55 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada SD Negeri 03 Kalimanggis Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. SD Negeri 03 Kalimanggis terletak di Desa Kalisat Kelurahan Kalimanggis Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung.Jumlah seluruh peserta didik dari kelas I sampai kelas VI yaitu 105 peserta didik. SD Negeri 03 Kalimanggis mempunyai 11 tenaga pendidik, tujuh diantaranya sudah berstatus PNS (Kepala Sekolah, guru kelas I, guru kelas IV, guru kelas V, guru kelas VI, guru agama Islam dan guru agama Buddha), dan empat guru wiyata bakti. Fasilitas yang ada di SD Negeri 03 Kalimanggis cukup memadai, diantaranya perpustakaan, perlengkapan alat olahraga dan alat peraga, LCD.
SD ini terletak di lingkungan pedesaan, jauh dari jalan raya yang memberikan kenyamanan dan kondisi belajar yang tenang tanpa ada gangguan suara-suara kendaraan bermotor. Peneliti mengambil lokasi di tempat tersebut dengan pertimbangan dekat dengan tempat tinggal, sehingga peneliti bisa lebih mudah mencari data.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V, dengan jumlah siswa 20 siswa terdiri atas 9 laki-laki dan 11 perempuan. Rata-rata orang tua siswa berprofesi sebagai petani. Karakteristik siswa kelas V di SD Negeri 03 Kalimanggis yaitu senang bermain dan menyukai hal-hal yang baru.
4.2 Deskripsi Kondisi Awal
peserta didik kesulitan untuk menerapkan pemahamannya pada soal, sehingga motivasi dan hasil belajar sebagian besar peserta didik belum tercapai sesuai indikator yang ditentukan, yaitu angket motivasi mencapai rata-rata ≥4dan hasil belajar berdasarkan KKM ≥68.
Hal ini ditunjukkan dari hasil angket motivasi belajar siswa pada kondisi awal disajikan pada tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1
Analisis dan Rekapitulasi Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa pada Kondisi Awal
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 16 80%
100% ≥4
≥4 4 20%
Rata-Rata 3,49
Dari tabel 4.1 kondisi awal motivasi belajar siswa berdasarkan hasil angket dapat dijelaskan bahwa siswa yang belum mencapai indikator ada 16 siswa (80%) dan siswa yang sudah mencapai indikator ada 4 siswa (20%). Jadi hasil kondisi awal belajar belum mencapai indikator yang ditentukan, yaitu dengan hasil 4 siswa (20%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4, dengan indikator yang ditentukan 20 siswa (100%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4 kategori baik.
Diagram 4.1
Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa pada Kondisi Awal
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan bisa terlihat dari nilai hasil evaluasi peserta didik pada mata pelajaran Matematika topik mengubah pecahan kebentuk persen atau desimal dan sebaliknyayang telah dilakukan, sebagian besar peserta didik memperoleh nilai dibawah KKM ≥68. Diperoleh data hasil pembelajaran sebelum dilakukan tindakan pembelajaran yang dilakukan peneliti dalam tabel dan deskripsi, serta dilengkapi dengan diagram sebagai berikut:
Tabel 4.2
Analisis dan Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar pada Kondisi Awal
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
Dari hasil analisis nilai evaluasi kondisi awal, masih ada 15 siswa yang belum tuntas atau belum memenuhi KKM (≥68) dan 5 siswa yang tuntas atau sudah memenuhi KKM (≥68). Secara lebih rinci, ketuntasan nilai evaluasi kondisi awal dapat dilihat pada diagram 4.2 sebagai berikut:
Diagram 4.2
Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Kondisi Awal
Dari tabel analisis dan rekapitulasi hasil angket motivasi dan hasil belajar pada kondisi awal di atas dapat disimpulkan bahwa dari 20 siswa SD Negeri 03 Kalimanggis Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung, pada hasil angket motivasi belajar hanya 4 siswa (20%) yang sudah memenuhi indikator ≥80 dan 16 siswa (80%) yang belum memenuhi indikator ≥4, dengan rata-rata yaitu 3,49. Pada hasil belajar hanya 5 siswa (25%) yang tuntas (sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu 68) dan 15 siswa (75%) yang tidak tuntas (tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu 68), serta nilai rata-rata masih sangat rendah yaitu 54.
Berdasarkan hasil angket motivasi belajar dan hasil belajar pada kondisi awal, dapat diketahui rendahnya tingkat pemahaman siswa
terhadap materi karena guru kurang memiliki keterampilan menciptakan suasana kondusif atau selalu menggunakan pembelajaran yang konvensional, sehingga mengakibatkan pembelajaran kurang menarik yang berakibat tingkat pemahaman peserta didik menjadi rendah dan peserta didik kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Peserta didik masih bekerja secara individual, serta terlihat jenuh dan bosan karena pembelajaran selalu monoton.Sehingga peneliti perlu mengadakan tindakan pembelajaran demi membantu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, khususnya siswa kelas V SD Negeri 03 Kalimanggis Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung pada mata pelajaran Matematika topik pecahan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April, dan terdiri dari dua siklus, siklus pertama dua pertemuan dan siklus kedua dua pertemuan. Siklus pertama membahas tentang penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan dan siklus kedus tentang perkalian dan pembagian berbagai bentuk pecahan.
Hasil penelitian diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus pembelajaran yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan dalam dua siklus sebagaimana pemaparan berikut ini.
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Kegiatan Pembelajaran Siklus 1
Siklus pertama terdiri dari dua tindakan, dimana terdapat empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi, sebagai berikut.
a. Perencanaan
1. Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan tindakan dalam bentuk RPP lengkap.
2. Membuat lembar observasi 3. Membentuk dan menyiapkan tim.
4. Penulis menetapkan indikator ketercapaian hasil penelitian sebagai berikut :
a) Hasil belajar dengan KKM ≥68 dan jumlah siswa tuntas 100% b) Observasi motivasi belajar siswa dengan rata-rata ≥4 atau
dalam kriteria baik dan per item ≥3 (≥1= sangat kurang, ≥2 = kurang, ≥3 = cukup, ≥4 = baik, 5 = sangat baik ), serta jumlah siswa tuntas 100%
c) Angket motivasi belajar siswa dengan rata-rata ≥4atau dalam kategori baik dan per item ≥3 (≥1= sangat kurang ≥2 = kurang, ≥3 = cukup, ≥4 = baik, 5 = sangat baik ), serta jumlah siswa tuntas 100%
d) Observasi tindakan guru dan peserta didik dengan rata-rata ≥4 atau dalam kategori baik dan per item ≥3 (≥1= sangat kurang ≥2 = kurang, ≥3 = cukup, ≥4 = baik, 5 = sangat baik )
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran siklus pertama, tindakan/pertemuan 1 dan 2 dilaksanakan sesuai dengan rencana dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran make a match. Materi yang dibahas pada tindakan/pertemuan pertama adalah tentang jenis-jenis pecahan, operasi hitung penjumlahan pecahan dan operasi hitung pengurangan pecahan, sedangkan tindakan/pertemuan kedua adalah tentang operasi hitung penjumlahan dan pengurangan campuran pada pecahan dan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan campuran pada pecahan yang berhubungan dengan masalah sehari-hari.
pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum batas waktunya. Pada penerapan model pembelajaran make a match, diharapkan dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran dapat menarik perhatian siswa sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa lebih terlihat saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing.
