A
Di
ANALISIS T INFORM
DA
isusun untu
TERJEMAH MASI DAL
AMPAKNY
uk memenuh Minat
PR UNIV
HAN ISTIL LAM FILM YA PADA K
T
hi sebagian Program S Utama Lin
O Bob Moriso
S13
ROGRAM P VERSITAS
SURA
LAH KOMP THE SOCIA KUALITAS
TESIS
persyaratan Studi Lingui nguistik Pen
Oleh on Sigalingg 1102004
PASCASAR S SEBELAS
AKARTA 2014
PUTER DA IAL NETWO S TERJEMA
n mencapai istik
erjemahan
ging
RJANA MARET
AN TEKNOL ORK SERTA
AHAN
i derajat Ma LOGI A
agister
commit to user
ii
commit to user
iii
commit to user
iv
commit to user
v MOTTO
"Rise and rise again until lambs become lions"
(Robin Hood, 2010)
“Be not afraid of going slowly;
be afraid only of standing still”
--Chinese Proverb--
Live simply.
Speak kindly.
Care deeply.
Love generously.
[Anonymous]
To have knowledge, you must first have reverence for the LORD. Stupid people have no respect for wisdom and refuse to learn.
(Proverbs 1 : 7)
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur, tesis ini penulis persembahkan untuk:
Mamaku, Ibu Saorlina br. Samosir Bapakku, Dr. Karmon Sigalingging, M.Pd.
Adik-adikku, J. Tobit Sigalingging (Alm.) & Weismann I. Sigalingging Namboru terbaik dan terhebatku, Dra. Kormauli br. Sigalingging (Alm.)
Keluarga besarku Almamater
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Bapa di Surga atas kasih karunia-Nya yang terus mengalir sepanjang waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa berkat bantuan dan kemurahan hati dari berbagai pihaklah yang memberikan kekuatan bagi penulis untuk mengatasi setiap kesulitan dan hambatan dalam penulisan tesis ini. Untuk itu, dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
2. Prof. Drs. M. R. Nababan, M.Ed., M.A., Ph.D., selaku Ketua Program Studi S-2 Ilmu Linguistik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang selalu mengingatkan dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini.
3. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku Pembimbing I yang dengan tegas dan sabar memberikan dorongan, nasihat, saran, serta pengetahuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.
4. Dr. Tri Wiratno, M.A., selaku Pembimbing II yang dengan teliti mengoreksi dan memberikan masukan serta komentar yang berharga terhadap berbagai kesalahan yang timbul sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Dra. Diah Kristina, M.A., Ph.D., selaku Sekretaris Program Studi S-2 Ilmu Linguistik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta atas beragam sharing- nya mengenai linguistik.
6. Bapak/Ibu dosen Program Studi Linguistik Penerjemahan yang telah memberikan banyak pengetahuan tentang linguistik dan penerjemahan kepada penulis.
7. Harris Hermansyah Setiajid, M.Hum., Adventina Putranti, M.Hum., Retno Hendrastuti, M.Hum., Shafa Firda Nila, M.Hum., Nahoras Bona Simarmata, S.S., dan Maria M. Ngamelubun, S.S., yang berkenan meluangkan waktunya untuk menjadi rater dalam penelitian ini serta memberikan komentar-komentar yang bermanfaat.
8. Kedua orang tua, adik-adik, serta keluarga besar yang tetap setia mendoakan, mendukung, dan menyemangati penulis untuk menyelesaikan studinya.
commit to user
viii
9. Namboru-ku, Dra. Kormauli br. Sigalingging (Alm.) yang sampai akhir hayatnya sabar menunggu, menasehati, dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan studi yang ditempuh.
10. Teman-teman mahasiswa S-2 Linguistik Penerjemahan angkatan 2011, atas kebersamaan, keceriaan, dan kekompakkannya dalam satu “perahu” selama menuntut ilmu di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
11. Teman-teman Kos Immanuel Putra 2 yang seringkali menjadi pelipur lara sekaligus
“penambah energi” ketika penulis mengalami kegalauan atau stres selama proses penelitian dan penulisan tesis ini.
12. Abang-kakakku selama di Surakarta, R. Tumanggor/br. Sihotang, yang selalu menjadi tempat curahan hati penulis dan pemberi semangat untuk menyelesaikan tesis ini, beserta ampara-ku, N. B. Simarmata yang berjuang bersama-sama penulis untuk menyelesaikan studi di PPs UNS.
13. Dik A. M. Nisita Wardhani, S.E. yang tak putus-putusnya menyereweti, mendoakan, dan menyemangati penulis untuk bertanggung jawab terhadap pendidikan yang sedang ditempuh.
Semoga penelitan ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi nyata dalam pengembangan studi penerjemahan.
Surakarta, 22 Agustus 2014 Bob Morison Sigalingging
commit to user
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS ... ii
PENGESAHAN PENGUJI TESIS ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN PUBLIKASI ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR SINGKATAN ... xvi
ABSTRAK ... xvii
ABSTRACT ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. Tinjauan Pustaka ... 10
1. Penerjemahan ... 10
1.1 Definisi Penerjemahan ... 10
1.2 Makna dalam Penerjemahan ... 12
1.3 Teknik Penerjemahan ... 14
1.4 Penilaian Kualitas Terjemahan ... 19
2. Penerjemahan Film (Subtitling) ... 25
2.1 Definisi Subtitling dan Subtitle ... 25
2.2 Jenis-jenis Subtitle ... 27
2.3 Standarisasi Subtitle ... 28
commit to user
x
2.4 Kendala Subtitle ... 31
3. Istilah ... 32
3.1 Definisi dan Proses Pembentukan Istilah ... 32
3.2 Ciri-ciri Istilah ... 32
3.3 Penerjemahan Istilah Asing ... 33
4. Komputer dan Teknologi Informasi ... 35
5. Sekilas tentang Film The Social Network (2010) ... 37
B. Penelitian yang Relevan ... 38
C. Kerangka Pikir ... 42
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
A. Jenis Penelitian ... 44
B. Lokasi Penelitian ... 45
C. Sumber Data dan Data ... 47
D. Teknik Cuplikan (Sampling) ... 48
E. Teknik Pengumpulan Data ... 49
F. Validitas Data ... 53
G. Teknik Analisis Data ... 56
H. Prosedur Penelitian ... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62
A. Hasil Penelitian ... 62
1. Teknik-teknik Penerjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 62
1.1 Varian Tunggal ... 63
1.2 Varian Kuplet ... 70
1.3 Varian Triplet ... 77
2. Kualitas Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi ... 80
2.1 Kualitas Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 82
2.1.1 Keakuratan ... 82
2.1.2 Keberterimaan ... 86
2.1.3 Keterbacaan ... 90
commit to user
xi
B. Pembahasan ... 93
1. Frekuensi Penggunaan Sejumlah Teknik Penerjemahan dalam Film The Social Network ... 93
2. Kualitas Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 97
3. Hubungan antara Kompetensi Penerjemahan, Teknik Penerjemahan, dan Kualitas Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 113
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 117
A. Simpulan ... 117
B. Implikasi ... 119
C. Saran ... 120
DAFTAR PUSTAKA ... 122
GLOSARIUM ... 129 LAMPIRAN
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Variasi Bentuk Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi
Informasi dalam Film The Social Network (2010) ... 4
Tabel 2.1 Instrumen Penilai Tingkat Keakuratan Terjemahan ... 22
Tabel 2.2 Instrumen Penilai Tingkat Keberterimaan Terjemahan ... 23
Tabel 2.3 Instrumen Penilai Tingkat Keterbacaan Terjemahan ... 24
Tabel 2.4 Pembobotan dari Aspek Kualitas yang Dinilai ... 24
Tabel 3.1 Bentuk Kuesioner Penilaian Keakuratan Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 52
Tabel 3.2 Bentuk Kuesioner Penilaian Keberterimaan Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 52
Tabel 3.3 Bentuk Kuesioner Penilaian Keterbacaan Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 52
Tabel 3.4 Contoh Analisis Domain ... 57
Tabel 3.5 Contoh Analisis Taksonomi dalam Menganalisis Teknik Penerjemahan ... 58
Tabel 3.6 Contoh Analisis Taksonomi dalam Menabulasi Penilaian Kualitas Terjemahan ... 58
Tabel 3.7 Contoh Analisis Komponensial Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam film The Social Network ... 58
Tabel 4.1 Temuan Varian Teknik Penerjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 63
Tabel 4.2 Temuan Teknik Penerjemahan dalam Varian Teknik Tunggal pada Subtitle Film The Social Network ... 63
Tabel 4.3 Temuan Kombinasi Teknik Penerjemahan dalam Varian Teknik Kuplet pada Subtitle Film The Social Network ... 70
Tabel 4.4 Temuan Kombinasi Teknik Penerjemahan dalam Varian Teknik Triplet pada Subtitle Film The Social Network ... 77
Tabel 4.5 Temuan Keakuratan Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 82
Tabel 4.6 Temuan Keberterimaan Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 86
Tabel 4.7 Temuan Keterbacaan Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 90
