1
Kesehatan Ibu & Anak:
Dalam Lingkaran Ritual
Etnik Pesisir – Kabupaten Tapanuli TengahArda Dinata Nisita N Arundita
Suharmiati
Penerbit
2
Arda Dinata, dkk
Kesehatan Ibu & Anak:
Dalam Lingkaran Ritual
Etnik Pesisir – Kabupaten Tapanuli Tengah
Diterbitkan Oleh
UNESA UNIVERSITY PRESS Anggota IKAPI No. 060/JTI/97
Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015 Kampus Unesa Ketintang
Gedung C-15Surabaya
Telp. 031 – 8288598; 8280009 ext. 109 Fax. 031 – 8288598
Email: unipress@unesa.ac.id unipressunesa@yahoo.com
Bekerja sama dengan:
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176 Tlp. 0313528748 Fax. 0313528749
xix, 184 hal., Illus, 15.5 x 23
ISBN : 978-979-028-967-3
copyright © 2016, Unesa University Press
All right reserved
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun baik cetak, fotoprint, microfilm, dan sebagainya, tanpa izin tertulis dari penerbit
iii
SUSUNAN TIM
Buku seri ini merupakan satu dari tiga puluh buku hasil kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 pada 30 etnik di Indonesia. Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Nomor HK.02.04/V.1/221/2015, tanggal 2 Pebruari 2015, dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina : Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI
Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Wakil Penanggung Jawab : Prof. Dr.dr. Lestari Handayani, M.Med (PH) Ketua Pelaksana : dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc
Ketua Tim Teknis : drs. Setia Pranata, M.Si
Anggota Tim Teknis : Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes
drg. Made Asri Budisuari, M.Kes
dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH
drs. Kasno Dihardjo
dr. Lulut Kusumawati, Sp.PK
Sekretariat : Mardiyah, SE. MM Dri Subianto, SE
iv
Koordinator Wilayah:
1. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med (PH): Kab. Mesuji, Kab. Klaten, Kab. Barito Koala
2. dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc: Kab. Pandeglang, Kab. Gunung Mas, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
3. Dr.drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes: Kab. Luwu, Kab. Timor Tengah Selatan
4. drs. Kasno Dihardjo: Kab. Pasaman Barat, Kab. Kep. Aru
5. Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes: Kab. Aceh Utara, Kab. Sorong Selatan
6. dra. Suharmiati, M.Si. Apt: Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Sumba Barat
7. drs. Setia Pranata, M.Si: Kab. Bolaang Mongondow Selatan, Kab. Sumenep, Kab. Aceh Timur
8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes: Kab. Mandailing Natal, Kab. Bantaeng
9. dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH: Kab. Cianjur, Kab. Miangas Kep.Talaud, Kab. Merauke
10. dr. Wahyu Dwi Astuti, Sp.PK, M.Kes: Kab. Sekadau, Kab. Banjar 11. Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes: Kab. Kayong Utara, Kab. Sabu
Raijua, Kab. Tolikara
12. drs. F.X. Sri Sadewo, M.Si: Kab. Halmahera Selatan, Kab. Toli-toli, Kab. Muna
v
KATA PENGANTAR
Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin kompleks. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannya. Untuk itulah maka dilakukan riset etnografi sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan.
Dengan mempertemukan pandangan rasionalis dan kaum humanis diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense
of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam
menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat di Indonesia.
Tulisan dalam Buku Seri ini merupakan bagian dari 30 buku seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2015 yang dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri sangat penting guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal.
Kami mengucapkan terima kasih pada seluruh informan, partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2015, sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.
vi
Surabaya, Nopember 2015
Kepala Pusat Humaniora, kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI
vii
DAFTAR ISI
SUSUNAN TIM ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR GRAFIK... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 12
1.3. Metode Penelitian ... 13
1.3.1.Konsep Penelitian ... 13
1.3.2.Waktu Penelitian ... 13
1.3.3.Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ... 13
1.3.4.Analisis Data ... 15
1.4. Keterbatasan Penelitian ... 16
1.5.Sistematika Buku ... 16
BAB II DESKRIPSI BUDAYA ETNIK PESISIR DESA PASAR TERANDAM KECAMATAN BARUS KABUPATEN TAPANULI TENGAH ... 19
2.1. Sejarah Etnik Pesisir dan Desa Pasar Terandam ... 19
2.1.1. Asal Usul Etnik Pesisir ... 19
2.1.2. Asal Usul Desa Pasar Terandam ... 21
2.2. Gambaran Umum Desa Pasar Terandam ... 23
2.2.1. ‘Keindahan’ Menuju Desa Pasar Terandam ... 23
2.2.2. Visi Misi Desa Pasar Terandam ... 29
2.2.3. Geografi dan Kependudukan ... 30
2.3. Sistem Religi ... 37
2.3.1. Kosmologi ... 37
2.3.2. Praktek Keagamaan (Kepercayaan Tradisional) ... 38
2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan ... 40
viii
2.4.2. Sistem Kemasyarakatan dan Budaya Tetean ... 42
2.5. Pengetahuan Tentang Kesehatan ... 45
2.5.1. Konsepsi Sehat dan Sakit ... 45
2.5.2. Penyembuhan Tradisional ... 47
2.5.3.Pengetahuan Penyembuhan Tradisional dan Biomedikal ... 48
2.5.4. Pengetahuan Makanan dan Minuman ... 49
2.5.5. Pengetahuan Pelayanan Kesehatan ... 50
2.6. Bahasa ... 51
2.7. Seni dan Tarian Sikambang ... 53
2.7.1. Seni Sikambang ... 53
2.7.2. Tarian ... 61
2.8. Mata Pencaharian ... 66
2.9. Teknologi dan Peralatan ... 67
BAB III POTRET BUDAYA KESEHATAN ETNIK PESISIR DESA PASAR TERANDAM KECAMATAN BARUS KABUPATEN TAPANULI TENGAH 68
3. 1. Potret Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Etnik Pesisir ... 68
3.1.1. Pra Hamil ... 72
3.1.2. Masa Hamil ... 76
3.1.3. Persalinan dan Nifas ... 82
3.1.4. Anak dan Balita ... 87
3. 2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Etnik Pesisir ... 91
3.3. Kasus Penyakit di Etnik Pesisir Tapanuli Tengah ... 97
3.4. ‘Curhatan Sehat’ Puskesmas Barus ... 103
3.5. Pendidikan dan Kesehatan di Kecamatan Barus ... 106
3.6. Aek Sirahar Antara Banjir, Kesehatan dan Pijit ... 108
3.7. Pangalimo Lawi dan Ramuan Ibu Melahirkan ... 113
3.8. Sistem Pelayanan Kesehatan dan Perilaku Pencarian Pengobatan ... 117
ix
BAB IVRANDEI, PETALA MANUSIA BARUS (AFIRMASI ADAT
KESEHATAN IBU DAN ANAK) ... 121
4.1. Barus, Negeri Aulia yang Terpelihara ... 121
4.2. Memaknai Randei Sebagai Petala Langit dan Bumi... 127
4.3. Memakanai Kesehatan Keluarga Lewat Adat Sumando ... 133
4.3.1. Risik-risik (Memastikan Calon) ... 134
4.3.2. Sirih Tanyo (Bertanya Kesediaan Calon) ... 136
4.3.3. Maminang(Menanyakan Pemberian Bantuan & Mahar) ... 138
4.3.4. Manganta Kepeng (Mengantar Uang Bantuan) ... 143
4.3.5. Mato Karajo (Akad Nikah) ... 146
4.3.6. Manjalang-jalang (Memohon Doa Orangtua Laki-laki) .. 149
4.4.Adat Tasapo, Shambu-Shambu, Kampi Sirih, dan Khusuk Sebagai Pelindung Anak dan Ibu Hamil ... 151
4.5. Adat Manyonggod Agar Ibu Hamil Tidak Kapihunan ... 153
4.6. Turun Karai, Mengenalkan Bayi Pada Rumah Allah ... 155
4.7. Afirmasi Adat Etnik Pesisir Untuk Kesehatan Ibu dan Anak . 157 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 165
5.1. Kesimpulan ... 165
5.2. Rekomendasi ... 167
DAFTAR PUSTAKA ... 179
INDEKS ... 168
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Agama di Desa Pasar Terandam ... 32
Tabel 2.2. Masalah Berdasarkan Kalender Musim di Desa Pasar Terandam ... 66 Tabel 2.3. Daftar Masalah dan Potensi Berdasarkan Kalender
Musim di Desa Pasar Terandam ... 67 Tabel 3.1. Daftar 10 Penyakit Terbanyak Menurut Jenis Kelamin Pada
Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013 98 Tabel 3.2. Daftar Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Peta Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara ... 20 Gambar 2.2. Kondisi Jalan Desa Pasar Terendam Yang Dengan
