• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus Penyakit di Etnik Pesisir Tapanuli Tengah

BAB III POTRET BUDAYA KESEHATAN ETNIK PESISIR DESA PASAR

3.3. Kasus Penyakit di Etnik Pesisir Tapanuli Tengah

Morbidatas itu merupakan angka kesakitan, baik yang didapat dari insiden dan prevalen suatu penyakit. Arti lain, morbiditas ini tidak lain adalah menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Keberadaan morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.

Berikut ini merupakan data morbiditas dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2013, terkait penyakit yang paling dominan atau 10 penyakit terbanyak di puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah, seperti tersaji dalam tabel berikut ini.

98

Tabel 3.1. Daftar 10 Penyakit Terbanyak Menurut Jenis Kelamin Pada Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

No. Daftar Tabulasi Kasus Total

Kunjungan Dasar Penyakit Laki-laki Perempuan

1. Infeksi Saluran Nafas

Bagian Atas

9.670 9.681 19.351

2. Penyakit pada Sistem

Otot dan Jaringan Pengikat

6.067 6.107 12.174

3. Penyakit Lain pada

Saluran Pernapasan

4.170 4.010 8.180

4. Penyakit Hipertensi 4.900 4.963 9.863

5. Diare 4.915 4.910 9.825

6. Penyakit Kulit Alergi 2.500 2.530 5.030

7. Infeksi Penyakit Usus

yang Lain

1.812 1.800 3.612

8. Penyakit Kecacingan 2.185 2.192 4.377

9. Penyakit Kulit Karena

Jamur

1.220 1.240 2.460

10. Penyakit Kulit Infeksi 1.508 1.649 3.157

Sumber: SP2TP Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

Dari tabel daftar 10 pola penyakit terbanyak pada puskesmas tahun 2013, penyakit ISPA menduduki posisi pertama yaitu sebanyak 19.351 kunjungan, diikuti Penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat sebanyak 12.174 kunjungan dan penyakit kulit infeksi sebanyak 3.157 pada urutan terakhir.45

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa insidens penyakit yang terjadi tidak menunjukan angka perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis kelamin.Sementara itu, untuk data daftar sepuluh penyakit yang ada di Puskesmas Barus pada tahun 2014, dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

45

Dinas Kesehatan Kab. Tapanuli Tengah. Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli

99

Tabel 3.2. Daftar Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas Barus Kecamatan Barus Tahun 2014

No. NAMA PENYAKIT KUNJUNGAN

1. Hipertensi 865 2. Diare 70 3. ISPA 732 4. Dispepsia 307 5. Demam 142 6. Rheumatik Arthritis 635 7. Diabetes Mellitus (DM) 296 8. TBC 273

9. Penyakit Gigi dan Mulut 234

10. Dermatitis 118

Sumber: Data Puskesmas Barus

Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa penyakit terbanyak yang diderita masyarakat Etnik Pesisir di Kecamatan Barus adalah penyakit hipertensi (865), disusul ISPA (732), Rhematik Arthritis (635), Dispesia (307), Diabetes Mellitus (296), TBC (273), Penyakit Gigi dan Mulut (234), Demam (142), Dermatitis (118), dan Diare (70).

Gambar 3. 6. Inilah Srikandi Pegawai Puskesmas Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah (Sumber: Dokumen Peneliti)

100

Menurut kepala Puskesmas Barus, dr. Marwati, sangat wajar kondisi penyakit yang ada tersebut, hal ini sangat terkait dengan pola makan dan perilaku masyarakat yang ada di Kecamatan Barus ini. Sekarang terlihat kecenderungan penyakit yang tidak menular semakin naik kasusnya.

A. Prevalensi TB Paru

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menular yang dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Penyakit ini menjadi komitmen global dalam MDGs bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS.

