TINGKAT KONFORMITAS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (Studi Deskriptif pada siswa kelas XII SMA Stella Duce 2 Yogyakarta
Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi Sosial)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh :
Ermelinda Sri Novita Sari NIM : 091114062
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
TINGKAT KONFORMITAS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (Studi Deskriptif pada siswa kelas XII SMA Stella Duce 2 Yogyakarta
Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi Sosial)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh :
Ermelinda Sri Novita Sari NIM : 091114062
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
“A
rahkan perhatianmu kepada didikan dan telingamu kepada
kata-kata pengetahuan”
Amsal 23:12
“
Hadapilah sebuah rasa tidak nyaman, ucapkan selamat datang,
dan berjalanlah bersamanya sampai rasa itu menjadi matang dan
berubah menjadi suatu keberhasilan, kepuasan, serta kebanggaan”
( Penulis )
Kupersembahkan karyaku ini teristimewa untuk :
Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan memberi kesehatan;
Ayah dan Ibuku tercinta yang telah mendoakan dan memberi
dukungan dalam pembuatan skripsi dari awal hingga akhir;
Kakak dan adik-adikku tersayang yang menberikan semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini;
Sahabat-sahabat yang selalu memotivasi dalam menyelesaikan
vii
TINGKAT KONFORMITAS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XII SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-topik
Bimbingan Pribadi-Sosial)
Ermelinda Sri Novita Sari Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat konformitas siswa kelas XII SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dan mengidentifikasi butir-butir item konformitas yang terindikasi tinggi pada siswa kelas XII SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Subjek penelitian adalah siswa kelas XII SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 88 siswa. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Kuesioner Tingkat Konformitas Siswa sebanyak 43 item. Kuesioner disusun berdasarkan aspek-aspek konformitas yaitu kekompakan, kesepakatan, dan ketaatan. Tingkat reliabilitas kuesioner sebesar 0,878. Teknik analisis data yang digunakan adalah perhitungan persentase dengan pendistribusiannya berdasarkan Kriteria yang terdiri dari tiga kategori yaitu, tinggi, sedang, dan rendah.
viii
THE CONFORMITY LEVEL OF STUDENTS SENIOR HIGH SCHOOL (Descriptive study on the twelfth grade students of Stella Duce 2 Senior High
School Yogyakarta in 2014/2015 Academic Years and its implication to the suggested topic for personal and social Guidance)
Ermelinda Sri Novita Sari Sanata Dharma University
2014
This research is aimed to describe the conformity level of twelfth grade students of Stella Duce 2 Senior High School Yogyakarta and to identify the items of conformity that are indicated intense in the twelfth grade students of Stella Duce 2 Senior High School Yogyakarta in its implications to the suggested topic of personal-social guidance.
The type of research is descriptive research with the method use is survey. The subjects of this research are 88 twelfth grade students of Stella Duce 2 Senior High School Yogyakarta in 2014/2015 academic year. The instruments used are Level of Conformity Questionnaire which contains 43 items. The questionnaire is compiled based on the aspects of compactness, agreement, and obedience. The reliability level of the questionnaire is 0,878. The data analysis method is percentage calculation with 3 levels of distribution; high, medium, and low.
ix
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “TINGKAT KONFORMITAS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (Studi
Deskriptif pada Siswa Kelas XII SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran
2014/2015 dan Implikasi Terhadap Usulan Topik-topik Usulan Bimbingan Pribadi
Sosial)”.
Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Bimbingan dan Konseling.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Kepala Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dalam
penulisan skripsi ini.
3. Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku dosen pembimbing yang dengan penuh
kesabaran meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan
pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata
Dharma yang telah mencurahkan ilmunya dengan tulus sehingga dapat
x
Yogyakarta yang memberi kesempatan bagi penulis untuk mengumpulkan
data di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.
6. Siswa SMA Stella Duce khususnya para siswa kelas XII yang bersedia
meluangkan waktunya dan membantu penulis untuk menjadi subjek
dalam penulisan ini
7. Vincensia Hersiwi, S.Pd koordinator BK di SMA Stella Duce 2
Yogyakarta yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu selama
proses pengambilan data.
8. Seluruh keluargaku, terutama kedua orang tuaku Bapak Anastasius Edison
dan Ibu Yeliana, kakakku Mario Adi Winatta dan Riska, serta adik-adikku,
Valeria Marselina, dan Daniel Agustiawan, keponakanku Joris Evan Laua,
terima kasih atas doa, motivasi, semangat dan dukungan materiil serta
dukungan moral yang telah diberikan selama pengerjaan sampai selesainya
skripsi ini.
9. Indra Lesmana, yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis.
10.Teman-teman BK angkatan 2009 yang tercinta yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi dan terima kasih atas kerjasama.
11.Sahabat-sahabatku (Nasa, Anna, Tika, Prima, Lilyn, Siska, Sinta, Alfie,
Wiwie) yang selalu memberikan dukungan, bantuan, dan motivasi kepada
penulis.
12.Perpustakaan USD berserta karyawan perpustakaan atas pelayanan pada
xii
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GRAFIK... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat Penelitian... 7
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 8
BAB II LANDASAN TEORI A. Hakekat Konformitas 1. Pengertian Konformitas... 10
2. Aspek-aspek Konformitas... 11
3. Faktor-faktor Konformitas... 14
4. Proses terjadinya Konformitas... 18
5. Macam-macam Konformitas... 19
6. Konformitas dikalangan Remaja... 20
7. Karakteristik Remaja yang Berkonformitas... 21
xiii
10.Alasan bergabung dalam Kelompok... 24
B. Siswa SMA sebagai Remaja 1. Pengertian Remaja... 25
2. Ciri-ciri Remaja... 27
3. Tugas perkembangan Remaja... 29
4. Perubahan pada Masa Remaja... 31
5. Masalah-masalah yang berhubungan dengan Perkembangan Sosial... 34
C. Bimbingan Pribadi – Sosial 1. Pengertian bimbingan... 35
2. Pengertian Bimbingan Pribadi Sosial... 37
3. Tujuan Bimbingan Pribadi Sosial... 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 40
B. Subyek Penelitian... 41
C. Teknik Pengumpulan Data 1. Skala Pengukuran... 42
2. Penentuan Skor... 42
3. Kisi-kisi Kuesioner... 43
D. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Validitas Instrumen ... 45
2. Reliabilitas Instrumen ... 48
E. Prosedur Pengumpulan Data 1. Persiapan... 49
2. Pelaksanaan... 50
F. Teknik Analisis Data... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi tingkat konformitas siswa... 54
xiv
C. Implikasi Hasil Penelitian terhadap Usulan Topik-Topik
Bimbingan Pribadi – Sosial... 73 BAB V PENUTUP
xv
Halaman
Tabel 1 Norma Skoring Inventori Konformitas... 42
Tabel 2 Kisi-Kisi Kuesioner Deskripsi Tingkat Konformitas Pada Siswa... 44
Tabel 3 Item-Item yang Valid dan Tidak Valid... 47
Tabel 4 Kriteria Guilford... 48
Tabel 5 Jadwal Pengumpulan Data Penelitian... 50
Tabel 6 Norma Kategorisasi Tingkat Konformitas... 51
Tabel 7 Norma Kategorisasi Tingkat Konformitas Pada Siswa Kelas XII SMA Stella Duce 2 Yogyakarta... 52
Tabel 8 Kategorisasi Skor Instrumen Tingkat Konformitas... 53
Tabel 9 Kategori Tingkat Tingkat Konformitas... 54
Tabel 10 Kategori Skor Item Tingkat Konformitas... 57
Tabel 11 Item-item Tingkat Konformitas yang Tergolong Tinggi... 59
Tabel 12 Item-item Tingkat Konformitas yang Tergolong Sedang... 59
xvi
Halaman
Gambar 1 Grafik Tingkat Konformitas... 55
xvii
Halaman
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian... 82
Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian... 83
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Tingkat Konformitas... 84
Lampiran 4 Tabulasi Data Penelitian Tingkat Konformitas ... 91
1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah operasional
variabel penelitian.