Kondisi Sering Terendam Pada Sebagain Jalan-Jalan Yang Ada di Desa Pasar Terandam ... 22 Gambar 2.3. Beca Motor (Bentor) Merupakan Alat Transportasi
Khas Kota Medan dan Kota Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah ... 23 Gambar 2.4. Suasana Bandara Internasional Kualanamu
Kota Medan Sumatera Utara ... 24 Gambar 2.5. Suasana Bandara Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah
Provinsi Sumatera Utara ... 25 Gambar 2.6. Kondisi ‘Keindahan’ Alam dan Aktivitas Warga Desa Pasar
Terendam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah .. 27 Gambar 2.7. Kondisi ‘Keindahan’ Alam Pinggir Pantai dan Aktivitas Warga
Perkampungan Nelayan di Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah... 28 Gambar 2. 8. Kondisi Balai Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus
Kabupaten Tapanuli Tengah Yang Tidak Layak Digunakan Sebagai Sarana Pemerintah Desa ... 29 Gambar 2.9. Skesta Peta Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus
Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara ... 31 Gambar 2.10. Kondisi Masyarakat Yang Saling Membantu Ketika
Ada Yang Melakukan Perhelatan Hajatan Atau Syukuran Adat di Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah... 34 Gambar 2.11. Kesenian Daerah Dalam Acara Adat Pernikahan
di Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus
xiv
Gambar 2.12. Kondisi Pasar dan Sarana Transportasi Beca Motor di Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten
Tapanuli Tengah ... 35 Gambar 2.13. Kondisi Perkampungan Nelayan di Desa Pasar Terendam
Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah ... 36 Gambar 2.14. Kondisi Makam Papan Tinggi di Kecamatan Barus
Kabupaten Tapanuli Tengah... 37 Gambar 2.15. Kondisi Sistem Pengobatan Tradisional Yang Saling
Melengkapi Antara Tokoh Agama, Dukun, dan Petugas Kesehatandi Desa Pasar Terandam.... 39 Gambar 2.16. Bentuk Keluarga Inti di Etnik Pesisir Desa Pasar Terandam
Terdiri: Bapak, Ibu, dan Anak ... 40 Gambar 2.17. Tetean Ialah Adat Budaya Masyarakat Pesisir
di Desa Pasar Terandam Berupa Perilaku Saling Membantu Sesama Anggota Masyarakat Yang Membutuhkan ... 44 Gambar 2.18. Potret Orang Sakit Jiwa (Gilo) Bagi Masyarakat Etnik Pesisir
Tapanuli Tengah Bisa Disebabkan Karena Sijundei ... 46 Gambar 2.19. Tasapo Salah Satu Pengobatan Tradisional Yang Sering
Digunakan Masyarakat Etnik Pesisir Barus ... 47 Gambar 2.20. Kue Itak-Itak Merupakan Makanan Adat Saat Pelaksanaan
Adat Turun Karai di Masyarakat Etnik Pesisir Barus ... 49 Gambar 2.21. Fasilitas Kesehatan (Posyandu, Polindes, Poskesdes dan
Puskesmas) Yang Digunakan Masyarakat Etnik Pesisir Barus ... 50 Gambar 2.22. Pertunjukan Sikambang Awalnya Dipergunakan
Masyarakat Pesisir Pada Acara Adat Istiadat,Perkawinan, Khitanan,Turun Karai, dan Memasuki Rumah Baru .. 54 Gambar 2.23. Tari Saputangan dan Payung Merupakan Tarian Utama
Sikambang Yang Melambangkan Romantisme Muda-Mudi Masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah ... 61 Gambar 2.24. Kegiatan Melaut (Nelayan) Merupakan Basis Pemenuhan
xv Gambar 3.1. Minyak Urut Yang Digunakan Untuk Khusuk Gangguan
Akibat Impotensi ... 75 Gambar 3.2. Proses Khusuk Pada Ibu Hamil Yang Ada di Desa Pasar
Terandam Kecamatan Barus... 77 Gambar 3.3. Jimat Yang Dipasang Pada Bagian Perut Ibu Hamil
di Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus ... 79 Gambar 3.4. Adat Manyonggot Untuk Memperingati Kehamilan Usia
Tujuh Bulan dan Dilakukan Hanya Pada Kehamilan Yang Pertama ... 81 Gambar 3.5. Pengobatan Elok Baso Akibat Gangguan Makhluk Halus
Dengan Minum Air Kelapa Tua, Bunga Cina dan Sirup Warna Merah. ... 90 Gambar 3. 6. Inilah Srikandi Pegawai Puskesmas Kecamatan Barus
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1. Pola Pendekatan Afirmasi Melalui Adat Etnik Pesisir Tapanuli Tengah Terhadap Peningkatan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) ... 159
xix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Tren Cakupan Pelayanan K1 Ibu Hamil Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2009-2013 ... 9 Grafik 1.2. Tren Cakupan Pelayanan K4 Ibu Hamil
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2009-2013 ... 10 Grafik 3.1. Tren Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1.000 Kelahiran Hidup
Tren Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1.000 Kelahiran Hidup . 68 Grafik 3.2. Jumlah Kematian Bayi (0-11 Bulan) Menurut Puskesmas
Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2013 ... 69 Grafik 3.3. Tren Angka Kematian Balita (AKABA) Per 100.000 Kelahiran
Hidup Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2009-2013 .... 70 Grafik 3.4. Tren Jumlah Kematian Ibu
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2009 – 2013... 71 Grafik 3.5. Prevalensi Tb Paru Per 100.000 Penduduk
Menurut Puskesmas Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2013 ... 100 Grafik 3.6. Jumlah Kasus Diare Ditangani Menurut Puskesmas
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pola dasar kesehatan masyarakat tidak terlepas dari masalah sosial budaya yang diyakininya. Hal ini, sejalan dengan strategi pembangunan kesehatan seperti yang tertuang dalam Rencana Pengembangan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (2005-2025), menyebutkan perlunya upaya pemberdayaan masyarakat. Artinya, keberadaan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan semakin penting, sehingga masalah kesehatan perlu diatasi oleh masyarakat sendiri maupun pemerintah.
Keberhasilan pembangunan kesehatan, terletak pada penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik daerah termasuk di dalamnya sosial budaya setempat. Pemberdayaan masyarakat berbasis pada masyarakat artinya pembangunan kesehatan berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga dan masyarakat yang sesuai dengan keragaman sosial budaya, kebutuhan permasalahan serta potensi masyarakat (modal sosial).
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang dihuni ratusan etnik bangsa dengan berbagai ragam budaya telah memberikan suatu kekhasan tersendiri. Perilaku masyarakat khususnya masyarakat tradisional tercermin dari perilaku memanfaatkan kekayaan intelektual masyarakat lokal berupa pengetahuan tradisional mereka dan keanekaragaman hayati di lingkungannya.
Kekayaan budaya Indonesia dari berbagai etnik bangsa yang tersebar di Indonesia telah mewarnai upaya kesehatan. Upaya kesehatan ini dapat berupa pelayanan konvensional, tradisional dan komplementer yang menyangkut kegiatan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
2
Upaya kesehatan diselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam hal pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan berbasis masyarakat, yang didalamnya termasuk pengobatan dengan cara tradisional(terjamin keamanan dan khasiatnya).
Dengan demikian, masalah kesehatan terkait sosial budaya masyarakat menjadi permasalahan yang memerlukan kajian lebih mendalam dan spesifik di setiap daerah pada etnis tertentu. Wujud budaya dapat berupa suatu ide-ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lainnya, yang sering diistilahkan sebagai adat istiadat. Wujud budaya yang lain, berupa sistem sosial yaitu aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Wujud budayaini merupakan refleksi dari identitas sosial dari masyarakat. Adanya pengembangan atau inovasi dengan melibatkan sosial budaya lokal yang bermanfaat bagi upaya kesehatan itu sangat dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui intervensi yang dapat diterima oleh masyarakat pelakunya.
Untuk itu, perlu digali guna mengetahui permasalahan mendasar sehingga dapat segera dilakukan perbaikan yang berdampak positif bagi kesehatan. Sehingga, kekayaan budaya Indonesia yang baik dapat terus dikembangkan, dilestarikan dan dimanfaatkan secara lokal bahkan bila memungkinkan secara nasional.