Tahapan paling awal dalam pembelajaran menggunakan model
make a matchadalah menjelaskan materi kemudian membagi siswa menjadi dua kelompok, misalnya kelompok A (kartu soal) dan kelompok B (kartu jawaban).
a) Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 31 Maret 2015 pada pukul 07.00-08.10 tentang jenis-jenis pecahan, operasi hitung penjumlahan pecahan dan operasi hitung pengurangan pecahan. Alokasi waktu yang digunakan yaitu 2 jam pelajaran (2 x 35 menit). Dalam kegiatan proses pembelajaran peneliti membuat skenario kegiatan yaitu mengucap salam, berdoa, menanyakan kabar dilanjutkan mengecek kehadiran dan menanyakan kesiapan siswa, setelah dilakukan pengabsenan diketahui bahwa siswa hadir semua berjumlah 20 siswa.
apabila dijadikan pecahan desimal?". Dilanjutkan dengan memberikan motivasi. Kemudian guru menghubungkan jawaban siswa dengan materi yang akan dipelajari yaitu jenis-jenis pecahan, operasi hitung penjumlahan pecahan dan operasi hitung pengurangan pecahan. Guru menjelaskan langkah-langkah model pembelajaran make a match.
Pada kegiatan inti, guru menerapkan langkah-langkah model pembelajaran make a match. Pertama diawali dengan penjelasan materi, tentang jenis-jenis pecahan, dua langkah dalam penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda, dan dua langkah dalam pengurangan pecahan dengan penyebut berbeda. Langkah kedua yaitu tahap pembagian kelompok, pada tahap ini siswa dibagi menjadi 2 kelompok (kelompok A pemegang kartu soal dan kelompok B pemegang kartu jawaban), setelah itu guru memberi kesempatan siswa untuk memikirkan jawaban dari kartu yang dipegang selama 2 menit.
Langkah ketiga guru memberi tanda game mencari pasangan dimulai. Setelah mendapatkan soal/jawaban pasangannya, siswa duduk secara berpasangan dan memberi kesempatan siswa untuk mengoreksi kembali jawaban dari kartu yang dipegang. Dalam proses ini guru hanya sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa.
Langkah keempat gurumemberikan kesempatan kepada tiap pasangan untuk presentasi hasil yang diperoleh dari game
Pada kegiatan akhir kegiatan yang dilakukan adalah tahap kesimpulan. Dalam tahap ini siswa dan guru saling memberi umpan balik tentang jenis-jenis pecahan, operasi hitung penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda, dan operasi hitungpengurangan pecahan dengan penyebut berbeda. Kemudian guru memberikan penguatan kepada peserta didik yang aktif dalam proses pembelajaran dan memberikan penugasan untuk mempelajari kembali materi yang telah diberikan.
b) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 02 April 2015 pada pukul 07.00-08.10 tentang operasi hitungcampuran penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan penyebut yang berbeda dan operasi hitung campuran penjumlahan dan pengurangan yang berhubungan dengan masalah sehari-hari. Alokasi waktu yang digunakan yaitu 2 jam pelajaran (2 x 35 menit). Dalam kegiatan proses pembelajaran peneliti membuat skenario kegiatan yaitu mengucap salam, berdoa, menanyakan kabar dilanjutkan mengecek kehadiran dan menanyakan kesiapan siswa, setelah dilakukan pengabsenan diketahui bahwa siswa hadir semua berjumlah 20 siswa.
Pada kegiatan inti, guru menerapkan langkah-langkah model pembelajaran make a match. Pertama diawali dengan penjelasan materi, 2 langkah dalam penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan penyebut yang berbeda dan penyelesaian soal penjumlahan dan pengurangan yang berhubungan dengan masalah sehari-hari. Langkah kedua yaitu tahap pembagian kelompok, pada tahap ini siswa dibagi menjadi 2 kelompok (kelompok A pemegang kartu soal dan kelompok B pemegang kartu jawaban), setelah itu guru memberi kesempatan siswa untuk memikirkan jawaban dari kartu yang dipegang selama 2 menit.
Langkah ketiga guru memberi tanda game mencari pasangan dimulai. Setelah mendapatkan soal/jawaban pasangannya, siswa duduk secara berpasangan dan memberi kesempatan siswa untuk mengoreksi kembali jawaban dari kartu yang dipegang. Dalam proses ini guru hanya sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa.
Langkah keempat gurumemberikan kesempatan kepada tiap pasangan untuk presentasi hasil yang diperoleh dari game
make a macthdi depan kelas kemudian menempelkan kartu soal dan kartu jawaban pada papan karton yang sudah tersedia. Begitu seterusnya sampai semua pasangan melakukan presentasi. Guru menanggapi hasil presentasi peserta didik tentang kebenaran dan kecocokan pasangan soal jawaban dengan melakukan tanya jawab.Dalam proses ini terjadinya interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
memberikan penguatan kepada peserta didik yang aktif dalam proses pembelajaran. selanjutnya guru memberikan evaluasi kepada siswa tentang operasi hitung dalam penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan penyebut yang berbeda dan operasi hitung campuran penjumlahan dan pengurangan yang berhubungan dengan masalah sehari-hari.
c. Pengamatan
a) Pertemuan Pertama
Hasil pengamatan selama pembelajaran siklus I pertemuan pertama, yaitu dari segi guru, kurang memeriksa kesiapan siswa, beberapa siswa masih bicara sendiri sehingga pada awal pembelajaran masih ada yang membuat gaduh. Kemudian guru masih kurang dalam mengaitkan materi operasi hitung pecahan dengan penyebut yang berbeda dengan realitas/kenyataan kehidupan dan lama pembelajaran tidak sesuai dengan waktu yang telah dialokasikan.
Dari segi siswa, ketika guru memberi pertanyaan, siswa selalu menjawab bersama-sama untuk menjawab, tapi ketika guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab, siswa cenderung malu dan takut karena saat siswa menjawab dengan jawaban salah, sebagian besar siswa mengejek jawaban siswa. Sehingga guru perlu memberi pengertian pada siswa lain untuk menghargai jawaban teman, salah atau pun benar.
bertanya dan memberi pendapat atau tanggapan, sehingga guru perlu memberikan motivasi dengan cara memberi penguatan kepada siswa yang aktif.
b) Pertemuan Kedua
Pada siklus I pertemuan kedua ini kegiatan pembelajaran sudah meningkat baik, hal ini dapat dibuktikan dengan guru dapat mengaitkan materi operasi hitung pecahan dengan penyebut yang berbeda dengan realitas/kenyataan kehidupan, meskipun guru belum optimal dalam memeriksa kesiapan siswa dan lama pembelajaran masih tidak sesuai dengan waktu yang telah dialokasikan.
Sebagian besar siswa sudah menjawab dan ketika guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab, sebagian besar siswa sudah berani menjawab walaupun masih ada siswa yang masih malu, karena sebagian besar siswa sudah mulai menghargai pendapat atau jawaban yang dikemukakan oleh siswa yang lain.
Pada tahap game mencari pasangan, terlihat siswa sangat antusias dan semangat dalam mencari pasangan kartu soal/kartu jawaban. Saat presentasi berlangsung, terjadi peningkatan kelompok yang mempresentasikan hasil kerjanya yaitu lima kelompok, walaupun masih ada siswa malu-malu untuk maju ke depan kelas. Ketika kelompok lain maju, guru meminta siswa memberi pendapat atau tanggapan tentang kebenaran jawaban, tetapi hanya sebagian siswa yang mau bertanya dan memberi pendapat atau tanggapan, sehingga guru perlu memberikan motivasi dengan cara memberi penguatan kepada siswa yang aktif.
4.3.2 Analisis Hasil Tindakan Siklus I a) Pertemuan Pertama
Untuk mengukur keberhasilan penerapan model pembelajaran make a match dalam kegiatan pembelajaran, menggunakan lembar observasi yang diambil dari indikator dalam strategi model pembelajaran make a match dengan menyesuaikan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya.
Dari hasil observasi yang dilakukan dua observer (guru kelasV danVI), hasil keseluruhan kegiatan pembelajaran yang diterapkan berdasarkan hasil observasi siklus I pertemuan pertama, observer satu yaitu guru kelas V memperoleh skor rata-rata 3,62 dari aktivitas guru dan 3,55 dari aktivitas peserta didik. Observer dua yaitu guru kelas VI memperoleh skor rata-rata 3,66 dari aktivitas guru dan 3,56 dari aktivitas peserta didik.Dari kedua observer diperoleh hasil skor rata-rata 3,64 dari aktivitas guru dan 3,55 dari aktivitas peserta didik.
