• Tidak ada hasil yang ditemukan

← PTK MATEMATIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "← PTK MATEMATIKA"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIVAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STAD DAN JIGSAW II TERHADAP HASIL BELAJAR

MATEMATIKA POKOK BAHASAN TEOREMA

PYTHAGORAS PADA SISWA KELAS II SEMESTER 1

SMP N 10 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2004/2005

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Negeri Semarang

Oleh: Nama

NIM

Program Studi Jurusan

: Fullu Azka : 4101401005

: Pendidikan Matematika : Matematika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ABSTRAK

FULLU AZKA, 2005. “KEEFEKTIVAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN JIGSAW II TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA POKOK BAHASAN TEOREMA PYTHAGORAS PADA SISWA KELAS II SEMESTER 1 SMP N 10 SEMARANG TAHUN PELAJARAN

2004/2005.”

Matematika yang bersifat deduktif aksiomatik dan berangkat dari hal-hal yang abstrak, cenderung sulit diterima dan dipahami oleh siswa sehingga mengakibatkan daya tarik siswa terhadap pelajaran matematika cukup rendah. Oleh karena itu penyajian materi perlu mendapat perhatian guru, dan hendaknya dalam pembelajaran di sekolah guru memilih dan menggunakan strategi pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik mental, fisik, maupun sosial. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Ada beberapa tipe dalam model

pembelajaran kooperatif diantaranya tipe STAD dan tipe JIGSAW II. Dari hal tersebut muncul permasalahan manakah yang lebih efektif antara pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II, ataukah pembelajaran konvensional pada siswa kelas II semester 1 SMPN 10 Semarang tahun pelajaran 2004/ 2005 pada pokok bahasan teorema Pythagoras.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan Teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe JIGSAW II, dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas II SMP N 10 Semarang Tahun Pelajaran 2004/ 2005, dengan jumlah siswa 230 orang. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik random sampling sejumlah 115 siswa yang terbagi dalam dua kelas eksperimen yaitu kelas II-D yang dikenai pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II dan kelas II-E yang dikenai pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan satu kelas kontrol yaitu kelas II-F yang dikenai pembelajaran konvensional. Kemudian ditentukan pula satu kelas Ujicoba yaitu kelas II-C. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II, model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan konvensional. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe JIGSAW II dan siswa yang dikenai

pembelajaran konvensional. Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan terdiri dari uji pendahuluan dan uji tahap akhir. Uji pendahuluan meliputi uji homogenitas dan uji normalitas, sedangkan uji tahap akhir meliputi analisis varians dan uji Rank

Berganda Duncan.

Data awal dalam penelitian ini diperoleh dari nilai ulangan harian siswa pada pokok bahasan kuadrat dan akar kuadrat. Dari data tersebut diperoleh bahwa sampel berasal dari populasi yang normal dan homogen. Setelah dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol diberi perlakuan yang berbeda, ketiga kelas tersebut diberikan tes hasil belajar pokok bahasan teorema Pythagoras. Dari tes hasil belajar tersebut diperoleh nilai rata-rata kelas D=5,007; nilai rata-rata kelas E=5,2053; dan nilai rata-rata kelas II-F= 4,338. Dari Analisis Varians diperoleh Fhitung=5,28973 dan Ftabel=3,08 berarti

(3)

Fhitung>Ftabel. Jadi Ho ditolak, dengan kata lain ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras siswa kelas II SMPN 10 Semarang Tahun Pelajaran 2004/ 2005 antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II, tipe STAD, dan siswa yang dikenai pembelajaran

konvensional. Dari uji rank Berganda Duncan diperoleh hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional dan hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional, sedangkan siswa yang dikenai model pembelajaran

kooperatif tipe JIGSAW II maupun tipe STAD mempunyai hasil belajar yang tidak berbeda secara signifikan.

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul KEEFEKTIVAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD DAN JIGSAW II TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA POKOK BAHASAN TEOREMA PYTHAGORAS PADA

SISWA KELAS II SEMESTER 1 SMP N 10 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2004/2005 telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada

:

Hari :

Tanggal : Agustus 2005

Panitia Ujian Ketua

Drs. Kasmadi Imam S, M.Sc NIP 130781011

Pembimbing Utama

Drs. Mashuri, M. Si NIP 131993875

Sekretaris

Drs. Supriyono, M. Si NIP 130815345

Ketua Penguji

Dra. Kusni, M.Si NIP 130515748 Anggota Penguji I

Pembimbing Pendamping

Drs. Mashuri, M. Si NIP 131993875

Drs. Wardono, M. Si NIP 131568905

v

Anggota Penguji II

(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Sesungguhnya kenikmatan terbesar yang harus dipelihara adalah kebaikan ketika ia memenuhi jiwa dan menghiasi keadaan.

Hanya berbekal jiwa yang tenang dan hati yang ridha, kebahagiaan dapat diraih. Berdoa dan berusaha adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.

Berucaplah syukur atas semua yang menimpamu meskipun itu menyakitkan, karena sesungguhnya Allah menyayangi Hamba-NYA yang sabar (Al Hadits).

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis peruntukkan kepada: Ibu dan Bapakku Tercinta, yang memberikan kasih sayang dan doa restunya ;

Adik-adikku Fuad, Fuzi, dan Iin yang manis dan tersayang;

Kak Agus Sarwo Edi S yang mendukung dan mendoakanku selalu;

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun diberikan izin dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Keefektivan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dan JIGSAW II Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Teorema Pythagoras Pada Siswa Kelas II Semester 1 SMP N 10 Semarang Tahun Pelajaran 2004/ 2005”, guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penyusun mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya kepada: 1. Dr. H. Ari Tri Soegito, SH, MM, Rektor Universitas Negeri Semarang;

2. Drs. Kasmadi Imam S, M.S, Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang; 3. Drs. Supriyono, M.Si, Ketua Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri

Semarang;

4. Drs. Mashuri, M.Si, dan Drs. Wardono, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan petunjuk kepada penulis selama penyusunan skripsi ini;

5. Dra. Kusni, M.Si selaku dosen penguji atas segala saran dalam penyempurnaan skripsi;

6. Sumardi Sri Purwono, S.Pd, selaku kepala SMP N 10 Semarang yang telah memberikan ijin dan bantuan selama pelaksanaan penelitian;

7. Sumiharto, S.Pd, guru matematika kelas II-C, II-D, dan II-E yang telah memberikan banyak bantuan selama pelaksanaan penelitian;

8. Ibu dan Bapakku tercinta yang memberikan kasih sayang dan doa restunya; 9. Adik-adikku tersayang yang selalu menghiburku;

10. Kak Agus Sarwo Edi S yang selalu memberi dukungan dan doa untukku;

(7)

11. Sobatku Woro, Wulan, Yayuk, Minie, dan sobatku yang lain Pendidikan Matematika S1 ’01;

12. Serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Hanya ucapan terima kasih dan doa, semoga apa yang telah diberikan tercatat sebagai amal baik dan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin.

Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat dan konstribusi nyata dalam kemajuan dunia pendidikan.

Semarang, 20 Agustus 2005

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... LEMBAR PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN ...

ii iv v vi viii xi xii 1 A. B. C.

Alasan Pemilihan Judul ... Permasalahan... Penegasan Istilah ...

1 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 Keefektivan ... Pembelajaran ... Pembelajaran Kooperatif... Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD... Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW II ... Hasil Belajar Matematika ... Pembelajaran Konvensional... Teorema Pythagoras ...

4 4 5 5 5 6 6 6 D. Tujuan Dan Manfaat... 7

1 2 Tujuan ... Manfaat ... 7 8 E. Sistematika Penulisan Skripsi ... 9

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS... 10 A.

B. C.

Matematika Sekolah ... Pembelajaran Kooperatif ... Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ...

ix

(9)

D. E. F.

Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW II... Pembelajaran Konvensional... Teori Belajar Dan Hasil Belajar Matematika...

17 20 21 1 2 3 4 5

Teori Ausubel ... Teori Skinner... Teori Gagne... Teori Gestalt... Teorema Van Hiele...

