• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III POTRET BUDAYA KESEHATAN ETNIK PESISIR DESA PASAR

3.1.4. Anak dan Balita

Penanganan bayi yang baru saja dilahirkan tidak serumit ibu yang baru saja melahirkan. Setelah bayi terlahir, ari-ari akan diambil dukun untuk ditanam didekat tungku. Ditanamnya ari-ari di dekat tungku, selain agar tidak diambil hewan karena ada kepercayaan bahwa ari-ari itu merupakan saudara dari bayi yang dilahirkan. Peletakan di dekat tungku bertujuan agar ari-ari tetap hangat karena jika sampai jauh dari api maka suhu akan menjadi dingin. Dinginnya ari-ari dipercaya akan membuat tidak nyaman bayi tersebut, seperti perut kembung atau masuk angin.

Menurut dukun Siti, perawatan pada bayi yang baru dilahirkan hanya dilap menggunakan lap kering. Sebelum mendapat pengarahan dari puskesmas, biasanya bayi yang baru saja lahir akan langsung dimandikan. Setelah diberi pelatihan barulah kebiasaan tersebut berubah karena khawatir bayi akan mengalami hipotermia.

Bayi akan mulai dimandikan pada hari ketiga. Selain memandikan, dukun juga mengganti perban dan membersihkan tali pusat menggunakan alkohol. Tidak ada ramuan yang diberikan atau

khusuk yang khusus untuk bayi. Seperti diungkapkan dukun Siti

berikut ini:

“…disikondak biaso lah bayi dikusuk, nanti salah kusuk lah kita, kan kecil kali itu bayinya, urat-urat tulangnya lembek, memandikan pun hati-hatinya kita. Kalo ndak nanti terkilir kan cem mana.”

88

(…disini tidak biasa lah bayi dipijit, nanti salah pijit lah kita, kecil sekali itu bayinya, urat-urat tulangnya lembek, memandikan pun hati-hati. Kalau tidak nanti terkilir kan bagaimana.)

Jika setelah dilahirkan terlihat ada masalah kesehatan pada bayi, biasanya dukun akan menyarankan orang tua untuk membawa bayi tersebut pada tenaga kesehatan. Selain diberikan pengobatan, bidan juga akan mengarahkan agar bayi rajin diikutkan ke posyandu. Pendekatan yang digunakan bidan Sari terlihat luwes sehingga ibu-ibu pun banyak yang bersedia datang ke posyandu untuk mengimunisasi anaknya. Menurut bidan Sari, harus pandai-pandai mendekati ibu-ibu, karena masih ada bapak yang tidak mengijinkan anaknya diimunisasi.

Imunisasi yang memberikan efek samping demam pada anak seringkali membuat orang tua tidak mengijinkan anak untuk diimunisasi. Hal ini berkaitan dengan konsep sakit yang sampai saat ini masih mereka percayai. Keyakinan sebagian masyarakat Desa Pasar Terandam mengenai pengobatan secara tradisional maupun penyembuhan secara magis, berpengaruh pada metode penyembuhan yang dipilih.

Penyembuhan yang seringkali dipilih adalah kolaborasi pengobatan tradisional melalui dukun dan bidan. Biasanya meskipun sudah dibawa pada tenaga kesehatan, jika keadaan anak belum membaik maka akan dibawa pada dukun. Ada juga yang menerapkan kebalikannya, anak akan dibawa pada dukun terlebih dahulu baru akan dibawa pada tenaga kesehatan. Penyakit yang seringkali diusahakan kesembuhannya melalui dukun antara lain adalah

balik-balik mato dan elok baso.

Balik-balik mato adalah penyakit yang seringkali diderita oleh

anak-anak. Anak yang terkena balik-balik mato atau step akan mengalami demam tinggi, kejang sampai bola mata membelalak ke atas. Balik-balik mato diambil dari salah satu gejala yang terlihat yaitu

89 mata yang membelalak ke atas. Menurut dukun Hudin, balik-balik

mato dapat disebabkan karena anak tersebut bermain di tempat

keramat atau digoda oleh makhluk halus.