A. Latar Belakang Masalah
Di usia remaja, anak-anak muda dihadapkan pada sejumlah besar
pilihan tentang siapa mereka dan ke mana mereka akan melangkah dalam
hidup. Ini merupakan krisis yang harus diselesaikan pada tahap
perkembangan ini; jika remaja tidak mampu menjawab pertanyaan
-pertanyaan ini secara memadai mereka akan mengalami kebimbangan
identitas, yang akan menghambat perkembangan mereka pada tahap-tahap
kehidupan selanjutnya.
Remaja awal berlangsung kira-kira dari 13-17 tahun. Pada usia inilah
terjadi perubahan dalam diri remaja, khususnya perubahan pada fisik yang
terlihat sangat berbeda. Seringkali sulit bagi remaja untuk menerima keadaan
fisiknya bila sejak kanak-kanak mereka telah mengagungkan konsep mereka
tentang penampilan diri pada waktu dewasa nanti (Hurlock, 1990 :23). Harga
diri berkembang dan berubah seiring anak beralih ke masa remaja, kerap
dalam kaitan dengan perubahan-perubahan ragawi/fisik, dimana sebagian
Seberapa mudah para remaja mengatasi perubahan-perubahan fisik
bergantung pada seberapa sesuai tubuh mereka dengan stereotipe yang telah
ditetapkan oleh pandangan umum tentang tubuh yang sempurna. Anak-anak
perempuan cenderung semakin tidak puas dengan tubuh mereka seiring
berkembang melalui masa pubertas.
Menurut Erikson (Santrock; 2003) keanggotaan dalam komunitas
penting bagi pencapaian identitas karena membutuhkan solidaritas dengan
ideal-ideal kelompok terkait. Dengan demikian, para remaja mengatasi
masalah-masalah yang mereka alami dalam mengikatkan diri pada identitas
kelompoknya dengan membuat komitmen-komitmen yang berlebihan pada
kelompok-kelompok gaya tertentu dan memisahkan diri mereka dari
kelompok-kelompok gaya lainnya.
Selain itu remaja juga menggunakan barang-barang yang bermerk
untuk memperoleh rasa penerimaan dari kelompok sebaya mereka. Gaya
merupakan alat penting untuk menjaga dan menentukan batas-batas
kelompok. Meski demikian, sisi buruknya adalah kegagalan untuk
mempertahankan identitas semacam itu dapat mengkibatkan masalah-masalah
seperti ejekan, terisolir dari kelompok dan hilangnya status. Originalitas juga
terjadi pada masa remaja. Originalitas merupakan sifat khas pengelompokan
anak-anak muda (sebagai keseluruhan). Mereka menunjukkan kecenderungan
untuk memberikan kesan lain daripada yang lain, untuk menciptakan sesuatu
Diusia remaja peran kelompok sangat besar sehingga tingkah laku
remaja betul-betul ditentukan oleh norma kelompoknya. Remaja meluangkan
sejumlah waktu mereka bersama teman-temannya, persetujuan dan penolakan
dari teman-teman memiliki pengaruh yang kuat terhadap sikap dan perilaku
remaja Santrock (2007: 222).
Dalam kelompok-kelompok dengan pengaruh yang kuat
berkembanglah suatu norma-norma kelompok. Norma dalam kelompok
sangat ditentukan oleh pemimpin kelompok. Individu yang ada dalam
kelompok akan lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok
daripada mengembangkan pola norma diri sendiri. Konformitas sering terjadi
karena individu terlalu mempercayai orang lain, karena mereka takut
menyimpang dari orang lain. Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial
saat individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan
norma sosial yang ada.
Konformitas dapat menciptakan perilaku negatif. Menurut sumber di
Denpasar pertengahan Mei 2012, terjadi kekerasan geng wanita, kejadian
tersebut direkam dan beredar didunia maya. Penganiayaan yang dilakukan
oleh geng tersebut dikarenakan kaos kebanggaan geng yang tidak dipakai
oleh salah satu anggota geng tersebut.
Remaja dalam kelompok teman sebayanya merasa dirinya harus lebih
banyak menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok jika ingin diterima
dalam kelompok tersebut (Hurlock, 1990:213). Konformitas kelompok
harapan-harapan kelompok sosial dimana perilaku tersebut merupakan
ekspresi persetujuan pada norma-norma kelompok.
Berada di tengah kelompok yang hangat memberikan rasa aman
dengan peran tertentu didalam kelompok, membuat individu merasa betah,
nyaman, dan memiliki kejelasan identitas. Pentingnya indentitas sosial atau
identitas kelompok seringkali membuat seseorang berhenti utnuk menggali
dan mengenali identitas diri sendiri yang lebih hakiki, dan sibuk berkutat
mencari kepuasan melalui kelompok. Kelompok dapat memberikan rasa
aman kepada individu sehingga ia cenderung berperilaku konformis, mudah
mengikuti apa yang menjadi sikap dan perilaku kelompok.
Identitas kelompok seringkali mengarahkan identitas pribadi,
sehingga seringkali identitas yang muncul pada seorang remaja bukanlah
identitas mereka yang sebenarnya melainkan identitas kelompoknya.
Kelompok seringkali memberikan tekanan dan tuntutan konformitas pada
anggotanya. Konformitas dengan tekanan-tekanan teman sebaya pada masa
remaja dapat bersifat positif maupun negatif, namun umumnya remaja justru
terlibat dalam bentuk perilaku konformitas yang negatif (Santrock,
2003:221).
SMA Stella Duce 2 Yogyakarta merupakan sekolah yang dijadikan
tempat penelitian oleh peneliti. Hal yang melatarbelakangi peneliti melakukan
penelitian di SMA Stella Duce, karena SMA ini merupakan sekolah yang
tepat untuk dijadikan tempat penelitian karena peneliti memang mengambil
sekolah khusus untuk siswa puteri. Martin dan Fabes (Hurlock 1990)
menemukan bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan anak-anak
perempuan dengan sesama anak perempuan maka semakin besar juga
perilaku ke arah konformitas yang dilakukan, misalnya bolos sekolah
bersama, ribut di kelas bahkan membentuk suatu geng di sekolah.
Konformitas lebih banyak terjadi dalam kelompok sosial yang memiliki
kesamaan misalnya kesamaan jenis kelamin.