Adapun pengamatan kegiatan guru dan peserta didik dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran make a match tersaji pada tabel 4.3 sebagai berikut :
Tabel 4.3
Hasil Penilaian Per Item Kegiatan Guru dan Peserta Didik Pertemuan Pertama Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Skor
Frekuensi
Observer 1 Observer 2
Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik
Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
3 19 24 17 23
4 31 29 33 30
5 0 0 0 0
Tabel 4.4
Aktivitas Guru dan Peserta Didik Pertemuan Pertama Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Pertemuan Materi
Peneliti memberikan patokan dalam pelaksanaan pembelajaran rata-rata ≥4 (baik) dan per item ≥3 (cukup). Oleh karena itu, berdasarkan hasil skor rata-rata observasi pada pertemuan pertama siklus I penerapan model pembelajaran make a match belum mencapai patokan dalam pelaksanaan pembelajaran rata-rata ≥4, tetapi sudah mencapai indikator per item ≥3. Hasil observasi dua observer dapat dilihat pada lampiran (Lampiran 43 dan Lampiran 44).
b) Pertemuan Kedua
Hasil tindakan diperoleh dari hasil observasi pertemuan kedua pada kegiatan pembelajaran yang telah diterapkan oleh guru. Untuk mengukur keberhasilan penerapan model pembelajaran make a match
Dari hasil observasi yang dilakukan dua observer (guru kelas V dan VI), hasil keseluruhan kegiatan pembelajaran yang diterapkan berdasarkan hasil observasi siklus I pertemuan kedua, observer satu yaitu guru kelas V memperoleh skor rata-rata 3,77 dari aktivitas guru dan 3,68 dari aktivitas peserta didik. Observer dua yaitu guru kelas VI memperoleh skor rata-rata 3,79 dari aktivitas guru dan 3,60 dari aktivitas peserta didik. Dari kedua observer diperoleh hasil skor rata-rata 3,78 dari aktivitas guru dan 3,64 dari aktivitas peserta didik.
Adapun pengamatan kegiatan guru dan peserta didik dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran make a match tersaji pada tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5
Hasil Penilaian Per Item Kegiatan Guru dan Peserta Didik Pertemuan Kedua Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Skor
Frekuensi
Observer 1 Observer 2
Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik
Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
3 11 16 10 20
4 37 35 38 31
5 0 0 0 0
Tabel 4.6
Aktivitas Guru dan Peserta Didik Pertemuan Kedua Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
1. Operasi hitung penjumlahan dan pengurangan campuran pada pecahan.
3,78 3,64 Cukup ≥4 (Baik) 2. Operasi hitung penjumlahan dan
pengurangan campuran pada pecahan yang berhubungan dengan masalah sehari-hari.
Peneliti memberikan patokan dalam pelaksanaan pembelajaran rata-rata ≥4 (baik) dan per item ≥3 (cukup). Oleh karena itu, berdasarkan hasil skor rata-rata observasi pada pertemuan kedua siklus I penerapan model pembelajaran make a match belum mencapai patokan dalam pelaksanaan pembelajaran rata-rata ≥4, tetapi sudah mencapai indikator per item ≥3. Hasil observasi dua observer dapat dilihat pada lampiran (Lampiran 45 dan Lampiran 46).
4.3.3 Analisis Motivasi Belajar Siklus I a) Pertemuan Pertama
Dari hasil observasi yang dilakukan dua observer (guru kelas II dan IV), pembelajaran dengan model make a match digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Hasil pengamatan dan rekapitulasi terdapat pada lampiran. Rata-rata dari hasil observasi dua
observer bisa dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4.7
Analisis dan Rekapitulasi Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Pertama Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 13 65%
100% ≥4
≥4 7 35%
Rata-Rata 3,81
Dari tabel 4.7 hasil observasi motivasi belajar siswa dapat dijelaskan bahwa siswa yang belum mencapai indikator ada 13 (65%) dan siswa yang sudah mencapai indikator ada 7 siswa (35%). Jadi hasil observasi motivasi belajar siswa pada pertemuan pertama siklus I belum mencapai indikator yang ditentukan, yaitu dengan hasil 7 siswa (35%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4, dengan indikator yang ditentukan 20 siswa (100%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4.
Diagram 4.3
Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Pertama Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Pada kondisi pertemuan pertama siklus I setelah dilakukan tindakan penelitian dengan model pembelajaran make a match,
motivasi belajar peserta didik meningkat dari kondisi awal sebelum dilakukan tindakan.
Hasil angket motivasi belajar siswa pada pertemuan pertama siklus I dapat dilihat pada tabel 4.8 sebagai berikut:
Tabel 4.8
Analisis dan Rekapitulasi Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Pertama Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
Dari tabel 4.8 pertemuan pertama siklus I motivasi belajar siswa dapat dijelaskanbahwa siswa yang belum mencapai indikator ada 13 siswa (65%) dan siswa yang sudah mencapai indikator ada 7 siswa (35%). Jadi hasil pertemuan pertama siklus I belum mencapai indikator yang ditentukan, yaitu dengan hasil 7 siswa (35%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4, dengan indikator yang ditentukan 20 siswa (100%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4. Tetapi terjadi peningkatan dari kondisi awal ada 4 siswa (20%) yang sudah mencapai indikator, pada pertemuan pertama siklus I menjadi 7 siswa (35%) yang sudah mencapai indikator.
Tingkat motivasi belajar siswa berdasarkan hasil angket pada pertemuan pertama siklus I dapat dilihat pada diagram 4.4 sebagai berikut:
Diagram 4.4
Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Pertama Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
0 2 4 6 8 10 12 14
Frekuensi Persentase
˂4 13 65%
≥4 7 35%
13
65% 7
35% Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil angket motivasi belajar siswa, maka diperoleh rata-rata hasil motivasi belajar dapat dilihat pada tabel 4.9 sebagai berikut:
Tabel 4.9
Analisis dan Rekapitulasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Pertama Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 13 70%
100% ≥4
≥4 7 30%
Rata-Rata 3,74
Dari tabel 4.9 pertemuan pertama siklus I, berdasarkan rata-rata hasil pengamatan dan hasil angket motivasi belajar siswa dapat dijelaskanbahwa siswa yang belum mencapai indikator ada 13 siswa (65%) dan siswa yang sudah mencapai indikator ada 7 siswa (35%). Jadi hasil pertemuan pertama siklus I belum mencapai indikator yang ditentukan, yaitu dengan hasil 6 siswa (30%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4, dengan indikator yang ditentukan 20 siswa (100%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4.
Diagram 4.5
Tingkat Hasil Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Pertama Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Peneliti memberikan patokan dalam motivasi belajar siswa, yaitu rata-rata ≥4 (baik) dan per item ≥3 (cukup). Oleh karena itu, berdasarkan hasil skor rata-rata akhir motivasi belajar pada pertemuan pertama siklus I belum mencapai patokan dalam pelaksanaan pembelajaran rata-rata ≥4 dan belum mencapai indikator per item ≥3. Hasil observasi dua observer dan rekapitulasi hasil dapat dilihat pada lampiran.
b) Pertemuan Kedua
Hasil motivasi belajar siswa diperoleh dari hasil observasi dan lembar angket siswa pada pertemuan pertama kegiatan pebelajaran dengan penerapan model pembelajaran make a match. Untuk mengukur tingkat motivasi belajar siswa menggunakan lembar observasi dang lembar angket siswa yang diambil dari indikator dalam strategi model pembelajaran make a match dengan menyesuaikan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya.
