerja, aspek-aspek dukungan rekan kerja, pengukuran rekan kerja, definisi religiusitas, aspek-aspek religiusitas, pengukuran religiusitas, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 Definisi Kepuasan Kerja

Menurut Spector (2008) kepuasan kerja adalah kepuasan kerja adalah variabel sikap yang mencerminkan bagaimana perasaan orang tentang pekerjaan mereka keseluruhan, serta berbagai aspek pekerjaan. Secara sederhana, kepuasan kerja adalah sejauh mana orang menyukai pekerjaan mereka. Menurut Munandar (2001), kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan dengan motivasi kerja.

Menurut Locke (1969) mendefinisikan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan seseorang sebagai pencapaian atau memfasilitasi pencapaian nilai-nilai pekerjaan seseorang. Secara singkat, pegawai yang puas dengan pekerjaannya akan merasa senang dengan pekerjaannya.

(26)

Kemudian Locke mencatat bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja cenderung lebih mencerminkan penaksiran dari tenaga kerja tentang pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau daripada harapan-harapan untuk masa yang akan datang.

Smith (dalam Filipa Castanheira, 2014) menjelaskan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan yang dimiliki pegawai tentang pekerjaannya. Menurut Yukl dan Wexley (dalam Tutuncu. O, 2009) kepuasan kerja terkait dengan istilah sikap yang dianggap sebagai atribut yang ada sebagai nilai dari berbagai pengalaman terkait pekerjaan yang diinginkan dan tidak diinginkan. Ini juga didefinisikan sebagai tingkat kesesuaian antara fitur pekerjaan dan harapan pegawai.

Dari pemaparan definisi kepuasan kerja menurut para tokoh di atas, peneliti merujuk pada definisi Smith (dalam Filipa Castanheira, 2014) bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang dimiliki pegawai tentang pekerjaannya.

2.1.2 Teori Kepuasan Kerja

Untuk menjelaskan teori kepuasan kerja, maka ada 3 teori kepuasan kerja yaitu sebagai berikut:

1. Discrepancy theory (Teori Pertentangan)

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter (1961) untuk mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan.

(27)

2. Equity theory (Teori Keadilan)

Teori ini dikembangkan oleh Adams, 1963 (dalam Inuwa, 2017). Teori ini berprinsip bahwa seseorang akan merasa puas atau tidak merasa puas tergantung apakah seseorang itu merasakan adanya keadilan atau tidaknya atas suatu keadaan atau situasi. Perasaan equity atau inequity diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain. Elemen dari teori equity ini ada tiga, yaitu:

a. Input

Input adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan pegawai sebagai sumbangan kehidupan terhadap suatu pekerjaan. Misalnya seperti pengalaman, pendidikan, keahlian, keterampilan, dan jumlah jam kerja.

b. Out-come (Hasil)

Dalam out-come ini mengandung pengertian sebagai segala sesuatu yang dirasakan oleh pegawai sebagai hasil dari pekerjaannya. Output ini berupa gaji, simbol status, dan kesematan untuk berprestasi atau kesempatan untuk mengekspresikan diri atau aktualisasi diri.

c. Comparison Person (Perbandingan dengan Orang lain)

Perbandingan ini dapat dilakukan dengan individu lain dalam satu pekerjaan, tetapi biasanya juga dengan dirinya ketika membandingkan antara hasil masa lalu dengan masa sekarang. Setiap individu

(28)

membandingkan rasio input-output dirinya dengan input-output orang lain. Apabila hasil perbandingannya cukup adil, maka individu akan merasa puas. Namun apabila hasil perbandingan itu tidak adil atau tidak seimbang, maka individu akan merasa tidak puas.

3. Two Factor theory (Teori Dua Faktor)

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Herzberg, 1959 (dalam Sanjeev, 2016). Prinsip dari teori ini menyatakan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan ini merupakan dua hal yang berbeda. Artinya yaitu kepuasan dan ketidakpuasan kerja bukan suatu variabel yang kontinu dalam hal ini Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu:

a. Kelompok yang memberikan kepuasan (Satisfiers)

Faktor-faktor yang menjadi sumber kepuasan seseorang dalam bekerja, antara lain prestasi kerja, kerja itu sendiri memberikan kepuasaan, tanggung jawab, dan kesematan promosi.

b. Kelompok yang tidak memberikan kepuasan (Disatisfiers)

Faktor-faktor yang menjadi sebab munculnya ketidakpuasan seorang individu. Misalnya, Teknik pengawasan, gaji, kondisi kerja, hubungan interpersonal, dan jaminan perbaikan kerja.

2.1.3 Aspek - aspek Kepuasan Kerja

Terdapat beberapa aspek kepuasan kerja menurut (Smith 1969, dalam Filipa, 2014). yaitu sebagai berikut:

(29)

Sejauh mana pekerjaan itu memberi individu tugas yang menarik, peluang untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Aspek ini menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan menghubungkan kepribadian pegawai dengan kepuasan kerja. Pekerjaan yang menarik dan menantang merupakan unsur penting kepuasan kerja, karena pegawai memiliki kesempatan menggunakan keterampilan dan kemampuannya.