21 21 22 22 23 G. Teorema Pythagoras ... 25

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kuadrat dan Akar Kuadrat Suatu Bilangan... Luas Daerah Persegi Dan Segitiga Siku-Siku ... Teorema Pythagoras ... Pembuktian Teorema Pythagoras ... Menggunakan Teorema Pythagoras Untuk Menghitung Panjang Salah Satu Sisi Segitiga Siku-Siku Jika Sisi-Sisi Lainnya Diketahui ... Menghitung Perbandingan Sisi-Sisi Segitiga Siku-Siku Khusus (Salah Satu Sudutnya 300, 450, Dan 600) ... Menggunakan Teorema Pythagoras Pada Bangun Datar Dan Bangun Ruang ... Kebalikan Teorema Pythagoras Dan Tripel Pythagoras... Menentukan Jenis Segitiga Jika Diketahui Panjang Sisi-Sisinya...

25 26 27 28 29 29 32 34 37 10 Menyelesaikan soal cerita yang menggunakan teorema pythagoras ... 38 H.

I.

Kerangka Berpikir ... Hipotesis Penelitian ...

39 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 42 A. Metode Penentuan Obyek Penelitian... 42

1 2 Populasi... Sampel... 42 42 B. Variabel Penelitian ...

1. Variabel Bebas ... 2. Variabel terikat ...

(10)

C. D. E. F.

G.

Prosedur pengumpulan Data ... Alat Pengumpulan Data... Teknik Pengumpulan Data... Analisis Instrumen... 1. Analisis Instrumen Penelitian... 2. Analisis Uji Coba... Metode Analisis Data ...

43 46 46 46 48 50 53 1 2

Pengujuan Pendahuluan ... Uji Tahap Akhir...

53 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 58 A. Hasil Penelitian ... 58

1. ... Data Hasil Belajar Siswa ... 58 2. ... Hasil

Uji Normalitas Nilai Tes Awal Siswa... 59 3. ... Hasil

Uji Homogenitas Siswa ... 59 4. ... Hasil

Uji Hipotesis Data Hasil Belajar Siswa... 59 B. Pembahasan... 62

BAB V PENUTUP ... 67 A. B. Kesimpulan ... Saran ... 67 68

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN-LAMPIRAN...

xi

69

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4

: Data hasil Belajar Siswa ... : Hasil Uji homogenitas Populasi ... : Hasil Uji Hipotesis Data Hasil Balajar Siswa ... : Hasil Analisis lanjutan Dengan Uji Rank Berganda Duncan ...

(12)

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 3 LAMPIRAN 4 LAMPIRAN 5 LAMPIRAN 6 LAMPIRAN 7 LAMPIRAN 8 LAMPIRAN 9

: Rencana Pembelajaran Jigsaw II ... : Rencana Pembelajaran STAD ... : Rencana Pembelajaran Konvensional... : Kegiatan Pembelajaran Kooperatitif Tipe JIGSAW II ... : Kegiatan Pembelajaran Kooperatitif Tipe STAD... : Modul Jigsaw II ... : Lembar Kerja Siswa... : Kunci jawaban LKS ... : Kuis JIGSAW II ...

71 83 95 107 109 111 127 143 153 LAMPIRAN 10 : Kuis STAD ...

LAMPIRAN 11 : Tugas Rumah... LAMPIRAN 12 : Instrumen Tes Awal... LAMPIRAN 13 : Kunci Jawaban Tes Awal... LAMPIRAN 14 : Kisi-kisi Tes Uji Coba... LAMPIRAN 15 : Instrumen Tes Uji Coba ... LAMPIRAN 16 : Kunci Jawaban Tes Uji Coba ... LAMPIRAN 17 : Daftar Siswa Kelas Uji Coba... LAMPIRAN 18 : Daftar Nilai Uji Coba Instrumen Penelitian ... LAMPIRAN 19 : Analisis Hasil Uji Coba ... LAMPIRAN 20 : Contoh Hasil Perhitungan Analsis Instrumen ... LAMPIRAN 21 : Hasil Analisis Tes Uji Coba ... LAMPIRAN 22 : Kisi-kisi Tes Haisl Belajar ... LAMPIRAN 23 : Tes Hasil Belajar... LAMPIRAN 24 : Kunci Tes Hasil Belajar ... LAMPIRAN 25 : Daftar Siswa Kelas JIGSAW II ...

(13)

LAMPIRAN 26 : Daftar Siswa Kelas STAD... LAMPIRAN 27 : Daftar Siswa Kelas Konvensional ... LAMPIRAN 28 : Daftar Kelompok JIGSAW II... LAMPIRAN 29 : Daftar Kelompok STAD ... LAMPIRAN 30 : Data Nilai Tes awal... LAMPIRAN 31 : Uji Normalitas Tes Awal... LAMPIRAN 32 : Uji Homogenitas Populasi... LAMPIRAN 33 : Data Nilai Tes Hasil belajar ... LAMPIRAN 34 : Daftar Analisis Varian ... LAMPIRAN 35 : Analisis Lanjutan Dengan Uji Rank Berganda Duncan... LAMPIRAN 36 : Surat Penetapan Pembimbing

LAMPIRAN 37 : Surat Permohonan Ijin Penelitian LAMPIRAN 38 : Surat Ijin Penelitian

LAMPIRAN 39 : Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian LAMPIRAN 40 : Tabel Nilai-Nilai r Product Moment LAMPIRAN 41 : Tabel Distribusi Normal

LAMPIRAN 42 : Tabel Distribusi χ2 LAMPIRAN 43 : Tabel Distribusi F

LAMPIRAN 44 : Tabel Uji Rank Berganda Duncan

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa dengan guru. Proses belajar mengajar dikatakan efektif apabila terjadi transfer belajar yaitu materi pelajaran yang disajikan guru dapat diserap ke dalam struktur kognitif siswa. Siswa dapat mengetahui materi tersebut tidak hanya

terbatas pada tahap ingatan saja tanpa pengertian (rote learning) tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara bermakna (meaning learning). Agar terjadi transfer belajar yang efektif, maka kondisi fisik dan psikis dari setiap individu siswa harus sesuai dengan materi yang dipelajarinya. Dalam proses belajar mengajar matematika selalu melibatkan siswa secara aktif untuk mengembangkan

kemampuannya dalam berpikir rasional, kritis, dan kreatif.

Matematika yang bersifat deduktif aksiomatik dan berangkat dari hal-hal yang abstrak, cenderung sulit diterima dan dipahami oleh siswa. Konsep

matematika tersusun secara hierarkis, yang berarti bahwa dalam mempelajari matematika konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami konsep selanjutnya. Oleh karena itu penyajian materi perlu mendapat perhatian guru.

(15)

Dalam pembelajaran di sekolah guru hendaklah memilih dan menggunakan strategi pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik mental, fisik, maupun sosial.

Menurut petunjuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah, penerapan strategi yang dipilih dalam pembelajaran matematika harus bertumpu pada dua hal yaitu optimalisasi interaksi semua unsur pembelajaran, dan

optimalisasi keterlibatan seluruh indra siswa.

Menurut Monks, Knoers dan Siti Rahayu dalam Dimyati (1999: 25) dari segi perkembangan anak telah memiliki tujuan sendiri pada usia masih muda (pubertas) dan dewasa muda. Pada usia tersebut siswa telah sadar dan memiliki rasa tanggung jawab. Siswa SMP berada pada usia pubertas. Dari segi

pembelajaran, maka sadar diri dan rasa tanggung jawab tersebut perlu ditanamkan. Dengan kata lain siswa SMP secara perlahan perlu dididik agar memiliki rasa tanggung jawab dalam belajar dan membuat program belajar dengan tujuan belajar sendiri. Siswa perlu dididik untuk menjalankan program dan mencapai tujuan belajar sendiri

Belajar dengan pengajaran kelompok kecil membuat siswa belajar lebih kreatif dan mengembangkan sifat kepemimpinan pada siswa serta dapat memenuhi kebutuhan siswa secara optimal. Linda Lundgren dalam Muslimin Ibrohim (2000: 17) menyatakan ”Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya.”