Pemahaman budaya masyarakat yang terkait masalah kesehatan sangat penting untuk diperhatikan sebagai faktor penentu keberhasilan program kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Gambaran itu bisa dimanfaatkan para petugas kesehatan untuk mengetahui, mempelajari, dan memahami apa yang berlaku di masyarakat.
Berdasar budaya yang sudah terpantau tersebut, maka program kesehatan dapat dirancang untuk meningkatkan status kesehatan sesuai dengan permasalahan lokal spesifik. Dalam hal ini,
3 pendekatan budaya merupakan salah satu cara yang penting dan tidak bisa diabaikan.
Dalam arti luas, keberadaan budaya di suatu daerah tidak bisa diabaikan dalam mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Untuk itu, adanya riset tentang budaya kesehatan masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan sangat penting untuk dilakukan. Konsekuensi logis ini harus disadari, apalagi betapa beragamnya budaya yang ada di wilayah Indonesia. Hal ini, tentu memerlukan pemahaman yang cermat untuk setiap daerah terkait etnis yang ada di wilayah tersebut. Artinya, melalui pemahaman budaya secara spesifik, yaitu dengan cara menggali kearifan lokal yang ada, tentu akan membantu dalam strategi upaya kesehatan secara lokal spesifik di daerah.
Secara obyektif tiap masyarakat mempunyai persepsi kesehatan (konsep sehat-sakit) yang berbeda-beda. Hal ini sangat ditentukan budaya masyarakat yang bersangkutan. Setiap orang yang terganggu kesehatannya akan mencari jalan untuk proses penyembuhan dirinya dengan cara mencari pengobatan dengan self treatmentmaupun upaya mencari tenaga kesehatan.
Dalam hal ini, keberadaan budaya masyarakat yang khas dan telah menjadi tradisi turun temurun itu, tentunya memiliki potensi yang besar untuk mempengaruhi kesehatan, baik pengaruh positif dan negatif. Sehingga tidak berlebihan, bila dikatakan upaya memahami status kesehatan masyarakat itu harus berdasarkan budaya. Dengan kata lain, kesehatan itu merupakan elemen penting bagi kebudayaan. Begitu pula sebaliknya, bahwa kebudayaan bisa juga menjadi pedoman masyarakat dalam memahami kesehatan.
Untuk itu, memahami masalah kesehatan yang ada di masyarakat melalui kebudayaan sangat penting dilakukan, karena masalah kesehatan tidak pernah lepas dari situasi, kondisi masyarakat dan budayanya (Ahimsa, 2005:16).
4
Hasil penelitian yang dilakukan Emiliana Mariyah dan Mohammad Hakimi (2005), menyebutkan bahwa:1
“Masih kuatnya sistem kepercayaan dan praktek pantangan yang dilakukan ibu hamil. Pada saat hamil, secara medis ibu dan bayi memerlukan makanan yang bergizi dan zat besi lebih banyak. Namun dalam praktek, yang terjadi sebaliknya. Ibu menghindari bahkan mengurangi jumlah dan jenis makanan tertentu yang mengandung gizi tinggi, serta mengabaikan zat besi yang sangat dibutuhkan selama kehamilan, karena berbagai alasan yang berkaitan dengan nilai budaya setempat dan kepercayaan.”
Berdasarkan penjelasan sekilas mengenai penelitian itu, dapat dipahami bahwa kesehatan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan kebudayaan. Untuk itu, perlu adanya pemahaman mengenai kebudayaan dalam memahami kondisi kesehatan masyarakat.
Dalam hal ini, menurut Heddy Shri Ahimsa-Putra (2005:16) menyebutkan bahwa dalam pandangan para ilmuwan sosial budaya, masalah kesehatan dalam suatu masyarakat sangat erat kaitannya antara fasilitas kesehatan, sarana transportasi dan komunikasi yang ada dalam suatu masyarakat dengan kepercayaan, jenis mata pencaharian serta lingkungan fisik tempat masyarakat tersebut berada. Dilihat dari perspektif ini, masalah kesehatan tidak lagi dapat dipahami dan diatasi hanya dengan memusatkan perhatian pada kesehatan tubuh. Sebab, kesehatan tubuh ini adalah hasil dari proses interaksi antara unsur internal tubuh dengan unsur eksternalnya.
Sementara itu, berdasarkan data Riskesdastahun 2007 kondisi kesehatan secara nasional menyebutkan bahwa masalah kesehatan
1
Emiliana Mariyah dan Mohammad Hakimi. 2005. “Hambatan Budaya dalam
Interaksi Bidan-Ibu Hamil: Studi Ketaatan untuk Meningkatkan Suplemen dan Status Besi di Puskesmas Banyuurip, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah”
5 tidak hanya pada status kesehatan ibu dan anak saja, namun termasuk juga masalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), penyakit menular dan tidak menular.”
Pada aspek lainnya, didasarkan data Susenas 2007 menunjukkan bahwa:
“Hanya 35% penduduk yang sakit mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, ada 55,4% persalinan terjadi di fasilitas kesehatan dan 43,2% melahirkan di rumah. Kondisi tersebut membuktikan bahwa masih cukup banyak penduduk yang tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan.”
Menyikapi data tersebut, kalau dianalisis lebih jauhternyata dari jumlah ibu yang melahirkan di rumah tersebut, berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 sebanyak 51,9% ditolong bidan dan masih ada 40,2% yang ditolong dukun bersalin.
Padahal setahun sebelum survei, ada 82,2% persalinanditolong tenaga kesehatan namun masih ada kesenjangan antara pedesaan (72,5%) dan perkotaan (91,4%). Kondisi masih tingginya pemanfaatan dukun bersalin serta keinginan masyarakat untuk melahirkan di rumah tersebut, ternyata sangat terkait dengan faktor-faktor sosial budaya yang ada di masyarakat.
Apalagi berdasarkan hasil riset etnografi kesehatan tahun 2012 pada 12 etnis yang ada di Indonesia menunjukkan masalah kesehatan ibu dan anak terkait budaya kesehatan hasilnya sangat memprihatinkan. Yakni masalah kepercayaan tentang hal-hal mistis masih melekat kuat pada budaya mereka, seperti:
“Mitos kalau ibu hamil itu rentan untuk diganggu oleh roh jahat, sehingga ibu hamil harus menjalani ritual dan memakai jimat serta mematuhi pantangan dan larangan agar terhindar dari gangguan roh jahat. Termasuk adanya
6
pantangan mengkonsumsi makanan tertentu saat hamil justru mengurangi asupan pemenuhan gizi ibu hamil, sehingga mempengaruhi status gizi ibu hamil tersebut.”
Pada sisi lain, adanya keharusan tetap bekerja keras sampai mendekati persalinan bagi ibu hamil juga sangat membahayakan bagi ibu hamil maupun janinnya. Mereka beranggapan, kalau ibu yang bekerja keras saat hamil akan memudahkan dan melancarkan persalinannya. Pilihan utama untuk persalinan dilakukan di rumah dan dibantu oleh dukun karena ibu merasa aman dari gangguan roh jahat serta nyaman karena ditunggui oleh keluarga. Pemotongan tali pusat dengan sembilu (bambu yang ditipiskan dan berfungsi seperti pisau) masih banyak digunakan pada bayi yang baru dilahirkan.
Begitu juga, adanya ramuan yang berasal dari berbagai tumbuhan, baik yang diminum maupun dimasukkan dalam liang vagina, juga dipercaya dapat mempercepat kesembuhan dan mengeringkan vagina ibu yang habis bersalin.
Selain itu, kebiasaan pijat pada ibu setelah melahirkan maupun pada bayi baru lahir juga masih dilaksanakan pada etnis tertentu. Termasuk adanya kepercayaan masyarakat yang memandikan bayi baru lahir dengan menggunakan air dingin, di sungai, dan danau atau sumber air lain itu akan menjadikan bayi lebih kuat, baik fisik maupun mentalnya.
Dengan demikian, membicarakan masalah kesehatan masyarakat, tentu tidak akan terlepas dari faktor sosial budaya dan lingkungan yang ada di masyarakat. Sebagai contoh, adanya faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya mengenai berbagai pantangan, hubungan antara makanan dengan kondisi sehat-sakit, kebiasaan, dan pengetahuan tentang kesehatan, tentu dapat membawa dampak positif dan negatif terhadap kesehatan seseorang. Keberadaan faktor-faktor itu merupakan potensi dan kendala yang perlu digali. Apalagi untuk Indonesia yang kondisi Angka Kematian Ibu
7 (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) saat ini masih cukup tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya.
