• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M/1441 H.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M/1441 H."

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF FAZLUR RAHMAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Fiqih Sampurna NIM: 11140331000066

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2020 M/1441 H.

(2)

ii Nama : Fiqih Sampurna

NIM : 11140331000066

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul KONSEP ESKATOLOGI FAZLUR RAHMAN adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.

Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Ciputat, 16 November 2020

Fiqih Sampurna

(3)

iii

KONSEP ESKATOLOGI PERSPEKTIF FAZLUR RAHMAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh Fiqih Sampurna NIM: 11140331000066

Dosen Pembimbing:

Dr. Humaidi, M.Ud NIDN: 2119097901

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2020 M/1441 H.

(4)

iv

Skripsi berjudul “Konsep Eskatologi Perspektif Fazlur Rahman telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada (Senin, 21 Desember 2020). Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Progam Studi Aqidah Filsafat Islam.

Ciputat, 21 Desember 2020 Sidang Munaqosyah,

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dra. Tien Rohmatin, M.Ag NIP. 196808031994032002

Banun Binaningrum, M.Pd NIP. 196806181999032001

Anggota, Penguji I

Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F, MA

NIP.195008041986031002

Penguji II

Drs. Agus Darmaji, M.Fils

NIP.196108271993031002

Dr. Humaidi, M.Ud NIDN: 2119097901

(5)

v ABSTRAK

Fiqih Sampurna,

“Konsep Eskatologi Perspektif Fazlur Rahman”.

Skripsi ini mendeskripsikan salah satu diskursus dari filsafat al-Qur’an, yaitu eskatologi yang dilihat berdasarkan pemikiran keislaman Fazlur Rahman (1919-1988) dengan aplikasi pendekatan deskriptif analitik. Inti dari tulisan ini adalah respons Rahman atas wacana eskatologi. Gambaran standar eskatologi dalam al-Qur’an berbicara seputar nikmat surga dan siksa neraka. Dengan demikian, baginya gagasan pokok al- Qur’an mengenai eskatologi adalah moment kesadaran diri (moment of truth) atas amal perbuatan yang telah dikerjakan, setiap orang akan secara jujur dan sebenar-benarnya mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya itu dan menerima penghakiman atasnya sebagai balasan yang setimpal.

Moment of truth ini terjadi setelah fenomena kehancuran bumi, meskipun menurut Fazlur Rahman, pernyataan filosofis al-Qur’an tidaklah membicarakan kehancuran bumi secara total, melainkan membicarakan transformasinya kepada wujud baru yang secara wajar dan otomatis meniscayakan kehancuran wujud lama.

Argumen teologis-filosofis Rahman ini berdasarkan pernyataan filosofis QS. Ibrāhīm: 48, Āli ‘Imrān: 133, dan al-Zumar: 68, 74.

Dari sini dapat dipahami, bahwa surga dan neraka akan muncul berdasarkan dialektika unsur-unsur yang ada di alam ini, yang menjadikan wujud alam lama ini bertransformasi kepada wujud alam baru. Dan secara otomatis, bagi Rahman, tidaklah dibenarkan jika surga bagi para muttaqin, dan neraka bagi para orang jahat itu sudah ada sejak sekarang, melainkan keduanya masih sedang menunggu adanya proses perubahan transformasi sampai tiba saatnya. Yang oleh al-Qur’an disebut dengan hari kebangkitan. Pada moment hari kebangkitan ini, Rahman juga meyakini bahwa jiwa dan raga merupakan satu paket sebagai diri seseorang yang akan tersusun dan wujud kembali. Tentu saja hal ini berbeda dengan pernyataan para filosof dan teolog Muslim lainnya yang masih mempersepsi dualisme antara jiwa dan raga, yang sejatinya menurut Rahman satu paket menjadi identitas diri manusia.

(6)

vi

Segala puji dan rasa syukur senantiasa penulis haturkan kepada Żāt Ilāhi Rabbī yang Mahakuasa yang telah memberikan keselamatan, rahmat, dan kesejahteraan bagi para hamba-Nya, serta menurunkan lembaran-lembaran yang tersucikan, lembaran yang sangat filosofis dengan lafal dan makna sebagai sumber pengetahuan yang senantiasa perlu kita jamah. Ṣalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabī Muḥammad SAW., sahabat-sahabatnya dan kepada semua pengikutnya sampai akhir zaman. Ammā ba‘du:

Studi ini merupakan bagian kecil untuk medorong umat Islam supaya bisa menjadi berkualitas, seperti halnya para

‘Ulamā’ (ilmuwan) dan Nabī terdahulu. Di samping itu, mungkin dalam tulisan ini masih ada kekurangan mohon bagi yang berkepentingan memberikan kritik dan sarannya. Karena penulis sangat terbuka dan mengucapkan terima kasih.

Dalam penysusunan skripsi ini, penulis mengalami berbagai ujian yang menyita waktu dan materi, serta desakan berbagai hal. Tentunya, tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat kontribusi dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis perlu menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Dosen pembimbing skripsi, yakni Dr. Humaidi, M.Ud.

yang telah memberikan komentar dan catatan dalam penulisan skripsi ini, dengan ketulusan hatinya memberikan bimbingan dan arahan. Sehingga, penulis dapat mengatasi kesulitan dalam penyelesaian skripsi ini.

(7)

vii

Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan atas bantuan finansial melalui skema BLU UIN Jakarta, dalam bentuk beasiswa pendidikan.

3. Dr. H. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergelut di dalam bidang keilmuan Ushuluddin dan Filsafat.

Khususnya, Dra. Tien Rohmatin, MA selaku ketua jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. selaku sekretaris jurusan Aqidah Filsafat Islam, Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, MA selaku pembimbing akademik, serta seluruh dosen Fakultas Ushuluddin.

4. Tim penguji skripsi, yang terdiri dari Dra. Tien Rohmatin, MA selaku ketua sidang dan kajur Aqidah dan Filsafat Islam, Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. selaku sekretaris sidang dan sekjur Aqidah dan Filsafat Islam, Prof. Dr.

Zainun Kamuluddin Fakih, MA selaku penguji I dan Drs.

Agus Darmaji, M.Fils. selaku penguji II, yang telah memberikan petunjuk dan pengarahan untuk memperbaiki skripsi ini dan terima kasih telah meluangkan waktunya.

5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Pusat, dan Perpustakaan Fakultas Ushuludin UIN Jakarta, melayani

(8)

viii

6. Yayasan Dewan Siswa Nusantara (DSN) terima kasih telah mempercayakan penulis untuk menjadi sekretaris jenderal, semoga Dewan Siswa Nusantara (DSN) bermanfaat untuk Bangsa dan Negara.

7. Bapak Agus Purwanto, S.E, selaku pemilik Agus Purwanto Foundation yang telah membantu dan memotivasi penulis untuk cepat selesai memperoleh gelar sarjana strata satu. Terima kasih Bapak Agus Purwanto semoga mendapatkan keberkahan dalam hidup.

8. Sahabat penulis: Mubarok (yang selalu bersama dari awal masuk kuliah sampai saat ini), Munawarah, Siti Kolilah, dan teman satu kelas AFI B 2014 yang telah mengajarkan ketulusan; Sahrul Latif (Ayung), Dimas Hidayatullah, Ahmad Hujairi, Dede Afrizal, Renaldi Akbar, Ayu Alfiah (Jojo), Ita Nurul Faizah, Nisa, Khoiriah, Siti Yakutil Amnah, Ziaulhaq (semoga cita-cita kalian tergapai).

9. Keluarga Besar Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ganesha (HIPMI PT STIE GANESHA). Semoga pejuang pengusaha sukses selalu.

10. Para sugawan-sugawati Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD Jabodetabek), indrawan- indrawati Persatuan Mahasiswa Indramayu (PERMAI- AYU), ang-yayu Himpunan Mahasiswa Cirebon-Jakarta (HIMA-CITA), teman-teman Aqidah dan Filsafat Islam

(9)

ix

semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan di sini satu persatu, yang telah membantu dan memberikan dorongan serta dukungan yang tulus kepada penulis.