Hal ini disebabkan pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi. Terdapat beberapa macam (tipe) pembelajaran

kooperatif, diantaranya tipe STAD dan JIGSAW II. Untuk mengetahui efektifitas kedua tipe pembelajaran kooperatif tersebut pada siswa SMP diperlukan adanya penelitian.

(16)

pengamatan hasil belajar matematika pada pokok bahasan kuadrat dan akar kuadrat masih belum memuaskan, untuk itu perlu diadakan penelitian khususnya pembelajaran matematika pada pokok bahasan teorema Pythagoras agar hasil belajarnya meningkat.

Untuk mengetahui pembelajaran mana yang lebih baik, maka dilakukan

penelitian yang berjudul KEEFEKTIVAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD DAN JIGSAW II TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA POKOK BAHASAN TEOREMA PYTHAGORAS PADA SISWA KELAS II SEMESTER 1 SMP N 10 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2004/2005.

B. Permasalahan

Masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah:

1. apakah ada perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II, dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional;

2. jika ada perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II, dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional, maka:

a. apakah hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang dikenai

pembelajaran konvensional pada pokok bahasan teorema Pythagoras siswa SMP kelas II;

(17)

b. apakah hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II lebih baik daripada siswa yang dikenai pembelajaran konvensional pada pokok bahasan teorema Pythagoras siswa SMP kelas II;

c. manakah yang lebih baik hasil belajar matematika antara siswa yang

dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II pada pokok bahasan teorema Pythagoras siswa SMP kelas II .

C. Penegasan Istilah

1. Keefektivan

Efektif adalah ada pengaruhnya atau dapat membawa hasil.

Keefektivan adalah keberhasilan tentang suatu usaha atau tindakan. (Kamus Besar bahasa Indonesia,1993:219)

Keefektivan yang dimaksudkan pada judul di atas bahwa dalam penelitian ini hasil belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW II lebih baik dari pada hasil belajar kelas dengan pembelajaran konvensional.

2. Pembelajaran, yakni suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.

Sedangkan menurut aliran kognitif, pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan

memahami apa yang dapat dipelajari apa yang sedang terjadi. (Darsono, 2000: 24)

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dengan metode ekspositori dimana guru lebih banyak berperan.

(18)

Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda.

Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerja sama dan membatu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi dan saling

membantu teman sekelompok mencapai ketuntasan.(Slavin dalam Hermin Budiningrati, 1998;11)

4. Pembelajaran Kooperaif Tipe STAD

Student Team Achievement Division (STAD) merupakan tipe pembelajaran

yang paling sederhana sebuah model yang bagus untuk memulai bagi seorang guru yang baru untuk menggunakan pendekatan kooperatif.

5. Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW II

Pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II merupakan model pembelajaran dimana siswa belajar berkelompok / tim yang beranggotakan 4 atau 5 orang siswa yang heterogen kemampuannya. Dalam pembelajaran ini siswa digolongkan dalam dua kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Masing masing anggota kelompok asal bertemu dalam kelompok ahli untuk membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok dimana guru sebelumnya tidak menjelaskan tentang materi tersebut. Setelah pembahasan dalam kelompok ahli selesai kemudian tiap siswa kembali ke kelompok semula (asal) dan menjelaskan pada teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan materi.

6. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar matematika adalah hasil belajar yang diperoleh dari perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan yang berupa penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam pelajaran matematika.

(19)

(Darsono, 2000: 27) 7. Pembelajaran Konvensional

Menurut percivel F dan Ellington H ( terjemahan Sudjarwo,1998:19)

pendekatan yang berorientasi pada guru adalah pendidikan yang konvensional dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru. Berdasarkan kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses belajar, termasuk dalam

menilai kemajuan belajar siswa. Pada penelitian ini, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori. 8. Teorema Pythagoras

Teorema Pythagoras adalah bagian dari materi geometri SLTP yang banyak menuntut siswa untuk dapat menemukan prinsip dan menggunakan teorema itu dalam menyelesaikan soal-soal bangun datar, bangun ruang, atau masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini teorema Pythagoras merupakan salah satu pokok bahasan yang terdapat dalam mata pelajaran matematika bagi SLTP kelas II semester I.

D. Tujuan Dan Manfaat

1. Tujuan

(20)

b. Jika ada perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II, dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional, maka:

1. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe

STAD lebih baik daripada siswa yang dikenai pembelajaran konvensional pada pokok bahasan teorema pythagoras siswa SMP kelas II;

2. penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II lebih baik daripada siswa yang dikenai pembelajaran konvensional pada pokok bahasan teorema pythagoras siswa SMP kelas II;

3. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah yang lebih baik hasil belajar matematika antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II pada pokok bahasan teorema Pythagoras siswa SMP kelas II.

2. Manfaat

Hasil dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk, a. memberikan alternatif model pembelajaran pokok bahasan teorema

Pythagoras;

b. menumbuhkan semangat kerjasama, karena dalam model pembelajaran kooperatif keberhasilan individu merupakan tanggung jawab kelompok;

(21)

c. meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa terhadap mata pelajaran matematika;

d. memberi bekal mahasiswa calon guru matematika siap melaksanakan tugas di lapangan sesuai kebutuhan lapangan (stakeholder).

E. Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar sistematika skripsi ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: bagian awal skripsi, bagian isi skripsi, dan bagian akhir skripsi.

Bagian awal skripsi ini berisi halaman judul, abstrak, lembar pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran.

Bagian isi skripsi terdiri dari 5 bab, yaitu:

Bab I : Pendahuluan, berisi: Alasan Pemilihan Judul, Permasalahan, Penegasan Istilah, Tujuan, Manfaat Penelitian, serta Sistematika Penulisan Skripsi. Bab II: Landasan Teori, berisi: Matematika Sekolah, Model Pembelajaran

(22)

Bab III: Metode Penelitian, berisi: Metode Penentuan Obyek Penelitian, Variabel Penelitian, Prosedur Pengumpulan Data, Alat Pengumpul Data, Teknik Pengumpulan Data, Analisis Instrumen, Metode Analisis Data.

Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi : Hasil-Hasil Penelitian dan Pembahasan.

Bab V : Penutup, berisi: Simpulan dan Saran.

Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Matematika Sekolah

Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah yaitu yang diajarkan di pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan menengah (SMA/ SMK). Sedangkan yang dimaksud kurikulum matematika adalah kurikulum pelajaran matematika yang diberikan di jenjang pendidikan menengah ke bawah bukan di jenjang perguruan tinggi.

Fungsi mata pelajaran matematika sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Siswa diberikan pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya melalui persamaan-persamaan/tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita/ soal uraian matematika lainnya. Belajar

matematika bagi para siswa, juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara

(23)

penalaran-penalaran itu. Selain itu matematika berfungsi sebagai ilmu atau pengetahuan, sehingga tentunya pengajaran matematika di sekolah harus diwarnai oleh fungsi tersebut.(Erman Suherman, 2003: 55-56)

Tujuan umum pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.

Menurut Erman Suherman (2003: 58) tujuan pembelajaran matematika di SMP adalah agar:

a. siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika;

b. siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah;

c. siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari; d. siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis,

cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika

Karakteristik pembelajaran matematika di sekolah sebagai berikut (Erman Suherman, 2003: 68-69).

a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap).

Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang/ bertahap, yang dimulai dari hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks atau dari konsep yang mudah ke konsep yang lebih sukar. b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.

(24)

baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajarinya dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali.

c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.

Pemahaman konsep-konsep matematika melalui contoh-contoh dengan sifat yang sama yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh konsep-konsep tersebut merupakan tuntutan pembelajaran matematika.

d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.

Kebenaran dalam matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan konsep lainnya.

