• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMODIFIKASI KAIN TRADISIONAL KARO PADA ERA GLOBALISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMODIFIKASI KAIN TRADISIONAL KARO PADA ERA GLOBALISASI"

Copied!
239
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

Oleh

Brian Titus Tarigan NIM. 147037003

PROGRAM STUDI

MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(2)

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Oleh

Brian Titus Tarigan NIM. 147037003

PROGRAM STUDI

MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 7

(3)

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. H.Muhizar Muchtar, M.S. Drs. Bebas Sembiring, M.Si.

NIP. 19541117 198003 1 002 NIP. 19570313 199203 1 001

Ketua Anggota

Program Studi Magister (S2) Fakultas Ilmu Budaya Penciptaan dan Pengkajian Seni Dekan,

Ketua,

Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Budi Agustono, M.S.

NIP. 19621221 199703 1 001 NIP.19600805 198703 1 001 Tanggal lulus:

(4)

PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS

Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. (………..)

Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. (..…..………..)

Anggota I : Dr. H.Muhizar Muchtar, M.S. (….……….)

Anggota II : Drs. Bebas Sembiring, M.Si. (...………..)

Anggota III : Dr. Asmyta Surbakti, M.Si. (………...……..)

(5)

sebuah fenomena komodifikasi terhadap kain tenun tradisional suku Karo yaitu Uis Karo. Uis Karo merupakan suatu unsur kelengkapan dalam budaya masyarakat Karo yang mampu menjadi identitas dan keberadaaan suku Karo ditengah masyarakat banyak. Uis Karo memiliki perbedaan didalam warna, bentuk dan motif. Perbedaan tersebut berkaitan dengan waktu dan tempat penggunaannya pada pelaksanaan kegiatan upacara adat Karo. Di era globalisasi ini, Uis Karo telah menjadi objek modifikasi. Sekarang banyak ditemukan Uis Karo maupun desain Uis Karo tersebut dalam bentuk sovenir berupa tas, dasi, gorden, kaos, ikat pinggang, sarung bantal, dan lain sebagainya. Proses ini menjadikan Uis Karo sebagai suatu komoditi yang memilki tujuan utama yaitu nilai ekonomi.

Penelitian memfokuskan pembahasan mengenai : (1) gambaran umum Uis Karo (2) bentuk komodifikasi pada Uis Karo (3) dampak dan makna komodifikasi dalam Uis Karo dan (4) faktor-faktor penyebab Komodifikasi Uis Karo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, studi dokumen dan studi pustaka.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan alat analisis teori-teori kritis yaitu (1) Teori Komodifikasi, 2) Teori Estetika Post Modern, 3) Teori Perubahan Sosial dan Budaya dan (4) Teori Hipersemiotika.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komodifikasi Uis Karo terjadi pada Proses produksi, distribusi. Nilai yang dikomodifikasi adalah nilai artistik dan nilai kultural. Komodifikasi Uis Karo terjadi karena berbagai faktor seperti, perubahan mata pencaharian masyarakat, penenunan tradisional yang mulai meredup, kesenian Karo yang mulai ditinggalkan, tingkat pendidikan masyarakat Karo, pengaruh kain songket, pengaruh media sosial dan tuntutan industri kreatif pariwisata. Terdapat dampak dalam penelitian ini terkait dengan komodifikasi Uis Karo, dampaknya adalah perubahanan nilai-nilai kebudayaan, dampak positif peningkatan pengetahuan, dan peningkatan kesejahteraan dalam industri kreatif.

Komodifikasi Uis Karo juga mengandung makna-makna lain seperti perubahan makna kesakralan, makna kreativitas, makna pelestarian budaya, makna identitas dan makna estetika.

Kata Kunci : Uis Karo, Komodifikasi, Industri Kreatif, Globalisasi

(6)

over Karo’s Traditional Cloth, which is Uis Karo. Uis Karo is a must in society culture Karo, which is able to become a identity and existence Karo ethnic in the cultural and sociological pluralism. Uis Karo has differences within color, structure, and motif. That difference related to time and place of their use in implementation of the traditional ceremonies Karo. Nowadays, Uis Karo has become an object to be modified. Now. we find Uis Karo in the form of souvenirs like bag, tie, curtain, shirt, belt, pillowcases, etc. This made Uis Karo as a commodity which has a main objectives of economic value. It’a make Uis Karo as a commodified product which has a main objectives of economic value.

The focus of this study was to discuss : (1) the original structures of Uis Karo, (2) the structures of commodification Uis Karo (3) the impact and the meaning of commodification Uis Karo and (4) the factors why the commodification of Uis Karo occurred. This study used qualitative methods.

Collecting data in this study was done by using observation, interviews, document, and literature. This study used critical theories, namely: (1) Commodification Theory, (2) Post Modern Aesthetic Theory. (3) Social Change Theory, and (3) Hypersemiotic Theory.

The results of this study indicate that the commodification of Uis Karo occurred since the beginning of production process until distribution process. The most essence to be commodified are the value of the artistic and cultural.

Commodification of Uis Karo implicated by several factors such as society work, Traditional weaving condition, traditional art has been abandoned, traditional weaving has changed, education, the influence of songket, the influence of media social and development of tourism and creative in Karo. There is some impact and significance in the research related to the Commodification of Uis Karo. The impact is increased knowledge, increased prosperity and employment opportunities, and the degradation of cultural values. Commodification of Uis Karo expanded the meaning included sacred to fun, creativity, sustainability, identity, and aesthetics meaning.

Keywords: Uis Karo, Commodification, Creative Industries, Globalization

(7)

Ucapan terima kasih yang paling agung dipersembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan berkat, kuasa, kasih dan anugrah yang tak terkira, kasihnya yang telah disalurkan melalui orang – orang pilihan di sekitar penulis sehingga tesis ini dapat selesai dengan tepat waktu walaupun secara teknis dan konsep masih banyak memiliki kekurangan. Mereka adalah tersebut antara lain:

1. Dr. Muhizar Muchtar sebagai pembimbing I, dan Drs. Bebas Sembiring, M.Si., sebagai pembimbing II atas semua tuntunan, nasehat, serta bimbingannya selama 2 semester dan memotivasi penulis supaya tetap semangat, terus maju, dan tidak menyerah dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Dr. Asmyta Surbakti, M.Si., yang memberikan koreksi dan kritikan demi perbaikan penulisan tesis.

3. Drs. Irwansyah, M.A., dan Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, atas bimbingan akademis dan arahan yang diberikan.

4. Seluruh Dosen Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

(8)

Utara, dan Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberi fasilitas, sarana, dan prasarana belajar bagi penulis sehingga dapat menuntut ilmu di kampus Universitas Sumatera Utara ini dengan baik.

7. Kedua orang tuaku yang membesarkanku dengan kasih sayangnya, serta kakak, abang dan adik yang telah bersama sejak kecil.

8. Keluarga Tarigan Mergana atas bantuan materi dan non materi yang tanpa pamrih.

9. Kakak, abang dan adek seperjuangan di pengkajian seni, k’Uci, k’Herlin, bg Peta, Dani, Reni sebagai notulen kolokium, Marini, Bintang, Daus dan Riska.

10. Angkatan 15, bg Halamoan sebagai notulen semimar hasil, k’Fitri, k’Eka, Nielson, Nadra, bg Suhar,

11. Pak Tambun dan Ibu Barus selaku narasumber utama.

12. Bulang Sitepu di pasar 6, terima kasih atas buku, masukan dan cerita Uis-Uis lamanya

13. Bulang Bapak Nerlin di Katepul, terima kasih atas masukan, cerita dan nasehatnya.

14. Pastor Leo di Museum Pusaka Karo, terima kasih atas buku-bukunya.

(9)

17. Fadlin Muhammad Dja’far, terima kasih atas masukannya mengenai masukan kain tenun Sumateranya dan buku-buku motif tenunnya.