2. Gaji

Aspek ini menunjukkan jumlah remunerasi keuangan yang diterima pekerjadan keadilan yang dirasakan pekerja. Gaji dapat merefleksikan seberapa besar penghargaan yang diberikan manajemen atas kontribusi pegawai. Gaji juga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup pegawai.

3. Promosi

Aspek promosi menunjukkan kemungkinan promosi yang dapat dialamioleh pegawai. Kebijakan promosi yang adil dan transparan dapat menimbulkan perasaan yang menyenangkan bagi pegawai yang mendapat promosi.

4. Hubungan dengan atasan

Kemampuan supervisor atau atasan dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku terhadap pegawai dapat menumbuhkan kepuasan kerja.

(30)

Aspek rekan kerja menunjukkan hubungan sosial antara pegawai dengan rekan kerjanya. Dukungan rekan kerja atau kelompok kerja dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi pegawai. Rekan kerja yang ramah dan mendukung merupakan sumber kepuasan kerja pegawai secara individu. 2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Locke (dalam Munandar, 2001) menyebutkan beberapa karakteristik atau faktor yang menentukan kepuasan kerja. Berikut ditinjau faktor-faktor ciri-ciri instrinsik dari pekerjaan, gaji, dan penyeliaan antara lain:

1. Ciri-ciri Intrinsik Pekerjaan

Menurut Locke, iri-ciri intrinsik pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja ialah keberagaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas. 2. Gaji penghasilan, imbalan yang dirasakan adil (Equittable Reward)

Gaji yang diperoleh secara nyata mewakili kebebesan untuk melakukan apa yang ingin dilakukan (misalnya mendirikan perisahan baru, mendirikan sekolah, berlibur keliling dunia, dan sebagainya).

3. Penyelia

Ada dua jenis hubungan atasan-bawahan, yang pertama hubungan fungsional yaitu mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi mereka. Kedua, hubungan keseluruhan yaitu didasarkan pada ketertarikan antarpibadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. 4. Rekan sejawat yang menunjang

(31)

Setiap pekerjaan dalam organisasi memiliki kaitannya dengan pekerjaan lain. Terjadi diferensiasi pekerjaan mendatar dan tegak. Dalam perkembangan selanjutnya, corak interaksi antarpekerjaan tumbuh berbeda-beda. Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan tugas pekerjaannya memperoleh masukan dari tenaga kerja lain. Ada juga satuan kerja yang para tenaga kerjanya masing-masing memiliki tugas yang dapat mereka lakukan secara mandiri dikoordinasi oleh pimpinan satuan kerja. 5. Kondisi kerja yang menunjang

Bekerja dalam ruangan yang tidak mengenakan (uncomfortable)akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering keluar ruangan kerjanya. Perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang nyaman. Kondisi kerja yang memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.

Kemudian menurut Gilmer (dalam Desy Purnamasaari, 2019) faktor-faktor kepuasan kerja adalah :

1. Kesempatan untuk maju

Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.

2. Keamanan kerja

Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi pegawai. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan pegawai selama kerja.

(32)

3. Gaji

Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.

4. Perusahaan dan manajemen

Perusahaandan manajemen yangbaik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja pegawai.

5. Pengawasan

Sekaligus atasannya. Supervise yang buruk dapat berakibat. 6. Faktor intrinsik dari pekerjaan

Atribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.

7. Kondisi kerja

Termasuk disini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran. 8. Aspek sosial dalam pekerjaan

Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.

(33)

Komunikasi yang lancar antar pegawai dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat ataupun prestasi pegawainya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.

Menurut Robbins dan Timoty (2012) faktor-faktor yang umumnya berpengaruh terhadap kepuasan seseorang adalah:

1. Suasana pekerjaan 2. Pengawasan 3. Gaji/upah 4. Peluang promosi

5. Hubungan dengan rekan kerja

Berdasarkan faktor-faktor kepuasan kerja yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pegawai di dalam suatu perusahaan atau organisasi dapat memberikan manfaat untuk pegawainya dan terutama untuk pemimpin perusahaan agar dapat mengetahui perasaan, keinginan, harapan, dan kepuasan kerja pegawai yang sifatnya apat berubah-ubah sebagai langkah awal pimpinan untuk mengambil keputusan dalam bertindak dalam masalah kepegawaian yang ada dalam perusahaan.

2.1.5 Pengukuran Kepuasan Kerja

Ada beberapa macam alat ukur yang digunakan dalam pengukuran kepuasan kerja, baik dari segi analisa statistiknya maupun pengmpulan datanya. Dapat

(34)

melalui tanya jawab perorangan, angket, ataupun pertemuan kelompok kerja. Akan tetapi ada alat ukur yang dikhususkan untuk mengukur kepuasan kerja tersebut, diantaranya yaitu:

1. Minnesota Satisfaction Questinare

Alat ukur ini dibuat oleh Weiss, Dawis, England, dan Lofquist pada tahun 1967 yang terdiri dari 20 item yang mencakup aspek aktivitas, kemandirian, variasi, status sosial, pengawasan baik hubungan manusia ataupun teknis, nilai-nilai moral, keamanan, layanan sosial, wewenang, pemanfaatan kemampuan, kebijakan perusahaan, kompensasi, kemajuan, tanggung jawab, kreativitas, kondisi kerja, rekan kerja, pengakuan, dan prestasi.

