• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi Program Studi Akuntansi. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi Program Studi Akuntansi. Oleh :"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN TAX AMNESTY DAN PERSEPSI KEADILAN WAJIB PAJAK TERHADAP

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN TAX AMNESTY

(Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Purwokerto)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

Stefani Sinta Windriyantari NIM: 162114047

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2020

(2)

i

PENGARUH PENGETAHUAN TAX AMNESTY DAN PERSEPSI KEADILAN WAJIB PAJAK TERHADAP

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN TAX AMNESTY

(Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Purwokerto)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

Stefani Sinta Windriyantari NIM: 162114047

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2020

(3)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.

(Yesaya 40:29)

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

(Filipi 4:6)

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria Orangtuaku

Keluarga Besarku Sahabat-sahabatku

(4)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xii

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xiii

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Pajak ... 8

1. Pengertian Pajak ... 8

2. Wajib Pajak Orang Pribadi ... 8

B. Pengetahuan ... 9

1. Pengertian Pengetahuan ... 9

2. Tingkatan Pengetahuan ... 10

3. Pengukuran Pengetahuan ... 11

C. Pengetahuan Tax Amnesty ... 11

1. Pengertian Pengetahuan Tax Amnesty ... 11

2. Tujuan dan Manfaat Tax Amnesty ... 12

3. Subjek dan Objek Pajak Yang Berhak Mendapat Tax Amnesty ... 13

4. Mekanisme Pengajuan Tax Amnesty ... 13

5. Kebijakan Tax Amnesty 2016 ... 14

D. Persepsi... 16

1. Pengertian Persepsi ... 16

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 17

3. Cara Pengukuran Persepsi ... 19

(5)

x

E. Keadilan ... 19

1. Pengertian Keadilan ... 19

2. Jenis Keadilan ... 21

3. Prinsip Keadilan ... 22

4. Teori Hukum Keadilan ... 24

F. Persepsi Keadilan ... 27

G. Pelaksanaan Tax Amnesty... 28

1. Sejarah Kebijakan Tax Amnesty ... 28

2. Pengertian Tax Amnesty ... 31

3. Asas dan Tujuan Tax Amnesty ... 32

4. Subjek dan Objek Tax Amnesty ... 33

5. Tarif dan Cara Menghitung Uang Tebusan ... 33

6. Syarat dan Permohonan Tax Amnesty ... 35

7. Faktor Tax Amnesty ... 38

8. Tahap Pelaksanaan Tax Amnesty ... 39

H. Efektivitas Pelaksanaan Tax Amnesty ... 41

I. Penelitian Terdahulu ... 43

J. Perumusan Hipotesis ... 43

BAB III METODA PENELITIAN ... 46

A. Desain Penelitian ... 46

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

1. Tempat Penelitian ... 46

2. Waktu Penelitian ... 46

C. Subyek Penelitilan ... 46

D. Data Penelitilan ... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

F. Populasi dan Sampel ... 47

G. Variabel Penelitian ... 48

1. Definisi Operasional Variabel ... 48

2. Skala Pengukuran Variabel ... 50

H. Model Penelitian ... 50

I. Teknik Analisis Data ... 51

BAB IV GAMBARAN UMUM RESPONDEN ... 57

A. Sejarah Singkat KPP Pratama Purwokerto... 57

B. Visi dan Misi KPP Pratama Purwokerto ... 59

C. Struktur Organisasi KPP Pratama Purwokerto... 59

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Karakteristik Responden ... 62

B. Analisis Data ... 66

1. Penyebaran Kuesioner ... 66

2. Pengujian Statik Deskriptif ... 67

3. Perhitungan Uji Validitas ... 68

4. Perhitungan Uji Reliabilitas ... 70

(6)

xi

5. Uji Asumsi Klasik ... 71

a. Pengujian Normalitas ... 71

b. Pengujian Multikolinearitas ... 72

c. Pengujian Heteroskedastisitas ... 72

6. Uji Hipotesis ... 73

a. Analisis Regresi Linier Berganda ... 73

b. Pengujian Statistik F ... 75

c. Pengujian Statistik t ... 76

d. Pengujian Koefisien Determinasi (R2) ... 77

C. Pembahasan ... 78

BAB VI PENUTUP ... 80

A. Kesimpulan... 80

B. Keterbatasan Penelitian ... 80

C. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 88

(7)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan NPWP ... 62

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 63

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64

Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 64

Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 65

Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 66

Tabel 7. Rincian Penyebaran Kuesioner ... 67

Tabel 8. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 67

Tabel 9.1 Hasil Uji Validitas Pengetahuan Tax Amnesty ... 69

Tabel 9.2 Hasil Uji Validitas Persepsi Keadilan. ... 69

Tabel 9.3 Hasil Uji Validitas Efektivitas Pelaksanaan Tax Amnesty ... 70

Tabel 10. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian ... 71

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas ... 71

Tabel 12. Hasil Uji Multikolinearitas. ... 72

Tabel 13. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 73

Tabel 14. Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 74

Tabel 15. Hasil Uji Statistik F ... 75

Tabel 16. Hasil Uji Statistik t ... 76

Tabel 17. Hasil Uji Koefisien Determinasi R2 ... 77

(8)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Penelitian ... 51 Gambar 2. Struktur Organisasi KPP Pratama Purwokerto ... 60

(9)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian... 89

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian ... 91

Lampiran 3. Hasil Jawaban Responden ... 96

Lampiran 4. Karakteristik Responden... 101

Lampiran 5. Tabulasi Variabel ... 103

Lampiran 6. Hasil Uji Validitas ... 110

Lampiran 7. Hasil Uji Reliabilitas ... 114

Lampiran 8. Hasil Uji Asumsi Klasik. ... 115

Lampiran 9. Hasil Uji Hipotesis ... 117

Lampiran 10. Biografi Penulis ... 118

(10)

xv

ABSTRAK

PENGARUH PENGETAHUAN TAX AMNESTY DAN PERSEPSI KEADILAN WAJIB PAJAK TERHADAP EFEKTIVITAS PELAKSANAAN TAX AMNESTY

(Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Purwokerto)

Stefani Sinta Windriyantari NIM: 162114047 Universitas Santa Dharma

Yogyakarta 2020

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan tax amnesty terhadap efektivitas pelaksanaan tax amnesty dan pengaruh persepsi keadilan Wajib Pajak terhadap efektivitas pelaksanaan tax amnesty. Penelitian ini dilakukan pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Purwokerto.

Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode convenience sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 76 Wajib Pajak. Skala penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian ini adalah skala likert. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) pengetahuan tax amnesty berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan tax amnesty dan (2) dan persepsi keadilan Wajib Pajak berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan tax amnesty. Hasil ini dibuktikan oleh hasil uji statistik t, dimana nilai t hitung > t tabel dan nilai signifikansi

< 0,05.

Kata Kunci: Pengetahuan tax amnesty, persepsi keadilan, efektivitas pelaksanaan tax amnesty.

(11)

xvi ABSTRACT

THE EFFECT OF THE TAXPAYERS’ KNOWLEDGE ON TAX AMNESTY AND THE TAXPAYERS’ PERCEPTION ON FAIRNESS TO THE

EFFECTIVENESS OF TAX AMNESTY IMPLEMENTATION (Case Study at Purwokerto Pratama Tax Service Office)

Stefani Sinta Windriyantari NIM: 162114047 Universitas Santa Dharma

Yogyakarta 2020

This study aims to determine the effect of taxpayers’ knowledge on tax amnesty to the effectiveness of tax amnesty implementation and the effect of taxpayers’

perception fairness to the effectiveness of tax amnesty implementation. This research was conducted on the individual taxpayers of KPP Pratama Purwokerto.

The design of this research was quantitative research with convenience sampling method. The sample in this study were 76 taxpayers. The research scale used to measure the variables in this study was the Likert scale. The data analysis technique used in this study was multiple linear regression analysis.

