• Tidak ada hasil yang ditemukan

Maminang(Menanyakan Pemberian Bantuan & Mahar)

BAB IV RANDEI, PETALA MANUSIA BARUS (AFIRMASI ADAT

4.3. Memakanai Kesehatan Keluarga Lewat Adat Sumando

4.3.3. Maminang(Menanyakan Pemberian Bantuan & Mahar)

Peneliti merasa bersyukur bisa mengikuti adat maminang di Etnik Pesisir Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus. Wilayah Barus ini letaknya berada di tepi pantai Barat Tapanuli Tengah Sumatera Utara dan langsung berhubungan dengan lautan luas Samudera Indonesia.

139 Menurut penuturan Safranjamil Marbun (59 tahun),83 bila waktu penentuan acara maminang itu tiba, maka pihak pengantin lelaki bersiap-siap melaksanakan tugas untuk datang ke rumah calon pengantin perempuan.

“Sebelum barangkat ke rumah pihak perempuan, terlebih dahulu diadakan musyawarah di rumah pihak lelaki agar segala sesuatunya yang diminta pihak perempuan nanti dapat diberikan dan diselesaikan dengan baik. Baru setelah semua berkumpul di rumah calon pengantin laki-laki, baik

Namburu,84Uning,85 dan keluarga besar lainnya, seorang ketua adat memberi nasihat kepada semua utusan agar tidak membuat malu pada pihak keluarga lelaki,” kata Syafranjamil Marbun menjelaskan panjang lebar.

Pada adat maminang itu, peneliti melihat ada hal menarik terkait barang bawaan yang dibawa oleh pihak calon pengantin laki-laki, yaitu berupa kampi sirih bakatuk dua buah untuk membuka dan mengawali pembicaraan dan sekaligus disajikan makanan ringan khas tradisi masyarakat pesisir melayu di Kecamatan Barus Tapanuli Tengah bernama nasi tue.86

83

Tokoh masyarakat dan Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Pasar Terandam.

84Namburu ialah sebutan untuk adik bapak di masyarakat pesisir Desa Pasar Terandam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah.

85

Uning ialah sebutan untuk saudara oragtua laki-laki atau bisa juga untuk menyebut/panggilan bagi Tante.

86

Nasi Tue ialah nasi yang dibentuk bulat-bulat seukuran kepalan tangan orang dewasa yang disajikan pada acara Maminang. Nasi itu disajikan dalam wadah (piring/mangkok) lalu di atasnya dibanjur dengan larutan gula merah yang diberi aroma buh nangka. Disebut Nasi Tue karena orang-orang dulu di Etnis Pesisir ini melakukan acara Maminang itu pada saat berbarengan dengan panen padi (padi yang sudah berumur tua/siap panen).

140

Ketika rombongan calon pengantin laki-laki tiba di rumah calon pengantin perempuan, pihak tuan rumah menyambut kedatangan rombongan pihak lelaki sambil membawa masuk para tetamunya ke dalam rumah dan dipersilahkan duduk di tempat yang telah disediakan.

Untuk selanjutnya, wakil pihak perempuan mengucapkan selamat datang dan ucapan terima kasih atas kedatangan pihak lelaki yang telah menempati janji untuk memenuhi perbincangan tentang penentuan hari pernikahan.

Sebelum perbincangan acara maminang dimulai, utusan pihak laki-laki menyampaikan mampi sirih bakatuk(tepak sirih) kepada tuan rumah satu persatu sehingga semua keluarga besarnya yang berada di dalam rumah mendapat sajian tepak sirih sebagai tanda kedatangan pihak laki-laki.

“Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatu....,” ucap

wakil pihak perempuan menyampaikan ucapan selamat datang pada pihak laki-laki.

Lalu, dijawab salam itu oleh pihak lelaki. Selanjutnya pihak perempuan dengan menggunakan pantun pasisi87 berikut ini:

“Dipotong Batang Dicucukkan Dalam. Dinanti Tumbu Jaman Ke Jaman. Selamat Datang Kami Ucapkan. Kapado Sanak Famili Handai Tolan Nan Budiman.”

(Dipotong sebuah batang dimasukkan ke dalam tanah. Dinanti sampai tumbuh dari jaman ke jaman. Selamat datang kami ucapkan. Kepada sanak saudara dan handai taulan yang budiman).

“Ala Marape Si Kapal Putih. Balai Ba Sapu Tangan. Ala Datang Si Kanda Hati. Parut Lapar Jadi Kenyang.”

87

141 (Sudah merapat si kapal putih. Berlayar hanya sendirian.

Sudah datang si kehendak hati. Perut lapar menjadi kenyang).