2. The Job Descriptive Index

Alat ukur ini dibuat oleh Smith & Kendali pada tahun 1969. Alat ukur ini terdiri dari72 item yang mencakup lima aspek. Aspek yang diukur dalam alat ukur ini adalah aspek gaji, promosi, supervise, dan rekan kerja.

3. Fixed-response scale

Alat ukur ini dibuat oleh Porter pada tahun 1961.Alat ukur ini didasari pada teori discrepancy.Contoh dari alat ukur ini adalah Need Satisfaction Questionaire.

4. The Emploee Satisfaction (ESI)

Alat ukur ini dikembangkan oleh Koustelios pada tahun 1991 yang terdiri dari 24 pertanyaan yang terbagi dalam 6 aspek yaitu working conditions,

(35)

earnings, promotions, nature of work, immediate superior and the

instituation as a whole.

5. The Job Satisfaction Survey (JJS)

Alat ukur ini dikembangkan oleh Spector pada tahun 1985 yang terdiri dari 36 item yang mencakup 9 aspek kepuasan kerja yaitu, gaji, promosi, supervisor, tunjangan, peraturan dan prosedur, rekan kerja, pekerjaan itu sendiri, dan komunikasi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur baku yaitu The Job Descriptive Index yang dikembangkan oleh Smith, Kendali, dan

Hullin pada tahun 1969 yang terdiri dari 72 item. Alat ukur yang digunakan ini mencakup lima aspek yaitu, pekerjaan itu sendiri, gaji, promosi, supervisor, dan rekan kerja.

2.2.1 Definisi Kebutuhan Motivasi Kerja

Munandar (2001) menjelaskan bahwa kebutuhan motivasi kerja merupakan suatu proses dimana kebutuhan yang mendorong individu untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah pada tujuan yang ingin dicapai. Apabila tujuan telah berhasil dicapai, maka akan memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan kebutuhan yang dimaksudkan suatu keadaan dalam diri (internal state) yang menyebabkan hasil-hasil atau keluaran-keluaran tertentu menjadi menarik.

Luthans (dalam Adeyinka Tella, 2007) menegaskan bahwa kebutuhan motivasi adalah proses yang membangkitkan, memberi energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku dan kinerja. Artinya, itu adalah proses merangsang orang untuk tindakan dan untuk mencapai tugas yang diinginkan. Menurut

(36)

McClelend (dalam Magallanes, 2019) mengatakan bahwa kebutuhan motivasi adalah dorongan yang kuat di dalam dorongan itu atau memotivasi seseorang untuk unggul, untuk mencapai sesuatu di dalam standar atau di luar standar.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai kebutuhan motivasi kerja di atas, peneliti fokus kepada definisi dari McClelend (dalam Magallanes, 2019) yaitu menyimpulkan bahwa kebutuhan motivasi kerja adalah dorongan yang kuat dalam diri seseorang untuk mencapai keunggulan di dalam atau di luar standar kerja. 2.2.2 Aspek - aspek Kebutuhan Motivasi Kerja

Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland dan kawan-kawan mengemukakan teori kebutuhan yaitu teori yang berfokus pada tiga kebutuhan, diantaranya, yaitu:

1. Need for Achievement (kebutuhan untuk berprestasi).

Merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk memecahkan masalah, seorang karyawan yang mempunyai kebutuhan akan berprestasi tinggi cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik dari pada sebelumnya selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih tinggi.

Individu yang dimotivasi oleh prestasi digambarkan sebagai orang yang ingin unggul, menjadi lebih baik dalam sesuatu demi menjadi lebih baik. Individu-individu ini menerima rasa kepuasan yang besar dari tindakan melampaui orang-orang di sekitar mereka.

(37)

Merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, ketika pegawai dapat beradaptasi dan diterima di lingkungan kerja. Individu yang dimotivasi oleh afiliasi digambarkan sebagai orang-orang yang memberikan penghargaan tinggi koneksi sosial dan cocok dengan suatu kelompok. Kebutuhan Motivasi utama mereka untukmelakukan tugas dengan baik adalah keinginan mereka untuk menyenangkan rekan kerja dan manajer mereka, dan akan melakukannya apapun yang mereka bisa untuk tidak mengecewakan mereka. Namun, mereka bekerja dengan baik dalam tim dan lebih suka bekerja sendiri.

Meskipun mengagumkan, McClelland berpendapat bahwa ini memang benar seringkali pegawai dan manajer paling tidak efektif. Sedangkan individu dimotivasi oleh kekuasaan atau prestasi ingin selalu meningkatkan posisi atau status mereka, mereka yang termotivasi oleh afiliasi seringkali puas dengan di mana mereka berada.

3. Need for power (kebutuhan untuk kekuasaan).

Merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Individu yang dimotivasi oleh kekuasaan digambarkan sebagai orang yang mencari kontrol dan pengaruh terhadap orang lain. Mereka yang sangat termotivasi oleh kekuasaan kemungkinan akan mencari gengsi, pengakuan, perhatian, dan kekayaan.