The results of this study indicate that: (1) taxpayers’ knowledge on tax amnesty influence the effectiveness of tax amnesty implementation and (2) taxpayers’ perception on fairness influence the effectiveness of tax amnesty implementation. This result was proven by the results of the statistical t test, where the value of t count > t table and the significance value < 0.05.

Keywords: Tax amnesty knowledge, perception on fairness, effectiveness of tax amnesty implementation

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pajak memiliki peranan yang penting dalam kehidupan bernegara terutama dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran negara.

Pembangunan suatu negara itu sendiri bergantung pada pemasukan pajak dan kesuksesan suatu negara dipengaruhi oleh penghasilan pajak.

Pajak yang maksimal dapat diperoleh dengan cara warga negara mentaati berbagai peraturan perpajakan, namun pelaksanaan perpajakan di Negara Indonesia masih terdapat permasalahan tersendiri yang meliputi kepatuhan Wajib Pajak yang masih rendah, kekuasaan yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih besar yang meliputi fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif sehingga menyebabkan ketidakadilan dalam hal melayani hak Wajib Pajak yang akan berdampak pada turunnya tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak, serta rendahnya kepercayaan Wajib Pajak kepada aparat pajak dan aturan perpajakan yang dinilai rumit, oleh sebab itu Negara Indonesia memperbaiki sistem perpajakannya. Sistem perpajakan yang terdapat di Negara Indonesia menganut 3 sistem yaitu official assessment system, self assessment system dan withholding system. Sejak tahun 1983 pada saat Indonesia memasuki masa reformasi perpajakan, maka pemerintah Indonesia menggunakan sistem Self

(13)

Assessment yang berarti kepercayaan diberikan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya jumlah pajak terutang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan perpajakan (Pravasanti,2018:86).

Pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam menaikkan penerimaan negara salah satunya yaitu kebijakan tax amnesty. Tax amnesty merupakan penghapusan pajak terhutang yang tidak dikenai sanksi adminitrasi maupun sanksi pidana didalam bidang perpajakan yang dilakukan dengan cara mengungkapkan harta yang dimiliki dan membayar uang tebusan yang telah diatur dalam Undang-undang No 11 Tahun 2016 tentang tax amnesty. Tujuan tax amnesty adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi yang dilakukan melalui pengalihan harta yang berdampak pada meningkatnya likuiditas domestik, penurunan suku bunnga dan peningkatan investasi, serta perbaikan nilai tukar rupiah. Kebijakan tax amnesty bukan hanya usaha yang dapat dilakukan pemerintah agar dapat meningkatkan penerimaan pajak tetapi merupakan kewajiban pemerintah dalam memberikan hak kepada warga negaranya berupa tax amnesty, apabila terdapat kesalahan Wajib Pajak yang disadari maupun tidak disadari dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Pelaksanaan tax amnesty yang dilaksanakan pada tahun 1984 tidak berjalan efektif, hal ini disebabkan karena Wajib Pajak tidak merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan. Selain itu, minimnya keterbukaan akses informasi kepada masyarakat termasuk sistem

(14)

Kontrol dari Ditjen pajak dan terbatasnya sosialisasi mengenai tata cara dan prosedur untuk mendapatkan tax amnesty (Ragimun, 2004:7).

Pelaksanaan program tax amnesty yang berlangsung pada tahun 2016 berbeda dengan tahun 1984 karena program tersebut disebut sebagai salah satu program tax amnesty dengan capaian pengungkapan harta tertinggi di dunia.

Program tax amnesty selama sembilan bulan berjalan menunjukkan nilai pengungkapan harta sebesar Rp 4.884,2 triliun yang diikuti oleh 973,4 ribu Wajib Pajak dengan jumlah penerimaan uang tebusan sebesar Rp 115,9 triliun dan Kesadaran warga negara dalam membayar pajak akan menjadikan negara RI menjadi kuat dan sejahtera (Muliana, 2017). Menurut Swastha, 2016:406 (dalam Wahyudi, 2018:260) Faktor yang mempengaruhi tax amnesty yaitu kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan perpajakan, persepsi yang baik atas Efektivitas sistem perpajakan, dan sanksi pajak.

Pengetahuan Wajib Pajak merupakan faktor yang sangat diperlukan bagi Wajib Pajak karena dengan adanya pengetahuan tentang perpajakan dapat meningkatkan kebijakan tax amnesty untuk melakukan pembayaran pajak setiap tahunnya (Wahyudi, 2018:262).

Persepsi atas efektivitas yang mempengaruhi tax amnesty yaitu keadilan pajak. Keadilan pajak merupakan suatu keadaan dimana Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan sama dalam membayar pajak harus membayar pajak dalam jumlah yang sama dan yang mempunyai kemampuan lebih besar dalam membayar pajak juga harus membayar pajak dalam jumlah yang lebih besar.

(15)

Persepsi keadilan dalam penelitian ini yaitu menekankan pada persepsi Wajib Pajak mengenai kebijakan yang diselenggarakan pemerintah. Menurut Osman Fatih SARACOGLU, PhD and Eren CASKURLU, PhD (2011) implementasi dalam program tax amnesty menyebabkan Wajib Pajak tidak patuh dalam memenuhi kewajiban pajaknya karena dinilai dapat merusak prinsip keadilan, sehingga aspek keadilan akan mempengaruhi tingkat kepatuhan yang merupakan elemen penting dalam efektivitas kebijakan tax amnesty.

Wajib Pajak yang mentaati kebijakan tax amnesty dan mengikuti program tax amnesty yang dapat dilakukan dengan cara memperbaiki Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar maupun mendaftarkan diri secara sukarela sebagai Wajib Pajak dan memperoleh NPWP, maka akan memperoleh banyak keuntungan yaitu tidak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, selain itu memperoleh kemudahan dalam pengurusan pajak yang didasarkan pada landasan hukum yang kuat berupa Pasal 37A UU No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (Wahyudi, 2018:275).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah pengetahuan tax amnesty yang dimiliki Wajib Pajak Orang Pribadi berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan tax amnesty?

(16)

2. Apakah persepsi keadilan Wajib Pajak Orang Pribadi berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan tax amnesty?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh pengetahuan tax amnesty yang dimiliki Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap efektivitas pelaksanaan tax amnesty 2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh persepsi keadilan Wajib Pajak Orang

Pribadi terhadap efektivitas pelaksanaan tax amnesty.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman serta pengetahuan baru bagi peneliti terkait dengan pelaksanaan tax amnesty.

2. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada mahasiswa, terlebih dalam memahami pelaksanaan tax amnesty sekaligus mengetahui manfaat maupun dampak pelaksanaan tersebut.

3. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah terkait tax amnesty sekaligus mengetahui sejauhmana pemahaman

(17)

masyarakat akan adanya pelaksanaan tax amnesty. Pemerintah dapat menentukan langkah selanjutnya terkait dengan adanya kebijakan ini.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data tentang persepsi Wajib Pajak terhadap pelaksanaan tax amnesty yang bisa digunakan sebagai masukan bagi aparat pajak untuk membuat peraturan perpajakan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini disusun menjadi enam bab pembahasan yaitu sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini menjelaskan teori-teori yang melandasi penelitian ini, penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian, dan pengembangan hipotesis.

Bab III Metoda Penelitian

Bab ini berisi penjelasan desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, subyek penelitian, data penelitian, teknik pengumpulan

(18)

data, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, model penelitian, dan teknik analisis data.

Bab IV Gambaran Umum Responden

Bab ini berisi uraian mengenai gambaran singkat KPP Pratama Purwokerto mulai dari sejarah singkat berdirinya, visi dan misi, dan struktur organisasi perusahaan.

Bab V Analisis data & Pembahasan

Bab ini berisi karakteristik responden, analisis data dan pembahasan.