Menurut Dezolt & Hull, 2001 (Santrock 2007: 222) kepatuhan,
mengikuti aturan, bersikap manis dan ketergantungan terhap teman-teman
adalah sikap yang biasanya lebih banyak dimiliki oleh perempuan.
Selain dari buku-buku yang dibaca oleh peneliti, peneliti juga melihat
adanya kecenderungan kelompok siswa yang melakukan perilaku konformitas
ketika peneliti berPPL di SMA. Konformitas yang terjadi di SMA Stella Duce
2 Yogyakarta berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator BK adalah
siswa membentuk kelompok-kelompok di sekolah atau di kelas dan setelah
pulang sekolah para siswa tidak langsung pulang tetapi berkumpul dengan
kelompoknya.
Peneliti memiliki pertanyaan, “Apa yang menyebabkan konformitas
sering terjadi pada siswa?”. Dari uraian di atas peneliti mempunyai
keprihatinan terhadap perilaku konformitas negatif yang belakangan ini
semakin banyak terjadi di kalangan remaja, khususnya siswa di sekolah dan
keinginan peneliti untuk menelusuri lebih jauh lagi mengenai konformitas
KONFORMITAS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS(Studi Deskriptif
pada siswa kelas XII SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015
dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi Sosial)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian yang disampaikan pada latar belakang, maka
dapat dirumuskan suatu rumusan masalah berupa pertanyaan sebagai berikut:
1. Seberapa tinggikah perilaku konformitas yang muncul pada siswa kelas XII SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 ?
2. Berdasarkan hasil analisis butir instrumen, butir-butir konformitas mana yang terindikasi tinggi dan banyak dialami oleh siswa kelas XII SMA
Stella Duce 2 Yogyakarta sebagai dasar menyusun usulan topik bimbingan
pribadi sosial ?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan tingkat konformitas pada siswa kelas XII di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.
2. Mengidentifikasikan butir-butir item konformitas yang terindikasi tinggi pada siswa kelas XII SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dalam implikasinya
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan bagi
pengembangan pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling,
khususnya yang berhubungan dengan perilaku konformitas.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi guru
bimbingan dan konseling dalam rangka memahami perilaku siswa
berkaitan dengan konformitas, serta membantu mengatasi perilaku
konformitas di sekolah.
b. Bagi Pendidik (Guru dan Orangtua)
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi
pendidik dalam rangka memahami perilaku siswa yang berkaitan
dengan sikap konformitas di sekolah.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai
tingkat konformitas diri pada remaja (khususnya siswa SMA Stella
Duce tahun ajaran 2014/2015).
d. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan kesempatan bagi peneliti untuk
dan hasil dari penelitian ini dapat menjadi modal bagi peneliti di
kemudian hari untuk mendampingi dan memberikan layanan
bimbingan dan konseling, baik secara kelompok maupun individual,
khususnya pada kelompok siswa yang berprilaku konformitas.
e. Bagi Peneliti lain
Penelitian ini dapat memberikan data atau informasi tambahan
bagi peneliti-peneliti lain yang terinspirasi dan berminat mengkaji
lebih jauh mengenai perilaku konformitas dari berbagai sudut yang
berbeda.
E. Definisi Operasional 1. Konformitas
Konformitas adalah suatu bentuk penyesuaian seseorang karena
adanya tuntutan dari kelompok sosial untuk menyesuaikan. Konformitas
juga diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk berperilaku agar
memenuhi harapan kelompok serta mengikuti norma-norma yang berlaku
dalam kelompok.
2. Siswa SMA sebagai Remaja
Siswa SMA adalah individu yang berusia sekitar 13-17 tahun yang
sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Dalam usia ini remaja
akan dihadapkan pada tugas perkembangan yang harus dilalui. Remaja
pada tahap ini akan menghabiskan lebih banyak waktunya bersama teman
-teman sebaya atau kelompoknya. Pada masa ini remaja sering kali
lebih mengarahkan identitas pribadi seorang remaja.
3. Bimbingan Pribadi Sosial
Bimbingan pribadi sosial adalah upaya untuk membantu individu
dalam memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan
individu dalam mengambil keputusan serta menangani masalah-masalah
10
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini diuraikan kajian teoritis yang melandasi kerangka konseptual penelitian ini. Kerangka konseptual penelitian ini antara lain: hakekat konformitas, karakteristik remaja, dan bimbingan pribadi-sosial.
A. Hakekat Konformitas 1. Pengertian Konformitas
Ada beberapa pengertian konformitas dari beberapa ahli. Menurut
Willis (Sarwono, 2005) konformitas adalah usaha yang dilakukan oleh
individu secara terus menerus untuk selaras dengan norma-norma yang
diharapkan oleh kelompok. Jika persepsi individu tentang norma-norma
kelompok berubah, maka ia akan mengubah tingkah lakunya. Calhoun
(Santrock 2003: 221) berpendapat bahwa konformitas adalah perubahan
keyakinan atau tingkah laku seseorang agar sesuai dengan lingkungan atau
kelompok. Sears,dkk (2004:103) berpendapat bahwa konformitas adalah
penyesuaian individu terhadap persepsi dan penilaian kelompok terhadap
suatu hal. Konformitas adalah suatu tuntutan yang tidak tertulis dari
kelompok teman sebaya terhadap anggotanya tetapi memiliki pengaruh
yang kuat dan menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu dalam
kelompok. Konformitas merupakan perubahan perilaku akibat adanya
tekanan dari kelompok (Myers 2012: 284), terlihat dari kecenderungan
remaja untuk selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok acuan
Menurut Kartono dan Gulo (Kamus Psikologi 2000: 85),
konformitas adalah kecenderungan untuk dipengaruhi tekanan kelompok
dan tidak menentang norma-norma yang telah digariskan oleh kelompok.
Sedangkan menurut Cialdini & Goldstein (Taylor, 2009:253) konformitas
merupakan tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang
agar sesuai dengan perilaku orang lain.
Berdasarkan definisi konformitas dari beberapa ahli di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa konformitas adalah perubahan tingkah laku,
keyakinan, dan persepsi individu terhadap kelompok karena adanya tuntutan
atau tekanan yang sifatnya nyata atau sesuatu yang dibayangkan sebagai
tuntutan dalam kelompok. Individu yang menjadi anggota kelompok harus
selalu patuh terhadap norma-norma yang telah ditetapkan oleh kelompok,
apabila tidak maka individu tersebut akan menerima ganjaran atau hukuman
dari kelompok. Dalam perilaku konformitas individu melakukan sesuatu
berdasarkan perilaku kelompok bukan berdasarkan kesadarannya sebagai
pribadi.
2. Aspek-aspek Konformitas
Sears,dkk (2004:85) mengemukakan bahwa konformitas pada remaja
memiliki beberapa aspek, yaitu:
a. Kekompakan
Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan
seseorang tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya
suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari
keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap
anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh
manfaat dari keanggotaan kelompok maka akan semakin besar
kesetiaan mereka maka semakin kompak kelompok tersebut.
b. Kesepakatan
Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan
yang kuat sehingga individu harus loyal dan menyesuaikan
pendapatnya dengan pendapat kelompok. Aspek kesepakatan sangat
penting terhadap timbulnya konformitas. Individu yang dihadapkan
pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan
yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat
kelompok. Apabila kelompok tidak bersatu akan terjadi penurunan
tingkat konformitas. Penurunan konformitas karena kurangnya
kesepakatan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1) Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun apabila terjadi perbedaan pendapat.