Berangkat dari keyakinan bahwa balik-balik mato adalah penyakit yang disebabkan makhluk halus, maka penyembuhan yang ditempuh ialah penyembuhan dengan cara magis. Menurut dukun Hudin, penyembuhan untuk balik-balik mato tidak menggunakan bahan-bahan yang dikonsumsi cukup dengan jimat yang sudah didoakan. Jimat yang diberikan pun harus melihat kondisi pasien. Ada yang cukup menggunakan benang manalu, ada juga yang harus diberikan tambahan isi.

Benang manalu adalah untaian benang tiga warna yang terdiri dari benang berwarna hitam, merah dan putih. Warna-warna ini adalah warna yang khusus untuk menyembuhkan dan dijadikan penangkal balik-balik mato. Jika pada saat diberikan benang manalu keadaannya sudah membaik, maka pengobatan yang diberikan dianggap sudah cukup. Kadangkala ada yang terkena balik-balikmato sampai menggigit apa atau siapa pun yang berada didekatnya. Jika pasien sudah memperlihatkan gejala menggigit-gigit, biasanya dukun Hudin akan memberikan isi tambahan pada benang manalu yang diikatkan pada tubuh.

Menurut dukun Hudin, isi yang akan ditambahkan sebagai jimat ialah buluh gading dan kulit harimau. Buluh gading adalah bagian ujung bambu (bambu muda) yang berwarna kuning. Bagian tersebut dipercaya dapat menangkal kedatangan gangguan setan. Penggunaan kulit harimau dimaksud untuk mengusir setan yang menyebabkan anak tersebut menggigit segala sesuatu yang ada didekatnya. Senang menggigit dianggap sebagai perilaku yang berasal dari hewan, predikat harimau sebagai raja hutan dipercaya dapat mengusir setan dengan perilaku hewan tersebut.

Penyakit lain yang sering dianggap merupakan gangguan dari makhluk halus adalah elok baso. Makhluk halus itulah yang akan

90

membuat anak-anak ini demam, panas di dalam hingga mengeluarkan bercak-bercak berwarna merah pada kulit. Penanganan elok baso atau bisa juga disebut dengan bungo, dapat dilakukan dengan memberikan ramuan minuman dan melakukan pantang.

Dalam proses penyembuhan, pasien yang terkena elok baso dilarang menggunakan apa pun yang berwarna merah. Nuansa merah yang berada diluar tubuh dipercaya akan mengganggu proses penyembuhan. Menurut dukun kelahiran 1925 ini, penyembuhan campak akan berhasil jika bungo atau ruam bercak merah sudah dapat keluar. Keluarnya ruam pada kulit dianggap sebagai tanda penyakit yang ada didalam anak tersebut ikut keluar.

Salah satu cara untuk mengeluarkan bungotersebut dengan memberikan ramuan minuman yang sudah diberi doa. Anak yang terkena elok basoakan diberi minuman yang terdiri dari air kelapa tua, bunga cina dan strup (sirup) berwarna merah. Air kelapa tua dimaksudkan untuk menetralisir hawa yang kurang baik, kemudian harumnya bunga cina dan sirup yang berwarna merah dimaksudkan untuk mendorong agar bungo dapat segera keluar dari dalam tubuh.

Gambar 3. 5. Pengobatan Elok Baso Akibat Gangguan Makhluk Halus Dengan Minum Air Kelapa Tua, Bunga Cina dan Sirup Warna Merah (Sumber: Dokumen Peneliti)

Pada malam hari, pasien yang terkena bungo akan diasapi dengan kemenyan. Pada saat diasapi itulah akan dibacakan doa dan dibujuk-bujuk supaya makhluk penyebab bungo tersebut keluar dari

91 dalam tubuh. Saat membujuk ini harus menggunakan kata-kata yang baik, supaya makhluk tersebut luluh dan bersedia untuk meninggalkan tubuh yang sedang dihinggapi. Penyembuhan dengan dibujuk menggunakan kata-kata baik inilah yang menyebabkan penyakit

bungo juga disebut dengan elokbaso.