Bab VI Penutup

Bab ini berisi tentang penjelasan kesimpulan dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian dan saran yang diberikan penulis atas masalah yang diteliti.

(19)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Pengertian Pajak

Pajak menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu

“Pajak adalah sebuah kontribusi yang dapat diberikan untuk negara dan bersifat wajib serta terutang oleh orang pribadi maupun badan dengan cara memaksa sesuai pada peraturan Undang-Undang yang berlaku, namun tidak memperoleh imbalan balas jasa yang diterima secara langsung karena digunakan untuk keperluan negara agar mencapai kemakmuran rakyat”.

Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S.H. dalam (Waluyo, 2017)

“Pajak merupakan iuran yang diberikan untuk kas negara sesuai dengan peraturan Undang-Undang yang berlaku dan dapat dilakukan dengan cara paksa, namun tidak memperoleh balas jasa secara langsung serta dapat digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran umum untuk keperluan negara”.

2. Wajib Pajak Orang Pribadi

Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, serta mempunyai

(20)

hak dan kewajiban perpajakannya sesuai pada peraturan perundang- undangan perpajakan.”

“Wajib Pajak Orang Pribadi merupakan orang pribadi yang berada di Negara Indonesia dalam jangka waktu lebih dari 183 hari selama 12 bulan dan memiliki tempat tinggal yang berada di Negara Indonesia, maupun orang pribadi yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan dalam suatu tahun masa pajak berada di Indonesia”.

B. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Suriasumantri, 1987:104 (dalam Sjamsuri, 1989:2)

“Pengetahuan adalah segenap yang diketahui tentang suatu obyek yaitu berupa ilmu”. Menurut Poedjawijatna, 1983:14 (dalam Sjamsuri, 1989:2) mengemukakan rumusan singkat tentang pengetahuan yaitu tidak lain dari hasil tahu, karena dengan adanya kontak pada alam lingkungan melalui panca indera yang kita punya kita dapat mengetahui sesuatu. Panca indra digunakan sebagai penginderaan terhadap objek seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa dan perabaan. Penginderaan dapat menghasilkan pengetahuan yang dipengaruhi dengan adanya intensitas perhatiandan persepsi terhadap suatu objek.

Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan. Pengetahuan merupakan informasi kognitif yang dapat digunakan dalam membuat keputusan yang baik dan dapat bertindak dengan baik (Adeney, 2000:73).

(21)

2. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmojo, 2007 (dalam Agiviana, 2015) menyebutkan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:

1. Tahu

Artinya kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk diantaranya mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami

Artinya kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara benar.

3. Aplikasi

Artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi nyata yaitu menggunakan hukum-hukum, rumus-rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain.

4. Analisis

Artinya kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitan satu sama lain.

5. Sintesis

Artinya kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru.

(22)

6. Evaluasi

Artinya kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu mater atau objek. Penilaian-penilaian tersebut berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada.

3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan melakukan wawancara atau kuesioner dengan menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek peneliti atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan, Sedangkan kualitas pengetahuan pada masing-masing pengetahuan dapat dilakukan dengan scoring dimana dikatakan baik jika skor 75%-100%, dikatakan cukup jika skor 55%-74%, dikatakan kurang jika skor 55% (Arikunto, 2006).

C. Pengetahuan Tax Amnesty

1. Pengertian Pengetahuan Tax Amnesty

Pengetahuan perpajakan merupakan pemahaman Wajib Pajak mengenai hukum, Undang-undang, dan tata cara perpajakan yang benar khususnya mengenai peraturan tax amnesty. Pengetahuan tax amnesty merupakan suatu pengetahuan tentang program pengampunan pajak yang diberikan oleh pemerintah kepada Wajib Pajak berupa penghapusan sanksi administrasi, penghapusan pajak yang seharusnya terutang, dan

(23)

penghapusan sanksi pidana dalam bidang perpajakan atas harta yang belum dilaporkan dalam SPT dilakukan dengan cara melunasi seluruh penunggakan dan membayar uang tebusan menurut Dirijen Pajak, 2016 (dalam Rosyida, 2018:37).

Pengetahuan sangat penting dalam membantu Wajib Pajak melaksanakan kewajibanya, khususnya pengetahuan tentang pajak.

Seorang Wajib Pajak dikatakan patuh terlebih dahulu harus mengetahui apa yang menjadi kewajibanya. Apabila Wajib Pajak tidak memiliki dasar pengetahuan perpajakan, maka Wajib Pajak akan mengalami kesulitan dalam mendaftarkan diri, mengisi surat pemberitahuan (SPT), tidak mengetahui berapa jumlah pajak yang seharusnya ia bayar dan menyetor pajaknya, Siti, 2014 (dalam, Rosyida, 2018:33).

2. Tujuan dan Manfaat Tax Amnesty

Tujuan dan manfaat dari tax amnesty adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui repatriasi aset yang ditandai dengan peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi

b. Perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif dan terintegrasi

c. Meningkatkan penerimaan pajak

d. Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang tidak taat hukum dan meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya didalam bidang perpajakan.

(24)

3. Subjek dan Objek Pajak Yang Berhak Mendapat Tax Amnesty a. Subyek pajak yang berhak mendapatkan tax amnesty adalah setiap

Wajib Pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan SPT tahunan PPh, kecuali Wajib Pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan, Wajib Pajak yang sedang dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan dan Wajib Pajak yang sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan.

b. Jenis objek pajak yang berhak mendapat pengampunan pajak atau tax amnesty adalah objek pajak yang belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT tahunan PPh, yaitu pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPn), Pajak atas penjualan barang mewah (PPnBM), harta warisan dan harta hibah yang diterima dari orang tua kandung.

4. Mekanisme Pengajuan Tax Amnesty

Mekanisme Wajib Pajak melakukan pengajuan permohonan tax amnesty adalah sebagai berikut:

a. Tahap pertama, Wajib Pajak yang memiliki NPWP harus mengungkapkan terlebih dahulu semua nilai aktiva bersih yang belum pernah dilaporkan di SPT tahunan ke kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar.

b. Tahap kedua adalah membayar uang tebusan sesuai tarif yang telah ditetapkan dalam UU No. 11 Tahun 2016 tentang tax amnesty dan melunasi seluruh pajak yang ditanggung. Besarnya tarif uang tebusan

(25)

terbagi dalam 3 periode waktu, untuk memberikan kebebasan waktu bagi wajib pajak kapan akan ikut program pengampunan pajak. Periode I, berlaku dari 1 Juli 2016 sampai dengan 30 September 2016. Periode II, berlaku dari tanggal 1 Oktober 2016 sampai dengan 31 Desember 2016 dan Periode III, dari 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.

Semakin cepat Wajib Pajak melaporkan asetnya atau objek pajaknya, maka tarif tebusan semakin rendah.

c. Setelah membayar uang tebusan dan melunasi seluruh pajak yang ditanggung, maka Wajib Pajak dapat mengajukan surat permohonan pengampunan pajak kepada menteri keuangan. Jadi sangatlah tepat slogan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, yaitu ungkap, tebus dan kelegaan akan dirasakan oleh wajib pajak tersebut.

5. Kebijakan Tax Amnesty 2016

Pemerintah Indonesia telah melakukan suatu kebijakan di bidang perpajakan yang merupakan upaya “terobosan” pemerintah dalam memperoleh dana dalam jangka waktu yang lebih cepat. Kebijakan tersebut adalah kebijakan Pengampunan Pajak atau yang dikenal dengan Tax Amnesty.