2) Apabila individu mempunyai pendapat yang berbeda dengan kelompok maka individu akan dikucilkan dan dianggap menyimpang.
3) Bila kelompok memiliki pendapat yang sama dengan pendapat individu, keyakinan individu terhadap pendapatnya sendiri akan
c. Ketaatan
Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada individu
menyebabkan individu rela melakukan tindakan yang menjadi
tuntutan kelompok walaupun individu tidak menginginkannya. Bila
ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi. Tekanan karena
adanya ganjaran, hukuman atau ancaman adalah salah satu cara untuk
menimbulkan ketaatan. Adapun bentuk-bentuk tekanan sosial yang
dapat memunculkan ketaatan dalam diri individu antara lain:
1) Ketaatan terhadap otoritas yang sah
Faktor yang penting dalam ketaatan adalah orang memiliki otoritas
yang sah dalam segala situasi, sesuai dengan norma sosial yang
berlaku dalam kelompok. Pihak yang memiliki otoritas yang sah
mempunyai hak untuk menuntut ketaatan terhadap perintahnya.
2) Ganjaran, Hukuman, dan Ancaman
Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan
meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan
perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, hukuman, atau
ancaman.
3) Harapan kelompok terhadap individu
Individu akan rela memenuhi permintaan kelompok supaya dapat
diterima dalam kelompok. Harapan kelompok yang besar terhadap
4) Menempatkan individu dalam situasi yang sudah dikendalikan oleh kelompok untuk memberikan tekanan secara halus sehingga
individu mengalami kesulitan untuk menolak.
5) Peniruan terhadap perilaku kelompok
Individu cenderung melakukan apa yang mereka lihat yang
dilakukan oleh anggota dalam kelompoknya.
3. Faktor-faktor Konformitas
Menurut Sears,dkk (2004:80) ada 5 faktor yang menyebabkan
konformitas, antara lain :
a. Kurangnya informasi
Kurangnya informasi menyebabkan individu kurang mengetahui
banyak hal. Dengan demikian ia akan berusaha mencari informasi dari
orang lain atau kelompoknya. Seringkali informasi yang didapat tidak
benar namun telah diyakini oleh kelompoknya benar maka individu
akan mempercayai kebenaran informasi yang dikatakan oleh
kelompoknya. Inilah salah satu yang menyebabkan perilaku
konformitas.
b. Kepercayaan terhadap kelompok
Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu
pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut
pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi
yang tepat. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu
besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri dengan kelompok.
Bila individu berpendapat bahwa kelompok selalu benar, dia akan
mengikuti apapun yang dilakukan oleh kelompok tanpa
memperdulikan pendapatnya sendiri.
Salah satu faktor penentu kepercayaan terhadap kelompok
adalah tingkat keahlian anggotanya. Sejauh mana pengetahuan mereka
tentang suatu topik. Semakin tinggi tingkat keahlian kelompok itu
dalam hubungannya dengan individu, semakin tinggi tingkat
kepercayaan dan penghargaan individu terhadap pendapat mereka.
c. Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian sendiri
Salah satu faktor yang juga mempengaruhi konformitas adalah
tingkat keyakinan individu pada kemampuannya sendiri. Salah satu
faktor yang mempengaruhi keyakinan individu terhadap
kecakapannya adalah tingkat kesulitan yang dibuat. Semakin sulit
penilaian tersebut, semakin rendah rasa percaya yang dimiliki individu
dan semakin besar kemungkinan bahwa individu itu akan mengikuti
penilaian kelompok.
d. Rasa takut terhadap celaan sosial
Demi memperoleh persetujuan dan takut terhadap celaan
kelompok juga menjadi penyebab perilaku konformitas. Sebagai
contoh bahwa seseorang takut terhadap celaan sosial misalnya saja
orang yang tidak mengenakan pakaian sopan ke tempat ibadah adalah
senang. Demikian juga seorang anak akan membuat semua pekerjaan
rumahnya dan berusaha meraih nilai yang terbaik dalam ujian karena
hal itu akan membuat orang tuanya senang dan memberikan pujian.
e. Rasa takut terhadap penyimpangan
Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang
merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Individu
tidak mau dilihat lain daripada yang lain. Individu ingin agar
kelompok sosialnya menyukainya, memperlakukannya dengan baik
dan bersedia menerimanya. Seseorang cenderung menyesuaikan diri
untuk menghindari penolakan dari kelompoknya.
Rasa takut akan dipandang sebagai seseorang yang menyimpang
diperkuat oleh tanggapan kelompok terhadap perilaku menyimpang.
Individu yang tidak mau mengikuti apa yang berlaku dalam kelompok
akan menanggung resiko dan mengalami akibat yang tidak
menyenangkan.
Sedangkan menurut Myers,dkk (2012:278), ada beberapa faktor
yang mempengaruhi konformitas adalah:
1) Ukuran kelompok
Semakin banyak orang dalam suatu kelompok sosial akan
semakin meningkat konformitas.
2) Keseragaman suara
Keseragaman suara ini artinya akan lebih mudah
mendapatkan banyak dukungan lebih dari satu orang dalam
kelompok akan meningkatkan keberanian sosial.
3) Kohesivitas
Kohesivitas adalah individu saling terikat dalam kelompok,
semakin terikat suatu kelompok maka akan semakin kuat kelompok
tersebut. Individu yang telah akrab akan cenderung melakukan
kebiasaan yang sama sedangkan individu yang berprilaku berbeda
dengan kelompok akan diejek oleh teman-teman dalam kelompok.
Anggota kelompok yang merasa tertarik terhadap pendapat
individu biasanya akan memberikan reaksi yang positif, misalnya
memberikan pujian kepada individu tersebut. Ketakutan ditolak
oleh anggota kelompok menyebabkan semakin besar kohesivitas,
oleh sebab itu individu akan berpikir untuk melakukan hal yang
sama seperti kelompok dan menyukai apa yang disukai oleh
kelompok.
4) Status
Kalangan atas dan berstatus sosial tinggi cenderung memiliki
pengaruh yang besar dalam kelompok sosialnya dan juga menjadi
populer serta disenangi teman-temannya karena memiliki banyak
pengalaman yang menarik untuk diceritakan.
5) Respon umum
Individu akan menyamakan respon bila harus diminta untuk
yang diyakini dalam ruang pribadi yang penuh privasi
dibandingkan dihadapan kelompok.