Penilaian pembelajaran matematika ditekankan pada proses dan hasil berpikir. Dalam proses berpikir perlu dilihat tata nalar, alasan (reasoning) dan kreativitas. Proses dan hasil berpikir tersebut dinilai dari segi kelogisan, kecermatan, efisiensi dan ketepatan (efektifitas). Penilaian pembelajaran perlu diusahakan menyeluruh dalam arti meliputi “ langkah kerja” dan “hasil kerja”

Menurut Erman Suherman (2003:72) cara menilai dapat dilakukan antara lain melalui:

a. pengamatan terhadap siswa sewaktu bekerja, mengajukan pertanyaan, berdialog dengan teman yang lain ;

b. mendengarkan dengan cermat apa yang sedang diperbincangkan siswa; c. mendengarakan dengan cermat pendapat siswa;

d. menganalisis hasil kerja siswa; e. melalui tes.

(25)

B. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar mengajar di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil dengan tingkat kemampuan kognitif yang heterogen. (Woolfolk dalam Budiningarti 1998: 22) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang didasarkan pada faham konstruktivisme. Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan mereka akan tercapai jika dan hanya jika setiap anggota kelompoknya berhasil.

Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai pengajaran gotong royong atau cooperatif learning. Sistem pendidikan gotong royong merupakan alternatif menarik yang dapat mencegah timbulnya kegresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.

Menurut Muslimin Ibrohim (2000:6) Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.

2. Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.

3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

7. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

(26)

1. mengembangkan dan menggunakan keterampilan kooperatif berfikir kritis dan kerja sama kelompok;

2. menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari latar belakang yang berbeda;

3. menerapkan bimbingan oleh teman (peer coaching);

4. menciptakan lingkungan yang menghargai, menghormati nilai-nilai ilmiah; 5. membangun sekolah dalam suasana belajar.

Slavin (1995: 16) menyatakan terdapat dua aspek penting yang mendasari keberhasilan cooperatif learning yaitu teori motivasi dan teori kognitif. a. Teori motivasi

Aspek motivasi pada dasarnya ada dalam konteks pemberian penghargaan kepada kelompok. Adanya tujuan kelompok (tujuan bersama) mampu

menciptakan situasi di mana cara bagi setiap anggota kelompok untuk mencapai tujuannya sendiri adalah dengan mengupayakan agar tujuan kelompoknya tercapai terlebih dahulu.

b. Teori Kognitif

Asumsi dasar teori-teori perkembangan kognitif adalah bahwa interaksi antar siswa disekitar tugas-tugas yang sesuai akan meningkatkan ketuntasan mereka tentang konsep-konsep penting. Vygotsky mendefinisikan Zone of

proximal development sebagai suatu selisih atau jarak antara tingkat

perkembangan potensial yang ditentukan oleh pemecah masalah dengan bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan sejawat yang lebih mampu.

C. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Student Team Achievement Division (STAD) merupakan tipe pembelajaran

kooperatif yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di

(27)

Universitas John Hopkin. Tipe ini merupakan salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang paling sederhana dan sebuah model yang bagus untuk memulai bagi seorang guru yang baru untuk menggunakan pendekatan kooperatif .

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa-siswa dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok yang beranggotakan 4-6 siswa, yang terdiri dari siswa pandai, sedang dan rendah. Disamping itu guru juga

mempertimbangkan kriteria heterogenitas yang lainnya seperti jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan dan lain sebagainya. Pembawaan siswa ke dalam kelompok-kelompok perlu diseimbangkan sehingga setiap kelompok memiliki anggota yang tingkat prestasinya seimbang. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi

pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain atau melakukan diskusi. Secara individual setiap pertemuan siswa diberi kuis. Kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan.

Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampui rata-rata skor siswa yang lalu. Setiap pertemuan pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain,

diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu.

(28)

1. Penyajian materi

Dalam STAD, materi mula-mula diperkenalkan dalam penyajian materi. Seringkali ini merupakan instruksi langsung atau kuliah-diskusi yang dipandu oleh guru, termasuk penyajian dengan audio visual. Dalam hal ini, siswa menyadari bahwa mereka harus memeperhatikan selama penyajian kelas karena dengan demikian akan mengerjakan kuis dengan baik, dan skor kuis mereka menentukan skor kelompok mereka.

2. Tim atau kelompok

Tim atau kelompok terdiri atas 4-5 siswa dengan prestasi akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis yang bervariasi. Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu kelompok.

3. Kuis

Setelah 1 sampai 2 periode penyajian guru dan latihan tim, siswa mengikuti kuis secara individu. Kuis dikerjakan oleh siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok.

4. Skor peningkatan individu

Ide yang melatarbelakangi skor perbaikan individu adalah memberikan prestasi yang harus dicapai oleh setiap siswa jika ia bekerja lebih keras dan mencapai hasil belajar yang lebih baik daripada sebelumnya. Setiap siswa diberi skor berdasarkan rata-rata hasil belajar siswa yang lalu pada kuis yang serupa.

(29)

Kemudian siswa mendapatkan poin untuk timnya berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis dan skor dasarnya.

5. Penghargaan kelompok

Tim dimungkinkan mendapat sertifikat atau penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu.

D. Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW II

Pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II dapat digunakan apabila topik-topik yang dipelajari ditulis dalam bentuk cerita, sehingga pembelajaran ini cocok untuk topik-topik ilmu sosial, literatur, dan beberapa topik ilmu sains terutama topik yang berkaitan dengan penanaman konsep.

Dalam pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II, siswa bekerja dalam tim yang heterogen seperti dalam STAD. Siswa diminta untuk membaca suatu materi dan diberi lembar ahli (expert sheet) yang memuat topik-topik berbeda untuk tiap anggota tim yang harus dipelajari pada saat membaca. Apabila siswa telah selesai membaca, selanjutnya dari tim berbeda dengan topik yang sama bertemu

(30)

kertergantungan, yaitu setiap siswa bergantung pada anggota satu timnya untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan agar mengerjakan kuis dengan baik.

Ilustrasi kelompok JIGSAW II:





























Keterangan: Baris I dan III

Baris II

: Kelompok asal : Kelompok ahli Gambar 1

Menurut Slavin ( 1995: 122 ) Kegiatan instruksional yang secara reguler dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II terdiri atas membaca, diskusi kelompok ahli, laporan tim, tes, dan penghargaan tim.

1. Membaca

Siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang ditnjuk untuk menggali informasi (mendalaminya).

2. Diskusi kelompok ahli

(31)

Siswa dengan topik ahli yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok ahli.

3. Laporan tim

Ahli-ahli kembali pada timnya dan mengajarkan topik mereka kepada anggota yang lain dalam satu timnya.

4. Tes

Siswa mengerjakan kuis individual yang mencakup semua topik. 5. Penghargaan tim

Tim dimungkinkan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu.

Penilaian Dalam Pembelajaran Kooperatif

Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dilakukan dengan tes atau kuis tentang bahan pembelajaran. Dalam banyak hal, butir-butir tes pada kuis ini harus

merupakan satu jenis tes obyektif paper and pencil, sehingga butir-butir itu dapat diskor di kelas atau segera setelah tes diberikan.

Cara menentukan skor individual (Slavin, 1995: 80)

Langkah 1 menetapkan skor dasar

Langkah 2

menghitung skor kuis terkini

Langkah 3

menghitung skor perkembangan

setiap siswa diberikan skor berdasarkan skor kuis yang lalu.

Siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan.

Siswa mendapatkan poin perkembangan yang besarnya apakan skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka, dengan

menggunakan skala yang diberikan di bawah ini.

(32)

E. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan guru dalam mengajar di sekolah menengah pada mata pelajaran matematika. Pembelajaran konvensional di sini adalah pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori.

Erman Suherman (2003:203) menyatakan bahwa dalam metode ekspositori kegiatan pembelajaran terpusat pada guru sebagai pemberi informasi, dimana pada awal pelajaran guru menerangkan materi dan memberi contoh soal kemudian siswa membuat catatan dan membuat latihan soal kemudian bertanya jika ada informasi yang tidak dimengerti. Jadi dalam pembelajaran dngan metode ini siswa belajar lebih aktif daripada metode ceramah, karena siswa mengerjakan latihan soal sendiri, bekerjasama dengan temannya, atau disuruh mengerjakan di papan tulis.