commit to user
xiii
Tabel 4.8 Frekuensi Penggunaan Sejumlah Teknik dalam Menerjemahkan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi pada Subtitle Film
The Social Network ... 94 Tabel 4.9 Penggunaan Varian Teknik Tunggal dan Kualitas Terjemahan
Istilah Komputer & Teknologi Informasi dalam Film The Social
Network ... 100 Tabel 4.10 Penggunaan Varian Teknik Kuplet dan Kualitas Terjemahan
Istilah Komputer & Teknologi Informasi dalam Film The Social
Network ... 105 Tabel 4.11 Penggunaan Varian Teknik Triplet dan Kualitas Terjemahan
Istilah Komputer & Teknologi Informasi dalam Film The Social
Network ... 111 Tabel 4.12 Perolehan Skor Rerata Kualitas Terjemahan Istilah Komputer dan
Teknologi Informasi dalam Film The Social Network ... 113
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Contoh Tayangan Film The Social Network dengan Subtitle
BSu ... 5
Gambar 1.2 Contoh Tayangan Film The Social Network dengan Subtitle BSa ... 5
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 43
Gambar 3.1 Trianggulasi Sumber Data ... 55
Gambar 3.2 Trianggulasi Metode ... 55
Gambar 3.3 Skema Analisis Data Spradley (1997) ... 56
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Data dan Teknik-teknik Penerjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Subtitle Film The Social Network (2010)
Lampiran II Rekapitulasi Penilaian Kualitas Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Subtitle Film The Social Network (2010)
commit to user
xvi
DAFTAR SINGKATAN
A : Akurat
B : Berterima
BSa : Bahasa Sasaran BSu : Bahasa Sumber KA : Kurang Akurat KB : Kurang Berterima
PKPIK : Pedoman Khusus Pembentukan Istilah Komputer PUPI : Pedoman Umum Pembentukan Istilah
R : (Keterbacaan) Rendah S : (Keterbacaan) Sedang T : (Keterbacaan) Tinggi TA : Tidak Akurat
TB : Tidak Berterima
commit to user
xvii
BOB MORISON SIGALINGGING. NIM: S131102004. 2014. Analisis Terjemahan Istilah Komputer dan Teknologi Informasi dalam Film The Social Network Serta Dampaknya Pada Kualitas Terjemahan. TESIS. Pembimbing I: Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., Pembimbing II: Dr. Tri Wiratno, M.A., Program Studi S-2 Ilmu Linguistik, Minat Utama Linguistik Penerjemahan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network (TSN). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan: (1) teknik-teknik penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network, (2) kualitas terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network dari aspek keakuratan, keberterimaan serta keterbacaan, (3) dampak penggunaan teknik penerjemahan terhadap kualitas terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah dokumen berupa skrip orisinal film The Social Network, benda berupa VCD film The Social Network, dan informan yang menilai kualitas terjemahan. Data dalam penelitian ini adalah istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network dan informasi mengenai kualitas terjemahan yang diberikan para informan.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan analisis dokumen, kuesioner, dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan metode etnografi Spradley (1997).
Hasil penelitian ini adalah dalam film The Social Network ditemukan 12 jenis teknik penerjemahan dari 188 teknik yang digunakan oleh penerjemah untuk menerjemahkan 146 data dari total 149 data berupa istilah komputer dan teknologi informasi. Kedua belas teknik penerjemahan tersebut adalah peminjaman, pemadanan lazim, penerjemahan harfiah, transposisi, reduksi, modulasi, amplifikasi linguistik, amplifikasi, generalisasi, partikularisasi, kalke, dan kreasi diskursif. Sementara itu, terdapat 3 data yang tidak diterjemahkan dalam bahasa sasaran. Dari segi kualitas terjemahan, sebanyak 116 data tergolong terjemahan akurat, 28 tergolong terjemahan kurang akurat, 5 data tergolong terjemahan tidak akurat, 120 data tergolong terjemahan berterima, 23 data tergolong terjemahan kurang berterima, 3 data tergolong terjemahan tidak berterima, 107 data tergolong terjemahan yang mempunyai tingkat keterbacaan tinggi, dan 39 data tergolong terjemahan yang mempunyai tingkat keterbacaan sedang.
Dampak dari penggunaan teknik penerjemahan terhadap kualitas terjemahan adalah baik dengan skor rata-rata keakuratan sebesar 2,71, keberterimaan sebesar 2,72, dan keterbacaan sebesar 2,69. Hal ini mengindikasikan bahwa terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network sebagian besar merupakan terjemahan yang akurat, berterima dan mempunyai tingkat keterbacaan tinggi. Teknik penerjemahan yang memberikan kontribusi positif terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan adalah teknik peminjaman, pemadanan lazim, penerjemahan harfiah, amplifikasi, generalisasi, dan partikularisasi. Sebaliknya, teknik penerjemahan yang mengurangi tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan adalah teknik modulasi, kreasi diskursif, transposisi, kalke, dan reduksi.
commit to user
xviii
Implikasi penelitian ini adalah penerjemah harus berhati-hati dan teliti dalam memilih atau memutuskan teknik penerjemahan yang digunakan agar terjemahan yang dihasilkan tidak menghianati penulis teks bahasa sumber dan tidak membohongi pembaca bahasa sasaran. Penerapan teknik penerjemahan ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius.
Kata kunci: istilah komputer dan teknologi informasi, teknik penerjemahan, kualitas terjemahan, keakuratan, keberterimaan, keterbacaan
commit to user
xix
BOB MORISON SIGALINGGING. NIM: S131102004. 2014. An Analysis of Translation of Computer and Information Technology Terms in The Social Network and Its Impacts toward the Translation Quality. THESIS. Thesis Supervisor I: Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., Thesis Supervisor II: Dr. Tri Wiratno, M.A. Master Degree in Linguistics, Majoring in Translation Studies, Postgraduate Program, Sebelas Maret University Surakarta.
ABSTRACT
This research is conducted by analyzing computer and information technology terms in The Social Network (TSN) movie. The aims of this research are to identify and describe: (1) the translation techniques used for translating computer and information technology terms in The Social Network, (2) the translation qualities of computer and information technology terms in The Social Network seen from the aspect of accuracy, acceptability, and readability, (3) the impacts of translation techniques toward the quality of computer and information technology terms in The Social Network.
This is a descriptive-qualitative research. The sources of data are the movie original script, The Social Network movie, and informants, six raters who assessed the quality of the translations. The data are computer and information technology terms in The Social Network movie and the information about translation quality given by the informants.
The techniques of data collection are content analysis, questionnaire, and interview. The data were analyzed by using ethnography method composed by Spradley (1997).
The results of the study show that in The Social Network there are 12 kinds of translation techniques from 188 techniques applied by the subtitler within 146 data. The techniques are borrowing, established-equivalence, literal translation, transposition, reduction, modulation, linguistic amplification, amplification, generalization, particularization, calque, and discursive creation. Meanwhile, there are 3 data not translated by the subtitler. In case of quality, 116 data are accurate, 28 data are less accurate, 5 data are inaccurate, 120 data are acceptable, 23 data are less acceptable, 3 data are unacceptable, 107 data have high readability, and 39 data have medium readability. Then, the impact of the application of those translation techniques toward the quality of translation is good, by the average score of accuracy 2.71, acceptability 2.72, and readability 2.69. Those indicate that the translations of computer and information technology terms in The Social Network mostly are accurate, acceptable, and have high readability. The translation techniques which give positive contribution are borrowing, established-equivalence, literal translation, amplification, generalization, and particularization. Otherwise, the translation techniques which give negative contribution are modulation, discursive creation, transposition, calque, and reduction.