(38)

Individu-individu ini secara alami tertarik pada posisi kepemimpinan dan kemungkinan akan berusaha untuk bekerja melalui jajaran organisasi mana pun. Sebagai pegawai, penting untuk mereka apabila diberi kepercayaan atau wewenang oleh pimpinan.

2.2.3 Pengukuran KebutuhanMotivasi Kerja

Untuk mengukur kebutuhan motivasi kerja maka digunakan skala motif SWQ (Stott and Walker Questionnaire) yang diciptakan oleh Stott dan Walker (1992, dalam Wijono, 2012 h. 50-53) berdasarkan teori McClelland (1920,1975). Skala ini berisi 21 aitem dan menggunakan 5 alternatif jawaban (1 sampai 5). Skala ini dimodifikasi oleh peneliti agar sesuai dengan tujuan penelitian. Skor penilaian dalam skala ini menunjukkan bahwa jika mendapat skor 1 maka motivasi kerja yang dimiliki sangat rendah sampai skor 5 menunjukkan motivasi kerja yang dimiliki sangat tinggi.

2.3 Dukungan Rekan Kerja (Coworker Support)

2.3.1 Definisi Dukungan Rekan Kerja (Coworker Support)

Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan, maupun bantuan yang diberikan oleh orang lain ataupun kelompok kepada individu. Dukungan ini bias datang dari berbagai sumber, pasangan, keluarga, teman, dokter, atau organisasi komunitas.

Dukungan Rekan Kerja (Coworker Support) merupakan salah satu jenis dukungan sosial yang bersumber dari internal dunia kerja individu (Work Support) (Lane, 2004). Cobb (1976) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi

(39)

yang mengarahkan subjek untuk percaya bahwa dia dirawat dan dicintai, dihormati, dan anggota dari jaringan kewajiban timbal balik.

Sejalan dengan definisi tersebut, dukungan rekan kerja (Coworker Support) dapat didefinisikan sebagai bantuan emosional dan instrumental yang

diperoleh individu dari hubungan interpersonal dengan rekan kerja. Definisi tersebut mengacu pada definisi work support yang tertulis menurut Lane (2004, h.131) sebagai berikut: “Work support is defined as the emotional and instrumental assistance one receives through his or her interpersonal relationships at work”.

Serangkaian definisi dukungan rekan kerja di atas dapat diintegrasikan dan ditarik sebuah makna mengenai dukungan rekan kerja yaitu perasaan positif yang dirasakan oleh individu karena hadirnya satu atau lebih rekan kerja yang bersikap peduli, bersedia mendengarkan dengan simpatik saat individu mengalami masalah, dan peduliterhadap perkembangan individu dalam profesi (dukungan emosional); serta perasaan positif yang dirasakan oleh individu karena memperoleh bantuan (secara fisik) atau mendapat sesuatu (benda fisik) dari rekan kerja sehingga dapat meringankan masalah ataupun membantu untuk berkembang dalam profesi (dukungan instrumental).

2.3.2 Aspek – aspek Dukungan Rekan Kerja (Coworker Support)

Berdasarkan pendapat Lane (2004), maka konsep Dukungan Sosial Rekan Kerja atau Coworker Support yang dimaksudkan dalam penelitian ini berasal dari konsep Dukungan Sosial yang dipandang dari perspektif ‟fungsional‟, yaitu perceived social support yang menjelaskan mengenai ketersediaan dukungan dari

(40)

rekan kerja yang dirasakan individu saat membutuhkan. Dukungan Sosial Rekan Kerja (Coworker Support) merupakan salah satu jenis Dukungan Sosial yang bersumber dari internal dunia kerja individu (Work Support) (Lane, 2004):

a. Dukungan Emosional yaitu merujuk pada keberadaan individu yang dapat menerima, serta mendengarkan secara simpatik dan peduli kepada individu lain yang sedang mengalami masalah. Dukungan emosional ini berupa kepedulian, perhatian, empati, penguatan, dan penerimaan yang membuat seseorang merasa nyaman, dicintai, dan diperhatikan.

b. Dukungan Instrumental yaitu mencakup bantuan praktikal yang diberikan saat dibutuhkan, seperti meminjamkan uang dan obyek fisik yang lain. Dukungan instrumental diwujudkan dengan memberikan bantuan secara nyata seperti meminjamkan uang atau materi lain saat keadaan yang mendesak.

2.3.3 Pengukuran Dukungan Rekan Kerja (Coworker Support)

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dukungan sosial rekan kerja hasil modifikasi dari coworkersupport scale milik Lane (2004). Skala tersebut memiliki dua skala sesuai dengan aspek dukungan sosial rekan kerja, yaitu:

a. Dukungan Emosional (Emotional Coworker Support) b. Dukungan Instrumental (Instrument Coworker Support)

Coworker Support Scale telah digunakan oleh Lane (2004) pada penelitiannya dan

memiliki koefisien reliabilitas subskala Emotional Coworker Support sebesar 0,92, serta koefisien reliabilitas subskala Instrumental Coworker Support sebesar

(41)

0,88. Skala Dukungan Sosial Rekan Kerja terdiri dari 25 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,92.