Jadi metode pembelajaran yang pada umumnya digunakan para guru matematika adalah lebih tepat dikatakan sebagai pengajaran dengan menggunakan metode ekspositori daripada metode ceramah.

F. Teori Belajar Dan Hasil Belajar Matematika

Ada beberapa teori belajar yang mendasari pelaksanaan belajar matematika diantaranya:

1. Teori Ausubel

Menurut Ausubel (1971) dalam (Herman Hudojo, 2001: 93) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” (meaningful) artinya bahan pelajaran itu

(33)

cocok dengan kemamapuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif siswa. Dengan perkataan lain pelajaran baru haruslah dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada,sedemikian hingga konsep-konsep-konsep-konsep baru benar-benar terserap. Dengan demikian, intelektual, emosional siswa terlibat di dalam kegiatan belajar mengajar. Disamping itu iapun menyatakan bahwa dalam belajar siswa tidak hanya menerima dan menghapal tetapi siswa mengkontruksi sendiri pengetahuannya.

2. Teori Skinner

Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 8)

Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 8) langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori Skinner sebagai berikut.

a. Kesatu, mempelajari keadaan kelas.

Guru mencari dan menemukan perilaku siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperkuat dan perilaku negatif diperlemah. b. Kedua, membuat daftar penguat positif.

Guru mencari perilaku yang lebih disukai oleh siswa, perilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar sekolah yang dapat dijadikan penguat. c. Ketiga, memilih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta

jenis penguatnya.

d. Keempat, membuat program pembelajaran.

Program pembelajaran ini berisi urutan perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari perilaku dan evaluasi.

3. Teori Gagne

Menurut Gagne dalam (Dimyati, 1999: 9) belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar siswa memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.

Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.

Menurut Gagne kapabilitas siswa terdiri dari 5 hasil belajar yaitu:

(34)

b. keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang;

c. strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah;

d. keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani;

e. sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian

terhadap obyek tersebut. (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 10-11)

4. Teori Gestalt

John Dewey dalam (Erman Suherman, 2003: 47) mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal sebagai berikut.

a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian.

b. Pelaksanaan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa.

c. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.

Dari ketiga hal diatas, dalam menyajikan pelajaran guru jangan memberikan

konsep yang harus diterima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep tersebut daripada hasil akhir. Untuk itu guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif. Pendekatan dan metode yang digunakan tersebut haruslah disesuaikan dengan kesiapan intelektual siswa. Siswa SMP masih ada pada tahap operasi konkrit, artinya jika ia akan memahami konsep abstrak matematika harus dibantu dengan menggunakan benda konkrit. Oleh karena itu dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mulailah menyajikan contoh-contoh konkrit yang beraneka ragam, kemudian

(35)

mengarah pada konsep abstrak. Dengan cara seperti itu diharapkan kegiatan belajar mengajar biasa berjalan secara bermakna (Erman Suherman, 2003: 47-48).

5. Teorema Van Hiele

Teorema Van Hiele mengemukakan teori belajar dalam geometri. Menurut teorema ini ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak yang lebih tinggi.

Van Hiele dalam Erman Suherman (2003: 51-52) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi yang diuraikan sebagai berikut.

a. Tahap Pengenalan

Pada tahap ini anak belajar mengenali suatu bentuk geometri secara

keseluruhan namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk dari bentuk geometri yang dilihatnya itu.

b. Tahap Analisis

Pada tahap ini anak sudah mulai mengenali sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu.

c. Tahap Pengurutan

Pada tahap ini anak sudah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir induktif, namun belum berkembang secara penuh.

(36)

Pada tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif dari yang secara umum ke khusus. Anak mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat.

e. Tahap Akurasi

Pada tahap ini anak sudah menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap ini merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit, dan kompleks.

Hasil belajar matematika adalah hasil yang diperoleh dari perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan yang berupa penguasaan pengetahuan dan

keterampilan dalam pelajaran matematika (Darsono, 2000: 27). Beberapa fungsi hasil

belajar yaitu sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa, lambang pemuasan, dasar ingin tahu, bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya bahwa hasil belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan iptek serta berperan sebagai umpan balik dalam

meningkatkan mutu pendidikan.

Menurut Nana Sudjana (2001:57), hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal menunjukkan ciri sebagai berikut.

a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa.

b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. c. Hasil yang dicapai bermakana bagi diri siswa.

d. Hasil belajar yang diperoleh siswa komprehensif (menyeluruh) yang mencakup ranah kognitif, pengetahuan, afektif dan psikomotor serta keterampilan atau perilaku.

(37)

e. Kemampuan siswa untuk mengontrol/ menilai dan mengendalikan diri dalam menilai hasil yang dicapai maupun proses dan usaha belajarnya.

G. Teorema Pythagoras

1. Kuadarat dan Akar kuadrat suatu Bilangan a. Kuadrat suatu bilangan

Kuadrat suatu bilangan adalah perkalian suatu bilangan dengan bilangan itu

sendiri.

a2 dibaca “a pangkat dua” atau dibaca “a kuadrat”. Jadi, a2 =a x a

b. Akar kuadrat suatu bilangan

Hasil akar kuadrat dari bilangan a, dapat ditentukan dengan sifat berikut :

a b jika b2 = a, dengan b 0 (b adalah bilangan positif atau nol) ( M. Cholik Adinawan dan Sugijono, 1999:12)

Contoh Soal :

1. 172 = 17 x 17 = 289 2. (-7)2 = -7 x (-7) = 49

3.

4.

12,25 =

50 =

(3,5) 2 = 3,5

25x2 = 25 2 = 5 2

2. Luas Daerah Persegi Dan Segitiga Siku-Siku a. Persegi

Perhatikan persegi ABCD di samping.

D C

Jika panjang sisi persegi ABCD adalah a, maka luas

A B

daerah persegi ABCD dirumuskan sebagai berikut : Gb. (3)

(38)

Contoh Soal :

Hitunglah luas daaerah persegi yang panjang sisinya 0,4 m Penyelesaian:

Luas daerah persegi = s2( s = sisi) = 0,42 = 0,4 x 0,4 = 0,016 Jadi luas daerah persegi adalah 0,016 m2

b. Segitiga siku-siku

C

Luas daerah segitiga siku-siku = 1

2 x panjang

sisi siku-siku x

A B panjang sisi

siku-Gb. (4)

Contoh Soal :

Perhatikan gambar di bawah ini

C Hitunglah luas daerah segitiga ABC jika panjang

AC= 2,5 cm dan panjang AB= 4cm!

A

Gb. (5) B

Penyelesaian:

Panjang AC = t = 2,5 cm Panjang AB = a = 4 cm

Luas daerah ∆ ABC = 1

2 a t = 1

2 4 2,5 = 5 cm2 3. Teorema Pythagoras

Pada setiap segitiga siku-siku, luas daerah persegi pada sisi miring sama dengan jumlah luas daerah persegi-persegi pada dua sisi yang lain. Pernyataan ini dinamakan Teorema Pythagoras.

(39)

c2

b

2

a

c

b2

4. Pembuktian Teorema Pythagoras

c 2 (a b) (a b) 4. .ab

c (a b) 2ab

a 2 b 2 (a b) (a b) 4. .ab

a b (a b) 2ab

E

c

F a B

c2 c

DalamABC siku-siku

a a2

a c D di C berlakuAB2 = BC2 + AC2

b c c2 = a2 + b2

G a C A

b b2 b Gb. (6)

H I

b

Untuk membuktikan teorema Pythagoras, perhatikan gambar di bawah ini

D b a C D a b C

a c

c b b

b

c

2

b c

c a a a

A a b B A a b B

Gb. (7) Gb. (8)

Luas daerah yang tidak diarsir pada gambar (7) adalah luas daerah persegi ABCD – (4 luas daerah yang diarsir).