Dari hasil observasi yang dilakukan dua observer (guru kelas II dan IV), pembelajaran dengan model make a match digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Hasil pengamatan dan rekapitulasi terdapat pada lampiran. Hasil observasi bisa dilihat pada tabel 4.10 sebagai berikut:
Tabel 4.10
Analisis dan Rekapitulasi Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 9 45%
100% ≥4
≥4 11 55%
Rata-Rata 3,94
Dari tabel 4.10 hasil observasi motivasi belajar siswa dapat dijelaskan bahwa siswa yang belum mencapai indikator ada 11 siswa (55%) dan siswa yang sudah mencapai indikator ada 9 siswa (45%). Jadi hasil observasi motivasi belajar siswa pada pertemuan kedua siklus I belum mencapai indikator yang ditentukan, yaitu dengan hasil 11 siswa (55%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4, dengan indikator yang ditentukan 20 siswa (100%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4. Tetapi terjadi peningkatan dari pertemuan pertama siklus I hanya 7 siswa (35%) yang sudah mencapai indikator, pada pertemuan kedua siklus I menjadi 11 siswa (55%) yang sudah mencapai indikator.
Diagram 4.6
Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Pada kondisi pertemuan kedua siklus I setelah dilakukan tindakan penelitian dengan model pembelajaran make a match,
motivasi belajar peserta didik meningkat dari pertemuan pertama siklus I.
Hasil angket motivasi belajar siswa pada pertemuan kedua siklus I dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini:
Tabel 4.11
Analisis dan Rekapitulasi Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 9 45%
100% ≥4
≥4 11 55%
Rata-Rata 3,83
Dari tabel 4.11 pertemuan kedua siklus I motivasi belajar siswa dapat dijelaskan bahwa siswa yang belum mencapai indikator
ada 9 siswa (45%) dan siswa yang sudah mencapai indikator ada 11 siswa (55%). Jadi hasil pertemuan kedua siklus I belum mencapai indikator yang ditentukan, yaitu dengan hasil 11 siswa (55%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4, dengan indikator yang ditentukan 20 siswa (100%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4. Tetapi terjadi peningkatan dari pertemuan pertama siklus I hanya 7 siswa (35%) yang sudah mencapai indikator, pada pertemuan kedua siklus I menjadi 11 siswa (55%) yang sudah mencapai indikator.
Tingkat motivasi siswa pada pertemuan kedua siklus I dapat dilihat pada diagram 4.7 sebagai berikut:
Diagram 4.7
Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil angket motivasi belajar siswa, maka diperoleh rata-rata hasil motivasi belajar dapat dilihat pada tabel 4.12 sebagai berikut:
0 2 4 6 8 10 12
Frekuensi Persentase
˂4 9 45%
≥4 11 55%
9
45% 11
55%
Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa
Tabel 4.12
Analisis dan Rekapitulasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 10 50%
100% ≥4
≥4 10 50%
Rata-Rata 3,89
Dari tabel 4.12 pertemuan kedua siklus I, berdasarkan rata-rata hasil pengamatan dan hasil angket motivasi belajar siswa dapat dijelaskanbahwa siswa yang belum mencapai indikator ada 10 siswa (50%) dan siswa yang sudah mencapai indikator ada 10 siswa (50%). Jadi hasil pertemuan pertama siklus I belum mencapai indikator yang ditentukan, yaitu dengan hasil 10 siswa (50%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4, dengan indikator yang ditentukan 20 siswa (100%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4. Tetapi terjadi peningkatan dari pertemuan pertama siklus I hanya 6 siswa (30%) yang sudah mencapai indikator, pada pertemuan kedua siklus I menjadi 10 siswa (50%) yang sudah mencapai indikator.
Diagram 4.8
Tingkat Hasil Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Peneliti memberikan patokan dalam motivasi belajar siswa, yaitu rata-rata ≥4 (baik) dan per item ≥3 (cukup). Oleh karena itu, berdasarkan hasil skor rata-rata akhir motivasi belajar pada pertemuan keduasiklus I belum mencapai patokan dalam pelaksanaan pembelajaran rata-rata ≥4 dan belum mencapai indikator per item ≥3. Hasil observasi dua observer dan rekapitulasi hasil dapat dilihat pada lampiran.
4.3.4 Analisis Hasil Belajar Siklus I
Dari hasil pengamatan siklus I, diketahui bahwa pelaksanaan siklus I dengan penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 03 Kalimanggis Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung pada semester II tahun pelajaran 2014/2015. Dibuktikan setelah selesai pembelajaran pertemuan pertama dan kedua, maka dilaksanakan evaluasi untuk mengukur keberhasilan siswa dalam penguasaan materi.
Frekuensi Persentase
˂4 10 50%
≥4 10 50%
10
50% 10
50%
0 2 4 6 8 10
12
Hasil Motivasi Belajar Siswa
Hasil nilai evaluasi siklus I yang dilakukan oleh peneliti yang terdapat dalam tabel dan deskripsi, serta dilengkapi dengan diagram sebagai berikut:
Tabel 4.13
Analisis dan Rekapitulasi Hasil Nilai pada Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂68 8 40%
100% ≥68
≥68 12 60%
Rata-Rata 73
Dari hasil analisis nilai evaluasi siklus I, masih ada 8 siswa (40%) yang belum tuntas atau belum memenuhi KKM (≥68)dan 12 siswa (60%) yang tuntas atau sudah memenuhi KKM (≥68). Secara lebih rinci, ketuntasan nilai evaluasi kondisi awal dapat dilihat pada diagram 4.9 sebagai berikut:
Diagram 4.9
Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Siklus I Penggunaan Model Pembelajaran
Dari hasil analisis dan rekapitulasi ketuntasan hasil nilai diatas diperoleh siswa dengan ketuntasan belajar dengan nilai KKM (<68) maka diperoleh dari seluruh jumlah siswa yang berjumlah 20 siswa dalam belajarnya sebanyak 8 siswa (40%) belum mencapai ketuntasan belajar dengan mendapat nilai masih dibawah KKM dan sebanyak 12 siswa (60%) mencapai ketuntasan belajar dengan mendapat nilai ≥68. Berdasarkan indikator kinerja yang telah ditentukan yaitu ketercapaian KKM pada hasil belajar siswa penulis memberi patokan 100%, jadi dapat diambil kesimpulann hasil belajar meningkat dari yang semula hanya 25% yang mencapai ketuntasan belajar, setelah pelaksanaan siklus I meningkat menjadi 60%, itu berarti belum berhasil mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan dan akan diperbaiki pada siklus II.
d. Refleksi
Berdasarkan observasi dan analisis motivasi belajar serta hasil belajar menggunakan model pembelajaran make a match, hasil motivasi belajar siswa berdasarkan hasil observasi dan angket motivasi belajar siswa, dari kondisi awal ada 4 siswa yang mencapai indikator, pertemuan pertama siklus I ada 6 siswa dan 10 siswa pada pertemuan kedua siklus Isebagian besar siswa belum mencapai indikator motivasi yang ditetapkan, hasil tes pada siklus I terdapat 12 siswa yang tuntas dan 8 siswa belum tuntas, sehingga perlu diadakan perbaikan dan pemantapan dalam pembelajaran. Dari hasil pelaksanaan pembelajaran,diketahui bahwa selama guru mengajar pada pembelajaran siklus I sebagian siswa sudah mulai aktif akan tetapi masih ada juga siswa yang belum aktif, masih ada 50% siswa yang belum mencapai indikator motivasi belajar dan 40% siswa belum tuntas hasil belajar.
rata-rata nilai kondisi awal 54 menjadi 73 pada hasil evaluasi siklus I. Berdasarkan hasil siklus I, sebagian besar siswa masih belum bisa mencapai indikator yang ditetapkan(≥4) dan nilai hasil belajar belum mencapai KKM (≥68) maka peneliti perlu memperbaiki dan memantapkan pelaksanaan pembelajaran siklus II agar motivasi dan hasil belajar siswa tercapai secara optimal.