Bila dilihat hasil rekapitulasi laporan program di Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2013, tercatat Prevalensi sebesar 230 kasus per 100.000 penduduk. Untuk perinciannya dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 3.5. Prevalensi Tb Paru Per 100.000 Penduduk Menurut Puskesmas Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2013

Sumber: Seksi Pengendalian dan Pemberantasan PenyakitDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

101 Sementara itu, salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.

Pada konteks ini, maka berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa angka penemuan kasus (CDR) untuk Laki-laki senilai 12,68 %, sedangkan untuk perempuan senilai 7,53 %, serta angka penemuan kasus TB Paru BTA+ (laki-laki dan perempuan) senilai 10,27 %.46

Adapun untuk mengukur keberhasilan pengobatan TB digunakan Angka Keberhasilan Pengobatan (SR=Success Rate) yang mengindikasikan persentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan, baik yang sembuh maupun yang menjalani pengobatan lengkap diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Success Rate dapat membantu dalam mengetahui kecenderungan meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.

Berdasarkan data dalam grafik tersebut, diketahui BTA+ yang diobati sebanyak 715 orang dengan perincian laki-laki sebanyak 448 orang dan perempuan sebanyak 267 orang. Angka kesembuhan senilai 93,43 % (668 orang) dengan perincian 92,19 % (413 orang) laki-laki dan 95,51 % (255 orang) perempuan. Dan Angka Kesuksesan (SR) senilai 97,48 % dengan perincian 94,87 % laki-laki dan 100 % perempuan.47

Sedangkan Pneumonia merupakan infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).

46

Dinas Kesehatan Kab. Tapanuli Tengah. Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2013. 47

102

Adapun jumlah balita sebanyak 42.789 orang dengan perincian laki-laki sebanyak 21.867 orang dan perempuan sebanyak 20.922 orang. Dengan jumlah perkiraan penderita yaitu laki-laki sebanyak 2.187 balita dan perempuan sebanyak 2.092 balita. Sedangkan pada tahun 2013 ditemukan penderita Pneumonia dan ditangani sebanyak 64 orang (1,5 %).48

B. Kasus Diare Ditangani

Kasus diare ini merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Orang dapat dikatakan menderita diare, bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam.

Nihilnya jumlah kasus diare ditangani yang melebihi perkiraan kasus diare, disebabkan disebabkan oleh perilaku masyarakat yang telah memahami Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti kebiasaan cuci tangan sehabis BAB dan sebelum dan setelah makan, BAB serta lingkungan yang bersih sehingga tidak berisiko terhadap penularan penyakit diare.

Jumlah kasus diare yang ditangani sebanyak 6.373 kasus (91,9%) dari jumlah perkiraan kasus sebanyak 6.934 kasus. Dengan perincian laki-laki yang ditangani sebanyak 2.918 (83,9%) dan perempuan sebanyak 3.445 kasus diare (100%).49

48

Idem.

49

103

Grafik 3.6. Jumlah Kasus Diare Ditangani Menurut Puskesmas Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2013

Sumber: Seksi Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit MenularDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

Kegiatan yang telah dilakukan dalam mencegah kasus Diare antara lain Penyuluhan tentang PHBS kepada masyarakat dan gotong-royong membersihkan lingkungan rumah masing-masing serta pengadaan sarana air bersih untuk konsumsi masyarakat.

3.4. ‘Curhatan Sehat’ Puskesmas Barus

Keberadaan Puskesmas Kecamatan Barus ini sebelumnya adalah Puskesmas dengan tempat perawatan (DTP). Namun, sejak berdirinya Rumah Sakit Umum (RSU) Pemda di Kecamatan Barus, fasilitas perawatannya sementara ini dihentikan untuk mengurangi kunjungan pasien ke RSU Pemda tersebut.

Kami bertemu dengan petugas Puskesmas Kecamatan Barus. Selain untuk perkenalan, juga untuk membicarakan kedatangan kami di Desa Pasar Terandam sebagai lokasi Riset Etnografi Kesehatan (REK) atau penelitian tentang budaya kesehatan.

Kepala Puskesmas Barus, dr. Marwati, menyambut baik kedatangan kami dan di hadapan para stafnya menyampaikan pesan

104

agar membantu apa yang dibutuhkan dan diperlukan dalam penelitian REK tersebut.

Kami pun diperkenalkan satu persatu dengan pemegang program kesehatan yang ada di Puskesmas Barus, yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS), Kesehatan Lingkungan, Gizi, Penyakit Menular (PM), dan Penyakit Tidak Menular (PTM).