11. Last but not least, tulisan ini saya dedikasikan kepada orang tua saya Yasin Isma‘il dan Munisa yang senantiasa mendo’akan dan mencurahkan cinta dan kasih sayangnya.

Penulis merasa beruntung dididik dengan pendidikan ketuhanan yang ia bina. Serta Lena Gista Marlina (selaku teman dan sahabat terbaik penulis) kecerian dan candanya membuat hidup ini lebih indah dan suka cita.

Semoga Allāh SWT. selalu memberkahi dan membalas semua kebaikan pihak-pihak yang turut serta membantu penyelesaian skripsi ini. Sebagai penutup, semoga studi ini bermanfaat. Penulis memohon ampun kepada Allāh yang Maha Pengampun.

Ciputat, 16 November 2020

Penulis

(10)

x

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Tinjauan Pustaka ... 12

E. Metodologi Penelitian ... 14

a. Sifat dan Jenis Penelitian ... 14

b. Sumber Data ... 15

c. Metode Pengumpulan Data ... 16

d. Metode Analisis Data ... 16

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II BIOGRAFI, KARYA DAN METODE BERPKIR FAZLUR RAHMAN A. Biografi Fazlur Rahman (1919-1988) ... 19

(11)

xi

a. Konsep Tentang Negara (Pemerintahan) ... 32

b. Konsep Teologis... 33

1. Wujud Tuhan Sebagai Pemberi Makna Kehidupan ... 33

2. Wahyu dan Kenabian ... 34

3. Kehendak dan Perbuatan Manusia ... 36

C. Metode Berpikir dan Karya Fazlur Rahman ... 39

a. Metode Berpikir ... 39

b. Karya ... 44

BAB III WACANA ESKATOLOGI: PENGERTIAN, SEJARAH DAN PEMIKIRAN ESKATOLOGI DALAM ISLAM A. Pengertian Eskatologi ... 53

B. Sejarah Eskatologi dalam Filsafat ... 56

C. Eskatologi dalam Pemikiran Islam ... 58

a. Gambaran Umum tentang Kematian, Alam Kubur, Hari Kiamat dan Kebangkitan Kembali ... 58

b. Pengadilan dan Ketetapan Akhir: Antara Pembalasan Surga dan Neraka ... 78

(12)

xii

KEMBALI, SURGA DAN NERAKA

A. Eskatologi Perspektif Fazlur Rahman ... 82 B. Argumentasi Fazlur Rahman Terkait Kebangkitan

Kembali ... 93 C. Surga dan Neraka Perspektif Nalar Teologis-

Filosofis Fazlur Rahman ... 107

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 112 B. Rekomendasi ... 113 DAFTAR PUSTAKA ... 114

(13)

xiii

Penulisan transliterasi huruf Arab-Latin dalam skripsi ini, menggunakan ejaan berdasarkan pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 1987 dan No. 1543 b/u/1987.

A. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا

tidak dilambangkan

ب

B be

ت

T te

ث

es dengan titik di atas

ج

J je

ح

ha dengan titik di bawah

خ

KH ka dan ha

د

D de

ذ

Ż zet dengan titik di atas

ر

R er

ز

Z zet

س

S es

ش

SY es dan ye

ص

es dengan titik di bawah

(14)

xiv

ط

ظ

zet dengan titik di bawah

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ع

Koma terbalik di atas hadap

kanan

غ

G ge

ف

F ef

ق

Q ki

ك

K ka

ل

L el

م

M em

ن

N en

و

W we

ـه

H ha

ء

apostrof

ي

Y ye

(15)

xv

Tanda Vokal Arab (Tunggal) Tanda Vokal Latin

Keterangan

a fatḥah

i kasrah

u ḍammah

Tanda Vokal Arab (Rangkap) Tanda Vokal Latin

Keterangan

ي

ai a dan i

و

au a dan u

Tanda Vokal Arab (Panjang) Tanda Vokal Latin

Keterangan

اـَـ

ā garis di atas a dengan

يـِـ

ī garis di atas i dengan

وـُـ

ū garis di atas u dengan

(16)

xvi pada kata yang berdiri sendiri.

Kata Arab Alih Aksara

ةَق ـيِرَط

tarīqah

2. Huruf ta’ marbūṭah dialihaksarakan menjadi /h/, jika diikuti oleh kata sifat (na‘at).

Kata Arab Alih Aksara

ةَّيِمَلا سِلإا ةَعِماَلجا

al-jāmi‘ah al-islāmiyyah 3. Huruf ta’ marbūṭah dialihaksarakan menjadi /t/, jika diikuti

kata benda (ism).

Kata Arab Alih Aksara

د وُجُولا ةَد حَو

waḥdat al-wujūd

(17)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber agama umat Islam adalah al-Qur’an, al-Qur’an merupakan mukjizat abadi. Keindahan kalimat, struktur pernyataan dan substansi pesan al-Qur’an bersifat filosofis dan i‘jāz. Oleh kaum beriman, al-Qur’an yang merupakan sumber agama dan wahyu ilahi tersebut dijadikan pedoman untuk berperilaku dalam kehidupan ini. Dikarenakan al-Qur’an merupakan kitab suci yang fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia maupun alam raya. Semua itu dalam rangka memperoleh dan mencapai kehidupan ukhrawi yang sejahtera.1

Al-Qur’an sebagai sumber agama tidaklah bertentangan dengan realitas empiris dan rasionalitas, meskipun ia memiliki karakter suprarasional. Oleh sebab itu, bukan berarti al-Qur’an yang merupakan wahyu ilahi tersebut irasional, melainkan akal

1 Lanjah Pentashihah Mushaf al-Qur’an, Kiamat Dalam Perspektif al- Qur’an dan Sains, (Jakarta: LPMQ, 2011), h. xvii.

Agama memberikan keyakinan kepada manusia bahwa keselamatan kehidupan manusia dalam tahap jangka panjang hanya terjadi jika manusia memiliki kesadaran terhadap kehidupan ruhaninya, dan mengolah alam semesta dalam upaya untuk meningkatkan kualitas ruhaniah bukan mengekploitasi semesta hanya untuk kepentingan material sesaat. Lihat, Safarudin, Eskatologi, Jurnal Al Hikmah Vol. XIV Nomor 2/2013.

(18)

manusia yang terbatas ini masih belum mampu menalar dan memahami kemutlakan al-Qur’an yang bersifat ketuhanan tersebut. Seiring perkembangan sejarah dan level pengetahuan manusia yang semakin maju dan meningkat, tentu akan dapat dipahami secara rasional. Dengan demikian, agama sebagai representasi wahyu ilahi, dan filsafat sebagai representasi akal budi tidaklah saling kontradiktif, melainkan saling berintegrasi.

Cukup banyak teks-teks al-Qur’an yang menyuarakan perlunya pendayagunaan akal budi.

Adapun kata-kata yang dipakai untuk mendeskripsikan kegiatan berpikir, antara lain: pertama, “

لقع

” seperti dalam QS.

al-Baqarah: 242, al-Anfāl: 22, dan al-Naḥl: 11-12. Kedua, “

رظن

” seperti dalam QS. Qaf: 6-7, al-Ṭāriq: 5-7, al-Gāsyiyah: 17-20.

Ketiga, “

ركفت

” seperti dalam QS. al-Naḥl: 68-69 dan al-Jāṡiyah:

12-13. Keempat, “

ربدت

” seperti dalam QS. Ṣād: 29 dan Muhammad: 24. Kelima, “

بابللأا اولوأ

” seperti dalam QS. Yūsuf:

111, “

ملعلا اولوأ

” dalam QS. Āli ‘Imrān: 18, “

راصبلأا اولوأ

” dalam QS. al-Nūr: 44, dan “

ىهنلا اولوأ

” dalam QS. al-Anfāl: 22 dan al- Naḥl: 11-12.2

Perintah bepikir secara dominan didapati pada ayat-ayat kauniyyah. Yaitu ayat-ayat yang menggambarkan kejadian alam semesta, termasuk juga dengan kejadian manusia sebagai makhluk Allah yang dianugerahi akal budi. Begitu juga dengan

2 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2012), h. 21-22.