The research implies that the translators or subtitlers must be careful in choosing and determining the techniques so that the translation eventually will not betray the author and lie the target readers. The application of translation techniques needs more serious attention.
Keywords: computer and information technology terms, translation technique, translation quality, accuracy, acceptability, readability
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jaenuri (2011) dalam penelitiannya menguraikan bahwa:
Film pada dasarnya merupakan serangkaian gambar yang diambil dari obyek bergerak, yang kemudian menghasilkan serial peristiwa-peristiwa secara kontinu dan berfungsi sebagai media komunikasi, media hiburan, pendidikan dan penerangan serta diiringi dengan unsur ekspresi penguat seperti musik, dialog dan juga warna sehingga mampu membuat film itu menjadi serealistis mungkin.
Dengan kata lain, pada hakikatnya film memiliki ciri khas tersendiri, seperti harus terdapat keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara gambar, musik, dialog para tokoh, dan warna yang ditayangkan dalam film atau pada umumnya alur cerita yang ditampilkan dalam film berangkat dari realita kehidupan sosial masyarakat sehingga mampu menyedot ribuan bahkan jutaan pasang mata untuk menyaksikannya sekaligus menampilkan esensi film itu sendiri sebagai suatu hiburan. Putranti (2007) menyebutkan bahwa disadari atau tidak, banyak hal dapat dipelajari dari film dan bahkan tidak sedikit film yang dibuat untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya Discovery Channel yang menyuguhkan informasi tentang pengetahuan umum dan juga National Geographic yang menyuguhkan informasi tentang pengetahuan alam.
Arus globalisasi yang semakin tidak terbendung menyebabkan banyak produk film luar negeri baik dari Amerika, Eropa, maupun Asia, dengan bebas masuk ke Indonesia untuk bersaing dengan produk film nasional demi memperoleh pengakuan dari kalangan pecinta dan penikmat film di Indonesia. Film-film luar negeri berbahasa asing yang masuk ke Indonesia, terutama dari Eropa dan Amerika, biasanya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa yang digunakan dalam subtitle-nya. Tidak dapat dipungkiri, realitas itu dapat menjadi kendala cukup serius apabila kalangan penonton tidak paham dengan teks bahasa Inggris yang ditayangkan di bagian bawah layar kaca sebagai representasi tertulis dialog antartokoh dalam film sebab dampaknya mereka akan sulit untuk memahami, bahkan lebih parahnya lagi tidak tahu apa-apa mengenai cerita film yang diputar sehingga tak jarang menimbulkan kekecewaan meskipun tayangan film yang disaksikan tergolong bagus. Namun, bagi para penonton yang memiliki kompetensi bahasa Inggris yang baik diprediksi tidak akan mengalami kendala berarti
commit to user
dalam menikmati sajian film asing tersebut. Dengan demikian, terdapat korelasi yang kuat dan saling mempengaruhi antara tingkat pemahaman penonton terhadap alur cerita dengan tingkat pemahaman penonton terhadap teks terjemahan (subtitle) yang ditayangkan dalam film.
Untuk itu, penerjemahan muncul sebagai solusi untuk memecahkan kendala tersebut. Penerjemahan selalu melibatkan dua bahasa (interlingual), yaitu bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa) dengan sistem bahasa dan budaya yang berbeda satu sama lain. Jadi, penerjemahan secara sederhana dapat dipahami sebagai pengalihan pesan dengan padanan kata yang sesuai dari BSu ke BSa. Secara umum, penerjemahan dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis tetapi dalam penelitian ini penulis hanya memfokuskan kajiannya pada salah satu jenis penerjemahan saja, yaitu penerjemahan teks film (subtitling). Subtitling diharapkan mampu menjembatani perbedaan bahasa dan budaya yang muncul di dalam sebuah teks film sehingga film kelak dapat dipahami dengan baik oleh penonton. Subtitling dilakukan dengan cara menerjemahkan teks berupa tuturan atau dialog para tokoh film dari bahasa asing (BSu) ke bahasa Indonesia (BSa), kemudian meletakkannya di bagian bawah, tepat di tengah-tengah layar kaca.
Seorang penerjemah (dalam penelitian ini adalah subtitler, sebutan bagi mereka yang mengerjakan subtitling) dituntut untuk memiliki pengetahuan serta penguasaan terhadap bahasa sumber dan bahasa sasaran (kompetensi kebahasaan) sebagai persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat menerjemahkan (Nababan, 2008a). Lebih lanjut, Witte (dalam Nababan, 2008a) menyebutkan bahwa penerjemah harus kompeten dalam dua budaya. Dengan demikian, jelaslah bahwa seorang subtitler tanpa bisa ditawar lagi harus memiliki penguasaan dua bahasa dan dua budaya sama baiknya terhadap teks film (subtitle) yang akan diterjemahkannya. Tanpa modal mumpuni yang telah disebutkan, seorang subtitler dijamin tidak akan mampu menghasilkan karya terjemahan yang berkualitas. Oleh karena itu, penilaian terhadap karya atau hasil terjemahan, dalam penelitian ini berupa subtitle film berbahasa Indonesia, menjadi salah satu aktivitas penting dalam studi penerjemahan untuk mengetahui apakah terjemahan film yang dihasilkan layak atau tidak layak untuk ditayangkan dan disaksikan oleh penonton.
Film-film yang diputar di layar kaca umumnya mengangkat genre dan tema tertentu yang berasal dari realita kehidupan manusia. Dirks (2012) menjelaskan genre film
sebagai “various forms or identifiable types, categories, classifications or groups of films that are recurring and have similar, familiar or instantly-recognizable patterns, syntax, film techniques or conventions.” Dengan kata lain, genre film berkaitan dengan pengelompokkan film berdasarkan sejumlah kesamaan seperti bentuk, latar, suasana, atau lainnya. Sebaliknya, tema menentukan alur cerita dari sebuah film. Tema mewakili gagasan, informasi, ungkapan, dan ekspresi dalam cerita film yang menjadi bahan perbincangan penonton. Sebuah tema terkadang dapat mempengaruhi rating sebuah film. Contohnya, beberapa film asing yang bertemakan kepahlawanan (superhero), seperti Superman, Batman atau Iron Man, lebih banyak digandrungi oleh penikmat film Indonesia dan memperoleh apresiasi cukup tinggi dari masyarakat.
Sementara itu, film yang bertemakan ilmu pengetahuan mengisyaratkan adanya penggunaan istilah yang melekat pada disiplin ilmu tertentu sehingga mampu menyajikan suatu perbedaan khusus, menarik, dan signifikan melalui representasi tuturan atau dialog antartokoh yang bermain dalam film tersebut. Salah satu film yang berhubungan dengan fenomena ini adalah film berjudul The Social Network yang kental dengan ragam istilah di bidang komputer dan teknologi informasi. Film yang dirilis pada tahun 2010 ini bercerita tentang perjalanan seorang pemuda bernama Mark Zuckerberg ketika dia menciptakan situs jejaring sosial Facebook dari awal mula hingga masa keemasannya. Film bergenre drama ini banyak mendapatkan penghargaan bergengsi sehingga dikategorikan sebagai salah satu film berkualitas dan ber-rating tinggi. Dengan menampilkan penggunaan peralatan yang erat kaitannya dengan perangkat komputer dan jaringan internet dalam alur ceritanya, film ini menyaratkan pengenalan akan kosakata istilah komputer dan teknologi informasi dalam bahasa Inggris yang semakin berkembang seiring sejalan dengan arus modernisasi masa kini ketika teknologi sangat sulit dilepaskan dari aktivitas kehidupan sosial masyarakat sehari-hari.
Penerjemahan kini merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Menerjemahkan istilah khusus seperti istilah komputer dan teknologi informasi bukan merupakan hal sederhana sebab akan berbenturan dengan perbedaan dua sistem bahasa yang terlibat. Selain itu, istilah komputer dan teknologi informasi tergolong istilah khusus dan sensitif sehingga memiliki sifat spesifik dan rawan kesalahan dalam penerjemahannya. Kesalahan dalam
menerjemahkan istilah khusus yang terdapat di dalam film akan berakibat fatal bagi penonton yang menyaksikannya. Akibatnya, penonton akan diperhadapkan dengan terjemahan istilah yang salah. Oleh karena itu, seorang subtitler dituntut untuk tidak hanya menerjemahkan bahasa tetapi juga budaya selain wajib mengikuti aturan-aturan baku dalam menerjemahkan teks film (subtitling). Dalam penelitian ini, penulis meneliti terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network dengan berfokus pada subtitle bahasa Indonesia sebagai BSa-nya.