Tujuan jangka pendeknya adalah meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan dan tujuan tax amnesty dalam jangka panjang adalah peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak melalui perluasan Wajib Pajak dan penatan basis administrasi pajak. Tax amnesty diberlakukan di Indonesia didasarkan pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang

(26)

Pengampunan Pajak. Berbeda dengan prinsip penegakan hukum (Law enforcement) di bidang perpajakan, yang pada prinsipnya pelaksanaan ketentuan perpajakan harus dilakukan secara konsekuen, bagi Wajib Pajak yang kurang atau tidak patuh harus dikenakan sanksi yang berlaku, program tax amnesty sebaliknya justru memberikan pengampunan kepada Wajib Pajak dengan membayar sejumlah uang tebusan.

Tax amnesty dilakukan pemerintah Indonesia dilakukan di tengah- tengah ekonomi yang lesu sebagai senjata yang ampuh untuk mendapatkan penerimaan negara yang diinginkan demi keberlanjutan program-program pemerintah. Tax amnesty dilakukan untuk menarik uang dari warga negara Indonesia yang disinyalir menyimpan uangnya secara rahasia di negara negara bebas pajak seperti di Panama atau di negara-negara lain. Harapan pemerintah dengan adanya program tax amnesty ini dengan uang tebusan yang sangat murah, dapat menarik minat warga negara Indonesia untuk mengalihkan simpanannya atau berinvestasi ke dalam negeri.

Tax Amnesty yang dilaksanakan pada tahun 2016 dilakukan melalui 3 periode. Periode pertama tax amnesty berlangsung dari 28 Juni 2016-30 September 2016, dilanjutkan periode kedua yang mulai dari 1 Oktober 2016-31 Desember 2016. Periode ketiga dan terakhir dari kebijakan ini berlangsung pada 1 Januari 2017-31 Maret 2017. Berdasarkan data statistik tax amnesty yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan repatriasi sebesar Rp 137 triliun, Deklarasi luar negeri Rp 951 triliun dan deklarasi dalam negeri sebesar Rp 2.532 triliun, sehingga secara total

(27)

berjumlah Rp 3.620 triliun dengan dana tebusan yang masuk ke kas negara berjumlah Rp 97,2 triliun. Pada tahap I, dana tebusan baru mencapai 58,91% dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 165 triliun.

Jumlah peserta tax amnesty tahap I sebesar 366.768 Wajib Pajak atau baru mencapai 2% dari total Wajib Pajak yang terdaftar menyampaikan SPT 2015 sebesar 18.159.840, sehingga masih terdapat 98% Wajib Pajak terdaftar yang belum mengikuti tax amnesty.

Pemerintah melakukan upaya untuk mendorong realisasi tax amnesty pada periode II dan III agar dapat mencapai target yang ditetapkan.

Pertama, Pemerintah akan tetap fokus pada Wajib Pajak yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak berpengaruh dan berkuasa baik ditingkat pusat maupun daerah seperti pejabat pemerintahan, jajaran direksi BUMD, BUMN dan perusahaan swasta. Kedua, Pemerintah juga akan menyisir Wajib Pajak yang tidak masuk pada golongan pertama, tetapi dari hasil analisis data yang dilakukan otoritas pajak memiliki kendaraan bermotor, kapal, properti, saham, dan obligasi.

D. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Persepsi dalam Kamus Besar Indonesia adalah “proses seseorang dalam mengetahui beberapa hal yang dilakukan melalui pancaindranya.” Menurut Robbins et al (2015:78) persepsi adalah suatu proses dalam mengartikan lingkungan sekitar yang dilakukan dengan menyusun dan

(28)

menginterpretasikan impresi sensoris”. Persepsi merupakan suatu proses penginterpretasian, pengorganisasian terhadap rangsang yang dapat diterima oleh individu maupun organisme sebagai aktivitas integrated dalam diri individu menurut Walgitu 2001 (dalam Sunaryo 2004:93).

Persepsi menurut Lubis, 2010 (dalam, Matiin 2019) adalah

“Persepsi merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang pada saat melihat atau menginterpretasikan peristiwa, manusia, dan objek sebagai pengalaman mengenai adanya hubungan yang dapat dilakukan dengan cara menafsirkan pesan dan menyimpulkan informasi. Persepsi dapat dikatakan aktif dan rumit karena persepsi merupakan pertemuan yang terjadi antara kenyataan persepsi yang melibatkan kegiatan kognitif dan proses kognitif”.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Sejumlah faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang mengubah persepsi. Faktor-faktor ini bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi tersebit dibuat. Ketika seorang individu melihat sebuah target dan berusaha untuk menginterprestasikan apa yang di lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai karakteristik pribadi dari pembuat persepsi individual tersebut. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, minat, pengalaman masa lalu, dan harapan-harapan seseorang.

Karakteristik target yang diobservasi bisa mempengaruhi apa yang diartikan. Individu yang bersuara keras cenderung diperhatikan dalam sebuah kelompok dibandingkan dengan individu yang diam. Begitu pula dengan individu yang luar biasa menarik atau tidak menarik. oleh karena

(29)

target tidak dilihat secara khusus, hubungan sebuah target dengan latar belakangnya juga mempengaruhi persepsi, seperti halnya kecenderungan kita untuk mengelompokkan hal-hal yang dekat dan hal-hal yang mirip.

Konteks dimana kita melihat berbagai objek atau peristiwa juga penting. Waktu sebuah objek dan peristiwa dilihat dapat mempengaruhi perhatian, seperti halnya lokasi, cahaya, panas atau sejumlah faktor situasional lainnya (Robbins, 2008).

Menurut Azwar (2007), perbedaan persepsi bisa disebabkan oleh:

a. Perhatian

Biasanya seseorang tidak dapat menangkap seluruh rangsangan yang ada disekitarnya sekaligus tetapi dapat memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja.

b. Set

Set adalah harapan yang terdapat dalam diri seseorang terhadap rangsangan yang akan timbul.

c. Kebutuhan

Kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi orang tersebut.

d. Sistem nilai

Sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh terhadap persepsi.

(30)

e. Ciri kepribadian

Ciri kepribadian yang dimiliki oleh seseorang akan berpengaruh terhadap respon dari rangsangan yang diterima.

f. Gangguan jiwa

Gangguan kejiwaan dapat menimbulkan kesalahan persepsi yang disebut halusinasi.

3. Cara Pengukuran Persepsi

Pengukuran persepsi dapat dilakukan dengan membuat pernyataan yang memberikan alternatif pilihan jawaban terhadap responden.

Pernyataan yang dibuat menggambarkan pendapat, penilaian, dan penafsiran responden tentang suatu objek. Untuk pengukuran persepsi yang diketahui adalah objektifitas pendapat, penilaian dan keyakinan responden terhadap suatu objek. Hasil kumulatif dari penilaian bisa menimbulkan kesan positif atau kesan negatif pada responden terhadap objek yang dinilai Widayatun, 1999 (dalam Agiviana, 2015).

E. Keadilan

1. Pengertian Keadilan

Keadilan menurut Rawls (dalam Fhyel 2018:14) :

“Keadilan adalah keadilan yang bijak pada setiap individu dalam kondisi asli manusia ketika berada dalam satu garis permulaan yang sama dalam sebuah kompetisi. Keadilan yang setara berarti memberikan kesempatan setara pada setiap individu untuk memberikan kualifikasi terbaiknya dalam masyarakat untuk menghasilkan capaian yang terbaik dari sebuah kompetisi”.

(31)

Keadilan menurut Mangoting (dalam Poluan 2010:16) :

“Keadilan adalah kata kunci yang dilakukan pemerintah sebagi upaya untuk memungut dana masyarakat (transfer of resources) yang sesuai dengan asas equality (keadilan) yaitu pajak harus dikenakan secara merata dan adil. Pajak dikenakan kepada orang pribadi yang sebanding dengan kemampuan dalam membayar pajak sesuai dengan manfaat yang diterima negara”.