Tabel perbandingan tindakan, motivasi dan hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel 4.14 Sebagai berikut:
Tabel 4.14
Tabel Perbandingan Tindakan, Motivasi, dan Hasil Belajar pada Kondisi Awal dan Siklus I
Variabel Kondisi Awal Siklus I
Pertemuan 1 Pertemuan 2
Tindakan Ceramah Model pembelajaran make a match (3,64
Untuk memperbaiki dan mempertahankan keberhasilan yang telah tercapai pada siklus I, maka pada siklus II dibuat perencanaan sebagai berikut:
4.3.5 Kegiatan Pembelajaran Siklus II
Siklus kedua terdiri dari dua tindakan, dimana terdapat empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi, sebagai berikut.
a. Perencanaan
Setelah diperoleh informasi pada tahap siklus pertama, maka dilakukan perbaikan dan pemantapan pada siklus kedua, serta diskusi dengan guru kelas V mengenai materi pembelajaran yang akan diberikan. Sebelum mengajar pada siklus kedua, maka praktikan menyiapkan segala sesuatu yang menunjang proses pembelajaran, diantaranya yaitu:
1. Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan tindakan dalam bentuk RPP lengkap.
2. Membuat lembar observasi 3. Membentuk dan menyiapkan tim.
4. Penulis menetapkan indikator ketercapaian hasil penelitian sebagai berikut :
a) Hasil belajar dengan KKM ≥68 dan jumlah siswa tuntas 100% b) Observasi motivasi belajar siswa dengan rata-rata ≥4 atau
dalam kategori baik dan per item ≥3 (≥1= sangat kurang, ≥2 = kurang, ≥3 = cukup, ≥4 = baik, 5 = sangat baik ), serta jumlah siswa tuntas 100%
c) Angket motivasi belajar siswa dengan rata-rata ≥4 atau dalam kategori baik dan per item ≥3 (≥1= sangat kurang ≥2 = kurang, ≥3 = cukup, ≥4 = baik, 5 = sangat baik ), serta jumlah siswa tuntas 100%
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran siklus kedua, tindakan/pertemuan 1 dan 2 dilaksanakan sesuai dengan rencana dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran make a match. Materi yang dibahas pada tindakan/pertemuan pertama adalah tentang operasi hitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan biasa, sedangkan tindakan/pertemuan kedua adalah tentang operasi hitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan campuran serta sebaliknya.
Dalam pembelajarannya guru menggunakan model pembelajaran make a match, yaitu kegiatan siswa untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum batas waktunya. Pada penerapan model pembelajaran make a match, diharapkan dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran dapat menarik perhatian siswa sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa lebih terlihat saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing.
Tahapan paling awal dalam pembelajaran menggunakan model
make a match adalah menjelaskan materi kemudian membagi siswa menjadi dua kelompok, misalnya kelompok A (kartu soal) dan kelompok B (kartu jawaban).
a) Pertemuan Pertama
siswa, setelah dilakukan pengabsenan diketahui bahwa siswa hadir semua berjumlah 20 siswa.
Setelah mengkondisikan siswa, guru memberikan apersepi dengan mengingatkan kembali materi penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan, dengan bertanya, “Pernahkah kalian pergi ke warung membeli gula? Jika kalian
membeli gula 1
2kg, kemudian ibu membeli lagi 1
4kg. Berapakah jumlah gula tersebut?”.Dilanjutkan dengan memberikan motivasi. Kemudian guru menghubungkan jawaban siswa dengan materi yang akan dipelajari yaitu operasi hitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan biasa. Guru menjelaskan langkah-langkah model pembelajaran make a match.
Pada kegiatan inti, guru menerapkan langkah-langkah model pembelajaran make a match. Pertama diawali dengan penjelasan materi, tentang 2 langkah dalam perkalian pecahan biasa dengan pecahan biasa dan 3 langkah dalam pembagian pecahan biasa dengan pecahan biasa.Langkah kedua yaitu tahap pembagian kelompok, pada tahap ini siswa dibagi menjadi 2 kelompok (kelompok A pemegang kartu soal dan kelompok B pemegang kartu jawaban), setelah itu guru memberi kesempatan siswa untuk memikirkan jawaban dari kartu yang dipegang selama 2 menit.
Langkah ketiga guru memberi tanda game mencari pasangan dimulai. Setelah mendapatkan soal/jawaban pasangannya, siswa duduk secara berpasangan dan memberi kesempatan siswa untuk mengoreksi kembali jawaban dari kartu yang dipegang. Dalam proses ini guru hanya sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa.
Langkah keempat gurumemberikan kesempatan kepada tiap pasangan untuk presentasi hasil yang diperoleh dari game
dan kartu jawaban pada papan karton yang sudah tersedia. Begitu seterusnya sampai semua pasangan melakukan presentasi. Guru menanggapi hasil presentasi peserta didik tentang kebenaran dan kecocokan pasangan soal jawaban dengan melakukan tanya jawab. Dalam proses ini terjadinya interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
Pada kegiatan akhir kegiatan yang dilakukan adalah tahap kesimpulan. Dalam tahap ini siswa dan guru saling memberi umpan balik tentang operasi hitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan biasa. Kemudian guru memberikan penguatan kepada peserta didik yang aktif dalam proses pembelajaran dan memberikan penugasan untuk mempelajari kembali materi yang telah diberikan.
b) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 09 April 2015 pada pukul 07.00-08.10 tentang operasi hitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan campuran serta sebaliknya. Alokasi waktu yang digunakan yaitu 2 jam pelajaran (2 x 35 menit). Dalam kegiatan proses pembelajaran peneliti membuat skenario kegiatan yaitu mengucap salam, berdoa, menanyakan kabar dilanjutkan mengecek kehadiran dan menanyakan kesiapan siswa, setelah dilakukan pengabsenan diketahui bahwa siswa hadir semua berjumlah 20 siswa.
siswa dengan materi yang akan dipelajari yaitu tentang operasi hitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan campuran serta sebaliknya. Guru menjelaskan langkah-langkah model pembelajaran make a match.
Pada kegiatan inti, guru menerapkan langkah-langkah model pembelajaran make a match. Pertama diawali dengan penjelasan materi, 3 langkah dalam perkalian pecahan biasa dengan pecahan campuran dan sebaliknya serta 4 langkah dalam pembagian pecahan biasa dengan pecahan campuran dan sebaliknya. Langkah kedua yaitu tahap pembagian kelompok, pada tahap ini siswa dibagi menjadi 2 kelompok (kelompok A pemegang kartu soal dan kelompok B pemegang kartu jawaban), setelah itu guru memberi kesempatan siswa untuk memikirkan jawaban dari kartu yang dipegang selama 2 menit.
Langkah ketiga guru memberi tanda game mencari pasangan dimulai. Setelah mendapatkan soal/jawaban pasangannya, siswa duduk secara berpasangan dan memberi kesempatan siswa untuk mengoreksi kembali jawaban dari kartu yang dipegang. Dalam proses ini guru hanya sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa.
Langkah keempat gurumemberikan kesempatan kepada tiap pasangan untuk presentasi hasil yang diperoleh dari game
make a macthdi depan kelas kemudian menempelkan kartu soal dan kartu jawaban pada papan karton yang sudah tersedia. Begitu seterusnya sampai semua pasangan melakukan presentasi. Guru menanggapi hasil presentasi peserta didik tentang kebenaran dan kecocokan pasangan soal jawaban dengan melakukan tanya jawab.Dalam proses ini terjadinya interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
umpan balik tentang operasi hitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan campuran serta sebaliknya. Kemudian guru memberikan penguatan kepada peserta didik yang aktif dalam proses pembelajaran. Selanjutnya guru memberikan evaluasi kepada siswa tentang operasi hitung perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan pecahan campuran serta sebaliknya.
c. Pengamatan
a) Pertemuan Pertama
Hasil pengamatan selama pembelajaran siklus II pertemuan pertama, yaitu dari segi guru, masih kurang memeriksa kesiapan siswa, beberapa siswa masih bicara sendiri sehingga pada awal pembelajaran masih ada yang membuat gaduh.
Dari segi siswa, ketika guru memberi pertanyaan, sebagian besar siswa sudah dapat menjawab dengan berani, walaupun sebagian kecil siswa masih malu. Siswa sudah bisa menghargai jawaban siswa lain dan tidak mengejek lagi.