3. 2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Etnik Pesisir

Pola perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat Etnik Pesisir Tapanuli Tengah ini, sangat dipengaruhi oleh budaya dan keadaan kesehatan lingkungannya.

Untuk itu upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Lingkungan merupakan salah satu variabel yang sering mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat, variabel lainnya adalah faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik.Keempat variabel itulah yang dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat di Etnik Pesisir Tapanuli Tengah. Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, ada beberapa indikator yang mendukungya, yaitu persentase rumah sehat, persentase penduduk memiliki akses terhadap air minum, persentase penduduk yang memiliki sarana sanitasi dasar (jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah) dan persentase tempat-tempat umum sehat.

Rumah sehatini merupakan bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah tidak terbuat dari tanah.

Berdasarkan data tahun 2013, di Kabupaten Tapanuli Tengah, dari seluruh rumah yang ada yaitu 67.331 unit, yang diperiksa adalah 4.662 unit (6,92%). Dari jumlah rumah yang diperiksa diketahui bahwa

92

2.331 rumah yang memenuhi syarat kesehatan (50%). Namun, bila dibandingkan dengan jumlah rumah keseluruhan maka persentase rumah yang memenuhi syarat kesehatan di Kabupaten Tapanuli Tengah hanya 7,17%. Angka ini masih jauh dari target nasional yaitu 65%. Hal ini perlu diupayakan melalui program terkait untuk meningkatkan jumlah rumah sehat, termasuk meningkatkan jumlah rumah yang diperiksa, sehingga akan terjadi peningkatan setiap tahunnya.40

Sementara itu, sumber air minum masyarakat Tapanuli Tengah ini terdiri dari bukan jaringan perpipaan (sumur gali terlindung) dan perpipaan (PDAM, BPSPAM). Berdasarkan data tahun 2013, dari jumlah penduduk yang ada yaitu 324.006 jiwa, dengan sumber air minumnya dari sumur gali terlindung adalah 108.002 penduduk (33,33%) dengan sarana yang memenuhi syarat adalah sebanyak 16.085 (74,47%) dari 21.600 total sarana dan jumlah penduduk dengan sumber air minumnya dari perpipaan adalah 216.004 (66,67%) dengan sarana yang memenuhi syarat adalah sebanyak 32.401 (75%) dari 43.201 total sarana.41

Lalu, persentase penduduk yang memiliki sarana sanitasi dasar (jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah), sampai akhir tahun 2013, dari jumlah penduduk sebanyak 324.006 jiwa, sebanyak 32.401 penduduk pengguna jenis jamban komunal dengan 6.480 jumlah sarana dan sebanyak 3.240 (50%) sarana yang memenuhi syarat.42

Selanjutnya, penilaian terhadap Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) di hotel, restoran, bioskop, pasar,

40Dinas Kesehatan Kab. Tapanuli Tengah. Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2013. 41

Idem.

42

93 terminal dll. TUPM tersebut dikatakan sehat, bila tempat umum dan pengelolaan makanan tersebut memenuhi syarat kesehatan yaitu memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai yang sesuai dengan banyaknya pengunjung dan memiliki pencahayaan ruang yang sesuai.

Pada tahun 2013, dari 468 TPUM yang ada di Tapanuli Tengah, terdapat 161 Tempat Umum dan 413 Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan.Sedangkan berdasarkan jumlah TPM yang dibina kesehatan lingkungannya sampai akhir tahun 2013, terdapat 266 yang merupakan total seluruh TPM dan 95 yang memenuhi syarat higiene sanitasi.43

Untuk kegiatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) Masyarakat Etnik Pesisir Barus sendiri, yang terkait dengan proses persalinan, dipaparkan ibu SS ada yang dilakukan tenaga kesehatan (bidan) dengan dibarengi dukun. Untuk pertolongan itu, tergantung orangnya.