Keberadaan AKI ini menjadi indikator penting dalam penentu derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan maupun penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.
AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi oleh status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitifitas AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan.
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyebutkan AKI 359 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 32 per 1000 kelahiran hidup. Lebih dari tiga perempat kematian balita terjadi dalam tahun pertama kehidupan anak dan mayoritas kematian bayi terjadi pada periode neonatus.2Padahal berdasarkan kesepakatan global MDGs(Millenium Development Goals) tahun 2000, diharapkan pada tahun 2015 terjadi penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup.
Untuk Kabupaten Tapanuli sendiri, bila dilihat dari tren jumlah kematian ibu terlihat penurunan yang cukup signifikan.Pada tahun 2009(133 kasus), 2010 (17 kasus), 2011 (15 kasus), 2012 (5 kasus), dan 2013 (3 kasus).3Sedangkan tren Angka Kematian Bayi (AKB)
2Badan Pusat Statistika. Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Badan
Pusat Statistika, Macro International, Bappenas. 2012.
3
Sumber Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013.
8
Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2008-2010 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2008 (12,37), 2009 (8,54), 2010 (7,03). Kemudian, AKB pada tahun 2011 naik lagi menjadi 7,68 orang kematian bayi. Untuk tahun 2012 pun AKB naik lagi mencapai 9 per 1.000 Kelahiran Hidup(sedikit meningkat dari tahun 2011) dan pada tahun 2013 menurun kembali menjadi 5 per 1.000 kelahiran hidup.4
Sehingga walausudah menunjukan pencapaian yang baik, namun upaya penurunan tidak boleh berhenti disini, kematian ibu harus diturunkan sampai tidak ditemukan lagi, baik adanya kematian ibu karena penyakit, gangguan kehamilan, persalinan dan masa 40 hari nifas.5
Sementara itu, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan 95,4% kelahiran mendapat pemeriksaan kehamilan atau Ante Natal Care (ANC). Setiap ibu hamil yang menerima ANC pada trisemester 1 (K1 ideal) seharusnya mendapat pelayanan ibu hamil secara berkelanjutan dari trisemester 1 hingga trisemester 3. Hal ini dapat dilihat dari indikator K4. Untuk data K1 ideal secara nasional mencapai 81,6%. Adapun cakupan K4 secara nasional adalah 70,4%. Selisih dari cakupan K1 ideal dan K4 secara nasional terdapat 12% dari ibu yang menerima K1 ideal tidak melanjutkan ANC sesuai standar minimal (K4).6
Dalam arti lain, cakupan K1ini merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan cakupan K4 ibu hamil adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standard
4
Ibid.
5Dinas Kesehatan Kab. Tapanuli Tengah. Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013. Tapanuli Tengah: Dinas Kesehan Tapanuli Tengah. 2014. 6
Kementerian Kesehatan RI. Laporan Nasional Riset Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2014.
9 serta paling sedikit empat kali kunjungan dengan distribusi, sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan. Angka ini dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil.
Untuk Kabupaten Tapanuli Tengah sendiri, tren cakupan kunjungan K1 ibu hamil dari tahun 2009-2013 seperti terlihat dari grafik berikut ini.
Grafik 1.1. Tren Cakupan Pelayanan K1 Ibu Hamil Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2009-2013
Sumber: Seksi Kesehatan Ibu dan AnakDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013.
Dari grafik garis diatas memperlihatkan tren kunjungan K1 ibu hamil tahun 2009-2013 yang fluktuatif. Cakupan kunjungan K1 ibu hamil pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 83,42%. Pada tahun 2011, terjadi peningkatan walaupun kecil yaitu menjadi 85,53%. Begitu pula pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 91,52% dari 88% pada tahun 2012.7
7
Dinas Kesehatan Kab. Tapanuli Tengah. Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli
10
Adapun, cakupan Kunjungan ibu hamil K4 dalam 5 tahun terakhir di Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dilihat pada grafik berikut.
Grafik 1.2.Tren Cakupan Pelayanan K4 Ibu Hamil Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2009-2013
Sumber: Seksi Kesehatan Ibu dan AnakDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013.
Berdasarkan tren grafik garis tersebut, dapat terlihat bahwa cakupan kunjungan K4 ibu hamil di Kabupaten Tapanuli Tengahmasih bersifat fluktuatif. Pada tahun 2009 cakupan kunjungan K4 ibu hamil adalah 91,6% dan pada tahun 2010 cakupan kunjungan K4 menurun menjadi 60,45%. Pada tahun 2011, cakupan meningkat sedikit sebesar 3,66% menjadi 64,11%. Dan meningkat kembali pada tahun 2012 menjadi 75%. Begitu pun meningkat kembali pada tahun 2013 menjadi 83,3%. Mengacu pada target Standar Pelayanan Mininal (SPM) Bidang Kesehatan (95%), ini menunjukan masih rendahnya cakupan pelayanan Antenal (ANC) ibu hamil di Tapanuli Tengah, padahal indikator ini
11 merupakan salah satu acuan dasar daripada percepatan MDGs ke-5 yaitu mengurangi ¾ AKI (MMR) dalam kurun waktu 1990-2015.8
Dari kedua grafik K1 dan K4 diatas, terlihat pada tahun 2009 cakupan meningkat K1 sebesar 94,9% dan K4 sebesar 91,6%. Pada tahun 2010 terjadi penurunan cakupan keduanya dan kesenjangan yang cukup signifikan sebesar 23%. Pada 2011 juga terjadi penurunan cakupan keduanya dan kesenjangan yang cukup signifikan sebesar 21%. Pada 2012 terjadi penurunan cakupan sebesar 13%.
Di sini, munculnya kesenjangan antara cakupan K1 dan K4tersebut menunjukkan angka drop out K1-K4. Dengan kata lain, jika kesenjangannya kecil maka hampir semua ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama pelayanan antenatal meneruskan hingga kunjungan yang keempat pada triwulan3, sehingga kehamilannya dapat terus dipantau oleh petugas kesehatan.
Dengan demikian, harus dievaluasi semua pihak yang terkait dalam rangka memperbaiki pencapaian indikator ini. Disamping itu, perlu juga adanyaevaluasi peningkatan kinerja dengan upaya-upaya yang lebih komprehensif dan tepat guna untuk meningkatkan cakupan K4 seperti case finding, upaya home visit oleh bides, peningkatan dan evaluasi distribusi serta penggunanaan buku KIA oleh sasaran ibu hamil, dsb.
Walau secara umum, kondisi AKB Kabupaten Tapanuli Tengah itu, sebenarnya telah melampaui dari target MDGs tahun 2015 yaitu 23 per1.000 kelahiran hidup. Namun, mencermati fenomena AKB di Kabupaten Tapanuli Tengah yang belum stabil. Di sini, banyak faktor yang dapat menyebabkan kematian bayi, diantaranya tingkat ekonomi, pengetahuan keluarga, pemerataan pelayanan kesehatan
8
Dinas Kesehatan Kab. Tapanuli Tengah. Profil Kesehatan Kabupaten
Tapanuli Tengah Tahun 2013. Tapanuli Tengah: Dinas Kesehan Tapanuli
12
dan fasilitasnya. Hal ini disebabkan AKB sangat sensitif terhadap perbaikan kualitas pelayanan kesehatan. Selain itu, peningkatan kondisi ekonomi masyarakat yang meningkat juga dapat berkontribusi terhadap perbaikan gizi, dan pada akhirnya akan berdampak pada daya tahan terhadap infeksi penyakit.9
Untuk itu, berbagai upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dilakukan untuk mengatasi perbedaan yang sangat besar antara AKI dan AKB. Apalagi, indikator kesehatan ibu dan anak ini menjadi bagian dari penilaian Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), dimana berdasarkan data Kementerian Kesehatan 2013, IPKM Kabupaten Tapanuli Tengahberada diperingkat 475 kabupaten/kota se-Indonesia, dengan IPKM 0,3971 dari skala 0-1, dan berada diperingkat 32 kabupaten/kota se-Sumatera Utara.
Berdasarkan uraian tersebut, yang menjadi pertanyaan penelitian adalah bagaimana gambaran aspek-aspek potensi budaya masyarakat terkait masalah kesehatan (Kesehatan Ibu dan Anak) di EtnikPesisir Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara?