Lebih lanjut, bentuk terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network ditemukan cukup bervariasi. Hal ini membuktikan bahwa film yang identik dengan penggunaan istilah tersebut layak untuk dijadikan objek dalam penelitian ini. Berikut ini adalah sejumlah temuan yang diperoleh penulis.
Tabel 1.1 Variasi bentuk terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network (2010)
No. Varian Istilah
Contoh Istilah Komputer atau Teknologi Informasi Teks BSu
(Skrip Orisinal Film)
Teks BSa (Subtitle BSa) 1. Nomina Divya:
He set up a website where you vote on the hotness of female undergrads.
Divya:
Dia membuat situs untuk memilih mahasiswi terseksi.
2. Verba Erica’s Roommate:
He blogged about you.
Erica’s Roommate:
Dia menulis blog tentangmu.
3. Frasa nomina Professor:
Assume page table entries have eight status bits.
Professor:
Anggap saja entri struktur data memiliki 8 status bit.
4. Kata kerja frasa (phrasal verb)
Eduardo:
...Think maybe we should shut it down before we get into trouble.
Eduardo:
...Menurutmu mungkin sebaiknya kita tutup saja sebelum terkena masalah?
5. Frasa kata depan Sean:
...so let me tell you what happens to a 20 year old at the top of a hot dot com:
Sean:
Kuceritakan yang terjadi pada pria 20 tahun di puncak dunia internet.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini disajikan pula contoh tayangan film The Social Network yang menunjukkan temuan terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi seperti pada contoh 2 dalam Tabel 1.1 di atas.
Gambar 1.1 Contoh tayangan film The Social Network dengan subtitle BSu
Gambar 1.2 Contoh tayangan film The Social Network dengan subtitle BSa Berdasarkan Tabel 1.1 yang berisi temuan varian istilah komputer dan teknologi informasi, terpampang jelas bahwa satu kata atau frasa yang merupakan istilah komputer atau teknologi informasi dalam BSu bila diterjemahkan dalam BSa dapat memunculkan beberapa kemungkinan temuan, yaitu terjemahan istilah komputer atau teknologi informasi dalam subtitle BSa tersebut dapat tergolong akurat atau tidak akurat terhadap istilah komputer atau teknologi informasi dalam BSu dan juga sebaliknya, melalui tuturan yang diucapkan oleh para tokoh film. Selama pesan dan makna terjemahan istilah komputer atau teknologi informasi dalam BSa tidak berubah dari BSu-nya, maka terjemahan teks film tersebut dapat dikatakan sepadan. Dengan kata lain, kesamaan pesan antara teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran memang harus lebih diutamakan. Tidak hanya itu, terjemahan istilah komputer atau teknologi informasi dalam subtitle BSa yang diperoleh dari film The Social Network juga dianalisis dari segi keberterimaan dan keterbacaannya untuk mengetahui apakah terjemahan istilah komputer atau teknologi informasi dalam subtitle BSa sudah sesuai dengan norma-norma budaya sasaran atau tidak, kemudian apakah terjemahan istilah komputer atau teknologi informasi dalam BSa mudah atau sulit untuk dipahami oleh pembaca (penonton) sasaran.
Misalnya, pada contoh nomor 2 dalam Gambar 1.1 dan 1.2, subtitler menerjemahkan tuturan He blogged about you menjadi Dia menulis blog tentangmu.
Istilah teknologi informasi blogged yang dikategorikan sebagai verba dalam tuturan tokoh teman sekamar Erica tersebut diterjemahkan menjadi menulis blog. Di sinilah peran penting analisis tingkat keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan, yaitu untuk menentukan apakah makna terjemahan menulis blog sudah sepadan atau tidak dengan makna istilah teknologi informasi dalam BSu yang dimaksud, kemudian apakah terjemahan menulis blog sudah sesuai atau tidak dengan prevalensi budaya sasaran, dan apakah terjemahan menulis blog mudah atau sulit untuk dipahami maknanya oleh pembaca (penonton) sasaran. Nababan (2004) mengungkapkan bahwa dalam setiap pembahasan tentang produk dari suatu proses penerjemahan, masalah mutu selalu mendapatkan perhatian yang sangat serius. Hal itu terkait erat dengan fungsi terjemahan sebagai alat komunikasi antara penulis teks bahasa sumber dan pembaca teks bahasa sasaran. Berhasil tidaknya sebuah terjemahan dalam menjalankan fungsinya sebagai alat komunikasi sangat tergantung pada mutunya. Untuk mengetahui apakah sebuah terjemahan bermutu ataukah belum, terjemahan tersebut harus dinilai atau dievaluasi.
Sementara itu, terdapat beberapa penelitian yang sudah terlebih dahulu mengkaji penerjemahan istilah khusus atau istilah asing dan penilaian kualitas terjemahannya.
Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Indah Fajar Wahyuni (2003) berjudul
“Analisis Penerjemahan Istilah-istilah Politik dalam Buku The Clash of Civilization and The Remaking of World Order Karya Samuel P. Huntington”. Fokus penelitian tersebut terletak pada jenis penerjemahan dan pergeseran makna dalam terjemahan istilah-istilah politik. Namun, penelitian ini belum mengkaji kualitas terjemahan secara terfokus serta menekankan penerjemahan istilah-istilah politik hanya sebatas pada makna yang dihasilkan. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Harris Setiajid (2006) yang mengangkat penelitian berjudul “Perbandingan Terjemahan Istilah Gerejawi dalam Novel The Name of The Rose karya Umberto Eco oleh Ani Suparyati-Sobar Hartini dan Nin Bakdi Soemanto: Kajian Keakuratan, Keberterimaan, dan Keterbacaan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan perbandingan strategi yang digunakan oleh dua penerjemah dalam menerjemahkan istilah gerejawi. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji keakuratan penerjemahan, serta keberterimaan dan keterbacaan terjemahan istilah gerejawi. Namun, penelitian tersebut belum memaparkan dampak
strategi penerjemahan yang dilakukan oleh masing-masing penerjemah terhadap kualitas terjemahan yang dihasilkan.
Selain itu, Asri Handayani (2009) menulis penelitian berjudul “Analisis Ideologi Penerjemahan dan Penilaian Kualitas Terjemahan Istilah Kedokteran dalam Buku Lecture Notes on Clinical Medicine dan Istilah Kedokteran Lecture Note Kedokteran Klinis”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik, metode, ideologi, tingkat keakuratan, keberterimaan serta keterbacaan terjemahan istilah kedokteran pada teks bahasa sasaran Lecture Note Kedokteran Klinis.
Fokus penelitian tersebut adalah pengkajian mengenai teknik, metode, ideologi, serta kualitas terjemahan istilah kedokteran. Namun, penelitian ini hanya menekankan kajian istilah-istilah kedokteran sebatas pada bentuk dan makna tanpa pemaparan dampak teknik penerjemahan terhadap kualitas terjemahan. Di samping itu, Endang Werdiningsih (2009) mengangkat penelitian berjudul “Kajian Terjemahan Istilah Ekonomi dalam Buku Why We Want You To Be Rich: Two Men• One Message Karya Donald J. Trump dan Robert T. Kiyosaki yang Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh July Susanto”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk terjemahan, menjelaskan teknik penerjemahan, serta menentukan tingkat keakuratan dan keberterimaan terjemahan istilah bidang ekonomi dalam buku Why We Want You To Be Rich: Two Men• One Message. Namun, penelitian ini belum mengkaji aspek keterbacaan terjemahan dan masih menekankan kajian istilah-istilah ekonomi sebatas pada bentuk dan makna tanpa pemaparan dampak teknik penerjemahan terhadap kualitas terjemahan.