Keadilan menurut Anggraeni 2013:15 :

“Fairness berasal dari kata bahasa Inggris yang berarti adil, wajar, dan jujur. Dalam hal ini, kata fairness lebih ditujukan pada definisi adil.

Adil berarti seimbang dan tidak berat sebelah yang dapat diartikan juga sebagai adil. Melalui pengertian adil, menunjukkan bahwa sistem pajak yang ada pada suatu negara haruslah terfokus pada kepentingan seluruh pihak, tidak mementingkan dan merugikan pihak yang satu dengan yang satunya”.

Keadilan merupakan sifat perbuatan yang tidak sewenang-wenang terhadap sistem perpajakan yang berlaku menurut Andarini,2010 (dalam Anggraeni, 2013:33). Teori Keadilan dalam pelaksanaan tax amnesty berperan dalam melihat apakah sistem pajak yang ada dalam suatu negara sudah berjalan sesuai dengan hukum dan standar yang sudah memenuhi kriteria adil atau belum. Jika Wajib Pajak tidak setuju dengan kebijakan pemerintah, atau Wajib Pajak merasa tidak mendapatkan perlakuan yang adil dari pemerintah untuk pembayaran pajak, maka Wajib Pajak akan merasa tertekan dan mengubah pandangannya terhadap keadilan pajak sehingga berakibat pada perilaku Wajib Pajak, yaitu Wajib Pajak akan melaporkan pendapatannya kurang dari apa yang seharusnya menjadi beban pajak yang ditanggung.

Dilihat dari sisi lain, keadilan dalam pelaksanaan tax amnesty dianggap dapat mencederai keadilan bagi Wajib Pajak yang selama ini patuh dalam

(32)

membayar pajak. Hal tersebut disebabkan karena Wajib Pajak merasa diperlakukan secara tidak adil bagi Wajib Pajak yang tidak atau kurang patuh karena mendapat pengampunan pajak yang tarif pajaknya jauh lebih ringan dibandingkan dengan tarif pajak bagi Wajib Pajak yang patuh, oleh sebab itu tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak adil.

2. Jenis Keadilan

Jenis-jenis keadilan menurut Teori Plato adalah sebagai berikut : a. Keadilan Moral

Yaitu keadilan yang terjadi apabila mampu memberikan perlakukan seimbang antara hak dan kewajibannya yang diberikan dan dilaksanakan oleh Wajib Pajak

b. Keadilan Prosedural

Yaitu keadilan yang terjadi apabila seseorang melaksanakan perbuatan sesuai dengan tata cara yang berlaku seperti tercantum didalam Undang-Undang.

Jens-jenis keadilan secara umum sebagai berikut : a. Keadilan Komunikatif (Iustitia Communicativa)

Yaitu keadilan yang memberikan kepada masing-masing Wajib Pajak terhadap apa yang menjadi bagiannya dengan berdasarkan pada hak yang akan diterima.

b. Keadilan Distributif (Iustitia Distributiva)

Yaitu keadilan yang memberikan kepada masing-masing Wajib Pajak terhadap apa yang menjadi hak pada suatu subjek hak yaitu individu.

(33)

Keadilan distributif adalah keadilan yang menilai dari proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan jasa, kebutuhan, dan kecakapan yang akan diterima.

c. Keadilan Legal (Iustitia Legalis)

Yaitu keadilan menurut Undang-Undang dimana objeknya adalah masyarakat yang dilindungi Undang-Undang untuk kebaikan dan kepentingan bersama.

d. Keadilan Vindikatif (Iustitia Vindicativa)

Yaitu keadilan yang memberikan hukuman atau denda sesuai dengan pelanggaran atau kejatahannya sebagaimana diatur dalam Undang- Undang.

3. Prinsip Keadilan

Prinsip Keadilan menurut Siahaan, 2010 (dalam Yezzie, 2017:12), dibagi ke dalam tiga pendekatan aliran pemikiran, yaitu:

a. Prinsip Manfaat (benefit principle)

Prinsip ini menyatakan bahwa suatu sistem pajak dapat dikatakan adil apabila kontribusi yang diberikan oleh setiap Wajib Pajak sesuai dengan manfaat yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah. Jasa pemerintah ini meliputi berbagai sarana atau fasilitas yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan prinsip ini maka sistem pajak yang benar-benar adil akan sangat berbeda tergantung pada struktur pengeluaran pemerintah, oleh

(34)

sebab itu prinsip manfaat tidak hanya menyangkut kebijakan pajak saja, tetapi juga kebijakan pengeluaran pemerintah yang dibiayai oleh pajak.

b. Prinsip Kemampuan Membayar (ability to pay principle)

Pada pendekatan ini, masalah pajak hanya dilihat dari sisi pajak itu sendiri terlepas dari sisi pengeluaran publik (pengeluaran pemerintah untuk membiayai pengeluaran bagi kepentingan publik). Menurut prinsip ini, perekonomian memerlukan suatu jumlah penerimaan pajak tertentu, dan setiap Wajib Pajak diminta untuk membayar sesuai dengan kemampuannya. Prinsip kemampuan membayar secara luas digunakan sebagai pedoman pembebanan pajak. Pendekatan prinsip kemampuan membayar dipandang jauh lebih baik dalam mengatasi masalah redistribusi pendapatan dalam masyarakat, tetapi mengabaikan masalah yang berkaitan dengan penyediaan jasa-jasa publik.

c. Keadilan Horizontal dan Keadilan Vertikal 1) Keadilan Horizontal

Keadilan horizontal dapat diartikan bahwa orang-orang yang mempunyai kemampuan sama harus membayar pajak dalam jumlah yang sama sesuai dengan tarif dan ketentuan yang berlaku.

2) Keadilan Vertikal

Prinsip keadilan vertikal berarti bahwa orang-orang yang mempunyai kemampuan lebih besar harus membayar pajak dalam jumlah yang lebih besar.

(35)

4. Teori Hukum Keadilan

Teori hukum keadilan merupakan kesamaan hak sebagai wadah yang sama dan didasarkan pada nilai hukum dan yang dikemukakan oleh Gustav Rabruch, yaitu :

a. Nilai tentang kepastian hukum

Kepastian hukum merupakan sebuah bentuk perlindungan bagi yustisiabel (pencari keadilan) terhadap tindakan sewenang- wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu dan merupakan hal yang penting dan salah satu cara untuk menjaminnya adalah dengan dibuatnya perjanjian atau akta yang dibuat oleh para pihak. Akta dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni akta dibawah tangan (dibuat oleh masing-masing pihak, disetujui dan mengikat bagai Undang-undang bagi para pihak) dan akta otentik (dibuat oleh pejabat yang berwenang, bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, mengikat para pihak). Selain itu, dapat juga membantu para pihak yang berselisih dalam hal pembuktian apabila di masa depan terjadi perselisihan antara kedua belah pihak.

Undang-Undang yang memberikan jaminan dalam perlindungan tax amnesty bagi para Wajib Pajak yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak atau yang lebih dikenal dengan Tax Amnesty, oleh sebab itu tanpa adanya kepastian hukum berupa Undang-Undang yang mengikat, maka orang tidak akan mengetahui apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya akan

(36)

menimbulkan ketidakpastian (uncertainty) yang pada akhirnya akan menimbulkan kekerasan (chaos) akibat ketidaktegasan sistem hokum sehingga dengan demikian kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap dan konsisten dimana pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif.

b. Nilai tentang keadilan

Keadilan dalam pandangan Aristoteles dimaknai sebagai ius sun cuique tribuere, keadilan tidak boleh dipandang sama arti dengan penyamarataan sehingga keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama. Keadilan mengedepankan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Dikatakan tidak adil apabila hak yang diperoleh lebih besar atau kecil dari kewajiban yang dilakukan, begitu juga sebaliknya.