1 2 2 2

Luas daerah yang tidak diarsir pada gambar (8) adalah luas daerah persegi

(40)

Dari gambar (5) : c (a b) 2ab

Dari gambar (6): a b (a b) 2ab

Ternyata dari kedua gambar tersebut daerah yang tidak diarsir memiliki luas daerah yang sama, yaitu:

2 2

A

2 2 2

b c

Jadi c 2 a 2 b 2 .

C

a

B

Gb. (9)

5. Menggunakan Teorema Pythagoras Untuk Menghitung Panjang Salah Satu Sisi

Segitiga Siku-Siku Jika Sisi-Sisi Lainnya Diketahui

Teorema Pythagoras dapat digunakan untuk menghitung panjang salah satu sisi pada segitiga siku-siku, jika dua sisi lainnya diketahui.

Contoh Soal :

Diketahui segitiga ABC siku-siku di C , AC= 18 cm, dan BC = 24 cm Hitunglah panjang hipotenusa (sisi miring)!

Penyelesaian:

B Menurut teorema Pythagoras

24

AB2 = AC2 + BC2

= 182 + 242

C

18

A = 324 + 576

= 900

Gb. (10) AB = 900

= 30

Jadi panjang AB adalah 30 cm

(41)

6. Menghitung Perbandingan Sisi-Sisi Segitiga Siku-Siku Khusus (Salah Satu Sudutnya 300, 450, Dan 600)

a. Perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya 300 atau 600

Gambar (11) adalahABC sama sisi dan CD adalah garis tinggi, maka:

AB = BC = AC

BAC =ABC =ACB = 600

ACD =BCD = 300.

1 AD = BD = AB, atau

2

C

AD = BD = 1

2AC, sebab AB = AC A D B

Gb. (11) AD = BD = 1

2BC, sebab AB = BC.

Jika dalam Gambar (12),ADC digambar terpisah, maka menjadi seperti

gambar (11) :

ACD = 300 danDAC = 600. C

AD = 1 2AC.

A

Gb. (12)

D

KarenaACD menghadap sisi AD dan sisi AC sebagai sisi miring atau

hipotenusa, maka dapat dinyatakan hal berikut :

Dalam setiap segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya 300, panjang sisi di hadapan sudut 300 adalah

miring).

1

2 hipotenusa (sisi

C

(42)

Gb. (13) AB = = 1 2 1 2 .BC .2

BC2 = AB2 + AC2 22 = 12 + AC2 AC2 = 4 – 1 = 3 AC = 3

=1 Jadi, AC = 3 satuan.

Jadi, panjang AB = 1 satuan.

Dari hasil di atas dapat dibuat perbandingan sebagai berikut : C

Perbandingan antara sisi di hadapan sudut

1 600

2

300

900, sisi di hadapan 600, dan sisi di hadapan 300 adalah 2 :

3 : 1. Atau

A 3 B BC : AB : AC = 2 : 3 : 1.

Gb. 13

Contoh Soal :

Segitiga ABC siku-siku di A dan panjang BC = 6 cm, ABC = 300 hitunglah panjang : a. AB

Penyelesaian:

C BC : AB = 2 : 3

6 : AB = 2 : 3

A 6 cm B

6

AB

2 3

Gb. (14) 6 3 = 2 AB

AB = 6 3

2 = 3 3

Jadi panjang AB adalah 3 3 cm.

b. Perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya 450

C

(43)

Gambar (13) adalahABC siku-siku sama kaki, sehingga : AB = AC,ABC =ACB = 450 Jika, AB = 1 satuan, maka :

xliii

(44)

Berdasarkan hasil di atas, dapat dibuat perbandingan sebagai berikut :

C Perbandingan antara sisi di hadapan sudut 900, dan sisi di hadapan 450 adalah 2 : 1.

BC : AB = BC : AC =

2 : 1 , atau 2 : 1 , atau 450

A

Contoh Soal : B

BC : AB : AC = 2 : 1 : 1.

Diketahui PQR siku-siku di Q dengan panjang PR = 10  QPR = 450 Hitunglah panjang QR !

Penyelesaian :

2 cm dan

P PR : QR =

10 2 : QR = 2:1

2:1

10

cm 2

10 2

QR

2 1

Q R 10 2 = 2 QR

Gb. (16)

QR = 10 2 2 = 10

Jadi panjang QR adalah 10 cm.

(45)

7. Menggunakan Teorema Pythagoras Pada Bangun Datar Dan Bangun Ruang Contoh soal:

a Gunakan teorema Pythagoras untuk menyelesaikan soal bangun datar di bawah!

Perhatikan gambar di samping ! D

A

15 cm

17 cm

Gb. (17)

C

B

Hitunglah panjang sisi AD dan luas daerah persegi panjang ABCD.

Penyelesaian :

Perhatikan ABD , AB = CD = 15 cm

D

17

Menurut teorema Pythagoras AD2 = BD 2 - AB 2

= 172 - 15 2

A 15 B = 289 - 225

= 64 BC = 64 = 8

Jadi panjang BC adalah 8 cm. Luas daerah persegi panjang ABCD = Panjang x Lebar

= AB x AD = 15 x 8 = 120 cm2 Jadi luas daerah persegi panjang ABCD adalah 120 cm2

(46)

Penyelesaian:

H G a. Perhatikan ABC siku-siku di

E

A

A D

Gb. (18)

F

B C

titik B, maka: AC2 = AB2 + BC2

= 82 + 62 = 64 + 36 = 100

AC = 100 = 10

Jadi panjang AC = 10 cm

b. Lihat ACG siku-siku di titik C AG2 = AC2 + CG2

= 102 +152

= 100 + 225 = 325.

AG = 325 = 5 13

Jadi panjang AG = 5 13 cm

8. Kebalikan Teorema Pythagoras Dan Tripel Pythagoras a Kebalikan teorema Pythagoras

B

Menurut teorema kebalikan Pythagoras bahwa dalam

c a segitiga siku-siku kuadrat panjang hipotenusa sama

A b

Gb. (19)

C dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-sikunya.

Teorema Pythagoras dalamABC siku-siku di C

dirumuskan sebagai : c 2 a 2 b 2 .

(47)

Sedangkan kebalikan teorema Pythagoras adalah :

Apabila dalamABC berlaku hubungan : c 2 a 2 b 2 , makaC adalah siku-siku atauC = 900.

Contoh Soal :

Sebuah segitiga memiliki sisi-sisi dengan panjang 5 cm, 12 cm, dan 13 cm. Periksalah apakah segitiga itu siku-siku !

Penyelesaian:

Misalkan sisi terpanjang segitiga adalah a, dan sisi yang lainnya b dan c,

Maka : a = 13 dan a2 = 16 b = 12 dan b2 = 144

c = 5, dan c2 = 25 diperoleh 169 = 144 + 25

132 = 122 + 52 a2 = b2 + c2

karena panjang sisi segitiga memenuhi a2 = b2 + c2 , maka menurut

kebalikan teorema Pythagoras bahwa segitiga tersebut adalah segitiga siku-siku, dengan siku-siku di A.

b Tripel Pythagoras

Dalam perhitungan yang menggunakan teorema Pythagoras selalu

memerlukan tiga buah bilangan untuk menyatakan panjang hipotenusa (sisi miring) dan panjang kedua siku-sikunya. Tiga bilangan yang memenuhi teorema Pythagoras itu dinamakan Tripel Pythagoras.

(48)

1. Apakah tripel bilangan berikut merupakan tripel Phytagoras

a. 4, 4 3 , dan 8

b. 13, 14, dan 15 Penyelesaian;

a. 4, 4 3 , dan 8

Misalkan a = 8, b= 4 3 , dan c =4 a2 = b2 + c2

 82 = (4 3 )2 + 42

 64 = 48 + 16 (Pernyataan yang bernilai benar)

Oleh karena bilangan 4, 4 3 , dan 8 memenuhi hubungan a2 = b2 +

c2

maka bilangan-bilangan itu adalah tripel Pythagoras. b. 13, 14, dan 15

Misalkan a = 15, b= 14, dan c =13 a2 = b2 + c2

 152 = 142 + 132

 225 = 196 +169 (Pernyataan yang bernilai salah)

Oleh karena bilangan13,14 ,dan 15 tidak memenuhi hubungan a2 = b2 + c2

maka bilangan-bilangan itu bukan Tripel Pythagoras.