Tidak ketinggalan, Anshori (2010) menulis penelitian yang berjudul “Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan Buku Economic Concepts of Ibn Taimiyah ke dalam Bahasa Indonesia dan Dampaknya pada Kualitas Terjemahan”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik, metode, dan ideologi penerjemahan, serta melihat dampaknya terhadap kualitas terjemahan istilah religi dan ekonomi syariah dari aspek keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability) serta keterbacaan (readability) terjemahan. Selanjutnya, Yahya (2012) melakukan riset dengan judul “Analisis Terjemahan Kata-kata Kultural dalam Novel Pride and Prejudice dan Novel Terjemahannya Keangkuhan dan Prasangka”.
Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui berbagai jenis kata kultural, teknik
penerjemahan, dan kualitas terjemahan dari kata-kata kultural tersebut. Namun, peneliti belum terlihat konsisten dengan satuan lingual yang ditelitinya. Walaupun sudah ditentukan bahwa unit analisisnya berupa kata dan frasa, peneliti tanpa disadari juga memasukkan kalimat dalam penelitiannya.
Berdasarkan sejumlah review di atas, penulis masih memiliki kesempatan untuk melengkapi studi yang berkaitan dengan penerjemahan istilah khusus di bidang ilmu pengetahuan tertentu. Dengan mengacu kepada referensi-referensi yang sudah ada, penulis melakukan penelitian dengan judul ANALISIS TERJEMAHAN ISTILAH KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM FILM THE SOCIAL NETWORK SERTA DAMPAKNYA PADA KUALITAS TERJEMAHAN. Hal ini didukung pertimbangan bahwa kosakata istilah komputer dan teknologi informasi yang semakin bertambah seiring perkembangan teknologi saat ini adalah penting untuk diketahui masyarakat ketika penggunaan komputer dan teknologi informasi sepenuhnya menunjang aktivitas kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Fokus penelitian terdiri dari pengidentifikasian istilah komputer dan teknologi informasi yang terkandung dalam tuturan tokoh-tokoh dalam film The Social Network, analisis teknik penerjemahan yang digunakan oleh subtitler untuk menerjemahkan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network, analisis kualitas terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi yang meliputi tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan, dan pengaruh penggunaan teknik serta dampaknya terhadap kualitas terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network diuraikan pula dalam penelitian ini. Selanjutnya, penelitian ini mengkaji satuan lingual dalam tataran mikro, yaitu kata dan frasa. Kata dan frasa yang dianalisis berupa istilah komputer atau teknologi informasi dalam bahasa Inggris yang diidentifikasi dari skrip orisinal film berikut terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang diperoleh dari subtitle film The Social Network. Apabila dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan buku atau novel sebagai sumber data penelitian, maka pemilihan film sebagai sumber data dalam penelitian ini merupakan pertimbangan tersendiri dari penulis mengingat subtitle terikat dengan aturan-aturan baku subtitling sehingga terdapat kemungkinan subtitler luput untuk menerjemahkan istilah komputer dan teknologi informasi yang terdapat dalam film The Social Network walaupun asumsi tersebut perlu diuji lebih lanjut secara empiris dalam penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah menggambarkan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian. Dengan demikian, beberapa masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa saja teknik penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network?
2. Bagaimana kualitas terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network dipandang dari aspek keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaannya?
3. Bagaimana dampak penggunaan teknik penerjemahan terhadap kualitas terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian menggambarkan target penelitian yang hendak dicapai sesuai dengan rumusan masalah. Dengan demikian, tujuan penelitian ini antara lain:
1. Mendeskripsikan teknik penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network.
2. Mendeskripsikan kualitas terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network dipandang dari aspek keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaannya.
3. Mendeskripsikan dampak penggunaan teknik penerjemahan terhadap kualitas terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam film The Social Network.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu gambaran mengenai model penerjemahan istilah komputer dan teknologi informasi dalam subtitling. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat membantu mengembangkan kompetensi strategis para penerjemah film (subtitler) dalam memecahkan berbagai masalah terjemahan istilah komputer dan teknologi informasi yang semakin berkembang. Hal ini mengisyaratkan kepada penerjemah untuk lebih berhati-hati, cermat, dan teliti dalam menerjemahkan setiap detail informasi (pesan) mengingat pentingnya terjemahan yang berkualitas.
10 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Penerjemahan
1.1 Definisi Penerjemahan
Sejumlah pakar penerjemahan telah mengungkapkan pemikiran-pemikirannya mengenai definisi penerjemahan mengingat penerjemahan memiliki peran yang cukup penting dan spesifik dalam studi kebahasaan. Nida dan Taber (1982) menyatakan
“Translation consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalence of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.” Definisi ini menyampaikan penjelasan bahwa menerjemahkan adalah mereproduksi padanan yang wajar dan paling dekat dengan pesan BSu ke dalam BSa, pertama yang berhubungan dengan arti dan kedua yang berhubungan dengan gaya.
Dalam hal ini, yang penting pesan dari TSu tersampaikan kepada TSa secara lentur.
Definisi ini terlalu mengusung padanan alamiah dalam cakupan makna dan gaya serta rentan dengan gramatika (Hartono, 2009).
Selain itu, Larson (1984) mengutarakan:
Translation is transferring the meaning of the source language into the receptor language. This is done by going from the form of the first language to the form of a second language by way of semantic structure. It is meaning which is being transferred and must be held constant.
Dalam definisi di atas, Larson memunculkan sebuah kelengkapan dan keharmonisan antara bentuk bahasa dan struktur makna. Inilah sebuah kemasan yang mampu menghantarkan pemahaman berupa makna yang dikandung oleh TSu yang harus mampu ditransfer ke TSa dengan penuh tanggungjawab (ibid.). Senada dengan pernyataan tersebut, Newmark (1988) mengemukakan “Translation is rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended the text.”
Definisi ini berisi pemahaman bahwa maksud penulis teks asli (TSu) merupakan unsur utama yang harus diperhatikan oleh seorang penerjemah pada saat dia membaca TSu.
Pada saat membaca TSu, seorang penerjemah otomatis adalah seorang pembaca TSu, sehingga dia yang harus memahami isi hati dan maksud penulis teks asli (TSu). Jadi,
commit to user
penerjemah adalah jembatan yang menghubungkan tali batin antara penulis asli dengan penerima pesan yang berbahasa sasaran (ibid.).
Demikian pula, Steiner (dalam Choliludin, 2006) menerangkan bahwa “Translation can be seen as (co) generation of texts under specific constraints that is relative stability of some situational factors and, therefore, register, and classically, change of language and (context of) culture.” Definisi ini tampak lebih mengusung format modern karena Steiner mengangkat hasil terjemahan sebagai teks generasi kedua yang memperhatikan sosiolinguistik dan konteks kultural. Steiner lebih memandang kondisi kekinian yang sarat dengan kompleksitas register yang ada dalam masyarakat dewasa ini, sehingga dengan definisinya dia lebih dahulu mengantisipasi permasalahan leksis dan perubahan bahasa yang bisa muncul setiap saat (ibid.). Di samping itu, Hartono (2009) memiliki uraian tersendiri mengenai definisi penerjemahan, yaitu:
Penerjemahan merupakan sebuah aktivitas membaca apa yang dikehendaki dan dituju oleh penulis TSu (berupa pesan yang dikemas dalam bentuk kata, frase, kalimat dan keutuhan teks yang mengandung nuansa makna denotatif maupun konotatif) dan mereproduksi keseluruhan pesan itu ke dalam bahasa yang dipahami oleh penerima pesan dalam sebuah siklus yang simultan.
Definisi tersebut mencoba memberikan gambaran bahwa dalam proses penerjemahan harus ada kerjasama atau kolaborasi yang simultan antara penulis teks sumber, penerjemah (juga sekaligus sebagai pembaca teks sumber) dan penerima pesan (sebagai pembaca teks sasaran). Dalam konsep tersebut penerjemah lebih memiliki peranan sebagai pembaca yang berfungsi untuk membaca atau menginterpretasikan maksud, keinginan dan tujuan dari penulis teks asli sehingga ia diibaratkan jembatan yang dapat menghubungkan antara penulis teks dan penerima pesan.