Pada tahap game mencari pasangan, terlihat siswa sangat antusias dan semangat dalam mencari pasangan kartu soal/kartu jawaban. Saat presentasi berlangsung, sudah 7 kelompok yang mempresentasikan hasil kerjanya. Ketika kelompok lain maju, guru meminta siswa memberi pendapat atau tanggapan tentang kebenaran jawaban, sebagian besar siswa sudah mau bertanya dan memberi pendapat atau tanggapan.
b) Pertemuan Kedua
berani menjawab, karena siswa sudah menghargai pendapat atau jawaban yang dikemukakan oleh siswa yang lain.
Pada tahap game mencari pasangan, terlihat siswa sangat antusias dan semangat dalam mencari pasangan kartu soal/kartu jawaban. Saat presentasi berlangsung, terjadi peningkatan kelompok yang mempresentasikan hasil kerjanya yaitu semua kelompok (10). Ketika kelompok lain maju, guru meminta siswa memberi pendapat atau tanggapan tentang kebenaran jawaban, sebagian besar siswa sudah mau bertanya dan memberi pendapat atau tanggapan. Terlihat bahawa aktivitas siswa meningkat baik pada siklus II pertemuan kedua ini.
4.3.6 Analisis Hasil Tindakan Siklus II a) Pertemuan Pertama
Hasil tindakan diperoleh dari hasil observasi pertemuan pertama pada kegiatan pembelajaran yang telah diterapkan oleh guru. Untuk mengukur keberhasilan penerapan model pembelajaran make a match dalam kegiatan pembelajaran, menggunakan lembar observasi yang diambil dari indikator dalam strategi model pembelajaran make a match dengan menyesuaikan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya.
Adapun pengamatan kegiatan guru dan peserta didik dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran make a match tersaji pada tabel 4.15 sebagai berikut :
Tabel 4.15
Hasil Penilaian Per Item Kegiatan Guru dan Peserta Didik Pertemuan Pertama Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Skor pertama siklus II dapat dilihat pada tabel 4.16 sebagai berikut:
Tabel 4.16
Peneliti memberikan patokan dalam pelaksanaan pembelajaran rata-rata ≥4 kategori baik danper item ≥3. Oleh karena itu, berdasarkan hasil skor rata-rata observasi pada siklus I pertemuan pertama penerapan model pembelajaran make a match sudah mencapai patokan dalam pelaksanaan pembelajaran rata-rata ≥4 dan sudah mencapai indikator per item ≥3. Hasil observasi dua observer
dapat dilihat pada lampiran (Lampiran 47 dan lampiran 48).
b) Pertemuan Kedua
Hasil tindakan diperoleh dari hasil observasi pertemuan kedua pada kegiatan pembelajaran yang telah diterapkan oleh guru. Untuk mengukur keberhasilan penerapan model pembelajaran make a match
dalam kegiatan pembelajaran, menggunakan lembar observasi yang diambil dari indikator dalam strategi model pembelajaran make a match dengan menyesuaikan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya.
Dari hasil observasi yang dilakukan dua observer (guru kelas V dan VI), hasil keseluruhan kegiatan pembelajaran yang diterapkan berdasarkan hasil observasi siklus I pertemuan kedua, observer satu yaitu guru kelas V memperoleh skor rata-rata 4,83 dari aktivitas guru dan 4,78 dari aktivitas peserta didik. Observer dua yaitu guru kelas VI memperoleh skor rata-rata 4,85 dari aktivitas guru dan 4,80 dari aktivitas peserta didik. Dari kedua observer diperoleh hasil skor rata-rata 4,84 dari aktivitas guru dan 4,79 dari aktivitas peserta didik.
Tabel 4.17
Hasil Penilaian Per Item Kegiatan Guru dan Peserta Didik Pertemuan Kedua Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Skor kedua siklus II dapat dilihat pada tabel 4.18 sebagai berikut:
Tabel 4.18
Aktivitas Guru dan Peserta Didik Pertemuan Kedua Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
kedua penerapan model pembelajaran make a match sudah mencapai patokan dalam pelaksanaan pembelajaran rata-rata ≥4 dan sudah mencapai indikator per item ≥3. Hasil observasi dua observer dapat dilihat pada lampiran (Lampiran 49 dan Lampiran 50).
4.3.7 Analisis Motivasi Belajar Siklus II a) Pertemuan Pertama
Hasil motivasi belajar siswa diperoleh dari hasil observasi dan lembar angket siswa pada pertemuan pertama kegiatan pebelajaran dengan penerapan model pembelajaran make a match. Untuk mengukur tingkat motivasi belajar siswa menggunakan lembar observasi dang lembar angket siswa yang diambil dari indikator dalam strategi model pembelajaran make a match dengan menyesuaikan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya.
Dari hasil observasi yang dilakukan dua observer (guru kelas II dan IV), pembelajaran dengan model make a match digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Hasil pengamatan dan rekapitulasi terdapat pada lampiran. Rata-rata dari hasil observasi dua
observer bisa dilihat pada tabel 4.19 sebagai berikut:
Tabel 4.19
Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Pertama Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 5 25%
100% ≥4
≥4 15 75%
Rata-Rata 4,05
Jadi hasil observasi motivasi belajar siswa pada pertemuan pertama siklus II belum mencapai indikator yang ditentukan, yaitu dengan hasil 15 siswa (75%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4, dengan indikator yang ditentukan 20 siswa (100%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4. Tetapi terjadi peningkatan dari pertemuan kedua siklus I hanya 11 siswa (55%) yang sudah mencapai indikator, pada pertemuan pertama siklus II menjadi 15 siswa (75%) yang sudah mencapai indikator.
Tingkat hasil observasi motivasi belajar siswa pada pertemuan pertama siklus I dapat dilihat pada diagram 4.10 sebagai berikut:
Diagram 4.10
Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Pertama Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Pada kondisi pertemuan pertama siklus II setelah dilakukan tindakan penelitian dengan model pembelajaran make a match,
motivasi belajar peserta didik meningkat dari siklus I yang dilakukan dengan model pembelajaran make a match juga.
Hasil angket motivasi belajar siswa pada pertemuan pertama siklus II dapat dilihat pada tabel 4.20 di bawah ini:
Tabel 4.20
Analisis dan Rekapitulasi Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa padaPertemuan PertamaSiklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 5 25%
100% ≥4
≥4 15 75%
Rata-Rata 4,03
Dari tabel 4.20 pertemuan pertama siklus II motivasi belajar siswa dapat dijelaskan bahwa siswa yang belum mencapai indikator ada 5 siswa (25%) dan siswa yang sudah mencapai indikator ada 15 siswa (75%). Jadi hasil pertemuan kedua siklus I belum mencapai indikator yang ditentukan, yaitu dengan hasil 15 siswa (75%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4, dengan indikator yang ditentukan 20 siswa (100%) mencapai jumlah skor motivasi belajar ≥80. Tetapi terjadi peningkatan dari pertemuan kedua siklus I ada11 siswa (55%) yang sudah mencapai indikator, pada pertemuan pertama siklus II menjadi 15 (75%) yang sudah mencapai indikator.
Diagram 4.11
Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Pertama Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil angket motivasi belajar siswa, maka diperoleh rata-rata hasil motivasi belajar dapat dilihat pada tabel 4.21 sebagai berikut:
Tabel 4.21
Analisis dan Rekapitulasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Pertama Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 7 70%
100% ≥4
≥4 13 30%
Rata-Rata 4,05
Dari tabel 4.21 pertemuan pertama siklus II, berdasarkan rata-rata hasil pengamatan dan hasil angket motivasi belajar siswa dapat dijelaskanbahwa siswa yang belum mencapai indikator ada 7 siswa
(35%) dan siswa yang sudah mencapai indikator ada 13 siswa (65%). Jadi hasil pertemuan kedua siklus II belum mencapai indikator yang ditentukan, yaitu dengan hasil 13 siswa (65%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4, dengan indikator yang ditentukan 20 siswa (100%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4. Tetapi terjadi peningkatan dari pertemuan kedua siklus I hanya 10 siswa (50%) yang sudah mencapai indikator, pada pertemuan pertama siklus II menjadi 13 siswa (65%) yang sudah mencapai indikator.