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini ialah untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh aspek sosialbudaya masyarakat terkait kesehatan yang meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyakit Menular (PM), dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),pada EtnikPesisir Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah.
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan gambaran adat budaya Etnik Pesisir Tapanuli Tengah yang berpotensi mempengaruhi dan membantu peningkatan derajat Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
9
Dinas Kesehatan Kab. Tapanuli Tengah. Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli
13 2. Menyusun rekomendasi yang berdasar kearifan lokal untuk
penyelesaian masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
1.3. Metode Penelitian
1.3.1.Konsep Penelitian
Konsep penelitian disusun berdasarkan pada teori Blum tentang status kesehatan dan unsur budayaKoentjaraningrat. Kerangka konsep yang digunakan dalam mempelajari status kesehatan dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Dalam penelitian ini dikaji seputar budaya kesehatan, yang meliputi tujuh unsur budaya yaitu:
1) alam, kedudukan tempat tinggal;
2) organisasi sosial dan sistem kekerabatan; 3) sistem teknologi;
4) sistem pengetahuan; 5) sistem mata pencaharian; 6) sistem religi; dan
7) kesenian.
Selain mengeksplorasi unsur budaya yang berkaitan dengan kesehatan, digali juga peran pelayanan kesehatan konvensional dalam mempengaruhi perilaku sehat untuk meningkatkan status kesehatan.
1.3.2.Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksankan selama 35 hari, dimulai dari tanggal 26April 2015 dan berakhir pada tanggal 31 Mei 2015.
1.3.3.Instrumen dan Cara Pengumpulan Data
Dalam metode riset etnografi ini, instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Sebagai instrumen penelitian, peneliti melakukan observasi partisipasi, yaitu peneliti bertempat tinggal dan hidup
14
bersama masyarakat untuk mengeksplorasi dan mengamati informasi yang ingin diketahui terkait dengan kesehatan masyarakat setempat.
Meskipunpeneliti sebagai instrumen penelitian, tapi peneliti juga menggunakan instrumen pendukung sebagai pedoman untuk mencari data.
Instrumen penelitian tersebut meliputi: (1) Pedoman Indepth
Interview untuk informan utama, yaitu pelaku budaya atau informan
yang tahu budaya setempat. (2) Pedoman pengamatan sebagai pedoman dalam mengamati fenomena yang ada. (3) Buku harian (logbook)untuk mencatat setiap kejadian yang dialami peneliti setiap harinya. (4) Kamera foto, video dan perekam suara.
Adapun prosedur kerja yang dilakukan,terlebih dahulu menentukan titik lokasi penelitian. Peneliti mencari informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah dan sumber lainnya untuk menentukan permasalahan kesehatan terkait budaya yang akan dikaji secara mendalam.
Cara pengumpulan data dilakukan dengan cara bertemu dengan informan. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian, bila informan bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka ia diminta menandatangani surat pernyataan kesediaan ikut serta dalam penelitian.
Untuk wawancara mendalam dilakukan di tempat yang tidak mengganggu kenyamanan dan menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh setiap responden. Wawancara dilakukan sesuai kesepakatan dengan responden. Sementara itu, untuk observasi dilakukan di lokasi yang telah ditentukan berdasarkan masukan dari informan utama. Hal ini sesuai dengan metode kualitatif, yang perlu digali ialah berbagai informasi yang bersumber dari masyarakat itu sendiri (emic).
Validitas data diukur dari pemahaman masyarakat (yang dijadikan informan penelitian) atas berbagai aspek dari kehidupannya, dan keberadaan program kebijakan kesehatan.
15 Selain wawancara dan observasi partisipatoris, peneliti juga melakukan penelusuran data sekunder, referensi dan pustaka yang berkaitan dengan substansi penelitian.
1.3.4.Analisis Data
Analisis data dimaksudkan untuk menata data catatan dari lapangan dan memperoleh keselarasan pemahaman data yang telah didapat lewat hasil wawancara mendalam dan observasi di lokasi penelitian.
Hal ini dilakukan atas dasar data hasil wawancara dengan informan tersebut bersifat kualitatif, sehingga di sini diperlukan interprestasi dari peneliti.
Interprestasi tersebut dapat dilakukan ketika semua data mengenai tema penelitian sudah terkumpul. Di sini, peneliti juga melakukan pengecekan ulang dengan semua informan. Bila masih ada kekurangan/kesalahan, tentu akan mempengaruhi atas kualitas data terkait tema tersebut.
Dalam arti lain, proses analisis data ini merupakan upaya mencari dan menata data secara sistematis yang berasal dari catatan-catatan hasil pengumpulan lapangan (hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi), sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan interprestasi dan pemahaman tentang tema penelitian yang digali. Lalu, peneliti menyajikannya sebagai temuan untuk disampaikan lewat tulisan kepada orang lain. Dalam penelitian REK ini, teknik analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Berikut ini adalah tahap-tahap analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1) Mengumpulkan dan menata data penelitian yang telah didapat dari lapangan (hasil wawancara, observasi, dokumentasi, field
note, dan catatan hasil di lapangan).
2) Mentranskrip hasil wawancara dengan informan yang telah peneliti lakukan di lapangan.
16
3) Peneliti membuat resume atau catatan inti dari hasil pendataan di lapangan tersebut.
4) Setelah data dipahami peneliti, lalu peneliti memilah-milah data tersebut dan mengambil pokok pikiran yang sesuai dengan topik penelitian.
5) Peneliti menyusun data yang telah diperoleh tersebut menjadi laporan tertulis.
6) Untuk mendukung kualitas analisis hasil penelitian dan kualitas penulisan laporan, peneliti juga melakukan penelusuran data sekunder, referensi dan pustaka yang berkaitan dengan substansi penelitian.
1.4. Keterbatasan Penelitian
Deskripsi tentang Etnik Pesisir dalam kaitan antara unsur-unsur yang mempengaruhi dan membentuk budaya sekaligus pengaruhnya terhadap cara pandangnya terhadap konsep sehat-sakit sudah diupayakan sedetail mungkin. Namun, peneliti yakin masih terdapat banyak celah yang membutuhkan diskusi lebih lanjut, misalnya menyangkut wilayah tempat tinggal Etnik Pesisir itu sendiri.
Dari perspektif ketercakupan wilayah, jelas studi ini tidak bisa mewakili seluruh wilayah geografis keseluruhan etnik ini berdiam, menetap, dan membentuk budayanya. Oleh karena itu, Etnik Pesisir yang dideskripsikan secara utuh dalam studi ini hanya Etnik Pesisir yang menetap di wilayah administratif Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah.
1.5.Sistematika Buku
Struktur dan isi buku terdiri atas lima bab dengan beragam topik di masing-masing babnya. Meski demikian, deskripsi dan analisis yang dilakukan tetap dalam ruang lingkup kajian dan sama sekali tidak keluar dari wilayah studi yang direncanakan.
17 Buku ini terdiri dari lima bab yang dideskripsikan secara umum sebagai berikut:
Bab 1 menjelaskan tentang gambaran umum atas studi yang dilakukan, latar belakang, masalah dan tujuan studi. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan masalah metode penelitian, keterbatasan penelitian, dan sistematika buku.
Bab 2 menjelaskan tentang deskripsi budaya Etnik Pesisir Tapanuli Tengah. Pada bagian ini dijelaskan perihal gambaran umum wilayah, geografi, kependudukan, sistem religi, organisasi sosial, pengetahuan kesehatan, bahasa, kesenian, mata pencaharian, serta teknologi dan peralatan.
Bab 3 menjelaskan tentang potret budaya budaya kesehatan yang berlaku pada masyarakat Etnik Pesisir Tapanuli Tengah. Pada bagian ini dijelaskan masalah kesehatan di Puskesmas Barus, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyakit Menular (PM), dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pada EtnikPesisir Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah.
Bab 4 menjelaskan secara lebih spesifik (tematik) potensi afirmasi budaya kesehatan khusus pada ibu dan anak. Pada bagian ini dibahas tentang: memaknai kesehatan keluarga lewat adat sumando; adat afirmasi shambu-shambu untuk ibu hamil; manyonggod agar ibu hamil tidak kapihunan; turun karai, mengenalkan bayi pada rumah Allah; kampi sirih dan tali pancorono sebagai pelindung anak; serta afirmasi sehat lewat pijit dan ramuan tradisional.