4.Proses Terjadinya Konformitas
Menurut Harorld Gerard (Myers, 2012: 285) proses individu
melakukan konformitas karena beberapa alasan. Diantaranya adalah dua
alasan penting yaitu, pertama keinginan untuk bertindak benar
(pengaruh informasi) dan kedua keinginan agar disukai (pengaruh
normatif). Alasan pertama individu melakukan konformitas adalah
perilaku orang lain sering memberikan informasi yang bermanfaat
sehingga individu akan menyesuaikan perilakunya dengan perilaku
orang yang dilihatnya. Kecenderungan untuk menyesuaikan diri
berdasarkan pengaruh informasi ini bergantung pada dua aspek situasi:
seberapa besar keyakinan individu pada kelompok dan seberapa
yakinkah individu pada dirinya sendiri. Semakin besar kepercayaan
individu pada informasi dan opini kelompok, semakin mungkin
individu menyesuaikan diri dengan kelompok itu. Segala sesuatu yang
meningkatkan kepercayaan individu pada kebenaran kelompok maka
akan menaikkan tingkat konformitasnya pada kelompok. Keyakinan
individu pada dirinya sendiri sebagai pertimbangannya untuk
menyesuaikan diri terhadap kelompok. Bila konformitas didasarkan
pada pengaruh informasi atas dasar keyakinan bahwa kelompok adalah
benar maka individu biasanya mengubah pikiran dan perilakunya untuk
dilihat sebagai proses rasional yang menyebabkan perilaku orang lain
dapat mengubah keyakinannya dan konsekuensinya individu akan
bertindak sesuai dengan kelompok.
Alasan kedua adalah keinginan untuk disukai dan keinginan
diterima secara sosial (pengaruh normatif) pengaruh normatif terjadi
ketika individu mengubah perilakunya untuk menyesuaikan diri dengan
norma kelompok atau standar kelompok agar ia diterima dalam
lingkungan sosial. Individu seringkali berusaha menentang nilai yang
sebenarnya dianut dan mengikuti nilai yang diyakini oleh kelompok
agar ia tidak dikucilkan dari kelompok, apapun yang kelompok lakukan
individu akan berusaha mengikuti perilaku dalam kelompok. Pengaruh
normatif muncul dari keinginan individu untuk disukai dalam kelompok
atau dengan kata lain pengaruh normatif dianggap sebagai perhatian
terhadap citra sosial.
5. Macam-macam Konformitas
Menurut Nail & dkk (Myers 2012:253) ada beberapa macam
konformitas, yaitu:
1. Pemenuhan
Menyetujui suatu harapan atau permintaan tanpa benar
-benar meyakini apa yang dilakukan. Hal itu dilakukan hanya untuk
memenuhi keinginan atau harapan kelompok. Sebagai contoh
seseorang mengenakan dasi kupu-kupu atau pun mengenakan gaun
tidak menyukainya.
2. Kepatuhan
Mematuhi terutama untuk mendapatkan penghargaan atau
menghindari hukuman, bertindak sesuai dengan perintah atau
petunjuk langsung. Sebagai contoh misalnya pengendara motor
menggunakan helm hanya karena takut kena razia polisi lalu lintas.
3. Penerimaan
Meyakini apa yang diperintahkan oleh kelompok untuk
dilakukan karena kita mengetahui kebenarannya. Contoh nyata
misalnya seseorang bergabung dengan kelompok untuk
berolahraga karena ia telah mendapatkan informasi bahwa olahraga
dapat memberikan kesehatan dan ia menerimanya sebagai suatu
kebenaran.
6. Konformitas di kalangan Remaja
Menurut Erickson (Santrock, 2003:340) remaja adalah masa krisis
identitas atau masalah identitas ego. Identitas diri yang dicari remaja
berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya. Menurut Rumini & Siti
Sundari (2004:53), remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak
ke dewasa dan mengalami berbagai perkembangan disemua aspek.
Konformitas pada remaja dapat dilihat dari perilaku para remaja
yang harus mengikuti standar budaya kawula muda bila ingin diterima
oleh kelompok sebayanya dan mempelajari standar perilaku serta nilai
kelompoknya. Misalnya gaya pakaian, dan tata rambut (Hurlock,
1990:206). Menurut (Sears 2004:253) kebanyakan remaja dianggap
bebas memilih baju dan gaya rambutnya, tetapi remaja lebih suka
mengenakan baju seperti orang lain dalam kelompok sosial mereka, dan
karena mengikuti tren terbaru dari teman-teman kelompok.
Berdasarkan beberapa teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
remaja merupakan masa yang rentan terhadap pengaruh yang berasal
dari lingkungan sekitarnya. Pada masa remaja, seorang individu
terdorong untuk mencari pengalaman sebanyak-banyaknya dari hal-hal
yang remaja temukan dalam pergaulannya terlebih dari teman sebayanya
yang cenderung berperilaku mengarah pada perilaku konformitas.
7. Karakteristik Remaja yang Memiliki Perilaku Konformitas
Remaja yang memiliki perilaku konformitas memiliki karakteristik
yang dilihat dari aspek-aspek konformitas menurut Sears dkk (2004:85).
Karakteristik-karakteristik tersebut dapat dilihat dari:
a. Adanya kekompakan yang dibangun bersama karena rasa suka terhadap anggota kelompok dan dengan harapan mendapatkan
manfaat dari keanggotaanya dalam kelompok tersebut, misalnya
individu menjadi terkenal di sekolah maupun di luar sekolah
setelah bergabung dengan kelompoknya.
b. Perilaku individu yang selalu menyamakan pendapatnya serta selalu membenarkan pendapat kelompok walaupun bertentangan
oleh kelompok.
c. Kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar sangat besar sehingga individu tersebut
akan semakin menyesuaikan diri dengan kelompok dimana
individu bergabung.
d. Individu rela melakukan sesuatu yang diminta atau disuruh oleh kelompok meskipun sebenarnya bertentangan dengan individu
itu sendiri sebagai bukti dari kepatuhannya terhadap kelompok.
e. Adanya perilaku meniru model (anggota kelompok). Individu cenderung meniru perilaku yang dilihatnya dari anggota
kelompok.
Berdasarkan penjelasan mengenai karakteristik konformitas di atas
dapat disimpulkan bahwa konformitas umumnya terjadi pada individu
yang bergabung dalam suatu kelompok. Pembentukan suatu kelompok
biasanya terjadi pada masa remaja.
Salah satu cara mengatasi permasalahan-permasalahan pada remaja
yang terkait perilaku konformitas adalah melalui kelompok teman sebaya
yang memiliki kesamaan satu sama lain. Awal mula suatu kelompok
terbentuk adalah dari persahabatan dua atau lebih individu yang merasa
memiliki kesamaan baik jenis kelamin, hobi maupun sikap kemudian
berlanjut melakukan kegiatan secara bersama-sama. Apabila remaja masuk
dalam kelompok yang memiliki norma atau nilai yang berlawanan dengan
semakin kuat seiring dukungan dari anggota kelompok sehingga anggota
-anggotanya juga akan berusaha berperilaku sesuai dengan norma yang
berlaku dalam kelompok tersebut.
8. Definisi Kelompok
Kelompok adalah orang-orang yang memiliki tujuan yang sama
dan bersandar satu sama lain dan hubungan satu sama lain berlanjut
sepanjang waktu McGrath 1984 (Myers 2012:354). Sedangkan menurut
ahli dinamika kelompok, Marvin Shaw (Myers 2012:354) berpendapat
bahwa kelompok memiliki kesamaan dimana anggotanya saling
berinteraksi. Anggota kelompok terdiri dari dua atau lebih individu yang
saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
kelompok adalah dua atau lebih individu yang memilih untuk bersama
sepanjang waktu karena memiliki banyak kesamaan dan saling
berinteraksi serta saling mempengaruhi satu sama lain.