(19)

tema eskatologis, sebagai bagian dari pembahasan alam keakheratan termasuk bagian dari tema alam semesta.

Dari sini dapat dipahami, bahwa intisari filsafat terdapat dalam al-Qur’an, tetapi al-Qur’an bukanlah buku filsafat,3 meskipun memuat unsur objek penelitian filsafat, yaitu terkait Tuhan, alam dan manusia. Sebenarnya, objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada ini mencakup “ada yang tampak” dan “ada yang tidak tampak”. Ada yang tampak ini maksudnya adalah alam fisik atau empiris. Sedangkan ada yang tidak tampak adalah, alam metafisik. Adapun objek formal filsafat sendiri ialah merupakan proses berpikir sistematis, rasional, radikal (baca: mendalam), bebas, holistik (sudut pandang yang menyeluruh), dan bersifat objektif tentang yang ada agar dapat mencapai hakikatnya.4

Berdasarkan penjelasan di atas, kini dapat dipahami, bahwa istilah filsafat al-Qur’an adalah pembahasan yang mendalam dan sistematis tentang tema-tema pokok yang ada di dalam al-Qur’an, yang notabenenya menjadi ajaran dasar agama.

Terkait tema-tema pokok yang ada di dalam al-Qur’an juga dapat dikerucutkan ke dalam dua hal; yaitu, pertama, tema yang bersifat fisik, dan kedua, tema yang bersifat metafisika. Adapun sejatinya yang dijadikan dasar ajaran agama dari tema-tema

3 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2012), h. 23.

4 Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 1.

(20)

pokok al-Qur’an adalah lebih terfokus pada aspek metafisikanya ketimbang aspek fisiknya. Aspek fisik merupakan wilayah dalam ilmu alam. Oleh karenanya, ilmu mempunyai konsep yang pasti tentang alam, sedangkan agama mempunyai doktrin-doktrin yang pasti tentang alam metafisika.5

Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, penulis hendak mengkaji persoalan eskatologi.6 Dikarenakan, segala hal negatif seperti kerusakan moral anak bangsa dan maraknya tindak kejahatan pidana, sederhananya terjadi disebabkan oleh minimnya pengetahuan, penghayatan dan pengamalan tentang dasar ajaran agama. Khususnya, pengetahuan dan penghayatan terkait dunia keakhiratan yang menjadi salah satu doktrin teologis ajaran agama, yakni rukun iman yang kelima. Begitu juga sebaliknya, kesalahpahaman dan ketidakutuhan memahami konsep keimanan mengenai eskatologi juga potensial melakukan tindak kejahatan, yang biasanya lekat dengan ideologi terorisme.

5 Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 138.

6 Eskatologi ialah suatu ilmu yang menjelaskan tentang gambaran hari akhirat. Ilmu ini menjelaskan akhir segala sesuatu, seperti kematian, kebangkitan dan penghitungan amal. Dengan kata lain, eskatologi adalah, ilmu yang menerangkan tentang keakhiratan. Menurut Eliade, “eskatologi termasuk bagian dari agama dan filsafat yang menguraikan secara runtut semua persoalan dan pengetahuan tentang akhir zaman, seperti kematian, alam kubur (barzakh), kehidupan surga dan neraka, hukuman bagi yang berdosa, pahala bagi yang berbuat baik, hari kebangkitan, pengadilan pada hari itu, dan sebagainya”. Lihat, Mircae Eliade (ed). “Eschatology”, The Encyclopedia of Religion, (New York: Macmillan Publishing Company, 1987). h. 152-153.

(21)

Agama tanpa ada doktrin akidah hidup sesudah mati bagaikan bergantung tanpa tali, karena kepercayaan kepada akhirat itu merupakan pegangan dan sekaligus faktor yang mendorong pemeluk agama taat beribadat, berakhlak mulia, dan menjalankan semua perintah Tuhan.7

Secara umum, kajian eskatologi terintegrasi di dalam filsafat sebagai bagian dari upaya para filosof muslim untuk membuktikan keberlangsungan eksistensi jiwa pasca kematian, dan upaya pembuktian secara filosofis tentang keberadaan kehidupan akhirat. Sumbangan besar yang diberikan para filosof muslim tersebut bukan hanya terbatas pada wilayah keyakinan keberagamaan, akan tetapi pada pengetahuan yang lebih mendalam berkaitan dengan substansi jiwa. Ibn Sina (370-428 H) telah mencurahkan perhatian serius dalam bidang ini, sehingga melahirkan pandangan-pandangan mendalam berkaitan dengan keadaan jiwa pasca kematian. 8

Oleh karenanya, di sini perlu ditegaskan kembali, bahwa filsafat sangat berjasa mendamaikan atau mengintegrasikan antara ilmu pengetahuan dan agama. Banyak persoalan yang tidak bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan, dapat diterima dan dirasakan oleh manusia. Pada dasarnya filsafat ini beroperasi dalam tiga hal, yaitu 1). Filsafat sebagai peninjauan komprehensif terkait keseluruhan hidup manusia. 2). Filsafat sebagai alat untuk

7 Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 217.

8 Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h.182

(22)

menguraikan kesukaran-kesukaran yang terletak di antara ilmu pengetahuan dan agama. Dan 3). Filsafat sebagai alat rasionalisasi yang dapat membawa manusia pada amal dan suatu tujuan tertentu.

Meskipun para sarjana Muslim maupun non-Muslim telah menulis pelbagai karya tentang al-Qur’an. Pada umumnya, tafsir al-Qur’an karya mereka belum mengaplikasikan tiga prinsip dasar atau watak cara kerja filsafat di atas. Sehingga, hasil tafsir atau pemahamannya cenderung kepada sudut pandang tertentu yang tidak boleh dirubah dan dikritisisasi. Metode yang digunakan hanya mendekati teks al-Qur’an ayat demi ayat, dan kemudian menjelaskan maknanya. Dari sini dapat dipahami, metode sarjana pada umumnya belum mampu menghasilkan cara pandang al-Qur’an yang terpadu, baik tentang alam semesta, kehidupan dan ataupun akidah.

Berdasarkan argumen yang telah dijelaskan di atas, dalam kajian filsafat al-Qur’an khususnya terkait eskatologi ini penulis akan menyorotinya berdasarkan sarjana Muslim modern yang sudah cukup terkenal dan fenomenal, yaitu Fazlur Rahman (1919-1988). Fazlur Rahman terkenal dengan metodologi tafsir modernnya, yaitu hermeneutika gerak ganda (baca: double movement), juga dengan nalar kekhasannya dalam memadukan ayat-ayat yang setema, yang ia namai dengan metode pendekatan sintesa-logis. Dari sini, nantinya akan terlihat jelas bagaimana perbedaan wacana eskatologi ketika berada di tangan para teolog

(23)

dan filosof klasik dengan dirinya sebagai representasi dari pemikir muslim modern.

Sebagai penegasan, bahwa pemikiran filosofis Fazlur Rahman layak untuk dikaji adalah lantaran ia memiliki buku Major Themes of The Qur’an – yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tema-tema Pokok al- Qur’an. Buku tersebut memuat seluruh pandangan filosofisnya dalam membahas tema pokok filsafat al-Qur’an. Kehadiran bukunya tersebut, Rahman dipandang sebagai pemikir Muslim modern yang memberikan perhatian serius terhadap pemikiran teologis-filosofis. Baginya, warisan pemikiran teologis-filosofis terdahulu sejauh menyangkut hal-hal yang positif harus dipertahankan. Dan sebaliknya, terhadap doktrin-doktrin yang kurang lurus dan tidak dapat diketemukan akar-akarnya dalam al- Qur’an perlu direkonstruksi.9

Di dalam buku masterpiece-nya tersebut, Rahman memulai pembahasan tentang ke-Esa-an Tuhan sebagai sebuah eksistensi yang fungsional, al-Qur’an merupakan sumber nilai moralitas, dan peristiwa kenabian sebagai bukti kasih Allah, serta manusia sebagai makhluk yang bertanggungjawab. Selain itu, ia juga berbicara tentang alam semesta sebagai āyātullāh yang senantiasa harus disyukuri dengan tetap menjaga dan melestarikan alam, tentang setan sebagai alat uji bagi manusia, kemudian akhirat sebagai perhentian terakhir perjalanan kehidupan manusia dimana

9 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual,Terj: Ahsin Muhammad, (Bandung, Pustaka: 2000), h. 155.