2.4 Religiusitas

2.4.1 Definisi Religiusitas

Menurut Johnson (2001) religiusitas merupakan sejauh mana seorang individu berkomitmen terhadap agama yang ia anut dan ajarannya, seperti sikap dan perilaku indvidu yang mencerminkan komitmen tersebut. Sementara Fetzer (1999) menjelaskan bahwa religiusitas adalah sesuatu lebih menitikberatkan pada masalah perilaku, sosial dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan. Karena doktrin yang dimiliki setiap agama wajib diikuti oleh setiap pengikutnya.

Selain itu, menurut Huber & Huber (2012) religiusitas merupakanwujud keyakinan atau keberagamaan individu yang meliputi pengetahuan individu tentang agama yang dianut (intelectual). Keyakinan mengenai ajaran yang dianut (ideology), praktik keagamaan yang bersifat komunal (public practice), praktik keagamaan yang bersifat pribadi (private practice), dan pengalaman kontak komunikasi dengan Tuhan (religious experience).

Dari pengertian para ahli yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah suatu keyakinan individu terhadap Tuhannya yang dipercaya oleh setiap individu dalam memahami dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya secara benar dan sejauh mana ketaatan dan fanatisme individu terhadap agama, maka semakin kuat kepercayaan individu tersebut terhadap

(42)

Tuhan, dan semakin tinggi pula tingkat religiusitasnya yang akan diamalkan dan tercerminkan dalam perilaku individu sehari-hari.

2.4.2 Aspek – aspek Religiusitas

Menurut Jhon E. Fetzer (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Multidimensional Measuremen Religiusness, Spiritually For Use In Heath

Research” ada 12 aspek religiusitas, yaitu:

1. Daily Spiritual Experience

Daily Spiritual Experience merupakan dimensi yang memandang

dapak agama danspiritual dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mempersepsikan individu terhadap sesuatuyang berkaitan dengan transeden dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi terhadap interaksinya pada kehidupan tersebut, sehingga daily spiritual experience lebih kepada pengalaman kognitif, underwood (dalam Fetzer, 1999).

2. Meaning

Meaning adalah mencari makna dari kehidupan dan berbicara

mengenai pentingnya makna atau tujuan hidup sebagai bagian dari rasa koherensi fungsi penting untuk mengatasi hidup atau unsur kesejahteraan psikologis. Pragament (dalam Fretzer, 1999) menjelaskan meaning yang dimaksud disini adalah yang berkaitan dengan religiusitas atau disebut religion-meaning yaitu sejauh mana agama dapat menjadi tujuan hidupnya. 3. Value

Menurut Idler (dalam Fetzer Instute, 1999) value adalah pengaruh keimanan terhadapnilai-nilai hidup, seperti mengajarkan tentang nilai

(43)

cinta, saling menolong, saling melindungi, dan sebagainya. Value dimaksudkan untuk mengukur dimensi-dimensi berbeda dari nilai tempat keberadaan seorang individu dalam agamanya dimana dalamhal tersebut berkaitan dengan komitmen seseorang. Adapun teori lain memandang value sebagai kriteria yang digunakan orang-orang untuk memilih dan

menilai tindakan. Dalam dimensi ini mencoba untuk menaksir tingkat dimana suatu perilaku individu mencerminkan suatu ungkapan normatif dari keyakinan atau agamanya sebagai nilai tertinggi.

4. Belief

Dalam Bahasa Indonesia belief disebut keimanan yaitu kebenaran yang diyakini dengan hati dan diamalkan dengan amal perbuatan. Menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) belief merupakan sentral dari religiusitas. Religiusitas merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa oleh suatu agama.

5. Forgiveness

Forgiveness adalah memaafkan, yaitu tindakan memaafkan dan

bertujuan untuk memaafkan bagi orang yang melakukan kesalahan dan berusaha keras untuk melihat orang itu dengan belas kasihan, kebajikan, dan cinta. Menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) forgiveness mencakup 5 dimensi turunan, yaitu:

(44)

b. Merasa diampuni oleh Tuhan c. Merasa dimaafkan oleh orang lain d. Memaafkan orang lain

e. Memaafkan diri sendiri 6. Private Religious Practice

Private Religious Practice menggambarkan kegiatan yang

dilakukan oleh individu secarapribadi berbeda dengan public religious practice yang dilakukan lebih formal,terorganisir, dan berhubungan

dengan orang lain yang melibatkan waktu dan tempat tertentu. Dalam private religious practice ini tidak selalu terjadi pada tempat dan waktu

yang pasti atau telah ditentukan. Menurut Levin (dalam Fetzer,1999) private religious practice merupakan perilaku beragama dalam praktek

agama, meliputi ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan lain-lain untuk meningkatkan religiusitasnya.

7. Religious/Spiritual Coping

Menurut Pragrement (dalam Fetzer, 1999) religious spiritual coping merupakan stress dengan menggunakan pola dan metode religious

seperti berdoa, beribadah untuk menghilangkan stess, dan sebagainya. Ada tiga jenis coping secara religious, yaitu:

a. Deffering Style, yaitu meminta penyelesaian masalah kepada Tuhan saja dengan cara berdoa dan meyakini bahwa Tuhan akan menolong Hamba-Nya dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

(45)

b. Collaborative Style, yaitu hamba meminta solusi kepada Tuhan dan hamba-Nya senantiasa berusaha melakukan coping.

c. Self-Directing Style, yaitu individu bertanggung jawab sendiri dalam menjalankan coping.