9. Manfaat Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang merasa terikat bersama
dalam unit yang koheren pada beberapa tingkatan menurut Baron, dkk
(Sarwono 2009). Kelompok juga merupakan sekumpulan individu yang
berkerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Kelompok dapat
memberikan manfaat bagi individu. Menurut Burn (Sarwono 2009),
kelompok memiliki 3 manfaat, yaitu:
dimiliki. Adanya kelompok membuat individu merasa tidak
sendirian.
b. Kelompok sebagai sumber identitas diri. Individu yang bergabung didalam kelompok dapat mendefiinisikan dirinya, ia menggali
dirinya sebagai anggota suatu kelompok, dan bertingkah sesuai
dengan norma kelompok.
c. Kelompok sebagai sumber informasi tentang dunia dan tentang diri individu. Adanya orang lain dalam kelompok, dapat memberi
informasi-informasi tentang banyak hal termasuk identitas diri.
10. Alasan Individu Bergabung dalam Kelompok
Menurut Vaughan (Sarwono 2009) beberapa alasan individu
menjadi anggota kelompok, yaitu:
a. Proksimitas
Individu cenderung bergabung dengan individu lain yang
berdekatan. Misalnya, siswa yang tempat tinggalnya sama akan
berkelompok untuk pulang bersama.
b. Kesamaan sikap, minat dan keyakinan
Individu-individu yang memiliki minat atau keyakinan
yang sama cenderung berkelompok. Dengan adanya minat yang
sama individu akan lebih mudah mendapatkan informasi-informasi
mengenai minatnya.
c. Saling bergantung untuk mencapai suatu tujuan
bergabung dalam suatu kelompok. Individu yang satu dengan yang
lain saling bergantung dan bekerja sama dalam mencapai tujuan
yang mereka inginkan.
d. Dukungan emosional
Kelompok juga bisa memberikan dukungan emosional
untuk para anggotanya. Misalnya seorang anggota kelompok
diputuskan oleh pacarnya akan dihibur oleh teman-teman dalam
kelompoknya dengan demikian dapat melupakan sejenak
masalahnya, misalnya dengan berjalan bersama anggota
kelompoknya.
e. Identitas sosial
Keanggotaan individu dalam kelompok membuat individu
memiliki identitas. Individu tahu siapa dirinya karena ian anggota
kelompok. Kelompok memberikan identitas yang baru bagi
individu dengan memberikan nilai-nilai atau norma yang berbeda
dengan kelompok lainya.
B.Siswa SMA sebagai Remaja 1. Pengertian Remaja
Santrock (2003: 103) mendefinisikan remaja (adolensence) sebagai
individu yang mengalami perkembangan transisi antara masa anak-anak dan
masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio
-emosional. Istilah remaja berasal dari Bahasa Latin yaitu adolensence yang
Hurlock (1990:206) membagi remaja menjadi remaja awal (13-17
tahun) dan remaja akhir (17-18 tahun). Hurlock (1990:206) membedakan
remaja awal dan akhir. Pada remaja awal, individu masih menonjol
karakteristik perkembangannya dengan masa kanak-kanak akhir sedangkan
remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang telah
mendekati masa dewasa.
Menurut Papalia dan Olds (Psikologi Perkembangan 2008), masa
remaja adalah masa perjalanan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
ditandai oleh periode transisional panjang. Masa remaja secara umum
dimulai dengan pubertas, yaitu proses yang mengarah pada kematangan
seksual, atau fertilisasi (kemampuan untuk bereproduksi). Masa remaja
dimulai pada usia 13 sampai 18 tahun.
Anna Freud (Hurlock, 1990:205) berpendapat bahwa pada masa
remaja terjadi proses perkembangan yang meliputi perubahan perubahan
yang berhubungan dengan psikososial, dan juga terjadi perubahan dalam
hubungan dengan orangtua dan cita-cita individu, dimana pembentukan cita
-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang berada pada masa dimana
terjadi banyak perubahan-perubahan dalam diri individu, baik secara
2. Ciri-ciri Remaja
Remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan
periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut adalah:
a.Remaja sebagai Periode yang Penting
Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka
panjang tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan
ada lagi karena akibat psikologis. Perkembangan fisik yang cepat dan
penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental, semua
perkembangan itu memerlukan penyesuaian mental dan perlunya
membentuk sikap, nilai dan minat yang sesuai dengan keinginan
individu.
b.Remaja sebagai Periode Peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dari masa perkembangan yang telah
terjadi sebelumnya, melainkan sebuah peralihan dari satu tahap
perkembangan ke tahap perkembangan selanjutnya. Artinya apa yang
telah terjadi sebelumnya akan membekas pada apa yang terjadi sekarang
dan selanjutnya. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah
jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada
remaja individu bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.
Dilain pihak, status remaja yang belum jelas ini menguntungkan karena
status memberikan waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang
berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang sesuai dengan
c.Remaja sebagi Periode Perubahan
Ada empat perubahan yang terjadi pada remaja. Pertama,
meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat
perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Karena perubahan emosi
biasanya terjadi lebih cepat selama remaja. Kedua, perubahan tubuh,
minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk
diperankan, menimbulkan masalah baru. Bagi sebagian besar remaja,
masalah yang timbul tampaknya lebih banyak dan sulit untuk
diselesaikan. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka
nilai-nilai juga berubah. Apa yang pada masa kanak-kanak dianggap
penting, setelah remaja menjadi tidak penting. Misalnya, sebagian besar
remaja tidak lagi menganggap bahwa banyaknya teman merupakan
petunjuk popularitas yang lebih penting daripada sifat-sifat yang
dikagumi dan dihargai oleh teman-teman sebaya. Sekarang mereka
menjadi mengerti bahwa kualitas lebih penting dari pada kuantitas.
Keempat, sebagian besar remaja bersifat ambivalen terhadap setiap
perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi
mereka sering takut bertanggung jawab.
d.Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik
Remaja melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia
inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita.
Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi
emosi yang merupakan ciri masa remaja. Semakin tidak realistik cita
-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa
apabila orang lain mengecewakannya atau bila ia tidak berhasil mencapai
tujuan yang ditetapkannya.
3. Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Sulaeman (1995: 14), masa remaja merupakan masa
peralihan antara masa kehidupan kanak-kanak menuju masa dewasa.
Remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri. Dalam proses
pencaharian ini ada tugas perkembangan yang harus dilewati. Tugas
perkembangan merupakan tugas-tugas yang muncul pada setiap periode
perkembangan individu selama hidupnya.