(24)

manusia diminta untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang telah dilakukan olehnya. Artinya, perbuatan jahat dan perbuatan baik itu akan dibalas oleh Allah SWT. Singkat kata, di sinilah letak kekuatan pentingnya pengkajian atas wacana eskatologi. Sebab eskatologi itu sangat penting bagi manusia, mengingat manusia senantiasa terfokus akan kepentingannya sendiri.

Buku Tema-tema Pokok al-Qur’an tersebut merupakan hasil dari penerapan metodologi yang digagasnya, yaitu pendekatan sintesa-logis. Selain itu juga, Rahman hendak menunjukan kepada umat Islam secara umum, bahwa berbagai ide yang telah mapan dalam warisan klasik pada dasarnya harus diperhatikan (baca: dapat ditelaah dan dikaji kembali secara ilmiah dan kritis). Hal tersebut bisa dilakukan jika menerapkan metode interpretasi sistematis. Sebab, tanpa suatu kajian yang sistematis, world view al-Qur’an akan sulit untuk dikemukakan.

Dan tentu saja, penelusuran sosio-historis serta pembedaan karakter legal spesifik ayat dari ideal moralnya merupakan tools untuk mengkaji al-Qur’an.

Persoalannya kemudian adalah bagaimana dengan ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat metafisis dan teologis. Apakah mesti diterapkan penelusuran historis terhadap ayat-ayat tersebut? Bagi Fazlur Rahman, ayat-ayat teologis-metafisis yang ada di al-

(25)

Qur’an dan latar belakang turunnya wahyu terkait hal itu tidaklah penting.10

Bagi Rahman, prosedur yang lebih tepat untuk membahas ayat-ayat metafisis-teologis yang ada di al-Qur’an adalah melalui pendekatan sintesa-logis, yaitu memberikan penjelasan filosofis terhadap ayat, dan mengkorelasikan atau mengkaitkannya dengan tema lain yang masih relevan. Pendekatan hermeneutika double movement (teori ini menitikberatkan pada aspek sosio-historis ayat untuk menggali ideal moral al-Qur’an) yang melekat dengan diri Fazlur Rahman pun tidak digunakan dalam membahas tema- tema metafisis-teologis. Karena bagi Rahman, prosedur yang dipergunakan dalam mensintesiskan tema-tema tersebut harus lebih bersifat logis ketimbang kronologis.11

Dengan demikian, harapannya penggunaan metode sintesa- logis ini dapat memunculkan kepuasan religiusitas dan intelektual dalam menangkap ajaran agama secara utuh. Bagi penulis, sikap Rahman tersebut sudah tepat dan obyektif. Dikarenakan dalam memahami pernyataan-pernyataan filosofis yang ada dalam ayat metafisis-teologis harus dibaca secara teliti, hati-hati, runut, tidak boleh parsial, rasional, komprehensif dan berkesinambungan.

Supaya berhasil memproduksi konsep yang holistik. Karena watak dari cara kerja metode sintesa-logis tersebut membiarkan ayat-ayat yang telah berhasil dikumpulkan dalam satu tema

10 Fazlur Rahman Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual. Terj: Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 2000), h. 154.

11 Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an, terj. Anas Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1996), h. ix

(26)

tersebut membicarakan dan mencorongkan jati dirinya sendiri.

Lagi pula, ayat-ayat terkait metafisika-teologis tersebut hampir tidak ditemukan asbāb al-nuzūl-nya atau sosio historisnya. Jadi, secara otomatis wajar jika Fazlur Rahman itu mengabaikan sosio- historis ayat tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini penulis akan memaparkan, memetakan sekaligus menganalisis pemikiran filosofis al-Qur’an yang dipahami oleh Fazlur Rahman dengan judul “KONSEP ESKATOLOGI PERSPEKTIF FAZLUR RAHMAN”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah diuraikan di atas, maka penulis perlu membatasi permasalahan filsafat al-Qur’an hanya pada ayat-ayat eskatologis yang membahas tentang hari kebangkitan, surga dan neraka dalam perspektif Fazlur Rahman. Dengan tujuan untuk lebih mengetahui kosep filosofis mengenai hal tersebut.

Selanjutnya, untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini perlu ada perumusan masalah, agar masalah dalam skripsi ini lebih fokus dan tajam, yaitu melalui pertanyaan yang spesifik. Berdasarkan pandangan tersebut, maka masalah pokok yang ingin dibahas adalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan Fazlur Rahman terhadap persoalan eskatologis terkait hari kebangkitan, surga dan neraka?

(27)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua macam 1. Tujuan Umum

a. Secara umum, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pandangan Fazlur Rahman terhadap persoalan eskatologis tentang hari kebangkitan, surga dan neraka.

b. Memberi sumbangan pemikiran wacana eskatologis, utamanya penafsiran atau pemikiran Fazlur Rahman.

2. Tujuan Khusus

a. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program strata satu dengan gelar Sarjana Agama Islam (S.Ag) pada Fakultas Ushuluddin di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Memaparkan konsep filosofis terkait fenomena hari kebangkitan, surga dan neraka dalam al-Qur’an dengan mengacu pada ayat-ayat yang membicarakan persoalan tersebut.

c. Mengetahui konsep filosofis terkait fenomena hari kebangkitan, surga dan neraka menurut pandangan Fazlur Rahman.

d. Mengetahui bagaimana argumenn filosofis yang dibangun wahyu atau sumber agama – dalam hal ini al-Qur’an – mengenai fenomena hari kebangkitan, surga dan neraka.

(28)

D. Tinjauan Pustaka

Dari pengamatan penulis, terlihat bahwa cukup banyak mahasiswa yang tertarik merespon pemikiran Fazlur Rahman.

Sehingga, kajian mengenainya bukanlah hal yang baru lagi.

Sudah banyak pemikir yang mengupas.

Adapun penelitian yang telah dilakukan terkait dengan eskatologi di antaranya adalah;

Penelitian yang dilakukan Ahmad Sujai mahasiswa jurusan Aqidah Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2005, dengan judul Eskatologi: Suatu Perbandingan Antara al-Ghazali dan Ibn Rusyd. Penelitian ini sepenuhnya menggunakan penelitian kepustakaan (library reseach) dengan menggunakan metode komparasi. Hasil penelitian tersebut menjelaskan doktrin kebangkitan kembali. Al-Ghazali memahami manusia terdiri dari dua subtsansi yang terpisah, yaitu jiwa dan raga. Pemahaman ini merupakan imbas dari tradisi yang berkembang pada masanya, yang sebelumnya diakui juga oleh para filosof Muslim seperti al- Farabi dan Ibn Sina. Perbedaannya adalah, bahwa kaum filosof Muslim termasuk Ibn Rusyd, menganggap kebangkitan kembali hanya terjadi pada jiwa, berbeda dengan al-Ghazali yang menganggap kebangkitan terjadi pada keduanya, yakni jiwa dan raga.