Dalam konteks pemenuhan keadilan, dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 menunjukkan sisi keadilan dengan memberikan persyaratan bagi seseorang agar memperoleh tax amnesty dengan cara terlebih dahulu harus melunasi seluruh tunggakan pajak dan membayar uang tebusan sesuai dengan pengelompokan tarif uang tebusan.

Pengelompokan tarif tebusan terdiri dari 3 kelompok yaitu Kelompok Pertama, tarif uang tebusan atas Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam

(37)

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan. Kedua, tarif uang tebusan atas Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketiga, tarif uang tebusan bagi wajib pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir yang sehari- hari dikenal dengan Usaha Mikro.

c. Nilai tentang Kemanfaatan

Kemanfaatan dalam penegakan hukum merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dalam mengukur keberhasilan penegakan hukum di Indonesia. Menurut aliran Utilitarianisme, penegakan hukum mempunyai tujuan berdasarkan manfaat tertentu (teori manfaat atau teori tujuan), dan bukan hanya sekedar membalas perbuatan pembuat pidana, bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang melakukan tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan- tujuan tertentu yang bermanfaat.

Kemanfaatan tidak hanya bermanfaat kepada individu pencari keadilan, namun juga memberikan efek kepada masyarakat secara luas.

Putusan yang mengandung nilai kemanfaatan mempertimbangkan hasil akhir yang mencerminkan kemanfaatan bagi kepentingan masyarakat pada umumnya.

(38)

Makna kemanfaatan tidak selalu terlihat pada angka penerimaan yang dicapai pada uang tebusan yang diperoleh, namun sisi kemanfaatan dapat dilihat pada tujuan jangka panjang yang dititik beratkan pada perbaikan dan perluasan basis data perpajakan. Kemanfaatan pada pengaturan kebijakan tax amnesty bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum, karena kemanfaatan diartikan sebagai kebahagiaan yang dapat memberikan kebahagiaan bagi banyak orang.

F. Persepsi Keadilan

Persepsi keadilan menurut Sekarwangi, 2014 (dalam Wirakusuma 2018:1) : Persepsi keadilan merupakan gambaran persepsi individu terhadap perlakuan yang diterima dari sebuah organisasi dan menimbulkan reaksi perilaku pada persepsi tersebut. Persepsi seorang individu tentang keadilan merupakan elemen penting, dengan kata lain keadilan bersifat subyektif yang terdapat dalam persepsi individu.

Smither dalam Warokka et al. (2012) berpendapat bahwa persepsi keadilan berasal dari anggapan terhadap hasil yang akan diterima. Hasil yang diterima merupakan persepsi individu terhadap keadilan yang dapat berpengaruh terhadap reaksi afektif dan reaksi tersebut berpengaruh terhadap perilaku yang dilakukan.

Persepsi dibentuk oleh dua faktor yaitu faktor internal yang berhubungan dengan karakterisrik dari individu dan faktor eksternal yang berhubungan dengan lingkungan dan situasi (Luthans, 2002: 58-61 dalam Arum, 2012).

Persepsi ini berasal dari penilaian seorang WPOP yang timbul dari kepentingan

(39)

yang terdapat dalam dirinya sendiri dan penilaian terhadap pemerintah terkait dengan pengelolaan pajak. Persepsi keadilan pajak sangat penting karena pajak menjadi sumber penerimaan internal yang terbesar dalam APBN, oleh sebab itu hal ini menjadikan kepatuhan dan kesadaran bagi Wajib Pajak untuk mencapai keberhasilan penerimaan pajak.

G. Pelaksanaan Tax amnesty

1. Sejarah Kebijakan Tax amnesty

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang pernah melaksanakan kebijakan tax amnesty dimulai sejak pada tahun 1964 sampai dengan tahun 2016. Tax amnesty dillakukan sebanyak 3 kali yaitu pada tahun 1964, tahun 1984, dan tahun 2016. Kebijakan tax amnesty mempunyai tujuan untuk mengembalikan dana revolusi melalui perangkat pada Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres). Berikut sejarah tax amnesty yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu:

a. Tax amnesty Tahun 1964

Pada tahun 1964 dilakukan tax amnesty pertama kali pada masa pemerintahan Presiden Soekarno bersamaan dengan penerbitan Penetapan Presiden Republik Indonesia yang diatur pada peraturan Tax Amnesty Nomor 5 Tahun 1964. Kebijakan tax amnesty digunakan untuk menarik dana yang berasal dari masyarakat sebelum dikenai pajak, namun pada saat bersamaan juga dengan dikeluarkan paket

(40)

kebijaksanaan ekonomi dan keuangan yang berada di bawah kendali Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE).

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor Instruksi 6/KOTOE Tahun 1962 dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor Instruksi 2/KOTOE Tahun 1962, pemerintah memberikan jaminan mengenai daya beli atau modal yang digunakan untuk usaha produktif yang bebas dari tuntutan perpajakan dan menginstruksikan instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang pidana maupun fiskal untuk tidak mengadakan suatu penyelidikan, pertanyaan, dan pemeriksaan yang berkaitan dengan asal-usul kekayaan tersebut. Bentuk tax amnesty pada tahun 1964 adalah tax amnesty tipe investigatsi amnesty. Investigasi amnesty menurut Sawyer adalah “Pengampunan yang menjanjikan tidak melakukan penyelidikan terhadap sejumlah uang pengampunan yang harus dibayar dan sumber penghasilan yang dilaporkan pada tahun tertentu”.

Berdasarkan pada konsep tersebut, mewajibkan subjek pengampunan untuk membayar sejumlah uang tebusan sebesar 5% untuk tarif reduksi dan 10%. Subjek tax amnesty yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan, sedangkan objek tax amnesty yaitu pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak perseroan, dan bea meterai modal (atas penempatan modal dalam perseroan yang belum dilaporkan). Syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan tax amnesty, yaitu perangkat hukum, kampanye tentang tax amnesty, adanya jaminan kerahasiaan atas data yang diungkapkan, dan perbaikan struktural dan untuk masa

(41)

pengampunan pajak yang berlaku dapat dihitung kurang lebih satu tahun sejak tanggal pada peraturan berlaku hingga pada tanggal 17 Agustus 1965. Dilihat dari sisi perangkat hukum, tax amnesty pada tahun 1964 memiliki dasar hukum dalam bentuk penetapan Presiden.

b. Tax amnesty Tahun 1984

Tax amnesty pada tahun 1984 diberlakukan pada masa pemerintahan presiden Soeharto sesuai dengan penerbitan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1984 yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.04/1984 tentang Pelaksanaan Tax amnesty. Keputusan Menteri Keuangan No. 966/KMK.04/1983 tentang Faktor Penyesuaian Penghitungan Pajak Penghasilan. Tax amnesty yang ditetapkan tahun 1984 merupakan pelengkap dari pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan yang tercantum dalam Nomor 6, 7, dan 8 Tahun 1983. Latar belakang pemerintah dalam menetapkan kebijakan tax amnesty tahun 1984 adalah:

1) Sehubungan dengan diberlakukannya sistem perpajakan yang baru sehingga pemerintah mengharapkan peningkatan peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

2) Diperlukan adanya pangkal tolak yang bersih berdasarkan kejujuran dan keterbukaan dari masyarakat, namun keinginan wajib pajak untuk membuka diri tampaknya masih diliputi oleh keraguan terhadap akibat adanya hukum yang timbul.

(42)

3) Adanya dukungan dari masyarakat, baik yang terdaftar maupun belum terdaftar sebagai Wajib Pajak.

Bentuk tax amnesty pada tahun 1984 sama dengan tax amnesty pada tahun 1964, yaitu investigation amnesty. Tax amnesty tahun 1984 memungkinkan Wajib Pajak bebas dari laporan tentang kekayaan dan penyusutan fiskal. Mekanisme untuk mendapatkan pengampunan yang dilakukan adalah mewajibkan wajib pajak untuk membayar sejumlah uang tebusan. Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menetapkan kebijakan tax amnesty, yaitu kelayakan, cakupan, insentif, dan durasi. Faktor kelayakan mengharuskan suatu tax amnesty untuk menentukan Wajib Pajak mana yang dapat menikmati tax amnesty.