8. Konsep Religious Support

Menurut Krause (dalam Fetzer, 1999) konsep religious support merupakan aspek sosial antara individu dengan pemeluk agama sesamanya. Dalam Islam hal ini sering disebut dengan Ukhuwah Al-Islamiyah.

9. Religion Spiritual History

Religion Spiritual History adalah seberapa jauh individu

berpartisipasi untuk agamanya selama hidupnya dan seberapa jauh agama mempengaruhi perjalanan hidupnya. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengukur sejarah keberagamaan/spiritual seseorang. Terdapat 4 aspek yang dapat diukur berkaitan dengan sejarah keberagamaan/spiritualitas seseorang, yaitu:

a. Biografi keagamaan

b. Pertanyaan-pertanyaan mengenai sejarah keagamaan/spiritual c. Pengalaman keagamaan/spiritual yang mengubah hidup d. Kematangan spiritual

(46)

Menurut Williams (dalam Fetzer, 1999) commitment adalah seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta berkontribusi kepada agamanya.

11. Organizational Religiousiness

Menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) organizational religiousness merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaan yang ada dimasyarakat dan beraktifitas didalam lembaga keagamaan tersebut.

12. Religious Preference

Menurut Ellisson (dalam Fetzer, 1999) religious preference memandang sejauh mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan agamanya. Menurut Glock & Stark terdapat lima dimensi religious preference, yaitu:

a. Dimensi Keyakinan (Ideologis) yaitu, pengharapan dimana orang yang religious berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut.

b. Dimensi praktek agama (Ritual) yaitu, mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.

c. Dimensi pengalaman (Eksperensial), yaitu bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu yang berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan,

(47)

persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seorang pelaku atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan.

d. Dimensi pengetahuan agama (Intelektual) yaitu, mengacu pada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi.

e. Dimensi Konsekuensi, yaitu mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.

2.4.4 Pengukuran Religiusitas

Terdapat beberapa alat ukur religiusitas yang dikembangkan oleh para ahli, yaitu:

1. Glock dan Stark (1962), alat ukur yang dikembangkan terdiri dari 5 dimensi, yaitu keyakinan, praktik agama, pengalaman, pengetahuan agama, dan konsekuensi.

2. King (1967), alat ukur yang dikembangkan terdiri dari 10 dimensi, yaitu pengakuan dan komitmen, partisipasi berkenaan dengan jemaah, pengalaman agama, hubungan pribadi dalam jemaah, komitmen mencari pengetahuan agama, terbuka terhadap perkembangan agama, kedogmatisan, orientasi ekstrinsik, perilaku dan sikap.

3. Religious Orientation Scale yang dikembangkan oleh Allport dan Ross (1967). Alat ukur ini membagi religiusitas menjadi dua orientasi yaitu

(48)

orientasi instrinsik dan orientasi ekstrinsik. Terdapat 20 item dalam skala ini dan menggunakan model skala Likert.

4. Fetzer (1999), alat ukur yang dikembangkan adalah multidimensional measurement of religiousness/spirituality for use in health research, terdiri

dari 12 dimensi, yaitu daily spiritual experience, meaning, value, belief, forgiveness, private religious practice, religious/spiritual coping, religious

support, religious spiritual history, commitment, organizational

religiousness, religious preference.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur multidimensional measurement of religiousness/spirituality for use in

health research yang dikemukakan oleh Fetzer (1999) yang tediri dari 12

dimensi. Namun, disini peneliti hanya menggunakan empat dimensi saja, yaitu value, forgiveness, religious/spiritual coping, dan commitment. Karena menurut peneliti, dari 12 dimensi yang terdapat pada variabel religiusitas, hanya 4 dimensi yang cocok untuk mengukur kepuasan kerja pada pegawai.

2.5 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir digunakan untuk menunjukkan arah bagi suatu penelitian agar dapat berjalan sesuai pada lingkup yang telah ditetapkan. Kerangka berpikir ini berdasarkan pada hasil teoritis yang telah dipaparkan di atas. Berdasarkan hasil teoritis yang sudah dipaparkan, maka peneliti menganggap perlu mengkaji bagaimana kepuasan kerja dipengaruhi oleh kebutuhan motivasi kerja (need for achievement, need for affiliation, dan need for power), dukungan

(49)

rekan kerja (dukungan emosional dan dukungan instrumental), dan religiusitas (value, religious/spiritual coping, dan commitment).

Kepuasan kerja dapat diartikan sebagai suatu hal yang membuat seseorang merasakan senang akan pekerjaannya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja seperti faktor hubungan antar pegawai, faktor individual, dan faktor luar.

Kebutuhan motivasi kerja merupakan hal yang meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Dalam mencapai suatu tujuan dalam pekerjaan, pegawai harus menciptakan motivasi kerja untuk mencapai tujuan tersebut. Memang, bukanlah hal yang mudah untuk menciptakan suatu motivasi kerja, akan tetapi motivasi dapat muncul apabila pegawai merasa nyaman dan mendapat dukungan untuk melakukan pekerjaannya. Pegawai akan merasa puas apabila ia melakukan pekerjaan dengan nyaman dan memiliki dorongan yang kuat untuk melakukan pekerjaannya. Jika kebutuhan akan motivasi telah terpenuhi, maka pegawai akan merasakan kepuasan.