Dalam persoalan ayat-ayat kebangkitan, Ibn Rusyd secara tegas menolak tuduhan al-Ghazali terhadap pandangan filosof yang dianggap mengingkari persoalan kebangkitan jasad. Bagi

(29)

Ibn Rusyd, persoalan kebangkitan, baik jiwa maupun raga adalah yang paling dekat pemahamannya bagi kalangan filosof (baca:

bukan kalangan awam). Pemahaman filosof atas makna takwil terkait keadaan hari akhirat ini tidak mengurangi arti keutamaan akhirat. Hanya saja kata Ibn Rusyd, hasil takwil para filosof tidak boleh dibeberkan kepada orang awam. Ibn Rusyd menuduh al- Ghazali telah melakukan kekeliruan, karena membeberkan hasil takwil filosof kepada masyarakat umum, sehingga menimbulkan pergolakan dan perpecahan di kalangan awam.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti beranggapan bahwa penelitian terkait dengan ayat-ayat eskatologis dalam al-Qur’an masih dapat dikembangkan. Penelitian pemikiran Fazlur Rahman mengenai eskatologi, hari kebangkitan, surga dan neraka peneliti anggap belum ada, sehingga inilah yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Dari sini dapatlah diketahui, bahwa skripsi mengenai konsep eskatologis ini melanjutkan wacana karya terdahulu. Selain itu, studi ini juga mengenalkan pemahaman filosofis substansi konsep eskatologis mengenai hari kebangkitan dan surga-neraka perspektif Fazlur Rahman.

(30)

E. Metodologi Penelitian

Metodologi adalah bagian epistemologi12 yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah. Oleh karenanya, supaya penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan memenuhi tujuan yang diharapkan, serta untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus penelitian, maka diperlukan suatu metode penyusunan yang selaras dengan standar penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan langkah-langkah sebuah penelitian yang memuat sifat dan jenis dari penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, analisis data, dan teknik penulisan, yaitu sebagai berikut:

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kepustakaan atau library research, yaitu mengadakan penelitian kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dari buku-buku, literatur yang diperlukan dan dipelajari dalam penelitian.13

Dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

12 Epistemologi adalah sebuah cabang ilmu filsafat yang secara khusus mengkaji teori ilmu pengetahuan, meliputi kajian tentang hakikat ilmu, sumber ilmu, metode, dan uji kebenaran (verifikasi). Lihat, Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKiS Group, 2010), h. 10.

Lihat juga, Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 119. Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 107. Lihat juga, Muḥammad Syaḥrūr, Prinsrip dan Dasar Hermeneutika, h. xvi-xvii.

13 M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghia Indonesia, 2002),h.37.

(31)

subjek penelitian (baca: historis faktual), misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.14 Menurut Jujun S. Suriasumantri, sifat pokok penelitian kualitatif adalah mengembangkan konsep-konsep baru yang bersifat mendasar dan teoretis.15

Berkenaan dengan penelitian ini, penulis mengumpulkan data dan informasi dengan jalan bantuan bahan seperti buku-buku yang membahas tentang eskatologi.

2. Sumber Data

Pada penelitian ini penulis mengumpulkan data dan informasi dengan cara membaca, mencatat, mengkutip, serta mengumpulkan data-data yang diperoleh menurut pokok bahasannya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliti menggunakan data-data primer dan data skunder.

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung serta berkaitan dengan objek material penelitian, yakni data atau buku dari Fazlur Rahman yang terkait dengan konsepsi eskatologis. Sedangkan data sekunder

14 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2009), cet. ke-26, h. 6. Lihat juga, Kartini Kartono,

Metodelogi Research,(Bandung Mandar Maj,1990,) h. 28.

15 Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu, h. 110.

(32)

merupakan data yang berupa buku-buku serta kepustakaan yang masih berkaitan dengan objek material, akan tetapi tidak secara langsung dengan sumber aslinya.16

Data sekunder dalam hal ini penulis menggunakan buku-buku, internet, yang berkaitan dengan permasalahan pada objek penelitian.17

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, penulisan dan penyusunan skripsi ini dilakukan dalam tiga tahapan, tahapan pertama, peneliti telah membaca data-data kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian, melalui artikel, buku, dan juga media internet, baik secara menyeluruh maupun secara substansi.18 Tahapan kedua, penulis akan mencatat data-data tersebut pada kartu data.

Tahapan terakhir adalah, dengan mereduksi data tersebut dan menyimpulkan sebagai analisis sementara.

4. Metode Analis Data

Analisis data merupakan upaya untuk menata dan mendeskripsikan secara sistematis guna mempermudah peneliti dalam meningkatkan pemahaman terhadap objek yang sedang diteliti.19 Dalam menganalisis data yang telah

16 Louis Good Shk, Undertanding History a Primer of Historical Method, Terj, Nugroho Noto Susanto (Jakarta:UI. Press, 1985), h.32

17 Kaelan, Metodelogi Penelitian Kuantitatif Bidang Filsafat (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h.65.

18 Kaelan, Metodelogi Penelitian Kuantitatif Bidang Filsafat,….., h.138

19 Neong Muhajir, Metodelogi Penelitian (Yogyakarta: Rakesarasian, 1989), h.183.

(33)

terkumpul, data tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan konklusi. Adapun metode analisis yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah Metode Deskriptif Analitik,20 yaitu metode yang menggambarkan (memaparkan) pembahasan kemudian dianalisa. Dan dalam penelitian eskatologis ini, penulis menggunakan metode sintesa-logis dari Fazlur Rahman, yaitu mengumpulkan ayat-ayat berkenaan dengan topik yang dibahas atau sejenis, lalu kemudian mengadakan evaluasi secara logis. Penerapan dari pendekatan interpretasi sintesis-logis Rahman ini lebih banyak memakai metode interpretasi al-Qur’an dengan al-Qur’an. Karena memang pernyataan-pernyataan dalam ayat al-Qur’an yang masih setema itu satu sama lainnya saling menafsirkan.21

F. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, dan masing-masing bab memiliki sub pokok bahasan.

Supaya penyusunan skripsi ini terarah dan mudah dipahami oleh pembaca, penulis perlu mengetengahkan dan menuangkan sistematika penulisan sebagai berikut:

20 Deskriptif adalah cara pengumpulan data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, kemudian dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas. Sementara analisis adalah mengadakan perincian terhadap masalah yang diteliti dengan jalan memilah- milah antara pengertian satu dengan yang lain untuk memberikan kejelasan masalah yang diteliti. Lihat Komaruddin, Kamus Riset (Bandung: Angkasa, 1989), h. 23.

21 Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an, terj. Anas Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1996), h. ix.

(34)

Bab I, merupakan pendahuluan sebagai pengantar umum dari penelitian, mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Semuanya sebagai kerangka dasar penulisan skripsi ini.

Bab II, membahas tentang biografi, karya dan metode berpikir Fazlur Rahman, berikut dengan karya-karya dan metode berfikirnya.

Bab III, membahas pengertian eskatologi, sejarah eskatologi dalam filsafat, dan eskatologi dalam pemikiran Islam secara umum.

Bab IV, merupakan kajian inti dan kritis dalam penelitian ini, yaitu terkait konsep eskatologi perspektif Fazlur Rahman dan pandangannya terhadap ayat-ayat eskatologis dalam al-Qur’an mengenai hari kebangkitan, surga dan neraka.

Bab V, merupakan bab terakhir, meliputi kesimpulan dan rekomendasi, sebagai alat untuk memahami maksud dari paparan awal sampai dengan akhir karya tulis ini. Sehingga pembaca dapat mendapatkan entri point yang lebih simple yang dapat dikaji dan diteliti lebih lanjut mengenai apa yang sudah penulis sampaikan dalam skripsi ini.

(35)

19

BIOGRAFI, METODE BERPIKIR DAN KARYA FAZLUR RAHMAN

A. Biografi Fazlur Rahman (1919 – 1988)

Jiwa kritis Fazlur Rahman telah ia bangun semenjak dini, yang tentunya tidak bisa lepas dari pengaruh progresivitas ayahnya dan dukungan kondisi pendidikannya juga. Tak heran jika kemudian Fazlur Rahman tampil sebagai tokoh Islam yang pertama mendapatkan medali Giorgio Levi Della Vida pada tahun 1983 dari Gustave E. Von Grunebaum Center for Near Eastern Studies, Universitas California, Los Angeles. Fazlur Rahman adalah orang Islam pertama dan satu-satunya (sampai sepeninggalnya) yang menerima penghargaan itu.1

Fazlur Rahman (1919-1988) berasal dari keluarga ulama bermadzhab Hanafi, lahir pada 21 September 1919 di distrik Hazara (ketika India belum terpecah menjadi dua negara). Daerah tersebut sekarang terletak di sebelah barat laut Pakistan.