Walau pun keluarga pihak perempuan ini sesungguhnya sudah mengetahui maksud kedatangan pihak lelaki, tetapi pihak perempuan tetap bertanya seolah-olah tidak pernah bertemu sebelumnya dengan pihak laki-laki.

“Bapak-bapak dan ibu-ibu sanak famili kami handai tolan sadonyo bak kato urang Pasisi: Kok Balai Kaponca Bako. Nampak Ombak Anak Baranak. Kok Buli Kamiko Batanyo. Maksud Apo Hajat Dusanak.”

(Bapak-bapak dan ibu-ibu sanak saudara, handai taulan semua, kami orang Pesisir berkata: Kalau berlayar ke pulau Ponca Bako. Terlihat ombak beranak-anak/bergelombang. Kalau boleh kami bertanya. Ada maksud apa hajat famili).

Lalu, untusan pihak laki-laki menjawab pertanyaan pihak perempuan, seperti berikut ini:

“Ala Gaharu Cindano Pulo. Kok Ala Tau Mangapo Batanyo Pulo. Mutik Cangke Di Gunung Tamang Batang Kape Berapi-Api. Maksud Kami Datang Maminang. Datang Maliek Si Kanda Ati.”

(Sudah bunga Gaharu, Cendan pula. Kalau sudah tahu, kenapa bertanya juga. Di Gunung Tamang banyak kapas bersinar. Maksud kami datang meminang. Datang melihat si pujaan hati).

Sejurus kemudian, wakil pihak perempuan bertanya lagi pada pihak laki-laki, seperti berikut ini:

142

“Taserak Padi Dek Balam. Jongon Gala Kami Halokan. Tasirok Ati Kami Di Dalam. Jongon Galak Sajo Kami Katokan.”

(Padi bertebaran karena burung Balam. Kami sama tertawa mengusirnya. Dengan tertawa kami sampaikan).

Selanjutnya, pihak laki-laki bergembira dan terpesona melihat calon pengantin perempuan menerima pinangannya. Hal itu terlihat dari senyum dan wajah yang gembira disertai tepuk tangan. Lalu, pihak lelaki menjawabnya dengan pantun berikut ini.

“Ala Pata Galewang Adok. Pata Ditimpo Kaki Dulang. Jangan Cewang Ati Kami Nan Tagok. Barapo Kami Mambai Utang.”

(Sudah patah Galewang/seperti parang. Patah ditimpa kaki baki. Jangan bimbang hati kami yang kokoh. Berapa kami membayar utang.).

Setelah semuanya mendengar petuah berupa pepatah-petitih tentang adat dan pantun dari utusan pihak laki-laki, lalu wakil pihak perempuan menyampaikan jawaban atas semua permintaan dari pihak laki-laki tersebut.

Pihak laki-laki menyampaikan bahwa karena sudah mendapatkan jawaban dari pihak perempuan, maka pihak laki-laki akan memenuhi kewajiban yang disyaratkan oleh pihak perempuan bila telah diberikan kepastian tentang bantuan yang akan diberikannya sesuai kemampuan.

Selanjutnya, keluarga pihak perempuan menyatakan bahwa menurut musyawarah yang telah diputuskan oleh pihak perempuan tentang ‘bantuan’ yang akan diberikan pihak laki-laki. Apakah pihak laki-laki bersedia dan sanggup memenuhinya? Kalau tidak sanggup dipenuhinya bagaimana jalan keluarnya agar hubungan persaudaraan bertambah erat.

Setelahnya mendapat angin segar dari pihak perempuan, maka pihak laki-laki bermusyawarah sebentar. Begitu juga pihak perempuan

143 bermusyawarah di dalam ruangan yang sama untuk mematangkan persoalan yang akan dihadapi bersama. Selesai masing-masing melakukan musyawarah, pihak perempuan menyampaikan kembali hasil dari musyawarahnya kepada pihak laki-laki. Yaitu menanyakan kesanggupan dari pihak laki-laki terkait bantuan tersebut.

Kemudian setelah perundingan telah disetujui bersama, maka pihak laki-laki akan berpamitan pulang. Sebelum berpisah, mereka menanyakan pada pihak perempuan, bila keperluan yang telah dibicarakan mesti diantar, maka supaya dapat suatu kepastian untuk menyampaikan kepada sanak saudra yang dekat dan jauh untuk ikut mengantar.

Lalu, pihak perempuan memberi tahu bahwa kedatangan pihak laki-laki itu hendaknya datang dua minggu lagi, karena pihak perempuan pun akan mengundang sanak saudara yang jauh dan dekat.