Mengacu pada hal tersebut, tax amnesty tahun 1984 memberikan kesempatan kepada semua orang pribadi atau badan usaha, baik yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak maupun yang belum pernah mendaftarkan diri pada kantor pelayanan pajak untuk dapat mengikuti tax amnesty.

2. Pengertian Tax amnesty Menurut Basuki (2017:224) :

“Tax amnesty merupakan pengampunan pajak yang berasal dari pemerintah kepada Wajib Pajak yang diberikan dalam bentuk penghapusan pajak terutang, sanksi pidana dalam bidang perpajakan, dan sanksi administrasi perpajakan atas harta yang diperoleh tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam bentuk SPT dan hanya dapat dilakukan dengan cara membayar sejumlah uang tebusan dan melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki”.

(43)

Berdasarkan UU Nomor 11 tahun 2016 Pasal 1 ayat 1:

“Tax amnesty merupakan penghapusan pajak terutang yang tidak dikenai sanksi sanksi pidana maupun administrasi perpajakan yang dapat dilakukan dengan cara mengungkap harta yang dimiliki dan membayar sejumlah uang tebusan seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang”.

3. Asas dan Tujuan Tax amnesty

Tax amnesty dilaksanakan berdasarkan asas:

a. Kepastian hukum yang dimaksud yaitu pelaksanaan tax amnesty diharapkan dapat mewujudkan ketertiban didalam masyarakat dengan adanya jaminan kepastian hukum.

b. Keadilan yang dimaksud yaitu dengan terlaksananya tax amnesty dapat menjunjung tinggi antara keseimbangan hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat.

c. Kemanfaatan yang dimaksud yaitu pengaturan kebijakan tax amnesty bermanfaat untuk kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat untuk memajukan kesejahteraan umum.

d. Kepentingan nasional yang dimaksud yaitu pelaksanaan tax amnesty mengutamakan kepentingan negara, bangsa dan masyarakat dibandingkan dengan kepentingan lainnya.

Tax amnesty bertujuan untuk:

a. Mempercepat restrukturisasi ekonomi dan pertumbuhan yang dilakukan melalui pengalihan harta yang berdampak pada perbaikan nilai tukar rupiah, peningkatan likuiditas domestik, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi.

(44)

b. Mendorong adanya reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang adil dan adanya perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, terintegrasi, dan komprehensif.

c. Meningkatkan penerimaan pajak yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan.

4. Subjek dan Objek Tax Amnesty

Berdasarkan penjelasan Pasal 3 UU No. 11 tahun 2016 tentang tax amnesty dan Peraturan Menteri Keuangan No. 118/PMK.03/2016 tentang pelaksanaan UU No. 11 tahun 2016 tentang tax amnesty. “Subjek tax amnesty adalah Wajib Pajak yang berkewajiban untuk menyetorkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Objek tax amnesty adalah kewajiban dalam bidang perpajakan yang sampai pada akhir tahun pajak belum diselesaikan oleh Wajib Pajak sepenuhnya”.

5. Tarif dan Cara Menghitung Uang Tebusan

Tarif uang tebusan atas harta yang berada di wilayah NKRI dan harta yang berada di luar wilayah NKRI dialihkan ke dalam wilayah NKRI yang dapat diinvestasikan di dalam wilayah NKRI dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun yang terhitung sejak dialihkan, yaitu sebesar:

a. 2% yaitu pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga yang terhitung sejak Undang-Undang mulai diberlakukan yang digunakan untuk periode penyampaian Surat Pernyataan.

(45)

b. 3% yaitu pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai diberlakukan hingga pada tanggal 31 Desember 2016 yang digunakan untuk periode penyampaian Surat Pernyataan.

c. 5% yaitu terhitung sejak pada tanggal 1 Januari 2017 hingga pada tanggal 31 Maret 2017 yang digunakan untuk periode penyampaian Surat Pernyataan.

Tarif uang tebusan atas harta yang berada di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI, yaitu sebesar:

a. 4% yaitu pada bulan pertama sampai dengan pada akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang mulai diberlakukan yang digunakan untuk periode penyampaian Surat Pernyataan.

b. 6% yaitu pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang mulai diberlakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2016 yang digunakan untuk periode penyampaian Surat Pernyataan.

c. 10% yaitu terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 yang digunakan untuk periode penyampaian Surat Pernyataan.

Tarif Uang Tebusan yang diperuntukan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran usaha sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak, yaitu sebesar:

(46)

a. 0,5% yaitu mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak

b. 2% yaitu mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan, untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang- Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 yang diperuntukkkan bagi Wajib Pajak.

6. Syarat dan Permohonan Tax Amnesty

Berdasarkan Pasal 8 UU No. 11 Tahun 2016 tentang tax amnesty disebutkan bahwa:

a. Untuk memperoleh Tax amnesty yang dilakukan oleh Wajib Pajak adalah menyampaikan Surat Pernyataan kepada Menteri.

b. Surat Pernyataan terdapat pada ayat (1) yang ditandatangani oleh:

1) Wajib Pajak orang pribadi;

2) Pemimpin tertinggi berdasarkan pada akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan; atau 3) Orang yang menerima kuasa sebagai pemimpin tertinggi yang

tercantum pada huruf b berhalangan.

c. Wajib Pajak yang tercantum pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

2) Membayar sejumlah uang tebusan;

(47)

3) Melunasi keseluruhan pajak yang ditanggung;

4) Membayar pajak yang kurang atau tidak dibayar atau membayar pajak yang seharusnya tidak diberikan kembali bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan sebagai bukti permulaan dan/atau penyidikan;

5) Menyampaikan SPT PPh terakhir yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan

6) Mencabut permohonan:

a) Mengembalikan kelebihan pembayaran pajak;

b) Penghapusan atau pengurangan mengenai sanksi administrasi dalam bidang perpajakan yang tertulis didalam surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak yang terdapat pokok pajak yang terutang;

c) Pembatalan atau pengurangan ketetapan pajak yang tidak benar;

d) Keberatan;

e) Pembetulan surat keputusan dan surat ketetapan pajak;

f) Banding;

g) Gugatan; dan/atau

h) Peninjauan kembali atas Wajib Pajak yang sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkannya surat keputusan atau putusan.

(48)

c. Uang tebusan yang tercantum pada ayat (3) huruf b harus dibayar lunas ke kas negara melalui bank persepsi.

d. Pembayaran uang tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 menggunakan surat setoran pajak yang berfungsi sebagai bukti pembayaran uang tebusan setelah mendapatkan validasi.

e. Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak harus mengalihkan harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menginvestasikan harta dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun:

1) Sebelum pada tanggal 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak yang memilih untuk menggunakan tarif uang tebusan seperti tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b; dan/atau

2) Sebelum pada tangga 31 Maret 2017 bagi Wajib Pajak yang memilih untuk menggunakan tarif uang tebusan seperti tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c.

f. Wajib Pajak dalam hal mengungkapkan harta yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah NKRI, selain untuk memenuhi persyaratan seperti tercantum pada ayat (3), Wajib Pajak tidak dapat mengalihkan harta ke luar wilayah NKRI paling singkat dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak surat keterangan diterbitkan.