Bab 5 menjelaskan tentang catatan penutup dari peneliti terhadap keseluruhan isi buku yang dirangkum dalam beberapa
18
kesimpulan. Lalu, berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti mencoba menawarkan rekomendasi yang disesuaikan dengan kondisi yang spesifik budaya lokal untuk menjamin implementasi rekomendasi yang diajukan.
19
BAB 2
DESKRIPSI BUDAYA ETNIK PESISIR DESA PASAR
TERANDAM KECAMATAN BARUS KABUPATEN
TAPANULI TENGAH
2.1. Sejarah Etnik Pesisir dan Desa Pasar Terandam
2.1.1. Asal Usul Etnik Pesisir
Menurut catatan Wikiepedia Indonesia10, Pesisir atau Pasisia bermakna wilayah yang berada di tepi lautan. Penamaan ‘Etnik Pesisir’ untuk kelompok masyarakat yang mendiami pesisir barat Sumatera Utara tidak pernah dikenal hingga akhir abad ke-20. Istilah ini dikemukakan untuk membedakan kelompok masyarakat di pesisir barat Sumatera Utara dengan masyarakat Batak di pedalaman.
Berdasarkan ruang geografis etnisitas yang disusun oleh Collet (1925), Cunningham (1958), Reid (1979) dan Sibeth (1991), di pesisir barat Sumatera Utara terdapat kelompok masyarakat yang bukan merupakan bagian dari etnis Batak.11Kelompok ini merupakan para perantau dari Minangkabau yang telah bermigrasi ke pesisir barat Tapanuli sejak berabad-abad lalu.12
Dalam perkembangannya, istilah Suku Pesisir lebih digunakan untuk mempertegas kepentingan politik masyarakat Tapanuli Tengah, terutama untuk menghindari dominasi orang Batak dari pedalaman.13Pada abad ke-14, banyak masyarakat Minangkabau yang
10
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Pesisir
11
Daniel Perret, Kolonialisme d
-Orient, 1995.
12Jane Drakard, A Malay Frontier: Unity and Duality in a Sumatran Kingdom. 13
20
melakukan migrasi ke Tapanuli Tengah. Tujuan mereka ialah untuk menjadikan Barus sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Pagaruyung, bersama Tiku dan Pariaman, yang menjadi tempat keluar masuknya perdagangan di Pulau Sumatera.14Kedatangan mereka ke Barus itu menyebabkan tersingkirnya para pedagang Tamil yang sudah berdagang di kota itu sejak ratusan tahun sebelumnya.15
Gambar 2.1. Peta Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Barus,_Tapanuli_Tengah)
Gelombang berikutnya ialah rombongan yang dipimpin oleh Sultan Ibrahimsyah yang berasal dari Pesisir Selatan. Rombongan ini kemudian mendirikan Kesultanan Barus yang menjadi salah satu
vassal Kerajaan Pagaruyung.16 Kedatangan orang Minang berlanjut setelah dibentuknya residentie Tapanuli yang beribu kota di Sibolga. Pemerintah Hindia-Belanda banyak mempekerjakan mereka untuk mengisi jabatan guru dan di pemerintahan.
14Cortesao A., The Suma Oriental of Tome Pires, London, 1944. 15
Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula.
16
Jane Drakard, Sejarah Raja-raja Barus: Dua Naskah dari Barus, Penerbit Angkasa -Orient, 1988.
21 Sejak pertengahan abad ke-19, masyarakat dari pedalaman Toba dan Mandailing mulai banyak bermukim di Barus, Sorkam, dan Sibolga. Mereka berasimilasi dengan masyarakat Minangkabau dan membentuk kelompok masyarakat Pesisir. Pada sensus penduduk tahun 2000, masyarakat Pesisir diklasifikasikan sebagai etnis tersendiri. Di tahun 2008, sebagian besar kelompok masyarakat Pesisir menolak bergabung dengan etnis Batak Toba untuk mendirikan Provinsi Tapanuli.17
2.1.2. Asal Usul Desa Pasar Terandam
Usai memenuhi kewajiban menjalankan ibadah sholat Magrib, peneliti bergegas mengunjungi keluarga bapak Safranjamil Marbun (59 tahun), tokoh masyarakat di Desa Pasar Terandam. Lokasi rumahnya tidak begitu jauh dari lokasi masjid desa itu.
Peneliti diterima dengan ramah dan dipersilahkan duduk di karpet yang ada di atas lantai papan itu. Mereka menawari makan malam, karena pada saat datang bapak tersebut sedang makan malam bersama istrinya.
“Silahkan diteruskan saja makannya pak...., maaf saya telah mengganggu dan terlalu cepat datang.” Ungkap peneliti dengan perasaan tidak enak mengganggu orang yang sedang makan.
Setelah selesai makan, peneliti memperkenalkan diri dan mengungkapkan maksud dan tujuan kedatangan ini. Bapak Safranjamil tinggal di rumahnya hanya dengan istrinya, yaitu ibu Adreni Rambe (54 tahun). Sebab, pasangan keluarga ini, sampai saat ini masih belum dipercaya memiliki anak keturunan.
Ketika ditanya tentang sejarah Desa Pasar Terandam ini, diakui Bapak Safranjamil tidak ada catatan jelas mengenai sejarah yang ditanyakan. Seperti diungkapkan bapak Safranjamil berikut ini:
17
http://www.jpnn.com/read/2014/06/28/242873/RUU-Provinsi-Tapanuli-Terganjal-Sibolga
22
“Kalau yang saya tahu. Mungkin kenapa dinamakan Desa Pasar Terandam, karena dulunya di sini memang selalu terendam. Walaupun tidak setiap waktu, tapi ada waktu sendiri terendamnya. Hal ini akibat pasang surut air laut. Pasar sendiri, bukan berarti pasar pada umumnya. Tapi, pasar bisa berarti pelabuhan (Syahbandar).” Ungkap Safranjamil mencoba memberikan penjelasan tentang arti dan makna dari Pasar Terandam itu.
Terkait arti Pasar Terandam ini, pada kesempatan lain peneliti mengobrol dengan tokoh masyarakat yang tidak mau disebutkan jati dirinya itu, beliau memberi penjelasan bahwa dinamakan Pasar Terendam, karena memang sering terendam jalan-jalan yang ada di Desa Pasar Terandam itu. Sejak dulunya memang sering terendam. Artinya, makna dari kata “Pasar” di sini adalah berarti jalan.
Gambar 2. 2. Kondisi Jalan Desa Pasar Terendam Yang Dengan Kondisi Sering Terendam Pada Sebagain Jalan-Jalan Yang Ada di Desa Pasar Terandam(Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Proporsi penyebaran penduduk Desa Pasar Terandam ini, menurut Bapak Safranjamil, bila dilihat dari jenis pekerjaan yang
23 dilakukan masyarakat sebagian besar (90%) sebagai nelayan, sisanya (10%) bekerja sebagai petani, pedagang, dan pegawai.
2.2. Gambaran Umum Desa Pasar Terandam
2.2.1. ‘Keindahan’ Menuju Desa Pasar Terandam
Udara pagi Kota Medan mengiringi perjalanan peneliti menuju Bandara Internasional Kualanamu Kota Medan. Aktivitas kota ini mulai ramai dengan Bentor-Bentor18 yang mengangkut barang dagangannya di pasar-pasar tradisional. Begitu ramai dan terdengar riuh rendah dialog-dialog khas Bahasa Batak para pedagang dan pembeli yang terdengar di balik jendela mobil.
Gambar 2. 3. Beca Motor (Bentor) Merupakan Alat Transportasi Khas Kota Medan dan Kota Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah(Sumber: Dokumentasi Peneliti)
18
Bentor ialah beca yang menggunakan motor sebagai penggerakknya. Bentor ini merupakan alat transportasi khas Kota Medan (bahkan di beberapa wilayah Sumatera).
24
Rasa kantuk yang masih menyelimuti mata ini, tidak menyurutkan semangat untuk meneruskan perjalanan menuju lokasi Riset Etnografi Kesehatan (REK) di Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah. Taxi Kota Medan itu telah menghantarkan kami menuju Bandara tepat pukul 06.10 WIB, sedangkan penerbangan kami menuju Bandara Sibolga terjadwalkan pukul 07.10 WIB, berarti ada waktu istirahat di ruang tunggu pesawat setelah selesai check in.
Waktu yang ada, tidak disia-siakan untuk sesekali memejamkan mata melepas kantuk. Selain itu, peneliti pun menikmati pemandangan dari luasnya Bandara Internasional Kualanamu Medan itu.