Berdasarkan sejumlah definisi penerjemahan yang telah diuraikan satu per satu dari beberapa pakar, penulis dapat menarik beberapa poin penting yang patut untuk dicatat, yaitu pada dasarnya penerjemahan merupakan sebuah studi yang berhubungan erat dengan:
a. padanan alamiah dalam cakupan makna dan gaya dalam pengalihan pesan dari BSu ke dalam BSa.
b. pengalihan pesan atau makna dari BSu ke dalam BSa yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
c. proses yang menghubungkan tali batin antara penulis asli yang berbahasa sumber dengan penerima pesan yang berbahasa sasaran.
d. proses menghasilkan suatu terjemahan dengan memperhatikan konteks sosial dan kultural bahasa sasaran.
e. suatu kerjasama atau kolaborasi yang simultan antara penulis teks sumber, penerjemah (juga sekaligus sebagai pembaca teks sumber) dan penerima pesan (sebagai pembaca teks sasaran).
1.2 Makna dalam Penerjemahan
Makna merupakan poin yang sangat penting dan tak terpisahkan dalam kegiatan penerjemahan karena sejatinya penerjemahan melibatkan pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Hasil terjemahan dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana makna dari pesan teks BSu dialihkan ke dalam teks BSa. Dalam hal ini, apakah makna pesan dalam BSu tersampaikan seluruhnya, sebagian besar, sebagian kecil, atau tidak sama sekali ke dalam BSa. Untuk dapat mengetahui hal tersebut, seyogianya dapat dilihat dari padanan yang dipilih oleh penerjemah dalam menyampaikan makna yang terkandung dalam suatu teks BSu. Selain itu, pemahaman terhadap semantik dapat membantu penerjemah dalam mencari padanan yang tepat dalam BSa dan maknanya sedekat mungkin dengan BSu. Semantik mengkaji makna secara linguistik dan tidak terikat oleh konteks seperti halnya pragmatik.
Nababan (2003) menyatakan bahwa makna suatu kata tidak hanya dipengaruhi oleh posisinya dalam kalimat tetapi juga oleh bidang ilmu yang menggunakan kata itu.
Dalam praktek menerjemahkan yang sesungguhnya, perhatian seorang penerjemah terfokus tidak hanya pada pengalihan makna suatu kata, namun meluas ke masalah pengalihan pesan atau amanat.
a. Makna Leksikal
Makna leksikal dimiliki oleh unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. Makna leksikal ini dapat juga disebut makna yang ada dalam kamus mengingat kata yang ada dalam kamus lepas dari penggunaannya atau konteksnya (Nababan, 2003). Berkaitan dengan penerjemahan, Soemarno (dalam Masduki, 2011) mengelompokkan kata-kata bermakna leksikal ke dalam tiga kelompok utama, yaitu:
1) Kata-kata dalam bahasa sumber yang dengan mudah dapat dicari padanannya dalam bahasa sasaran. Contoh: radio (radio), computer (komputer), book (buku), gold (emas).
2) Kata-kata bermakna leksikal bahasa sumber yang mempunyai padanan dalam bahasa sasaran, tetapi maknanya itu sebenarnya sudah sedikit berbeda, baik dari segi fisik maupun konsepnya. Namun, kedua makna leksikal tersebut (dalam BSu dan BSa) masih dianggap padanan sehingga penerjemah masih bisa menggunakannya sebagai padanan dalam penerjemahan. Contoh: kata breakfast lazim dipadankan dengan sarapan dalam bahasa Indonesia dan itu dianggap benar. Namun, ternyata konsep kedua kata tersebut berbeda. Contoh lainnya, yaitu kata farmer dan petani. Dari sudut pandang penutur asli bahasa Inggris, farmer identik dengan orang kaya karena tanah yang dimilikinya sangat luas.
Sebaliknya, dari sudut pandang penutur asli bahasa Indonesia, seorang petani umumnya dikategorikan sebagai orang miskin (Nababan, 2008c).
3) Kata-kata dalam bahasa sumber yang sulit dicari padanannya dalam bahasa sasaran. Contoh: kata baby shower sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia. Sebaliknya, kata sekaten sulit dicari padanannya dalam bahasa Inggris.
b. Makna Gramatikal
Makna gramatikal ialah hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan yang lebih besar, misalnya hubungan suatu kata dengan kata yang lain dalam frasa atau klausa (Kridalaksana dalam Nababan, 2003). Contoh: kata can bisa berarti dapat, kaleng, atau mengalengkan, bergantung pada posisi kata itu dalam kalimat.
c. Makna Kontekstual dan Situasional
Makna kontekstual atau situasional ialah hubungan antara ujaran dan situasi di mana ujaran itu dipakai (Nababan, 2003). Dengan kata lain, makna kontekstual ialah makna suatu kata yang dikaitkan dengan situasi penggunaan bahasa. Oleh karena itu, makna suatu kata akan mempunyai arti sebanyak situasi atau konteks yang menyertainya (Soemarno dalam Masduki, 2011). Contoh: ucapan Good morning!
diterjemahkan ‘keluar!’ apabila ucapan itu dituturkan oleh seorang pimpinan kepada bawahannya yang selalu masuk terlambat di kantor.
d. Makna Tekstual
Makna tekstual berkaitan dengan isi suatu teks atau wacana. Perbedaan jenis teks dapat pula menimbulkan makna suatu kata menjadi berbeda (Nababan, 2003). Dalam teks biologi, kata morphology artinya suatu cabang biologi yang berhubungan dengan bentuk dan struktur tumbuh-tumbuhan dan binatang. Dalam bidang teks kebahasaan, kata itu diartikan sebagai studi morfem suatu bahasa dan bagaimana morfem itu digabungkan untuk membentuk makna.
e. Makna Sosio-kultural
Makna suatu kata yang erat kaitannya dengan sosio-budaya pemakai bahasa disebut makna sosio-kultural (ibid.). Makna sosiokultural seringkali dipengaruhi oleh pola hidup masyarakat pengguna bahasa itu (Masduki, 2011). Makna ini sering ditemukan dalam istilah-istilah budaya seperti Halloween, Baby Shower, Thanksgiving, midodareni, angkringan, arisan, dan sebagainya.
1.3 Teknik Penerjemahan
Teknik penerjemahan merupakan prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada berbagai satuan lingual, misalnya kalimat, klausa, frase, dan/atau kata (Nababan, 2010b) dan teknik-teknik tersebut mempengaruhi hasil terjemahan (Molina
& Albir, 2002). Dengan demikian, teknik penerjemahan bersifat praktis dan dapat dilihat dari produk terjemahan yang dihasilkan mengingat kesepadanan merupakan hal penting yang harus diperhatikan secara saksama dalam penerjemahan. Lebih lanjut, Molina dan Albir (2002) menyebutkan lima karakteristik teknik penerjemahan, antara lain:
a. Teknik penerjemahan berpengaruh terhadap hasil terjemahan.
b. Teknik penerjemahan membandingkan bahasa sumber (BSu) dengan bahasa sasaran (BSa).
c. Teknik penerjemahan berpengaruh terhadap satuan-satuan teks terkecil, misalnya kata, frasa, dan kalimat.
d. Teknik penerjemahan bersifat diskursif (logis) alamiah dan kontekstual.
e. Teknik penerjemahan itu fungsional.
Dengan mengacu kepada poin-poin di atas, berikut ini akan dipaparkan satu per satu sejumlah teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir (2002):
1) Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi merupakan teknik penerjemahan yang menggantikan unsur budaya dalam bahasa sumber dengan unsur budaya yang mempunyai sifat yang sama dalam bahasa sasaran, dan unsur budaya tersebut akrab bagi pembaca sasaran (Nababan, 2010b). Sebagai contoh:
BSu : Dear Sir or Madam BSa : Dengan hormat
Terjemahan frasa dengan hormat pada sistematika penulisan surat dalam BSa lebih dikenal dalam budaya pembaca sasaran dan konsepnya mirip dengan bahasa sumber. Dengan menggunakan teknik adaptasi, penerjemah mampu menghasilkan terjemahan yang berterima dan mudah dipahami bagi pembaca sasaran.
2) Amplifikasi (Amplification)
Teknik amplifikasi memperkenalkan suatu penjelasan rinci dalam bahasa sasaran yang tidak terdapat dalam bahasa sumber. Dengan kata lain, amplifikasi merupakan teknik penerjemahan yang mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalam bahasa sumber (ibid.). Sebagai contoh, untuk menerjemahkan nomina bahasa Arab Ramadhan ke dalam bahasa Inggris perlu diberi deskripsi the Muslim month of fasting.
