• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aek Sirahar Antara Banjir, Kesehatan dan Pijit

BAB III POTRET BUDAYA KESEHATAN ETNIK PESISIR DESA PASAR

3.6. Aek Sirahar Antara Banjir, Kesehatan dan Pijit

Aliran air sungai yang jernih itu begitu deras mengalir tanpa hambatan yang cukup berarti. Beberapa perahu kecil ditambatkan dengan leluasa di sepanjang pinggiran aliran sungai Aek Sirahar Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah.

109 Beberapa diantaranya terlihat para nelayan sedang membersihkan perahu dan siap-siap berlayar.

Sementara itu, cahaya sang surya mulai memperlihatkan keperkasaan sinarnya yang begitu menghangatkan tubuh orang-orang yang berada di pinggir sungai tersebut. Matahari pagi begitu menyehatkan dan menghangatkan tubuh ini.

Selain itu, sejauh mata memandang terlukis ‘keindahan’ alam sepanjang aliran sungai Aek Sirahar. Tiap pagi dan sore hari biasa ramai dikunjungi masyarakat Desa Pasar Terandam untuk melakukan aktivitas berupa mandi, mencuci baju, tidak terlewat (maaf) orang yang sedang buang hajat atau buang air besar (BAB) kerap kali terlihat dibalik deretan perahu dan kerumunan orang-orang itu.

Desa Pasar Terandam pun kerap kali dilanda banjir, sehingga bekas banjir akan mempengaruhi kondisi kesehatan lingkungan masyarakat yang tergenang banjir. Hal ini pernah dialami peneliti ketika tinggal di Desa Pasar Terandam.

Pada suatu pagi, peneliti masih merlihat sisa-sia material yang dibawa banjir yang terjadi malam harinya. Langkah kaki ini menemani melihat-lihat kondisi pasca banjir tersebut. Terlihat kondisi genangan air dan tumpukan batu-batu kecil yang berserakan di jalanan. Belum lagi, bekas kotoran banjir yang menempel di dinding rumah-rumah warga yang terkena banjir.

Setelah puas melihat bekas banjir semalam, peneliti meneruskan melihat aktivitas masyarakat yang menggunakan aliran sungai yang melintasi Desa Pasar Terandam itu. Di sini, pemandangannya sungguh indah dan membuat pikiran sedikit terobati dari rasa penat. Sebab, kita bisa melepaskan kelelahan sambil memandangi lautan yang sangat luas. Selain itu, ada juga bentangan pegunungan yang menyejukan mata dengan pemandangan yang hijau menjulang bersatu bersama awan.

Bagi masyarakat di Desa Pasar Terandam, air sungai ini memiliki daya tarik tersendiri secara turun temurun. Yakni dari dulu,

110

seperti diakui Marsudi (40 tahun), masyarakat di pinggiran ini menggunakan sungai untuk melakukan aktivitas seperti mandi, cuci, dan buang hajat (BAB). Alasannya, mereka lebih praktis, nyaman dan karena aliran airnya mengalir jernih. Walaupun bagi mereka yang tidak terbiasa berperilaku BAB seperti itu, tentu akan merasa menjijikan. Tapi, begitulah perilaku mereka setiap pagi dan sore hari di sepanjang aliran sungai tersebut.

Pengunjung sungai pun cukup beragam, mulai dari anak balita, anak-anak, remaja, anak dewasa, dan para orangtua melakukan aktivitas di sungai ini. Anak-anak bermain berlarian dan mandi dengan cerianya. Itu terlihat dan tergambar dari canda dan tawa yang tidak henti-hentinya terlihat dalam pandangan mata.

Segerombolan para remaja putri dan ibu-ibu yang sedang mencuci pakaian pun terlihat begitu asyiknya sambil ngobrol dan ngerumpi tentang sesuatu hal yang mungkin menarik bagi mereka untuk dibicarakan. Mereka sesekali terlihat tertawa bebas di antara kerumunan pada tepi sungai itu. Begitu bebas, terlihat seakan-akan tidak ada beban dan permasalahan yang menghimpit kehidupannya. Seperti bebasnya aliran sungai Aek Sirahar itu, yang jika tidak hujan kondisi airnya terlihat begitu ‘berseri’ karena kejernihan alirannya yang bersumber dari mata air pegunungan.

Setelah peneliti puas menikmati keindahan dan keceriaan aktivitas di bibir sungai itu, lalu kami mendekati seorang Bapak dan anak kecil yang sedang bersiap-siap berlayar ke tengah lautan. Peneliti memperkenalkan diri dan langsung disambut dengan hangatnya. Ternyata Bapak itu bernama Maslan (41 tahun). Profesi Bapak Maslan ini, dalam Bahasa Baeko-Baeko51 disebut dengan Pamugi Bagan

51

Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah. Baeko-baeko artinya “Ya nantilah!”.

111

Terapung52. Aktifitas harian Bapak Maslan sebagai Pamugi Bagan Terapung tersebut,kemudian hasil pembelian ikannya dijual kepada

para Pengalong-along.53

Dalam pertemuan itu, kami berkesempatan berbincang-bincang seputar hidup kesehariannya. Lalu, Bapak Maslan mengajak kami ke tengah laut untuk mengikuti aktivitasnya hari itu. Peneliti pun tanpa ragu menerima tawarannya untuk pergi ke tengah laut bersama anaknya yang masih duduk di SMA kelas 1 itu.