Keberhasilan menyelesaikan tugas perkembangan dalam periode
perkembangan akan membantu individu dalam menyelesaikan tugas
perkembangan pada periode perkembangan selanjutnya. Sebaliknya,
kegagalan dalam mencapai tugas perkembangan pada periode
perkembangan tertentu akan menghambat terselesainya tugas
perkembangan selanjutnya. Adapun remaja ditandai dengan beberapa
tugas perkembangan yang dialami oleh remaja, yaitu:
a. Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman sebaya, baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan jenis kelamin
lain. Artinya para remaja memandang gadis-gadis sebagai wanita dan
laki-laki sebagai laki-laki, menjadi manusia dewasa diantara orang
mencapai tujuan bersama, dapat menahan dan mengendalikan
perasaan-perasaan pribadi dan belajar memimpin orang lain tanpa
mendominasi.
b. Menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing -masing, artinya mempelajari dan menerima peranan masing-masing
sesuai dengan norma-norma dan ketentuan-ketentuan dalam
masyarakat.
c. Menerima perubahan fisik, merasa bangga atau memiliki toleransi terhadap kondisi fisiknya, serta dapat menggunakan dan memelihara
badannya secara efektif.
d. Mencapai kematangan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainny. Tidak bersikap kekanak-kanakan lagi. Misalnya selalu terikat
pada orang tuanya. Membebaskan diri dari ketergantungan dengan
orang tua.
e. Mencapai kematangan ekonomi. Ia merasa sanggup untuk hidup berdasarkan usaha sendiri. Ini terutama sangat penting bagi anak
laki-laki.
f. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan. Artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya.
g. Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan hidup berumah tangga. Mengembangkan sikap positif terhadap keluarga dan memiliki anak.
Bagi wanita hal ini harus dilengkapi dengan pengetahuan dan
h. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat.
i. Memperhatikan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan, artinya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial sebagai
orang dewasa yang bertanggung jawab, menghormati serta mentaati
nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya.
4. Perubahan pada Masa Remaja a. Perubahan Sosial Masa Remaja
Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan
diri dengan teman-teman sebayanya dan harus menyesuaikan dengan
orang dewasa di lingkungan sekitarnya. Bagi remaja yang sulit adalah
penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya,
perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru,
nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan. Dalam perubahan sosialnya
ada beberapa hal yang mempengaruhi, seperti:
1) Kuatnya Pengaruh Kelompok Sebaya
Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan
teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapat dimengerti
apabila pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan,
minat penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh
keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila
anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk
diterima oleh kelompok semakin besar.
2) Nilai Baru dalam Memilih Teman
Remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan
nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti dan dapat membuatnya
merasa aman serta dengan teman yang ia dapat mempercayakan
masalah-masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat ia
bicarakan dengan guru atau orang tuanya.
3) Nilai Baru dalam Memilih pemimpin
Remaja merasa bahwa pemimpin merupakan orang yang akan mewakili mereka dalam masyarakat, mereka menginginkan
pemimpin yang berkemampuan tinggi yang akan dikagumi dan
dihormati oleh orang lain. Remaja mengharapkan pemimpin
mempunyai sifat-sifat tertentu. Ada beberapa kriteria untuk menjadi
seorang pemimpin dalam kelompok. Pertama, pemimpin harus
mempunyai kesehatan yang baik sehingga bersemangat untuk
melakukan sesuatu.
Kedua, remaja yang memperhatikan penampilan akan
mengharapkan seorang pemimpin yang menarik, rapi, dan
memiliki tingkat intelegensi diatas rata-rata dan perestasi akademik
yang baik. Ketiga, pada umumnya pemimpin dalam berbagai
kegiatan sosial remaja berasal dari keluarga yang status
b. Perubahan Fisik
Perubahan fisik sangat terlihat jelas selama masa remaja. Hormon
-hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin. Seiring dengan itu,
berlangsung pula pertumbuhan yang pesat pada tubuh untuk mencapai
proporsi seperti orang dewasa. Seorang individu mulai terlihat berbeda,
dan sebagai konsekuensinya dari hormon yang baru.
c. Perubahan Emosional
Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal adalah
perubahan dalam aspek emosional remaja. Hormonal menyebabkan
perubahan seksual yang mendorong perasaan-perasaan baru.
Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan
hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Ditambah lagi
pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa berubah, seperti tekanan
dari teman sebaya dan media massa.
d. Perubahan Kognitif
Semua perubahan fisik yang membawa dampak perubahan
emosional akan ditambah oleh perubahan kognitif. Remaja tidak lagi
terikat pada realitas fisik yang kongkrit dari apa yang ada, remaja mulai
mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang abstrak dari
realitas. Kemampuan berpikir yang baru ini membuat individu semakin
5. Masalah-masalah yang berhubungan dengan perkembangan sosial Dalam proses hubungan sosial dengan teman sebaya dan juga
orang dewasa lainnya remaja tentu pernah mengalami masalah-masalah
yang dapat menghambat proses sosialisasinya, seperti:
a. Keinginan untuk Hidup Sesuai dengan Orang Lain
Para remaja pada masa ini memiliki keinginan yang kuat untuk
mengikuti dan menyesuaikan dirinya dengan kelompoknya. Mereka
akan berusaha untuk menghindarkan segala sesuatu yang tidak sesuai
dengan kelompoknya. Mereka akan patuh terhadap cita-cita, sikap
-sikap kebiasaan serta aturan-aturan yang berlaku dalam kelompok
agar tetap serasi dengan kelompoknya.
Adanya penyimpangan-penyimpangan didalam laju
pertumbuhan merupakan sumber ketegangan psikologis bagi individu
yang kurang matang. Ketegangan-ketegangan ini akan tampak
didalam hubungan sosialnya. Individu yang cepat mengalami
kematangan akan lebih cenderung dihadapkan pada masalah sosial.
Misalnya, karena badannya lebih besar, teman-teman dalam
kelompoknya cenderung mengharapkan hal-hal tertentu dari individu
ini yang berhubungan dengan aktivitas sosial. Terkadang karena
kurang memiliki pengalaman walaupun badannya besar, ia menjadi
kurang mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
Kegagalan dalam memenuhi tuntutan kelompok inilah yang dapat
b. Masalah dalam Sosialisasi
Masalah-masalah sosial sering dialami oleh anak wanita
daripada anak laki-laki. Lingkungan kehidupan sosial yang sempit,
kekurangan teman, keinginan akan pakaian baru, merupakan masalah
yang sering dialami oleh para remaja. Disamping itu penghargaan dari
masyarakat, ingin mencari teman, ingin diterima dalam kelompok
merupakan kebutuhan-kebutuhan yang nyata bagi remaja. Kegagalan
dalam memenuhi kebutuhan ini akan menimbulkan hal-hal yang tidak
menguntungkan bagi para remaja.
c. Tuntutan dan Harapan Budaya
Hal yang dianggap wajar dalam suatu lingkungan masyarakat
tertentu, belum tentu demikian dalam lingkungan masyarakat lain.
Adanya perbedaan dalam sikap, kebiasaan serta norma-norma sosial
lainnya akan menimbulkan kesulitan dan kebingungan bagi remaja.
Demikian juga tentang harapan yang diharapkan masyarakat terhadap
remaja juga berbeda-beda, sehingga para remaja harus belajar tentang
peranan masing-masing menurut usia dan taraf kematangannya.