3) Peminjaman (Borrowing)
Peminjaman adalah teknik penerjemahan dengan meminjam kata atau ungkapan dari bahasa sumber. Teknik peminjaman ini bisa berbentuk peminjaman murni (pure borrowing) dan peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing).
Peminjaman murni dilakukan ketika tidak ada padanan yang sesuai di dalam bahasa sasaran dan ketika istilah asing yang dipinjam sudah banyak dikenal oleh pembaca sasaran. Pada peminjaman murni, penerjemah tidak melakukan perubahan apapun terhadap istilah asing yang dipinjam. Sebagai contoh:
BSu : It’s on your blog.
BSa : Ada di blog-mu.
(The Social Network, 2010)
Di sisi lain, peminjaman yang sudah dinaturalisasi dilakukan dengan menyesuaikan ejaan istilah asing yang dipinjam dengan ejaan bahasa sasaran.
Sebagai contoh:
BSu : No, I need the algorithm you use to rank chess players.
BSa : Tidak, aku butuh algoritma yang kau gunakan untuk membuat peringkat catur.
(The Social Network, 2010) 4) Kalke (Calque)
Kalke adalah teknik penerjemahan kata atau frasa dalam bahasa sumber secara literal. Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah (literal translation), namun perbedaannya adalah pada teknik kalke terdapat interferensi struktur bahasa sumber pada bahasa sasaran (Nababan, 2010). Sebagai contoh:
BSu : Each Residency was divided into Assistant Residencies.
BSa : Setiap karesidenan dibagi ke dalam pemerintahan Asisten Karesidenan.
(Wulansari, 2013)
5) Kompensasi (Compensation)
Kompensasi adalah teknik penerjemahan yang memperkenalkan unsur-unsur informasi atau efek stilistika bahasa sumber terhadap bahasa sasaran karena unsur atau efek tersebut tidak dapat digantikan atau tidak ada padanannya dalam bahasa sasaran. Teknik ini biasanya digunakan untuk menerjemahkan karya-karya sastra.
Sebagai contoh:
BSu : You can let your imagination go wild with a Vision Board.
BSa : Melalui Papan Visi, anda bisa membiarkan imajinasi mengembara sejauh mungkin.
6) Deskripsi (Description)
Deskripsi adalah teknik penerjemahan yang menggantikan sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya. Teknik ini sekilas tampak mirip dengan amplifikasi, namun perbedaannya adalah teknik deskripsi memberikan penjelasan yang lebih panjang tentang deskripsi suatu hal. Sebagai contoh:
BSu : ‘cow-creamer’
BSa : ‘poci yang berbentuk sapi untuk tempat susu’
(Hartono, 2009)
7) Kreasi Diskursif (Discursive Creation)
Kreasi diskursif adalah teknik penerjemahan yang menampilkan kesepadanan sementara yang tidak terduga atau keluar dari konteks. Teknik ini biasanya digunakan untuk menerjemahkan judul buku atau film. Di bawah ini merupakan judul novel karya John Grisham yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia:
BSu : Bleachers BSa : Sang Pelatih
8) Pemadanan Lazim (Established Equivalence)
Nababan (2010b) menyatakan bahwa pemadanan lazim adalah teknik penerjemahan dengan menggunakan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Sebagai contoh:
BSu : Let the hacking begin.
BSa : Mari kita mulai peretasan.
(The Social Network, 2010) 9) Generalisasi (Generalization)
Generalisasi adalah teknik penerjemahan dengan mengganti istilah-istilah khusus dalam bahasa sumber yang sulit dipahami dengan istilah yang lebih umum atau lebih netral dalam bahasa sasaran. Sebagai contoh:
BSu : The burglar was shot.
BSa : Maling itu terbunuh.
10) Amplifikasi Linguistik (Linguistic Amplification)
Amplifikasi linguistik adalah teknik penerjemahan dengan menambahkan unsur-unsur linguistik dalam bahasa sasaran. Teknik ini sering digunakan dalam penerjemahan lisan konsekutif dan sulih suara (dubbing). Sebagai contoh:
BSu : Can I help clean?
BSa : Boleh kubantu membersihkannya?
11) Kompresi Linguistik (Linguistic Compression)
Kompresi linguistik adalah teknik penerjemahan dengan cara memampatkan unsur-unsur linguistik yang ada pada bahasa sumber sehingga terjemahan yang dihasilkan menjadi lebih ringkas tetapi tetap mampu mengakomodir makna yang diinginkan penulis. Teknik ini sering digunakan dalam penerjemahan lisan simultan dan penerjemahan teks film (subtitling). Sebagai contoh:
BSu : I want you to know...
BSa : Ketahuilah...
12) Penerjemahan Harfiah (Literal Translation)
Penerjemahan harfiah merupakan teknik penerjemahan kata demi kata. Teknik ini mirip dengan kalke. Namun, pada penerjemahan harfiah, satu kata dalam bahasa sumber tidak selalu diterjemahkan menjadi satu kata dalam bahasa sasaran. Selain
itu, penerjemah telah menyesuaikan struktur kalimat terjemahan dengan struktur kalimat yang berlaku dalam bahasa sasaran. Sebagai contoh:
BSu : I will visit you.
BSa : Aku akan mengunjungimu.
13) Modulasi (Modulation)
Modulasi merupakan teknik penerjemahan dengan cara mengubah sudut pandang, fokus, atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan teks sumber.
Perubahan sudut pandang tersebut dapat terjadi pada tataran leksikal maupun struktural (Nababan, 2010b). Sebagai contoh:
BSu : You are going to have a child.
BSa : Anda akan menjadi seorang ayah.
14) Partikularisasi (Particularization)
Partikularisasi adalah teknik penerjemahan dengan menggunakan istilah yang lebih konkret atau presisi dan arah terjemahannya dari superordinat ke subordinat.
Teknik ini kebalikan dari teknik generalisasi. Misalnya, frasa artistic manifestation diterjemahkan menjadi lukisan.
15) Reduksi (Reduction)
Reduksi merupakan teknik penerjemahan yang memadatkan informasi teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Teknik ini kebalikan dari teknik amplifikasi. Sebagai contoh:
BSu : The proposal was rejected and repudiated.
BSa : Usulnya ditolak.
16) Subtitusi (Subtitution)
Subtitusi adalah teknik penerjemahan yang mengganti elemen linguistik menjadi elemen paralinguistik (termasuk gerak tubuh atau gesture dan intonasi atau isyarat) dan sebaliknya. Sebagai contoh:
BSu : They bow to each other.
BSa : Mereka saling memberi salam.
17) Transposisi (Transposition)
Transposisi merupakan teknik penerjemahan dengan mengubah susunan kata (structural adjustment) atau menggeser (shifting) kategori kata dan satuan lingual (unit). Penyesuaian susunan kata wajib dilakukan apabila struktur kata dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran berbeda. Sementara itu, pergeseran kategori merujuk pada perubahan kelas kata bahasa sumber dalam bahasa sasaran. Selain
itu, perubahan dari kalimat kompleks menjadi kalimat-kalimat sederhana juga merupakan wujud dari penerapan teknik transposisi (Nababan, 2010b: 8). Sebagai contoh:
BSu : I am Indonesian.
BSa : Saya orang Indonesia.
Pada contoh di atas, kata sifat Indonesian dalam BSu bergeser menjadi kata benda Indonesia dalam BSa. Contoh lainnya:
BSu : Simon is wearing trousers.
BSa : Simon mengenakan celana panjang.
Kata trousers dalam BSu diterjemahkan menjadi frasa celana panjang dalam BSa.
18) Variasi (Variation)
Variasi adalah teknik penerjemahan yang mengubah unsur-unsur linguistik atau paralinguistik yang mempengaruhi variasi linguistik: perubahan tona tekstual, gaya bahasa, dialek sosial, dialek geografis (Nababan, 2010b: 10). Sebagai contoh:
BSu : You know what?
BSa : Tahu nggak sih lu?
Berdasarkan kedelapan belas teknik penerjemahan yang telah dijabarkan di atas, peminjaman, kalke, dan penerjemahan harfiah merupakan tiga teknik penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber (BSu), sedangkan adaptasi, amplifikasi, kompensasi, deskripsi, kreasi diskursif, kesepadanan lazim, generalisasi, amplifikasi linguistik, kompresi linguistik, modulasi, partikularisasi, reduksi, subtitusi, transposisi, dan variasi adalah lima belas teknik penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran (BSa). Nababan (2010b) menyatakan bahwa teknik penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber akan menghasilkan terjemahan yang akurat, tetapi ada kemungkinan terjemahan tersebut tidak atau kurang berterima dan sulit dipahami.