18. SMK Negeri 1 Berastagi.

19. Semua ibu-ibu penjual Uis/penjahit di pajak kain Kabanjahe 20. Para kreatif Uis Karo dimanapun berada.

21. Para penulis- penulis yang tercantum di daftar pustaka.

Medan, 4 Februari 2017 Penulis,

BRIAN TITUS TARIGAN NIM. 147037003

(10)

1. Nama : Brian Titus Tarigan

2. NIM : 147037003

3. Tempat / Tanggal Lahir : Tigapanah / 11 Mei 1988 4. Jenis Kelamin : Pria

5. Agama : Kristen Protestan

6. Kewarganegaraan : Indonesia 7. Nomor Handphone : 082277761486

8. Email : brian.titus@ymail.com

9. Alamat : Jalan Veteran no.107. Kabanjahe.

10. Pekerjaan : Instruktur Desain dan Perancang Desain

PENDIDIKAN

1994 - SD METHODIST KABANJAHE 2000 - SLTP NEGERI 1 KABANJAHE 2003 - SMA NEGERI 1 KABANJAHE

2006 - SARJANA (S-1) FSR - DESAIN KOMUNIKASI VISUAL INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

2014 - MAGISTER (S2) FIB - PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(11)

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Medan, 4 Februari 2017

Brian Titus Tarigan NIM. 147037003

(12)

ABSTRACT ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ix

PERNYATAAN ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR SKEMA ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 5

1.3.1 Tujuan ... 5

1.3.2 Manfaat ... 6

1.4 Kajian Pustaka ... 6

1.5 Konsep ... 14

1.5.1 Komodifikasi pada Uis Karo ... 14

1.5.2 Globalisasi pada masyarakat Karo ... 17

1.6 Landasan Teori ... 18

1.6.1 Teori Komodifikasi ... 19

1.6.2 Teori Perubahan Sosial dan Budaya ... 20

1.6.3 Teori Estetika Posmodern ... 24

1.6.4 Teori Hipersemiotika ... 28

1.7 Model Penelitian ... 29

1.8 Metode Penelitian ... 30

1.8.1 Rancangan Penelitian ... 30

1.8.2 Lokasi Penelitian ... 32

1.8.3 Jenis Penelitian ... 33

1.8.4 Sumber Data ... 33

1.8.5 Penentuan Informan ... 34

1.8.6 Instrumen Penelitian ... 35

1.8.7 Teknik Pengumpulan Data ... 36

1.8.8 Teknik Analisis Data ... 38

1.8.9 Penyajian Hasil Analisis Data ... 39

BAB II GAMBARAN UMUM UIS KARO 2.1 Uis Karo sebagai Tenun Ikat ... 42

2.2 Pembuatan Uis Karo pada awalnya ... 44

2.3 Penenunan pada masyarakat Karo ... 46

(13)

BAB III KOMODIFIKASI UIS KARO

3.1 Komodifikasi Produksi ... 108

3.2 Komodifikasi Nilai Artistik ... 120

3.3 Komodifikasi Nilai Kebudayaan ... 133

3.4 Komodifikasi Distribusi ... 139

3.5 Komodifikasi Uis Karo sebagai Karya Postmodern ... 144

BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KOMODIFIKASI UIS KARO 4.1 Faktor Internal ... 155

4.1.1 Perubahan Mata Pencarian Masyarakat ... 155

4.1.2 Perubahan Sistem Penenunan Tradisional ... 157

4.1.3 Perubahan Tingkat Pendidikan Masyarakat Karo ... 158

4.1.4 Motivasi Pelestarian Uis Karo ... 161

4.2 Faktor External ... 163

4.2.1 Pengaruh Kain Songket ... 163

4.2.2 Pengaruh Media Sosial ... 166

4.2.3 Pengaruh Perkembangan Industri Kreatif Pariwisata ... 170

BAB V DAMPAK DAN MAKNA KOMODIFIKASI UIS KARO 5.1 Dampak Komodifikasi Uis Karo ... 174

5.1.1 Perubahanan Nilai-Nilai dan Pelestarian Kebudayaan .. 174

5.1.2 Peningkatan Pengetahuan ... 179

5.1.3 Peningkatan Kesejahteraan dalam Industri Kreatif ... 183

5.2 Makna Komodifikasi Uis Karo ... 185

5.2.1 Perubahan Makna Sakral ke Fun ... 186

5.2.2 Makna Kreativitas ... 189

5.2.3 Makna Pelestarian Budaya ... 191

5.2.4 Makna Identitas ... 194

5.2.5 Makna Estetika ... 199

BAB VI KESIMPULAN 6.1 SIMPULAN ... 201

6.2 SARAN ... 203

DAFTAR PUSTAKA ... 205

GLOSARIUM ... 209

DAFTAR NARASUMBER ... 213

PEDOMAN WAWANCARA ... 216

LAMPIRAN FOTO ... 210

(14)

Gambar 2.2 : Alat tenun primitif ... 42

Gambar 2.3 : Salah satu bentuk tehnik tenun ikat. ... 43

Gambar 2.4 : Perempuan Karo yang menenun (1857-1910) ... 44

Gambar 2.5 : Perempuan Karo dalam memintal benang (1914-1919) ... 45

Gambar 2.6 : Gambar penenun tradisional edisi Sumatera Utara terdapat pada desain mata uang kertas tahun 1958 bernilai 25 Rupiah ... 45

Gambar 2.7 : Peralatan tenun tradisional Karo yang dibuat oleh Toba pada tahun 1989 ... 49

Gambar 2.8 : Penggunaan Uis Karo pada tari Terang Bulan tempo dulu ... 50

Gambar 2.9 : Penerapan simbol Uis Karo dalam logo Pijer Podi ... 52

Gambar 2.10 : Uis Julu Berpolos dan Uis Julu Berjongkit ... 53

Gambar 2.11 : Uis Teba ... 55

Gambar 2.12 : Seorang perempuan Karo yang menggunakan Uis Teba sebagai kain penggendong anak ... 55

Gambar 2.13 : Uis Arinteneng ... 57

Gambar 2.14 : Uis Batu Jala dan penggunaanya ... 58

Gambar 2.15 : Uis Kelam-kelam ... 59

Gambar 2.16 : Uis Beka Buluh ... 61

Gambar 2.17 : Uis Gobar ... 62

Gambar 2.18 : Uis Uis Gatip Gewang dan penggunaanya ... 63

Gambar 2.19 : Uis Gatip Jongkit ... 64

Gambar 2.20 : Uis Gara-gara ... 65

Gambar 2.21 : Uis Pementing dan penggunaan Uis Pementing sebagai ikat pinggang ... 66

Gambar 2.22 : Uis Parembah ... 67

Gambar 2.23 : Uis Jujung-jujungen ... 68

Gambar 2.24 : Berbagai jenis warna Uis Nipes ... 69

Gambar 2.25 : Uis Nipes Ragi Mbacang ... 70

Gambar 2.26 : Uis Nipes Padang Rusak ... 71

Gambar 2.27 : Corak Uis Nipes Mangiring ... 72

Gambar 2.28 : Uis Nipes Benang Iring ... 72

Gambar 2.29 : Pemberian Beka Buluh untuk SBY sebagai pemimpin pada silaturahmi masyarakat Karo di JCC ... 79