9. Menentukan Jenis Segitiga Jika Diketahui Panjang Sisi-Sisinya

B

Jika dalamABC berlaku hubungan c 2 a 2 b 2 ,

makaABC adalah siku-siku di C ).

c

a

Jika dalamABC berlaku hubungan c2 〉 a2 + b2, maka

ABC merupakan segitiga tumpul.

A

(49)
(50)

Contoh Soal :

Segitiga ABC berikut merupakan segitiga siku-siku, lancip, atau tumpul? a. AB =10 cm, BC = 6 cm, Dan AC =8 cm

b. AB = 6 cm, BC = 5 cm, Dan AC =3 cm Penyelessaian:

a. AB =10 cm, BC = 6 cm, Dan AC =8 cm AB2 = BC2 + AC2

10 2 = 62 + 82

100 = 36 + 64 ( Pernyataan yang bernilai benar) Ternyata : AB2 = BC2 + AC2

Jadi Segitiga tersebut merupakan segitiga siku-siku. b. AB = 6 cm, BC = 5 cm, Dan AC =3 cm

AB2 = BC2 + AC2 6 2 = 52 + 32

36 = 25 + 9 ( Pernyataan yang bernilai salah) Ternyata : AB2 > BC2 + AC2

Jadi Segitiga tersebut merupakan segitiga tumpul.

10. Menyelesaikan soal cerita yang menggunakan teorema pythagoras

Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat banyak masalah yang berhubungan dengan teorema Pythagoras. Untuk menyelesaikan soal cerita menggunakan teorema Pythagoras lebih mudah jika dilukiskan dengan sketsa.

(51)

= AB + BC AC

Contoh Soal :

a. Sebuah tiang listrik tinggi 4m. Agar tiang listrik tersebut dapat berdiri dengan tegak, maka harus ditahan oleh tali kawat baja. Jika jarak tiang listrik dari patok pengikat adalah 5 m, maka panjang tali kawat baja minimal yang dibutuhkan adalah ….

Penyelesaian: C

Menurut teorema Pythagoras : 2 2 2

= 52 + 42

tali kawat baja Tiang listrik 4m

= 25 + 16 = 41 A 5m B

AC = 41 Gb. (20)

b. Gambar di bawah menunjukkan tembok bagian samping sebuah rumah. Panjang AB = 8 m, BC= 4 m, dan CD = 10 m. Jika tembok itu dicat dengan biaya Rp 500,00 per meter persegi, hitunglah biaya yang diperlukan !

D

C

Gb. (21) A

Penyelesaian : B Perhatikan gambar di bawah

ED2 = CD2 - EC2 D

10 cm

= 102 - 82 = 100 - 64

E C = 36

(52)

= 6

AD = AE + ED AD = 4 + 6 AD = 10 Luas Trapesium ABCD = (AD + BC) x EC

2

(10  4 )  8 2 = 56 Luas Trapesium ABCD

Jadi Biaya Pengecatan

= 56 m2

= 56 x Rp 500,00 = Rp 28000,00

H. Kerangka Berpikir

Salah satu implikasi teori belajar kontruktivis dalam pembelajaran adalah penerapan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa lebih mudah menemukan dan memakai konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi akan terjalin komunokasi dimana siswa saling berbagi ide atau pendapat. Melalui diskusi akan terjadi elaborasi kognitif yang baik, sehingga dapat meningkatkan daya nalar, keterlibatan dalam situasi pembelajaran, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Vygotsky dalam Slavin (1995: 49)

Pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi. Penelitian pembelajaran kooperatif juga menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif terhadap siswa dengan yang rendah hasil belajarnya. Manfaat pembelajaran kooperatif untuk siswa dengan hasil belajar rendah antara lain rendah dapat meningkatkan motivasi, meningkatkan hasil belajar, retensi atau penyimpanan materi pelajaran lebih lama. Dalam kelas

(53)

kooperatif siswa akan berusaha keras untuk hadir dalam kelas dengan teratur, berusaha keras membantu dan mendorong semangat teman-teman sekelas untuk sama-sama berhasil.

Pada prakteknya bidang studi yang melibatkan beberapa keterampilan dan menyelesaikan masalah akan lebih tepat jika dikerjakan secara kelompok kerjasama daripada secara kompetisi dan individu. Di dalam kerja kelompok secara tidak sadar akan terjadi suatu interaksi yang dapat meningkatkan status sosial masing-masing individu. Kelompok kerjasama antar teman sebaya menjadikan proses pembelajaran benar-benar dinikmati oleh siswa, karena interaksi kelompok dapat menimbulkan kebutuhan saling memiliki. Interaksi-interaksi sosial dalam kelompok secara otomatis akan meningkatkanstatus sosial siswa dalam kelas. Siswa dalam kelompok akan berusaha mendorong teman-teman sekelasnya supaya berhasil dalam pembelajaran.

Skema Kerangka Berpikir

(54)

I. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penentuan Obyek Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas II semester 1 SMPN 10 Semarang tahun pelajaran 2004/ 2005 yang terdiri dari 6 kelas yaitu kelas II-A dengan jumlah siswa 38 orang, kelas II-B dengan jumlah siswa 40 orang, kelas II-C dengan jumlah siswa 37 orang, kelas II-D dengan jumlah siswa 40 orang, kelas II-E dengan jumlah siswa 38 orang, dan kelas II-F dengan jumlah siswa 37.

(55)

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan random sampling. Hal ini dilakukan setelah memperhatikan ciri-ciri antara lain; siswa mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama, siswa diampu oleh guru yang sama, siswa yang menjadi objek penelitian duduk pada kelas yang sama dan pembagian kelas tidak ada kelas yang unggulan. Jadi siswa sudah tersebar secara acak pada kelas yang telah ditentukan. Pada penelitian ini diambil 3 kelas sebagai sampel yaitu satu kelas untuk model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu kelas II-E, satu kelas untuk model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II yaitu kelas II-D, dan satu kelas sebagai kelas kontrol yang dikenai model pembelajaran konvensional (ekspositori) yaitu kelas II-F.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas

X1 = Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II

X2 = Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

X3 = Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional 2. Variabel terikat

(56)

siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II, dan hasil belajar matematika siswa yang dikenai pembelajaran konvensional.

C. Prosedur Pengumpulan Data

1. Mengambil data nilai tes kelas II semester 1 SMPN 10 Semarang dengan materi pelajaran pokok bahasan kuadrat dan akar kuadrat kelas II semester 1.

2. Berdasarkan data 1) ditentukan sampel penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan random sampling dengan pertimbangan siswa mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama, siswa diampu oleh guru yang sama, siswa yang menjadi objek penelitian duduk pada kelas yang sama dan pembagian kelas tidak ada kelas yang unggulan.kemudian

menentukan kelas ujicoba di luar sampel penelitian.

3. Menganalisis data nilai tes awal pada sampel penelitian pada 1) untuk uji homogenitas dan normalitas.

4. Menyusun kisi-kisi tes

5. Menyusun instrumen tes ujicoba berdasarkan kisi-kisi yang ada.

6. Mengujicobakan instrumen tes ujicoba pada kelas ujicoba yaitu kelas II-C (yang sebelumnya telah diajarkan pokok bahasan teorema Pythagoras), dimana instrumen tes tersebut akan digunakan sebagai tes hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

7. Menganalisis data hasil ujicoba instrumen tes ujicoba pada kelas uji coba untuk mengetahui taraf kesukaran, daya pembeda, validitas, dan reliabilitas tes. 8. Menentukan soal-soal yang memenuhi syarat berdasarkan data 7).