Ayahnya, Maulana Shahab al-Din adalah seorang ulama terkenal lulusan Deoband. Keluarganya dikenal sebagai kalangan yang tekun menjalankan ibadah agama. Hal tersebut menandakan

1 Muhammad Ramadhan, “Pemikiran Teologi Fazlur Rahman”. Jurnal Teologia, Vol. 25, No. 2 Juli – Desember 2014. IAIN Sumatera Utara.

(36)

bahwa keluarganya yang sunni dan memegang teguh tradisi. Ia menikah dengan Ny. Bilqis Rahman.2

Semenjak usia 10 tahun Fazlur Rahman telah menghapal al Qur’an 30 juz. Meskipun kecenderungan keluarganya masih sangat kental berkutat pada bentuk masyarakat tradisi, sikap dan pola prilaku keluarganya sangat akomodatif terhadap unsur modernitas. Ayahnya sangat mengapresiasi sistem pendidikan modern. Secara implisit pola tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pemikiran Fazlur Rahman kedepan.

Menurut Rahman, ada beberapa faktor yang telah membentuk karakter dan kedalamannya dalam beragama. Salah satu diantaranya adalah, pengajaran dari ibunya tentang kejujuran, kasih sayang, dan kecintaan sepenuh hati. Hal lain adalah, ayahnya tekun mengajarkan agama kepada Fazlur Rahman di rumah dengan disiplin tinggi, sehingga dia mampu menghadapi bermacam peradaban dan tantangan di era modern.3

Peradaban yang berkembang di masa itu adalah, Islam sedang menghadapi perlawanan kuat dari Barat. Tantangan arus besar modernitas menuntut Islam untuk segera memilih dan menguatkan landasan ideologisnya. Ketika itu juga, sebagai penganut madzhab Hanafi yang memegang ra’yu (rasio), proses adaptasi terhadap modernitas tetap dilalui dengan filterisasi yang

2 Ebrahim Moosa, Revival and Reform in Islam: A Study of Islamic Fundamentalism, (Oxford: Oneworld, 2000). Lihat Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan dalam Islam: Studi Tentang Fundamentalisme Islam, (Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2001), h. v.

3 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 9.

(37)

kuat. Kondisi Pakistan semacam ini turut membentuk dan melahirkan Fazlur Rahman sebagai sosok yang mengenal dua kutub – yang semestinya berseberangan–, yaitu tradisional dan modern.

Bagi John L. Esposito, Fazlur Rahman masuk dalam kategori tokoh liberal.4 Pola pikir liberal yang dikembangkan Rahman banyak dipengaruhi oleh para pendahulunya. Di Pakistan lebih dahulu berkembang pemikiran yang cukup liberal, seperti yang dikembangkan oleh Syah Waliyullah, Sayid Ahmad Khan, Sir Sayid Amir Ali dan Muhammad Iqbal. Sehingga tidak kaget kalau ia memberanikan diri untuk mencoba menunjukkan liberalisme Islam, tetapi tetap dengan frame al-Qur’an.

Pada usia 14 tahun atau sekitar 1933, Rahman dibawa ke Lahore (tempat tinggal leluhurnya) dan memasuki sekolah modern. Sekolah atau madrasah ini didirikan oleh Muhammad Qasim Nanotawi pada 1867. Adapun, pada malam harinya tetap mendapatkan pelajaran agama secara tradisional dari Ayahnya (Maulana Shahab al-Din) di tempat tinggalnya. Semangat muda Rahman yang masih berusia 14 tahun tersebut mengantarkan dia mulai gemar belajar filsafat, bahasa Arab, teologi, hadits dan tafsir.5

4 John L. Esposito (ed), “Fazlur Rahman” dalam The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic Word, Vol. 3, (New York: Oxford University Press, 1995), h. 408.

5 Syarif Hidayatullah, Intelektualisme dalam Perspektif Neo Modernisme, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000), h. 15.

(38)

Setelah menamatkan sekolah menengah, Rahman mengambil studi bidang Sastra Arab di Departeman Ketimuran pada Universitas Punjab di Lahore dan berhasil memperoleh gelar Bachelor of Art (BA) pada tahun 1940. Pada tahun 1942, ia berhasil menyelesaikan studinya di Universitas yang sama dan menggondol gelar Master of Art (MA) dalam Sastra Arab.

Rahman menilai bahwa gelar akademik di Pakistan hanyalah sebuah formalitas-akademik. Tak jauh bedanya dengan studi lokal yang baginya kurang banyak wawasan nalar intelektual yang kritis tentang ke-Islaman.6

Merasa tidak puas dengan pendidikan di tanah airnya, pada tahun 1946, atau pada saat Rahman genap berusia 27 tahun, Rahman mencoba menerobos Dunia Barat, dengan mengambil program doktoral ke Oxford University Inggris, Disertasi yang ia angkat adalah tentang Ibnu Sina di bawah bimbingan Profesor S.

Van den Bergh dan H.A.R. Gibb. Gelar Ph.D (Philosopy Doctor) berhasil ia raih pada tahun 1949. Perlu diketahui bahwa sebetulnya Fazlur Rahman telah pula menyelesaikan Ph.D nya di Lahore, India. Dalam pandangan Fazlur Rahman mutu pendidikan tinggi Islam di India ketika itu amat rendah sehingga Rahman memutuskan untuk mengambil program doktoral di luar negaranya.7

6 Abd A’la, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal: Jejak Fazlur Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 2003), h.

34.

7 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 10.

(39)

Pada masa ini seorang Rahman giat mempelajari bahasa- bahasa Barat, sehinga ia menguasai banyak bahasa. Paling tidak ia menguasai bahasa Latin, Yunani, Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Persia, Arab dan Urdu. Setelah ia menerima gelar Doctor of Philosophy dari Oxford University, Rahman tidak langsung pulang ke Pakistan (yang baru saja merdeka dan telah memisahkan diri dari India). Ia merasa khawatir dengan keadaan orang-orang di negaranya yang masih terlalu sulit untuk menerima seorang putra bangsa yang menjadi doktor di bidang keislaman hasil didikan Barat. Sehingga, ia memutuskan untuk mengajar beberapa saat di Durham University, Inggris, dan kemudian pindah ke Universitas McGill, Montreal, Kanada. Dari lembaga ini kemudian didirikan Institute of Islamic Studies yang dirintis oleh Wilfred Cantwell Smith sampai Rahman menjabat sebagai Associate Professor of Philosophy on Islamic Studies, McGill University, Kanada.8

Bagian terpenting adalah interaksinya dengan dunia rasionalisme di Barat yang semakin berkembang. Kendatipun Fazlur Rahman banyak menimba ilmu dari para sarjana Barat, tidak berarti dia selalu berpikiran sama dengan para sarjana tersebut. Rahman tetap kritis dalam menilai pandangan- pandangan yang diajukan para sarjana Barat. Baik terkait dengan formulasi yang dibentuk tidak memiliki argumen yang kuat, atau pun karena kesalapahaman mereka terhadap masalah yang sedang dianalisis. Rahman mengakui bahwa dalam buku “Islam” yang

8 Taufik Adnan Amal, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan, 1987), h. 16.

(40)

diterbitkannya pada tahun 1966, di antara isinya adalah, berusaha mengkritik dan mengklarifikasi kekeliruan pandangan orientalis terhadap Islam bahkan di antara orasinya ada yang secara tegas menolak argumen orientalis.9

Kepiawaian dan makin terkenalnya Fazlur Rahman menarik perhatian Pemerintah Pakistan, sekembalinya ke Pakistan pada awal tahun 1960, Lembaga riset yang didirikan oleh Ayyub Khan menempatkan Rahman sebagai Pelindung. Adapun Direktur lembaga pertama kali adalah, Dr. I.H. Qureshi.10 Selanjutnya ia diangkat sebagai direktur Islamic Research Institute pada tahun 1962. Penunjukkan Fazlur Rahman untuk mengepalai lembaga tersebut kurang mendapat restu dari kalangan ulama tradisional.