Gambar 2.30 : Pakaian adat tradisional Karo pada tahun 80an ... 80

Gambar 2.31 : Pakaian adat tradisional Karo beserta perhiasannya ... 81

Gambar 2.32 : Ngosei ... 82

Gambar 2.33 : Kepuk ... 83

Gambar 2.34 : Penggunaan Tudung Dan Beka Buluh pada Masyarakat Karo ... 83

Gambar 2.35 : Beberapa contoh ragam hias tradisional Karo ... 95

(15)

Gambar 2.41 : Ragam hias geometris Pakau-pakau

pada Uis Gara Berjongkit ... 99

Gambar 2.42 : Ragam hias Piala-piala pada Uis Parembah ... 99

Gambar 2.43 : Ragam hias Bunga Lawang pada Uis Nipes ... 99

Gambar 2.44 : Unsur kesatuan dan keseimbangan pada ragam hias Uis Nipes ... 100

Gambar 2.45 : Persamaan motif kain Aceh Rosak dengan Uis Nipes Padang Rusak ... 101

Gambar 2.46 : Ragam hias pengetang-ngetang pada pinggir Uis Kapal... 104

Gambar 2.47 : Pemakaian Uis Nipes pada seragam Moria GBKP Tigabaru ... 107

Gambar 3.1 : Peralatan tenun tradisional Gedongan di Silalahi 1989 ... 109

Gambar 3.2 : Seorang penenun dengan menggunakan ATBM ... 111

Gambar 3.3 : Jenis-jenis benang yang dipergunakan ... 114

Gambar 3.4 : Proses penggulungan benang ... 115

Gambar 3.5 : Evolusi alat tenun dari gedongan, ATBM, ATBM Jacquart dan alat tenun semi mesin ... 116

Gambar 3.6 : ATBM jenis Jacquat ... 117

Gambar 3.7 : Sahat Tambun beserta produk Uis modifikasinya ... 118

Gambar 3.8 : Averiana Barus dengan karya fashionya berupa modifikasi Uis Karo ... 119

Gambar 3.9 : Nilai artistik Uis Jujung Junjungen ... 122

Gambar 3.10 : Nilai artistik Uis Gobar Dibata ... 122

Gambar 3.11 : Nilai artistik Uis Gatip Jongkit ... 122

Gambar 3.12 : Nilai artistik Uis Gatip Gewang ... 123

Gambar 3.13 : Nilai artistik Uis Beka Buluh ... 123

Gambar 3.14 : Nilai artistik Uis Gara-gara ... 123

Gambar 3.15 : Nilai artistik Uis Julu ... 124

Gambar 3.16 : Nilai artistik Uis Nipes Hijau ... 124

Gambar 3.17 : Nilai artistik Uis Nipes Merah ... 125

Gambar 3.18 : Nilai artistik Uis Nipes Cokelat ... 125

Gambar 3.19 : Penerapan Ragam hias Ampik-Ampik Alas pada Uis Nipes Karo ... 127

Gambar 3.20 : Penerapan Ragam hias Lipan Nangkih Tongkeh Pada Uis Nipes Karo ... 127

Gambar 3.21 : Uis Nipes dengan penambahan tulisan Mejuah-juah dan Tanah Karo Simalem ... 128

Gambar 3.22 : Uis Nipes Ragi Barat dengan warna hitam dan Coklat ... 129

Gambar 3.23 : Modifikasi Uis Karo Jenis Beka Buluh ... 130

Gambar 3.24 : Modifikasi Uis Karo Jenis Uis Julu ... 131

Gambar 3.25 : Modifikasi Uis Karo Jenis Uis Nipes Ragi Barat ... 131

(16)

Gambar 3.29 : Modifikasi aturan/cara memakai Uis dengan unsur kekinian

dengan istilah Men's Bandana, Tippy Front dan The Tassel ... 135

Gambar 3.30 : Perubahan nilai-nilai kultural dalam ngosei adat ... 136

Gambar 3.31 : Modifikasi yang tidak memilki nilai kesakralan asli Uis Karo 138 Gambar 3.32 : Pola “form, follows, fun” pada pemakaian Uis Julu ... 139

Gambar 3.33 : Suasana penjualan Uis Karo di pajak kain Kabanjahe ... 141

Gambar 3.34 : Penjualan modifikasi Uis Karo secara online ... 142

Gambar 3.35 : Semangat pastiche pada kemeja mamre GBKP ... 148

Gambar 3.36 : Makna parodi tradisional dan modern pada pakaian Mamre .. 149

Gambar 3.37 : Gaun dengan kesan Uis Julu yang tidak murni 100% tenun ... 150

Gambar 3.38 : Makna champ pada gaun wanita ... 152

Gambar 3.39 : Makna skizofrenia pemakaian uis beka buluh sebagai pohon natal pada gereja GIKI ... 153

Gambar 4.1 : Tantri Arihta bersama karya fashion busana kontemporer dengan ragam hias tradisional Karo ... 160

Gambar 4.2 : Toko Souvenir di Berastagi... 173

Gambar 5.1 : Makna Beka Buluh sebagai wakil identitas Sumatera Utara ... 196

Gambar 5.2 : Makna identitas kesukuan pada fashion poster penyanyi ... 198

(17)
(18)
(19)

sebuah fenomena komodifikasi terhadap kain tenun tradisional suku Karo yaitu Uis Karo. Uis Karo merupakan suatu unsur kelengkapan dalam budaya masyarakat Karo yang mampu menjadi identitas dan keberadaaan suku Karo ditengah masyarakat banyak. Uis Karo memiliki perbedaan didalam warna, bentuk dan motif. Perbedaan tersebut berkaitan dengan waktu dan tempat penggunaannya pada pelaksanaan kegiatan upacara adat Karo. Di era globalisasi ini, Uis Karo telah menjadi objek modifikasi. Sekarang banyak ditemukan Uis Karo maupun desain Uis Karo tersebut dalam bentuk sovenir berupa tas, dasi, gorden, kaos, ikat pinggang, sarung bantal, dan lain sebagainya. Proses ini menjadikan Uis Karo sebagai suatu komoditi yang memilki tujuan utama yaitu nilai ekonomi.

Penelitian memfokuskan pembahasan mengenai : (1) gambaran umum Uis Karo (2) bentuk komodifikasi pada Uis Karo (3) dampak dan makna komodifikasi dalam Uis Karo dan (4) faktor-faktor penyebab Komodifikasi Uis Karo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, studi dokumen dan studi pustaka.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan alat analisis teori-teori kritis yaitu (1) Teori Komodifikasi, 2) Teori Estetika Post Modern, 3) Teori Perubahan Sosial dan Budaya dan (4) Teori Hipersemiotika.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komodifikasi Uis Karo terjadi pada Proses produksi, distribusi. Nilai yang dikomodifikasi adalah nilai artistik dan nilai kultural. Komodifikasi Uis Karo terjadi karena berbagai faktor seperti, perubahan mata pencaharian masyarakat, penenunan tradisional yang mulai meredup, kesenian Karo yang mulai ditinggalkan, tingkat pendidikan masyarakat Karo, pengaruh kain songket, pengaruh media sosial dan tuntutan industri kreatif pariwisata. Terdapat dampak dalam penelitian ini terkait dengan komodifikasi Uis Karo, dampaknya adalah perubahanan nilai-nilai kebudayaan, dampak positif peningkatan pengetahuan, dan peningkatan kesejahteraan dalam industri kreatif.

Komodifikasi Uis Karo juga mengandung makna-makna lain seperti perubahan makna kesakralan, makna kreativitas, makna pelestarian budaya, makna identitas dan makna estetika.