(57)

9. Menyampaikan langkah-langkah pembelajaran koperatif tipe STAD dan JIGSAW II kepada guru-guru kelas eksperimen dan kelas kontrol. 10. Melaksanakan pembelajaran koperatif tipe JIGSAW II pada kelas II-D 11. Melaksanakan pembelajaran koperatif tipe STAD pada kelas II-E. 12. Melaksanakan pembelajaran konvensional yaitu kelas II-F.

13. Melaksanakan tes hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 14. Menganalisis data hasil tes.

(58)

Gambar 23

D. Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah tes.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode Tes

Metode ini digunakan untuk mengambil data hasil belajar matematika. 1. Tes hasil belajar pokok bahasan kuadrat dan akar kudrat

Tes ini dikenakan pada siswa kelas II semester 1 SMP N 10 Semarang pada kelas II-E yang dikenai pembelajaran kooperatif tipe STAD, kelas II-D yang dikenai pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II, dan kelas II-F yang dikenai

pembelajaran konvensional.

Data ini digunakan untuk uji homogenitas dan normalitas populasi. 2. Tes hasil belajar pokok bahasan Teorema Pythagoras

Tes ini dikenakan pada kelas II-E yang dikenai pembelajaran kooperatif tipe STAD, kelas II-D yang dikenai pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II, dan kelas II-F yang dikenai pembelajaran konvensional digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian.

(59)

F. Analisis Instrumen

Instrumen penelitian harus memenuhi syarat-syarat sebagai instrumen yang baik, maka instrumen tersebut harus diujicobakan pada kelas di luar kelas sampel penelitian. Instrumen penelitian ini diujicobakan pada kelas II-C dengan pertimbangan bahwa kelas tersebut merupakan bagian dari populasi, sehingga memiliki kemampuan yang sama dengan kelompok sampel penelitian. Pengujian instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui bahwa instrumen penelitian yang disusun memenuhi persyaratan sebagai instrumen yang baik. Dalam penelitian ini ujicoba instrumen dilakukan di kelas II-C yang tidak terpilih sebagai sampel. Jumlah soal yang diujicobakan sebanyak 40 soal. Adapun langkah yang diambil dalam tes ujicoba soal tes matematika sebagai berikut.

a. Tahap persiapan, meliputi menentukan alokasi waktu, membuat kisi-kisi soal, membuat soal sesuai dengan kisi-kisi.

(60)

( x

p i (1 p i ))

1. Analisis Instrumen Penelitian Tes hasil belajar matematika a. Validitas tiap butir soal

Untuk menghitung validitas tiap butir soal digunakan rumus Korelasi Product Moment.

rxy

N

XY (

X )(

Y )

( N

X 2 (

X ) 2 )( N

Y 2 (

Y ) 2 )

Keterangan rxy

N X Y

:

: Koefisien korelasi item soal : Banyak peserta tes

: skor item : Skor total

Hasil perhitungan rxy dikonsultasikan pada tabel kritis r product moment dengan signifikansi 5%, jika rxy > rkritis maka butir soal tersebut valid dan jika tidak maka butir soal tersebut tidak valid. (Suharsimi Arikunto, 2003: 72)

b. Reliabilitas soal

Karena tes yang digunakan merupakan tes pilihan ganda yang dikotomis maka rumus untuk menghitung reliabilitas soal dengan menggunakan rumus Kuder Richardson formula 20 (KR-20), yaitu

r11 KR 20 (

n n 1 )

2 N

i1

x 2

(61)

Keterangan :

r11 n

x 2

Pi

: Indeks korelasi (harga reliabilitas) : Banyaknya butir soal

: Variansi total

: Taraf kesukaran masing-masing butir soal

(Instrumen dikatakan reliabel jika rhitung > rtabel) . (Suharsimi Arikunto, 2003 : 100)

c. Taraf kesukaran

Teknik perhitungannya adalah dengan menghitung rasio antara banyaknya siswa yang menjawab benar dengan jumlah peserta tes.

Rumus yang digunakan: Keterangan

:

P NB

P B N

: Tingkat kesukaran

: Banyaknya siswa yang menjawab benar : Jumlah peserta tes

Untuk menginterpretasikan nilai tingkat kesukaran itemnya dapat

digunakan tolak ukur sebagai berikut (Suharsimi Arikunto,2003: 208)

Soal dengan p = 0,00 – 0,30 : Soal sukar. Soal dengan p = 0,30 – 0,70 : Soal sedang. Soal dengan p = 0,70 – 1,00 : Soal mudah.

Dalam penelitian ini bila soal dengan p = 0,30 soal berkriteria sukar, dan soal dengan p = 0,70 adalah soal berkriteria sedang.

(62)

Untuk menghitung daya pembeda soal dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Mengurutkan skor total masing-masing siswa dari yang tertinggi sampai yang terendah.

2. Membagi data yang sudah terurut menjadi dua kelompok yaitu kelompok atas dan kelompok bawah.

3. Mencari P (tingkat kesukaran) dari kelompok atas dan kelompok bawah.

4. Mengurangkan tingkat kesukaran kelompok atas dengan tingkat kesukaran kelompok bawah.

d = PA - PB Keterangan:

d : Daya pembeda soal

PA : Taraf kesukaran masing-masing soal dari kelompok atas PB : Taraf kesukaran masing-masing soal dari kelompok

bawah.

Kriteria yang digunakan d = 0,00 – 0,20

d = 0,20 – 0,40 d = 0,40 – 0,70 d = 0,70 – 1,00

: Daya beda soal jelek : Daya beda soal cukup : Daya beda soal baik : Daya beda soal baik sekali (Suharsimi Arikunto, 2003: 214)

Dalam penelitian ini bila d = 0,20 merupakan soal dengan daya beda jelek, d = 0,40 merupakan soal dengan daya beda cukup, dan bila nilai d = 0,70 maka soal mempunyai daya beda baik.

2. Analisis hasil Uji Coba

Setelah dilakukan uji coba di kelas II-C SMP N 10 Semarang diperoleh data yang diperlukan untuk menentuka validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan

(63)

daya pembeda soal. Berdasarkan analisis hasil uji coba instrumen pada lampiran 19 , diperoleh:

a. Karena banyaknya responden ada 37 siswa maka suatu butir soal

dikatakan valid jika rhitung>rtabel = 0,325. Soal dengan kategori valid yaitu nomor 1, 2, 3,4, 5, 7, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 35, 36, 37, 38

Gambar

Gambar 1Menurut Slavin ( 1995: 122 ) Kegiatan instruksional yang secara reguler
Gambar (11) adalahABC sama sisi dan CD adalah garis tinggi, maka:
Gambar (13) adalahABC siku-siku sama kaki,sehingga : AB = AC,ABC =ACB = 45
Tabel 2 : Hasil Uji Homogenitas Populasi

Referensi

Dokumen terkait

Dengan terbitnya Undang-Undang ini maka pengelolaan mineral dan batubara dilakukan dengan berazaskan manfaat, keadilan, keseimbangan serta berpihakan kepada kepentingan

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Syahdan kepada masa itu juga maka Yang Dipertuan Selangor Sultan Ibrahim dengan Paduka Adinda Raja Muda Selangor keluar dari Selangor ke Malaka serta datuk penggawa yang di

As an alternative method, wind data consisting wind speed, direction, and duration as well as fetch length can be used to estimate sea wave’s height.. It is common for local

Secara teoritis, sinergi kebijakan Local Economic Development (LED) dan pembangunan pedesaan dalam upaya peningkatan daya saing desa akan terwujud apabila

Perhitungan debit banjir maksimum rancangan Qp dapat dilakukan setelah semua parameter input yang diperlukan terpenuhi. Perhitungan debit banjir maksimum dirancang dengan

Pengambilan subyek dilakukan dengan teknik non random sampling jenis purposive sampling karena pemilihan subyek di dasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu

Strategi Sentra Batik Plalangan, Sleman Yogyakarta untuk dikembangkan menjadi salah satu objek desa wisata di Yogyakarta.Masyarakat di dusun plalangan berupaya