Karena menurut mereka, jabatan direktur lembaga tersebut seharusnya merupakan hak privilege eksklusif ulama yang terdidik secara tradisional. Sementara Fazlur Rahman dianggap sebagai kelompok modernis, dan telah banyak terkontaminasi dengan pikiran-pikiran Barat.11

Belakangan, ia juga diangkat sebagai anggota Advisory Council of Islamic Ideology Pemerintah Pakistan, tahun 1964.

Lembaga Islam tersebut, bertujuan untuk menafsirkan Islam berdasarkan term-term rasional dan ilmiah dalam rangka

9 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 11.

10Taufiq Adnan Amal, “Fazlur Rahman dan Usaha-Usaha Neomodernisme Islam Dewasa Ini”, dalam Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, cet I, Taufik Adnan Amal (peny), (Mizan:

Bandung, 1987), h. 13.

11 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 12.

(41)

menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat modern yang progresif. Sedangkan Dewan Penasehat Ideologi Islam bertugas meninjau seluruh hukum, baik yang sudah maupun belum ditetapkan, dengan tujuan menyelaraskannya berdasarkan “al- Qur’an dan Sunnah”. Kedua lembaga ini memiliki hubungan kerja yang erat, karena Dewan Penasehat bisa meminta lembaga riset untuk mengumpulkan bahan-bahan dan mengajukan saran mengenai rancangan undang-undang.12

Karena tugas yang diemban oleh kedua lembaga inilah, Rahman intens dalam usaha-usaha menafsirkan kembali Islam untuk menjawab tantangan-tantangan masa itu. Tentu saja gagasan-gagasan liberal Rahman, yang merepresentasikan kaum modernis, selalu mendapatkan serangan dari kalangan ulama tradisionalis dan fundamentalis di Pakistan. Ide-idenya di seputar riba dan bunga bank, sunnah dan hadis, zakat, proses turunnya wahyu al-Qur’an, fatwa mengenai kehalalan binatang yang disembelih secara mekanis, dan lainnya, telah meledakkan kontroversi-kontroversi berskala nasional yang berkepanjangan.

Bahkan pernyataan Rahman bahwa “al-Qur’an itu secara keseluruhannya adalah kalam Allah dan (dalam pengertian biasa) juga, seluruhnya adalah perkataan Muhammad”.13

12 Taufiq Adnan Amal, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam Fazlur Rahman, h. 14.

13 Wahyuni Eka Putri, “Hermeneutika Hadis Fazlurrahman” dalam Syahiron Syamsudin (ed.), Hermeneutika Al-Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta:

Elsaq Press, 2010), h. 329.

(42)

Banyak media yang menyudutkannya. Misalnya, al- Bayyinat media kaum fundamentalis, menetapkan Rahman sebagai munkir al-Qur’an. Puncak kontroversi ini adalah, demonstrasi massa dan aksi mogok total, yang menyatakan protes terhadap buku tersebut. Akhirnya, Rahman pun mengajukan pengunduran dirinya dari jabatan Direktur Lembaga Riset Islam pada 5 September 1968. Jabatan selaku anggota Dewan Penasehat Ideologi Islam juga dilepaskannya pada 1969.14

Latar belakang ketidaksenangan dan penentangan kaum konservatif dan fundamentalis Pakistan terhadap gagasan- gagasan Fazlur Rahman bersifat complicated. Penentangan mereka melibatkan berbagai dimensi: sosial, budaya, politik, agama dan ekonomi, dimana hal itu mendeskripsikan kompleksitas keadaan Pakistan itu sendiri. Pakistan didirikan di atas pluralitas etnis, politik, dan budaya, serta di atas kesenjangan ekonomi yang cukup lebar antara satu kelompok dan kelompok yang lain.

Secara politis, ketika Pakistan berdiri, tiap orang dan etnis mempunyai harapan yang berbeda, dan mereka memahami berdirinya negara itu dalam pengertian yang juga berlainan. Bagi penduduk pedesaan di daerah Bengali dan Assam, munculnya negara baru Pakistan berarti emansipasi terhadap tuan tanah kaum Hindu. Sedang bagi kaum urban Muslim, seperti Delhi dan Bombay, tegaknya Pakistan berarti penciptaan ekonomi yang

14 Abd A’la, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal: Jejak Fazlur Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 2003), h.

36-37.

(43)

baru serta kesempatan yang bersifat politis bagi mereka. Adapun bagi penduduk Sindi, Punjab dan Propinsi Bagian Barat Laut, Pakistan berarti pendirian negara Islam.

Pada gilirannya, aspirasi yang berbeda tidak dapat dilepaskan dari budaya yang berbeda pula. Budaya kaum imigran yang berasal dari daerah bagian utara India lebih bersifat egalitarian dan liberal, serta mau menerima pembaharuan.

Sebaliknya, budaya penduduk Punjab dan Sindi yang pribumi bersifat paternalistik, tertutup, dan menentang modernisme.

Perbedaan diantara mereka menjadi semakin menajam ketika kaum imigran tersebut berhasil menduduki dan menguasai posisi kunci sebagai elit penguasa. Apalagi kelompok ini lebih percaya pada “sekularisme”, politik yang liberal, dan ekonomi laissez- faire. Sedang pada sisi yang lain, kaum pribumi ingin membangun negara “Islam” dan ekonomi yang diatur pemerintah.15

Di tengah hasutan warga Pakistan, pada tahun 1968, Rahman menerima tawaran dari Universitas California, Los Angeles untuk mengajar, ia membawa serta keluarganya, dan akhirnya pada tahun 1969, Rahman memutuskan hijrah ke Chicago untuk menjabat sebagai guru besar kajian Islam dalam segala aspeknya pada Departement of Near Eastern Languages and Civilization, University of Chicago.16 Ada tiga alasan utama

15 Abd A’la, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal: Jejak Fazlur Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia, h. 37-38.

16 Abd A’la, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal: Jejak Fazlur Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia, h. 39.

(44)

yang mendorong Fazlur Rahman hijrah ke Barat. Alasan-alasan ini dikemukakan dalam tulisannya sebanyak 3 lembar dengan judul Why I Left Pakistan: A Testament.17 Lebih jauh Syarif Hidayatullah memaparkan bahwa:

Pertama, kekecewaannya terhadap apa yang telah dialami negerinya sepanjang dua dekade perjalanannya. Rahman melihat, upaya pencapaian dalam penyesuaian-penyesuaian sosial yang cerdas dan penuh percaya diri di bawah bendera Islam, dalam rangka memasuki era ilmu dan teknologi baru, ternyata kurang banyak berhasil. Padahal, Rahman menegaskan, sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, Pakistan sangat membutuhkan program pembangunan yang terakselerasi. Ia mengingatkan, jika tidak demikian, maka peluangnya untuk tampil dalam peta dunia sebagai negara berdaulat sangatlah sempit. Rahman telah mengakui upaya-upaya parsial namun asli memang telah berhasil dilakukan oleh rezim kuno (ancient regime). Namun, disayangkan paduan suara penuh hiruk-pikuk dari para Mullah dan Muallaf politik dan politisi-politisi tertentu yang Muallaf Islam telah merontokkannya menjadi sesuatu yang sia-sia belaka.

Kedua, polarisasi yang terus tumbuh antara ekstrem- ekstrem kanan dan kiri semakin mengancam adanya konflik- konflik. Rahman melihat kevakuman tersebut diakibatkan oleh ketidakadaan penafsiran yang efektif dan modern.

17 Abd A’la, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal: Jejak Fazlur Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia, h. 40.