“Biasanya pertolongan dilakukan dukun dengan menggunakan salusi44. Untuk ibu Bidan itu membantu untuk proses persalinan. Sedangkan dukun itu untuk menjaga orang-orang jahat terhadap ibu hamil, dengan cara dikasih jimat diletakan di pinggang. Kerjasamanya baguslah antara dukun dan bidan Puskesmas,” kata Ibu SS.

Adapun terkait tempat persalinan, diungkapkan ibu SS ada yang di rumah dan ada yang di puskesmas/rumah sakit. Untuk yang di

43

Idem.

44

Salusi adalah air untuk melancarkan proses persalinan dengan cara di balurkan pada perut dan diminum. Air tersebut dimintakan dari dukun yang bikin kampi sirih.

94

rumah, bidan biasanya dipanggil atau ibu yang akan melahirkannya ke rumah Ibu Bidan.

Sementara itu, kegiatan PHBS terkait penimbangan bayi dan balita dilakukan rutin tiap bulan. Adapun tempatnya bisa di rumah Bidan praktek atau waktu acara Posyandu.

Peneliti melihat ada proses pencatatan 6 bulan terakhir (tercatat) pada tiap anak balita dan ibu hamil. Alasan menimbang anak, diantaranya adalah sekalian diperiksa kesehatannya di posyandu, ada juga yang mengatakan untuk melihat berat badan dan pertumbuhan anaknya.

“Selain dilakukan penimbangan. Anak balita diberi makanan tambahan bubur kacang ijo atau dikasih biskuit. Dan mungkin, nanti diberi vitamin sama ibu bidan,” kata ibu Masdiya.

Pada aspek PHBS terkait pemberian air susu ibu (ASI) pada anak-anaknya, kebiasaan masyarakat di Etnik Pesisir Barus ini biasanya yang dilakukan oleh ibu-ibu kalau mau menyusui adalah terlebih dahulu mandi sebelum menyusui, dibuang dulu sedikit air susunya, dan makan-makan yang hangat-hangat dan jangan yang dingin.

“Menyusu dilakukan selama 2 tahun. Saya tahu dari ibu Bidan yang ngasih tahu. Kalau informasi dari orangtua, justru jangan lama menyusui, nanti justru lama memisahkannya,” kata ibu SS.

Lebih lanjut, Ibu SS mengungkapkan ada bebrapa alasan mengasih ASI pada anak adalah untuk kesehatan, membantu pertumbuhan anak agar tumbuh baik, ASI lebih baik dari susu buatan, dan sebagai tanggungjawab sebagai orangtua.

95 “Kalau tidak menyusui ASI, menurut saya percuma punya

anak. Lagi pula menurut agama itu berdosa kalau tidak memberikan ASI pada anaknya,” ungkap ibu SS.

Sementara itu, agar ASI ini lancar dipancing dengan minum menggunakan air tape, bisa juga dengan menggunakan rencaman kerak nasi.

“Cara membuat rendaman air kerak adalah dengan cara merendam kerak nasi dengan air panas, lalu air rendaman tersebut di minum setiap hari. Untuk makanan yang dilarang setelah melahirkan adalah makan kangkung. Sedangkan pada saat menyusi adalah tidak boleh minum air es dan makan buah yang asem-asem, seperti buah jeruk,” kata Ibu SS.

Aspek PHBS lainnya, yaitu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Menurut Ibu SS, ia melakukan cuci tangan dengan air bersih dan sabun itu pada saat mau memasak, kondisi tangan kotor dari kebun, setelah buang air besar (BAB), dan memegang obat nyamuk.