Tingkat hasil motivasi belajar siswa berdasarkan hasil pengamatandan angket siswa pada pertemuan pertama siklus II dapat dilihat pada diagram 4.12 sebagai berikut:
Diagram 4.12
Tingkat Hasil Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Pertama Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Peneliti memberikan patokan dalam observasi motivasi belajarrata-rata ≥4 kategori baik dan per item ≥3. Oleh karena itu, berdasarkan hasil skor rata-rata observasi pada pertemuan pertama siklus II motivasi belajar siswa berdasarkan hasil pengamatan
rata-rata ≥4 dan sudah mencapai indikator per item ≥3. Hasil observasi dua observer dapat dilihat pada lampiran.
b) Pertemuan Kedua
Hasil motivasi belajar siswa diperoleh dari hasil observasi dan lembar angket siswa pada pertemuan pertama kegiatan pebelajaran dengan penerapan model pembelajaran make a match. Untuk mengukur tingkat motivasi belajar siswa menggunakan lembar observasi dang lembar angket siswa yang diambil dari indikator dalam strategi model pembelajaran make a match dengan menyesuaikan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya.
Dari hasil observasi yang dilakukan dua observer (guru kelas II dan IV), pembelajaran dengan model make a match digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Hasil pengamatan dan rekapitulasi terdapat pada lampiran. Rata-rata dari hasil observasi dua
observer bisa dilihat pada tabel 4.22 sebagai berikut:
Tabel 4.22
Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 0 0%
100% ≥4
≥4 20 100%
Rata-Rata 4,22
Tingkat hasil observasi motivasi belajar siswa pada pertemuan pertama siklus I dapat dilihat pada diagram 4.13 sebagai berikut:
Diagram 4.13
Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Pada kondisi pertemuan kedua siklus II setelah dilakukan tindakan penelitian dengan model pembelajaran make a match,
motivasi belajar peserta didik meningkat dari siklus I yang dilakukan dengan model pembelajaran make a match juga.
Hasil angket motivasi belajar siswa pada pertemuan kedua siklus II dapat dilihat pada tabel 4.23 di bawah ini:
Tabel 4.23
Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 0 0%
100% ≥4
≥4 20 100%
Rata-Rata 4,15
0 5 10 15 20
Frekuensi Persentase
˂4 0 0%
≥4 20 100%
0 0%
20
100% Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa
Dari tabel 4.23 hasil observasi motivasi belajar siswa dapat dijelaskan bahwa semua siswa atau 20 siswa (100%) sudah mencapai indikator. Jadi hasil observasi motivasi belajar siswa pada pertemuan kedua siklus II sudah mencapai indikator yang ditentukan, yaitu 20 siswa (100%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4.
Tingkat hasil angket motivasi siswa pada pertemuan kedua siklus II dapat dilihat pada diagram 4.14 sebagai berikut:
Diagram 4.14
Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil angket motivasi belajar siswa, maka diperoleh rata-rata hasil motivasi belajar dapat dilihat pada tabel 4.24 sebagai berikut:
0 5 10 15 20
Frekuensi Persentase
˂4 0 0%
≥4 20 100%
0 0%
20
100% Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa
Tabel 4.24
Analisis dan Rekapitulasi Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂4 0 70%
100% ≥4
≥4 20 30%
Rata-Rata 4,19
Dari tabel 4.24 pertemuan pertama siklus II, berdasarkan rata-rata hasil pengamatan dan hasil angket motivasi belajar siswa dapat dijelaskanbahwa semua siswa atau 20 siswa (100%) sudah mencapai indikator. Jadi hasil motivasi belajar siswa pada pertemuan kedua siklus II sudah mencapai indikator yang ditentukan, yaitu 20 siswa (100%) mencapai rata-rata motivasi belajar ≥4.
Tingkat hasil motivasi belajar siswa berdasarkan hasil pengamatandan angket siswa pada pertemuan kedua siklus II dapat dilihat pada diagram 4.15 sebagai berikut:
Diagram 4.15
Tingkat Hasil Motivasi Belajar Siswa pada Pertemuan Kedua Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
0 5 10 15 20
Frekuensi Persentase
˂4 0 0%
≥4 20 100%
0 0%
20
100% Hasil Motivasi Belajar Siswa
Peneliti memberikan patokan dalam observasi motivasi belajar rata-rata ≥4kategori baik dan per item ≥3. Oleh karena itu, berdasarkan hasil skor rata-rata observasi pada pertemuan kedua siklus II motivasi belajar siswa berdasarkan hasil pengamatan
observer sudah mencapai patokan dalam pelaksanaan pembelajaran rata-rata ≥4 dan sudah mencapai indikator per item ≥3. Hasil observasi dua observer dapat dilihat pada lampiran.
4.3.8 Analisis Hasil Belajar Siklus II
Dari hasil pengamatan pelaksanaan siklus II, diketahui bahwa pelaksanaan siklus II dengan penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 03 Kalimanggis Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung pada semester II tahun pelajaran 2014/2015. Itu dibuktikan setelah selesai pembelajaran pertemuan pertama dan kedua, maka dilaksanakan evaluasi untuk mengukur keberhasilan siswa dalam penguasaan materi.
Hasil nilai evaluasi siklus II yang dilakukan oleh peneliti yang terdapat dalam tabel dan deskripsi, serta dilengkapi dengan diagram sebagai berikut:
Tabel 4.25
Analisis dan Rekapitulasi Hasil Nilai Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran
Make A Match
Hasil Frekuensi Persentase Indikator
˂68 0 0%
100% ≥68
≥68 20 100%
Rata-Rata 88
Diagram 4.16
Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Siklus II Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match
Dari hasil analisis dan rekapitulasi ketuntasan hasil nilai diatas diperoleh siswa dengan ketuntasan belajar dengan nilai KKM (<68) maka diperoleh dari seluruh jumlah siswa yang berjumlah 20 siswa mencapai ketuntasan belajar dengan mendapat nilai ≥68 dengan persentase 100%. Berdasarkan indikator kinerja yang telah ditentukan yaitu ketercapaian KKM pada hasil belajar siswa peneliti memberi patokan 100%, jadi dapat diambil kesimpulan hasil belajar meningkat dari yang semula hanya 25% yang mencapai ketuntasan belajar, setelah pelaksanaan siklus I meningkat menjadi 60%, serta pada pelaksanaan siklus II meningkat menjadi 100%, berarti sudah berhasil mencapai indikator keberhasilan yang telah ditentukan yaitu ketercapaian KKM pada hasil belajar siswa peneliti memberi patokan 100% dengan memperoleh nilai ≥68.
d. Refleksi
Hasil refleksi yang dilakukan oleh peneliti terhadap peningkatan motivasi dan hasil belajar menunjukkan hasil yang baik.
0 5 10 15 20
Frekuensi Persentase
˂68 0 0%
≥68 20 100%
0 0%
20
100%
Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan hasil analisis motivasi dan hasil belajar, yaitu tingkat motivasi secara keseluruhan sesuai dengan indikator dan ketuntasan siswa sudah mencapai 100%. Hasil analisis motivasi belajar siswa dengan rata-rata 4,04pada pertemuan pertama siklus II dan 4,18 pada pertemuan kedua siklus II serta hasil tes siswa pada siklus 2 nilai rata-ratanya adalah 88, dengan kata lain bahwa hasil tersebut sudah diatas indikator keberhasilan yang ditentukan, yaitu pada motivasi belajar siswa rata-rata (≥4) serta KKM ≥68, sehingga tidak perlu diadakan tindakan siklus berikutnya.