Sebaliknya, teknik penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran akan menghasilkan terjemahan yang berterima dan mudah dipahami namun ada kemungkinan terjemahan mengalami distorsi atau penyimpangan makna dan pesan.
1.4 Penilaian Kualitas Terjemahan
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penerjemah merupakan mediator atau jembatan penghubung antara penulis BSu dengan pembaca BSa dan teks terjemahan sebagai sarananya. Teks terjemahan sebagai produk dari setiap tahap proses penerjemahan harus menunjukkan kualitas terjemahan yang baik karena kualitas sangat
berpengaruh terhadap pemahaman pembaca sasaran terhadap teks BSu. Koller (dalam Nababan dkk, 2004) melihat bahwa teks terjemahan merupakan produk dari proses penerjemahan yang terjadi dalam otak penerjemah secara kognitif. Dia mendefinisikan terjemahan sebagai berikut:
As the result of a text-processing activity, by means of which a source language text is transposed into a target language text. Between the resultant text in L2 (the target language text) and the source text in L1 (the source language text) there exist a relationship, which can be designed as a translational, or equivalence relational.
Definisi Koller di atas menjelaskan bahwa terjemahan merupakan hasil dari proses penerjemahan, yaitu penerjemahan teks dari BSu ke dalam BSa. Dalam hal ini, L2 tidak hanya sebagai teks terjemahan dari L1 saja, namun L2 harus memiliki keterkaitan dan kesepadanan dengan L1 sebagai teks bahasa sumber (Anshori, 2010).
Sebagai hasil akhir yang muncul dari serangkaian kegiatan penerjemahan, suatu teks terjemahan yang dihasilkan pasti memiliki tingkat kualitas yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, penilaian terhadap kualitas terjemahan diperlukan untuk menilai sejauh mana suatu terjemahan dapat berfungsi sebagai alat komunikasi yang mampu menjembatani perbedaan dua sistem bahasa yang berbeda. Newmark (1988) mengemukakan “Translation quality assessment is a very important in the process of translation and it becomes a significant link between translation theory and its practice.” Pernyataan tersebut ingin menyampaikan bahwa penilaian kualitas terjemahan dapat menjadi suatu media yang mengevaluasi hasil pengaplikasian teori terhadap praktek penerjemahan yang dilakukan oleh penerjemah. Menurut Nababan (2003), penelitian terhadap mutu terjemahan terfokus pada tiga hal pokok, yaitu: 1) ketepatan pengalihan pesan, 2) ketepatan pengungkapan pesan dalam bahasa sasaran, dan 3) kealamiahan bahasa sasaran. Berdasarkan poin-poin tersebut, terdapat tiga komponen yang harus diperhatikan dalam menilai kualitas terjemahan, yaitu keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability), dan keterbacaan (readability).
a. Keakuratan (Accuracy)
Keakuratan (accuracy) merupakan indikator utama dalam penilaian kualitas terjemahan. Nababan (2010a) menyatakan bahwa tingkat keakuratan pengalihan pesan ditetapkan oleh seberapa akurat isi atau pesan teks bahasa sumber dialihkan ke dalam bahasa sasaran. Dengan kata lain, keakuratan berkaitan dengan pengalihan pesan dari teks BSu ke dalam teks BSa yang tidak ditambah dan tidak dikurangi. Keakuratan ini
nantinya berkaitan dengan ketepatan pencarian padanan dalam BSa, sebagaimana pernyataan Shuttleworth dan Cowie (1997) bahwa keakuratan mengacu pada kesepadanan antara informasi dalam bahasa sumber dengan informasi dalam bahasa sasasaran. Di sisi lain, Catford (1965) menyatakan bahwa “The central problem of translation is that of finding equivalence.” (Inti permasalahan dalam penerjemahan sesungguhnya adalah pencarian padanan) dan Machali (2000) menambahkan bahwa keakuratan tidak hanya dilihat dari ketepatan pemilihan makna, tetapi juga ketepatan gramatikal, kesepadanan makna, dan pragmatik.
Kesepadanan merupakan hal yang sangat penting karena tujuan penerjemahan ialah untuk mencari padanan yang sedekat mungkin dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Hal ini senada dengan pernyataan Karimi (2006) yang menyebutkan “If a specific linguistic unit in one language carries the same intended meaning/message encoded in a specific linguistic medium in another, then these two units are considered to be equivalent.” (Jika terdapat unit linguistik tertentu dalam satu bahasa mengandung makna/pesan yang (dimaksudkan) sama setelah dikodekan melalui medium linguistik tertentu dalam bahasa lain, maka dua unit ini dianggap sepadan). Selain itu, kesepadanan itu sendiri tidak hanya terkait dengan bentuk bahasa, layaknya kata diganti dengan kata, atau kalimat diganti dengan kalimat tetapi juga harus ditinjau dari segi maknanya (meaning equivalence). Bell (1991) mengungkapkan bahwa “There is no absolute synonym between words in the same language, so why should anyone be surprised to discover a lack of synonyms between languages.” Dalam hal ini, tidak ada sinonim mutlak suatu kata dalam bahasa yang sama, sehingga hal yang wajar apabila masih terdapat kesulitan untuk mencari sinonim suatu kata dalam bahasa yang berbeda.
Akan tetapi, konsep kesepadanan itu sendiri sebenarnya sangat problematik karena sulit bagi penerjemah untuk mencapai kesepadanan mutlak. Menurut Nababan (2008b), alasan mengapa kesepadanan mutlak itu sulit dicapai, yaitu karena: 1) tidak mungkin suatu teks memiliki interpretasi yang konstan meskipun bagi orang yang sama dalam kesempatan yang berbeda, 2) penerjemahan merupakan interpretasi subjektif penerjemah terhadap teks bahasa sumber, dan 3) tidak mungkin bagi penerjemah untuk menentukan bagaimana tanggapan pembaca terhadap teks bahasa sumber ketika teks tersebut pertama kali dibuat. Oleh karena itu, dalam menerjemahkan teks, penerjemah
harus berusaha mencari padanan yang sedekat mungkin agar makna atau pesan bahasa sumber dapat disampaikan secara utuh dalam bahasa sasaran.
Nababan dkk (2012: 50-51) merumuskan instrumen yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk menilai tingkat keakuratan suatu teks terjemahan. Instrumen penilai tingkat keakuratan terjemahan tersebut menganut skala 1 sampai dengan 3. Semakin tinggi skor yang diberikan penilai, maka semakin akurat terjemahan yang dihasilkan.
Sebaliknya, semakin rendah skor yang diberikan terhadap terjemahan, maka semakin rendah tingkat keakuratan terjemahan tersebut.
Tabel 2.1 Instrumen penilai tingkat keakuratan terjemahan (Nababan dkk, 2012) Kategori
Terjemahan
Skor Parameter Kualitatif
Akurat 3 Makna kata, istilah teknis frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi distorsi makna.
Kurang Akurat 2 Sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber sudah dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna yang dihilangkan, yang mengganggu keutuhan pesan.
Tidak Akurat 1 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber dialihkan secara tidak akurat ke dalam bahasa sasaran atau dihilangkan (deleted).
b. Keberterimaan (Acceptability)
Istilah keberterimaan (acceptability) diperkenalkan oleh Toury (1995) untuk merujuk pada kesesuaian terjemahan dengan norma-norma linguistik dan budaya pada bahasa sasaran. Berterima tidak hanya sebatas pada masalah berterima secara struktur bahasa namun juga berterima secara budaya sebagaimana yang dikatakan oleh Toury, yaitu “Translation is a kind of activity which inevitably involves at least two languages and two cultural tradition.” Dengan demikian, teks bahasa sasaran harus berterima dalam budaya pembaca sasaran.
Senada dengan Toury, Nababan (2010a) menegaskan bahwa tingkat keberterimaan terjemahan dinilai atas dasar apakah isi atau pesan teks bahasa sumber tersebut sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya yang berlaku dalam bahasa sasaran. Ini berarti bahwa terjemahan harus sesuai dengan norma-norma yang ada dalam budaya pembaca sasaran.