Gambar 2. 4. Suasana Bandara Internasional Kualanamu Kota Medan Sumatera Utara (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
25 Saat penerbangan itu tiba, rombongan kami berangkat bersama dengan para penumpang yang akan berangkat ke Jakarta. Mereka terpaksa transit mengantar kami dulu ke Bandara Sibolga.
Rasa kagum akan keindahan alam itu, selalu terbesit manakala peneliti melihat lewat jendela pesawat ke arah bawah alam Indonesia. Seperti halnya kali ini, betapa mempesonanya pemandangan bentangan alam berupa daratan, pegunungan, dan lautan yang terhampar luas itu. Negeri Indonesia itu begitu kaya raya akan alamnya. Namun, bersamaan itu pula terbesit tanya mengapa nasib masyarakat Indonesia ini masih seperti ini. Kemiskinan dan masalah kesehatan ini masih menjadi sesuatu yang menjerat masyarakat Indonesia.
Pikiran peneliti terus melayang-layang beriringan dengan berputarnya baling-baling pesawat yang membawaku terbang. Perjalanan penerbangan selama 45 menit dari Medan ke Sibolga tidak terasa karena peneliti begitu menikmati keindahan alam Sumatera Utara ini, tepatnya antara Kota Medan dan Kabupaten Tapanuli Tengah dari atas udara.
Sampai di Bandara Sibolga, kami rombongan REK Provinsi Sumatera Utara sambil menunggu jemputan travel yang akan mengantarkan kami ke lokasi Kabupaten Tapanuli Tengah itu, kami istirahat dulu menunggu di kantin bandara. Kami pun mengisi perut seadanya karena tadi pagi kami belum sempat untuk makan pagi.
Gambar 2. 5. Suasana Bandara Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
26
Hampir setengah jam kami menunggu, akhirnya tiba juga jemputan travel yang akan mengantar kami itu. Travel yang mengantarkan tim Kabupaten Tapanuli Tengah harus menunggu di luar bandara (tepatnya di pertigaan jalan utama menuju Kota Pandan sebagai ibukota Kabupaten Tapanuli Tengah) dengan menggunakan kendaraan Bentor.
Kendaraan travel ini dengan kecepatan tinggi membawa kami menuju Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus di Etnik Pesisir Tapanuli Tengah, tepatnya pantai barat Sumatera Utara. Sempanjang perjalanan disuguhi alunan musik khas pantai pesisir dengan volume cukup keras. Sampai Kota Sibolga travel yang membawa kami singgah sebentar di kota.
Peneliti menikmati indahnya alam sepanjang perjalanan. Jalan yang kami lalui ini, bener-bener menelusuri sisi pantai dengan diselingi areal bukit, pegunungan, dan persawahan. Sungguh perpaduan warna yang indah penyajian dari alam di sini.
Kami sampai di wilayah Kecamatan Barus sekitar pukul 15.30 WIB, kami istirahat dulu untuk makan. Semua penumpang dan sopir istirahat untuk beristirahat dan makan siang. Cara penyajian pramu saji warung makan di sini mirip dengan masyarakat Padang. Nasi dan lauk pauk disajikan di atas piring-piring kecil-kecil. Pengunjung dipersilahkan memakan makanan yang sesuai selera dan yang dihitung atau dibayar adalah makanan yang di makan saja.
Selesai makan dan istirahat, perjalanan dilanjutkan lagi. Kami pun tidak begitu lama dari waktu istirahat diturunkan tepat di depan Puskesmas Kecamatan Barus. Kami langsung menemui Dr. Marwati sebagai Kepala Puskesmas Kecamatan Barus di rumah dinasnya yang bersebelahan dengan Puskesmas itu.
Setelah berbincang-bincang sejenak, kami menghubungi Kepala Desa (Kades) Pasar Terandam dan memberitahukan tentang kedatangan kami ini. Sejurus kemudian, Bapak Kades datang dan kami
27 pun langsung berdiskusi tentang lokasi tempat tinggal kami selama tinggal di Desa Pasar Terandam nantinya.
Akhirnya, karena kami satu tim terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka kami diberi tempat tinggal yang beda rumah. Sebenarnya, pada awalnya kami bisa tinggal satu rumah. Tapi, demi secepatnya kami bisa memperoleh data penelitian yang kami harapkan, maka kami memutuskan memilih beda tempat tinggal.
Sambil angkut-angkut barang, peneliti mencoba melihat sisi-sisi kondisi lingkungan yang ada di kiri kanan jalan yang dilalui. Sesuai namanya --Desa Pasar Terandam--, peneliti melihat sisa-sisa bekas terjadinya banjir itu terlihat di pinggir jalan, halaman dan tembok rumah penduduk yang dilewati.
Gambar 2. 6. Kondisi ‘Keindahan’ Alam dan Aktivitas Warga Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah (Sumber: Dok. Peneliti)
Setelah sampai di tempat penginapan yang akan jadi rumah tinggal selama penelitian di Desa Pasar Terandam ini, lalu peneliti rehat sejenak. Pada sore harinya peneliti jalan-jalan ke depan rumah. Di sana, terlihat ada tanggul di pinggir sungai itu. Peneliti disugguhi
28
‘keindahan’ pemandangan jejeran perahu kecil yang singgah ditambatkan di pinggir-pinggir sungai itu.
Selain itu, sore itu peneliti menyaksikan mulai dari anak kecil, remaja, dewasa dan orang tua pada bergerombol di sepanjang pinggiran sungai itu. Mereka sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ada yang mandi, mencuci baju, bermain bola, membersihkan perahu, dan ngobrol bersama.
Gambar 2. 7. Kondisi ‘Keindahan’ Alam Pinggir Pantai dan Aktivitas Warga Perkampungan Nelayan di Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah (Sumber: Dok.
Peneliti)
Sementara itu, ketika kami menengok ke arah utara terlihat indahnya pemandangan bukit dan pegunungan yang menjulang tinggi. Sedangkan ketika saya mengarahkan ke arah selatan, maka terlihat hamparan laut luas yang indah mempesona. Begitu bebas dan menghilangkan beban pikiran yang suntuk itu akan berkurang dan hilang bila kita memandang luasnya hamparan lautan yang ada di depan mata.
Sungguh indah warna kehidupan yang ada di Desa Pasar Terandam. Kondisi inilah, barangkali dasar pertimbangan mengapa
29 mereka tidak mau pindah ke daerah lain, walaupun daerah ini adalah langganan banjir ketika terjadi hujan.
Selain itu, menurut pengakuan sebagian masyarakat alasan lainnya adalah karena jiwa mereka sudah melekat dengan kehidupan lautan dan melaut itu sudah menjadi kebiasaan serta pekerjaan mereka sehari-hari.
2.2.2. Visi Misi Desa Pasar Terandam
Visi Desa Pasar Terandam adalah menciptakan desa yang indah melalui pembangunan serta peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan taraf ekonomi yang sejahtera.
Gambar 2. 8. Kondisi Balai Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah Yang Tidak Layak Digunakan Sebagai Sarana Pemerintah Desa (Sumber: Dok. Peneliti)
Misi Desa Pasar Terandam, adalah meliputi:19
1. Mewujudkan Pemerintah Desa Pasar Terandam yang efektif dan efesien dalam rangka mengoptimalkan pelayanan terhadap masyarakat.
2. Meningkatkan derajat hidup masyarakat melalui upaya peningkatan pelayanan kesehatan desa.
19
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus Tahun 2012-2016
30
3. Mengembangkan sektor perikanan dan sektor usaha industri kecil yang berwawasan lingkungan.
4. Mengembangkan pentingnya peningkatan sumber daya manusia (SDM) melalui dukungan program wajib belajar 9 tahun dan pendidikan anak usia dini.
5. Menghidupkan dan meningkatkan kembali lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di desa.
6. Menumbuhkembangkan sistim perencanaan pembangunan partisipatif yang memberi kesempatan kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk rumah tangga miskin (RTM) untuk melaksanakan perencanaan pembangunan secara mandiri yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good
governance), seperti partisipatif, transparan, dan akuntabilitas.
7. Menciptakan lapangan kerja.
8. Menggunakan dana dari pemerintah secara efektif dan seefisien mungkin.
2.2.3. Geografi dan Kependudukan
A. Kondisi Geografi
Desa Pasar Terandam terbentuk dari 3 Dusun, memiliki luas wilayah 112 Ha atau 1,12 Km2, dengan perincian: Dusun I (35 Ha), Dusun II (40 Ha), dan Dusun III (37 Ha).20
Desa Pasar Terandam ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah, berjarak + 0,3 Km, dengan batas-batas wilayah, yaitu sebelah Utara berbatas-batasan dengan Kelurahan Padang Masiang. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Sirahar Desa Kinali. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Pasar Batu Gerigis. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
20
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus Tahun 2012-2016.