Tabel perbandingan tindakan, motivasi dan hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel 4.26 Sebagai berikut:
Tabel 4.26
Tabel Perbandingan Tindakan, Motivasi. dan Hasil Belajar pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
Variabel Kondisi
4.4 Perbandingan Hasil Motivasi Belajar Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
No Hasil Kondisi Awal
Siklus 1 Siklus II
Petemuan 1 Pertemuan 2 Petemuan 1 Pertemuan 2 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. ˂4 16 80% 13 65% 10 50% 7 35% 0 0%
2. ≥4 4 20% 7 35% 10 50% 13 65% 20 100%
Tabel 4.27
Perbandingan Hasil Motivasi Belajar Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
Data perbandingan hasil motivasi belajar kondisi awal, siklus I dan siklus II menunjukkan pada kondisi awal jumlah siswa yang belum mencapai indikator ada 16 siswa dan yang sudah mencapai indikator 4 siswa, yang berarti ketuntasan mencapai 20%. Pada pertemuan pertama siklus I persentase ketuntasan meningkat, jumlah siswa yang belum mencapai indikator ada 14 siswa dan yang sudah mencapai indikator 6 siswa, yang berarti ketuntasan mencapai 30%, pertemuan kedua siklus I persentase ketuntasan meningkat, jumlah siswa yang belum mencapai indikator ada 10 siswa dan yang sudah mencapai indikator 10 siswa, yang berarti ketuntasan mencapai 50%. Pada pertemuan pertama siklus II persentase ketuntasan meningkat, jumlah siswa yang belum mencapai indikator ada 7 siswa dan yang sudah mencapai indikator 13 siswa, yang berarti ketuntasan mencapai 65%, pertemuan kedua siklus II ketercapaian indikator sudah maksimal dengan rata-rata ≥4mencapai 100%.
Data perbandingan motivasi belajar kondisi awal, pertemuan pertama siklus I, pertemuan kedua siklus I, pertemuan pertama siklus II dan pertemuan kedua siklus II menunjukkan kenaikan rata-rata setelah melakukan tindakan. Data perbandingan motivasi belajar kondisi awal, pertemuan pertama siklus I, pertemuan kedua siklus I, pertemuan pertama siklus II dan pertemuan kedua siklus II apabila disajikan dalam bentuk diagram 4.17 sebagai berikut:
Diagram 4.17
Perbandingan Hasil Motivasi Belajar Kondisi Awal, Pertemuan Pertama Siklus I, Pertemuan Kedua Siklus I, Pertemuan Pertama Siklus II dan Pertemuan Kedua
Siklus II 0%
20% 40% 60% 80% 100%
% % % % %
˂4 80% 65% 50% 35% 0%
≥4 20% 35% 50% 65% 100%
80%
65%
50%
35%
0% 20%
35%
50%
65%
100%
Perbandingan Hasil Motivasi Belajar
4.5 Perbandingan Hasil Belajar Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
No Hasil Kondisi Awal Siklus I Siklus II Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. <68 15 75% 8 40% 0 0%
2. ≥68 5 25% 12 60% 20 100%
Tabel 4.28
Perbandingan Hasil Belajar Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
Data perbandingan hasil evaluasi pembelajaran kondisi awal, siklus I dan siklus II menunjukkan pada kondisi awal jumlah siswa yang belum mencapai KKM ada 15 siswa dan yang sudah mencapai KKM 5 siswa, yang berarti ketuntasan mencapai 25%. Siklus I persentase ketuntasan meningkat, jumlah siswa yang belum mencapai KKM ada 8 siswa dan yang sudah mencapai KKM 12 siswa, yang berarti ketuntasan mencapai 60%. Siklus II ketercapaian KKM sudah maksimal dengan memperoleh nilai ≥68 mencapai 100%.
Diagram 4.18
Diagram Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Kondisi Awal, Siklus I dan
Siklus II
Diagram perbandingan ketuntasan hasil belajar pada setiap siklus pembelajaran menunjukkan kondisi awal jumlah siswa yang tuntas 25% dari jumlah keseluruhan dan 75% belum tuntas. Siklus I menunjukkan 60% hasil belajar siswa sudah tuntas, dan 40% belum tuntas. Siklus II menunjukkan 100% hasil belajar siswa tuntas. Secara keseluruhan apabila dilihat dari indikator keberhasilan, kondisi awal dan siklus I belum mencapai ketuntasan pembelajaran, sedangkan siklus II mengalami ketuntasan pembelajaran.
4.6 Pembahahasan Hasil Penelitian
Hasil observasi yang dilakukan di kelas V SD Negeri 03 Kalimanggis kecamatan Kaloran kabupaten Temanggung ditemukan kesalahan yang sering dilakukan guru dalam mata pelajaran matematika khususnya materi pecahan adalah proses pembelajaran masih menggunakan metode ceramah yang searah, guru tidak menggunakan alat peraga konkret, sehingga siswa belum terlibat dalam proses pembelajaran dan berdampak siswa kurang aktif.
0% 20% 40% 60% 80% 100%
% % %
<68 75% 40% 0%
≥68 25% 60% 100%
75%
40%
0% 25%
60%
100%
Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
Sebenarnya kegagalan yang dialami dalam proses pembelajaran tersebut terletak pada ketidaktepatan model pembelajaran yang digunakan guru.
Salah satu cara untuk memecahkan masalah utama itu adalah menggunakan model pembelajaran make a match dalam pembelajaran matematika, yang menitikberatkan pada menemukan konsep serta menyelesaikan soal dengan bekerja sama secara berpasangan, dimana setiap pasangan dapat aktif dalam menemukan konsep serta menyelesaikan soal dengan menyenangkan melalui bimbingan guru. Dengan model pembelajaran
make a match, peserta didik dapat lebih bersemangat dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran.
Adapun perubahan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran make a match adalah meningkatnya motivasi dan hasil belajar siswa kelas V SD N 03 Kalimanggis Kecamatan Kaloran kabupaten Temanggung. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:
Berdasarkan hasil motivasi belajar siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II, maka pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran make a match topik pecahan meningkatkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil motivasi belajar siswa pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.29
Perolehan Hasil Motivasi Belajar Siswa
Pada tabel diatas perolehan hasil motivasi belajar siswa pada kondisi awal mendapat rata-rata 3,49; pertemuan pertama siklus I mendapat rata-rata 3,74; pertemuan kedua siklus I mendapat rata-rata 3,89; pertemuan pertama siklus II mendapat rata-rata 4,05 dan pertemuan kedua siklus II mendapat rata-rata 4,19. Terjadi peningkatan secara bertahap pada tiap pertemuan.
Hasil dari ketuntasan siswa menunjukkan pada kondisi awal yang rata-ratanya memenuhi indikator terdapat 4 siswa (20%) dan 16 siswa (80%) yang belum memenuhi indikator. Pertemuan pertama siklus I menggunakan model pembelajaran make a match yang rata-ratanya memenuhi indikator terdapat 7 siswa (35%) dan 13 siswa (65%) yang belum memenuhi indikator, pertemuan kedua siklus I terjadi peningkatan yaitu 10 siswa (50%) dan 10 siswa (50%) yang belum memenuhi indikator. Sedangkan pada pertemuan kedua siklus II terjadi peningkatan yaitu 13 siswa (65%) dan 7 siswa (35%) yang belum memenuhi indikator, pertemuan kedua siklus II terjadi peningkatan signifikan yaitu 20 siswa atau seluruh siswa (100%) telah memenuhi indikator yang ditetapkan. Ini berarti bahwa penelitian telah berhasil, dibuktikan dengan rata-rata seluruh siswa memenuhi atau diatas indikator yaitu ≥4 dan 100% siswa tuntas memenuhi atau melebihi indikator yang ditetapkan.
Berdasarkan hasil evaluasi dari kondisi awal, siklus I dan siklus II, maka pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran
make a match topik pecahan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai evaluasi siswa pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.30
Perolehan Nilai Evaluasi Siswa
Pelaksanaan Rata-Rata
Kondisi Awal 54
Siklus I 73