Dalam hal ini motivasi kerja lebih mengacu pada tiga kebutuhan dari dalam diri individu untuk melakukan suatu pekerjaan. Ketika seorang pegawai memiliki tiga teori kebutuhan yaitu Achievement, Affiliation, dan Power maka seorang pegawai tersebut akan melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan yang dapat berpengaruh dalam kualitas pekerjaannya. Kualitas pekerjaannnya tersebut yang akan membuat pegawai merasa puas atau tidak puas dengan apa yang telah dicapainya.

(50)

Pada dimensi prestasi dalam kebutuhan motivasi kerja, pegawai yang dapat mencapai keberhasilan atau mempertahankan apa yang telah dicapainya akan merasa puas terhadap pekerjaannya. Sedangkan pegawai yang tidak dapat mencapai keberhasilan dalam pekerjaannya cenderung tidak merasakan puas dalam pekerjaannya. Ketika seorang pegawai merasa memiliki kemajuan dalam hal keahlian baru dalam pekerjaannya, maka pegawai akan termotivasi untuk melakukan pekerjaannya dengan baik dan akan merasa puas pada pekerjaannya yang telah dilakukannya. Sebaliknya, apabila seorang pegawai merasa kemampuan atau keahliannya dalam bekerja tidaklah berkembang, maka pegawai akan merasa tidak dapat menghasilkan suatu kemajuan dari apa yang dikerjakan dan pegawai akan merasa tidak puas dengan apa yang dikerjakannya.

Kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk memecahkan masalah. Ketika seorang pegawai yang mempunyai kebutuhan akan berprestasi tinggi untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya cenderung untuk berani mengambil resiko, dan apabila telah tercapainya prestasi maka tercapainya pula kepuasan kerja.

Kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain. Ketika pegawai mampu berinteraksi dengan rekan kerjanya, maka akan terciptanya kepuasan kerja dimana interaksi yang terjalin pada rekan kerja adalah suatu motivasi untuk berkembang lebih baik dalam pekerjaannya. Ketika pegawai dapat beradaptasi dan merasa diterima di lingkungan kerjanya, maka ia akan merasakan kepuasan kerja.

(51)

Kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Ketik pegawai merasa dirinya berpengaruh terhadap rekan kerjanya maupun orang lain, maka pegawai tersebut akan merasakan kepuasan kerja karena merasa dirinya dapat memberikan manfaat yang baik untuk orang-orang di sekitarnya.

Coworker atau rekan kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja terhadap

pegawai. Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa membutuhkan orang lain, berinteraksi, dan bersosialiasi. Oleh karena itu, pegawai yang bekerja di suatu perusahaan perlu mendapatkan dukungan baik dari atasan maupun rekan kerja. Di dalam suatu perusahaan, seorang pegawai dapat memiliki motivasi kerja apabila dalam perusahaan tersebut terjadi interaksi interpersonal antar pegawai. Interaksi interpersonal tersebut dapat terjadi pada seorang pegawai dengan pegawai lainnya dan juga dengan atasan. Pegawai yang memiliki hubungan baik dengan rekan kerjanya dalam mencapai suatu tujuan bersama ataupun saling tolong menolong dalam proses pekerjaannya akan merasakan puas terhadap pekerjaannya. Sebaliknya apabila pegawai tidak memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerjanya, pegawai tersebut akan merasa ketidakpuasan terhadap pekerjaannya yang disebabkan tidak adanya dukungan dari rekan kerja dalam proses pekerjaanya.

Begitu juga dengan religiusitas dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Religiusitas dalam kehidupan sehari-hari berfungsi sebagai sumber motivasi dan sumber inspirasi dalam melakukan kegiatan termasuk bekerja. Dalam hal ini, value merupakan pengaruh nilai keimanan terhadap nilai-nilai hidup.Nilai-nilai

(52)

tersebut mengajarkan tentang nilai agama yang mendasarinya untuk saling tolong menolong dan melindungi. Manusia hidup pasti membutuhkan orang lain, seperti halnya seorang pegawai dalam menjalankan pekerjaannya di suatu perusahaan pasti pada saat-saat tertentu pegawai tersebut membutuhkan pegawai yang lainnya. Apabila dalam suatu perusahaan terbiasa melakukan tolong menolong dan saling melindungi antar sesama, maka akan merasa puas dalam melakukan pekerjaannya tersebut. Begitupun sebaliknya, apabila pegawai merasa di dalam perusahaan tersebut tidak timbulnya nilai keimanan tolong-menolong maka pegawai tersebut tidak merasa puas akan pekerjaannya.

Value mengajarkan tentang nilai tolong menolong sehingga pegawai dapat

menerapkan dalam kehidupan sehari-hari kepada rekan kerja atau lingkungan kerjanya. Dengan forgiveness, memaafkan maka hati akan terasa tenang sehingga pegawai akan melakukan pekerjaannya dengan lebih nyaman dan akan timbulnya kepuasan dari dalam diri pegawai. Religious/spiritual coping seberapa jauh sejarah keberagaman mempengaruhi hidup seseorang. Pada diri pegawai diharapkan agar memiliki sejarah keberagamaan yang dapat mempengaruhi kehidupan dalam menjalankan pekerjaannya agar tetap selalu bersyukur dan mencapai suatu kepuasan kerja.