(45)

Ketiga, situasi Pakistan sudah tidak lagi kondusif bahkan cenderung kritis bagi kaum intelektual modernis. Dalam kondisi yang semacam ini, bagi Rahman, seorang intelektual tidak dapat lagi menyatakan secara terbuka apa yang dirasakan dan dipikirkannya. Ketika ekspresi kekuatan telah menggantikan kekuatan berekspresi, maka patut untuk menolak bergabung dan berkolaborasi dengan situasi sekitarnya.18

Fazlur Rahman berasal dan dibesarkan dalam sebuah keluarga yang sangat taat dalam beragama namun sekaligus apresiatif terhadap modernitas. Seorang murid Fazlur Rahman yang ada di Indonesia, Nurcholish Madjid mengungkapkan, bahwa gurunya selalu berpenampilan sederhana dan dengan gaya hidup lugu dan sepi ing pamrih. Ia sebagaimana layaknya seorang yang paham cita-cita dan ajaran Islam, bukan saja sebagai seorang manusia yang amat menarik, tetapi juga seorang guru yang banyak membangkitkan ilham.19

Penyakit kencing manis dan jantung yang diderita Fazlur Rahman mengakibatkan kesehatannya terganggu. Ini terjadi pada pertengahan dasawarsa delapan puluh. Walaupun demikian, ia tetap bersemangat menjalankan tugas akademiknya. Ia pun tidak segan-segan masih menyempatkan diri untuk tetap memberikan kuliah dan ceramah kepada kalangan muslim maupun non- muslim. Pada musim panas tahun 1985, Rahman hadir memenuhi

18 Syarif Hidayatullah, Intelektualisme dalam Perspektif Neo- Modernisme, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000), h. 18-22.

19 Nurcholis Madjid, “Fazlur Rahman dan Rekonstruksi Etika Al- Qur’an”, Islamika, No. 2, Oktober-Desember, 1993, h. 23.

(46)

undangan pemerintah Indonesia. Padahal dokter pribadinya telah memberikan lampu kuning agar ia mengurangi kegiatannya.

Selama di Indonesia, Fazlur Rahman melihat keadaan riil Islam sembari beraudiensi, berdiskusi dan memberikan kuliah di beberapa tempat. Rahman pernah menubuatkan bahwa peradaban Islam yang gemilang akan dimulai dari Indonesia, sebuah wilayah yang didiami oleh banyak masyarakat Muslim dengan tetap mempertahankan kekhasan budayanya.20

Pada tahun 1986, ia dianugerahi Harold H. Swift Distinguished Service Profesor di Chicago, penghargaan ini disandangnya sampai wafat tahun 1988.21 Allah memanggil Fazlur Rahman pada tanggal 26 Juli 1988. Sebelum menghembuskan napas terakhir, Rahman dirawat di rumah sakit Chicago. Tokoh kontroversial asal Pakistan ini meninggal dunia di Amerika Serikat.

Selepas kepergian beliau, Universitas Chicago, dimana tempat beliau mengajar, konon harus menyiapkan empat professor dengan empat bidang keahlian yang berbeda untuk bisa menggantikan dirinya mengajar. Betapa itu menandakan keluasan ilmu yang dimilikinya, sehingga universitas sebesar Chicago University itu kepayahan mencari empat orang yang ahli dibidang filsafat, tasawuf, teologi, metodologi dan pembaruan Islam untuk

20 https://www.mizan.com/melihat-fazlur-rahman-lebih-dekat/ diakses pada 06 Maret 2020.

21 Ibrahim Musa, “Kata Pengantar”, dalam Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan dalam Islam: Studi Fundamentalisme Islam, terj. Aam Fahmina, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 4.

(47)

bisa menggantikan satu orang pengajar, yaitu Prof. Fazlur Rahman. Amin Rais, Nurcholish Madjid, dan Syafi’i Maarif adalah generasi pertama mahasiswa Indonesia yang belajar di Universitas Chicago, dan sekaligus generasi pertama yang belajar secara langsung pada Fazlur Rahman. Setelahnya ada Prof.

Mulyadhi Kartanegara, Prof. Azyumardi Azra, Prof. Din Syamsudin dan Prof. Abdul Muis Naharong.22

B. Pokok – pokok Pemikiran Fazlur Rahman

Di negaranya, Fazlur Rahman sangat aktif mengutarakan pemikiran dan gagasan-gagasannya. Rahman sangat kritis terhadap pemikirian keagamaan para modernis pendahulunya, apalagi terhadap kalangan tradisionalis dan fundamentalis.

Kritik-kritik Rahman semakin tajam ketika mengemukakan pandangan tentang definisi “Islam” Pakistan, terutama terhadap pandangan kaum tradisionalis dan fundamentalis. Pandangan- pandangan tentang al-Qur’an, Hadis dan hukum-hukum terkait berbagai masalah, menimbulkan kontroversi yang semakin berkepanjangan dan berskala nasional.

Syafi’i Ma’arif mengatakan, bahwa pada diri Rahman

“berkumpul ilmu seorang alim yang alim dan ilmu seorang orientalis yang paling beken”.23 Menurut Madjid, Fazlur Rahman adalah juga seorang pemikir dengan keberanian intelektual yang mencengangkan, bukan saja ia tidak takut kepada kotroversial,

22 https://www.mizan.com/melihat-fazlur-rahman-lebih-dekat/ diakses pada 06 Maret 2020.

23 Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Mizan, 2003), h. vi

(48)

bahkan ia melihat bahwa kontroversial adalah bagian dari konsekuensi dan kreativitas intelektual yang acapkali memang tidak mungkin dihindari.24

Berikut beberapa konsep pemikiran Fazlur Rahman terhadap beberapa tema yang pernah dibahas oleh beliau baik dalam ceramah, atau artikel dan sebagainya.

a. Konsep Tentang Negara (Pemerintahan)

Menurut Fazlur Rahman, Islam tidak mengajarkan secara jelas mengenai sistem kenegaraan, tetapi mengakui bahwa terdapat sejumlah tata nilai dan etika bernegara dalam al-Qur’an. Meskipun Nabi Muhammad tidak pernah menyatakan dirinya sebagai pemimpin negara, tetapi dia telah menjadikan negara sebagai alat bagi agama Islam untuk menyebarkan dan mengembangkan agama. Fazlur Rahman lebih tegas menyatakan bahwa “antara agama dan politik tidak bisa dipisahkan”.25

Fazlur Rahman juga menyatakan, bahwa Islam memerintahkan agar persoalan-persoalan kaum muslimin ditanggulangi melalui syura atau konstitusi timbal balik.

Seperti diketahui, bahwa syura merupakan salah satu perintah Allah kepada kaum muslimin dalam

24 Nurcholish Madjid, Fazlur Rahman dan Rekonstruksi Etika Al- Qur'an, dalam Jurnal Islamika, no. 2 1993.

25 M. Hasbi Amirudin, Konsep Negara menurut Fazlur Rahman, (pengantar) Deliar Noer, (Yogyakarta: UII Press, 2000), cet. Ke-1, h. 80.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penulis menilai sangat relavan untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Faktor Sosial, Budaya, Pribadi dan Psikologis terhadap Keputusan

Investasi syariah yang dijalankan oleh PT ALAMI sudah sesuai dengan fatwa DSN MUI No 117/DSN-MUI/II2018 tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi

Kalo ke adik-adik sebenarnya dari awal biasaya pengenalan dulu ya bagaimana program kader suraunya, kemudian peran ama nilainya sih, peran sama nilainya ngga yang

Variable dummy sering juga disebut variable boneka, binary, kategorik atau dikotom (Basuki, 2016). Dalam penelitian ini yang terjadi adalah perbedaan situasi, yaitu

Hasil penelitian menunjukan bahwa berlakunya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pengharmonisasian Rancangan Peraturan

Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah dengan responden, artinya pertanyaan datang dari pihak yang

Shinto bukanlah suatu kepercayaan yang hanya memiliki satu objek Tuhan yang harus disembah, melainkan Tuhan atau yang disebut dengan Kami diyakini berada disetiap makhluk

Di beberapa aspek keluarga yang ekonominya menengah dan ke-atas pun juga ikut turut berkecimpung dalam pasar ekonomi sebagai refleksi kondisi social-ekonomi bisa