“Sumber air bersih yang digunakan, untuk mandi pakai air sumur, kadang-kadang anak-anak mandi di sungai. Untuk air minum dibeli dari air gunung yang dijual oleh penjual air keliling,” kata Ibu SS.

Untuk PHBS terkait pemakaian jamban sehat. Menurut Bapak Marsudi, keluarganya tidak menggunakan jamban. Kalau mau buang air besar dilakukan ke sungai.

“Tidak menggunakan jamban karena lebih praktis tinggal ke sungai di belakang rumah,” kata Bapak Marsudi.

Sementara itu, untuk aspek PHBS melakukan aktivitas fisik setiap hari, peneliti tidak menyangsikan lagi bagi orang-orang Etnik

96

Pesisir di Desa Pasar Terandam ini. Sepanjang aktivitas harian yang peneliti lihat, mereka tiap hari selalu bergerak. Apalagi dengan kondisi daerah pesisir pantai. Mereka sudah biasa sehari-hari berjalan kaki. Informan Bapak Marsudi sendiri, mengakui kalau dirinya setiap hari melakukan aktivitas ringan, sedang, dan berat.

“Tiap hari kami melakukan aktivitas ringan tidak kurang dari 1 jam. Untuk aktivitas sedang dilakukan 30 menit tiap harinya, pada pagi dan sore. Untuk aktivitas berat seperti ke melaut, dan pertukangan, angkut air dilakukan selama 30 menit per harinya, pada pagi dan sore hari,” kata Bapak Marsudi.

Selanjutnya, untuk aspek PHBS terkait konsumsi buah dan sayur di Etnik Pesisir Desa Pasar Terandam Barus ini, seperti diakui Ibu SS, adalah tergantung musim. Jenis buah dan sayur yang biasa dikonsumsi meliputi, antara lain: pisang, pepaya, jeruk, dll. Untuk sayurannya, biasanya adalah bayam, kangkung, pakis, sawi, wortel, dll.

Aspek PHBS terkait tidak merokok di dalam rumah di Etnik Pesisir ini cukup memprihatinkan. Sebab, hampir tiap keluarga itu merokok. Apalagi kalau ada acara di masyarakat Etnik Pesisir Barus sendiri, terutama laki-laki adalah perokok aktif. Hal ini bisa ditemui dan saksikan secara nyata ketika ada pertemuan dan hajatan, di antara anggota masyarakat Desa Pasar Terandam ini.

Terkait merokok, bahkan ada sebagian kaum perempuan yang sudah terbiasa merokok. Hal ini diungkapkan Ibu SS berikut ini.

“Saya mulai merokok justru saat hamil. Yaitu sejak hamil setengah jalan. Kalau merokok itu bisa menghabiskan 16 batang/ hari atau sampai dua hari habis.”Katanya.

Untuk penggunaan air bersih, mereka menggunakan air yang berasal dari air pegunungan atau air sumur yang dibeli pada pedagang

97 keliling. Sedangkan untuk mandi, dan cuci bisa menggunakan air dari aliran air sungai. Untuk memasak adalah menggunakan air bersih yang berasal dari air pegunungan dari mata air.

“Kondisi air yang bersih itu, ya kondisi airnya yang jernih, airnya yang sehat. Sumber airnya tidak kena kotoran. Tidak ada bau. Tidak ada keruh dan tidak berasa,” kata ibu SS.

Aspek PHBS terkait keberadaan nyamuk di dalam rumah di Etnik Pesisir ini, mengakui akan bahaya nyamuk.

“Keberadaan nyamuk itu berbahaya. Bisa penyebab penyakit malaria dan demam berdarah. Kalau di sini, nyamuk yang besar-besar itu menggigit saat mau menjelang magrib, dan nyamuk-nyamuk yang kecil-kecil biasanya datang setelah sholat isya,” diakui Bapak Taher.