Kata Kunci : Uis Karo, Komodifikasi, Industri Kreatif, Globalisasi

(20)

over Karo’s Traditional Cloth, which is Uis Karo. Uis Karo is a must in society culture Karo, which is able to become a identity and existence Karo ethnic in the cultural and sociological pluralism. Uis Karo has differences within color, structure, and motif. That difference related to time and place of their use in implementation of the traditional ceremonies Karo. Nowadays, Uis Karo has become an object to be modified. Now. we find Uis Karo in the form of souvenirs like bag, tie, curtain, shirt, belt, pillowcases, etc. This made Uis Karo as a commodity which has a main objectives of economic value. It’a make Uis Karo as a commodified product which has a main objectives of economic value.

The focus of this study was to discuss : (1) the original structures of Uis Karo, (2) the structures of commodification Uis Karo (3) the impact and the meaning of commodification Uis Karo and (4) the factors why the commodification of Uis Karo occurred. This study used qualitative methods.

Collecting data in this study was done by using observation, interviews, document, and literature. This study used critical theories, namely: (1) Commodification Theory, (2) Post Modern Aesthetic Theory. (3) Social Change Theory, and (3) Hypersemiotic Theory.

The results of this study indicate that the commodification of Uis Karo occurred since the beginning of production process until distribution process. The most essence to be commodified are the value of the artistic and cultural.

Commodification of Uis Karo implicated by several factors such as society work, Traditional weaving condition, traditional art has been abandoned, traditional weaving has changed, education, the influence of songket, the influence of media social and development of tourism and creative in Karo. There is some impact and significance in the research related to the Commodification of Uis Karo. The impact is increased knowledge, increased prosperity and employment opportunities, and the degradation of cultural values. Commodification of Uis Karo expanded the meaning included sacred to fun, creativity, sustainability, identity, and aesthetics meaning.

Keywords: Uis Karo, Commodification, Creative Industries, Globalization

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia telah menghasilkan karya-karya seni budaya yang luar biasa.

Karya-karya ini merupakan aspek dari hubungan lokal dan hubungan yang lebih luas dalam bidang perdagangan, agama, kekerabatan dan juga politik.

Pengetahuan tradisional Indonesia seperti batik, tenun, wayang, tarian, yang ada sepanjang sejarah telah dipraktekkan sebagaimana layaknya pengetahuan tradisional lainnya. Indonesia adalah salah satu negara yang terdiri atas berbagai macam suku dan sangat kaya akan keragaman tradisi dan budaya. Salah satunya adalah kebudayaan dari suku Karo.

Menurut M.O. Parlindungan, Suku Karo yang merupakan bagian dari ras Proto Malayan hidup damai bermukim di perbatasan Burma/Myanmar dengan India. Beberapa komunitas tersebut yang kemudian menjadi cikal-bakal bangsa adalah kelompok Bangsa Karen, Toradja, Tayal, Ranau, Bontoc, Meo serta trio Naga, Manipur, Mizoram. Tiga yang terakhir ini sekarang menjadi negara India.

Adat istiadat dan aksesoris pakaian yang mereka miliki sampai sekarang masih memilki persamaan dengan pakaian suku Karo, misalnya pernak-pernik dan warna kain tenun.

Kehidupan masyarakat suku Karo, tidak terlepas dari penggunaan kain tenun, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berbagai upacara adat.

Tenun pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung kekuatan

(22)

yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian, penggunaan tenun khususnya ulos oleh suku bangsa Batak dan uis pada suku Karo memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan tenunnya.

Uis Karo merupakan pakaian adat yang digunakan dalam kegiatan adat dan budaya Suku Karo dari Sumatera Utara. Selain digunakan sebagai pakaian resmi dalam kegiatan adat dan budaya, pakaian ini sebelumnya digunakan pula dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tradisional Karo. Uis Karo didominasi warna merah dan hitam, serta dihiasi pula berbagai ragam tenunan dari benang berwarna emas, dan putih. Secara umum uis terbuat dari bahan kapas yang kemudian dipintal dan ditenun secara manual dan diwarnai menggunakan zat pewarna alami. Pembuatannya secara tradisional tidak jauh berbeda dengan pembuatan ulos Toba, yaitu menggunakan gedogan.

Uis Karo merupakan bagian dari pengetahuan tradisional, karena uis dibuat secara bertahap oleh masyarakat Karo secara turun temurun sejak dahulu di Sumatera Utara. uis terdiri dari berbagai jenis dan motif yang masing-masing mempunyai makna, fungsi, waktu dan kegunaannya tersendiri.

Uis Karo pada dasarnya adalah sebuah produk kebudayaan materi dalam suatu kurun sejarah peradaban suku Karo hingga masa kini. Sejarah awal mula uis belum diketahui dengan pasti sejak kapan. Masanya dipastikan setelah leluhur orang Batak mengenal benang sebagai bahan baku pembuat uis, yaitu terbuat dari

(23)

tanaman kapas. Menurut catatan sejarah, uis sudah dikenal masyarakat Batak pada abad ke-14 sejalan dengan masuknya alat tenun tangan dari India ke Nusantara.

Pada mulanya fungsi uis adalah untuk menghangatkan badan, tetapi kini uis memiliki fungsi simbolik untuk hal-hal lain dalam segala aspek kehidupan orang Karo. Uis tidak dapat dipisahkan dari kehidupan suku Karo. Setiap uis mempunyai nama yang berbeda, makna masing-masing, artinya mempunyai sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan dengan hal atau benda tertentu. Sekarang uis memiliki fungsi simbolik untuk berbagai aspek kehidupan masyarakat Karo dan menjadikan uis menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan adat masyarakat Karo.

Ada beberapa jenis uis Karo seperti Uis Beka Buluh, Uis Gatip Jongkit, Uis Gatip, Uis Nipes Padang Rusak, Uis Nipes Benang Iring, Uis Ragi Barat, Uis Nipes Mangiring, Uis Arinteneng dan Perembah.

Dilihat dari kacamata senirupa, uis adalah suatu karya kriya tenun yang memiliki nilai tertentu, hal ini bisa dilihat dari motif yang terkandung pada uis.

Kekhasaan uis Karo dalam berbagai hal menjadikannya sebagai sebuah identitas budaya suku Karo. Kekhasan tersebut terlihat pada motif ragam hiasnya yang merupakan refleksi budaya Karo yang kaya akan makna. Pada sehelai uis Karo terdapat ragam hias. Uis Karo juga memiliki keaslian, keunikan, serta teknik pembuatan yang khas membuat karakternya kuat dan berbeda dengan kain tenun asli Nusantara lainnya. Kini penggunaan uis Karo sekarang sudah lebih luas, bukan hanya untuk kebutuhan adat dan agama, namun juga sudah mulai dikembangkan kegunaannya pada fashion.

(24)

Dalam perkembangannya, uis juga diberikan kepada orang bukan dari suku Karo. Hal ini bisa diartikan penghormatan dan kasih sayang kepada penerima uis, misalnya pemberian uis kepada Presiden atau pejabat yang berkunjung ke tanah Karo diiringi ucapan (berkat atau pasu-pasu). Uis juga menjadi simbol persaudaraan antara masyarakat suku Karo yang merantau ke luar kota termasuk ke luar negeri.

Perkembangan industri kreatif dan trend fashion di era globalisasi ini juga memberikan efek kepada uis Karo. Ide-ide baru berserta gagasan baru dari kebudayaan global mempengaruhi indutri uis Karo. Sekarang industri kreatif menggunakan bahan dasar uis Karo untuk menciptakan produk-produk fashion bertema budaya lokal. Mereka memodifikasi uis Karo dalam bentuk desain dan fungsi. Bentuk-bentuk komodifikasi ini terjadi dalam bentuk motif, warna, desain, proses produksi, dan fungsinya.