C. Bimbingan Pribadi Sosial Sebagai Upaya untuk Mengatasi Perilaku Konformitas pada Remaja
1. Pengertian Bimbingan
Rochman Natawidjaja (Winkel dan Hastuti, 2006: 29)
mendefinisikan bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada
tersebut dapat memahami dirinya, sehingga individu sanggup
mengarahkan diri dan bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan
tuntutan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian individu dapat
merasakan kebahagiaan hidupnya serta memberikan sumbangan yang
berarti.
Yusuf dan Nurihsan (2010: 5) mendefinisikan bimbingan merupakan
terjemahan dari kata guidance. Guidance berasal dari kata guide yang
berarti mengarahkan, memandu dan mengelola. Moegandi (Winkel dan
Hastuti, 2006: 29) menjelaskan bahwa bimbingan dapat diartikan sebagai
(1) suatu cara pemberian pertolongan atau bantuan kepada individu untuk
memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala
kesempatan yang dimiliki untuk kepentingan pribadinya; (2) suatu usaha
untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman, dan
informasi tentang dirinya sendiri; (3) suatu pelayanan kepada individu,
agar individu dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat
dan menyusun rencana yang realistis, sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan memuaskan di dalam lingkungan dimana individu berada; (4)
suatu proses pemberian bantuan kepada individu dalam hal: memahami
sendiri; menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan
lingkungan; memilih serta menyusun rencana sesuai dengan konsep
Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada
individu agar ia dapat mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya
sendiri. Tujuannya agar individu dapat memahami dirinya sendiri dan
dapat bertindak sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya dan juga
pada tuntutan masyarakat.
2. Pengertian Bimbingan Pribadi Sosial
Winkel dan Hastuti (2006: 118) mendefinisikan bimbingan pribadi
sosial merupakan bimbingan kepada individu dalam menghadapi keadaan
batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya
sendiri; dalam mengatur diri sendiri seperti; perawatan jasmani,
kerohanian, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual, serta
bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama
diberbagai lingkungan sosial.
Yusuf dan Nurihsan (2010: 11) menjelaskan bahwa bimbingan
pribadi sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan
mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah
dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada
pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan kekhasan
karakteristik pribadi serta beragam permasalahannya. Masalah-masalah
tersebut antara lain masalah hubungan dengan sesama teman, dengan guru
dan staf sekolah, pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri
penyelesaian konflik. Yusuf dan Nurihsan (2010: 5) juga menjelaskan
bimbingan pribadi sosial diberikan kepada individu dengan cara
menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab,
mengembangkan sistem-sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang
positif, serta ketrampilan-ketrampilan pribadi sosial yang tepat.
Berdasarkan penjelasan dari pengertian bimbingan pribadi sosial di
atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi sosial merupakan usaha
yang dilakukan untuk membantu individu dalam menangani masalah
-masalah yang berkaitan dengan diri sendiri dan orang lain dengan cara
menciptakan lingkungan yang kondusif dan interaksi pendidikan yang
akrab. Perngertian lain dari bimbingan pribadi sosial adalah upaya yang
dilakukan untuk membantu dan mendampingi individu agar berkembang
secara utuh baik aspek pribadi maupun sosialnya dengan demikian tugas
perkembangan individu dapat dilewati dengan baik dan tidak mengganggu
perkembangan tahap-tahap selanjutnya.
3. Tujuan Bimbingan Pribadi Sosial
Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu peserta didik
agar dapat mencapai tujuan dan perkembangannya. Yusuf, Syamsu (2010:
13) menyebutkan bahwa tujuan pemberian bimbingan secara umum antara
lain agar peserta didik dapat:
a. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin.
masyarakat.
c. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam penyesuaian dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat.
Selain itu, Yusuf, Syamsu (2010: 14) juga menyebutkan tujuan
bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial
individu adalah sebagai berikut:
a. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam
kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah
maupun masyarakat umum.
b. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajiban masing
-masing.
c. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan;
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai jenis penelitian, subjek penelitian, alat
pengumpulan data, validitas dan reliabilitas kuesioner, prosedur pengumpulan
data, serta teknik pengolahan dan analisis data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei.
Furchan (2005, 415-418) menjelaskan penelitian deskriptif dengan metode survei
merupakan penelitian dengan pengumpulan data yang relatif terbatas dari kasus
-kasus yang relatif besar jumlahnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan
karakteristik subjek yang diteliti secara tepat. Sifat deskriptif dalam penelitian ini
adalah gambaran tentang tingkat konformitas pada siswa SMA Stella Duce 2
Yogyakarta kelas XII.
Berdasarkan hasil penelitian itu akan disusun usulan topik bimbingan
pribadi sosial sebagai referensi bagi guru pembimbing di SMA Stella Duce 2
Yogyakarta.
Menurut Kountur (2003; 105-106), ciri-ciri penelitian deskriptif adalah
sebagai berikut:
1. Berhubungan dengan kejadian yang terjadi saat itu.
2. Menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu persatu.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa SMA Stella Duce 2 Yogyakarta kelas
XII pada tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 88 siswa. Siswa kelas XII
dipilih sebagai subjek penelitian karena; pertama SMA Stella Duce 2 Yogyakarta
merupakan sekolah khusus perempuan yang cenderung melakukan perilaku
konformitas sehingga sesuai dengan keinginan peneliti untuk melakukan
penelitian di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dan sekolah ini juga memenuhi
syarat untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Kedua peneliti memilih subjek
kelas XII karena tergolong pada masa remaja akhir dengan usia rata-rata 17-18
tahun yang memiliki tugas perkembangan mencapai hubungan sosial yang lebih
matang dengan teman sebaya.
C. Teknik Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuesioner.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan yang tertulis kepada responden
untuk dijawab (Sugiyono, 2010: 199). Kuesioner ini disusun oleh peneliti. Jenis
kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup. Kuesioner terdiri dari atas
dua bagian, yaitu bagian pertama data siswa, kata pengantar dan petunjuk
pengisian. Bagian kedua yaitu memuat isi pernyataan kuesioner yang terdiri dari
Kuesioner ini menggunakan satu variabel yaitu tingkat konformitas pada
siswa yang berjenis kelamin sama (perempuan). Kuesioner disusun untuk
mengukur seberapa tinggi tingkat konformitas siswa di sekolah berdasarkan pada
aspek-aspek konformitas menurut Sears yaitu konformitas dalam kekompakan,
kesepakatan dan ketaatan.
1. Skala Pengukuran
Kuesioner ini berbentuk pernyataan dengan menyediakan empat
(4) jawaban pada setiap itemnya. Pernyataan-pernyataan yang disajikan
dibedakan menjadi dua yaitu pernyataan favorable dan unfavorable yaitu:
a. Sangat Sesuai (SS)
b. Sesuai (S)
c. Tidak Sesuai (TS)
d. Sangat Tidak Sesuai (STS)
2. Penentuan Skor (Scoring)
Berdasarkan konsep kuesioner menurut skala likert, peneliti
memberikan skoring pada pernyataan-pernyataan seperti dibawah ini.
Tabel 1
Tabel Skoring Rata-rata Konformitas Siswa
No pernyataan Alternatif Jawaban SS
(Sangat Sesuai) (Sesuai)S (Tidak TS Sesuai)
STS (Sangat Tidak
Sesuai)
1 Favorable 4 3 2 1