Commitment adalah individu yang mementingkan agamanya. Apabila

pegawai dalam melakukan pekerjaannya lebih mementingkan agamanya, maka pegawai tersebut akan memahami ajaran agama yang telah dianutnya dan dia akan dekat dengan Tuhan-Nya, sehingga akan merasakan kepuasan kerja.

(53)

Berdasarkan uraian tentang kerangka berpikir, maka penelitian ini dapat dibuat bagan hubungan dari variabel-variabel penelitian yang dapat menjelaskan maksud dari kerangka teoritis yang telah dipaparkan, sebagai berikut:

2.5 Hipotesis Penelitian

Kebutuhan

Motivasi Kerja

Dukungan Rekan

Kerja

Kepuasan Kerja

(54)

Hipotesis Mayor

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 2.6 HipotesiPenelitian

Hipotesis Mayor

Ha : Ada pengaruh yang signifikan kebutuhan motivasi kerja (need for achievement, need for affiliation, dan need for power), dukungan

rekan kerja (emotional coworker support dan instrumental coworker support), dan religiusitas (value, forgiveness,religious/spiritual

coping, dan commitment) terhadap kepuasan kerja pegawai

Mahkamah Agung Republik Indonesia? Hipotesis Minor

(55)

H1 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi need for achievement

terhadap kepuasan kerja pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

H2 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi need for affiliaton terhadap

kepuasan kerja pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia? H3 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi need for power terhadap

kepuasan kerja pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia? H4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi dukungan emosional

terhadap kepuasan kerja pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

H5 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi dukungan instrumental

terhadap kepuasan kerja pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

H6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi valueterhadap kepuasan

kerja pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

H7 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi forgiveness terhadap

kepuasan kerja pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia? H8 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi religious/spiritual coping

terhadap kepuasan kerja pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia?

H9 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi commitment terhadap

(56)

48 BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan memaparkan mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dari variabel, instrumen pengumpulan data, pengujian validitas konstruk, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data.

3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi keseluruhan pada pegawai Mahkamah Agung RI sebanyak 30.917 orang. Sumber data tersebut didapat melalui web sistem informasi kepegawaian Mahkamah Agung RI yaitu sikep.mahkamahagung.go.id yang hanya dapat diakses oleh pegawai dalam biro kepegawaian Mahkamah Agung RI. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai Mahkamah Agung RI yang ada pada dewasa awal, dewasa madya dandewasa akhir (lansia) dengan rentang usia 21-60 tahun ke atas. Pada penelitian initidak seluruh populasi penelitian dijadikan sampel. Adapun jumlah sampel yang oleh peneliti yaitu sebanyak 250 pegawai Mahkamah Agung RI. Alasan peneliti menggunakan populasi tersebut karena peneliti pernah melakukan observasi pada pegawai Mahkamah Agung RI selama dua bulan dalam kesempatan Kuliah Kerja Lapangan.

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik non-probability sampling dengan metode purposive sampling. Hal ini dikarenakan tidak semua individu dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel dalam penelitian. Penyebaran data dalam

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir  2.6  HipotesiPenelitian
Tabel 4.2 Statistik deksriptif variabel penelitian  Descriptive Statistics
Tabel 4.5  R-Square  Model Summary  Model  R  R  Square  Adjusted  R Square  Std. Error of the Estimate  Change Statistics R Square Change F Change df1  df 2  Sig
Tabel 4.7  Koefisien regresi  Coefficients a Model  Unstandardized Coefficients  Standardized Coefficients  T  Sig

Referensi

Dokumen terkait

Apakah faktor demografi yang meliputi: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengalaman auditor dalam menggunakan komputer audit berpengaruh secara signifikan

Oleh karena itu, penulis menilai sangat relavan untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Faktor Sosial, Budaya, Pribadi dan Psikologis terhadap Keputusan

Kesesuain kualitas produk, kesesuaian harga produk dan kesesuaian kualitas pelayanan berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan konsumen tahu UMKM ADN Bambu Apus Pamulang

Hasil analisis vegetasi pada tingkat tumbuhan bawah (Tabel 1) menunjukan bahwa jenis areuy kuhkuran atau Carallia brachiata memiliki INP 25,71 % dan menjadi paling

Hasil penelitian menunjukan bahwa berlakunya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pengharmonisasian Rancangan Peraturan

66 Azman Abdul Rahman, ”The Concept of Al-Adah Muhakkamah in the Inheritance of Customary Land According to Adat Perpatih in Malaysia”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Hasil dari jalur atau sub struktural 2 memperlihatkan bahwa Beban Kerja, Lingkungan Kerja, dan Stres Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Karyawan

dengan γ adalah ground shear strain, K g adalah indeks kerentanan seismik, dan 10 -6 ditetapkan untuk memperkirakan nilai strain pada satuan 10 -6 di lapisan tanah