Setelah berkenalan dengan para tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Barus, kami meneruskan diskusi dengan dr. Marwati seputar masalah kesehatan yang ada dan dialami oleh Puskesmas Barus.

Menurut pengakuannya, dia merupakan orang yang dituakan di antara dokter sebagai Kepala Puskesmas yang ada di wilayah Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah. Sosok dr. Marwati ini memiliki berbagai keinginan seputar pengelolaan kesehatan di masyarakat, diantaranya:

Pertama, dia tidak setuju dengan pola-pola bantuan yang hanya memanjakan masyarakat.

“Saya tidak setuju dengan program-progam bantuan kepada masyarakat secara langsung. Bukan berarti saya tidak pro sama rakyat miskin. Tapi, polanya jangan manjakan masyarakat itu. Kalau mau, ya ciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya untuk mengatasi kemiskinan,”ungkap dokter yang pernah tinggal di Malaysia ini.

Kedua, jadikan puskesmas itu benar-benar sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat selama 24 jam. Sehingga masyarakat itu merasa membutuhkan layanan kesehatan.

Ketiga, “hapuskan” penempatan Bidan Desa. Artinya kalaupun mau menempatkan Bidan Desa harus lihat-lihat lokasi desa itu terhadap jarak ke fasilitas kesehatan (puskesmas) terdekat.

105 “Kalau kondisinya seperti di Desa Pasar Terandam yang akses

jalan sangat mudah dan bisa ditempuh dengan kendaraan motor hanya 5 menit ke fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas. Lantas, menurut Bapak apa masih perlu adanya Bidan Desa di sana, kalau kondisinya seperti itu? Menurut saya, negara itu hanya buang-buang uang saja. Hasilnya tidak efektif, masyarakat tetap aja berkunjung ke Puskesmas. Sayangkan, coba dipakai untuk membenahi Puskesmas untuk memiliki layanan kesehatan yang lebih lengkap dan waktu pelayananya bisa selama 24 jam,” papar dr. Marwati dengan penuh semangat.

Selain itu, ibu dr. Marwati juga memberikan pesan kepada kami untuk mencari tahu dan menggali permasalahan kesehatan yang ada di Desa Pasar Terandam. Baik terkait dengan program kesehatan Puskesmas, sarana kesehatan, dan kualitas pelayanan tenaga kesehatan di Puskesmas Kecamatan Barus.

Lewat obrolan dan diskusi santai di ruang prakteknya yang berukuran 3 x 2,5 meter itu, kami banyak membahas permasalahan yang dialami teman-teman di Puskesmas Barus ini. Mulai dari masalah perencanaan, anggaran kesehatan, manajemen dan kondisi masyarakat di Desa Pasar Terandam.

“Saya berharap, kami mendapat masukan tentang kondisi permasalahan kesehatan yang ada di masyarakat Desa Pasar Terandam ini. Kenapa banyak masyarakat yang tidak peduli dengan masalah kesehatannya? Kenapa masyarakat nggak butuh tenaga kesehatan? Mereka pun kelihatannya banyak yang nggak butuh pelayanan kesehatan, kecuali kalau mereka sudah sakit? Baru mereka mau datang ke Puskesmas atau berobat ke saya di rumah,” ungkap dokter yang tinggal di rumah dinas Puskesmas Barus ini.

106

Hal lain yang disampaikan kepala Puskesmas kepada kami juga terkait masalah kegiatan posyandu di Desa Pasar Terendam. Menurut penuturan dr. Marwati, kegiatan posyandu pun, kepedulian masyarakat kurang antusias mengikutinya. Kesadaran mereka untuk datang ke posyandu masih kurang.

“Posyandu itu milik desa, jadi harusnya yang mengundang itu orang desa ketika kegiatan posyandu. Kita sebagai tenaga kesehatan hanya memfasilitasi kegiatan posyandu,” ungkap dokter puskesmas dengan nada mempertanyakan.

Pada akhir diskusi ringan tapi serius itu, ibu dokter Marwati berharap kepada kami untuk dapat mengungkap permasalahan tersebut sebagai masukan buat peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan Barus.