31
Gambar 2. 9. Skesta Peta Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara (Sumber: Repro BPS)
Desa Pasar Terandam ini berada pada ketinggian antara + 1 meter-1,5 meter di atas permukaan laut, yang terletak di jalur lalu lintas ibu kota Kecamatan Barus.
Sementara itu, sebagian besar lahan yang ada di Desa Pasar Terandam ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk kegiatan nelayan dan pemukiman. Untuk status kepemilikan lahan di Desa Pasar Terandam ini terbagi dalam tiga bagian yaitu milik rakyat (84 Ha), milik desa (25 Ha), dan milik pemerintah (3 Ha).
Adapun jenis tanah yang ada di Desa Pasar Terandam ini merupakan tanah pasir laut dan sebagian tanah lumpur yang berada di Dusun 2. Dengan demikian, sebagian besar lahan di Desa Pasar Terandam cocok untuk lahan perikanan, seperti pengolahan ikan, penjemuran ikan, dan tambak ikan.
B. Kondisi Demografi
Dari data tahun 2010-2011, tercatat jumlah penduduk Desa Pasar Terandam sebanyak 2.515 jiwa, terdiri atas 1.228 jiwa laki-laki dan 1.287 jiwa perempuan. Sementara itu, dihitung berdasarkan
32
jumlah Kepala Keluarga (KK), Desa Pasar Terandam dihuni oleh 527 Kepala Keluarga.
Pada tabel 2.1. di bawah ini terlihat bagaimana komposisi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan agama yang dianut masyarakat Desa Pasar Terandam.
Tabel 2.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Agama di Desa Pasar Terandam
Nama Dusun
Jumlah Penduduk Agama
L P JML Islam Protestan Katolik Hindu Budha
Dusun I 380 399 779 772 7 0 0 0
Dusun II 442 465 907 907 0 0 0 0
Dusun III 406 423 829 829 0 0 0 0
Jumlah 1228 1287 2515 2508 7 0 0 0
C. Kondisi Sosial Ekonomi
Desa Pasar Terandam merupakan desa perikanan, maka hasil ekonomi dan mata pencaharian sebagian warga adalah nelayan. Dari jumlah KK sebanyak 527 KK, lebih kurang 395 KK (75%) adalah Nelayan, sisanya 132 KK (25%) adalah PNS, TNI/Polri, dan Pedagang.
Ditinjau dari tingkat penghasilan rata-rata masyarakat Desa Pasar Terandam, tergolong ke dalam kategori miskin. Dari luas Desa Pasar Terandam 112 Ha dimiliki oleh: 70 Ha (75%) dimiliki oleh 10 KK; 7 Ha (0,83%) dimiliki oleh 198 KK; dan 7 Ha (0,83%) dimiliki oleh 197 KK (rata-rata tiap warga memiliki 0,04 Ha).21
Sementara kemampuan produksi perikanan di Desa pasar Terandam minimal 56 ton per musim. Jika dalam satu tahun 56 ton x 12, maka produksi ikan menjadi 672 Ton/Tahun. Kalau harga ikan dikisaran Rp. 10.000,- per kg, bisa menghasilkan Rp. 6.720.000.000,- per tahun.
21
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus Tahun 2012-2016.
33 Berdasarkan uraian di atas, jelas tergambar kondisi perekonomian warga desa masih lemah. Oleh karena itu sangat diperlukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, baik di bidang perikanan itu sendiri atau pada sektor lain.
D. Kondisi Sosial Budaya
Kehidupan masyarakat Desa Pasar Terandam sangat kental dengan tradisi-tradisi peninggalaan leluhur. Upacara-upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia (lahir-dewasa/berumah tangga-mati, dll.), seperti upacara kelahiran, khitanan, perkawinan dan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian, hampir selalu dilakukan oleh warga masyarakat. Selain itu, tradisiTolak Bala dan
Kenduri Laut masih dilakukan.
Kegotongroyongan masyarakat masih kuat. Kebiasaan menjenguk orang sakit (tetangga atau sanak famili) masih dilakukan oleh masyarakat. Biasanya ketika menjenguk orang sakit bukan hanya membawa makanan, tetapi mereka mengumpulkan uang bersama-sama warga selanjutnya disumbangkan kepada si sakit untuk meringankan beban biaya. Kebiasaan saling membantu memperbaiki rumah atau membantu tetangga yang mengadakan perhelatan juga masih dilakukan. Semua itu menggambarkan bahwa hubungan kekerabatan di desa ini masih erat/kuat.
34
Gambar 2. 10. Kondisi Masyarakat Yang Saling Membantu Ketika Ada Yang Melakukan Perhelatan Hajatan Atau Syukuran Adat di Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten
Tapanuli Tengah(Sumber: Dokumen Peneliti)
Kesenian daerah masih disukai oleh warga desa, namun belakangan ini para pemuda cenderung lebih menyukai musik dangdut dan musik-musik modern lainnya. Kelompok-kelompok kesenian tradisional tampak mulai berkurang kegiatannya, sedangkan kelompok-kelompok kesenian modern (band dan musik key board) tampak bermunculan, dimulai tahun 1990 hingga sekarang.
Gambar 2. 11. Kesenian Daerah Dalam Acara Adat Pernikahan di Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah(Sumber: Dokumen Peneliti)
35 Kondisi kesehatan masyarakat tergolong masih kurang baik, sehingga pada musim-musim tertentu warga sering mengalami gangguan kesehatan, terutama demam tinggi.
Sementara itu, kegiatan pengamanan (siskamling) desa secara bersama tergolong masih baik, meskipun tampak mulai berkurang, diperkirakan karena semakin banyak waktu yang digunakan oleh warga masyarakat untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat dari hari ke hari.
E. Sarana dan Prasarana
Desa Pasar Terandam telah terhubung dengan daerah lain melalui jalan desa. Keadaan jalan desa secara umum masih baik, namun apabila musim hujan tiba di beberapa tempat mengalami kerusakan jalan. Jalan beraspal sudah ada di desa ini, namun kondisinya sekarang sudah ada yang rusak dan memprihatinkan.
Sarana transportasi yang paling banyak digunakan warga masyarakat adalah sepeda motor dan beca bermotor, kendati untuk hari-hari tertentu ada beca yaitu pada hari-hari onam.22
Gambar 2. 12. Kondisi Pasar dan Sarana Transportasi Beca Motor di Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah(Sumber: Dokumen Peneliti)
22
36
Jaringan listrik dari PLN sudah tersedia di desa ini, sehingga hampir semua rumah tangga menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi keperluan penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Ada beberapa rumah tangga yang tidak menggunakan listrik.
Pada seluruh wilayah desa, air umumnya diperoleh dari sumur (memiliki sumur gali), sehingga masalah air bersih di Desa Pasar Terandam ini masih menjadi kendala/masalah apabila pada musim kemarau yang berkepanjangan karena sungai juga ikut mengalami kekeringan.
Gambar 2. 13. Kondisi Perkampungan Nelayan di Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah(Sumber: Dokumen Peneliti)
Pola tempat tinggal Etnik Pesisir ini yang paling khas adalah bertempat tinggal di rumah pinggir pantai. Bahan-bahan yang digunakan disesuaikan dengan kayu yang ada di sekitar daerah tersebut, umumnya menggunakan atap seng.
37
2.3. Sistem Religi
2.3.1. Kosmologi
Masyarakat Etnik Pesisir Tapanuli Tengah, sampai saat ini masih mempercayai dan mengenal adanya tempat yang diyakini memiliki kekuatan magis (supranatural) atau tempat keramat. Tempat keramat yang ada di masyarakat Desa Pasar TerandamKecamatan Barus ini dikenal dengan makam “Aulia 44”, sayangnya tidak banyak catatan tentang keberadaan para aulia tersebut yang tertinggal untuk dijadikan pegangan generasi saat ini.
Gambar 2. 14. Kondisi Makam Papan Tinggi di Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah(Sumber: Dokumen Peneliti)
Makam-makam kramat kuno tersebut, satu diantaranya ditemukan di lereng-lereng gunung atau perbukitan, mulai dari Desa Patupatang sampai arah barat yaitu Desa Lobutua, seperti makam