(49)

7. Faktor Tax Amnesty

Faktor yang mempengaruhi tax amnesty, yaitu : a. Kesadaran membayar pajak

Yang memiliki arti suatu keadaan dimana seseorang memahami, mengetahui, dan mengerti tentang tata cara membayar pajak.

b. Pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan perpajakan

Pengetahuan adalah suatu hasil tahu terhadap obyek tertentu melalui panca indera manusia. Pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain.

c. Persepsi yang baik atas Efektifitas Sistem Perpajakan

Persepsi merupakan suatu anggapan yang ada pada pikiran manusia setelah mengamati suatu objek dengan panca indra. Persepsi mulai tumbuh akibat pengaruh interaksi dengan orang lain.

d. Sanksi Pajak

Sanksi merupakan suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau Undang- Undang sebagai rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan suatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak adalah jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dipatuhi agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan.

(50)

8. Tahapan Pelaksanaan Tax Amnesty a. Tax Amnesty 1964

Subyek tax amnesty pada tahun 1964 yaitu Orang pribadi dan badan dan obyek tax amnesty pada tahun 1964 yaitu pajak pendapatan, pajak kekayaan, dan pajak perseroan. Insentif yang diberikan berupa uang tebusan 5% dan 10% dari harta yang dimohonkan, serta bebas pidana fiskal dan pidana umum. Jangka waktu yang ditetapkan pada tanggal 9 September 1964 sampai dengan tanggal 17 Agustus 1965. Hukuman yang diberikan sebesar 400% bagi yang melanggar ketentuan.

b. Tax Amnesty 1984

Subyek tax amnesty pada tahun 1984 yaitu Wajib Pajak terdaftar dan Wajib Pajak yang belum terdaftar dan obyek tax amnesty pada tahun 1984 yaitu pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak persero, PDBR, pajak pendapatan buruh, dan pajak penjualan. Insentif yang diberikan berupa uang tebusan 1% dari jumlah kekayaan yang dimohonkan bagi yang sudah lapor SPT, dan 10% untuk yang tidak lapor. Jangka waktu yang ditetapkan pada tanggal 18 April 1984 sampai dengan tanggal 31 Desember 1984.

c. Tax Amnesty 2016

Subyek tax amnesty pada tahun 2016 yaitu Wajib Pajak orang pribadi dan badan dan obyek tax amnesty pada tahun 2016 yaitu pajak penghasilan (PPh), dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Megah. Insentif

(51)

yang diberikan berupa uang tebusan atas harta yang diahlikan kedalam wilayah NKRI sebesar 2% untuk penyampaian SPT bulan pertama sampai bulan ketiga terhitung sejak UU pengampunan pajak berlaku, 3% untuk SPT bulan keempat sampai dengan tanggal 31 Desember 2016, dan 5% untuk SPT terhitung sejak 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017, untuk uang tebusan atas harta yang tidak diahlikan ke wilayah NKRI sebesar 4% untuk penyampaian SPT bulan pertama sampai bulan ketiga terhitung sejak UU pengampunan pajak berlaku, 6% untuk SPT bulan keempat sampai dengan tanggal 31 Desember 2016, dan 10% untuk SPT terhitung sejak 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017, dan untuk tarif Uang Tebusan bagi WP yang peredaran usahanya sampai dengan Rp. 4.800.000 pada tahun pajak terakhir sebesar 0,5% bagi WP yang mengungkap kan nilai harta sampai dengan Rp. 10.000.000, dan 2% bagi WP yang mengungkap kan nilai harta lebih dari Rp. 10.000.000.000. Jangka waktu yang ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. Hukuman yang diberikan berupa tambahan penghasilan atas harta yang belum atau kurang diungkap padahal telah memperoleh Surat Keterangan akan dikenai Pajak Penghasilan (PPh) sesuai aturan di bidang Pajak Penghasilan (PPh) dan ditambah sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang bayar dan dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak atas

(52)

tambahan penghasilan yang WP tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir dan DJP menemukan data/informasi mengenai harta WP sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberita huan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan(PPh).

H. Efektivitas Pelaksanaan Tax amnesty

Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat dicapainya keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, hal ini berarti suatu kegiatan operasional proses kegiatan yang dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sehingga dapat dikatakan proses berjalannya kegiatan tersebut efektif (Angrayni, 2018:13). Efektivitas adalah melakukan sesuatu hal yang benar terutama berhubungan dengan seberapa baik suatu organisasi saling untuk memahami, bereaksi, serta dapat mempengaruhi lingkungannya (Griffin, 2003:88). Efektivitas tax amnesty terhadap penerimaan pajak bisa dilihat dari perkembangan target serta realisasi pajak sebelum dan sesudah pelaksanaan tax amnesty dilakukan.

Pelaksanaan tax amnesty dipersiapkan secara komprehensif yang sebelumnya telah disosialisasikan secara luas melalui pendekatan kepada masing-masing asosiasi sehingga Wajib Pajak yang tidak memanfaatkan masa pengampunan tersebut, dikategorikan sebagai Wajib Pajak yang tidak patuh dan perlu adanya penegakan hukum. Pelaksanaan tax amnesty merupakan upaya terobosan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak.

(53)

Tujuan pertama dari pelaksanaan program tax amnesty adalah merepatriasi dana Warga Negara Indonesia yang selama ini berada di luar negeri. Dana repatriasi diperoleh dari kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, menambah cadangan devisa, memperkuat nilai tukar rupiah, memperbaiki neraca pembayaran, dan meningkatkan likuiditas perbankan. Pelaksanaan tax amnesty akan dianggap berhasil dan berjalan dengan efektif apabila tujuan perpajakan dapat tercapai.

Elliot Uchelle (1989) berpendapat bahwa program pengampunan pajak akan efektif jika dipandang sebagai kesempatan unik yang tidak terjadi lagi.

Selain itu, pelaksanaan tax amnesty dinyatakan akan sukses jika program ini menjadi bagian dari perubahan pajak secara menyeluruh. Pelaksanaan program pengampunan pajak juga memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya, antara lain perangkat hukum yang mendukung, sosialisasi program, perbaikan structural, dan terdapatnya jaminan atas kerahasiaan data yang diungkap (Hutagaol,2003). Dalam pelaksanaan tax amnesty pemerintah perlu menetukan sebuah langkah untuk mengatasi dan mendeteksi masalah kekayaan WNI baik di dalam maupun luar negeri, hal ini diperlukan agar pemerintah mampu menentukan kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah pengindaran pajak di Indonesia sehingga dapat disimpulkan bahwa efektivitas pelaksanaan pengampunan pajak akan tercapai jika tujuan diimplementasikannya pelaksanaan program dapat tercapai serta langkah yang dilakukan untuk mengatasi atau mendeteksi masalah penghindaran pajak dapat

Gambar

Gambar 1. Model Penelitian ........................................................................................
Gambar 1. Model Penelitian
Gambar 2. Struktur Organisasi KPP Pratama Purwokerto
Tabel 1. NPWP Wajib Pajak di KPP Pratama Purwokerto
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis ternyata data menunjukkan bahwa jenis kelamin, tingkat pendidikan dapat menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap reward yang diperoleh, sedangkan

dari hasil penelitian ini diperoleh nilai signifikan Inventory Turnover berdasarkan uji t diperoleh mempunyai angka signifikan sebesar 0.700 (sig0.728 &gt; 0.05) berdasarkan

Hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019 menunjukkan: (1) semua siswa (100%) memiliki tingkat hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah yang memiliki sistem full day school tidak akan menimbulkan stres akademik pada siswa jika konsep full day school diterapkan dengan

Ukuran daerah berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah, karena hasil penelitian ini memberikan arti bahwa ketika pemerintah daerah meningkatkan

Dengan demikian hipotesis yang kedua yang menyatakan “persepsi kualitas produk dan kepercayaan merek secara parsial berpengaruh signifikan terhadap keputusan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh likuiditas, aktivitas, dan leverage terhadap perubahan laba pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang

Kesimpulan hasil peneliti ini adalah Penggunaan model TTW didukung dengan media gambar berpengaruh signifikan terhadap kemampuan kemampuan menulis petunjuk untuk