Lalu, peneliti pamit dulu untuk mengambil topi pelindung kepala dan perbekalan seperlunya yang disimpan di tempat menginap. Tempat peneliti menginap ini, lokasinya tidak jauh dari perahu Pak Maslan ditambatkan. Jaraknya hanya sekitar 10 meter saja. Hanya butuh waktu 3 menit dengan lari-lari kecil, peneliti sudah berada di perahu Pak Maslan itu.

Kami pun menaiki perahu sampan yang hanya digerakan dengan motor penggerak ukuran kecil itu. Lalu, mesin motor di hidupkan. Kami menelusuri sungai Aek Sirahar menuju lautan lepas Desa Pasar Terandam ke arah bagian tengah lautan. Sepanjang perjalanan itu, peneliti tidak menyia-nyiakan untuk mengambil gambar dan merekam pemandangan yang indah dan membuat pikiran ini begitu lepas bebas memandang kebesaran serta keindahan ciptaan Tuhan.

52

Pamugi Bagan Terapung ialah sebutan untuk orang yang pekerjaannya membeli ikan dari nelayan yang menangkap ikanyan dengan menggunakan bagan panjang yang terapung di tengah lautan. Transaksinya, biasanya dilakukan dengan cara menjemput bola ke tengah lautan, bukan menunggu di daratan.

53

Sebutan untuk para penjual ikan secara eceran. Biasanya dalam melakukan aktivitas menawarkan barang dagangan berupa aneka ikan itu menggunakan kereta (sepeda motor). Mereka menjual ikannya dengan cara berkeliling lorong-lorong kampung langsung kepada masyarakat atau pedagang rumah makan. Pangalong-along ini membeli ikan dari Pamugi Bagan Terapung atau Toke Ikan (pemilik modal dan pemilik perahu yang diserahkan kepada nelayan yang mencari ikannya).

112

Pak Maslan sekali-kali menjawab pertanyaan yang kami tanyakan. Termasuk pengalamannya selama ini tentang profesi yang digelutinya. Menurutnya, dia sebelum mandiri seperti usaha yang sekarang digelutinya, awalnya dia bekerja pada seseorang pemodal dari daerah Kota Sibolga terkait jual beli ikan. Menurutnya, setelah dirinya terasa cukup menimba ilmu dan pengalaman, lalu dia lepas dari kerjasama dengan pemberi modal itu. Dengan modal awal sekitar Rp. 5 jutaan, akhirnya dia mulai merintis usaha di laut ini sebagai

Pamugi Bagan Terapung.

“Alhamdulillah....dengan modal Rp. 5 juta itu, sampai saat ini usaha sebagai Pamugi Bagan Terapung di lautan sekitar Desa Pasar Terandam ini bisa berjalan lancar. Paling tidak awak bisa menghidupi isteri dan 2 orang anak. Dan kalau hari libur, biasanya memang sengaja anak-anak diajak ke laut agar mereka bisa belajar bagaimana bapaknya itu mencari kepeng54,” tutur Pak Maslan dengan antusias.

Selanjutnya, dibalik fenomena keberadaan Aek Sirahar, kami melihat senja hari telah memaksa matahari mulai tenggelam mengikuti titahNya. Setiap pergantian suasana siang menjadi malam telah melahirkan cerita dan harapan. Pada kedua waktu itu terselimut kebesaran dan kekuasaan Tuhan bagi orang-orang yang berpikir. Yakni, bagaimana hidup pada siang dan malam hari itu agar dapat menyehatkan jiwa-jiwa manusia yang berakal.

Kami mengikuti Bapak Taher untuk berobat tradisional (terapi) penyakit stroke yang dideritanya ke seorang ustad yang sekaligus biasa mengobati segala macam penyakit selepas sholat magrib. Dia adalah Ustad M. Alwi Lubis (54 tahun), masyarakat di Desa Pasar Terandam menyebutnya dengan panggilan Ustad Alwi.

54

113 Waktu peneliti masuk ke dalam rumah Ustad Alwi, di sana terlihat sudah banyak pasien yang antri untuk diobatinya. Pasienya mulai dari anak balita, anak-anak, remaja, dewasa, dan orangtua. Sementara itu, isteri Ustad Awli ini ternyata menerima jasa jahitan pakaian dengan aneka model.

Dalam melakukan pengobatan tradisional terhadap pasiennya, Ustad Alwi ini menggunakan media pijit dengan memakai minyak kelapa dan ramuan tanaman yang diracik sendiri. Sebelum dipijit, Ustad Alwi ini membacakan doa-doa agar diberi kesembuhan.

“Mereka yang datang berobat ke sini, jenis keluhannya macam-macam. Mulai dari terkilir, sakit parut, penyakit gula, sakit kepala, stroke, dan lainnya. Awak tidak pernah memijit langsung pada yang dirasa sakitnya. Tapi, biasanya yang dipijit pada bagian kakinya. Kebanyakan yang dipijit di sini, alhamdulillah bisa sembuh,” cerita Ustad Alwi sambil tetap mengobati pasiennya.

Adapun terkait waktu pengobatan, menurut Ustad Alwi yang juga memiliki keahlian dalam pertukangan membuat dan memperbaiki perahu/kapal laut itu, disarankan untuk waktu pengobatan dilakukan pada saat pagi, sore, dan malam hari.

“Kalau waktu siang hari pas matahari berada di puncaknya, tidak disarankan karena kalau siang hari itu tidak bisa menemukan urat syaraf yang bermasalah,” demikian penjelasan Ustad Alwi terkait waktu pengobatan yang dilakukannya.