Modifikasi uis Karo termasuk dalam fenomena komodifikasi budaya. Kata komodifikasi berasal dari kata komoditi yang berarti barang atau jasa yang bernilai ekonomi (dapat diperjualbelikan) dan modifikasi yang berarti perubahan fungsi atau bentuk sesuatu. Komodifikasi tidak dapat dipisahkan dari nilai ekonomi yang selalu mengaitkan segala sesuatunya berdasarkan nilai untung dan rugi.

Produk-produk kerajian modifikasi uis Karo tidak lagi memperlihatkan nilai-nilai adat luhur dari simbol-simbol sakral yang penuh dengan makna dan nilai di dalam uis Karo tersebut. Para pelaku industri lebih mengedepankan ambisi dan motif keuntungan semata. Karena itu penelitian yang mendalam tentang

(25)

komodifikasi uis Karo dipandang perlu dilakukan untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan dalam perspektif kajian budaya.

Berdasarkan pemaparan yang penulis deskripsikan diatas, penulis memilih judul untuk penelitian ini, sebagai berikut : “Komodifikasi Kain Tradisional Karo pada Era Globalisasi”

1.2 Pokok Permasalahan

Agar pembahasan lebih terarah maka ditentukan pokok permasalahan.

Dalam tesis nantinya, masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana bentuk komodifikasi kain tradisional Karo?

2. Mengapa terjadi komodifikasi kain tradisional Karo?

3. Apakah dampak dan makna komodifikasi kain tradisional Karo pada masyarakat Karo?

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan berbagai macan bentuk-bentuk komodifikasi kain tradisional Karo.

2. Untuk menganalisis alasan terjadinya komodifikasi kain tradisional Karo . 3. Untuk menganalisis dampak dan makna komodifikasi kain tradisional Karo

pada masyarakat Karo?

(26)

1.3.2 Manfaat

Manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam tesis ini adalah:

1. Menambah referensi tulisan mengenai uis Karo.

2. Sebagai salah satu upaya pelestarian uis Karo.

3. Sebagai bahan masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa yang bergelut dalam seni kriya tekstil.

4. Menambah pengetahuan bagi penulis dan peneliti-peneliti lain di bidang tenun tradisional Indonesia.

5. Pengembangan ilmu estetika, semiotika dan komodifikasi bagi pendidikan.

1.4 Kajian Pustaka

Penelitian ini memfokuskan bagaimana Proses komodifikasi budaya terhadap uis Karo dalam berbagai perspektif kajian budaya. Penelitian ini akan menjelaskan gambaran umum uis Karo, berbagai bentuk komodifikasi terhadap uis Karo, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya komodifikasi, dan dampak sosial, budaya ekonomi serta makna komodifikasi uis Karo tersebut di era globalisasi. Konteks dari penelitian komodifikasi uis Karo ini adalah dimana kondisi industri kreatif yang dipengaruhi oleh ide-ide globalisasi dalam fenomenda kapitalisasi pada dimensi kebudayaan. Objek materi dari penelitian ini adalah uis Karo sebagai karya kebudayaan masyarakat Karo yang mengandung nilai-nilai estetika tinggi dan memilki suatu potensi sebagai komoditi yang bernilai ekonomi.

(27)

Referensi yang tersedia adalah literatur - literatur kepustakaan teoritis dan berbagai wacana mengenai komodifikasi uis Karo. Kajian dan Penelitian yang terkait dengan komodifikasi uis Karo belum pernah dilakukan sebelumnnya.

Karena itu penelitian ini merunjuk pada berbagai penelitian yang terkait dengan komodifikasi tenun di luar uis Karo.

A.A. Ngr Anom Mayun K. Tenaya (2014) dalam tesisnya yang berjudul

“Komodifikasi Kain Tenun Songket Bali Di Tengah Perkembangan Industri Kreatif Fashion Di Denpasar” mengangkat sebuah fenomena komoditisasi terhadap artefak budaya yaitu kain tenun tradisional Songket Bali.

Pada mulanya hak produksi dan konsumsi Songket Bali secara terbatas hanya dimiliki secara eksklusif oleh keluarga bangsawan dan para pendeta Hindu Bali. Tenaya menjelaskan Songket Bali dahulu ditenun secara khusus dengan menggunakan bahan-bahan berkualitas seperti benang emas, benang perak dan sutra. Dengan meningkatnya sektor pariwisata dan industri kreatif di Bali, Songket Bali menjadi sebuah objek komodifikasi. Unsur estetika Songket Bali yang dilatarbelakangi oleh budaya Bali yang adiluhung mengalami pedangkalan makna, daur ulang, parodi, kekacauan tanda dan seterusnya. Proses ini menjadikan Songket Bali sebagai komoditi dan Proses demokrasi menjadikanya milik semua lapisan masyarakat.

Dalam tesis ini, Tenaya memfokuskan pada pembahasan mengenai bentuk komodifikasi kain tenun Songket Bali faktor-faktor yang menyebabkan komodifikasi kain tenun Songket Bali dan dampak dan makna komodifikasi kain tenun Songket Bali. Metode penelitian yang digunakannya pada tesis ini adalah

(28)

metode kualitatif, dengan alat analisis teori-teori kritis yaitu Teori Komodifikasi, Teori Perubahan Sosial dan Budaya, Teori Simeotika dan Teori estetika Post Modern.

Tenaya mendeskripsikan berbagai bentuk komodifikasi Songket Bali, kemudian faktor perubahan struktur sosial masyarakat, peningkatan kesejahteraan, pendidikan, pengaruh media dan globalisasi, serta berkembangnya pariwisata dan industri kreatif fashion di Bali. Dampak komodifikasi Songket Bali secara sosial budaya adalah memperkuat kecenderungan membentuk masyarakat yang makin konsumtif dan erosi budaya, serta secara ekonomi adalah peluang bagi peningkatan pendapatan masyarakat melalui industri kreatif fashion.

Komodifikasi Songket Bali juga mengandung makna-makna lain seperti makna sakral ke profan, egalitarian, kesejahteraan, kreativitas, pelestarian, identitas, dan estetika.

Kajian yang dilakukan Tenaya menjadi sangat relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan karena memberikan pemahaman tentang komodifikasi pada artefak budaya, khususnya pada komodifikasi tenun. Penelitian Tenaya tersebut telah memberi inspirasi untuk melakukan penelitian terhadap objek lain yaitu komodifikasi pada uis Karo. Persamaan antara kajian Tenaya dengan kajian penulis adalah dalam hal penggunaan konsep dan teori komodifikasi, sedangkan perbedaannya yaitu objek penelitian Tenaya di atas adalah Songket Bali sedangkan penulis menggunakan objek uis Karo.

Langa Lambertus (2013) dalam tesisnya “Komodifikasi Warisan Budaya Tenun Ikat Masyarakat Bena, Kabupaten Ngada, Flores Dalam Era Globalisasi“

(29)

menjelaskan suatu pergeseran nilai dan fungsi warisan budaya berupa tenun ikat masyarakat Bena yang diakibatkan oleh perkembangan dunia Pariwisata.

Lambertus menjelaskan awalnya budaya tenun ikat memiliki nilai-nilai budaya berfungsi sebagai kelengkapan berbagai upacara dalam ritus-ritus budaya Bena maupun Ngadha, kemudian bergeser menjadi produk yang bernilai ekonomis dalam bentuk barang dagangan atau komoditas. Pergeseran tersebut terjadi pada berbagai tahapan baik produksi, distribusi maupun tahapan konsumsi.

Penelitian Lambertus difokuskan pada masalah-masalah, berbagai bentuk komodifikasi warisan budaya tenun ikat, faktor-faktor yang mendorong terjadinya komodifikasi dan dampak dan makna komodifikasi. Teori yang dipakai Lambertus pada menganalisa penelitian ini adalah menggunakan teori komodifikasi, teori perubahan sosial, dan teori semiotika. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kajian budaya yang bersifat kritis, interdisipliner, dan multidimensional.

Lambertus menemukan pemahaman tentang komodifikasi warisan budaya khususnya tenun ikat dalam era globalisasi yang dikaitkan dengan pengembangan pariwisata, dengan harapan akan berdampak terhadap berbagai kebijakan, program dan kegiatan pariwisata budaya.

Data penelitian dalam tesis Lambertus, diperoleh melalui teknik pengumpulan data observasi, wawancara mendalam terhadap nara sumber yang ditentukan secara purposif serta studi dokumen terkait. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teori komodifikasi, teori perubahan sosial, dan teori semiotika.

(30)

Hasil penelitian Lambertus menunjukan bahwa komodifikasi telah merambah semua aspek kehidupan tenun ikat Bena (produksi, distribusi dan konsumsi) dengan bentuk-bentuk komodifikasi seperti komodifikasi produksi tenun ikat Bena, komodifikasi distribusi tenun ikat Bena, dan komodifikasi konsumsi tenun ikat Bena. Bentuk-bentuk komodifikasi tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yaitu terbatasnya sumber daya produksi tenun ikat Bena, adanya orientasi ekonomi, dan idiologi/pandangan hidup masyarakat Bena, faktor- faktor eksternal yang mempengaruhi komodifikasi tenun ikat Bena adalah globalisasi dan pengembangan pariwisata. Dampak komodifikasi adalah dampak ekonomi, dampak sosial, dan dampak budaya. Sementara makna komodifikasinya adalah makna efisiensi, makna inovasi, dan makna pelestarian.

Persamaan antara kajian Lambertus dengan kajian penulis adalah dalam hal penggunaan konsep dan teori komodifikasi, sedangkan perbedaannya yaitu objek penelitian Lambertus di atas adalah tenun ikat masyarakat Bena sedangkan penulis menggunakan objek uis Karo. Penulis mengadopsi proses bentuk komodifikasi pada tesis Tenaya dan Lambertus. Bentuk komodifikasi pada kedua tesis mereka adalah komodifikasi produksi (komodifikasi desain, motif dan warna pakem), komodifikasi distribusi, dan komodifikasi konsumsi.

Sandra Niessen (2009) dengan bukunya “Legacy in Cloth, Batak textile of Indonesia” mendeskripsikan mengenai tenun di Sumatera Utara khususnya didaerah Samosir, Simalungun, Karo, Si Tolu Huta, Holbung/Uluan dan Silindung. Buku ini memilki isi mengenai berbagai jenis uis Karo dari bentuk, desain, dan fungsi.

(31)

Fadlin Muhammad Djafar pada jurnalnya “Songket Melayu Batubara:

Eksistensi Dan Fungsi Sosio budaya” mengkaji keberadaan dan fungsi Songket Melayu Batubara di Desa Padang Genting, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Kajian budayanya bertumpu kepada eksistensi (etnografi, teknologi, dan organisasi) dan fungsi sosiobudaya, dengan pendekatan- pendekatan antropologi.

Penelitian ini menjelaskan Songket Melayu Batubara di Sumatera Utara memiliki ciri-ciri umum dan khusus dalam konteks dunia Melayu seperti kesamaan secara konseptual, aktivitas dan dalam bentuk artefak adalah memiliki kesamaan-kesamaan dengan budaya Songket di kawasan Melayu lainnya, seperti yang ada di Semenanjung Malaysia. Kesamaan-kesamaan itu boleh dilihat melalui ide yang terkandung di dalam Songket, motif-motif, warna, dan cara pembuatannya.

Persamaan ciri khas dan perbedaan kebudayaan Songket Batubara dengan kawasan lainnya adalah dikaji sesuai dengan lingkungannya. Songket dan kain tenunan tradisional di Sumatera Utara menggunakan tiga jenis alat, yaitu: okik untuk Songket, partonunan untuk Ulos, uis dan Abit Batak, serta alat tenun bukan mesin (ATBM) seperti yang disarankan pemerintah Indonesia.

Ciri khas lainnya bahwa tenunan Songket Batubara selain digunakan oleh masyarakat Melayu, ia juga digunakan oleh masyarakat Karo, Batak Toba, Simalungun pada acara-acara kebudayaan. Fungsi Songket secara fisik adalah untuk baju, kain samping, sarung, selendang, bantal, bag, dompet dan lainnya.

Fungsi sosial budaya Songket di antaranya adalah untuk penjaga kontinuitas dan

(32)

stabilitas budaya Melayu, juga sebagai wahana integrasi dan masuknya seorang menjadi Melayu, penguat identitas Melayu, sebagai penunjuk strata sosial dan sebagai ungkapan rasa cinta serta fungsi lainnya.

Penelitian ini menjelaskan Songket di kawasan Batubara juga mencerminkan strata sosial orang yang menggunakannya. Kalangan atas biasanya memakai Songket yang berkualitas dan berhargarelatif mahal. Sementara kelas sosial menengah dan sosial ke bawah menggunakan Songket sesuai dengan kemampuan ekonominya. Sehingga Songket yang diproduksi ada yang berharga relatif dari termahal sampai termurah.

Dalam mengkaji industri uis Karo di masyarakat saat ini, penulis menggunakan skripsi Leavanny Laurie S “Analisis Bauran Pemasaran Dalam Meningkatkan Penjualan Kain Tenun Tradisional Karo Pada Trias Tambun Kabanjahe” sebagai referensi pustaka. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk : (1) mengetahui strategi bauran pemasaran kain tenun tradisional Karo pada Trias Tambun Kabanjahe, (2) mengetahui tingkat penjualan kain tenun tradisional Karo pada Trias Tambun Kabanjahe, dan (3) mengetahui peranan bauran pemasaran dalam meningkatkan penjualan kain tenun tradisional Karo pada Trias Tambun Kabanjahe.

Buku “Estetika : Sebuah Pengantar” tulisan A.A.M. Djelantik terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, Buku “Estetika” karya Dharsono (Sony Kartika) terbitan Rekayasa Sains dan Jurnal Netty Juliana “Kreasi Ragam Hias

(33)

uis Bara” dipergunakan sebagai mengaji unsur-unsur estetika pada visual ragam hias modifikasi uis Karo.

Dalam mengkaji berbagai jenis uis Karo, corak, makna dan bentuk ragam hiasnya penulis menggunakan buku A.G.Sitepu yang berjudul “Ragam Hias (ornamen tradisional) Karo”, “Mengenal Seni Kerajinan Tradisional Karo”, dan

“Mengenal Aksara-Merga-Orat Tutur Seni Kerajinan dan Ornamen Karo”. Pada ketiga buku tersebut dijelaskan berbagai macam uis Karo, berikut coraknya, dan maknanya. Penulis juga menggunakan buku Ragam Hias (ornamen) Rumah Adat Batak Karo dan Laporan Penelitian Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara tahun 1977/1980 sebagai referensi tambahan dalam mengkaji penerapan ragam hias pada uis Karo.

Referensi dalam mengkaji berbagai budaya tradisional masyarakat Karo, penulis menggunakan buku “Pilar Budaya Karo” tulisan Sempa Sitepu, Bujur Sitepu, A.G. Sitepu yang diterbitakan Forum Komunikasi Masyarakat Karo Sumatera Utara, kemudian buku “Intisari Adat Istiadat Karo Jilid I”, “Sejemput Adat Budaya Karo” yang disusun oleh U.C. Barus dan Drs. Mberguh Sembiring, S.H, kemudian buku “Tanah Karo: Selayang Pandang” karya Leo Joosten Ginting dan Kriswanto Ginting, dan buku “Mengenal Suku Karo” karya Roberto Bangun.

Buku-buku karya Drs. Sarjani Tarigan, MSP juga dijadikan sebagai referensi tambahan dalam mengenal masyarakat Karo seperti “Dinamika Orang Karo, Budaya dan Modernisme” (2008), “Seminar Kebudayaan Karo dan

(34)

Kehidupan Masa Kini” (1986) dan “Mengenal Rasa, Karsa dan Karya Kebudayaan Karo” (2016).

Dalam mengkaji makna pemberian uis Karo, penulis menggunakan buku Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru, tulisan Pdt. Dr. E.P.

Gintings terbitan Abdi Karya tahun 1999 dan tulisan Andi Satria Putranta Barus (2016) “Memaknai Yesus lewat pemakaian uis dalam Adat suku Karo”.

Untuk menganalisis dampak dan makna komodifikasi uis Karo pada masyarakat Karo, penulis menggunkan teori semiotika dan hipersemiotika yang diambil dari buku “Semiotika Komunikasi Visual” karya Sumbo Tinarbuko terbitan Jalasutra Yogyakarta tahun 2008 dan “Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna” karya Yasraf Amir Piliang terbitan Jalasutra Yogyakarta tahun 2003.

1.5 Konsep

Dalam sebuah penelitian konsep sangat penting agar dapat membangun teori. Dalam penelitian ini akan dikemukakan dua konsep yang mendukung penelitian, yaitu konsep komodifikasi pada uis Karo dan globalisasi pada masyarakat Karo.

1.5.1 Komodifikasi pada Uis Karo

Uis Karo merupakan salah satu kebudayaan masyarakat suku Karo di Sumatera Utara. Uis Karo merupakan seperangkat pakaian adat yang digunakan dalam kegiatan budaya masyarakat Karo. Pada zaman dahulu sebelum suku Karo

(35)

mengenal tekstil buatan luar, Uis(kain) artinya dalam bahasa Karo adalah pakaian sehari-hari hingga perkembangannya membuat uis Karo menjadi berbagai jenis, corak dan fungsi.

Pada umumnya uis dibuat dari bahan kapas, dipintal dan ditenun secara manual menggunakan gedogan dan alat tenun bukan mesin (ATBM). Pembuatan benang pada sebagai bahan dasar uis Karo pada awalnya menggunakan zat pewarna alami dan tidak menggunakan bahan kimia pabrikan. Namun ada juga beberapa diantaranya menggunakan bahan kain pabrikan yang dicelup (diwarnai) dengan pewarna alami dan dijadikan uis.

Uis Karo memiliki warna dan motif yang berhubungan dengan penggunaannya atau dengan pelaksanaan kegiatan budaya. Beberapa diantara uis tersebut sudah langka karena tidak lagi digunakan dalam kehidupan sehari-hari, atau hanya digunakan dalam kegiatan ritual budaya yang berhubungan dengan kepercayaan animisme dan saat ini tidak dilakukan lagi.

Komodifikasi adalah sebuah proses yang mengubah sebuah objek benda atau kebendaan yang awalnya bukan untuk diperdagangkan kemudian menjadi komoditas perdagangan (Pilliang, 2006). Komodifikasi atau Commodification adalah sebuah istilah yang awalnya populer pada kisaran tahun 1977 yang menjelaskan sebuah konsep fundamental dari pemikiran Marxisme tentang bagaimana kapitalisme berkembang.

Karl Marx memberi makna, apa pun yang diproduksi dan untuk diperjualbelikan. Produk dari kerja yang dibuat bukan untuk dipergunakan, tetapi

(36)

untuk diperjualbelikan. Sebagai komoditas ia tidak hanya penting untuk berguna, tetapi juga berdaya jual (Smith & Evans, 2004).

Kata komodifikasi berasal dari kata komoditi yang berarti barang atau jasa yang bernilai ekonomi (dapat diperjualbelikan) dan modifikasi yang berarti perubahan fungsi atau bentuk sesuatu. Komodifikasi tidak dapat dipisahkan dari paham kapitalisme yang selalu mengaitkan segala sesuatunya berdasarkan nilai untung dan rugi.

Perkembangan Industri kreatif di era globalisasi ini juga memberikan efek kepada uis Karo. Ide-ide baru berserta gagasan baru dari kebudayaan global mempengaruhi indutri kretif uis Karo. Demikian pula industri kreatif yang menggunakan bahan dasar uis Karo untuk menciptakan produk-produk baru yang mampu memenuhi permintaan masyarakat.

Pada penggunaan produk yang menggunakan memodifikasi uis Karo memiliki suatu perubahan dalam bentuk desain dan fungsi. Bentuk-bentuk komodifikasi ini terjadi dalam bentuk motif, warna, desain, proses produksi, dan fungsinya. Aspek yang dikomodikasi pada uis Karo meliputi, nilai-nilai artistik, nilai-nilai makna, berserta nilai material uis Karo. Uis yang dimodifikasi oleh pelaku kreatif umumnya hanya memodifikasi jenis uis yang masih dipakai oleh masyarakat Karo pada umumnya seperti Uis Nipes, Uis Beka Buluh, dan Uis Julu.

Nilai-nilai jual estetika dalam pendekatan modifikasi mendorong pelanggaran aturan-aturan tradisional. Bentuk, fungsi, dan makna uis Karo telah mengalami pergeseran seiring dengan berkembangnya budaya masyarakat Karo yang makin modern dan sangat menjunjung ekonomi.

(37)

1.5.2 Globalisasi pada masyarakat Karo

Globalisasi merupakan sebuah fenomena sosial modern yang diterjemahkan sebagai proses intergrasi manusia yang melewati batas-batas negara (Pieterse, 2000). Proses integrasi manusia ini tidak hanya terjadi dalam wilayah ekonomi, tetapi juga dalam wilaya budaya dan identitas.

Menurut Kearney (1995) globalisasi berkaitan erat dengan ide

“deteritorialisasi” yang mengacu pada pemahaman bahwa aktivitas produksi, konsumsi, ideologi, komunitas, politik, budaya dan identitas melepaskan diri dari ikatan lokal.

Globalisasi telah menyeret hal-hal yang bersifat lokal dan terikat dalam karateristik asal-usul menjadi sesuatu yang bersifat global dan beredar bebas melewati batas-batas lokal.

Salah satu dampak dari globalisasi adalah ketimpangan budaya.

Ketimpangan budaya adalah suatu kenyataan bahwa masuknya unsur-unsur golobalisasi tidak terjadi secara serempak. Unsur-unsur yang terkait dengan teknologi masuk sedemikian cepatnya, sedangkan unsur-unsur sosial budaya, seperti masyarakat perkotaan yang yang begitu cepat menyerap dan menerima unsur-unsur globalisasi, dibanding dengan masyarakat perdesaan yang lambat menerima unsur-unsur globalisasi. Akibat dari perbedaan lama cepatnya masuk unsur globalisasi tersebut masyarakat mengalami ketimpangan.

Modernisasi sangat berkaitan erat dengan globalisasi. Dapat dikatakan bahwa penyebaran pengetahuan dan teknologi pada kehidupan manusia pada

(38)

abad-21 tidak akan terlepas dari teknologi canggih seperti internet. Sejak diluncurkan, internet telah menjadi kebutuhan disetiap wilayah di seluruh dunia.

Melalui media penyebaran dan pencampuran informasi kebudayaan sangat cepat keseluruh belahan dunia.

Dickens (2004) mengatakan bahwa globalisasi berhubungan dengan penyebaran budaya kontemporer. Semakin merebaknya gaya hidup konsumerisme dan hedonism, masyarakat akan cenderung menganut prinsip pragmatisme sehingga terjadi erosi budaya dengan lenyapnya identitas budaya asli nasional dan tradisional.

Pada kajian budaya ini, globalisasi merupakan faktor utama yang melatarbelakangi komodifikasi kebudayaan pada masyarakat Karo. Globalisasi menjelaskan bagaimana terjadinya fenomena sosial seperti komodifikasi budaya, perkembangan media, lunturnya nilai-nilai adat budaya, pariwisata dan gaya hidup.

1.6 Landasan Teori

Pada dasarnya yang disebut teori adalah asas, konsep dasar, pendapat yang telah menjadi hukum umum sehingga dipergunakan untuk membahas suatu peristiwa atau fenomena dalam kehidupan manusia. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori-teori kritis cultural studies. Adapun teori-teori yang digunakan, yaitu (1) Teori Komodifikasi, (2) Teori Perubahan Sosial dan Budaya, (3) Teori Hipersemiotika, dan (4) Teori Estetika Posmodern.

(39)

1.6.1 Teori Komodifikasi

Teori Komodifikasi diperkenalkan oleh Karl Marx dalam Encyclopedia of Marxism, yang berarti transformasi hubungan, sesuatu yang sebelumnya bersih dari perdagangan, menjadi hubungan komersial, hubungan pertukaran, membeli dan menjual. Dengan kata lain komodifikasi adalah sesuatu yang awalnya tidak termasuk ke dalam area pasar berubah menjadi sesuatu yang komersial, menjadi komoditas yang dapat diperjualbelikan. Salah satu komoditas yang dapat diperjualbelikan adalah kebudayaan. Kebudayaan tersebut mencakup nilai baku budaya dan nilai material budaya tersebut.

Menurut Piliang (2003) komodifikasi tidak saja menunjuk pada barang- barang kebutuhan konsumerisme, tetapi telah merambat ke bidang seni dan kebudayaan pada umumnya. Pilliang menjelaskan bagaimana sebuah artefak budaya mengalami Proses komersialisasi dan diperdagangkan. Komodifikasi tidak hanya terjadi pada barang-barang kebutuhan konsumer, juga merambah pada kehidupan seni dan budaya. Kapitalisme telah berhasil membuat seni dan budaya patuh pada hukum-hukumnya.

Kebudayaan yang tadinya dilatarbelakangi oleh aspek-aspek sentimental seperti nilai religi, atau penghormatan kepada leluhur, upacara adat, dan termasuk kekeluargaan sekarang menjadi bergeser. Nilai yang dominan adalah nilai komersial, yakni motivasi mendapatkan untung. Produsen penghasil suatu produk kebudayaan dituntut kreativitasnya untuk merekayasa dan menyesuaikan produknya dengan selera pasar.

(40)

Komodifikasi memunculkan budaya populer yang berawal dari konsumsi massa, masyarakat komoditas atau masyarakat konsumenlah sebagai penyebabnya Menurut Dobie (2009), komodifikasi juga adalah pengaruh kapitalisme pada psikis konsumen yang menilai barang bukan lagi dari kegunaannya (use value), namun dari merek (sign value) dan nilai tukar (exchange value). Kita membayar bukan karena sesuatu itu berguna, namun untuk mengesankan orang lain atau menaikkan harga diri.

Dalam kaitan dengan tema penelitian ini, uis Karo telah muncul menjadi objek dari suatu komodifikasi budaya. Pada penelitian ini teori komodifikasi diposisisikan sebagai teori dasar dan digunakan sebagai landasan kajian untuk menganalisis bentuk dan fungsi komodifikasi uis Karo dalam perkembangan industri kreatif pada masyarakat Karo.

1.6.2 Teori Perubahan Sosial dan Budaya

Kebudayaan memilki peran yang kuat dalam dinamika sosial di masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain. Herskovits juga mengemukakan bahwa budaya bersifat fleksibel dan memiliki banyak kemungkinan pilihan dalam kerangka kerjanya. Salah satu paradoks jelas yang dimiliki budaya adalah caranya menggabungkan stabilitas dengan perubahan

(41)

dinamis yang berkelanjutan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan pengaruh external. Perubahan ini dibenarkan melalui berbagai mekanisme budaya dan disesuaikan dengan berbagai norma yang sudah ada sebelumnya; jika tidak, budaya akan kehilangan koherasi dan stabilitas yang dibutuhkan.

Perubahan sosial merupakan perubahan pada kehidupan masyarakat yang berlangsung terus-menerus. Perubahan yang dialami masing-masing masyarakat tidaklah sama, ada yang cepat, ada yang mendominasi dan ada pula yang tersendat. Perubahan ini tidak akan pernah berhenti, karena tidak ada satu masyarakat pun yang berhenti pada suatu titik tertentu pada suatu masa.

Perubahan tersebut dapat mengarah pada kemajuan maupun kemunduran.

Pada intinya bahwa perubahan pada hakikatnya merupakan fenomena manusiawi dan fenomena alami. Perubahan adalah suatu proses yang menyebabkan terjadi perbedaan dari keadaan semula dengan sesudahnya. Perubahan dapat diketahui apabila ada perbedaan dari bentuk awal dan bentuk akhir.

Perubahan ini terjadi sesuai sifat dasar manusia yang selalu ingin melakukan perubahan, karena manusia memiliki sifat selalu tidak puas terhadap apa yang telah dicapainya. Manusia selalu mencari suatu hal yang baru untuk mengubah keadaan agar kehidupannya menjadi lebih baik sesuai dengan keinginannya.

Menurut Soejono Soekanto (1990) perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:

1. Sistem pendidikan formal yang maju.

Gambar

Tabel 1.1 : Hubungan antara Era/Teks, Prinsip dan Relasi/Pertandaan dalam  estetika.
Gambar 2.1 : Pa Sendi, Sibayak Lingga bersama keluarganya dengan memakai  Uis Karo sebagai pakaiannya
Gambar 2.1 : Perempuan Karo yang menenun (1857-1910)
Gambar 2.6 : Gambar penenun tradisional edisi Sumatera Utara terdapat pada  desain mata uang kertas tahun 1958 bernilai 25 Rupiah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan pada saat bekerja baik berupa fisik maupun

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana proses Implementasi Kebijakan Peralihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan PBB-P2 Menjadi

kotak terakhir yang dipilih dilanjutkan dengan mengalokasikan pada X i,j+1 bila i mempunyai kapasitas yang tersisa. Bila tidak, alokasikan ke X i+1,j

Anggaran Berbasis Kinerja, Partisipasi Masyarakat, Pola Partisipatif, Revolving Fund –   Komitmen pimpinan dan sistem yang baku sangat berperan penting dalam keberhasilan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Peralihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Menjadi Pajak Daerah dengan studi kasus pada Badan

Sedangkan skala yang sangat besar sehingga merupakan kota di dalam kota mungkin harus dilakukan suatu studi makro terlebih dahulu (perencanaan transportasi kota) sebelum masuk ke

Bangunan Perdesaan Perkotaan PBB-P2 Menjadi Pajak Daerah (Studi Pada Badan. Pengelola Keuangan Daerah

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri